BAB II TUGAS DAN FUNGSI PENYIDIK POLRI DALAM PENEGAKAN HUKUM A. Tugas dan Fungsi Polri Secara Umum - Analisa Pertanggung Jawaban Penyidik Polri Dalam Kaitan Terhadap Terjadinya Salah Tangkap Atau Error In Persona

BAB II TUGAS DAN FUNGSI PENYIDIK POLRI DALAM PENEGAKAN HUKUM A. Tugas dan Fungsi Polri Secara Umum Kepolisian adalah suatu institusi yang memiliki ciri universal yang dapat

  ditelusuri dari sejarah lahirnya polisi baik sebagai fungsi maupun organ. Pada awalnya polisi lahir bersama masyarakat untuk menjaga sistem kepatuhan (konformitas) anggota masyarakat terhadap kesepakatan antar warga masyarakat itu sendiri terhadap kemungkinan adanya tabrakan kepentingan, penyimpangan perilaku dan perilaku kriminal dari masyarakat. Ketika masyarakat bersepakat untuk hidup di dalam suatu negara, pada saat itulah polisi dibentuk sebagai lembaga formal yang disepakati untuk bertindak sebagai pelindung dan penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat atau yang disebut sebagai fungsi “Sicherheitspolitizei”. Kehadiran polisi sebagai organisasi sipil yang dipersenjatai agar dapat memberikan efek pematuhan

   (enforcing effect).

  Tugas, peran dan fungsi kepolisian suatu Negara selalu berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangannya itu dipengaruhi oleh banyak hal.Beberapa diantaranya adalah lingkungan, politik, ketatanegaraan, ekonomi maupun social budaya.Begitu pula dengan tugas, peran dan fungsi kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

  Dari masa berdirinya Polri sebagaimana disahkan dalam Undang - Undang Dasar 23 Bibit Samad Rianto, Pemikiran Menuju POLRI yang Professional, Mandiri, Berwibawa,

  (UUD) tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan sekarang, tugas, peran dan fungsinya mengalami perkembangan. Apabila dahulu pada masa awal disahkannya kepolisian nasional disamping melaksanakan tugas rutin kepolisian juga secara aktif ikut dalam perang mempertahankan kemerdekaan, maka pada saat sekarang ini berdasarkan Undang - Undang No 2 tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Pasal 2 merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

   pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

  Fungsi Kepolisian yang tercantum dalam Undang-undang tidak terlepas dari fungsi hukum dimana didalam dasar dari adanya Undang-undang tersebut yaitu

  

  tujuan pokok dari hukum yang dapat direduksi hal yaitu: 1.

  Ketertiban Ketertiban adalah tujuan utama dari hukum. Ketertiban merupakan syarat utama untuk suatu masyarakat yang ingin teratur. Pembangunan hanya dapat dilakukan di dalam masyarakat yang teratur. Disamping ketertiban ialah tercapainya keadilan. Keadilan tidak mungkin ada tanpa ketertiban. Untuk mencapai ketertiban perlu terciptanya kepastian dalam pergaulan.

  24 diakses pada hari senin14 januari 2013 pukul 15.30 25 B.Simanjuntak, Hukum Acara Pidana dan Tindak Pidana, Tarsito, bandung, 1982, halaman

2. Alat pembaharuan masyarakat

  Dengan menciptakan Undang-undang maka dapat diciptakan pembaharuan sikap dan cara berfikir. Justru hakekat daripada pembangunan adalah pembaharuan sikap hidup. Tanpa sikap dan cara berfikir yang berubah maka pengenalan lembaga modern dalam kehidupan tak akan berhasil. Usaha berubah cara berfikir dalam jual beli yang sifatnya riel kearah berfikir yang konsensual diciptakanlah undang-undang pokok agraria. Menghentikan cara berfikir magis di Kalimantan seperti “mengayu”di larang melalui KUHP. Melarang perbudakan di Amerika (masalah hak sipil negro) diciptakan Undang-undang New deal.

  Melihat daripada fungsi hukum diatas maka bila ada hukum, undang-undang yang tidak menciptakan ketertiban berarti undang-undang itu kehilangan fungsinya.

  Hukum demikian harus ditiadakan, dihapus. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan daripada nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain hukum undang-undang sebagai kaidah sosial dalam masyarakat bahkan dapat dikatakan hukum, undang-undang itu merupakan pencerminan daripada nilai-nilai yang berlaku dalm masyarakat. Nilai itu tidak lepas dari sikap dan sifat yang dimiliki orang-orang yang menjadi anggota masyarakat yang

   sedang membangun itu.

  Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya diseluruh wilayah Negera Republik Indonesia atau yang dianggap sebagai wilayah negara republik Indonesia tersebut dapat berjalan dengan efektif dan effisien, maka wilayah Negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

  Sebagaimana yang ditentukan dalam Peaturan Pemerintah wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang

   Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya.

  Berdasarkan Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2002 Bab 3 Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2.

  Menegakkan hukum dan; 3. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat

  Pasal 14, dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

  b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

  d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; 27

   diakses pada e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

  f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Pasal 15 dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

  pasal 13 dan 14, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :

  a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

  b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratuf kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

  h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti; j. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan/ atau surat keterangan yang di perlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

  Tugas Kepolisian berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 16 adalah:

  1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: a.

  Melakukan penangkapan , penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b.

  Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c.

  Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d.

  Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakn serta memeriksa tanda pengenal diri; e.

  ‘melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g.

  Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h.

  Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k.

  Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum;dan l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

  2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf I adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika meemenuhi syarat berikut ini: a.

  Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c.

  Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa dan e. Menghormati hak asasi manusia.

  Lembaga kepolisian merupakan lembaga yang harus tetap berdiri tegak sekalipun negara runtuh, pemerintahan atau rezim jatuh atau untuk mengamankan warga masyarakat dari ekses-ekses yang mengancam jiwa, raga, dan harta bendanya. Bahkan pada saat negara negara diduduki tentara asing polisi tetap menjalankan tugasnya yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Polisi adalah subordinasi dari masyarakatnya, dimana masyarakat menjadi titik awal dan titik akhir pengabdian polisi.

28 Bermacam bentuk tindakan dan wewenang yang diberikan undang-undang

  kepada penyidik dalam rangka pembatasan kebebasan dan hak asasi seseorang. Mulai dari bentuk penangkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan. Tapi harus diingat, semua tindakan penyidik yang bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan pembatasan hak asasi seseorang, adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi “demi untuk kepentingan pemeriksaan”, dan “benar-benar sangat diperlukan sekali”. Jangan disalahgunakan dengan cara yang terlampau murah, sehingga setiap langkah tindkan yang dilakukan penyidik, langsung menjurus ke arah penangkapan

   atau penahanan.

  Pelaksana penegakan hukum tidak hanya Criminal justice system (CJS) atau Catur Wangsa atau Panca Wangsa (termasuk Lembaga Pemasyarakatan), tetapi juga melibatkan pemerintahan (baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah termasuk instansi pemerintah dan TNI) serta masyarakat pada umumnya (baik secara perseorangan maupun secara berkelompok) sesuai dengan peran mereka masing-

   masing.

B. Tugas dan Fungsi Polri dalam Penegakan Hukum

  Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai

   btahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup.

  Masalah penegakan hukum pada umumnya, termasuk di Indonesia mencakup tiga hal penting yang harus diperhatikan dan dibenahi, yaitu kultur masyarakat tempat 29 30 M. Yahya Haharap, Op,.cit, halaman 157 31 Bibit Samad Rianto, Op,.cit, halaman 45 Soerjono Soekanto, Beberapa permasalahan Hukum dalam Kerangka pembangunan di

  dimana nilai-nilai hukum akan ditegakkan, struktur para penegak hukumnya dan terakhir substansi hukum yang akan ditegakkan. Disampingkan itu untuk mencegah tindakan main hakim sendiri kepada masyarakat harus secara kontinyu diberikan penyuluhan hukum agar taat hukum walaupun kemungkinan terjadinya tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat itu juga sebagai dampak dari lemahnya penegakan

   hukum.

  Masalah penegakan hukum akan selalu terjadi sepanjang kehidupan manusia itu ada, semakin tumbuh dan berkembang manusia maka masalah penegakan hukum pun semakin bermacam-macam yang terjadi. Bicara tentang penegakan hukum tentunya tidak bisa lepas dari soal aparat yang menempati posisi strategis sebagai penegak hukum yaitu Polisi Jaksa dan Hakim yang terbatas pada masalah

   profesionalitas.

  Kepolisian di dalam Undang-undang No. 2 tahun 2002 Pasal 2 yang merupakan fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

  Konsep negara hukum, bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya suatu wewenang yang harus bersumber dari 32 Moh. Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum dan Pidana khusus,

  Liberty, Yogyakarta, 2009, halaman 32 33 Barda Nawawi Arief, Masalah penegakan hukum dan kebijakan penanggulangan

  peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga di dalam suatu Negara Hukum penerapan asas asas Legalitas menjadi salah satu prinsip utama yang menjadi dasar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama bagi Negara-negara hukum yang menganut system civil Law (Eropa Kontinental). Dengan demikian setiap penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi yakni suatu kewenangan

   yang diberikan oleh Undang-undang.

  Wewenang kepolisian yang diperoleh secara atributif, yakni wewenang yang dirumuskan dalam pasal peraturan undang-undangan seperti wewenang kepolisian yang dirumuskan Pasal 30 ayat (4) Undang-undang Dasar, Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dan lain-lain. Berdasarkan wewenang atributif tersebut kemudian dalam pelaksanaannya lahir wewenang delegasi dan wewenang mandat, yakni pemberian wewenang dari satuan atas kepada satuan bawah (berupa mandat), maupun pendelegasian kepada bidang-bidang lain di luar struktur.

  Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu penyelenggara kegiatan pemerintahan di bidang penegakan hukum yang melindungi dan mengayomi masyarakat tidaklah memiliki tugas yang ringan, karena ruang lingkup tugas kepolisian sangat luas yakni seluruh masyarakat, dan perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan terhadap masyarakat di segala bidang, termasuk pelayanan kepolisian terhadap masyarakat.

35 Tata cara penyelidikan adalah:

  Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang kitab Undang- undang Hukum acara Pidana (KUHAP) maka wewenang yang diberikan Undang- undang ini kepada aparat kepolisian adalah kewenangan dalam hal melaksanakan tugas sebagai penyelidik dan penyidik.

  Penyelidikan dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

   1.

  Penyelidik dalam melakukan penyelidikan wajib menunjukkan tanda pengenalnya. Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan. Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut diatas, penyelidik wajib membuat berita acara dan 35 Mahmud Mulyadi Op,.cit, halaman 40 36 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, hukum acara Pidana dalam teori dan praktek,

  melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.

  Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu atau penyelidik.

  Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catataan dalam laporan atau pengaduan tersebut. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenalnya.

  2. Penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi, petunjuk oleh penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi, dan diberi petunjuk oleh penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia. Dapat dikatakan bahwa penyelidik adalah polisi terdepan atau paling utama yang ditugaskan untuk melakukan tugas mengungkapkan suatu tindak pidana, dalam

  KUHAP tidak ditentukan pangkat dari polisi yang bertugas melakukan penyelidikan. Tetapi dari ketentuan di atas dan ketentuan Peraturab Pemerintah No. 27 Tahun 1983

  Pasal 2, kita dapat mengambil patokan bahwa penyelidik adalah polisi yang berpangkat di bawah pembantu letnan dua, atau jika di suatu tempat tidak ada pejabat penyidik berpangkat pembantu letnan dua melainkan hanya berpangkat bintara, maka

   penyelidik adalah berpangkat di bawah bintara.

  KUHAP dalam ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil terteentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Dan kemudian menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan setelah adanya tahap penyelidikan terlebih dahulu yaitu serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang.

  Ini berarti semua pegawai kepolisian negara tanpa kecuali telah dilibatkan di dalam tugas-tugas penyelidikan, yang pada hakikatnya merupakan salah satu bidang tugas dari sekian banyak tugas-tugas yang ditentukan di dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang ada hubungannya yang erat dengan tugas-tugas yang lain, yakni sebagai satu keseluruhan upaya para penegak hukum untuk membuat seseorang pelaku dari suatu tindak pidana itu harus

   mempertanggungjawabkan perilakunya menurut hukum pidana di depan hakim.

  Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas penyelidikan seperti yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undang, sudah barang tentu perlu benar-benar memahami tentang dasar-dasar pemikiran dari pembentuk undang-undang mengenai pembentukan dari Undang-undang Hukum Acara Pidana yang harus mereka 38 P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP,menurut ilmu pengetahuan tegakkan, seperti asas-asas yang dimiliki oleh hukum acara pidana itu sendiri, kewajiban dan wewenang yang mereka punyai, batas-batas dari penggunaan wewenang yang mereka punyai, dan batas-batas dari penggunaan wewenang yang mereka miliki. Semua hal ini mempunyai hubungan yang erat dengan putusan kehendak dari pembentuk undang-undang untuk memberikan pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia dan untuk adanya ketertiban dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan

  

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

  Penyidikan perkara dilakukan oleh pejabat-pejabat kepolisian tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KUHAP bahwa: Penyidik adalah: a.

  Pejabat polisi Negara Republik Indonesia; b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU.

  Istilah penyidikan sinonim dengan pengusutan, merupakan terjemahan dari

  

  istilah Belanda Osporing atau dalam bahasa inggrisnya Investigation. Penyidik berasal dari kata sidik, yang berarti terang dan bekas. Maksudnya penyidikan membuat terang atau jelas dan penyidikan berarti mencari bekas-bekas kejahatan.

  39 40 Ibid , halaman 47-48 Djoko Prakoso,Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum , PT Bina Aksara,

  Bertolak dari kedua kata terang dan bekas arti kata sidik itu, maka penyidikan artinya

   membuat terang kejahatan.

  Jika ditinjau dari sistem hukum acara sebelum Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dimaksud dengan penyidikan adalah merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, yang dilakukan setelah diketahui olehnya akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak

   pidana.

  Tidak dapat dielakkan, betapa pentingnya peran penegak hukum sebagai pagar penjaga yang mencegah dan memberantas segala bentuk penyelewengan atau tingkah laku menyimpang, baik di pemerintahan maupun dalam kehidupan masyarakat dan bangsa kita. Tetapi dari pengalaman dan pengamatan yang ada, sangatlah berlebihan kalau longgarnya simpul moral itu hanya bersumber dan terbatas pada penegak hukum. Begitu pula anggapan seolah-olah segala sesuatu akan

   menjadi baik apabila penegak hukum telah baik.

  Penyidik tidak boleh melakukan penyidikan, penahanan, ataupun penyitaan seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yakni apabila

  41 R. Soesilo, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminil,Politeia,Bogor, 1996 halaman

  17 42 Djoko Prakoso, Penyidik Penuntut Umum Dan Hakim dalam Proses Hukum Acara Pidana, PT Bina Aksara, Jakarta, 1987, halaman 8 43 Sholeh so’an, moral penegak hukum di indonesia,(pengacara, hakim, polisi, jaksa), agung ia tidak ingin disebut telah melakukan tindakan-tindakan yang bersifat melawan

   hukum.

  Tidak dapat disangkal lagi kebenarannya bahwa perbuatan-perbuatan menyelidik, menyidik, dan menuntut menurut hukum pidana bersifat hukum publik.

  Ini berarti untuk menyelidik dan menyidik seseorang yang disangka telah melakukan sesuatu tindak pidana, para penyelidik dan penyidik pada dasarnya dapat melaksanakan kewajiban mereka dengan tidak digantungkan pada adanya suatu laporan atau suatu permintaan dari seseorang yang telah merasa dirugikan oleh

   sesuatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh orang lain.

  Agar pelaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penyelidik maka penyelidik memiliki fungsi dan wewenang sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 KUHAP yang meliputi : a.

  Menerima laporan dan pengaduan Setiap laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang kepada penyelidik, maka penyelidik memiliki hak dan kewajiban untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Prinsip setiap laporan atau pengaduan yang disampaikan kepada penyelidik wajib diterima dan berwenang untuk menanganinya baik hal itu yang bersifat pemberitahuan biasa atau laporan, maupun yang bersifat delik aduan, yang dimaksud dengan pengaduan ialah adanya tuntutan (permintaan ) dari seseorang yang 44 P.A.F Lamintang, Theo Lamintang, Op,.cit, halaman 34 menderita kerugian atas perbuatan kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang

   terhadap dirinya, agar terhadap orang tersebut dapat diambil tindakan hukum.

  Menurut ketentuan Pasal 103 ayat (1), apabila penyelidik menerima laporan atau pengaduan harus segera melakukan penyelidikan yang diperlukan, baik hal itu atas dasar pengetahuannya sendiri maupun berdasarkan laporan atau pengaduan, penyelidik harus segera melakukan tindakan yang diperlukan.

  b.

  Mencari keterangan dan barang bukti Tujuan dari penyelidikan dimaksudkan sebagai langkah pertama atau sebagai bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan, guna mempersiapkan semaksimal mungkin fakta, keterangan, dan bahan bukti sebagai landasan hukum untuk memulai penyidikan. Penyelidikan sangat penting untuk dilakukan , karena jika penyidikan dilakukan tanpa disertai persiapan dan landasan hukum yang memandai yang berasal dari proses penyelidikan maka tindakan penyidikan yang dilakukan bertentangan

   dengan hukum dan dapat terjadi suatu tindakan pra peradilan.

  c.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 5 KUHAP, penyelidik memiliki kewajiban dan wewenang untuk menyuruh berhenti orang yang dicurigai.

  Untuk menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, hal ini dilakukan karena dalam rangka melakukan tugas penyelidikan tidak mungkin penyelidik tidak mengetahui identitas seseorang. Terhadap pelaksanaan wewenang ini, penyelidik 46 R. Atang Ranoemihardja, Hukum Acara Pidana, Tarsito,Bandung, 1976 halaman 35 tidak perlu memiliki surat perintah khusus atau dengan surat apapun, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 KUHAP.

  d.

  Tindakan lain menurut hukum Wewenang penyelidik untuk melakukan tindakan lain menurut hukum dalam melakukan penyelidikan tidak memiliki arti dan pengertian yang cukup jelas. Jika ditelaah dari penjelasan Pasal 5 ayat 1 huruf a butir 4, yang dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat: 1.

  Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum 2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan

  3. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya

4. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa 5.

  Menghormati hak asasi manusia e. Kewenangan berdasarkan perintah penyidik

  Tindakan dan kewenangan Undang-undang melalui penyelidik dalam hal ini lebih tepat merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik yang berupa:

  

  1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat 3.

  Mengambil sidik jari dan memotret seseorang 4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

  Selain wewenang tersebut, penyelidik juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan. Laporan hasil penyelidikan tersebut harus disampaikan secara tertulis oleh penyelidik, hal ini bertujuan sebagai pertanggungjawaban dan pembinaan pengawasan terhadap penyelidik.

  Penyelidikan merupakan tindakan, bukanlah suatu tindakan atau fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas

   kepada penuntut umum.

  Berdasarkan kewenangan tersebut dan untuk membantu memperlancar proses penyidikan maka seorang aparat kepolisian juga berwenang untuk melakukan: A. Penangkapan Wewenang yang diberikan kepada penyidik khusus nya yang diberikan oleh

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Teantang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sangatlah luas. Bersumber dari wewenang tersebut,penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang, selama masih berpijak pada suatu landasan hukum yang sah. Salah satu wewenang untuk melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana, dengan perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, ini berarti penyidik sekurang-kurangnya telah memiliki dan memegang sesuatu barang bukti, atau pada seseorang kedapatan benda/benda curian,

   atau telah mempunyai sekurang-kurangnya seorang saksi.

  Pasal 1 Ayat 20 KUHAP menjelaskan bahwa “ Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini”. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut diatas maka penangkapan merupakan suatu bentuk tindakan pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka untuk keperluan penyidikan atau penuntutan dengan tata cara yang diatur dalam KUHAP. Walaupun penangkapan adalah wewenang dari penyidik, bukan berarti penyidik

  

  dapat menangkap seseorang dengan sesuka hati. Penangkapan terhadap seorang 50 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, Op.cit, halaman 34 tersangka pelaku tindak pidana kejahatn harus berdasarkan alasan-alasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 KUHAP yaitu:

1. Seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana 2.

  Dugaan tersebut harus didasarkan bukti permulaan yang cukup.

  Dalam melakukan penangkapan, penyidik harus melakukan cara-cara yang diatur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 KUHAP yakni: a.

  Pelaksanaan penangkapan dilakukan petugas Kepolisian Negara republik Indonesia, namun berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat 2 KUHAP Jaksa Penuntut Umum memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan dalam kedudukannya sebagai penyidik.

  b.

  Petugas yang diperintahkan untuk melakukan penangkapan harus membawa surat tugas penangkapan, dan penyidik wajib menyerahkan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga tersangka agar demi adanya kepastian hukum terhadap keluarga tersangka. Kecuali dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana maka penyidik dapat melakukan penangkapan tanpa harus disertai surat perintah penangkapan dengan ketentuan penyidik harus segera menyerahkan pelaku yang tertangkap tangan kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

  Penangkapan terhadap seorang tersangka pelaku tindak pidana kejahatan memiliki batas waktu selama 1 (satu) hari, hal ini sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 19 ayat 1 KUHAP. Penangkapan yang dilakukan lebih dari satu hari dikatakan sebagai suatu pelanggaran hukum dan penangkapan dianggap tidak sah sehingga tersangka harus dibebaskan dengan segera. Tersangka, keluarga tersangka ataupun penasehat hukumnya dapat mengajukan praperadilan terhadap sah atau tidaknya penangkapan tersangka dan dapat menuntut ganti rugi.

  Penangkapan tidak boleh dilakukan terhadap tersangka tindak pidana pelanggaran sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 19 ayat 2 KUHAP, namun apabila tersangka tindak pidana pelanggaran tidak memenuhi panggilan penyidik selama 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah maka tersangka dapat ditangkap dan dibawa ke kantor polisi dengan paksa untuk dilakukan pemeriksaan.

  B. Penahanan Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang, sehingga penahanan merupakan suatu kewenangan penyidik yang sangat

  

  bertentangan dengan hak asasi manusia. Penahanan berkaitan erat dengan penangkapan karena seorang tersangka pelaku tindak pidana yang setelah ditangkap dan memenuhi persyaratan sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-undang, baru dapat dikenakan penahanan guna kepentingan pemeriksaan. Jadi penangkapan

   merupakan langkah awal dari perampasan kemerdekaan tersangka atau terdakwa.

  Penahanan seseorang yang dianggap telah menjadi tersangka dimaksudkan juga sebagai bahan-bahan pembuktian berupa orang, orang ini biasanya adalah yang melakukan perbuatan melanggar Hukum Pidana dan yang menjadi korban dari perbuatan itu sendiri, misalnya orang yang ditipu, dihina dianiaya, dan lain

   sebagainya (saksi).

  Menurut ketentuan Pasal 21 ayat 4 KUHAP tidak semua tersangka tindak pidana pelanggaran tidak dapat ditangkap dan ditahan karena menurut ketentuan ini penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka pelaku percobaan tindak pidana dan terhadap orang yang memberi bantuan untuk terjadinya suatu tindak pidana.

  Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang, sehingga penahanan merupakan suatu kewenangan penyidik yang sangat

  

  bertentangan dengan hak asasi manusia. Penahanan merupakan suatu wewenang yang tidak hanya dapat dilaksanakan oleh penyidik, tetapi juga dapat dilaksanakan oleh instansi penegak hukum lainnya yakni Penuntut Umum maupun lembaga peradilan. Pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan penahanan yang dapat dilakukan oleh beberapa instansi penegak hukum pengaturannya tidak terpisah dalam 53 54 Ratna Nurul Afiah, Op.cit, halaman 35-36 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung,

  1983, halaman 60 beberapa peraturan perundang-undangan tetapi diatur secara keseluruhan dalam KUHAP.

  Dasar hukum wewenang penyidik dalam melakukan penahanan adalah Pasal 7 ayat (1) huruf (d) KUHAP, Pasal 11 KUHAP, Pasal 20 ayat (1) KUHAP, Pasal 21 s/d

  24 KUHAP, Pasal 29 s/d 31 KUHAP, pasal 75 KUHAP dan Pasal 123 KUHAP Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 21 KUHAP, penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini.

  Dasar hukum inilah memberikan wewenang kepada seluruh instansi penegak hukum untuk melaksanakan penahanan yang tidak hanya terbatas dapat dilaksanakan oleh penyidik. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan penahanan penyidik harus disertai Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan oleh Kepala Kesatuan, atau pejabat yang ditunjuk selaku penyidik/penyidik pembantu atau pelimpahan wewenang dari penyidik dan surat tembusannya harus diserahkan kepada keluarga tersangka agar keluarga tersangka dapat mengontrol penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka serta memeriksa sah atau tidaknya penahanan. Sehingga jika tidak ada surat tugas pengantar kepada keluarga tersangka, maka tersangka berhak menolak untuk memenuhi perintah penangkapan. Surat itu demikian pentingnya dengan tujuan menegakkan hukum dan agar jangan terjadi penangkapan

   atau penahanan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

  Penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka semata-mata bertujuan untuk membantu mempelancar proses penyidikan, karena adanya kenyataan perlu dilakukan pemeriksaan penyidikan secara objektif. Hal ini penting agar tercapai suatu proses penyidikan yang tuntas dan sempurna sehingga hasil penyidikan tersebut dapat diteruskan kepada penuntut umum dan dijadikan sebagai dasar pemeriksaan didepan sidang peradilan.

  Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, ini berarti penyidik sekurang-kurangnya telah memiliki dan memegang sesuatu barang bukti, atau pada seseorang kedapatan benda-benda curian, atau telah mempunyai sekurang-

   kurangnya seorang saksi.

  Sebelum melakukan penahanan terhadap tersangka, penyidik harus terlebih dahulu alasan-alasan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. Dilakukannya kekeliruan dalam penahanan dapat mengakibatkan hal-hal fatal bagi penahanan, seperti dapat dilakukannya tuntutan ganti rugi sebagaimana yang diatur dalam Pasal

   95 KUHAP disamping dapat dilakukannya praperadilan. 56 57 Mohammad Taufik Makarao,Suhasril, OpCit, Halaman 34 Ibid Penahanan yang dilakukan penyidik harus didasari alasan sebagai berikut: 1. Alasan subjektif

  Penahanan dilakukan terhadap tersangka yang diduga keras berdasarkan bukti yang cukup melakukan atau percobaan melakukan atau pemberian bantuan dalam tindak pidana, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran nahwa tersangka : a.

  Akan melarikan diri b. Akan merusak atau menghilangkan barang bukti c. Akan mengulangi tindak pidana d. Akan mempengaruhi atau menghilangkan saksi 3. Alasan Objektif

  Penahanan hanya dapat dilaksanakan dalam hal tersangka melakukan: a. Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih b. Tindak pidana terhadap pasal-pasal tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf (b) KUHAP. Penahanan dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang ancaman hukumannya dibawah 5 tahun, dengan pertimbangan apabila tindak pidana yang dilakukan melanggar ketentuan pasal-pasal yang dianggap sangat mempengaruhi ketertiban di masyarakat pada umumnya dan ancaman terhadap keelamatan badan orang pada khususnya.

   Penahanan yang dilakukan penyidik terhadap tersangka tidak boleh dilakukan

  di sembarang tempat, tersangka harus ditahan ditempat tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ditinjau dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP, jenis penahanan yang dilakukan terhadap tersangka dapat berupa: a.

  Penahanan Rumah tahanan Negara Mengenai penahanan yang dilakukan terhadap tersangka pada rumah tahanan

  Negara hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 jo, Pasal 1 Peraturan menteri Kehakiman No.M.04.UM.01.06 tahun 1983 dimana ditentukan bahwa:

  1. Didalam Rutan ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri , Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

  2. Semua tahanan berada dan ditempatkan dalam Rutan tanpa kecuali, tetapitempat tahanan dipisahkan berdasarkan: a. Jenis kelamin 59 Yesmil Anwar& Adang, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjajaran, Bandung, 2009, b. Umur

  c. Tingkat Pemeriksaan Selain itu dalam peraturan Menteri Kehakiman tersebut diatur juga hak-hak tersangka yang pada intinya adalah sebagai berikut:

   a.

  Hak atas perawatan kesehatan b. Perawatan rutin dirumah sakit c. Pengobatan dalam keadaan terpaksa,bersifat mendadak d. Penjagaan dan pengawasan tahanan yang dirawat dirumah sakit e. Hak atas perawatan rohani antara lain fasilitas sarana pendidikan f. Larangan wajib kerja g.

  Hak mendapat kunjungan keluarga dan penasihat hukum.

  b. Penahanan Rumah Pelaksanaan penahanan rumah diberikan oleh pejabat yang berwenang/penyidik kepada tersangka dengan cara melakukan penahanan terhadap tersangka dirumah tinggal ataupun kediaman tersangka dan mendapat pengawasan dari penyidik.

  Mengenai tata cara pengawasan terhadap tersangka yang menjalani tahanan undang-undang sendiri tidak menentukan. Pengaturan pelaksanaan pengawasan terhadap tahanan rumah sepenuhnya tergantung pada kebijaksanaan pejabat yang bersangkutan. Pengawasan terhadap tersangka dilakukan berdasarkan kebutuhan dan menyangkut tindak pidana yang di sangkakan kepada tersangka, apakah harus dikawal dan diawasi secara terus menerus atau pengawasan nya dapat dilimpahkan kepada Kepala desa maupun kepada Ketua RT atau Ketua RW. Tujuan utama melakukan pengawasan adalah untuk menghindari terjadinya sesuatu yang menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan sidang

   pengadilan.

  Seorang tersangka yang sedang menjalani tahanan rumah diperbolehkan meninggalkan rumah tempat penahanannya,hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat 2 dan 3 KUHAP, dimana disebutkan bahwa “tersangka atau tedakwa hanya boleh keluar rumah dengan izin penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memberi perintah penahanan. Izin keluar rumah dimintakan dari pejabat penyidik, jika tahanan secara yuridis berada dalam tanggung jawabnya dan kalau yang memerintahkan penahan rumah itu hakim, izin keluar rumah harus atas persetujuan hakim yang

   bersangkutan.

  c.

  Penahanan kota Penahanan kota merupakan salah satu jenis penahanan yang dilakukan terhadap tersangka/terdakwa pada kota tempat kediaman tersangka/terdakwa.

  Pengertian kota meliputi wilayah desa, kampung, maupun dusun. Penahanan kota 61 Ibid merupakan suatu tindakan pengawasan yang dilakukan penyidik sama seperti penahanan rumah, tetapi yang membedakan penahanan kota ini adalah bahwa peengawasan yang dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa tidak dilakukan

   secara langsung.

  Pengawasan yang dilakukan secara tidak langsung terhadap tersangka/terdakwa tersebut dikarenakan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat

  3 KUHAP, undang-undang hanya memerintahkan kepada tersangka/terdakwa untuk wajib lapor pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Mengenai ketentuan waktu undang-undang tidak menentukan, untuk itu maka mengenai ketetapan waktu untuk melakukan wajib lapor, pelaksanaannya diserahkan berdasarkan kebijaksanaan

   pejabat yang melakukan penahanan kota.

  C.

  Penggeledahan Salah satu peraturan hukum yang membolehkan memasuki suatu rumah rumah atau pekarangan ini adalah Hukum Acara Pidana. Mudah dapat dimengerti, bahwa Pengusutan perkara pidana dalam mencari keterangan-keterangan seperlunya,memerlukan seringkali menginjak pekarangan atau memasuki rumah kediaman seorang tidak dengan izin yang berhak atas pekarangan dan /atau rumah itu. Tindakan pengusutan perkara pidana dengan maksud tersebut, lazim dinamakan

63 Ibid

  

  “penggeledahan”. Setiap kehidupan masyarakat sehari-hari penggeledahan merupakan suatu suasana dimana terdapat seorang atau beberapa aparat kepolisian yang mendatangi tempat atau rumah kediaman ataupun mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang untuk memeriksa seluruh sudut rumah ataupun memeriksa sekujur tubuh orang yang digeledah, dengan tujuan mencari dan mendapatkan sesuatu yang ada kaitannya dengan suatu peristiwa pidana yang sedang disidik.

  Ditinjau dari segi hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku penggeledahan rumah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 17 KUHAP adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan ada atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang. Mengenai penggeledahan badan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 18 KUHAP adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada padanya atau dibawanya serta

   untuk disita.

  Berdasarkan pengertian penggeledahan yang diatur dalam ketentuan Pasal tersebut dapat diartikan bahwa penggeledahan merupakan tindakan penyidik yang dibenarkan Undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan baik terhadap rumah kediaman ataupun badan dan pakaian seseorang, dan tidak hanya 65 R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, halaman 67 terbatas pada pemeriksaan saja tetapi juga dapat disertai dengan tindakan penangkapan dan penyitaan oleh penyidik. Tindakan penggeledahan ini semata-mata bertujuan untuk membantu kepentingan penyelidikan maupun penyidikan agar dapat dikumpulkan fakta dan bukti yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, atau untuk menangkap seseorang yang sedang berada didalam rumah atau suatu tempat yang

   diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana.

  Prakteknya seringkali kita temukan prilaku dari aparat hukum yang merugikan masyarakat. Seperti dalam proses penyidikan seringkali aparat dalam menjalankan tugasnya untuk memperoleh informasi dari para tersangka seringkali menggunakan kekerasan. Selain itu, pada saat penggeledahan aparat juga seringkali tidak memenuhi rambu-rambu yang berlaku yang ditetapkan dalam UU. Seperti harus mengembalikan barang-barang yang dalam proses penggeledahan ke tempat semula. Padahal dalam UU di jelaskan bahwa setelah pengeledahan barang-barang yang di pindahkan harus di kembalikan seperti sebelum penggeledahan. Menyikapi hal tersebut sebenarnya UU sudah mengaturnya seperti yang di atur dalam pasal 95 KUHAP tentang rehabilitasi dan ganti rugi. Namun dalam kenyataannya hal tersebut tidak di jalankan oleh aparat penegak hukum. Dari produk hukumnya sendiri, kebanyakan belum bisa

   mewujudkan dan mengayomi rasa keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

  67 H. Sunaryo dan Ajen Dianawati, Tanya Jawab seputar hukum acara pidana, Visimedia, jakarta, 2009 halaman 16 68 Pelaksanaan Hukum dalam masyarakat, diakses

  Disisi lain hukum-hukum yang ada sekarang kebanyakan bersifat reaksioner, artinya UU tersebut di ciptakan ketika ada sebuah peristiwa atau kejadian. Kelemahan dari UU yang lahir dari adanya peristiwa adalah apabila ada kejadian yang lain maka UU tersebut tidak bisa di gunakan. Selama ini tataran konsep hukum kita bisa di katakan sudah cukup baik walaupun sebagian besar hukum yang ada sekarang merupakan produk warisan dari para penjajah yang di adakan tambal sulam di sana- sini. Akan tetapi pada tataran aplikatifnya hukum yang ada sekarang ini bisa kita katakan masih kurang bisa memenuhi rasa keadilan dari masyarakat hal ini tidak lain disebabkan oleh prilaku dari aparat penegak hukum itu sendiri. Melihat kenyataan yang demikian itu masyarakat menjadi kecewa terhadap aparat penegak hukum berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada yang di

   tandai dengan makin banyaknya aksi main hakim sendiri.

  Berbeda dengan pelaksanaan penahanan yang dapat dilakukan masing-masing instansi penegak hukum dalam semua tingkat pemeriksaan berwenang, penggeledahan hanya dapat dilaksanakan oleh penyidik baik penyidik kepolisian maupun penyidik pegawai negeri sipil. Hal ini dikarenakan penggeledahan hanya dilakukan pada proses pemeriksaan penyelidikan ataupun pemeriksaan, tidak terdapat pada tingkat pemeriksaan penuntutan dan pemeriksaan peradilan.

  Penyidik tidak berdiri sendiri dalam melaksanakan penggeledahan karena penyidik diawasi dan dikaitkan dengan Ketua Pengadilan negeri, karena pada saat melakukan penggeledahan, penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan Ketua pengadilan Negeri, berupa:

   1.