MAKALAH KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU KP

KOMUNIKASI KESEHATAN
KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU

IKM-C 2016
Kelompok 8 :
1. Anugrah Lintang I

101611133058

2. Anta Anugrah

101611133115

3. Ainun Azizah R

101611133118

4. Syamira N

101611133192


5. Selly Anggita K

101611133198

6. Dita Arditya K

101611133207

7. Dian Novitasari

101611133213

8. Bethania Amruh N

101611133217

9. Dian Tami W

101611133223


10. M. Azhari Mardhani

101611133233

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan
selalu membawa keberkahan, baik di dunia sampai di akhirat, sehingga semua cita-cita
serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta temanteman sekalian yang telah membantu, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
Kuliah Komunikasi Kesehatan mengenai materi Komunikasi Perubahan Perilaku.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal. Harapan kami semoga makalah ini

penuh manfaat, menambah pengetahuan dan pengalaman baik bagi pribadi dan orang
lain.Terlepas dari semua itu, kami sadar bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini. Sekian dan terima kasih.

Surabaya, 27 September 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………...…….ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………...……..iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….……..1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Perilaku………………………………………………………….………3
2.2 Definisi Perubahan Perilaku…………………………………………….………..3
2.3 Pengertian Komunikasi Perubahan Perilaku……………………………….…….3
2.4 Tahapan Komunikasi Perubahan Perilaku……………………………….………3
2.5 Faktor Penentu Perubahan Perilaku…………………………………....…….…..4
2.6 Tujuan Komunikasi Perubahan Perilaku…………………………………..……..5
2.7 Strategi Perubahan Perilaku…………………………………………………..….6
2.8 Faktor Penghambat Perubahan Perilaku………………….…………………..…..6
2.9 Studi Kasus……………………………………………………..………………...8
2.9.1 Bahasan Studi Kasus…………………………………………..…….…8
2.9.2 Pembahasan Studi Kasus……………………………….…………...….9
2.9.3 Kesimpulan Studi Kasus…………………………………………..…..11
2.9.4 Saran Studi Kasus……………………………………………………..11
2.10 Soal & Jawaban………………………………………………………………..11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………12
3.2 Saran……………………………………………………………………………......12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………13

iii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan kebutuhan setiap individu untuk hidup dalam suatu
lingkungan atau masyarakat. Setiap manusia akan menjalin hubungan dengan manusia
lainnya melalui komunikasi. Hal yang didapat dari sebuah komunikasi adalah informasi,
kesepakatan, terjalinnya hubungan dekat, hubungan kerja, dan lain sebagainya.
Komunikasi terjadi dimanapun dengan tujuan yang berbeda pula, seperti dalam
sebuah kelompok, organisasi, keluarga, antara dua orang ataupun komunikasi di dalam
diri sendiri. Macam-macam komunikasi ini memiliki tujuan yang berbeda pula. Namun
tujuan utama dari terjadinya komunikasi yaitu tersampaikannya pesan dari pengirim
kepada penerima. Pesan itu baik berupa informasi maupun bujukan.
Komunikasi dalam masyarakat juga digunakan untuk merubah perilaku termasuk
perilaku sehat. Perilaku masyarakat dalam meningkatkan kesehatannya saat ini masih
rendah, meskipun di Indonesia paradigma sakit telah diganti dengan paradigma sehat.
Masyarakat sendiri masih melakukan kebiasaan lama yang sebenarnya tidak baik untuk
dilakukan. Seperti melahirkan dengan dukun beranak, Buang Air Besar (BAB) disungai,
dan lainnya. Saat ini meskipun telah banyak penyuluhan yang memberikan informasi
tentang dampak buruk dari kebiasaan lama tersebut tetap saja masih terdapat masyarakat

yang masih melakukannya.
Menurut Carl I. Hovland Komunikasi adalah proses yang memungkinkan
seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal)
untuk mengubah perilaku orang lain. Dalam pengertian teresebut jelas bahwa kegiatan
komunikasi berusaha untuk mengubah perilaku seseorang. Seperti halnya individu dalam
proses komunikasi tersebut memiliki sikap ingin mempengaruhi. Proses memberikan
pengaruh kepada orang lain ini dilakukan melalui komunikasi
Dengan perilaku masyarakat saat ini dapat dilakukan komunikasi yang lebih
efektif lagi secara verbal maupun non verbal. Berkembangnya teknologi komunikasi
dapat dilakukan di media massa yang banyak masyarakat memiliki dan mengethauinya.
Sehingga akan lebih efektif memberikan penyuluhan atau pengetahuan tentang perilaku
hidup sehat.

1

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku?
2. Apa yang dimaksud dengan perubahan perilaku?
3. Apa yang dimaksud dengan komunikasi perubahan perilaku?
4. Apa saja tahapan-tahapan dalam komunikasi perubahan perilaku?

5. Faktor apa saja yang menentukan berubahnya perilaku?
6. Apa tujuan dari komunikasi perubahan perilaku?
7. Apa saja strategi yang digunakan dalam komunikasi perubahan perilaku?
8. Apa hambatan atau tantangan dalam komunikasi perubahan perilaku?
9. Bagaimana contoh studi kasus dari komunikasi perubahan perilaku?

1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Untuk mengetahui tentang perilaku
Untuk mengetahui tentang perubahan perilaku
Untuk mengetahui komunikasi perubahan perilaku

Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam komunikasi perubahan perilaku
Untuk mengetahui faktor -faktor yang menentukan perubahan perilaku
Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi perubahan perilaku
Untuk mengetahui startegi yang digunakan dalam komunikasi perubahan perilaku
Untuk mengetahui hambatan atau tantangan dalam komunikasi perubahan perilaku
Untuk mengetahui studi kasus dari komunikasi perubahan perilaku

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Perilaku
Pengertian perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang
dilakukan oleh makhluk hidup.
2.2 Definisi Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku adalah merupakan suatu paradigma bahwa manusia akan berubah
sesuai dengan apa yang dipelajarinya baik dari keluarga, teman, sahabat ataupun belajar
dari pengalaman mereka sendiri.

2.3 Pengertian KPP
Komunikasi Perubahan Perilaku / KPP (Behavior Change Communication / BCC)
adalah suatu proses interaktif untuk merancang beragam pesan menggunakan berbagai
macam media dan saluran untuk mempromosikan, mengubah, mengembangkan dan
memelihara perilaku yang positif, khususnya perilaku kesehatan masyarakat. Komunikasi
Perubahan Perilaku (KPP) merupakan pengembangan dari KIE (Komunikasi, Informasi
dan Edukasi), namun lebih menekankan pada perubahan perilaku, sehingga tidak hanya
berhenti pada peningkatan pengetahuan dan sikap saja. Istilah KPP dipergunakan untuk
menegaskan bahwa komunikasi tersebut harus mengarah pada perubahan atau perbaikan
perilaku.
2.4 Tahapan KPP
Persiapan

Analisis / Telaah

Kajian Formatif

Situasi

Pelaksanaan

Pemantauan

Mengembangkan
Materi KPP

Merancang
Strategi
Komunikas

Penilaian

i
(Skema Tahapan KPP)

3

1) Melakukan telaah situasi, untuk menemukan dan mengenali masalah kesehatan.
2) Melakukan penelitian atau Kajian Formatif, untuk menemukan dan mengenali perilaku
sekarang yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, serta faktor pendorong dan
penghambatnya.

3) Menyusun strategi dan rencana Komunikasi Perubahan Perilaku yang efektif, dalam
rangka perbaikan kesehatan termasuk rencana monitoring dan evaluasinya.
4) Merancang media Komunikasi Perubahan Perilaku dan mengembangkannya.
2.5 Faktor Penentu Perubahan Perilaku
Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita dapat mengalami perubahan
perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui, memahami, mempraktekkan,
merangkum, serta tahap evaluasi.
Pada tahap pertama, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku adalah
pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil
tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga).
Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Komponen kognitif merupakan representasi
yang dipercaya oleh individu. Komponen kognitif berisi persepsi dan kepercayaan yang
dimiliki individu mengenai sesuatu kepercayaan datang dari yang telah dilihat, kemudian
terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek.
Sekali kepercayaan telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai
yang dapat diharapkan dari objek tertentu.
Namun kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak terlalu akurat. Kadang-kadang
kepercayaan tersebut terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya informasi yang
benar mengenai objek yang dihadapi. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan
dengan pandangan atau opini.
Berikut ini berapa referensi yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan perilaku seseorang. Terdapat beberapa tahapan yang dilalui, sehingga kita
dapat mengalami perubahan perilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain tahap mengetahui,
memahami, mempraktekkan, merangkum, serta tahap evaluasi.

4
Tahap kedua adalah tahap memahami (comprehension), merupakan tahap memahami
suatu objek bukan sekedar tahu atau dapat menyebutkan, tetapi juga dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek. Tahap selanjutnya, tahap ketiga, tahap
aplikasi (application), yaitu jika orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
Sedangkan tahap ke empat merupakan tahap analisis (analysis), merupakan
kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan. Indikasi bahwa pengetahuan
seseorang sudah sampai pada tingkat analisis jika dapat membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, membuat diagram pada pengetahuan atas objek tersebut.
Tahap ke lima adalah sintesis (synthesis). Tahap ini menunjukkan kemampuan
seseorang untuk merangkum suatu hubungan logis dari komponen
komponen
pengetahuan yang dimiliki. Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi
baru. Sedangkan tahap terakhir, berupa tahap evaluasi (evaluation). Tahap ini berkaitan
dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.
2.6 Tujuan Komunikasi Perubahan Perilaku
1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
Komunikasi dalam perubahan perilaku bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan tentang suatu penyakit. Penyakit yang dicari tahu ini biasanya terkait
penyakit yang dialami oleh dirinya sendiri atau penyakit orang lain. Dengan
mengetahui lebih dalam tentang penyakit tersebut, maka hal ini akan sangat
bermanfaat terkait meminimalisir terjadinya risiko yang bisa saja menimpa orang
tersebut bila tidak mengetahui tentang penyakitnya.
2. Meningkatkan persepsi terhadap risiko
Meningkatkan persepsi terhadap risiko disini yang dimaksud adalah melakukan
tindakan-tindakan yang bisa meminimalisir terjadinya risiko dengan maksimal. Risiko
tersebut adalah bahaya atau ancaman atau kerentanan dari suatu penyakit. Penting
sekali untuk melakukan tindakan yang tepat dalam mencegah terjadinya risiko agar
penyakit tidak semakin memburuk.
3. Meningkatkan demand / permintaan / kebutuhan terhadap layanan
Pelayanan kesehatan memang sangat penting untuk menunjang kesehatan seseorang.
Dengan pelayanan yang baik dan tepat maka masyarakat akan dimudahkan dalam
mengatasi masalah kesehatan yang sedang dideritanya. Hal ini juga supaya untuk selalu
memperbarui sistem yang dimiliki pelayanan kesehatan tersebut.

5
4. Meningkatkan kepercayaan diri untuk mengakses layanan kesehatan

Salah satu tujuan komunikasi perubahan perilaku adalah agar bisa meningkatkan
kepercayaan diri seseorang untuk mengakses layanan kesehatan. Dengan komunikasi
yang baik untuk pasien maka seseorang yang biasanya tidak percaya diri atau takut
bila pergi ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas untuk memeriksakan
keadaannya menjadi berani. Komunikasi ini berlaku juga bagi dokter dan tenaga
kesehatan lainnya agar pasien selalu percaya diri dan mau untuk memeriksakan
dirinya dengan jujur.

2.7 Strategi Perubahan Perilaku
a. Inforcement (Paksaan):
Perubahan perilaku dilakukan dengan paksaan, dan atau menggunakan peraturan
atau perundangan. Menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, tetapi untuk
sementara (tidak langgeng)
b. Persuasi
Dapat dilakukan dengan persuasi melalui pesan, diskusi dan argumentasi. Melalui
pesan seperti jangan makan babi karna bisa menimbukkan penyakit H1N1. Melalui
diskusi seperti diskusi tentang abortus yang membahayakan jika digunakan untuk alasan
yang tidak baik
c. Fasilitasi
Strategi ini dengan penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Dengan
penyediaan sarana dan prasarana ini akan meningkatkan Knowledge (pengetahuan) Untuk
melakukan strategi ini mmeerlukan beberapa proses yakni kesediaan, identifikasi dan
internalisasi.
d. Education
Perubahan perilaku dilakukan melalui proses pembelajaran, mulai dari pemberian
informasi atau penyuluhan-penyuluhan. Menghasilkan perubahan perilaku yang
langgeng, tetapi makan waktu lama.

2.8 Faktor Penghambat Perubahan
Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang
berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987). Ada beberapa hal yang
mempengaruhi perilaku seseorang, sebagian terletak di dalam individu sendiri yang
disebut faktor intern yaitu keturunan dan motif. Sedangkan sebagian terletak diluar
dirinya yang disebut faktor ekstern, yaitu faktor lingkungan. Sedangkan aspek perilaku
berupa aspek fisik, aspek psikis, dan aspek sosial.

6

Faktor-Faktor Penghambat Perubahan :
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
Manusia yang tidak pernah lepas dari hubungan manusia atau masyarakat lain dalam
suatu pergaulan. Kurangnya hubungan dengan masyarkata lain akan mengakibatkan suatu
masyarakat yang menjadi terasing dari pergaulan hidup dengan masyarakat lainnya. Bila
pergaulan saja sangat terbatas, maka yang terjadi ialah keterbatasan pemikiran sehingga
keinginan untuk berubah pun juga sangat minim.
2. Terlambatnya perkembangan ilmu pengetahuan
Dengan adanya keterbatasan dalam pergaulan, bisa dipastikan perkembangan ilmu
pengetahuan juga akan terlambat. Sebab didalam kemajuan ilmu pengetahuan bisa
ditempuh diantaranya dengan metode learning by doing. Tidak adanya keinginan untuk
menambah wawasan dibidang ilmu pengetahuan hal ini akan mengakibatkan pola pikir
yang terbelakang dan ketinggalam zaman, sehingga timbul sebuah pandangan miring
adanya kelompok masyarakat yang enggan berubah.
3. Sikap masyarakat yang masih sangat tradisional
Sikap konservatif ini atau enggan untuk melakukan sebuah perubahan akan membawa
mentalitas yang buruk dalam sebuah kemajuan, karena itu sikap tersebut harus dihindari
bila seseorang hendak melakukan suatu perubahan.
4. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan
Ada beberapa anggota masyarkat yang takut atau khawatir terhadap perubahan yang
terjadi dimasyarakat karena menurut mereka perubahan itu akan menggoyahkan integrasi
dalam masyarakat. Misalnya : penggunaan traktor dalam pengolahan lahan pertanian,
mulanya hal itu ditolak karena bisa memudarkan gotong royong diantara para petani,
namum lambat tahun hal itu bisa diterima.
5. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat (vested interest)
Nilai-nilai tradisonal akan memunculkansebuah kepentingan-kepentingan kolektif
yang tertanam kuat dalam diri masyarakat. Hal ini juga akan menghambat sebuah
perubahan sosial karena pada dasarnya suatu perubahan itu berusaha untuk meninggalkan
nilai-nilai lama guna menuju pada nilai-nilai yang baru yang lebih bermanfaat dan sesuai
dengan keadaan masyarakat saat sekarang. Oleh karena itu seseorang yang menginginkan
sebuah perubahan harus berani membuang jauh nilai-nilai kepentingan semacam ini.
6. Adanya sikap tertutup dan prasangka terhadap hal baru/asing
Selain nilai-nilai kepentingan, prasangka buruk terhadap hal yang baru akan
mengganggu proses perubahan sosial. Setiap ada hal yang baru datang, sepertinya ada
semacam ketakutan dari sekelompok masyarakat yang tidak menghendaki perubahan, lalu
sekelompok orang tadi berusaha memengaruhi kelompok yang lain, hal ini harus
disingkirkan apabila seseorang akan melakukan perubahan sosial.

7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis

7

Suatu perubahan didalam masyarakat akan sulit terjadi bila berbenturan dengan
ideologi atau paham yang dianut oleh masyarakat tersebut. Misalnya : kebiasaankebiasaan yang ada dimasyarakat.
8. Adat atau kebiasaan yang telah mengakar
9. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki
(pandangan pesimistis)

2.9 Studi Kasus
2.9.1 Bahasan Studi Kasus
Subjek penelitian adalah siswa kelas 4 dan kelas 5 di dua SD di Kabupaten Bogor
Jawa Barat yang meliputi SDN dan SDIT. Rentang usia siswa bervariasi antara 8 _ 12
tahun dengan usia terbanyak adalah 10 tahun (62,8%) sedangkan jenis kelamin siswa
didominasi oleh siswa perempuan sebesar 51,3%. Pada siswa SDN dan SDIT terjadi
peningkatan kebiasaan makan lengkap dalam sehari yaitu frekuensi 3 kali dan > 3 kali
sehari. Sebaliknya, terjadi penurunan kebiasaan makan lengkap dengan frekuensi 2 kali
sehari. Penurunan kebiasaan sarapan pagi siswa setelah diberikan kegiatan intervensi di 2
SD yaitu siswa SDN dan SDIT. Sebagian besar tempat sarapan pagi adalah rumah dan
hanya 3 siswa SDIT yang sarapan di sekolah. Hal ini disebabkan oleh letak rumah siswa
yang jauh dari sekolah sehingga mereka selalu dibawakan bekal sarapan oleh orang tua
untuk dikonsumsi sebelum jam pelajaran dimulai. Terjadi penurunan proporsi
ketersediaan sarapan di rumah, baik pada siswa SDN maupun SDIT. Hal ini sejalan
dengan penurunan proporsi orang yang menyiapkan sarapan, baik ibu maupun pembantu.
Sebagian besar jenis sarapan yang dimakan anak adalah nasi dan lauk diikuti dengan
roti dan susu. Tidak satupun siswa yang mengonsumsi mi instan saja. Hal tersebut
mengindikasikan pengetahuan dan kewaspadaan orang tua terhadap pola makan anak
cukup baik. Sebagian besar siswa mempunyai kebiasaan jajan 2 _ 3 kali sehari tetapi
setelah intervensi terjadi penurunan frekuensi kebiasaan jajan siswa pada kebiasaan jajan
2 _ 3 kali sehari dan 1 kali sehari. Hanya ada 1 siswa di SDIT yang tetap tidak pernah
jajan dalam sehari. Hal ini karena memang tidak diberikan uang saku dan uang jajan oleh
orang tuanya.
Terjadi peningkatan pengetahuan dan perilaku siswa sesudah kegiatan intervensi baik
pada siswa SDN maupun SDIT. Peningkatan sikap siswa terhadap sarapan juga terjadi
pada siswa di kedua SD, namun tidak menunjukkan perbedaan signifikan. Rata-rata
asupan energi siswa SDN mengalami peningkatan secara signifikan sedangkan asupan
energi siswa SDIT mengalami peningkatan setelah kegiatan intervensi.

8

Asupan protein, baik pada siswa SDN dan SDIT, mengalami penurunan setelah dilakukan
kegiatan intervensi. Terjadi peningkatan rata-rata asupan karbohidrat pada siswa SDIT,
sedangkan pada siswa SDN mengalami penurunan. Hal sebaliknya terjadi pada asupan
lemak dan serat, setelah dilakukan kegiatan intervensi terjadi peningkatan asupan lemak
dan serat pada siswa SDN dan penurunan asupan pada siswa SDIT

2.9.2 Pembahasan Studi Kasus
Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan perilaku hidup sehat di
masyarakat dengan tujuan menyadarkan masyarakat untuk mencegah penyakit dan
meningkatkan derajat kesehatan. Pendidikan gizi dalam bentuk KIE merupakan upaya
meningkatkan status kesehatan masyarakat khususnya status gizi melalui perubahan
pengetahuan dan praktik/perilaku gizi ke arah yang lebih baik. Salah satu upaya KIE gizi
pada anak melalui media pendidikan sebagai alat bantu menyampaikan bahan pendidikan/
pengajaran. Penggunaan media pendidikan berguna untuk mencapai sasaran yang lebih
banyak, menimbulkan minat sasaran pendidikan, memotivasi sasaran pendidikan untuk
melaksanakan pesan-pesan kesehatan, membantu mengatasi berbagai hambatan, dan
membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih cepat dan lebih banyak.
Secara umum, tujuan dari kegiatan intervensi ini adalah meningkatkan pengetahuan
dan penilaian siswa terhadap manfaat sarapan serta membiasakan diri sarapan sebelum
melakukan aktivitas sekolah. Terjadi penurunan proporsi frekuensi jajan siswa SDIT dari
jajan > 3 kali/hari menjadi 2 _ 3 kali/hari. Namun, siswa SDN justru mengalami
peningkatan frekuensi jajan yang kemungkinan disebabkan oleh kemudahan siswa
membeli jajanan di sekitar sekolah saat istirahat dan pulang sekolah. Tidak ada larangan
untuk jajan di sekitar sekolah serta larangan pedagang menjajakan dagangan sehingga
membuat banyak pedagang jajanan yang berjualan di sekitar sekolah. Sebagian besar
siswa mempunyai kebiasaan jajan di sekolah dan di rumah dengan frekuensi 2 _ 3
kali/hari. Kebiasaan jajan anak di sekolah dipengaruhi oleh kebijakan sekolah, orang tua,
dan teman.
Banyak makanan/minuman yang kurang baik dikonsumsi oleh anak, seperti
mengandung zat pewarna, pemanis buatan, pengawet, serta rendah zat gizi. Berdasarkan
penelitian, hampir separuh anak sekolah dasar jajan di luar kantin, artinya anak-anak
terpapar pada risiko mengonsumsi makanan yang nilai gizi dan keamanannya tidak
diketahui. Kebiasaan jajan anak didukung uang jajan anak dari orang tua sekitar
Rp2.000,00 hingga Rp2.500,00/hari.

9
Siswa SDN mempunyai rata-rata uang saku dan uang jajan yang lebih besar
dibandingkan siswa SDIT. Hal ini sejalan dengan proporsi frekuensi jajan siswa SDN

yang juga lebih tinggi dibandingkan siswa SDIT. Semakin besar uang saku yang
diperoleh, jajan siswa cenderung semakin meningkat.
Kebiasaan jajan mengalami penurunan sebelum dan sesudah kegiatan intervensi.
Kebiasaan jajan anak dipengaruhi oleh pengetahuan gizi, kebiasaan membawa bekal
makanan, uang jajan, sarapan pagi, pekerjaan, dan pendidikan orang tua.7 Alasan
mengubah kebiasaan sarapan selama satu bulan terakhir antara lain sarapan tidak tersedia,
terlambat bangun tidur, tergesagesa ke sekolah, dan makanan membosankan. sekitar 10%
_ 15% keluarga cenderung mengubah kebiasaan menyediakan sarapan dari setiap hari
menjadi kadang-kadang.
Sebagian besar ibu siswa selalu menyediakan sarapan pagi dan sisanya (< 10%)
disediakan oleh pembantu rumah tangga atau nenek karena ibu siswa tersebut adalah ibu
yang bekerja dan berangkat kerja lebih awal sehingga tidak sempat menyediakan sarapan
pagi terlebih dahulu bagi anaknya. Jika seorang ibu bekerja maka ketersediaan waktu
untuk menyiapkan sarapan pagi akan berkurang karena harus menyiapkan diri untuk pergi
bekerja.
Penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa lebih dari 80% anak sarapan sebelum
ke sekolah meskipun pengetahuan gizi seimbang secara umum masih belum baik.
Sarapan biasanya dilakukan di rumah. Bila di rumah tidak ada makanan, anak biasanya
sarapan di sekolah. Cukup banyak anak yang membawa bekal ke sekolah.
Proporsi terbanyak jenis sarapan yang dikonsumsi oleh siswa, baik yang berasal dari
SDN maupun SDIT adalah nasi dengan lauk pauk berupa telur, ikan, ayam, dan daging,
diikuti dengan jenis roti dan susu. Yang menarik adalah terjadi penurunan proporsi siswa
yang mengonsumsi nasi dan lauk dengan roti dan susu menjadi jenis makanan seperti
burger, risol, bakwan, kentang goreng, dan lontong/arem-arem. Salah satu penyebabnya
adalah siswa merasa bosan dengan menu sarapan pagi yang tidak berubah dalam
seminggu. Seorang anak sudah mulai dapat membedakan makanan yang enak dan tidak
enak serta membosankan.
Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangat penting karena waktu sekolah adalah
penuh aktivitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Sarapan harus
memenuhi total kalori kebutuhan anak setiap hari. Dengan mengonsumsi 2 potong roti
dan telur, satu porsi bubur ayam, serta satu gelas susu dan buah akan diperoleh 300 kalori.
Bila tidak sempat sarapan pagi, sebaiknya anak dibekali dengan makanan/snack yang
berat (bergizi lengkap dan seimbang) seperti arem-arem, mi goreng, atau roti isi daging.
Survei yang dilakukan oleh Senanayake, di Srilanka terhadap siswa sekolahmenunjukkan
sekitar 30% siswa mengonsumsi sarapan pagi.

Jenis minuman yang biasa diminum saat sarapan adalah campuran teh dengan susu 10
dan
susu full cream sedangkan jenis makanan nasi serta makanan berbahan baku tepung terigu
menjadi pilihan menu sarapan pagi siswa.

Sifat dasar anak adalah sering merasa bosan sehingga sebagai orang tua harus
mempunyai cara untuk mengatasi kebosanan dari anak. Menu yang bervariasi dalam
penyajian tiap hari akan membuat anak selalu semangat dan senang untuk sarapan pagi.
Mengingat sarapan pagi sangat penting dan sudah menjadi tugas orang tua/ibu untuk
mengarahkan anak maka orang tua/ibu harus membiasakan anaknya untuk sarapan pagi
dengan menyiapkan menu makanan yang sesuai dengan kebutuhan zat gizi dan keinginan
anak.
2.9.3 Kesimpulan dari Studi Kasus
Setelah dilakukan intervensi KIE gizi terjadi peningkatan skor rata-rata pengetahuan
dan perilaku siswa terhadap kebiasaan sarapan pagi (nilai p < 0,050). Media yang
digunakan untuk kegiatan KIE gizi seperti kartu bergambar, kartu kuartet, ular tangga,
tebak gambar, TTS, leaflet, poster, dan lomba cerdas cermat dinilai cukup efektif dalam
meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa. Peran ibu sebagai penyedia sarapan pagi
bagi siswa sangat penting terutama dalam menghindari kebosanan.
2.9.4 Saran dari Studi Kasus
Sebaiknya pihak sekolah bekerja sama dengan persatuan orang tua murid, guru, dan
ahli gizi puskesmas untuk menggiatkan kembali usaha kesehatan sekolah (UKS) dengan
melakukan kegiatan promosi kesehatan bagi ibu/pengasuh siswa, khususnya tentang
perencanaan menu sarapan pagi yang enak, praktis, dan sehat.

2.10 Soal & Jawaban
1. Inforcement, Persuasi, Fasilitasi, dan Education merupakan strategi perubahan perilaku.
(B)
2. Adanya penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung merupakan pengertian dari
persuasi dalam strategi perubahan perilaku. (S)
3. Pengetahuan (knowledge) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku. (B)
4. Ada beberapa tahap-tahap dalam faktor penentu perubahan perilaku diantaranya yaitu
tahap mengetahui, memahami, mempraktekan, merangkum, dan evaluasi. (B)
5. Salah satu tahap dalam faktor penentu perubahan perilaku yang berkaitan dengan
menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek
yaitu tahap analisis. (S)
11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi Perubahan Perilaku / KPP (Behavior Change Communication / BCC)
adalah suatu proses interaktif untuk merancang beragam pesan menggunakan berbagai
macam media dan saluran untuk mempromosikan, mengubah, mengembangkan dan
memelihara perilaku yang positif, khususnya perilaku kesehatan masyarakat dan memiliki.
Dengan adanya komunikasi perubahan perilaku, seseorang khususnya tenaga kesehatan dapat
mempermudah semua kendala yang sedang diderita oleh seseorang atau pasien. Hal ini
merupakam tujuan dari komunikasi perubahan perilaku antara lain meningkatkan
pengetahuan tentang penyakit, Meningkatkan persepsi terhadap risiko, meningkatkan
demand / permintaan / kebutuhan terhadap layanan, dan meningkatkan kepercayaan diri
untuk mengakses layanan kesehatan. Jadi, komunikasi perubahan perilaku sangat bermanfaat
bila diterapkan karena KPP dipergunakan untuk menegaskan bahwa komunikasi tersebut
harus mengarah pada perubahan atau perbaikan perilaku

3.2 Saran
Agar penerapan komunikasi perubahan perilaku berjalan lancar dan sesuai rencana,
seseorang memang perlu untuk melakukan berbagai cara. Cara tersebut dapat ditempuh
dengan paksaaan, dengan memberi imbalan, dengan membina hubungan baik, dengan
menunjukkan contoh-contoh, dengan memberikan kemudahan, dan dengan menanamkan
kesadaran dan motivasi. Semua cara dapat digunakan asalkan tidak akan membuat
komunikan merasa ketakutan dan menjadi tidak suka seperti misalnya paksaan dengan cara
kekerasan, karena sudah jelas bila menggunakan cara kekerasan komunikan tidak akan
pernah mengikuti atau menuruti perkataan komunikator tetapi malah merasa ketakutan. Jadi,
selalu dibutuhkan ide agar bisa melancarkan cara-cara tersebut supaya komunikan mau
mendengarkan dan menuruti apa yang dikatakan komunikator.

12
DAFTAR PUSTAKA

GWL-INA. 2015. Strategi Pengembangan Program Intervensi Komunikasi Perubahan
Perilaku (KPP) untuk Peningkatan Kualitas Outreach pada Komunitas GWL. Yayasan
Siklus Indonesia. Diakses pada 27 September 2017,
http://www.gwlina.or.id/wpcontent/uploads/2016/03/Panduan-IPP-GWL-untukPengelola-Program.pdf
Notoadmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Sukidjo, 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan, Ebook Diakses pada 27 September
2017
PERSAGI. (2010). Penuntun Konseling Gizi. Jakarta: PT. Abadi.
Sam, Hisam, 2016, 7 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Serta Penjelasannya,
DosenPendidikan.com, Diakses pada 27 September 2017
http://www.dosenpendidikan.com/7-faktor-penghambat-perubahan-sosial-sertapenjelasannya/

13