Pengembangan Wilayah Sektor Pertanian di

PENGEMBANGAN WILAYAH SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN
KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Geografi Pengembangan Wilayah
yang dibina oleh Bapak Ardyanto Tanjung

oleh
Uzlifatil Jannah
140721604412

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Wilayah/daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik ditinjau dari sumber
daya alam, sumber daya manusia, teknologi, letak geografis sosial budayanya,
maupun resources lainnya, dengan perkotaan lain, ada potensi yang dimiliki suatu
daerah, tetapi tidak dimiliki daerah lain. Hal ini merupakan salah satu faktor yang
mengharuskan setiap daerah membangun berdasarkan pendekatan wilayah dan
melakukan kerja sama antardaerah dengan prinsip saling menguntungkan.
Sehubungan dengan hal tersebut langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan
wilayah bukan saja harus memperhatikan potensi yang ada di wilayahnya, tetapi juga
harus memperhatikan potensi-potensi yang ada di daerah lainnya.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah khususnya di Kota Malang
dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan Penduduk,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi,
perkembangan/perluasan jaringan komunikasi-transportasi dan sebagainya. Faktorfaktor tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di wilayah yang
bersangkutan, baik secara fisik maupun non fisik, sebagai wadah kegiatan manusia di
dalamnya. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan
perkembangan yang tidak terarah dan penurunan kualitas pemanfaatan ruang.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarka latar belakang di atas diambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana keruangan Kota Malang?

2. Bagaimana biofisik ekosistem Kota Malang?
3. Bagaimana sosiala ekonomi Kota Malang?
4. Bagaimana sosial budaya Kota Malang?
5. Bagaimana sosial politik kota Malang?
6. Bagaimana rencana pengembangan Kota Malang?

BAB II
TEORI PENGEMBANGAN WILAYAH
1. Teori Von Thunen
Von Thunen mengemukakan bahwa lokasi sebagai variable terikat yang
mempengaruhi variable bebasnya seperti urban growth, perekonomian, politik,
bahkan budaya masyarakat (gaya hidup). Teori ini dilandasi oleh pengamatannya
terhadap daerah tempatnya tinggal yang merupakan lahan pertanian. Inti dari teori
Von Thunen adalah teori lokasi pertanian yang menitikberatkan pada 2 hal utama
tentang pola keruangan pertanian yaitu:
-

Jarak lokasi pertanian ke pasar

-


Sifat produk pertanian (keawetan, harga, beban angkut).
Dari teori tersebut disimpulkan bahwa harga sewa lahan pertanian nilainya

tergantung tata guna lahannya. Lahan yang berada di dekat pusat kota akan lebih
mahal di bandingkan lahan yang jauh dari pusat kota karena jarak yang makin jauh
dari pusat kota/kegiatan, akan meningkatkan biaya transportasi. Model Teori Lokasi
Pertanian Von Thunen membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar
dan biaya transportasi.
2. Alfred Weber
Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip
minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada
total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus
minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum
adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga
faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja,
dan kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya
transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau
locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan apakah
lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, Weber

merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber dengan

menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang dinamakan
isodapan (isodapane).

3. Christaller
Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,
jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Bunyi teori Christaller adalah
Jika persebaran penduduk dan daya belinya sama baiknya dengan bentang alam,
sumber dayanya, dan fasilitas tranportasinya, semuanya sama/seragam, lalu pusatpusat pemukiman mennyediakan layanan yang sama, menunjukkan fungsi yang
serupa, dan melayani area yang sama besar, maka hal tersebut akan membentuk
kesamaan jarak antara satu pusat pemukiman dengan pusat pemukiman lainnya.
Konsep Teori Christaller


Range (jangkauan)




Jarak yang perlu ditempuh untuk mendapatkan kebutuhannya.



Threshold (ambang penduduk) Jumlah minimal penduduk untuk dapat
mendukung suatu penawaran jasa.
Central place yang menyediakan barang dan jasa untuk wilayah

disekelilingnya membentuk sebuah hierarki. Makin tinggi tingkat barang dan jasa,
makin besar range-nya dari penduduk di tempat kecil. Christaller berasumsi pada
homogenitas karakter fisik dan homogenitas karakteristik penduduk. Christaller
menggunakan bentuk hexagon untuk menggambarkan wilayah-wilayah yang saling
bersambungan. Lingkaran yang mencerminkan wilayah yang saling bertindih lalu
dibelah dua dengan garis lurus. Sehingga dapat dipilih lokasi yang paling efisien.
Sehingga dengan membayangkan hexagonal-hexagonal tersebut tercipatalah hierarki
pemukiman dan wilayah pasaran.
Berikut ini asumsi – asumsi Christaller dalam penyusunan teorinya.
-

Konsumen menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat

dinyatakan dalam biaya dan waktu

-

Jangkauan (range) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam
biaya dan waktu.

-

Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat untuk mendapatkan barang
dan jasa.

-

Kota-kota berfungsi sebagai tempat pusat bagi wilayah disekitarnya.·

-

Wilayah tersebut adalah suatu dataran yang rata, mempunyai ciri-ciri ekonomis
sama dan penduduknya juga tersebar secara merata.

Teori tempat pusat memiliki elemen dasar yang terdiri dari : fungsi sentral,

yakni adanya suatu tempat pusat yang dibentuk oleh fungsi yang besifat memusat
karena fungsi (barang/jasa) hanya ada pada beberapa titik tertentu saja. Threshold
(batas ambang) adalah jumlah penduduk tertentu yang mendukung keberadaan fungsi
tertentu. Fungsi dalam hal ini yaitu kelancaran dan keseimbangan suplai barang.
Jumlah yang dimaksud dapat meliputi beberapa puluh keluarga bagi satu atau
beberapa ratus keluarga bagi suatu pasar harian. Kalau jumlah itu di bawah jumlah
tertentu/ambang, maka pelayanan menjadi mahal dan kurang efisien; sebaliknya bila
meningkat di atas jumlah ambang pelayanan akan menjadi kurang baik dan kurang
efektif. Bila kegiatan itu menyangkut jual beli maka jumlah penduduk di bawah
ambang akan mengakibatkan rugi dan terancam tutup; sebaliknya bila di atas ambang
maka akan memperoleh untung dan mengundang entry serta dalam jangka waktu
tertentu mempertajam persaingan.
Kemudian range yakni jarak di mana penduduk masih mau untuk melakukan
perjalanan untuk mendapatkan pelayanan atau fungsi tertentu. Lebih jauh dari jarak
ini orang akan mencari tempat lain yang lebih dekat untuk memenuhi kebutuhannya
akan jasa yang sama. Dari elemen dasar tersebut muncullah sebuah pola, yaitu pola
heksagonal. Pola heksagonal yaitu pusat-pusat membentuk segitiga pelayanan yang
jika digabungkan akan membentuk pola heksagonal yang merupakan wilayah

pelayanan yang dianggap optimum.
Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam
wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan
terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat, yaitu:



topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat
pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur
pengangkutan;



kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi
primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.



Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,
jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller ini

merupakan suatu sistem geometri yang menjelaskan model area perdagangan
heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi
yang dinamakan range dan threshold.

(a) Prinsip pasar (marketing principle) k=3 : pusat pelayanan bagi daerah sekitarnya,
seperti pasar, sering disebut kasus pasar optimal. Dinamakan K=3 (K3), karena
suatu kegiatan di tempat pusat akan melayani 3 tempat pusat untuk fungsi di
bawahnya yaitu 1 tempat pusat sendiri di tambah 2 tempat pusat hirarki di
bawahnya.
(b) Prinsip lalu lintas (traffic principle) k=4 : bagaimana meminumkan jarak
penduduk untuk mendapatkan pelayanan fungsi di tempat pusat. Bersifat linier,
karena tempat pusat berada pada titik tengah dari setiap sisi heksagon. Sehingga
daerah tersebut dan daerah sekitarnya yang terpengaruh senantiasa memberikan
kemungkinan jalur lalu lintas paling efisien, sering disebut situasi lalu lintas yang
optimum. Teori ini disebut sebagai k=4 karena 1 empat pusat melayani empat
tempat pusat lain; 1 pada tempat pusatnya itu sendiri dan 3 dari tempat pusat lain.
(c) Prinsip administrasi (administrative principle) k=7 : wilayah ini mempengaruhi
wilayahnya sendiri dan seluruh bagian wilayah – wilayah tetangganya, prinsip
utamanya adanya kemudahan dalam rentang kendali pengawasan pemerintahan,
sehingga sering disebut situasi administrative optimum dimana keenam pusat

hirarki di bawahnya berada pada batas wilayah pelayanan hirarki di atasnya.
Teori Tempat Pusat oleh Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan
dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Model
Christaller menggambarkan area pusat-pusat kegiatan jasa pelayanan cenderung

tersebar di dalam wilayah membentuk pola segi enam, yang secara teori bisa
memberikan keuntungan optimal pada kegiatan tersebut. Tempat – tempat pusat
tersebut yakni sebagai suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi
penduduk daerah belakangnya.
Elemen – elemen tempat pusat yakni range (jangkauan), threshold, dan fungsi
sentral Ketiga elemen itu yang mempengaruhi terbentuknya tempat pusat dan luasan
pasar baik pelayanan barang maupun jasa pada suatu wilayah. Teori tempat pusat
merupakan teori mengenai hubungan fungsional antara satu tempat pusat dan wilayah
sekelilingnya. Juga merupakan dukungan penduduk mengenai fungsi tertentu.
Christaller tidak mendasar pada jangkauan wilayah pasar, dan meiliki hirarki – hirarki
dalam pola heksagonalnya. Luas wilayah pasar juga tidak tergantung pada barang
yang diproduksi.

4. Teori Kerucut Permintaan
Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan

(pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran
(produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap
jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen
makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual
semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar
atau di dekat pasar.

5. Teori Kutub Pertumbuhan
Perroux (1955) telah mengembangkan konsep kutub pertumbuhan (pole de
croissance / pole de development / growth pole). Menurutnya petumbuhan ataupun
pembangunan tidak dilakukan di seluruh ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat
atau lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Secara esensial teori kutub
pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertubuhan
digambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau
keberhasilan kutub-kutub dinamis. Suatu kutub pertumbuhan dapat merupakan pula

suatu kompleks industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri kunci
adalah industri yang mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang
kuat.

6. Teori Kutub Pembangunan yan Teralokasi
Boudeville (1961) telah menampilkan teori kutub pembangunan yang
terlokalisasikan (localized poles of development). Mengikuti pendapat Perroux, ia
mengidentifikasikan kutub pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industriindustri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong
pertumbuhan lebih lanjut perkembangan ekonomi melalui wilayah pengaruhnya (H.
W. Richardon, 1972, 85). Ia mengemukaan aspek kutub fungsional, tetapi dalam
bukunya The Problem of Regional Economic Planning, ia memberikan pula perhatian
pada aspek geografis. Teori Boudeville dapat dianggap sebagai pelengkap terhadap
teori-teori tempat sentral, yang diketengahkan oleh Crhristaller (1933) dan kemudian
diperluas oleh Losch (1940), atau dapat dikatakan bahwa teori Boudeville telah
menjembatani terhadap teori-teori spasial yang terdahulu, yang menekuni persoalanpersoalan organisasi kegiatan-kegiatan manusia pada tata ruang. Dalam hubungan ini
perlu dijelaskan mengenai aspek-aspek geografis dan regional serta hubungan
komplementer antara teori Boudeville dengan teori-teori tempat sentral dan teori
kutub pertumbuhan.
Teori Boudeville berusaha menjelaskan mengenai impak pembangunan dari
adanya kutub-kutub pembangunan yang terlokalisasikan pada tata ruang geografis,
sedangkan teori lokasi berusaha untuk menerangkan dimana kutub-kutub
pembangunan fungsional berada atau dimana kutub-kutub tersebut dilokalisasikan
pada tata ruang geografis pada waktu yang akan datang. Jadi untuk menjelaskan
persoalan-persoalan kutub pembangunan harus ditunjang oleh teori-teori lokasi. Teori
tempat sentral dapat dianggap sebagai teori global yang menjelaskan mengenai
ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan jasa sebagai akibat dari adanya
pembagian kerja secara spatial.

Teori tempat sentral dan khususnya mengenai saling ketergantungan
fungsional yang diformulasikan oleh Christaller tanpa memperhitungkan adanya
hambatan-hambatan geografis-spasial, adalah merupakan titik permulaan untuk
menganalisis lebih lanjut mengenai impak pembangunan pada suatu pusat tertentu
atau pada pusat-pusat lainnya dan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam
sistem pusat-pusat serta pengendalian pertumbuhan kota. Ditinjau dari segi lain
terdapat kekurangan-kekurangan yaitu tempat sentral tidak menjelaskan gejala-gejala
pembangunan. Teori tempat sentral dikategorisasikan sebagai teori statis, yang hanya
menjelaskan adanya pola pusat-pusat tertentu dan tidak membahas adanya perubahanperubahan pola tertentu. Teori Boudeville merupakan teori kutub pertumbuhan yang
telah dimodifikasikan dan dapat digunakan untuk menganalisis gejala-gejala dinamis
tersebut.
Untuk memahami komplementaris hubungan-hubungan antara teori tempat
sentral dan teori Boudeville dijumpai beberapa kesulitan. Teori tempat sentral
(Christaller dan Losch) bersifat deduktif dan merupakan teori keseimbangan statis
yang berkenaan dengan prinsip-prinsip pada tingkat perusahaan dan hubunganhubungan antar perusahaan. Sedangkan teori Boudeville adalah berdasarkan teori
pembangunan dinamis yang menggunakan cara induktif dan berkenan dengan tingkat
industri-industri dan besaran makro. Teori tempat sentral hanya menjelaskan
mengenai pengelompokan pada tata ruang geografis, di lain pihak teori Boudeville
berusaha menjelaskan secara simultan mengenai tata ruang fungsional (secara
abstrak) dan tata ruang geografis (secara rill), yaitu menjelaskan perubahanperubahan pada tata ruang fungsional ke dalam tata ruang geografis. Sedangkan teori
kutub pertumbuhan Perroux merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan
pembangunan industri dan perubahan-perubahan pada tata ruang industri dan tata
ruang yang terorganisasikan, akan tetapi teori ini kurang ampuh bila diterapkan untuk
pembahasan mengenai pengelompokan pada tata ruang geografis, teori ini lebih
berkenan dengan pembahasan mengenai perubahan-perubahan struktural dari pada
menganalisis aspek-aspek pembangunan.

Pengelompokan pada tata ruang geografis telah diperlihatkan dalam model
tempat sentral. Selanjutnya oleh Boudeville pengelompokan ini diterapkan pada
pembangunan dalam arti fungsional, sedangkan difusi (penghamburan) pembangunan
pada tata ruang geografis diterapkan pada pembangunan dalam tata ruang melalui tipe
transformasi.
Untuk menjelaskan difusi dorongan-dorongan pembangunan diantara kutubkutub yang terjadi dalam kerangkan dasar dinamis diperlakukan pendekatan teoretik
baru. Dalam hubungan ini hipotesis Hirscham (dampak tetesan ke bawah dan dampak
polarisasi atau trickling down effect and polarization effect) dan Myrdal (dampak
penyabaran dan dampak pengurasan atau spread effect and backwash effect). C.
Myrdal (1976, 56-65) tentang peristiwa-peristiwa geografis dan penyebaran
pertumbuhan ekonomi memberikan sumbangan yang bermanfaat, karena keduanya
berusaha menggabungkan sejauh mungkin pengaruh penyebaran pertumbuhan dilihat
dari aspek ekonomi. Teori Hirschamn dan teori Myrdal menelusuri pula dimensi
geografis walaupun hanya secara tidak langsung.
Teori Boudeville merupakan alat yang ampuh untuk menjelaskan tidak hanya
mengenai pengelompokan geografis semata-mata, akan tetapi juga mengenai
peristiwa-peristiwa geografis dan transmisi pembangunan di antara pengelompokanpengelompokan yang bersangkutan. Dalam aplikasi teori dan konsep kutub
pertumbuhan dalam konteks geografis dan regional, nampaknya pendapat
Boudenville dan konsep Perroux tidak searah. Perroux menganggap tata ruang secara
abstrak, yang menekankan karakteristik-karakteristik regional tata ruang ekonomi.
Menurut Boudeville menekankan pada tata ruang ekonomi tidak dapat dipisahkan
dari tata ruang geografis, dalam mengembangkan pemikirannya lebih lanjut
Boudeville menekankan pada tata ruang polarisasi. Tata ruang polarisasi dikaji dalam
pengertian ketergantungan antara berbagai elemen yang terdapat di dalamnya.
Konsep ini erat berkaitan dengan pengertian hirarki, yang selanjutnya dapat
digunakan sebagai landasan untuk studi pusat-pusat kota dan saling
ketergantungannya.

Persoalan pertama merupakan salah satu usaha mengarahkan pengaruhpengaruh pembangunan dari instalasi-instalasi yang didirikan pada unit-unit di
wilayah terbelakang tersebut ke tempat-tempat tertentu disekitarnya. Unit-unit inti
yang dimaksud merupakan merupakan mata rantai dalam tata ruang fungsional dan
tata ruang geografis, yang menunjang masuknya inovasi dari luar dan perubahanperubahan pembangunan melalui (dampak berantai ke belakang dan dampak berantai
ke depan atau backward linkage and forward linkage sehingga difusi internal dapat
dipercepat.
Persoalan kedua pada dasarnya merupakan usaha pemilihan lokasi yang tepat
atau cocok untuk pendirian perusahaan-perusahaan industri dan jasa. Lokasi-lokasi
tersebut merupakan bagian-bagian dari kutub-kutub pembangunan. Pengaruhpengaruhnya didistribusikan pada sistem pusat-pusat dalam tata ruang geografis.
Peristiwa-peristiwa geografis semacam ini memberikan sumbangan pada usaha-usaha
untuk memperbaiki susunan geografis secara efisien.

7. Teori Trickling Down Dan Teori Backwash
Trickling Down Effects adalah perkembangan dan perluasan pembagian
pendapatan dengan menunjukkan bahwa pola pembangunan yang diterapkan di
wilayah miskin di negara berkembang dirasa tidak berhasil memecahkan masalah
pengangguran, kemiskinan dan pembagian pendapatan yang tidak merata, baik di
dalam negara berkembang masing maupun antara negara maju dengan negara
berkembang.
Dalam teori menganggap bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi
secara bersamaan, akan tetapi terdapat sistem polarisasi perkembangan suatu wilayah
yang kemudian akan memberikan efek ke wilayah lainnya, atau dengan kata lain,
suatu wilayah yang berkembang akan membuat wilayah di sekitarnya akan ikut
berkembang.

8. Teori Masukan Transportasi
Walter Isard (1956) mengembangkan logika teori dasar Weber dengan
menempatkan teori tersebut dalam konteks analisis substitusi sehingga menjadi alat
peramal yang tangguh (robust) namun sederhana. Seperti Weber, Isard menyadari
bahwa biaya transpor merupakan determinan utama untuk menentukan lokasi suatu
industri, akan tetapi bukan satu-satunya. Ia membahas gejala aglomerasi terutama di
kota-kota besar. Ia adalah salah satu ahli ekonomi yang menaruh perhatian besar pada
masalah perkotaan, telah mengetengahkan pentingnya penghematan urbanisasi, yang
merupakan salah satu manfaat dari aglomerasi.
Pendekatan Isard menggunakan asumsi bahwa lokasi dapat terjadi di titik-titik
sepanjang garis yang menghubungkan sumber bahan baku dengan pasar, jika bahan
baku setempat adalah murni. Sehingga terdapat dua variabel yaitu jarak dari pasar
dan jarak sumber bahan baku. Hubungan kedua variabel tersebut dapat diplotkan
dalam bentuk grafik di mana garis yang menghubungkan antara sumber bahan baku
dan pasar adalah tempat kedudukan titik-titik kombinasi antara bahan baku dan pasar
yang bersifat substitusi (Gambar 3.6). apabila ditambah lagi satu varriabel baru yaitu
penggunaan bahan baku kedua ke dalam input produksi, maka terdapat tiga set
hubungan substitusi.
Alasan mengapa istilah satu variabel dibuat tetap, hanyalah untuk
mempermudah pembuatan grafik dua dimensi. Penyelesaian masalah dalam
penentuan lokasi dapat dilihat secara bertahap melalui pasangan-pasangan dua sudut
dari segitiga tersebut. Titik biaya terendah diperoleh dengan mengidentifikasikan titik
di mana jarak tempuh total adalah terendah di setiap pasangan garis transformasi
sehingga jarak parsial dapat digunakan untuk menentukan beberapa substitusi lokasi
yang paling rendah.
Sumbangan pemikiran Isard lainnya adalah ia telah memasukkan analisis
kompleks industri (industrial complex). Suatu industri kompleks didefinisikan
sebagai suatu perangkat kegiatan-kegiatan pada suatu lokasi spesifik yang
mempunyai saling keterhubungan secara teknis dan produksi. Industri-industri dapat
bekrja secara optimal bila berkelompok bersama-sama secara tata ruang daripada

mereka melyani sendiri perdagangan yang meliputi daerah yang luas (Richardson,
1972).
Meskipun suatu kompleks industri tidak mempunyai suatu industri pendorong
seperti dalama teori kutub pertumbuhan, akan tetapi kompleks industri memberikan
perhatian sama pentingnya pada keuntungan-keuntungan aglomerasi atau konsentrasi
tersebut akan menimbulkan keuntungan-keuntungan, yaitu penghematan skala,
penghematan lokalisasi dan penghematan aglomerasi.
Penghematan skala, secara teknis berkenaan dengan struktur masukan suatu
perusahaan atau industri. Produksi dengan skala besar berarti dapat membagi beban
biaya-biaya tetap pada unit-unit yang terdapat dalam sistem produksi, dengan
demikian unit biaya produksi dapat ditekan lebih rendah, sehingga perusahaan
tersebut mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Hal ini dapat
dipertanggungjawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani pasar yang luas atau
penduduk dalam jumlah besar.

9. Teori Hoover
E.M. Hoover (1948) menekankan pula pentingnya peranan biaya transport
dalam pemilihan lokasi indutri. Hoover membedakan biaya transport yaitu biaya
transport bahan baku yang selanjutnya disebut procurement cost dan biaya transport
produk akhir yang disebut sebagai distribution cost. Jumlah procurement
cost ditambah distribution cost sama dengan total transfer cost. Disamping itu
Hoover mengintroduksikan modelnya tentang korelasi tingkat biaya transport dan
jarak yang ditempuh menurut bebarapa sarana transportasi seperti truk, kereta api dan
kapal laut.
Mengenai pemilihan lokasi industri, Hoover membedakan antara transportasi
bahan baku dan produk akhir yang yang dilakukan oleh satu jenis sarana angkutan
dan yang dilakukan oleh lebih dari satu jenis sarana angkutan. Jika bahan baku dan
produk akhir di angkut oleh satu jenis sarana angkutan maka lokasi industri optimum
yang menguntungkan berada di sumber bahan baku atau mendekati pasar.

Jika bahan baku dan produk akhir diangkut oleh lebih dari satu jenis sarana
angkutan, maka maka lokasi industri optimum yang menguntungkan terletak pada
lokasi di antara sumber bahan baku dan pasar yaitu pada titik pindah muat atau
transshipment point. Lokasi pada sumber bahan baku dan lokasi pasar ternyata
kurang menguntungkan. Pada umumnya titik pindah muat itu merupakan pusat-pusat
jasa distribusi yang berbentuk kota-kota besar yang merupakan pusat perdagangan
dimana terdapat fasilitas angkutan jalan raya yang menghubungkan dari atau ke
daerah belakangnya, serta memiliki pula fasilitas transportasi laut yang
menghubungkan ke pelabuhan yang terletak di lain daerah.
Pemilihan lokasi yang menguntungkan di titik pindah muat ataupun
mendekati pasar akan mendorong berkelompoknya industri dan berbagai kegiatan
usaha di daerah-daerah perkotaan atau pusat-pusat jasa distribusi atau simpul-simpul
jasa distribusi akan menikmati berbagai kemudahan yang diartikan sebagai
kesempatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan untuk melakukan kegiatan usaha.
Semakin tinggi tingkat kemudahan pada suatu tempat, berarti semakin kuat daya
tariknya mengundang berbagai kegiatan industri untuk datang ke tempat tersebut,
atau terjadi kecenderungan aglomerasi.

10. Teori Pusat Pertumbuhan
Pemikiran dasar dari titik pertumbuhan adalah bahwa kegiatan ekonomi di
dalam suatu wilayah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah titik-titik lokal. Di
dalam suatu wilayah, arus polarisasi akan bergravitasi ke arah titik-titik lokal dengan
kepadatan yang semakin berkurang karena faktor jarak. Hal ini ditandai dengan
adanya distribusi penduduk secara spasial tersusun dalam sistem pusat hierarki dan
hubungan fungsional. Teori ini menjelaskan prinsip-prinsip konsentrasi dan
desentralisasi pembangunan secara bertolak belakang.

BAB III
METODOLOGI
Pada makalah ini metode yang digunakan adalah Studi pustaka bedasarkan
sumber-sumber referensi pengembangan wilayah kota Malang. Sumber data yang
didapatkan yaitu dari data skunder melalui Studi Pustaka. Sumber Referensi berkaitan
dengan keadaan fisik, Sosial, Ekonomi, Budaya, dan yang dapat mendukung
pengembangan wilayah Kota Malang.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Ruang Kota Malang
Apabila dilihat dari kondisi fisik Kota Malang maka potensi-potensi yang
dimiliki oleh Kota Malang dilihat dari segi tanah, air dan udara adalah sebagai
berikut:
• Potensi Tanah
Dilihat dari kondisi tanah yang ada di wilayah Kota Malang antara lain :
Kondisi tanah di bagian selatan yang merupakan dataran tinggi yang cukup luas
sehingga cocok untuk digunakan untuk kawasan terbangun. Bagian tengah yang
merupakan pusat kota, dimana mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi. Karena
mempunyai nilai ekonomi tinggi, menyebabkan adanya kecenderungan peralihan
fungsi dari perumahan menjadi perdagangan. Bagian utara yang juga merupakan
kawasan yang relatif kosong, sehingga potensial untuk perkembangan peruntukan
fasilitas. Bagian barat yang juga merupakan kawasan yang relatif kosong, dimana
pada saat ini cenderung mengalami perkembangan penggunaan tanah untuk
perumahan karena adanya beberapa kawasan pendidikan khususnya perguruan tinggi.
Bagian timur yang juga merupakan dataran tinggi dengan kondisi tanah yang kurang
subur, sehingga potensial untuk perumahan.

• Potensi Udara
Potensi yang dimiliki oleh Kota Malang dilihat dari segi udara yakni bahwa
Kota Malang mempunyai udara yang sejuk kering sehingga memungkinkan untuk
dijadikan tempat peristrirahatan, tempat berwisata, tempat
berkonfrensi/resepsi/seminar, ataupun sebagai tempat pengembangan pendidikan dan
latihan. Pada saat di Kota Malang telah banyak berkembang industri, sehingga untuk
mengurangi adanya pencemaran maka perlu dikembangkan Ruang Terbuka Hijau.
• Potensi Air

Sedangkan dari sisi air maka potensi yang dimiliki yaitu di Kota Malang
dialiri/dilewati oleh tiga buah sungai yaitu Sungai Brantas, Sungai Amprong dan
Sungai Bango, sehingga sungai-sungai ini dapat digunakan sebagai saluran irigasi
dan untuk drainese kota, dan juga sebagai pendukung penyediaan air bersih/minum,
wisata dan olah raga air pada masa mendatang. Selain itu Kota Malang dekat dengan
sumber air (sumber air Wendit), sehingga mudah didalam pelayanan air bersih. Pada
kawasan tertentu yang tidak terlayani PDAM, bisa menggunakan sumur (air
permukaan relatif dangkal). Untuk sistem drainase yang ada di Kota Malang relatif
bagus. Hal ini disebabkan karena faktor topografi yang relatif berbukit, sehingga
memudahkan dalam hal pembuangan.
4.2 Biofisik Ekosistem Kota Malang
Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur
karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang terletak ditengahtengah wilayah Kabupaten Malang.Secara astronomis Kota Malang terletak pada
posisi 112.06o– 112.07oBujur Timur, 7.06o– 8.02o
1. Lintang Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut:
2. Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kab. Malang
3. Sebelah Timur : Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kab Malang
4. Sebelah Selatan: Kec. Tajinan dan Kec. Pakisaji Kab. Malang
Sebelah Barat : Kec. Wagir dan Kec. Dau Kab Malang.
Luas wilayah Kota Malang adalah 110,06 km2 dan terbagi dalam lima
wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen, Blimbing
dan Lowokwaru. Kota Malang memiliki ketinggian antara 440 – 667 meter di atas
permukaan air laut. Kota Malang diapit oleh beberapa deretan pegunungan,
barisan Gunung Kawi dan Panderman, Gunung Arjuno, dan Gunung Semeru.
Sungai yang mengalir di wilayah Kota Malang adalah Sungai Brantas, Amprong
dan Bango. Berdasarkan luasan kota dan persentase luasan kota, wilayah Kedung
Kandang merupakan kecamatan terluas dari Kota Malang. Luasan Kecamatan
Kedung Kandang adalah 39,9 km2 atau 36,2% dari total wilayah Kota Malang.
Kecamatan Lowok Waru merupakan wilayah terluas kedua dengan luasan 22,6

km2 atau 20,5 % dari total Kota Malang.
Kondisi iklim Kota Malang selama tahun 2007 tercatat rata-rata suhu udara
berkisar antara 22,9oC sampai 24,1oC. Suhu maksimum mencapai 31,8oC dan suhu
minimum 19,0oC. Rata-rata kelembaban udara berkisar 79% - 85%, dengan
kelembaban maksimum 99% dan minimum mencapai 37%. Seperti umumnya daerah
lain di Indonesia, Kota Malang mengikuti perubahan putaran dua iklim, musim hujan
dan musim kemarau. Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karang Ploso,curah
hujan yang relatif tinggi terjadi pada bulan Februari, Maret, dan April. Bulan Juni dan
September curah hujan relatif rendah. Kecepatan angin maksimum terjadi di bulan
Agustus, September dan Juni.

Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain :
a. Bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas,cocok untuk industri
b. Bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian
c. Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang subur
d. Bagian barat merupakan dataran tinggi yangf amat luas menjadi daerah pendidikan

Jenis tanah di wilayah Kota Malang ada 4 macam, antara lain :
a) Alluvial kelabu kehitaman dengan luas 6,930,267 Ha.
Terbentuk oleh bahan alluvial dan koluvial. Topografinya datar sampai
sedikit bergelombang di daerah dataran, daerah cekung dan daerah aliran
sungai. Tekstur tanahnya liat dan berpasir. Konsistensi teguh (lembab) plastik
bila basah dan keras bila kering. Kepekaan erosinya besar.
Kandungan organik rendah. Permeabilitas rendah. Pemanfaatan tanah
ini untuk persawahan dan tanah pertanian. Daya dukung untuk kepentingan
militer, dalam kondisi tanah yang kering bagus, dapat dilalui oleh semua jenis
kendaraan militer karena bertekstur pasir. Untuk tanah yang basah, dapat
menghambat gerakan pasukan, terutama pasukan kavaleri dan artileri medan.
Persebaran tanah ini terdapat di seluruh wilayah Blimbing, Kedungkandang,
Lowokwaru, Sukun dan Klojen.

b) Tanah Litosol
Terbentuk oleh batuan beku,sedimen keras, bahan induknya tuff
vulkan. Topografinya bergelombang. Tekstur aneka, berpasir. Konsistensi
teguh (Lembab), lekat/lengket bila basah dan keras bila kering. Kepekaan
erosi besar, kandungan organic rendah. Permeabilitas beraneka. Persebaran
tanah ini terdapat di wilayah Kedungkadang.

c) Mediteran coklat dengan luas 1.225.160 Ha.
Bahan induknya terbentuk oleh batu kapur keras, batuan sedimen dan
tuf volkan basa. Topografinya berombak hingga berbukit. Tekstur tanahnya
lempung hingga liat. Konsistensi gembur hingga teguh. Struktur gumpal hingga
gumpal bersudut. Kepekaan erosi besar Kandungan unsur hara tergantung dari
bahan induk umumnya relatif tinggi kadarnya. Permeabilitas sedang. Kepekaan
erosi besar hingga sedang, dan persebarannya. di Klojen, Sukun dan
Lowokwaru.

d) Asosiasi andosol coklat dan grey humus dengan luas 1.765,160 Ha
Terbentuk oleh abu dan tuff vulcano, topografinya datar,
bergelombang melandai dan berbukit. Tekstur tanah lempung hingga debu,liat
menurun. Konsistensi gembur, licin rasanya dijari. Struktur tanah, makin
kebawah agak gumpal. Kepekaan erosi besar baik terhadap erosi air, angin.
Kandungan mineral tanah sedang. Permeabilitas sedang dan persebarannya di
daerah Lowokwaru dan Sukun.

Struktur tanah pada umumnya relatif baik, akan tetapi yang perlu mendapatkan
perhatian adalah penggunaan jenis tanah andosol yang memiliki sifat peka erosi. Jenis
tanah Andosol ini terdapat di Kecamatan Lowokwaru dengan relatif kemiringan
sekitar 15%

4.3 Sosial Ekonomi Kota Malang
Sebagai daerah yang mempunyai peran sebagai pengatur arus barang dan jasa,
maka jelas Kota Malang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Hal ini
dapat dilihat dari perkembangan produk regional bruto (PDRB) yang menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan pada
tahun 1994/1995 mengalami kenaikan dari tahun 1993/1994 sebesar 8,22 % , pada
tahun 1995/1996 juga mengalami kenaikan sebesar 8,63%, dan pada tahun 1996/1997
mengalami kenaikan sebesar 8,81%.
Dilihat dari PDRB ini maka Kota Malang secara ekonomi mempunyai potensi
di sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor industri pengolahan dan sektor jasa.
Hal itu perlu didukung oleh keberadaan produk unggulan. Produk unggulan disini
adalah industri kecil dan industri rumah tangga yang memiliki prospek untuk
berkembang yang ada di suatu kawasan. Produk unggulan ini juga bisa menjadi ciri
khas tersendiri pada setiap kawasan itu.

4.4 Sosil Budaya Kota Malang
Di Kota Malang daerah yang teridentifikasi memiliki Benda Cagar Budaya
(BCB) yang perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaanya antara lain terdapat pada :
kawasan Kayu Tangan dan Gunung-gunung. Terkait dengan BCB ini untuk
pengembangan lebih lanjut mengenai keberadaan BCB di Kota Malang perlu adanya
studi tersendiri dan kelayakan mengenai perlindungan dan pelestariaanya terutama
pada 3 tahapan
(1). eksporasi atau penelitian
(2). Preservasi, konservasi, dan restorasi
(3). pemanfaatan BCB atau situs yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa lepas.
Kawasan sosio cultural di Kota Malang meliputi Kawasan Kayutangan, Kawasan
Alun-alun Tugu, dan Koridor Jl. Semeru-Jl. Ijen.
Kota Malang juga terdapat seni pemahatan topeng yang asli bercirikan khas
Malang. Berdasarkan beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa Topeng Malang

adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari keberadaan Kota Apel ini.
Topeng ini pun sudah diperkenalkan sejak zaman kerajaan Gajayana kala itu. Para
pemahat Topeng Malangan sudah turun temurun sampai sekarang, walaupun
jumlahnya tidak terlalu melonjak banyak. Pada jaman dulu apresiasi pada Topeng
Malang ini diwujudkan dengan bentuk pertunjukan saat ada acara tertentu seperti
pernikahan, selamatan, dan hiburan pejabat tinggi kala itu.
Topeng Malang sedikit berbeda dengan topeng yang ada di Indonesia, dimana
corak khas dari pahatan kayu yang lebih kearah realis serta menggambarkan karakter
wajah seseorang. Ada banyak ragam dari jenis Topeng Malang yang dibuat seperti
karakter jahat, baik, gurauan, sedih, kecantikan, ketampanan, bahkan sampai karakter
yang sifatnya tidak teratur. Sajian ini nantinya dikolaborasikan dengan tatanan rias
dan pakaian untuk memainkan sebuah pewayangan atau cerita tertentu menggunakan
Topeng Malang. Perkemgbangan saat ini Topeng Malang sudah dapat dinikmati
dalam bentuk drama, ada yang menceritakan tentang sosial dan humoran

4.5 Sosial Politik Kota Malang
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang (disingkat DPRD Kota
Malang) adalah sebuah lembaga legislatif unikameral di kota Malang, Indonesia.
Dewan ini terdiri dari 45 anggota yang dipilih berdasarkan daftar terbuka dari partai
dalam pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pemilihan dilakukan bersamaan
dengan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah seluruh Indonesia. Pemilihan umum terakhir
dilaksanakan pada 9 April 2014. Jumlah kursi untuk DPRD Kota Malang 45 kursi
dimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi partai mayoritas dengan
perolehan 11 kursi, disusul Partai Kebangkitan Bangsa dengan 6 kursi, dan Partai
Golongan Karya dengan 5 kursi. Dewan ini berkantor dan bersidang di Gedung
DPRD Kota Malang, Klojen, Malang.
Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk
oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
Komisi mempunyai tugas dan kewajiban :



Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan



Melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daeran dan rancangan
keputusan DPRD



Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD
sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi



Membantu pimpinan dewan untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang
disampaikan oleh wali kota dan/atau masyarakat kepada DPRD



Menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi
masyarakat



Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah



Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan
pimpinan dewan



Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat



Mengajukan usul kepada pimpinan dewan yang termasuk dalam ruang
lingkup bidang tugas masing-masing komisi



Memberikan laporan tertulis kepada pimpinan dewan tentang hasil
pelaksanaan tugas komisi

DPRD Kota Malang terdapat 4 (empat) komisi, yaitu Komisi A yang membidangi
Pemerintahan; Komisi B yang membidangi Perekonomian & Keuangan; Komisi C
yang membidangi Pembangunan; dan Komisi D yang membidangi Kesejahteraan
Rakyat.

4.6 RTRW Kota Malang 2010-2030
Penyusunan RTRW Kota dilakukan dengan berazaskan kaidah-kaidah
perencanaan seperti keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian dan
kesinambungan dalam lingkup kota dan kaitannya dengan propinsi dan
kota/kabupaten sekitarnya, dengan tidak mengesampingkan wawasan perlindungan
lingkungan terhadap sumber daya yang dimiliki daerah.

RTRW Kota harus berlandaskan azas keterpaduan, keserasian, keselarasan
dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan kerberhasilgunaan,
keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan hukum,
kepastian hukum dan keadilan serta akuntabilitas.
Sedangkan maksud dari dari kegiatan penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Malang 2009-2029 adalah tersedianya kajian Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Malang 2009-2029 serta tersusunnya Perda tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2009-2029.

Mengacu kepada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2009-2029 menjadi pedoman untuk penyusunan
rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan
jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di
wilayah kota, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar sektor,

penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, penataan ruang kawasan strategis
kota, dan penataan ruang kawasan strategis kota. RTRW Kota Malang berfungsi
sebagai berikut:
1. Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah.
2. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota.
3. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan antar wilayah kota/kabupaten
dan antar kawasan serta keserasian antar sektor.
4. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah,
masyarakat dan swasta.
5. Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang kawasan.
6. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang.
7. Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala sedang sampai skala
besar.
Dalam suatu ruang wilayah, pembentukan struktur ruang dilakukan dengan
menata hierarki kota yang ada secara efesien. Berdasarkan hasil analisa tentang
struktur wilayah, Kota Malang dibagi menjadi Pusat sdan Sub Pusat kota. Tingkatan
Pusat dan Sub Pusat perkotaan tersebut dibentuk oleh perkembangan dan
pertumbuhan kota itu sendiri. Sedangkan perkembangan dan pertumbuhan kota
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Keadaan fisik tanah yang meliputi topografi, sungai, geologi, kemampuan
tanah dan sebagainya.
2. Jumlah dan perkembangan penduduk.
3. Kegiatan masyarakat, baik itu volume maupun manusia.
4. Kelengkapan fasilitas, utilitas, dan sarana infrastruktur kota.
Adanya hierarki kota berarti ada keterkaitan suatu kota dengan kota lainnya.
Kota yang memiliki hierarki lebih tinggi maka akan lebih besar pengaruh
jangkauanya dan akan mempengaruhi kota yang hierarkinya lebih rendah.
Berdasarkan kecenderungan perkembangan fasilitas dan infrastruktur di Kota
Malang, kedudukan Pusat kota yang berada di sekitar alun-alun dan sekitarnya akan

mengalami pergeseran ke arah Klojen, untuk itu terjadi perubahan pusat kota dari
IIIA menjadi II sebagai pusat pelayanan Kota Malang. Maka upaya pembentukan
pusat kota Malang yang telah mengalami pergeseran perlu ditingkatkan dan
direalisasikan. Terlepas dari semua itu maka hierarki Pusat dan Sub Pusat perkotaan
di Kota Malang sampai dengan saat ini adalah sebagai berikut;
1. Pusat Kota Malang tetap berada di Kecamatan Klojen yaitu di Kawasan Alunalun dan sekitarnya.
2. Pusat BWK Malang Tengah (Pusat Kota) berada di Kecamatan Klojen yaitu
di Kawasan Alun-alun dan sekitarnya.
3. Pusat BWK Malang Utara berada di Kecamatan Lowokwaru yaitu di
Kawasan sekitar Universitas Islam Malang (Unisma), Pasar Dinoyo, dan
sekitarnya.
4. Pusat BWK Malang Timur Laut berada di sebagian wilayah Kecamatan
Blimbing yaitu di Kawasan sekitar Pasar Blimbing dan sekitarnya.
5. Pusat BWK Malang Timur berada sebagian wilayah Kecamatan
Kedungkandang yaitu di Kawasan sekitar Perumahan Sawojajar dan
sekitarnya.
6. Pusat BWK Malang Tenggara berada di sebagian wilayah Kecamatan Sukun
dan sebagian wilayah Kecamatan Kedungkandang yaitu di Kawasan sekitar
Pasar Gadang dan sekitarnya.
7. Pusat BWK Malang Barat berada di sebagian wilayah Kecamatan Sukun yaitu
di Kawasan sekitar Universitas Merdeka, Plaza Dieng, dan sekitarnya.
4.6.1

Pengembangan Sektor Pertanian di Kecamatan Kedungkandang
Kecamatan Kedungkandang merupakan kecamatan yang terletak di bagian

timur wilayah Kota Malang. Kedungkandang merupakan salah satu wilayah
kecamatan tertua di Kota Malang yang sudah ada sejak sebelum zaman pemekaran
wilayah Kota Malang pada dekade 80-an. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 39,89
km2. Kecamatan ini memiliki ketinggian rata-rata antara 440-660 meter dari

permukaan air laut. Sementara suhu udara antara 21 derajat sampai dengan 36 derajat
dengan kelembaban nisbi berkisar antara 2000 sampai dengan 3000 mm.
Secara administratif, Kecamatan Kedungkandang di sebelah utara berbatasan
langsung dengan Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Sedangkan di sebelah barat,
kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Klojen dan Kecamatan Sukun
Kota Malang. Sementara itu, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kecamatan
Tajinan dan Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang. Lalu, di sebelah timur,
kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Tumpang dan Kecamatan
Tajinan Kabupaten Malang.
Kota Malang dari tahun ke tahun jumlah lahan pertaniannya terus berkurang,
khususnya di Kecamatan Kedungkandang. Hal ini disebabkan oleh semakin
banyaknya perumahan, pertokoan, dan perkantoran yang dibangun di lahan pertanian
yang terbilang produktif. Banyaknya jalan kampung dan halaman yang diaspal juga
membuat daerah resapan air di wilayah kecamatan ini berkurang dan tidak dapat
menyerap air hujan. Maka tak heran di beberapa titik di Kecamatan Kedungkandang
dilanda banjir.
Pada umumnya mata pencaharian penduduk Kota Malang berada pada sektor
pertanian. Hingga saat ini sektor pertanian berperan penting dalam meningkatkan
perekonomian warga. Tetapi pengalihan fungsi lahan tetap saja terjadi di Kecamatan
Kedungkandang dan sekitarnya. hal tersebut terjadi dikarenakan adanya
pengembangan di sektor lainnya, seperti sektor industri, sektor wisata, dan
perumahan. Jika pengalihan fungsi lahan ini terus terjadi dan tidak diberhentikan
akan berdampak pada kondisi ekonomi, tata ruang pertanian, dan prioritas
pembangunan pertanian wilayah dan nasional.
Pencehagan alih fungsi lahan dapat dijalankan dengan mengembangkan lahan
pertanian yang ada dan memperluas lahan tersebut. Pencegahan tersebut dapat
dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut.

A. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah yang dibuat harus pro rakyat,artinya kebijakan tersebut
benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat, sehingga rakyat merasa
nyaman hidup dengan keluarganya maupun selalu mau memperhatikan ajakan
pemerintah untuk menyukseskan pembangunan, tidak mudah tergoda adanya
hasrat untuk mengkonversi tanah pertanian. Kebijakan yang tidak berat
sebelah contohnya yangmenyangkut perimbangan perolehan anggaran dari
pusat harusproporsional dapat ditinjau dari aspek potensi sumberdaya (alam,
energy, manusia) potensi rasa keamanan, potensi kualitas SDMnya, potensi
geografis wilayah, potensi rawan bencana, potensi pengembangan IPTEKnya,
potensipengembangan infrastruktur ekonomi (pasar, sarana prasarana
transportasi, komunikasi dll.) Kebijakan disini benar-benar untuk rakyat,
artinya bukan hanya untuk kalangan pengusaha atau pegawai saja.

B. Instrumen Hukum
Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal
(1) Mencabut sekaligus mengganti peraturan perrundang-undangan yang tidak
sesuai kondisi kebutuhan petani serta dengan mencantumkan sangsi yang
tegas dan berat bagi pelanggarnya.
(2) Penerapan pengendalian secara ketat khususnya tentangperijinan
perubahan alih fungsi lahan pertanian danpengelolaannya harus sesuai
RTRW.
(3) Menerapkan sangsi yangtegas dan berat bagi pelanggarnya misal
pelanggaran RTRW.
(4) Memberikan sangsi yang jauh lebih berat bagi pelanggarnya dari kalangan
aparat pemerintah penegak hukum antara lain yang menyangkut perijinan,
perubahan status tanah.
(5) Membuat undang-undang yang memberikan jaminan kekuatan yang
memadai dan sederajat bagi organisasi petani dalam hubungannya
(memperjuangkan haknya) dengan pihak pemerintah dan organisasi lain

yang menyangkut setiap pengambilan keputusan, khususnya yang
menyangkut kebutuhan petani.
C. Instrumen Ekonomi
Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal pembuatan:
(1) Kebijakan yang menyangkut jaminan kestabilan harga dan keberadaan
stok barang kebutuhan petani.
(2) Kebijakan yang menyangkut jaminan kestabilan system distribusi
(penyaluran) barang kebutuhan petani.
(3) Kebijakan yang menyangkut jaminan social tenaga kerja asuransi kerugian
hasil pertanian sepertti gagal panen atau anjloknya harga, asuransi
kecelakaankerja pertanian, asuransi pendidikan keluarga petani,
asuransikesehatan keluarga petani.
(4) Kebijakan yang menyangkut pemberian insentif setiap panen hasil
pertanian bagi petani penggarap atau buruh tani dan pemberian desinsentif
bagi pihak yang berminat dalam alih fungsi lahan pertanian.
(5) Kebijakan yang menyangkut pemberian keringanan pajakkhususnya
sarana produksi pertanian dan penjualan hasilpertanian dalam negeri.
D. Instrumen Sosial dan Politik
Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal pembuatan
(1) Kebijakan pemasyarakatan dan upayanya pemakaian kembali produk alam
Indonesia , khususnya produk pertanian ke semua lapisan (seluruh
masyarakat).
(2) Kebijakan pemasyarakaranbahaya dan pencegahannya dalam pembuatan
dan pemakaianproduk yang merugikan kehidupan petani beserta
keluarganyabahkan dapat merusak lingkungan.
(3) Pemeloporan secara proaktif gerakan penghijauan setiap jengkal tanah
oleh pemerintahdan tokoh lembaga swadaya masyarakat.
(4) Pemeloporangerakan secara pro aktif dan pembentukan satgas
sadarlingkungan dimulai dari AT hingga ke pusat.
E. Instrumen Pendidikan dan IPTEKS

Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal penerapan:
(1) Pemberian pendidikan bermoral bangsa Indonesia, ilmu, ketrampilan dan
seni yang memadai dan efektif tentang pengelolaan usaha pertanian yang
prospektif yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati bagi konsumen.
(2) Pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang sesuai dan
terjangkau oleh kemampuan petani seperti budidaya tanaman hias,
sayuran, dan sebagainya di lahan sempit.
Dengan adanya strategi-strategi ini diharapkan Kota Malang dapat
mempertahankan lahan pertanian sehingga tidak berubah fungsinya. Selain itu,
swasembada pangan juga terus terjamin baik untuk memenuhi kebutuhan di Kota
Malang sendiri maupun daerah lain dan tanaman-tanaman pertanian tidak akan
punah. Keterkaitan dengan infltrasi, diharapkan semakin banyak daerah peresapan air
sehingga banjir yang biasanya menjadi masalah serius di Kota Malang akan teratasi.

BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN

Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur
karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kota Malang terletak ditengah-tengah
wilayah Kabupaten Malang. Di Kota Malang daerah yang teridentifikasi memiliki
Benda Cagar Budaya (BCB) yang perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaanya.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2009-2029 menjadi
pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah,
penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota, mewujudkan keterpaduan,
keterkaitan dan keseimbangan antar sektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk
investasi, penataan ruang kawasan strategis kota, dan penataan ruang kawasan
strategis kota.
Kota Malang dari tahun ke tahun jumlah lahan pertaniannya ter