PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIKDI KOTA BATU Viqi Zulfikar Kusuma

PENGEMBANGAN PERTANIAN ORGANIK
DI KOTA BATU
Viqi Zulfikar Kusuma

ABSTRAK: Dewasa ini dunia pertanian telah banyak dimasuki oleh dunia
teknologi, khususnya adalah teknologi modern. Teknologi modern dalam
dunia pertanian menyumbang cukup banyak kemajuan. Teknologi modern
sangat memudahkan petani untuk melakukan kegiatan pertanian yang
nantinya dapat memanen hasil dengan maksimal. Tetapi disamping itu
teknologi pertanian modern juga memiliki dampak negatif bagi beberapa
aspek, khususnya jika membudidayakan pertanian anorganik. Solusi untuk
permasalahan tersebut, salahsatunya adalah dengan mengembangkan
budidaya pertanian organik. Pertanian organik memiliki dampak positif
terhadap lingkungan, hal ini dikarenakan bahan-bahan yang digunakan pada
budidaya pertanian organik adalah bahan organik yang ramah terhadap
lingkungan. Saat ini, di kota Batu sedang gencar-gencarnya menggalakkan
pertanian berbasis organik, dan teknik pertanian ini pun telah menyebar di
kalangan petani kota Batu. Teknik pertanian seperti ini lah yang memiliki
prospek yang baik untuk ke depannya sehingga perlu dikembangkan.
Kata kunci: Pertanian organik, pertanian anorganik, pengembangan, kota
Batu

Kota Batu adalah kota yang terletak di provinsi Jawa Timur. Kota ini
merupakan kota yang akhir-akhir ini berkembang pesat dikarenakan sektor
pariwisatanya. Kota batu memiliki banyak tempat wisata alami maupun buatan yang
sudah terkenal di telinga para wisatawan. Kota Batu bersebelahan dengan kota Malang,
karena dulunya kota Batu masuk dalam wilayah administratif kabupaten Malang, tapi
kini kota Batu telah resmi menjadi kota sendiri yang mandiri lepas dari Malang. Kota
Batu berada pada daerah pegunungan, terbukti bahwa banyak gunung yang ada di kota
Batu antara lain gunung Arjuno, gunung Panderman, gunung Anjasmoro, gunung
Banyak, dan gunung Welirang, sehingga kota Batu memiliki elevasi yang cukup tinggi
yakni 680-1.200 mdpl. Hal tersebut menjadikan kota Batu terasa sangat dingin bagi para
wisatawan yang datang
Ketinggian elevasi kota Batu menyebabkan kota Batu memiliki udara yang
sejuk dan suhu yang cukup dingin dibanding kota-kota lain yang berada pada dataran

1

Mahasiswa Jurusan Geografi Angkatan 2012 – Universitas Negeri Malang

rendah. Hal ini lah yang mendorong banyaknya jenis-jenis kegiatan pertanian di kota
Batu, yang kebanyakan adalah kegiatan perkebunan. Walaupun petani dan lahan

pertanian di kota Batu dari tahun ke tahun terus menerus mengalami penyusutan akibat
dari berkembangnya sektor pariwisata, akan tetapi kegiatan pertanian di kota Batu masih
saja ada dan sangat produktif dikarenakan petani adalah profesi tetap bagi sebagian
masyarakat kota Batu.
Kota Batu yang dulunya berbasis pada pertanian, kini terdesak oleh sektor
pariwisata. Contoh nyatanya yakni banyak perkebunan yang dialih fungsi kan menjadi
pertokoan, penginapan, pemukiman, maupun bangunan lain. Hal ini menjadikan petani
tak lagi memiliki luas lahan yang cukup besar, petani lebih memikirkan dari segi
ekonomi dan hasil panen, sedangkan luas lahannya pun tidak begitu luas seperti dahulu
kala. Tuntutan seperti membuat petani menggunakan cara-cara yang cenderung
berdampak negatif, bisa dikatakan lebih mementingkan sisi ekonomi dari pada sisi
lingkungan.
Di masa modern seperti saat ini, manusia cendrung memilih sesuatu yang
mudah dan instan tanpa memikirkan dampak atau akibat yang akan ditimbulkan di masa
yang akan datang, hal tersebut terjadi di segala bidang khususnya di bidang pertanian.
Kini, petani sudah banyak mendapatkan teknologi-teknologi untuk memaksimalkan
hasil tani nya tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi. Dalam teknik pertanian,
petani di kota Batu lebih memilih membudidayakan pertanian secara anorganik,
dikarenakan teknik pertanian anorganik yang mudah dan hasilnya pun cukup
memuaskan. Salah satu contohnya adalah dari segi perawatan, pada teknik pertanian

anorganik perawatan yang dilakukan sangat mudah, karena bahan kimia pada pupuk
maupun pestisida bekerja dengan baik, sehingga petani hanya perlu sesekali mengontrol
tanamanya. Selain itu bahan-bahan pada teknik pertanian anorganik sangat mudah
didapatkan, contohnya pestisida, insektisida, dan pupuk kimia juga bahan-bahan kimia
lainnya.
Teknik pertanian anorganik sangat banyak disukai oleh kalangan petani, dan
sudah terlanjur melekat pada petani. Hal ini lah yang sulit dikendalikan, karena selain
sisi positif bagi para petani juga ada dampak negatif yang mungkin tidak diketahui
petani. Salah satu dampak yang sangat terlihat adalah dampak bagi lingkungan, yakni
adalah terdegradasinya lahan/tanah pertanian. Usaha pertanian modern seringkali

menyebabkan pengurasan unsur hara dari dalam tanah dalam jumlah besar pada saat
panen (Syafuddin dan Idris 2005:1). Dalam artian, bahwa bahan-bahan kimia yang
digunakan pada pertanian anorganik telah banyak merusak kondisi tanah.
Dalam mengatasi masalah dalam teknik pertanian modern perlu dilakukan
suatu perubahan mendasar mengenai teknik pertanian yang ada saat ini, yaitu mencoba
mengganti/merubah teknik pertanian anorganik dengan teknik yang berbasis organik,
atau bisa dikatakan usaha untuk lebih menggunakan bahan yang ada di alam dibanding
menggunakan bahan-bahan kimia di pasaran. Agaknya terlalu berisiko untuk
mengarahkan petani menerapkan pertanian organik, kalau tidak mampu memberikan

jaminan dan bukti nyata terhadap peningkatan harga dan pendapatan petani dengan
korbanan besar yang harus mereka berikan dalam menerapkan usahatani organik
tersebut (Nurhidayati dkk, 2008:5).
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahanbahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan pabrik. Tujuan utama
pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan
yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan
(Nurhidayati dkk, 2008:3).
METODE
Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu
dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada. Sedangkan studi dilakukan dengan
cara penelusuran literatur agar data-data yang dibutuhkan terkumpul. Data-data yang
dimaksud dapat berupa informasi-informasi dari buku tertulis maupun materi-materi
pada tulisan elektronik (e-book) yang sekiranya terkait, dapat digunakan dan menunjang
penulisan.
Penelusuran literatur yang dilakukan berkaitan dengan penelitian tentang
pertanian organik. Penelitian dibatasi pada kajian beberapa penelitian maupun buku
yang telah tertera pada daftar rujukan, antara lain :.
1. Syafuddin dan Idris (2005) dalam penelitian pengembangan sistem pertanian
organik , antara harapan atau tantangan. Dalam jurnal tersebut telah dijelaskan
bahwa petani adalah penentu atau bisa dikatakan sebagai subjek utama dalam

pengembangan sistem pertanian organik

Pada jurnal tersebut, Syafuddin dan Idris mencoba menjelaskan mengapa
petani memilih atau tidak memilih pertanian dengan sistem organik. Pertanian
dengan sistem organik memberikan keuntungan baik ditinjau dari segi
lingkungan maupun segi ekonomi. Keuntungan dari segi ekonomi terutama
diharapkan dari premi yang diperoleh dan biaya perawatan yang rendah.
Memang banyak alasan, dan alasan ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya.
Petani ingin melakukan pertanian organik terutama disebabkan oleh semakin
mahalnya harga bahan-bahan kimia, dan adanya pemintaan pasar akan produk bahan
organik yang cukup tinggi. Banyak pula petani mengetahui bahwa dengan pertanian
organik kelestarian lingkungan akan lebih terjamin, hal-hal tersebutlah yang
mendorong petani untuk berpindah ke sistem pertanian organik. Sedangkan hal-hal
yang membuat petani tidak memilih sistem pertanian organik juga di sebabkan oleh
beberapa sebab. Umumnya petani mulai meninggalkan pertanian organik bila
(a) adanya keterbatasan tenagakerja
(b) telah diperkenalkannya teknologi modern yang canggih dengan masukan
tinggi dan tersedianya kredit,
(c) adanya masalah ketidakjelasan dalam penguasaan tanah yang membuat
petani enggan melakukan sistem pertanian yang permanen

(d) ketidakjelasan prosedur pemasarannya.
Misalnya seorang petani menanam jagung organik pada lahannya, tetapi petani
jagung lainnya tidak melaksanakan. Maka residu kimia dari petani jagung yang
menggunakan bahan kimia masuk ke lahan petani jagung yang menggunakan bahan
organik, sehingga produknya ditolak oleh pasar dan dinyatakan bukan produk
organik. Akhirnya petani tersebut pun lebih memilih melakukan sistem pertanian
anorganik

Syafuddin dan Idris juga mencoba menjelaskan mengenai masalah pertanian
dan lingkungan, ancaman terhadap kelestarian alam, mengapa efisiensi absorsi
hara oleh tanaman rendah, usaha meningkatkan efisiensi serapan hara secara
biologis, usaha meningatkan efisiensi serapan hara secara biologis, dan
tantangan pertanian organik dimasa yang akan datang.
2. Peter Tandisau dan Herniwati (2009) pada jurnal “Prospek Pengembangan
Pertanian Organik di Sulawesi Selatan” menjelaskan bahwa pertanian modern

(pertanian anorganik) kini sangat marak dan melekat pada petani, tetapi disisi
lain telah membawa kerugian besar begi pembangunan pertanian di Indonesia
khususnya di Sulawesi Selatan. Program pembangunan pertanian selama lebih
dari 30 tahun (Bimas, Intensifikasi,Insus, dll) berhasil meningkatkan produksi,

pendapatan, kesejateraan petani, dan martabat bangsa. Namun di sisi lain cara
pertanian tersebut ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,
mengganggu keberlanjutan kehidupan. Oleh karena itu perlu adanya solusi untuk
mengatasi masalah atau dampak negatif terhadap lingkungan tersebut. Pertanian
organik merupakan cara tepat mengatasi dampak negatif pertanian modern.
Budidaya pertanian organik prospektif dikembangkan di Sulawesi Selatan,
walaupun diakui akan menghadapi beberapa masalah dan tantangan dari aspek
teknis, ekonomis, sosial dan kebijakan. Karena itu pengembangan pertanian
organik ke depan di Sulawesi Selatan masih butuh waktu dan pembahasan.
Peter Tandisau dan Herniwati juga memiliki opsi/pilihan lain untuk
mengatasi masalah kerusakan lingkungan dari pertanian modern (anorganik),
yakni pertanian secara tradisional. Pertanian tradisional adalah Sistem pertanian
yang memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada, antara lain penggunaan varietas
lokal, dengan dan tanpa pupuk (organik), tanpa pestisida,tanpa alat dan mesin
pertanian modern (kerbau, kuda, sapi). Cara pertanian seperti ini diakui tidak
memberikan hasil yang memadai (hasil rendah). Namun demikian sistem itu
dianggap berwawasan lingkungan. Sementara modernisasi pertanian marak,
ternyata di beberapa tempat masih dijumpai usaha tani lokal-tradisional
khususnya di Sulawesi Selatan. Pertanian tradisional masih ada dan utuh
dipertahankan, dan lainnya mengadopsi cara modern yang dianggap bermanfaat.

Maka yang paling tepat adalah dengan membudidayakan pertanian organik.
Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang
mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolahan tanah dan
tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau
alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatandan pestisida
kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan. Produk organik adalah produk
(hasil tanaman/ternak yang diproduksi melalui praktek-praktek yang secara
ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan, dan mutunya baik nilai gizi dan

keamanan terhadap racun terjamin). Oleh karena itu pertanian organik tidak
berarti hanya meninggalkan praktek pemberian bahan non organik,tetapi juga
harus memperhatikan cara-cara budidaya lain, misalnya pengendalian erosi,
penyianganm pemupukan, pengendalian hama dengan bahan-bahan organik atau
non organik yang diizinkan. Dari segi sosial ekonomi, keuntungan yang
diperoleh dan produksi pertanian organik hendaknya dirasakan secara adil oleh
produsen, pedagang dan konsumen.
Peter Tandisau dan Herniwati juga mencantumkan standart umum
pertanian organik yang dibuat oleh IFOAM (Federation of Organic Agriculture
Movements) pada tahun 1992, yakni sebagai berikut :
a. Lingkungan. Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan

kimia sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan
dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia, dan
lain-lain yang tidak dizinkan.
b. Bahan Tanaman. Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah
beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak
negatif terhadap lingkungan.
c. Pola Tanam. Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip
konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian
berkelanjutan.
d. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh. Bahan organik sebagai pupuk
adalah sebagai berikut :
-Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik
‐Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain,
urin ternak, sampah kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan
tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
Pupuk buatan (mineral)
‐Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl,tidak boleh digunakan
‐K2SO4(Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; Kapur,
kieserit, dolomit, fosfat batuan boleh digunakan
‐Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan

e. Pengelolaan Organisme Pengganggu

‐Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang
diizinkan dan terdaftar pada IFOAM
‐Pestisida hayati diperbolehkan
Indonesia khususnya Sulawesi Selatan memiliki potensi dan peluang
yang cukup besar dalam rangka pengembangan pertanian organik. Potensi
sumberdaya pertanian antara lain lahan, tanaman,manusia, teknologi dan lainlain, cukup tersedia. Sistem pertanian organik sudah sejak dulu dilakukan oleh
petani sebelum program BIMAS. Hingga saat ini masih dijumpai di beberapa
daerah, petani tetap mempertahankan cara pertanian tersebut. Oleh karena itu
teknologi pengembangan pertanian organik tidak akan menghadapi problem
yang berarti dalam penerapannya. Teknologi pertanian organik relatif tersedia
dan mudah dilakukan.Teknologi pembuatan kompos, pupuk-pupuk organik,
ketersediaan jerami, pupuk kandang, sisa (limbah) tanaman, sampah kota,
tersedia dan melimpah serta mudah diperoleh.
3. Nurhidayati dkk (2008) dalam e-book pertanian organik, Suatu Kajian Sistem
Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan, menjelaskan secara rinci dan detail
mengenai pertanian organik, juga dijelaskan bahwa sejauh ini pertanian organik
disambut oleh kalangan masyarakat, meskipun dengan pemahaman yang
berbeda. Berdasarkan survei di lahan petani Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa

Timur yang dilakukan Balai Penelitian Tanah, perbedaan paham tentang
pertanian organik di beberapa petani tergantung pengarahan yang disampaikan.
Petani Jawa Barat tampaknya lebih maju karena mereka umumnya petani sudah
mapan, dan komoditi dikembangkan adalah sayur-sayuran serta buah-buahan
(contoh: salak Pondoh). Di Jawa Tengah, selain buah-buahan seperti Salak juga
mulai dikembangkan padi organik. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah Jawa
Tengah mendukung sepenuhnya petani yang membudidayakan padi secara
organik, antara lain dengan cara membeli produksi petani sampai produksinya
stabil dan petani bisa mandiri. Contoh di kabupaten Sragen, dicanangkan
gerakan ’Sragen Organik’ Di Jawa Timur, umumnya berkembang kebun buahbuahan organik seperti Apel Organik.
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pertanian Kota Batu
Kota batu adalah nama kota yang sudah tidak asing lagi di telinga para
wisatawan karena kota Batu memiliki banyak tempat wisata maupun buatan maupun
alami. Hal ini pun mendorong kota Batu untuk terus memajukan sektor pariwisata nya,
hasilnya banyak bangunan-bangunan yang berkaitan maupun menunjang kegiatan
pariwisata didirikan. Tetapi harus juga diingat bahwa kota Batu adalah kota yang
dulunya berbasis pada sektor pertanian. Dan kini, kota Batu pun adalah kota pariwisata
yang berbasis pertanian.
Kota Batu merupakan kota pariwisata dengan basis pertanian. Penduduk
kota Batu hampir sebagian besar bermata pencaharian utama sebagai petani. Oleh
karena itu menjadi suatu keharusan bagi Pemerintah Daerah Kota Batu untuk
memprioritaskan sektor pertanian dan pariwisata dalam pembangunan ekonomi dan
wilayah. Sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang diharapkan dapat bersinergi
dengan pertumbuhan sektor lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan industri (Kota
Batu Dalam Angka 2014)
Dari kutipan tersebut telah diketahui bahwa maju pesatnya sektor priwisata
di kota Batu tidak membuat Pemerintah Daerah Kota Batu lupa akan jati diri kota Batu
yang pada dasarnya berbasis pada sektor pertanian. Oleh karena itu Pemerintah Daerah
Kota Batu seharusnya bisa memberi kebijakan pembangunan agar sektor pertanian tidak
kalah saing dengan sektor pariwisata, melainkan bisa berjalan bersama dan maju secara
bersama-sama. Pada dasarnya kota Batu telah memiliki topografi dan suhu yang
mendukung untuk kegiatan pertanian khususnya perkebunan, maka tidak heran jika kota
Batu memiliki lahan perkebunan yang cukup luas dan sebagian penduduknya bekerja
sebagai petani yang mendapatkan hasil/pendapatan dari perkebunan.
Pertanian di kota Batu saat ini hasilnya cukup memuaskan, sayangnya
banyak petani yang berbasis pada pertanian anorganik (menggunakan bahan-bahan
kimia dalam kegiatan pertaniannya). Maka dari itu saat ini Pemerintah Daerah Kota
Batu sedang gencar-gencarnya mendorong para petani untuk beralih ke sektor pertanian
organik. Bukan tanpa alas an, hal tersebut dilakukan agar kegiatan pertanian tidak hanya
melihat keuntungan dari segi ekonomi tapi sudah seharusnya melakukan kegiatan
pertanian yang berkelanjutan ramah terhadap lingkungan (pertanian organik)

Pertanian Organik
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia buatan pabrik (Nurhidayati
dkk, 2008:3). Maksudnya yakni dalam kegiatan pertanian menghindari bahan-bahan
kimia dan menggantinya dengan bahan organik, hal ini juga akan berdampak baik untuk
lingkungan mengingat bahan kimia adalah bahan yang merusak unsur fisik tanah yang
seharusnya tidak digunakan, melainkan penggunaanya diganti dengan bahan organik.
Cikal bakal pertanian organik sudah lama diketahui, sejak ilmu bercocok tanam dikenal
manusia, saat itu semua dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahan-bahan
alamiah (Nurhidayati dkk, 2008:1).
Pertanian organik saat ini cukup eksis dan banyak petani pula yang telah
mengetahui teknik pertanian tersebut. Untuk melakukan teknik pertanian organik dapat
mengikuti standart yang telah di dibuat oleh IFOAM (Federation of Organic Agriculture
Movements) pada tahun 1992, yakni sebagai berikut :
a. Lingkungan. Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahanbahan kimia sintetik. Karena itu pertanaman organik tidak boleh
berdekatan dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan,
pestisida kimia, dan lain-lain yang tidak dizinkan.
b. Bahan Tanaman. Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah
beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak
negatif terhadap lingkungan.
c. Pola Tanam. Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip
konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian
berkelanjutan.
d. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh. Bahan organik sebagai
pupuk adalah sebagai berikut :
-Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik
‐Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain,
urin ternak, sampah kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan
tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
Pupuk buatan (mineral)
‐Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl,tidak boleh digunakan

‐K2SO4(Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; Kapur,
kieserit, dolomit, fosfat batuan boleh digunakan
‐Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan
e. Pengelolaan Organisme Pengganggu
‐Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang
diizinkan dan terdaftar pada IFOAM
‐Pestisida hayati diperbolehkan
Pertanian organik memiliki kelebihan dari segi lingkungan, karena bahanbahan organik lebih ramah lingkungan dibanding bahan-bahan kimia pada sistem
pertanian anorganik. Penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus menyebabkan
peranan pupuk kimia tersebut menjadi tidak efektif. Kurang efektifnya peranan pupuk
kimia dikarenakan tanah pertanian yang sudah jenuh oleh residu bahan kimia (Yogi
Supartha, dkk, 2012:2). Hal ini merupakan kekurangan pertanian anorganik yang sangat
terlihat
Pengembangan pertanian organik di kota Batu
Telah diketahui bahwa kota Batu adalah kota pariwisata berbasis pertanian,
dan sebagian penduduknya pun bekerja pada bidang pertanian khususnya perkebunan.
Pertanian di kota Batu masih didominasi oleh pertanian anorganik. Hal tersebut lah
perlu di ubah secara mendasar, dikarenakan pertanaian anorganik menggunakan bahanbahan kima yang tidak ramah terhadap lingkungan dan bisa dikatakan merusak sifat
fisik tanah. Sebagian besar petani ingin hasil yang maksimal tanpa melihat dari segi
lingkungan, bertentangan dengan pembangunan brkelanjutan yang seharusnya ramah
lingkungan.
Pengembangan pertanian di kota Batu ke arah organik harus dilakukan
secara bersama oleh semua komponen dan di lakukan secara berkesinambungan,
khususnya oleh pemerintah. Berdasarkan survei di lahan petani Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Balai Penelitian Tanah, perbedaan paham
tentang pertanian organik di beberapa petani tergantung pengarahan yang disampaikan
(Nurhidayati dkk, 2008:2). Maka dari itu sosialisasi yang baik, benar, dan
berkesinambungan akan membawa dampak yang positif terkait dengan pengembangan
pertanian organik di kota Batu

KESIMPULAN
Kota Batu adalah kota pariwisata yang berbasis pada sektor pertanian. Oleh
karena itu pertanian sangat diunggulkan di kota Batu, khusunya perkebunan. Pertanian
di kota Batu masih didominasi dengan sistem pertanian anorganik yakni dengan
menggunakan bahan-bahan kimia dalam kegiatan pertaniannya. Hal ini sangat
disayangkan khususnya jika dipandang dari segi lingkungan, pertanian anorganik yang
menggunakan bahan-bahan kimia sangat merusak sifat fisik tanah. Oleh karena itu perlu
adanya perubahan secara mendasar mengenai teknik pertanian. Cara yang terbaik dalam
mengatasi masalah tersebut adalah dengan mulai mengembangkan pertanian anorganik
di kota Batu dan mulai meninggalkan bahan-bahan kimia dalam pertanian.
Pengembangan pertanian organik di kota Batu diharapkan mampu
membenahi kondisi tanah yang telah lama digunakan dengan sistem pertanian
anorganik. Pengembangan pertanian organik pun akan terwujud secara luas jika
diadakan sosialisasi secara bersama-sama oleh semua komponen khususnya pemerintah
daerah dan dilakukan secara berkesinambungan. Karena perbedaan paham tentang
pertanian organik di beberapa petani tergantung pengarahan/sosialisasi yang
disampaikan.

DAFTAR RUJUKAN
Nurhidayati, dkk. 2008. Pertanian Organik : Suatu Kajian Sistem Pertanian
Terpadu dan Berkelanjutan. Malang: Universitas Islam Malang.
Nyoman. 2012. Aplikasi Jenis Pupuk Organik pada Tanaman Padi Sistem
Pertanian Organik. Denpasar: Universitas Udayana.
Tandisau, Peter dan Herniawati. 2009. Prospek Pengembangan Pertanian
Organik di Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi
Selatan.
Syaifuddin dan Idris. 2005. Pengembangan Sistem Pertanian Organik: Antara
Harapan atau Tantangan?. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian
Gowa
BPS. 2014. Kota Batu Dalam Angka 2014. Kota Batu: Badan Pusat Statistik Kota
Batu