Sambutan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro

  

Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan

Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  

Sambutan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro

  Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih karuniaNya, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Sia Tagulandang Biaro dapat menyelesaikan “Dokumen Kajian Perencanaan

  

Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan”

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Tahun 2016.

  Dokumen Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Tahun 2016, berisi kajian pengembangan pendapatan ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemampuan masyarakat kepulauan. Dokumen ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan yang ada di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro kedepan.

  Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Bupati Kepulauan Siau Tagulandang Biaro atas apresiasi dan dukungan yang diberikan selama proses penyusunan dokumen dilaksanakan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang terkait langsung mapun tidak langsung, khususnya kepada masyarakat yang berada di kawasan pesisir Tagulandang dan sekitarnya.

  Kami menyadari bahwa dokumen ini masih terdapat beberapa kekurangan, sehingga berbagai saran, masukan dan pendapat demi penyempurnaan dokumen ini sangat kami harapkan. Terima Kasih Tuhan Memberkati Pakatiti Tuhema Shalom.

  Ondong Siau, Juli 2016 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dr. SEMUEL E. RAULE, M.Kes. NIP. 19670402 199803 1 003 i

DAFTAR ISI

  44 Bab IV Gambaran Umum Kab. Kep. SITARO……………………..

  2.5. Modal dan Biaya Produksi……………..………………………

  36

  2.5.1. Faktor Tenaga Kerja……………………………………

  37

  2.5.2. Waktu Melaut……………………………………………

  37 2.5.3. Ketidakberdayaan Teknologi dan Ekonomi Nelayan..

  38 2.6. Pengertian Pendapatan………………………………………..

  40 Bab III Metodologi Penelitian………………………………………… 43 3.1. Data dan Sumber Data………………………………………….

  43 3.2. Metode Pengumpulan Data…………………………………….

  43 3.3. Ruang Lingkup Wilayah…..…………………………………….

  43 3.4. Metode Analisis………………………………………………….

  45

  34 2.4.3. Pengembangan Kelompok Nelayan………………….

  4.1. Profil Kabupaten Kepulauan SITARO…………………………

  45

  4.1.1. Deskripsi Wilayah……………………………………….. 45

  4.1.2. Kondisi Fisik……………………………………………… 55

  4.2. Demografi…………………………………………………………

  59 4.3. Tata Ruang Wilayah…………………………………………….

  61 4.4. Kawasan Rawan Bencana Alam……………………………….

  74 4.5. Sosial dan Budaya……………………………………………….

  78 Bab V Hasil Kajian / Penelitian………………………………………

  82 5.1. Gambaran Umum Responden..………………………………..

  82

  36

  ii

Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan

  

Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  14

  Kata Sambutan i

  Daftar Isi ii

  Bab I Pendahuluan……………………………………………………

  1

  1.1. Latar Belakang……………………………………………

  1 1.2. Maksud dan Tujuan Kajian……………………………...

  6 1.3. Manfaat Kajian…..……………………………………….

  6 Bab II Landasan Teori………………………………………………..

  7 2.1. Pengertian Wilayah Pesisir……………………………………..

  7 2.1.1 Pengertian Potensi Pesisir dan Permasalahannya…..

  9 2.1.2 Pengembangan Wilayah………………………………..

  2.2. Pembangunan……………………………………………………

  33

  16 2.2.1. Pembangunan Kualitas Manusia……………………..

  16 2.2.2. Paradigma Pembangunan Kualitas Manusia………..

  17

  2.2.3. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan…………………

  18

  2.3. Definisi Kesejahteraan………………………….………………

  18

  2.3.1. Konsep Kemiskinan……………………………………

  22 2.3.2. Pendekatan Dalam Pengukuran Kemiskinan……….

  26 2.4. Nelayan………………………………………………………….

  33 2.4.1. Ciri-ciri Nelayan………………………………………..

  2.4.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kegiatan Nelayan

  

Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan

Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

5.1.1. Kependidikan Masyarakat Pesisir…………………….

  82 5.2. Kondisi Sosial Ekonomi Responden………………………….

  86

  5.2.1. Tanggunagan Setiap Masyarakat Pesisir……………

  86 5.2.2. Pendapatan dan Pengeluaran………………………..

  88

  5.2.3. Pengeluaran Bulanan dari Responden………………

  91 5.2.4. Kondisi Rumah dari Responden……………………..

  92 5.2.5. Modal dan Pengalaman Kerja Responden………….

  95

  5.2.6. Bantuan dari Pemerintah……………………………… 100

  Bab VI Strategi Peningkatan Pendapatan Ekonomi…………..…. 117 Bab VII Kesimpulan dan Saran…………………………………….. 135

  7.1. Kesimpulan……………………………………………………… 135

  7.2. Saran…………………………………………………………….. 136 Daftar Pustaka…………………………………………………………. 138 Lampiran……………………………………………………………….. 139

  iii

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

  Wilayah pesisir dan lautan memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Namun, karakteristik laut tersebut belum sepenuhnya dipahami dan diintegrasikan secara terpadu. Kebijakan pemerintah yang sektoral dan bias daratan, akhirnya menjadikan lautan sebagai kolam sampah raksasa. Dari sisi sosial ekonomi, pemanfaatan kekayaan laut masih terbatas pada kelompok pengusaha besar dan pengusaha asing. Nelayan sebagai jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia. Kekayaan sumber daya laut tersebut menimbulkan daya tarik dari berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi pemanfaatannya.

  Bila dibandingkan dengan kelompok pelaku ekonomi lainnya, kelompok ekonomi yang mengalami kondisi keterasingan dari dinamika perekonomian nasiaonal lebih parah terjadi pada kelompok nelayan. Hal ini banyak bersumber dari sifat dasar arena aktifitas yang dimiliki yang tidak memiliki dukungan perangkat hukum yang memadai, seperti tidak dimungkinkannya pemilikan laut atau kawasan pantai sebagai asset produksi, kebutuhan investasi yang relatif besar dan beresiko tinggi, serta luas pemasaran yang cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal. Kondisi seperti ini mengakibatkan kelompok masyarakat nelayan cenderung tertinggaljauh dibandingkan dengan kelompok lain yang bekerja didaratan.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  Hal ini yang muncul di permukaan dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas hidup nelayan adalah keterdesakkan kelompokm masyarakat ini akibat semakin intensifnya penetrasi nelayan asing terhadap sumber daya dan pasar domestik. Pengusaha dalam bidang marine-bisnis nasional dengan modal besar dengan jaringan pasar yang luas dan pemanfaatan teknologi yang hmpir mustahil tersaingi oleh kelompok masyarakat nelayan nasional. Upaya perlindungan melalui peraturan daerah dan peningkatankemandirian kelompok masyarakat ini merupakan agenda yang mendesak untuk segera diselesaikan sebagai bagian integral pengembangan masyarakat nelayan.

  Keseluruhan kecenderungan pembangunan tersebut melahirkan ketersaingan kelompok yang tidak hanya nampak pada tingkat pendapatan yang dimiliki, melainkam juga pada kualitas hidup, pola aktifitas ekonomi, skala dan jenis output yang dihasilkan. Tentu saja pergantian generasi pada kelompok masyarakat ini juga berlangsung secara marjinal dengan segala konsekwensi social yang terbawa serta. Bila keadaan seperti ini berlanjut, maka investasi yang dibutuhkan untuk pengelolaan sumber daya kelautan, dan upaya pengembangan sumberdaya manusia makin bertambah mahal.

  Masyarakat yang mata pencaharian sebagai nelayan adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan di laut. Masyarakat nelayan ini tinggal di desa pesisir dan mata pencaharian utama sehari-hari adalah melaut. Sedangkan petani tambak adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan mengelola tambak dalam memperoleh pendapatannya. Petani

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  tambak ini tinggal di desa pesisir atau berdekatan dengan lokasi tambak dan mata pencaharian utamanya berasal dari mengelola tambak.

  Pendayagunaan sumber daya perikanan ditujukan untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Taraf hidup masyarakat pesisir dapat ditingkatkan jika pendapatannya sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan masyarakat pesisir tidak terlepas dari banyaknya tangkapan ikan yang mereka dapatkan.

  Laut yang luas dengan semua potensi yang ada didalamnya secara logika sudah seharusnya mampu mensejahterakan masyarakat Indonesia yang sebagian besar bermukim di daerah pesisir. Dengan kata lain bahwa masyarakat nelayan dan elemen masyarakat yang menggantungkan hidup sehari-hari dari hasil laut semestinya telah mengalami hidup yang sejahtera, sebab secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun umumnya potensi pesisir dan kelautan yang di manfaatkan oleh nelayan terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan kesejahtraan nelayan serta dampak positifnya secara umum terhadap perekonomian masih kurang dilakukan. Akibatnya hampir disemua daerah di Indonesia kondisi kehidupan nelayan tradisional masih memprihatinkan. Ibarat ayam kelaparan didalam

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  lumbung padi demikianlah keadaan nelayan tradisional yang belum sejahtera dihadapan potensi laut dan perikanan kawasan pesisir yang melimpah di bumi Nusantara yang tercinta ini.

  Berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat pesisir, terdapat beberapa faktoryang menyebabkan mereka masih tertinggal antara lain keadaan sumber daya alam yang semakin menipis, kurangnya budaya menabung dan mengelola keuangan keluarga, serta struktur ekonomi atau tata niaga yang belum kondusif bagi kemajuan dan kemakmuran masyarakat (Rokhmin Dahuri dan Rais Ginting,2001).

  Karakteristik sosial masyarakat pesisir diatas menjadi penghambat untuk mengembangkan kemampuan partisipasi mereka dalam pembangunan wilayah. Seiring dengan belum berfungsinya atau belum adanya kelembagaan sosial masyarakat maka upaya kolektif untuk mengelola potensi sumberdaya wilayah juga menjadi terhambat. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap lambannya arus perubahan sosial ekonomi yang terjadi di kawasan pesisir, sehingga dinamika pembangunan wilayah menjadi terganggu.

  Salah satu strategi yang dapat ditempuh dalam upaya membangun masyarakat pesisir agar potensi pembangunan dapat dikelola dengan baik adalah dengan membangun dan memperkuat ekonomiyang dimiliki atau yang ada pada masyarakat dan meningkatkan kualitas SDM, sertamemperluas akses ekonomi dan peningkatan keterampilan ekonomi masyarakat.

  Karakteristik sosial masyarakat kepulauan diatas menjadi penghambat untuk mengembangkan kemampuan partisipasi mereka dalam pembangunan wilayah. Seiring dengan belum berfungsinya atau belum adanya kelembagaan

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  sosial masyarakat maka upaya kolektif untuk mengelola potensi sumberdaya wilayah juga menjadi terhambat. Keadaan ini berpengaruh besar terhadap lambannya arus perubahan sosial ekonomi yang terjadi di kawasan pesisir, sehingga dinamika pembangunan wilayah menjadi terganggu.

  Salah satu strategi yang dapat ditempuh dalam upaya membangun masyarakat pesisir agar potensi pembangunan dapat dikelola dengan baik adalah dengan membangun dan memperkuat kelembagaan sosial yang dimiliki atau yang ada pada masyarakat dan meningkatkan kualitas SDM, dengan jalan memperluas wawasan pembangunan dan keterampilan ekonomi masyarakat.

  Diharapkan melalui strategi ini masyarakat secara kolektif mempunyai kemampuan optimal dalam membangun wilayahnya untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang diharapkan serta dapat memiliki pendapatan yang baik atau cukup dalam kehidupan sehari-hari.

  Terlebih Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Utara yang memiliki

  2

  wilayah laut yang luas. Luas kabupaten Sitaro adalah 3.245,67 Km sedangkan

  2

  luas daratan atau pulau-pulaunya hanya 275,95 Km . Luas Lautan ini adalah 91% dari total luas wilayah Kabupaten Kepulauan Sitaro (Bappeda Kab. Sitaro, 2015). Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro merupakan Kabupaten Kepulauan yang sebagian besar masyarakatnya hidup di daerah pesisir, sehingga diperlukan suatu kajian untuk mendalami bagaimana peningkatan pendapatan untuk masyarakat yang hidup di wilayah kepulauan. Diharapkan melalui kajian ini masyarakat secara kolektif mempunyai kemampuan optimal

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  dalam membangun wilayahnya untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang diharapkan serta dapat memiliki pendapatan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

  1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

  Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi tujuan kajian ini adalah sebagai berikut :

  • Untuk mendapatkan gambaran tingkat pendapatan masyarakat kepulauan di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang dan Biaro
  • Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang dan Biaro
  • Untuk mendapatkan gambaran mengenai strategi dan kebijakan yang dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat kepulauan di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang dan Biaro

  1.3. MANFAAT KAJIAN

  Manfaat kajian ini adalah menghasilkan dokumen evaluasi peningkatan pendapatan masyarakat kepulauan yang berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah, masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan di Kabupaten Siau Tagulandang Biaro.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Wilayah Pesisir

  Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Selanjutnya dalam Lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.34/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Penataan Ruang, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disebutkan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut: ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Batasan di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat garis batas nyata wilayah pesisir. Batas tersebut hanyalah garis khayal yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Ditempat yang landai garis batas ini dapat berada jauh dari garis pantai, dan sebaliknya untuk wilayah pantai yang terjal. Pengertian tersebut mengindikasikan terjadinya interaksi antar ekosistem perairan pesisir sehingga memunculkan kekayaan potensi habitat pesisir yang beragam. Namun demikian, kondisi hidup habitat pesisir seperti ini berpotensi mudah mengalami kerusakan akibat kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  Menurut Dahuri (2001), terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore). Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa wilayah pesisir mempunyai dua karateristik, yaitu sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan lautan dan sebagai tempat hidup beragam ekosistem yang saling berinteraksi sehingga memungkinkan dapat diakses dengan mudah oleh aktivitas manusia. Masyarakat yang tinggal pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil disebut masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir dimaksud adalah nelayan, pembudidaya, pemasar ikan, pengolah hasil laut, dan masyarakat pesisir lainnya yang menggantungkan kehidupannya dari sumber daya kelautan dan perikanan. Adapun ciri-ciri yang dipantulkan komunitas atau masyarakat pesisir di Indonesia adalah: 1) Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tergantung pada alam laut.

  Ketergantungan masyarakat pesisir terhadap alam laut itu dalam bentuk fisik maupun emosional sesuai dengan kondisi alam yang mempengaruhinya. Masyarakat pesisir dengan demikian menggantungkan hidupnya dengan cuaca, iklim dan pergantian musim terutama masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  2) Masyarakat pesisir sangat tergantung pada sumber daya energi yang murah dan konvensional untuk dapat menggali kekayaan alam laut yang merupakan tempat pencaharian kebutuhan hidup. 3) Masyarakat pesisir sangat tergantung pada modal tunai untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama untuk modal kegiatan pelayanan dan konsumsi. 4) Masyarakat pesisir sangat tergantung kepada pihak lain baik secara individu maupun berkelompok dalam sistem jaringan kerja, baik penangkapan ikan, jasa pelelangan ikan maupun terhadap para pemilik modal.

  5) Masyarakat pesisir sangat membutuhkan program-program pemberdayaan yang dapat mengeluarkan masyarakat pesisir dari jerat kehidupan yang sangat tajam dan tidak mengenal kompromi. (Suwardi Lubis, 2010)

2.1.1. Pengertian Potensi Pesisir dan Permasalahannya

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), potensi diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Oleh karena wilayah pesisir memiliki kekayaan sumberdaya alam dan manusia (generasi muda) yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, maka potensi pesisir dapat diartikan sebagai segala sumberdaya alam dan manusia pesisir yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan bagi kesejahteraan hidup masyarakat pesisir.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  Pengembangan dimaksud dapat dilakukan melalui suatu proses pembangunan yang memanfaatkan segala potensi pesisir. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga kelompok: (1) sumberdaya dapat pulih (renewable resources), (2) sumberdaya tak dapat pulih (non-renewable

  resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan (environmental services) (Dahuri et al., 2001).

  Seperti terjadi pada wilayah lainnya, pemanfaatan potensi pesisir dalam pembangunan wilayah pesisir juga tidak luput dari masalah, khususnya sumberdaya pesisir yang dapat pulih. Secara garis besar, gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia meliputi: pencemaran, degradasi fisik habitat, over-eksploitasi sumber daya alam, abrasi pantai, konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya, dan bencana alam. Keberadaan masalah tersebut menyebabkan potensi wilayah pesisir tidak dapat digunakan sesuai dengan mutu dan fungsinya untuk kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat pesisir. Berdasarkan gambaran Poverty Headcount Index, 32 % masyarakat pesisir tergolong miskin. Dari data penduduk, sebanyak 16.420.000 jiwa masyarakat Indonesia hidup di 8.090 desa pesisir, sebagian masih tergolong miskin (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012).

  Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia, yang merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km (Dahuri et al. 2001). Garis pantai yang panjang ini

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan non hayati. Potensi hayati misalnya: perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang, sedangkan potensi nonhayati misalnya: mineral dan bahan tambang serta pariwisata. Oleh karena itu sungguh ironi sekali dengan banyaknya potensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir namun kondisi ekonomi masyarakat pesisir masih banyak yang berada dibawah garis kemiskinan. Menurut Kusnadi (2002), perangkap kemiskinan yang melanda kehidupan nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim-musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, modal serta akses, jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, tetapi juga disebabkan oleh dampak negatif modernisasi perikanan yang mendorong terjadinya pengurasan sumber daya laut secara berlebihan. Hasil-hasil studi tentang tingkat kesejahteraan hidup dikalangan masyarakat nelayan, telah menunjukkan bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi atau ketimpangan pendapatan merupakan persoalan krusial yang dihadapi nelayan dan tidak mudah untuk diatasi.

  Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat di hasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan hanya menggunakan cara yang tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaha nelayan terhadap teknologi (Kusnadi, 2000). Selain itu boros dan malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskinan nelayan. Padahal kultur nelayan jika dicermati justru memiliki etos kerja yang handal. Bayangkan mereka pergi subuh pulang siang, kemudian menyempatkan waktunya pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Memang ada sebagian nelayan yang mempunyai kebiasaan dan budaya boros dan hal tersebut menyebabkan posisi masyarakat miskin semakin lemah.

  Masalah pemasaran hasil tangkapan juga terkadang dapat merepotkan masyarakat pesisir. Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran. Dengan demikian, masalah sosial ekonomi yang terdapat pada kehidupan nelayan antara lain adalah: a) Rendahnya tingkat pendidikan,

  b) Miskin pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pekerjaannya,

  c) Kurangnya tersedia wadah pekerjaan informal dan

  d) Kurangnya daya kreativitas, serta e) Belum adanya perlindungan terhadap nelayan dari jeratan para tengkulak.

  Smith (1979) yang mengadakan kajian pembangunan perikanan di berbagai Negara Asia serta Anderson (1979) yang melakukannya di negara-

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  negara Eropa dan Amerika Utara tiba pada kesimpulan, bahwa kekakuan aset perikanan (fixity and rigidity of fishing assets) adalah alasan utama kenapa nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan kemiskinan dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan itu. Kekakuan aset tersebut adalah karena sifat asset perikanan yang begitu rupa sehingga sulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi kepentingan lain.

  Akibatnya pada saat produktivitas aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk mengalih fungsikan atau melikuidasi aset tersebut.

  Karena itu, meskipun rendah produktivitas, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhnya tidak lagi efisien secara ekonomis.

  Subade and Abdullah (1993) mengajukan argumen lain yaitu bahwa nelayan tetap tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity

  cost mereka. Opportunity cost nelayan, menurut definisi, adalah kemungkinan

  atau alternatif kegiatan atau usaha ekonomi lain yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien. Ada juga argumen yang mengatakan bahwa opportunity cost nelayan, khususnya di negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata pencahariannya. Dengan demikian apa yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  Panayotou (1982) mengatakan bahwa nelayan tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan itu (preference for

  a particular way of life). Pendapat Panayotou (1982) ini dikalimatkan oleh

  Subade dan Abdullah (1993) dengan menekankan bahwa nelayan lebih senang memiliki kepuasaan hidup yang bisa diperolehnya dari menangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan. Karena way of life yang demikian maka apapun yang terjadi dengan keadaannya, hal tersebut tidak dianggap sebagai masalah baginya. Way of life sangat sukar dirubah. Karena itu meskipun menurut pandangan orang lain nelayan hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupan itu.

  Sosial ekonomi masyarakat nelayan dilihat dari kehidupan masyarakat terkait dengan penambahan pendapatan hidup mereka untuk peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan. Jika mengkaji dari segi sosial budaya masyarakat nelayan, kita menilai kehidupan masyarakat terkait dengan budaya atau adat istiadat yang mereka miliki dalam kehidupan.

2.1.2. Pengembangan Wilayah

  Pengembangan adalah upaya memajukan, memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Pengertian pengembangan berbeda dengan pengertian pembangunan, namun dalam aktualisasinya tidak mudah membedakan kedua pengertian tersebut. Oleh karena itu pada hakekatnya pengertian pengembangan sudah termasuk dalam pengertian pembangunan (Jayadinata, 1992 dalam Ventina

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  2006).

  Pengembangan wilayah selanjutnya dapat didefinisikan sebagai upaya menata ruang dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sukirno (2000) membedakan wilayah atas tiga pengertian yaitu :

  1. Wilayah homogen, yaitu dimana kegiatan ekonomi yang berlaku di berbagai pelosok ruang mempunyai sifat yang sama, antara lain ditinjau dari segi pendapatan perkapita dari segi struktur ekonomi.

  2. Wilayah modal, merupakan suatu wilayah sebagai ruang ekonomi dikuasai oleh beberapa pusat kegiatan ekonomi.

  3. Wilayah administrasi, yaitu suatu wilayah yang didasarkan atas pembagian administrasi Pemerintahan.

  Selanjutnya Anwar (1999) dalam Priyanto (2010) menyatakan bahwa pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

2.2. Pembangunan

2.2.1. Pembangunan Kualitas Manusia

  Menurut Brian dan White dalam Widodo, menyatakan ada 4aspek yang terkandung dalam pembangunan kualitas manusia sebagai sebagai upaya peningkatan kapasitas mereka :

  1. Pembangunan harus memberikan penekanan pada kapasitas kepada apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tersebut serta energi yang diperlukan.

  2. Pembangunan harus menekankanpada pemerataan (equity) perhatian yang tidak merata pada masyarakat, akan memecahkan masyarakat dan akan menghancurkan kapasitas mereka.

  3. Pembangunan mengandung arti pemberian kuasa dan wewenang yang lebih besar pada rakyat. Hal pembangunan baru cukup bermanfaat bagi masyarakat bila mereka memiliki wewenang yang sepadan. Pembangunan harus mengandung upaya peningkatan wewenang pada kelompok masyarakat lemah. Koreksi terhadap keputusan-keputusan yang tidak adil tentang alokasi hanya dapat dilakukan bila kelompok lemah ini mempunyai wewenang yang sangat besar.

  4. Pembangunan mengandung kelangsungan perkembangan (sustainable) dan interdependensi di antara Negara-negara dunia. Karena konsep kelangsungan dan kelestarian pembangunan, kendala sumber daya yang bterbatas dan langka akan menjadi pertimbangan pertama dalam upaya peningkatan kapasitas. Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan suatu usaha untuk mengatasi ketidak berdayaan individu dan masyarakat, mengatasi adanya perasaan inpotensial emosional dan sosial dalam menhadapai masalah dan meningkatkan kemampuan mengambil keputusan yang menyangkut dirinya sendiri dan memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Pemberdayaan adalah peningkatan potensi atau daya individu dan masyarakat

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  atas dasar aspirasi dan kebutuhannya dan bertumpuh pada kemampuan dan perkembangan individu dan masyarakat yang bersngkutan.

2.2.2. Paradigma Pembangunan Kualitas Manusia

  Menurut Widodo, untuk dapat memberdayakan sumberdaya manusia dapat digunakan salah satu paradigma yang disebut dengan paradigma pembanguna yang bertumpuh pada manusia. Paradigma yang bertumpuh pada manusia ini, memberikan peran individu bukan sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek (pelaku) yang menentukan tujuan, menguasai sumber- sumber, mengarahkan proses menentukan hidup mereka. Karenanya paradigma pembangunan yang dipusatkan pada kepentingan rakyat sebagai lawan bagi pembangunan yang berpihak pada produksi dan akumulasi. Pokok pikiran dari paradigma pembangunan yang bertumpuh pada manusia, dijadikan tumpuan dari pengelolaan sumber daya local yang disebut dengan community based resources management (CBRM). CBRM merupakan sosok manajemen pembangunan yang mencoba menjawab tantangan yaitu kemiskinan, memburuknya lingkungan hidup, dan kurangnya partisipasi masyarakat didalam proses pembangunan yang menyangkut dirinya. CBRM merupakan mekanisme perencanaan “ people centered development” yang menekankan pada teknologi social learning, dan strategi perumusan program yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengaktualisasikan diri (empowerment)

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

2.2.3. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

  Paradigma pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu digandeng dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh development).

  World Commission on Environment and Development (1987), adalah ”pembangunan

  untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhannya”. Konsep pembangunan yang berkelanjutan tersebut telah menjadi kesepakatan hampir seluruh bangsa-bangsa di dunia sejak KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992.

  Menurut (Dahuri et al., 2001), secara ekologis terdapat empat persyaratan utama yang menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan yaitu: (1) keharmonisan spasial, (2) pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan berkelanjutan, (3) membuang limbah sesuai kapasitas asimilasi lingkungan dan (4) mendesain dan membangun prasarana dan sarana sesuai karakteristik serta dinamika ekosistem pesisir dan lautan.

2.3. Definisi Kesejahteraan

  Tingkat kesejahteraan dapat didefinisikan sebagai kondisi agregat dari kepuasan individu-individu. Pengertian dasar itu mengantarkan kepada pemahaman kompleks yang terbagi dalam dua arena perdebatan. Pertama adalah apa lingkup dari substansi kesejahteraan. Kedua adalah bagaimana intensitas substansi tersebut bisa direpresentasikan secara agregat.

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  Meskipun tidak ada suatu batasan substansi yang tegas tentang kesejahteraan, namun tingkat kesejahteraan mencakup pangan, pendidikan, kesehatan, dan seringkali diperluas kepada perlindungan sosial lainnya seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua, keterbebasan dari kemiskinan, dan sebagainya.

  Ada banyak definisi dan konsep yang berbeda tentang kesejahteraan atau “well-being”. Misalnya, dapat dikatakan kesejahteraan seseorang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan komoditas secara umum; seseorang dikatakan mampu (memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik) jika dia memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menggunakan sumber daya yang dimilikinya (kekayaan). Selain itu, dapat diukur juga dari kemampuan untuk memperoleh jenis barang-barang konsumsi tertentu (misalnya makanan dan perumahan). Seseorang yang kurang mampu untuk andil (berfungsi) dalam masyarakat mungkin memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah (Sen, 1983) atau lebih rentan (vulnerable) terhadap krisis/gejolak ekonomi dan cuaca. Jadi dalam konteks ini, kesejahteraan dapat berarti adanya kemampuan memenuhi kebutuhan komoditas secara umum (yakni adanya daya beli terhadap sekelompok pilihan komoditas (Watts, Harrold W 1968) atau jenis konsumsi tertentu (misalnya kecukupan konsumsi makanan) yang dirasa sangat essensial/perlu untuk memenuhi standar hidup dalam masyarakat, maupun dalam arti adanya kemampuan untuk andil/berfungsi dalam masyarakat.

  Tentunya ada konsep lain dari kesejahteraan yang melebihi konsep kemiskinan (poverty), baik diukur melalui dimensi moneter maupun non- moneter. Misalnya, ketimpangan. Ketimpangan menitikberatkan pada distribusi

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  dari atribut/variable terukur (misalnya pendapatan dan pengeluaran) terhadap seluruh penduduk. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa posisi relatif dari inidividu rumah tangga dalam masyarakat merupakan aspek penting dari kesejahteraan mereka. Tingkat ketimpangan secara keseluruhan dalam suatu negara, wilayah atau kelompok penduduk, baik dalam bentuk dimensi moneter maupun non-moneter, juga merupakan indikator yang dapat menggambarkan secara ringkas tentang tingkat kesejahteran dalam kelompok tersebut. Hal ini yang perlu dicatat dari bahasan tentang kesejahteraan yaitu kerentanan

  (vulnerability). Kerentanan didefinisikan sebagai peluang atau fisik menjadi miskin atau jatuh menjadi lebih miskin pada waktu-waktu mendatang.

  Kerentanan merupakan dimensi kunci dari kesejahteraan karena kerentanan berakibat pada perilaku individu (dalam bentuk investasi, pola produksi, strategi penanggulangan) dan persepsi dari kondisi mereka sendiri.

  Menurut Bank Dunia (Wolrd Bank 2000), “poverty is pronounced

  derivation in well being”, dimana kesejahteraan dapat diukur dari kekayaan

  yang dimiliki seseorang, kesehatan, gizi, pendidikan, asset, perumahan, dan hak-hak tertentu dalam masyarakat tertentu seperti kebebasan berbicara.

  Kemiskinan juga berarti kurangnya kesempatan/peluang, ketidakberdayaan, dan kerentanan. Kemiskinan benar-benar masalah multi-dimensi yang memerlukan kebijakan dan program intervensi multi-dimensi pula agar kesejahteraan individu meningkat sehingga membuatnya terbebas dari kemiskinan.

  Dengan kata lain lingkup substansi kesejahteraan seringkali dihubungkan dengan lingkup kebijakan sosial. Sebagai atribut agregat,

  Kajian Perencanaan Pengembangan Pendapatan Ekonomi Masyarakat Kepulauan Kabupaten Kepulauan Sitaro - 2016

  kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat kompleks atas suatu lingkup substansi kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan bersifat kompleks karena multi-dimensi, mempunyai keterkaitan antardimensi dan ada dimensi yang sulit direpresentasikan. Kesejahteraan tidak cukup dinyatakan sebagai suatu intensitas tunggal yang merepresentasikan keadaan masyarakat, tetapi juga membutuhkan suatu representasi distribusional dari keadaan itu.

  Penentuan batasan substansi kesejahteraan dan representasi kesejahteraan menjadi perdebatan yang luas. Perumusan tentang batasan tersebut seringkali ditentukan oleh perkembangan praktik kebijakan yang dipengaruhi oleh ideologi dan kinerja negara yang tidak lepas dari pengaruh dinamika pada tingkat global. Meskipun penentuan lingkup substansi kesejahteraan tidak mudah, namun berbagai penelitian awal mengenai kesejahteraan secara sederhana menggunakan indikator output ekonomi per kapita sebagai produksi tingkat kesejahteraan.

  Pada perkembangan selanjutnya, output ekonomi perkapita digantikan dengan pendapatan perkapita. Output ekonomi perkapita dipandang kurang mencerminkan kesejahteraan masyarakat karena output ekonomi lebih mencerminkan nilai tambah produksi yang terjadi pada unit observasi, yaitu negara atau wilayah. Nilai tambah itu tidak dengan sendirinya dinikmati seluruhnya oleh masyarakat wilayah itu, bahkan mungkin sebagian besar ditransfer ke wilayah pemilik modal yang berbeda dengan wilayah tempat berlangsungnya proses produksi.

  Menanggapi kritik terhadap penggunaan output ekonomi perkapita, maka pendapatan rumah tangga digunakan sebagai produksi kesejahteraan karena