Analisis Fenomena Siswa Muslim di Texas

Tugas Psikologi Sosial
Menganalisis Fenomena Prejudice dan Diskriminasi

Disusun Oleh:
Vanessa (705140043)

Fakultas Psikologi
Universitas Tarumanagara
Jakarta
2015

Siswa Muslim di Texas Ditahan Polisi karena Membuat Jam yang Dikira Bom

Seorang siswa Muslim bernama Ahmed Mohamed di sebuah SMA di Texas,
Amerika Serikat, ditahan oleh kepolisian karena disangka telah membawa bom ke
sekolah. Insiden ini terjadi di SMA MacArthur di Irving, Texas, dan dimulai ketika
seorang guru mendengar detakan jam rakitan Mohamed. Ahmed mengatakan, ia
membawa jam rakitannya tersebut karena ingin memperlihatkannya pada guru
teknologi di sekolahnya. Akan tetapi, jam rakitan tersebut membuat salah seorang
guru di sekolah menjadi takut, dan kemudian menghubungi kepolisian setempat
(Fantz, A., Almasy, S., & Stapleton, A., 2015).

"Petugas dan kepala sekolah kemudian menghampiri saya dan membawa saya
ke sebuah ruangan. Di ruangan itu sudah ada lima polisi," kata Mohamed kepada
media setempat, Dallas News. Mohamed menceritakan ketika ia diinterogasi oleh
polisi, ia selalu ditanyakan alasan mengapa ia membuat bom meskipun ia sudah
berkali-kali membantahnya dan mengatakan dirinya hanya membuat jam. "Mereka
menginterogasi saya dan mencari semua barang saya. Saya kemudian ditahan di
pusat tahanan remaja," ujarnya (Kompas TV, 2015)
Ayah Ahmed, Mohamed Elhassan yang merupakan imigran dari Sudan
mengatakan putranya, "hanya ingin menciptakan sesuatu yang bagus, namun
karena namanya Mohamed dan karena kejadian 11 September maka putra saya
mendapatkan perlakuan tak layak". Ayah Ahmed menduga, tindakan yang dilakukan
terhadap anaknya lebih berdasar pada ketakutan rasial. Dewan Hubungan AmerikaIslam mengatakan kecurigaan ayah Ahmed mungkin tepat. "Saya rasa hal ini tidak

akan dipertanyakan bila namanya bukan Ahmed Mohamed," ujar Alia Salem, dari
dewan setempat (Kompas TV, 2015)

Analisis
Pada kasus diatas, kita dapat melihat perlakuan dari orang Amerika terhadap
Ahmed yang merupakan seorang berkulit hitam, dan juga seorang muslim. Hal ini
berkaitan erat dengan prejudice. Myers (2010, h. 309) mengatakan bahwa prejudice

merupakan sebuah penilaian negatif mengenai suatu kelompok dan anggota dari
kelompok tersebut. Ayah dari Ahmed juga mengatakan perihal mengenai kejadian 11
September yang membuat Amerika mengalami prejudice mengenai agama Islam.
Sehingga anaknya ditangkap hanya karena jam rakitan yang dibuat oleh Ahmed itu
sendiri.
Prejudice merupakan sebuah sikap (Myers, 2010). Sikap tersebut timbul karena
ada stimulus. Pada kasus ini, stimulusnya adalah Ahmed seorang Muslim, dan
pelaku dari kasus 11 September merupakan seorang Muslim juga. Jika prejudice
merupakan sebuah sikap, maka diskriminasi merupakan sebuah perilaku negatif.
Diskriminasi merupakan perilaku negatif tidak tepat yang ditujukan kepada sebuah
kelompok atau kepada anggota dari kelompok tersebut (Myers, 2010, h. 310).
Dalam kasus diatas, kelompok yang didiskriminasikan adalah Muslim, dan
Ahmed merupakan salah satu anggota dari kelompok tersebut. Sehingga dapat
diartikan, Ahmed mengalami diskriminasi karena agama yang dianutnya. Hal ini
dibuktikan saat Ahmed mengatakan ketika ia diinterogasi oleh kepolisian setempat,
ia telah berulang kali mengatakan bahwa apa yang dibawanya merupakan sebuah

jam. Akan tetapi, para pihak kepolisian tidak mempercayai hal tersebut dan tetap
menanyakan alasan Ahmed membuat bom tersebut.
Menurut penulis hal ini terjadi karena adanya prejudice tadi, sehingga anggota

kepolisian mengasosiasikan Ahmed yang seorang Muslim merupakan seorang yang
jahat akibat peristiwa 11 September yang telah menyebabkan prejudice tersebut
menyebar. Myers (2010, h.319) mengatakan bahwa prejudice dapat dipelajari dari
orangtua karena merekalah yang mensosialisasikan kita mengenai perbedaan
kepercayaan mereka terhadap orang-orang. Institusi sosial juga berperan dalam
mempengaruhi prejudice yang kita dapat karena mereka terkadang menyebabkan
dan mendukung prejudice tersebut.
Menurut penulis, karena 11 September merupakan peristiwa yang sangat
menarik banyak perhatian, banyak media massa yang memberitakannya. Hal inilah
yang menyebabkan prejudice mengenai Muslim tersebar. Hal itulah yang
menimbulkan diskriminasi seperti yang dialami oleh Ahmed. Perlu ditekankan bahwa
Ahmed hanyalah seorang murid SMA biasa yang ingin memperlihatkan jam
rakitannya sendiri terhadap guru teknologinya, akan tetapi guru tersebut bukannya
memujinya, melainkan melaporkannya terhadap anggota kepolisian.

Saran
Prejudice yang menimbulkan diskriminasi hanya akan menambahkan perbuatan
jahat lainnya. Akan lebih baik, jika pemerintah sebagai pusat yang mengatur
masyarakatnya turut bekerja sama dengan instansi sosial lainnya atau dengan
instansi pendidikan untuk mengajarkan moral dan menghapus prejudice dari


generasi penerus. Mungkin akan terlambat untuk menghapus sikap tersebut dari
generasi lama seperti orang tua, akan tetapi masih ada generasi muda yang kelak
akan menjadi penerus bangsa. Generasi itulah yang harus dididik dengan baik
mengenai pemahaman bahwa semua manusia pada dasarnya sama.
Jika prejudice terus terjadi, sikap diskriminasi akan selalu timbul dan akan
menimbulkan kasus-kasus lainnya seperti yang dialami Ahmed. Hal tersebut bisa
saja menghambat Ahmed untuk menjadi penemu hebat, ataupun masa depannya
yang mungkin cerah hanya karena sebuah diskriminasi yang dialaminya. Hal
tersebut tentunya akan sangat disayangkan.
Pada intinya saran dari penulis adalah penghapusan prejudice ini dilakukan dari
pemerintah, untuk mengatur instansi sosial seperti media massa untuk tidak
menyebabkan prejudice lainnya baik sengaja maupun tidak sengaja, dan juga
instansi pendidikan. Peran pemerintah adalah untuk memberikan sanksi terhadap
pihak-pihak yang masih menyebabkan penyebaran prejudice dan juga mendukung
prejudice. Untuk instansi pendidikan, setiap pengajarnya haruslah tidak mempunyai
prejudice mengenai apapun, sekalipun ada, maka tidak ditunjukkan kepada anak.
Hal tersebut, penulis sampaikan karena penulis juga percaya anak-anak
merupakan “tabula rasa” (istilah yang digunakan oleh John Locke). Tabula rasa
artinya halaman kosong. John Locke percaya setiap anak-anak merupakan halaman

yang masih kosong dan putih-bersih, bebas dari hal-hal seperti prejudice. John
Locke percaya orang lainlah yang mengisi halaman kosong pada anak-anak itu.

Akan lebih baik lagi, jika instansi pedidikan dapat menjalin hubungan yang baik
dengan orangtua murid, dan menanamkan kepada orangtua untuk tidak
menunjukkan

Daftar Pustaka
Fantz, A., Almasy, S., & Stapleton, A. (2015, 16 September). Muslim teen ahmed
mohammed creates clock, show teachers, get arrested. Retrieved from
http://edition.cnn.com/2015/09/16/us/texas-student-ahmed-muslim-clockbomb/
Kompas TV. (2015, 17 September). Siswa muslim di texasditahan polisi karena
membuat jam yang dikira bom. Diunduh dari
http://internasional.kompas.com/read/2015/09/17/05200021/Siswa.Muslim.di.
Texas.Ditahan.Polisi.karena.Membuat.Jam.Mirip.Bom
Myers, D.G. (2010). Social psychology. New York, NY: McGraw Hill.