BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal - Analisis Tingkat Underpricing Saham Pada Saat Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Modal

  Pasar Modal atau yang disebut juga Bursa Efek sejak lama telah menjadi suatu lembaga yang diperhitungkan bagi perkembangan perekonomian mengingat fungsinya sebagai perantara antara pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang kelebihan dana (investor). Menurut UU No.8 tahun 1995 “pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.

  Pasar Modal dapat diartikan suatu tempat dimana bertemunya pembeli dan penjual efek yang terdaftar di bursa (listed stock) (Sitompul 2004:6).

  Sedangkan Simatupang (2010:13) menyatakan pasar modal adalah sebagai bagian dari pasar keuangan yang memperdagangkan surat-surat berharga jangka panjang seperti saham, surat utang obligasi, reksa dana dan produk pasar modal lainnya. Menurut Widoatmojo (2009:11) pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak, dimana yang diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang ketertarikannya dalam investasi lebih dari satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, pasar modal dapat dijelaskan sebagai suatu pasar yang kegiatannya memperjualbelikan surat-surat berharga jangka panjang (lebih dari satu tahun) seperti: saham, obligasi, reksa dana, waran, right serta produk berjangka seperti opsi, kontrak berjangka, dan lain-lain.

  Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2006 : 3) mengenai pasar modal, menyatakan bahwa keberadaan pasar modal memberikan banyak manfaat diantaranya: 1.

  Menyediakan sumber pendanaan atau pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.

  2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.

  3. Menyediakan indikator utama (leading indicator) bagi tren ekonomi negara.

  4. Memungkinkan penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.

  5. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.

  6. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dengan prospek yang baik.

  7. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi

  8. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses kontrol sosial.

  9. Mendorong pengelolaan perusahaan dengan iklim terbuka, pemanfaatan manajemen profesional dan penciptaan iklim berusaha yang sehat.

  Jogiyanto (2003:15), mengemukakan tentang jenis pasar modal, ada empat jenis antara lain:

  1. Pasar Perdana (Primary Market) adalah surat berharga yang baru dikeluarkan oleh perusahaan dijual di pasar perdana. Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawaran perdana ke publik (Initial Public Offering atau IPO) atau tambahan surat berharga baru jika perusahaan sudah going public (sekuritas tambahan ini sering disebut seasoned new issues).

  2. Pasar Sekunder (Secondary Market), setelah surat berharga yang sudah beredar diperdagangkan di pasar perdana, selanjutnya surat berharga tersebut diperjualbelikan oleh dan antar investor di pasar sekunder.

3. Pasar Ketiga (Third Market), pasar ketiga merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar kedua tutup.

  4. Pasar Keempat (Fourth Market), pasar keempat merupakan pasar modal yang dilakukan antara institusi berkapasitas besar untuk menghindari komisi dari broker.

2.2.Penawaran Umum Saham (Go Public)

  Penawaran Umum (Go Public) adalah kegiatan yang dilakukan dengan menjual sebagian dari kepemilikan atas perusahaan, melalui berbagai cara dimana salah satunya adalah dengan penjualan saham yang dikeluarkan perusahaan dalam bentuk efek kepada masyarakat (investor). Widjaja dan Risnamanitis (2009:6) menyatakan bahwa penawaran umum tidak lain adalah kegiatan emiten untuk menjual efek yang dikeluarkan kepada masyarakat, yang diharapkan akan membelinya dengan demikian memberikan pemasukan dana kepada emiten baik untuk mengembangkan usahanya, membayar utang, atau kegiatan lainnya yang diinginkan oleh emiten tersebut.

  Pada perusahaan yang go public status perusahaan dapat berubah dimana pada awalnya adalah perusahaan tertutup (tidak go public) menjadi perusahaan terbuka (go public). Pasar modal menjadi fasilitas perubahan tersebut melalui instrumen hukum pasar modal.

Tabel 2.1 Perbedaan Perusahaan Go Public dan tidak Go Public Perusahaan tidak Go Perusahaan Go No Aspek

  Public Public Persyaratan pengungkapan

1. minimum (minimum disclosure Tidak mutlak Mutlak ditaati

requirements )

  Lebih dari 300

  2. Jumlah pemegang saham Biasanya terbatas pemegang saham Kewajiban menyampaikan 3. laporan (reguler maupun Tidak mutlak Mutlak insidentil) Pemisahaan antara pemilik dan Bukan merupakan Merupakan

  4. manajemen kebutuhan mendesak Kebutuhan Pergantian kepemilikan

  5. Rendah Tinggi saham Tidak selalu menarik Menjadi perhatian

  6. Tindakan manajemen perhatian masyarakat masyarakat Sumber: Widjaja dan Risnamanitis (2009)

  Keuntungan perusahaan melakukan penawaran umum saham (Go Public), antara lain:

  1. Emiten yang melakukan penawaran umum akan memperoleh dana yang relatif besar dan dapat diterima sekaligus. Hal ini lebih baik dibandingkan emiten harus menggunakan fasilitas kredit dari bank karena akan dibebankan dengan tingkat bunga yang cukup besar.

  2. Meningkatkan likuiditas perusahaan terhadap kepentingan pemegang saham utama dan pemegang saham minoritas

  3. Meningkatkan nilai pasar dari perusahaan karena umumnya perusahaan yang sudah menjadi perusahaan publik likuiditasnya akan lebih meningkat bila dibandingkan dengan perusahaan yang masih tertutup

  4. Penawaran umum saham dapat meningkatkan prestise dan publisitas perusahaan. Hal ini tentu menguntungkan bagi emiten karena tidak perlu membuang biaya untuk membayar jasa advertising yang lumayan mahal 5. Biaya penawaran umum saham relatif murah dengan proses yang relatif lebih cepat

  6. Pembagian dividen berdasarkan keuntungan sehingga tidak ada pihak bagi emiten, pemegang saham utama emiten, ataupun investor publik yang akan dirugikan 7. Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen emiten

  Setiap perusahaan yang melakukan penawaran umum juga mempunyai konsekuensi atau akibat sebagai berikut:

  1. Perusahaan atau calon emiten dituntut untuk lebih terbuka dan harus mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan

  2. Segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan baik pemasukan maupun pengeluaran harus tercatat secara terperinci dan dapat dipertanggungjawabkan

  3. Perusahaan atau calon emiten harus selalu membuat pelaporan yang diwajibkan sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan dipantau oleh pemilik modal maupun masyarakat umum, sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat segera diketahui.

2.3.Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)

  Perusahaan yang akan go public (yang mengeluarkan surat berharga) pertama menawarkannya di pasar perdana (primary market). Pengertian IPO menurut Mayo (2008:31) yaitu: “Firms, in addition to acquiring funds through

  

private placements, may issue new securities and sell them to general public,

ussually through investments banker. If this sale is the first sale of common stock

to the general public, it is reffered to as an initial public offering (IPO)”. Hal ini

  berarti IPO adalah saat dimana perusahaan dalam memperoleh dana dengan cara menerbitkan sekuritas baru dan menjualnya kepada publik melalui pasar modal untuk pertama kalinya. Sementara Samsul (2006:12) menyatakan bahwa pasar perdana merupakan tempat atau sarana bagi perusahaan yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum.

  Harga saham pada pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang melakukan IPO dinamakan emiten. Selanjutnya surat berharga yang sudah beredar akan diperdagangkan di bursa efek yang dinamakan pasar sekunder (Secondary Market).

  Menurut Samsul (2006:70) suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya akan menjual saham atau obligasi kepada masyarakat umum atau IPO (initial

  

public offering ), membutuhkan tahapan-tahapan terlebih dahulu. Tahapan tersebut

  dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu: rencana go public, persiapan go

  

public , pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM, penawaran umum, dan kewajiban

emiten setelah go public.

1. Rencana Go Public,

  Rencana go pulic membutuhkan waktu yang cukup berkaitan dengan kondisi internal perusahaan, seperti: a) rapat gabungan pemegang saham, dewan direksi, dan dewan komisaris. Rapat gabungan ini akan membahas alasan go public, jumlah dana yang dibutuhkan, penerbitan saham atau obligasi b)

  Kesiapan Mental Personel Personel dari semua lapisan manajemen (termasuk pemegang saham mayoritas) harus siap secara mental menghadapi perubahan atau kejadian yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Banyak kewajiban yang harus dilaksanakan oleh emiten setelah perusahaan go public, seperti kewajiban melaporkan secara rutin atau insidentil atas suatu peristiwa penting yang apabila tidak dilaksanakan emiten akan terkena sanksi denda atau sanksi pidana.

  c) Perbaikan organisasi

  Organisasi perusahaan yang ada sebelum go public harus disesuaikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku di pasar modal, misalnya, kewajiban mengelola perusahaan secara baik atau disebut good corporate governance yang tercermin dari kewajiban mengangkat komisaris independen, kewajiban membentuk komite audit, dan kewajiban mengangkat corporate secretary.

  d) Perbaikan sistem informasi

  Mengingat banyak kewajiban pelaporan yang harus dilaksanakan oleh emiten, baik yang bersifat rutin maupun insidentil, yang diminta oleh BAPEPAM ataupun Bursa Efek, maka emiten harus memiliki sistem informasi yang dapat diterbitkan setiap kali dibutuhkan. Perbaikan sistem meliputi keberadaan sistem akuntansi keuangan yang mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan dari Ikatan Akuntan Indonesia, sistem laporan tahunan yang memasukkan standar tambahan dari bursa efek seperti hasil kerja dari komite audit, dan sistem akuntansi manajemen yang dapat menghitung laba ekonomis yang akan digunakan sebagai dasar menentukan jumlah deviden tunai yang harus dibagikan.

  e) Perbaikan aspek hukum

  Pada umumnya emiten berasal dari perusahaan keluarga walaupun berbadan hukum perseroan terbatas. Go public berarti perseroan terbatas tertutup harus berubah menjadi perseroan terbatas terbuka (PT Tbk.), status kepemilikan aset tetap dan aset bergerak harus jelas, semua jenis aset yang ada dalam laporan keuangan yang telah diaudit harus sudah atas nama perseroan termasuk rekening yang ada di bank. Semua perjanjian dengan pihak ketiga harus dilakukan secara tertulis nota riil, tidak boleh secara lisan. Semua perizinan usaha yang diwajibkan harus dipenuhi, dan yang belum ada izin harus segera diupayakan. Semua kewajiban pajak harus dipenuhi dan dibuktikan keabsahannya. Konsultan hukum akan membantu perusahaan yang akan go

  public dari segi hukum sehingga sesuai dengan hukum yang berlaku.

  f) Perbaikan Struktur Permodalan

  Perbaikan struktur modal dengan cara pemegang saham menambah modal sendiri atau mengubah struktur modal pinjaman dengan beban bunga yang lebih rendah.

  g) Persiapan dokumen

  Sebelum persiapan menuju go public dimulai, yaitu penunjukkan lembaga penunjang dan lembaga profesi, semua dokumen yang dibutuhkan oleh lembaga tersebut harus disediakan. Pihak yang terlibat dalam proses go public adalah underwriter, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai (appraisal company). Dokumen yang dibutuhkan antara lain: laporan keuangan yang telah diaudit, proyeksi laporan keuangan, bukti kepemilikan aktiva tetap dan aktiva bergerak, anggaran dasar perseroan, perjanjian nota riil ataupun yang dibawah tangan, polis asuransi, peraturan perusahaan, pajak- pajak, perkara pengadilan, dan lain-lain.

2. Persiapan menuju Go public

  Setelah rincian rencana go public diselesaikan seperti uraian sebelumnya, calon emiten akan menunjuk perusahaan penjamin emisi efek, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai yang terdaftar di BAPEPAM. Persiapan menuju go public meliputi :

  a) Penunjukkan Lembaga Penunjang dan Lembaga Profesi Penjamin emisi akan bertindak sebagai koordinator dalam kegiatan-kegiatan berikut: menentukan komitmen sesuai kondisi pasar, rapat-rapat teknis, pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM, public expose dan road show, persiapan prospektus, penawaran resmi.

  b) Due Diligence Meeting. Untuk memperoleh gambaran awal mengenai kekuatan pasar, emiten memerlukan due diligence meeting yang dikoordinasikan oleh underwriter, yaitu pertemuan antara emiten,

  

underwriter , dan lembaga profesi lainnya di satu sisi dengan para pialang dan para analis keuangan perusahaan serta investor kelembagaan di sisi lainnya. c) Pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM. Pernyataan pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada BAPEPAM oleh emiten dalam rangka penawaran umum atau perusahaan publik.

  d) Public Expose dan Road Show. Public Expose dan Road show merupakan upaya sendiri oleh emiten yang menjual saham dengan nilai kapitalisasi sangat besar sehingga perlu mengundang calon investor.

  3. Pelaksanaan Go Public.

  Kegiatan pelaksanaan go public meliputi: Penyerahan dokumen ke BAPEPAM, tanggapan dari BAPEPAM, perbaikan dokumen pernyataan pendaftaran, mini expose di BAPEPAM, penentuan harga perdana, sindikasi dan perjanjian penjaminan emisi.

  4. Penawaran Umum Kegiatan penwaran umum antara lain: Distribusi prospektus, penyusunan prospektus ringkas untuk diiklankan, penawaran, penjatahan, pengembalian dana, penyerahan saham, pencatatan saham/perdagangan saham

  Pada saat menjelang penawaran umum calon emiten harus membagikan prospektus melalui underwriter dan agen penjual efek yang ditunjuk oleh

  

underwriter s sebelum penawaran secara resmi dilakukan. Prospektus adalah setiap

  informasi tertulis yang berkaitan dengan penawaran umum dan bertujuan agar pihak lain membeli efek. Prospektus berisikan antara lain: penawaran umum, tujuan penawaran umum, penggunaan dana hasil emisi, informasi tentang perusahaan seperti sejarah, organisasi, dan personalia, kegiatan usaha dan prospeknya, ikhtisar keuangan perusahaan, modal sendiri sebelum dan sesudah penawaran umum, kebijakan deviden, pendapat dari segi hukum, laporan akuntan publik, laporan penilaian harta perusahaan, para penjamin emisi, lembaga penunjang emisi lainnya, perpajakan, anggaran dasar perseroan, persyaratan pemesanan saham, penyebarluasan prospektus dan formulir pesanan saham.

  Penawaran resmi efek melibatkan 5 tahapan, yaitu

  a) Periode penawaran (offering period) adalah periode (minimal 3 hari kerja) dimulainya penawaran sekuritas.

  b) Periode penjatahan (allotment period) adalah periode (maksimal 6 hari kerja) akan dilakukannya pembagian perolehan saham.

  c) Periode pengembalian dana (refund period) adalah periode tertentu (maksimal 4 hari kerja) yang telah ditetapkan dan tertera dalam prospektus untuk mengembalikan dana kepada calon investor akibat kelebihan pembayaran oleh calon investor berkaitan dengan penjatahan saham.

  d) Periode penyerahan saham (delivery period) adalah 3 hari sebelum saham itu dicatat atau diperdagangkan di bursa efek, saham tersebut sudah diterima oleh investor.

  e) Periode pencatatan di bursa efek (listing date) adalah suatu tanggal yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan tertera pada halaman depan prospektus yang menunjukkan hari pertama saham itu diperdagangkan di bursa efek.

  Setelah melakukan penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai perdagangan di pasar sekunder dilaksanakan selambat-lambatnya 90 hari sesudah dimulainya masa penawaran umum atau 30 hari sesudah ditutupnya masa penawaran umum tersebut tergantung mana yang lebih dahulu.

  Di BEI, proses pencatatan efek dimulai dari pengajuan permohonan pencatatan ke bursa oleh emiten tentunya berdasarkan persyaratan pencatatan efek yang berlaku di BEI. Persyaratan untuk tiap efek berbeda, tetapi persyaratan pertama yang harus dipenuhi terlebih dahulu antara lain mendapat pernyataan efektif dari BAPEPAM atas pernyataan pendaftaran emisi emiten.

5. Kewajiban Emiten setelah Go Public

  Pemegang saham mayoritas atau pemilik lama sebagai pemegang saham pendiri (founding stakeholder) harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh pemegang saham minoritas atau masyarakat dengan cara:

  a) Tidak melakukan tindakan yang menjatuhkan harga saham di pasar

  b) Selalu memberi informasi secepat mungkin kepada investor

  c) Tidak melakukan penipuan harga dalam transaksi internal yang mengandung

  conflic of interest , misalnya transfer pricing, dan pinjaman tanpa bunga

  d) Menyampaikan laporan keuangan yang sudah diaudit (short form report) langsung ke alamat pemegang saham e)

  Menyampaikan laporan berkala yang sudah diwajibkan oleh BAPEPAM

  f) Menyampaikan laporan insidentil atas suatu peristiwa yang terjadi yang dapat mempengaruhi harga saham di pasar.

2.4. Underpricing 2.4.1.

   Pengertian Underpricing

  Pada saat investasi, para investor tentu berupaya untuk memaksimalkan

  

return yang ingin diperoleh dari penjualan saham. Return merupakan imbalan

atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.

  

Return bersumber dari yield (berdasarkan besarnya dividen saham yang diperoleh)

dan capital gain (berdasarkan kenaikan/penurunan harga surat berharga).

  Akan tetapi permasalahan yang sering terjadi pada saat penawaran umum perdana di pasar modal adalah penentuan harga saham perdananya. Di satu pihak pemegang saham lama tidak ingin menawarkan saham baru dengan harga yang terlalu murah kepada investor karena investor tentu menginginkan return untuk memperoleh capital gains dari pembelian saham di pasar perdana, namun di sisi lain jika saham ditawarkan dengan harga tinggi tentu akan mengurangi minat investor baru dalam membeli saham tersebut. Capital Gain (loss) sebagai komponen dari return merupakan kenaikan atau penurunan harga surat berharga yang bisa memberikan keuntungan/kerugian bagi investor. Capital gain bisa juga diartikan sebagai perubahan harga sekuritas (Tandelilin, 2010:102)

  Perbedaan kepentingan yang terjadi, dimana emiten menginginkan dana yang lebih besar dan investor menginginkan return akan mengakibatkan terjadinya underpricing. Selisih dari harga penawaran perdana dengan harga saham di pasar sekunder dinamakan initial return. Underpricing menggambarkan biaya bagi pemilik saat ini karena investor baru diizinkan membeli saham perusahaan pada harga yang menguntungkan (Brealey, et al, 2007:416).

  Meskipun tidak memperoleh tambahan dana dari transaksi yang terjadi di pasar sekunder, tetapi perdagangan pasar sekunder sangat penting untuk menentukan likuiditas sekuritas di pasar perdana. Hal ini terkait dengan sikap pesimis dan optimis dari para investor terhadap kemampuan sekuritas yang diterbitkan emiten untuk memberikan keuntungan selisih harga yang berasal dari penjualan di pasar sekunder (Tandelilin, 2010:27).

  Menurut Hanafi (2004:88), underpricing merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam IPO. Ada kecenderungan bahwa harga penawaran di pasar perdana selalu lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan pada hari pertama diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan overpricing yang disebut juga underpricing negatif, merupakan kondisi dimana harga penawaran perdana lebih tinggi daripada harga penutupan hari pertama di pasar sekunder.

  Yolana dan Martani (2005) mendefinisikan underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi investor. Underpricing saham juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana efek yang dijual di bawah nilai likuidasinya atau nilai pasar yang seharusnya diterima oleh pemegang saham.

  Underpricing adalah fenomena yang umum dan sering terjadi di pasar

  modal manapun saat emiten melakukan penawaran perdana. Fenomena

  

underpricing dikarenakan adanya mispriced di pasar perdana sebagai akibat

  adanya ketidakseimbangan informasi antara pihak underwriter dengan pihak perusahaan. Dalam literatur keuangan masalah tersebut disebut adanya asymetri

  

informasi. Fenomena underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang

  melakukan go public, karena dana yang diperoleh perusahaan atau emiten tidak maksimal tetapi di lain pihak menguntungkan para investor.

  Menurut Beatty (1989) bahwa para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalkan underpricing, karena terjadinya underpricing menyebabkan adanya transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor. Ada 3 (tiga) teori pokok yang menentukan underpricing, yaitu asimetri informasi, signalling

  hyphothesis, litigation risk .

  Teori-teori yang menjelaskan underpricing : 1. Asimetric Information (Informasi Asimetri)

  Emiten, underwriter (penjamin emisi), masyarakat pemodal adalah pihak pihak yang terlibat dalam penawaran perdana pada saat terjadinya underpricing karena adanya informasi asimetri yang menjelaskan perbedaan informasi. Model Baron (1982), menganggap underwriter memiliki informasi lebih mengenai pasar modal, sedangkan emiten tidak memiliki informasi mengenai pasar modal. Oleh karena itu, underwriter memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk membuat kesepakatan harga IPO yang maksimal, yaitu harga yang memperkecil resikonya apabila saham tidak terjual semua karena emiten kurang memiliki informasi, maka emiten menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya. Semakin besar ketidakpastian emiten tentang kewajaran harga sahamnya, maka lebih besar permintaan terhadap jasa underwriter dalam menetapkan harga. Sehingga

  

underwriter menawarkan harga perdana sahamnya dibawah harga ekuilibrium.

  Oleh karena itu, akan menyebabkan tingkat underpricing semakin tinggi.

  Model Rock (1986) menyatakan bahwa asimetri informasi terjadi pada kelompok informed investor dengan uninformed investor. Informed investor yang memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan emiten akan membeli saham-saham IPO jika harga pasar yang diharapkan melebihi harga perdana.

  Sementara kelompok uninformed karena kurang memiliki informasi mengenai perusahaan emiten, cenderung melakukan penawaran secara sembarangan baik pada saham-saham IPO yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya kelompok uninformed memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham IPO yang overpriced.

  Menyadari bahwa mereka menerima saham-saham IPO yang tidak proporsional, maka kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana.

  Agar kelompok ini berpartisipasi dalam pasar perdana dan memungkinkan mereka memperoleh return saham yang wajar serta dapat menutup kerugian dari pembelian saham yang overpriced, maka saham-saham IPO harus cukup .

  underpriced 2.

   Signalling Hyphothesis Dalam konteks ini underpricing merupakan suatu fenomena ekuilibrium yang berfungsi sebagai sinyal kepada para investor bahwa kondisi perusahaan cukup baik atau mempunyai prospek yang bagus (Ernyan dan Husnan, 2002). Titman dan trueman (1986) menyajikan signalling model yang menyatakan bahwa auditor yang memiliki kualitas menghasilkan informasi yang berguna bagi investor didalam menaksir nilai perusahaan yang melakukan IPO.

  Menurut Jogiyanto (2000:392), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Jika pengumuman informasi tersebut sebagai signal baik bagi investor maka terjadi perubahan dalam volume perdagangan saham.

  Ivana (2005:16), pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham dan hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan/kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.

3. Litigation Risk

  Mengutip Regulation hyphothesis menjelaskan bahwa peraturan pemerintah yang diberlakukan dimaksudkan untuk mengurangi asimetri informasi antara pihak manajemen dengan pihak luar termasuk para calon pemodal (Ernyan dan Husnan, 2002). Teori-teori yang menjelaskan tentang underpricing dan yang telah diuji di berbagai penelitian empiris biasanya bermuara pada asimetri informasi baik antara pemilik perusahaan dan calon investor, antar calon investor dan antara issuer dan penjamin emisi.

2.4.2. Faktor-faktor Underpricing

  Fenomena underpricing dipengaruhi beberapa faktor dan berikut akan dibahas beberapa faktor yang menjadi variabel dalam penelitian ini yakni: jumlah saham yang ditawarkan (share offered), ukuran perusahaan (Issue of Size), kapitalisasi pasar (Market Capitalization) dan profitabilitas perusahaan.

  1. Jumlah saham yang ditawarkan (share offered) Besarnya persentase saham menunjukkan jumlah saham yang ditawarkan kepada masyarakat. Faktor ini diduga mempengaruhi tingkat underpricing, karena semakin besar saham yang ditawarkan kepada masyarakat semakin rendah ketidakpastian dimasa yang akan datang dan berarti semakin tinggi harga saham (Suyatmin dan Sujadi, 2006). Jumlah saham tersebut dapat diukur melalui besarnya saham yang ditawarkan ke publik ketika perusahaan melakukan IPO.

  Menurut penelitian terdahulu yaitu Suyatmin dan Sujadi (2006) variabel Offer berpengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Dengan demikan semakin besar prosentase saham yang ditawarkan kapada masyarakat maka tingkat ketidakpastiannya akan semakin kecil, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat underpricing saham.

  2. Ukuran Perusahaan (Size of Issue) Ukuran perusahaan Jogiyanto (2003 : 282) mengemukakan tentang ukuran aktiva bahwa ukuran aktiva dipakai sebagai wakil pengukur (proxy) besarnya perusahaan. Perusahaan yang besar dianggap mempunyai risiko yang lebih kecil dibanding perusahaan yang lebih kecil.

  Ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan oleh beberapa hal, antara lain dengan total asset, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total asset. Ukuran perusahaan dapat diketahui dari besarnya total asset perusahaan pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran saham perdananya. Sehubungan dengan total asset, apabila perusahaan memiliki

  

total asset yang besar maka hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut

mencapai tahap kedewasaan.

  Yolana dan Martani (2005) mengemukakan bahwa semakin besar aset perusahaan akan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat membantu investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika investor berinvestasi pada perusahaan itu. Besar kecilnya dana untuk investasi menyebabkan deviden kepada pemegang saham besar dan berkaitan dengan prospek perusahaan.

  Investor tentunya akan lebih tertarik untuk menawarkan modalnya pada perusahaan yang punya prospek baik dalam jangka waktu yang relatif lama.

3. Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization)

  Kapitalisasi pasar merupakan nilai keseluruhan dari yang harus dibayar seseorang untuk membeli seluruh

  

perusahaan. Besar dan pertumbuhan dari suatu kapitalisasi pasar perusahaan

  

dapat menjadi pengukuran penting dari keberhasilan atau kegagalan perusahaan

terbuka. Faktor kapitalisasi pasar (market capitalization) juga menjadi salah satu

  faktor yang mempengaruhi seperti penelitian yang dilakukan Bansal dan Khanna (2012) yang menyatakan bahwa kapitalisasi pasar berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat underpricing

4. Profitabilitas Perusahaan

  Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar

  mengenai efektivitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi pertimbangan memasukan variabel ini sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang ditunjukkan dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan dalam menanamkan modalnya.

  Triananingsih (2005:200) menyatakan bahwa tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat keuntungan yang dicapai atau informasi mengenai efektivitas operasional perusahaan. Profitabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing.

  Semakin tinggi nilai profitabilitas perusahaan menunjukkan semakin tinggi pula laba yang dihasilkannya. Dengan demikian semakin besar rasio ROA maka semakin tinggi pula harga saham dinilai oleh investor.

2.5. Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

  

underpricing telah banyak dilakukan. Penelitian ini memfokuskan pada besarnya

  

initial return yang didefinisikan sebagai return yang diterima investor di pasar

  perdana yang diperoleh dari selisih harga saham pada saat penawaran umum (IPO) dengan harga closing saham saat pertama kali listing di pasar sekunder (Balvers, 1988).

  Penelitian oleh Carter dan Manaster (1990), dengan sampel 501 perusahaan yang melakukan IPO Januari 1979 sampai Agustus 1983, menemukan bahwa reputasi penjamin emisi, insiders shares, offering size (log-offersize), dan umur perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) terhadap initial return saham.

  Abdullah (2000) dengan sampel 50 perusahaan tahun 1995-2000, menemukan bahwa variabel besaran perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROE), jenis industri manufaktur (dummy), dan persentase saham yang ditawarkan pada publik secara bersama berpengaruh signifikan pada initial return. Sementara itu ketika dilakukan pengujian parsial atau terpisah, hanya variabel jenis industri dan . profitabilitas (ROE) yang berpengaruh signifikan pada initial return

  Ghozali dan Mansyur (2002) berdasarkan data perusahaan yang IPO di BEI pada tahun 1997 sampai dengan 2000, mencoba menguji pengaruh variabel reputasi penjamin emisi, presentase saham yang ditahan founder, skala perusahaan (total aktiva), umur perusahaan, financial leverage (debt to asset ratio), dan ROA terhadap tingkat underpricing. Mereka berhasil membuktikan bahwa reputasi penjamin emisi, financial leverage signifikan pada level 10 persen dengan arah negatif mempengaruhi underpricing. ROA mempengaruhi underpricing dengan level signifikansi 5 % dengan arah negatif. Umur perusahaan, skala perusahaan terbukti tidak signifikan dengan arah negatif terhadap underpricing dan persentase saham yang ditahan, tidak terbukti secara signifikan positif mempengaruhi underpricing .

  Yolana dan Martani (2005) menggunakan sampel yang diolah pada penelitian ini adalah 131 emiten yang tercatat di BEI dengan melakukan penawaran perdana atau IPO pada tahun 1994 sampai dengan tahun 2001 dan mempunyai initial return yang positif. Dari hasil penelitian ini, variabel rata–rata nilai kurs dan ROE terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap

  

underpricing . Variabel besaran perusahaan dan jenis industri berhasil

  membuktikan bahwa secara parsial variabel tersebut secara signifikan mempengaruhi underpricing dengan arah negatif dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan mempengaruhi underpricing. Sedangkan variabel reputasi penjamin emisi ternyata tidak terbukti mempengaruhi underpricing dengan arah negatif secara parsial.

  Sujatmin dan Sujadi (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada penawaran umum perdana di Bursa Efek Jakarta periode 1999-2003 dengan variabel independen umur perusahaan, besaran perusahaan, reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, jenis industri, EPS (Earning Per Share), ukuran penawaran (proceeds), current ratio, ROI (Rate of

  

Return on Investment ), dan financial leverage. Hasilnya menyatakan bahwa hanya

  variabel current ratio, reputasi penjamin emisi, reputasi auditor, dan jenis industri yang mempengaruhi underpricing.

  Handayani (2008) dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda untuk menjelaskan terjadinya fenomena underpricing yang menggunakan variabel–variabel seperti debt to equity ratio (DER), return on assets (ROA),

earning per share (EPS) berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing.

  Ukuran perusahaan, dan prosentase penawaran saham berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Sedangkan variabel–variabel yang lain tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing.

  Penelitian oleh Islam et al. (2010), dengan sampel 191 perusahaan yang melakukan IPO di Chittagong Stock Exchange periode 1995-2005, menemukan bahwa umur dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif pada initial

  

return . Sementara jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh

signifikan negatif pada initial return.

  Wulandari (2011) menganalisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi

  

nderpricing pada penawaran umum perdana (studi kasus pada perusahaan go

  publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2010) dengan variabel

  

debt to Equity Ratio, Return On Assets, ukuran perusahaan, umur perusahaan, dan

  jumlah saham yang ditawarkan menggunakan analisis regresi berganda dengan hasil penelitian variabel DER, Offer berpengaruh secara positif, sedangkan ROA,

  Age, dan Size berpengaruh negatif terhadap underpricing.

  Penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan Khanna (2012), dengan sampel 405 perusahaan yang melakukan IPO di Indian Market periode 2000-2012 menggunakan analisis multiple regressions, menemukan bahwa tidak ada pengaruh signifikan dari hubungan tahun IPO, jenis lembaga perusahaan, usia perusahaan dengan tingkat underpricing, jumlah saham yang ditawarkan, kapitalisasi pasar, metode mekanisme pasar, waktu penawaran berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat underpricing. Ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap tingkat underpricing.

  Penelitian yang dilakuan oleh Azizi Nur Wicaksono (2012), dengan periode penelitian tahun 1998-2010 menggunakan analisis regresi berganda dengan variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, proporsi penawaran perdana, jenis industri, return on asset, financial leverage, earning per share, reputasi auditor, reputasi underwriter dan tujuan penggunaan dana investasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa hanya reputasi auditor dan ukuran perusahaan yang secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat underpricing, dengan arah hubungan (-) untuk ukuran perusahaan dan positif untuk reputasi auditor.

  Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan melalui Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun Peneliti Judul Penelitian Variabel

  

Penelitian

Teknik Analisis Hasil Penelitian 1.

  • Besaran perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROE), jenis industri manufaktur (dummy), dan persentase saham yang ditawarkan secara bersama berpengaruh signifikan pada IR
  • pengujian parsial, variabel jenis industri dan profitabilitas (ROE) berpengaruh signifikan pada Initial Return.

  Abdullah 2000 Initial Return pada perusahaan yang listing di BEJ antara tahun

  2002-2004 Dependen: Initial Return Independen: Besaran perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROE), jenis industri manufaktur (dummy), dan

persentase saham

yang ditawarkan

  Regresi Linear Berganda

  No Peneliti dan Tahun Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian

  2. Ghozali dan Mansyur (2002)

  Tingkat Underpricing Saham pada saat

  • Reputasi penjamin emisi, financial
  • ROA mempengaruhi dengan level signifikansi 5% arah (-)
  • Sedangkan umur perusahaan, skala perusahaan berpengaruh tidak signifikan arah (-). - persentase saham yang ditahan, tidak berpengaruh signifikan
  • Rata – rata nilai kurs dan ROE terbukti secara signifikan berpengaruh positif terhadap underpricing.
  • Variabel besaran perusahaan dan jenis industri secara parsial variabel tersebut secara signifikan berpengaruh negatif dengan asumsi variabel bebas yang lain konstan berpengaruh
  • variabel reputasi penjamin emisi tidak berpengaruh secara parsial 4.
  • -Debt to equity ratio

  IPO di BEI pada tahun 1997 sampai dengan 2000

  Dependen:

Underpricing

Independen: reputasi penjamin

emisi, presentase

saham yang

ditahan founder,

skala perusahaan

(total aktiva),

umur perusahaan, financial leverage

(debt to asset

ratio ), dan ROA

  Regresi linear Berganda

  leverage berpengaruh negatif terhadap underpricing .

  3. Yolana dan Martani (2005)

  Tingkat Underpricing saham pada saat

  IPO pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 1994-2001

  Dependent:

Initial return

Independen:

variabel rata –

rata nilai kurs dan

ROE, besaran

perusahaan dan

jenis industri,

reputasi penjamin emisi

  Regresi Linear Berganda

  Suyatmin dan Sujadi (2006) Faktor-Faktor yang mempengaruhi underpricing pada penawaran umum perdana di Bursa Efek Jakarta periode 1999- 2003 variabel

independen :

umur perusahaan, besaran perusahaan,

reputasi auditor,

reputasi penjamin emisi, jenis

industri, Earning

Per Share (EPS),

ukuran penawaran (proceeds),

current ratio,

ROI, financial

leverage

  Regresi Linear Berganda Hasilnya: menyatakan bahwa hanya variabel current ratio, reputasi penjamin emisi, reputasi auditor, dan jenis industri yang mempengaruhi underpricing .

  • - Ukuran perusahaan,

  Dependen:

Umur dan ukuran

perusahaan

jumlah saham

yang ditawarkan

dan jenis industri

berpengaruh

signifikan negatif

pada initial return

Analisis

  

Initial Return

Independen:

Tahun IPO, Jenis

perusahaan, usia

perusahaan,

jumlah saham

yang ditawarkan,

kapitalisasi pasar,

metode mekanisme perusahaan

  8. Bansal & Khanna (2012) Analisis faktor yang mempengaruhi Initial Return pada IPO di Indian Market periode 2000- 2012 bahwa Dependen:

  Analisis regresi Berganda variabel DER, Offer berpengaruh secara positif terhadap underpricing, sedangkan ROA, Age, dan Size berpengaruh negatif terhadap underpricing.

  

Debt to Equity

Ratio, Return On

Assets, Ukuran

perusahaan, Umur

perusahaan, dan

Jumlah saham

yang ditawarkan

  Wulandari (2011) Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Saat IPO (Studi Kasus Pada Perusahaan Go Publik Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2006- 2010)

  Regresi Berganda umur dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif pada initial return . Sedangkan jumlah saham yang ditawarkan dan jenis industri berpengaruh signifikan negatif pada initial return 7.

  IPO di Chittagong Stock Exchange periode 1995- 2005

  No Peneliti dan Tahun Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik Analisis Hasil Penelitian 5.

  (2010), Underpricing pada perusahaan yang melakukan

  dan prosentase penawaran saham berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Sedangkan variabel– variabel lain tidak berpengaruh signifikan 6. Islam et al.

  (DER), return on assets (ROA), earning per share (EPS) berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing

  Regresi Linear Berganda

  

Debt to equity

ratio (DER),

return on assets

(ROA), earning

per share (EPS).

Ukuran

perusahaan, dan

prosentase

penawaran saham

  Handayani (2008) Faktor-Faktor yang mempengaruhi underpricing pada penawaran umum perdana di BEI periode 2004- 2007

  Analysis Multiple Regressi ons tidak ada pengaruh signifikan dari hubungan tahun IPO, jenis lembaga perusahaan, usia perusahaan dengan tingkat underpricing, jumlah saham yang ditawarkan, kapitalisasi pasar, metode mekanisme perusahaan berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap underpricing

2.6.Kerangka Konseptual

  Penelitian ini akan menguji pengaruh jumlah saham yang ditawarkan, ukuran perusahaan, kapitalisasi pasar dan profitabilitas perusahaan sebagai variabel independen terhadap underpricing sebagai variabel dependen.

  Besarnya jumlah saham yang ditawarkan kepada masyarakat oleh perusahaan diduga mempengaruhi tingkat underpricing, karena semakin besar saham yang ditawarkan kepada masyarakat berarti semakin tinggi harga saham. Menurut penelitian terdahulu Bansal & Khanna (2012), jumlah saham yang ditawarkan (share offered) ke publik ketika perusahaan melakukan IPO berpengaruh positif terhadap tingkat underpricing.

  Yolana dan Martani (2005) menyatakan bahwa semakin besar aset perusahaan akan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainly) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Yolana dan Martani (2005) menemukan . bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing

  Faktor Kapitalisasi Pasar (Market Capitalization) juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi seperti penelitian yang dilakukan oleh Bansal dan Khanna (2012) yang menyatakan bahwa kapitalisasi pasar berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat underpricing.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Pada Pembelian Produk- Produk Online Shop (Studi Pada Mahasiswa-Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

0 0 8

Analisis Pengaruh Display Produk Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Swalayan Willow Mart Binjai

0 0 18

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Produk 2.1.1 Defenisi Produk - Analisis Pengaruh Display Produk Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Swalayan Willow Mart Binjai

0 0 14

Analisis Pengaruh Display Produk Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Swalayan Willow Mart Binjai

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Implementasi Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan tahun 2015

1 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan tahun 2015

0 5 7

Studi Sistem Informasi Geografis (SIG) Bagi Perencanaan Penghijauan Di Kota Tebing Tinggi

0 0 8

A. Analisis Data 1. Berat janjang (BJ) - Analisis Potensi dan Pengaruh Waktu Penyimpanan Buah terhadap Mutu Minyak Kelapa Sawit Tipe Dura, Pisifera, dan Tenera di Kebun Bangun Bandar, Dolok Masihul, Sumatera Utara

0 9 22

Analisis Potensi dan Pengaruh Waktu Penyimpanan Buah terhadap Mutu Minyak Kelapa Sawit Tipe Dura, Pisifera, dan Tenera di Kebun Bangun Bandar, Dolok Masihul, Sumatera Utara

0 0 7

Analisis Tingkat Underpricing Saham Pada Saat Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12