BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Konsep Dukungan Sosial Keluarga 1.1. Defenisi Dukungan Sosial - Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1.Konsep Dukungan Sosial Keluarga

1.1. Defenisi Dukungan Sosial

  King (2010) menyatakan dukungan sosial (sosial support) adalah informasi dan umpan balik dari orang lain menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal balik. Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Abdullah dan Amrullah, 2014).

  Dukungan sosial bisa diberikan melalui beberapa cara, pertama perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta, atau empati (Taylor, et all., 2009). Kajian psikologi kesehatan menunjukkan bahwa hubungan yang suportif secara sosial juga bisa meredam efek stres, membantu orang mengatasi stres dan menambah kesehatan (Sarason & Gurung, 1997 dalam taylor, et all., 2009).

1.2. Definisi Keluarga

  Bailon dan Maglaya (1989 dalam Setiadi, 2008) menyatakan keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah,

  8 perkawaninan dan adopsi, dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya, keluarga dijadikan unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga yang ada disekitarnya atau dalam konteks luas berpengaruh terhadap negara.

  Keluarga merupakan sistem sosial karena terdiri dari kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai peran sosial yang berbeda dengan ciri saling berhubungan dan tergantung antar individu (Suprajitno, 2004). Dalam Friedman (1998) menyatakan bahwa keluarga menunjukkan kepada dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

1.3. Dukungan Sosial Keluarga.

  Friedman (1998) menyatakan bahwa dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial.

  Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.

  Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/ istri atau dukungan dari saudara kandung, sedangkan dukungan sosial eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan sosial keluarga), Sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga inti itu sendiri (Friedman, 1998).

  Wade dan Travis (2007) menyatakan dukungan sosial dari teman, keluarga dan oranglain sangat berperan dalam mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan emosional, Orang yang memiliki teman- teman baik, kontak sosial yang luas, dan jejaring dengan anggota masyarakat lain memiliki kesehatan yang lebih baik dan berumur lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliknya.

1.4. Bentuk Dukungan Sosial Keluarga.

  Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/ istri atau dukungan dari saudara kandung. Smet (1994 dalam Setiadi, 2008) menyatakan, setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain: a. Informatif yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. b. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik, empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhan, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

  c. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan- persoalan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan dan lain-lain.

  d. Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang pada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.

  Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian positif.

2.Konsep Stres

2.1. Definisi Stres

  Stres adalah pengalaman emosi negatif yang diiringi dengan perubahan fisiologis biokimia, dan behavioral yang dirancang untuk mereduksi atau menyesuaikan diri terhadap stresor dengan cara memanipulasi situasi atau mengubah stresor atau dengan mengakomodasi efeknya (Baum, 1990 dalam Taylor, et all., 2009).

  Stres adalah isu kesehatan utama karena ia menyebabkan tekanan psikologis dan dapat berpengaruh buruk bagi kesehatan, tetapi stres tidak tergantung dalam situasi, namun merupakan konsekuensi dari penilaian seseorang atas situasi. Kejadian yang negatif, tidak dapat dikontrol, ambigu, dan tidak dapat dipecahkan adalah kejadian yang paling mungkin dianggap sebagai penyebab stres (Taylor, et all., 2009).

  Jadi dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu respon tubuh terhadap tekanan yang berasal dari luar maupun diri sendiri yang dapat menyebabkan terganggunya sistem tubuh baik secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual.

2.2. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Stres

  Hal-hal yang menyebabkan stres disebut dengan stresor. Bentuk stresor ini dapat terjadi baik dari kondisi tubuh, pikiran maupun lingkungan disekitar.

  Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya (Patel, 1996 dalam Nasir dan Muhith, 2011).

2.3. Respon Terhadap Stres.

  2.3.1. Respon Fisiologis.

  Menurut Selye (1976 dalam Potter & Perry, 2005) menyatakan bahwa terdapat dua respon fisiologis terhadap stres, sindrom adaptasi local (LAS) dan sindrom adaptasi umum (GAS). LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan fisiologis lainnya, Tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respon terhadap tekanan. Ada beberapa karakteristik LAS yaitu, respon yang terjadi adalah setempat (tidak melibatkan seluruh sistem tubuh), responnya adaptif (stresor di perlukan untuk menstimulasinya), jangka pendek (tidak terdapat terus menerus) dan restoratif (LAS membantu dalam memulihkan hemeostasis bagian tubuh),

  GAS adalah respon pertahanan dari keseluruhan tubuh terhadap stres dan respon fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres, respon ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin (Selye, 1976 dalam Potter & Perry, 2005). Respon tubuh terhadap stimulus apapun yang mengakibatkan stres terjadi dalam tiga tahap yaitu : a. Tahap pertama yaitu reaksi peringatan yang termasuk disini adalah efek aktivasi sistem saraf otonom dan mempunyai karakteristik adanya penurunan resistensi tubuh terhadap stres.

  b. Tahap kedua resistensi dimana hipofisis terus mengeluarkan ACTH, yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk mensekresi glukokortikoid, yang penting untuk resistensi terhadap stres karena glukokortikoid merangsang konversi lemak dan protein menjadi glukosa yang menghasilkan energi untuk mengatasi stres.

  c. Tahap ketiga yaitu tahap kelelahan dimana ketika stres yang khusus tersebut terus berlanjut, kemampuan tubuh untuk menahannya dan untuk menghindari stres yang lain pada akhirnya akan gagal.

  2.3.2. Respon Psikologis.

  Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa ketika seseorang terpajan pada stresor, maka kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan darah terganggu. Gangguan atau ancaman ini, baik yang aktual atau yang di serap, menimbulkan frustasi, ansietas, dan ketegangan. Perilaku adaptif psikologi individu membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi stresor.

  Hasil riset Lazarus terhadap stres psikologis merupakan model koqnitif yang memberikan penekanan pada perbedaan individu pada cara menerima stres (Lazarus 1966 dalam Niven 2002). Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa perilaku adaptif psikologis disebut juga sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan tehnik pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme pertahanan ego yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional dan dengan demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak langsung.

2.4. Proses Adaptasi Terhadap Stres.

  2.4.1. Indikator Fisiologis

  Stres dapat terlihat secara objektif, lebih mudah diidentifikasi dan

  secara umum dapat diamati atau diukur. Tanda vital biasa nya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stres. Hubungan antara stres psikologis dan penyakit sering disebut interaksi pikiran tubuh. Riset menunjukkan bahwa stres dapat mempengaruhi penyakit dan pola penyakit. Situasi stres ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stres sedang dan berat dapat menimbulkan risiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis (Kline-Leidy, 1990 dalam Potter & Perry, 2005). a. Situasi stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan, situasi seperti ini biasa nya berlangsung beberapa menit atau jam.

  b. Situasi stres sedang, berlangsung lebih lama dari beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit, atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga.

  c. Situasi stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun seperti, perselisihan yang terus menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan semakin lama nya situasi stres maka makin tinggi risiko kesehatan yang di timbulkan (Wiebe & Williams, 1992 dalam Potter & Perry, 2005)

  2.4.2. Indikator Perkembangan Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Stres berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrim, stres yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.

  2.4.3. Indikator Perilaku Emosional.

  Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien, stres mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Reaksi terhadap stres yang berkepanjangan di tetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stresor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran , konsep diri dan ketabahan, yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stres.

  2.4.4. Indikator Intelektual kemampuan individu untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan baru mengalami gangguan dan penilaian koqnitif individu terhadap yang situasi juga mungkin menjadi tidak akurat. Selain itu, kemampuan klien untuk secara efektif memecahkan masalah menurun. Stres intelektual akan menganggu persepsi dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah Abdullah & Amrullah (2014).

  2.4.5. Indikator Sosial Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya tipe dan kualitas interaksi sosial yang ada.

  2.4.6. Indikator Spiritual orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam banyak cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang berat dapat mengakibatkan kemarahan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stresor sebagai hukuman.

2.5. Tanda dan Gejala Stres

  Looker & Gregson (2005) membagi tanda-tanda stres menjadi dua yaitu tanda stres yang baik (eustress) dan stres yang buruk (distres). Tanda- tanda distress dibagi menjadi tanda fisik dan mental.

  a. Tanda fisik yang dirasakan seperti merasakan detak jantung berdebar- debar, sesak nafas, mulut, nausea, diare, sembelit, perut kembung, ketegangan otot kegelisahan, hiperaktif, mengigit kuku, mengetok jari, meremas-remas tangan, lelah, capek, lesu, sulit tidur, merasa sedih, sakit kepala, sering sakit flu, berkeringan khususnya ditelapak tangan dan bibir atas, merasa gerah, tangan dan kaki dingin, sering ingin kencing, makan berlebihan, kehilangan selera makan, lebih banyak merokok.

  b. Tanda mental yang muncul seperti cemas, kecewa, menangis, rendah diri, gelisah, depresi, tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, frustasi, bosan, merasa salah, tertolak, terabaikan, kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan, seks, harga diri rendah, polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa, sulit berfikir jernih, berkonsentrasi dan membuat keputusan, rentan berbuat kesalahan dan melakukan kecelakaan, punya banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu dimana memulainya sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil dn beralih dari satu tugas ke tugas lainnya, marah, melawan, agresif, pelupa, kurang kreatif, irrasional, menunda-nunda pekerjaaan, dll.

  Kemudian tanda-tanda eustress atau stres yang baik seperti euforik, terangsang, tertantang, bersemangat, membantu, memahami, ramah, akrab, mencintai, bahagia, tenang, terkontrol, yakin, kreatif, efektif, efisien, jelas dan rasional dalam pikiran dan keputusan, bekerja keras, senang, produktif, riang, dan sering tersenyum (Looker & Gregson , 2005)

2.6. Stres dan Penyakit

  

National Safety Council (2004) menyatakan bahwa hubungan antara stres

  dan penyakit bukan lah hal baru, selama berabad-abad para dokter telah menduga bahwa emosi dapat mempengaruhi kesehatan seseorang secara berarti, diawal tahun 1970-an ada dugaan bahwa dari semua penyakit dan kesakitan yang terjadi, 60% nya berkaitan dengan stres dan berdasarkan temuan terbaru tentang interaksi pikiran tubuh diperkirakan bahwa sebanyak 80 % dari semua masalah yang berkaitan dengan kesehatan disebabkan atau diperburuk oleh stres.

3.Konsep Stroke

  3.1. Definisi

  Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut National Stroke Association (2007) stroke atau serangan otak terjadi ketika sebuah gumpalan darah menyumbat pembuluh darah arteri (pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh) atau pembuluh darah vena (sebuah pipa yang memindahkan darah ke jantung dari tubuh) keduanya istirahat, mengganggu aliran darah ke otak.

  Shimberg (1998) menyatakan stroke adalah hasil penyumbatan yang tiba- tiba saja terjadi, yang disebabkan oleh penggumpalan, perdarahan, atau penyempitan pada pembuluh darah arteri, sehingga menutup aliran darah ke bagian-bagian otak.

  3.2. Etiologi

  Stroke disebabkan oleh dua masalah utama pada pembuluh darah otak yaitu terjadinya penyumbatan pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak biasa disebut dengan stroke iskemik dan dikarenakan adanya perdarahan diotak yang disebabkan oleh pecah nya pembuluh darah otak disebut dengan stroke hemoragik. Menurut Muttaqin (2008) penyebab terjadinya stroke antara lain: a. Trombosis Serebral.

  Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orangtua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.

  b. Hemoragi.

  Perdarahan intrakranial atau intra erebral termasuk perdrahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri.

  Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penenkanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. c. Hipoksia Umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung paru-paru dan curah jantung akibat aritmia.

  d. Hipoksia Setempat.

  Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.

3.3. Patofisiologi

  Batticaca (2008) menyatakan, setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan menyebabkan keadaan hipoksia, hipoksia yang berlangsung lama ini dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen, sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak. Jika aliran darah ke tiap otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran, sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neoron- neoron, area yang mengalami nekrosis disebut infark.

  Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Suplai darah ke otak dapat berubah ( makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum ( hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Ateroskleroris sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008)

  Batticaca (2008) menyatakan, perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau kedalam jaringan otak sendir.

  Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan degenaratif pembuluh darah yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak. Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulang merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7- 10 hari setelah perdarahan pertama.

  Ruptur ulang mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak, perdarahan ini akan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak (Batticaca, 2008)

  3.4. Tanda dan Gejala.

  Junaidi (2011) menyatakan serangan awal stroke umumnya berupa gangguan kesadaran tidak sadar, bigung, sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi, atau dalam bentuk lain, gangguan kesadaran dapat muncul dalam bentuk lain berupa perasaan ingin tidur, sulit mengingat, penglihatan kabur, dan sebagainya.

  Lumbantobing (2004) menyatakan, bila bagian- bagian dari otak ini terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu, bila bagian yang berpartisipasi dalam berbicara yang terganggu, maka penderitanya menjadi tidak dapat berbicara, demikian juga halnya bila bagian-bagian lain yang terganggu, dapat mengakibatkan penderitanya menjadi lumpuh separuh badan, tidak merasa separuh badan, bicara menjadi pelo, pelupa dan lain sebagainya.

  3.5. Dukungan dan Peran Keluarga Pada Penderita Stroke.

  Seseorang yang mengalami stroke sering merasa kesepian meskipun ia tidak memperlihatkannya. Ketika fisik dan mentalnya semakin pulih, mungkin ia akan makin khawatir dan mudah tersinggung. Terkadang ia merasakan seperti orang gila saja terutama kejengkelannya tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan kata-kata yang diucapkan tidak dimengerti orang lain walaupun pada umumnya tingkat intelejensinya tidak terpengaruh. Untuk itulah anggota keluarga coba untuk memahami apa yang sedang dihadapi pasien. Keluarga diminta untuk menerima keadaan dan adaptasi ulang merupakan hal yang penting dalam mempertahankan kehidupan keluarga dalam menghadapi keadaan baru (Junaidi, 2011). Kemudian keluarga sangat berperan penting sebagai salah satu sumber pendukung bagi pasien stroke. Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa di sini keluarga dapat memberikan dorongan pada pasien untuk datang ke kelompok stroke yang ada dikomunitas pasien untuk memberikan perasaan saling memiliki dan kebersamaan dengan orang lain, dan berikan dorongan untuk meneruskan hobi, minat–minat rekreasional dan hiburan, serta berhubungan dengan teman untuk mencegah isolasi sosial.

  Junaidi (2011) menyatakan, ada beberapa cara yang dapat anda lakukan untuk berkomunikasi dan mengurangi kekuatiran yaitu dengan cara sering berkunjung saja sudah merupakan suatu yang sangat berguna bagi pasien, anda mungkin tidak perlu banyak bicara anda bisa bawakan bahan bacaan untuknya dan mungkin foto keluarga yang juga dapat dibawa, kemudian saat bertemu jangan bicara terus-menerus, tetapi beritahukanlah hal-hal yang terjadi disekitar anda dan dirumah, layaknya anda berbicara kepada orang yang sehat.

3.6. Stres Pada Penderita Stroke

  Stroke dapat mengakibatkan dampak yang banyak mengubah kehidupan penderita dari kondisi sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian World Health

  Organization (2003) menyebutkan bahwa seperlima sampai dengan setengah

  dari penderita stroke mengalami kecacatan menahun yang mengakibatkan munculnya keputusasaan, merasa diri tak berguna, tidak ada gairah hidup, disertai keinginan berbicara, makan dan bekerja yang menurun selanjutnya perubahan fisik yang terjadi pada penderita stroke meningkatkan stres, tegang, cemas dan frustasi (Hasan & Rufaidah, 2013).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)

0 0 8

PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau) SKRIPSI

0 0 16

II. DATA KHUSUS A. Perilaku Pengetahuan. - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 0 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik dan Perilaku Mengenai Lingkungan Fisik Rumah Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Laguboti Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa Tahun 2013

0 1 7

Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Gizi Lebih - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 1 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 8

Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 17

Hubungan Dukungan Sosial keluarga dengan Stres pada Pasien Stroke di Poliklinik RSUD. Dr. Pirngadi Medan

0 0 40