Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor: 04/Pid.C/2008/PN-MDN)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
PERANAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI PENUNTUT DALAM SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
RACHMAN HAKIKI
NIM. 020200157
Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
2
PERANAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI PENUNTUT DALAM SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN)
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
RACHMAN HAKIKI
NIM. 020200157
DISETUJUI OLEH
KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
ABUL KHAIR, SH. M.Hum NIP. 131 570 461
DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II
ABUL KHAIR, SH, M.Hum NURMALAWATY, SH, M.Hum NIP. 131 570 461 NIP.
(3)
DAFTAR ISI……….. iii
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang……….
B. Perumusan Masalah……….
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………
D. Keaslian Penulisan………..
E. Tinjauan Kepustakaan……….
F. Metode Penelitian……… ………
G. Sistematika Penulisan……… ……….
BAB II KEDUDUKAN POLRI SEBAGAI PENYIDIK………...
A. Pengertian Penyidik dan Penyidikan………...
B. Macam-macam Penyidik……… ……….
C. POLRI Sebagai Penyidik Berdasarkan Undang-Undang
No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI………….
BAB III PERANAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI PENUNTUT DALAM
SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT………
A. Tugas Dan Wewenang Penuntut Umum……….…….
(4)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
2
Pemeriksaan Acara Cepat………
BAB IV KASUS DAN ANALISIS
A. Posisi Kasus……….
B. Analisis……….
BAB V PENUTUP……….. ……….
A. Kesimpulan……… ………
B. Saran……….. ………
(5)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
ABSTRAKSI
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membedakan acara pemeriksaan perkara di sidang Pengadilan Negeri. Dasar titik tolak perbedaan tata cara pemeriksaan, ditinjau dari segi jenis tindak pidana yang diadili pada satu segi, dan dari segi mudah atau sulitnya pembuktian perkara pada pihak lain. Umumnya perkara tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun keatas, dan masalah pembuktiannya memerlukan ketelitian, biasanya diperiksa dengan “acara biasa”. Sedangkan perkara yang ancaman hukumannya ringan serta pembuktian tindak pidananya dinilai mudah, diperiksa dengan “acara simgkat” atau “sumir”
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bagaimanakah kedudukan POLRI sebagai Penyidik dalam sistem hukum acara pidana Indonesia, bagaimana peran Penyidik POLRI sebagai Penuntut dalam sistem pemeriksaan acara cepat.
Metode Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yakni dengan studi kasus terhadap pelanggaran lalu lintas jalan dengan No. Register Perkara : 04/ Pid.C/ 2008/ PN-Medan dan juga mengambil atau mengumpulkan data dengan berbagai macam referensi yang terdapat dalam kepustakaan baik melalui buku-buku bacaan, Peraturan Perundang-undangan, bahan-bahan dari website di internet, artikel-artikel dan sumber referensi lainnya yang ada hubungan dengan materi skripsi ini.
Kedudukan POLRI dalam Sistem Hukum Acara Pidana Indonesia adalah sebagai salah satu Penyidik yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) butir a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 yang merupakan pelaksanaan KUHAP, ditentukan bahwa, penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau disamakan dengan itu. Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebgaimana dimaksud di atas, Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara (dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi), karena jabatannya menjadi penyidik. Peran Penyidik POLRI sebagai Penuntut dalam Sistem Pemeriksaan Acara cepat diatur dalam Pasal 205 ayat (2), dimana Penyidik dapat melimpahkan perkara atas kuasa Penuntut Umum. Sebagai poros terdepan penegakan hukum dalam masyarakat hendaknya POLRI sebagai Penyidik bertindak profesional dan objektif dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dalam hal memeriksa setiap perkara tindak pidana yang terjadi
(6)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
4
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis ucapkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas segala kasih dan kemurahan serta pertolonganNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk
menyelesaikan studi di fakultas Hukum USU Medan untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul “PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM
SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT (STUDY KASUS DI PN MEDAN)”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna dikarenakan
keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan serta bahan-bahan literatur yang
penulis dapatkan. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran
dari pembaca untuk kesempurnaan tulisan ini.
Pada kesempatan ini dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, yaitu;
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
USU Medan.
2. Bapak Pembantu Dekan I, II, III Fakultas Hukum USU Medan.
3. Bapak Abul Khair S.H, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum USU Medan.
4. Bapak Abul Khair S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I.
5. Ibu Nurmalawaty S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II.
(7)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
6. Bapak Zulkarnaen Mahfudtz , selaku Dosen Wali Penulis.
7. Kepada Bapak/ Ibu Dosen beserta seluruh Staf Pengajar di Fakultas
Hukum USU Medan.
Medan, Maret 2007
(8)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
6
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membedakan
acara pemeriksaan perkara di sidang Pengadilan Negeri. Dasar titik tolak
perbedaan tata cara pemeriksaan, ditinjau dari segi jenis tindak pidana yang diadili
pada satu segi, dan dari segi mudah atau sulitnya pembuktian perkara pada pihak
lain. Umumnya perkara tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun keatas,
dan masalah pembuktiannya memerlukan ketelitian, biasanya diperiksa dengan
“acara biasa”. Sedangkan perkara yang ancaman hukumannya ringan serta
pembuktian tindak pidananya dinilai mudah, diperiksa dengan “acara simgkat”
atau “sumir”. Atas perbedaan pemeriksaan tersebut, kita mengenal 3 jenis acara
pemeriksaan perkara pada sidang Pengadilan Negeri yaitu1
1. Acara Pemeriksaan Biasa, diatur dalam bagian Ketiga Bab XVI. :
2. Acara Pemeriksaan Singkat, diatur dalam bagian Kelima Bab XVI.
3. Acara Pemeriksaan Cepat, diatur dalam bagian Keenam Bab XVI yang
terdiri dari dua jenis yaitu:
a. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
b. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
Mengenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan acara
ringan, undang-undang tidak menjelaskan. Akan tetapi undang-undang
1
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2000. h.109.
(9)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
menentukan patokan dari segi ancaman pidananya. Untuk menentukan apakah
suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan, bertitik tolak dari ancaman
tindak pidana yang didakwakan. Secara generalisasi, ancaman tindak pidana yang
menjadi ukuran dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, diatur dalam Pasal
205 ayat (1) KUHAP yakni:
1. Tindak Pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau
kurungan.
2. Denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,-
3. Penghinaan Ringan yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP.
Demikian pengertian tindak pidana ringan, secara formal harus
diperiksa dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Ukuran yang menjadi
patokan menentukan sesuatu perkara diperiksa dengan acara ringan, secara umum
ditinjau dari ancaman tindak pidana yang didakwakan, paling lama 3 bulan
penjara atau kurungan dan atau denda paling banyak Rp. 7.500,- tanpa
mengurangi pengecualian terhadap tindak pidana penghinaan ringan yang
dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP.
Acara pemeriksaan pelanggaran Lalu Lintas Jalan, jenis perkara yang
diperiksa tertentu, khusus pelanggaran Lalu Lintas Jalan. Dalam acara
pemeriksaan ini terdakwa dapat diwakili, dan putusan dapat dijatuhkan tanpa
dihadiri terdakwa, dan terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan
perlawanan dalam tenggang waktu 7 hari sesudah putusan diberitahukan secara
(10)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
8
Melihat proses yang terdapat dalam acara cepat tersebut sangat
dibutuhkan peranan POLRI sebagai Penuntut Umum dalam mengajukan dakwaan
dalam persidangan tersebut. Tertarik akan adanya fakta-fakta dan usaha yang
diungkapkan diatas mendorong Penulis untuk membuat skripsi dengan judul
“PERANAN PENYDIK POLRI SEBAGAI PENUNTUT DALAM SISTEM
PEMERIKSAAN ACARA CEPAT”.
B. PERUMUSAN MASALAH
Untuk memberikan arahan pembahasan yang jelas dalam penulisan ini,
maka penulis mengemukakan beberapa hal yang menjadi permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan POLRI sebagai Penyidik dalam Sistem Hukum
Acara Pidana Indonesia?
2. Bagaiman peran Penyidik POLRI sebagai Penuntut Umum dalam Sistem
Pemerikaan Acara Cepat?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Skripsi yang berjudul “ PERANAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI
PENUNTUT DALAM SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT“ ini
(11)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
1. Untuk mengetahui keterkaitan ketentuan-ketentuan hukum acara pidana
dalam menentukan wewenang POLRI sebagai Penyidik sekaligus sebagai
Penuntut dalam Acara Pemerikaan Cepat.
2. Untuk mengetahui kedudukan POLRI sebagai Penyidik dalam Hukum
Acara Pidana Indonesia.
3. Untuk mengetahui sejauh mana peran Penyidik POLRI sebagai Penuntut
dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat
Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk:
1. Manfaat secara teoritis.
Penulis berharap kirannya penulisan skripsi ini bermanfaat untuk dapat
memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan
dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang
berkaitan dengan peran Penyidik POLRI sebagai Penuntut dalam Sistem
Pemeriksaan Acara Cepat.
2. Manfaat secara praktis.
Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi
pengetahuan tentang bagaimana peran Penyidik POLRI sebagai Penuntut
dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat.
D. KEASLIAN PENULISAN
“PERANAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI PENUNTUT DALAM
SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT”, yang diangkat menjadi judul
(12)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
10
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun
dengan doktrin-doktrin yang ada melalui refrensi buku-buku, media elektronik
dan bantuan dari berbagai pihak, dalam rangka melengkapi tugas akhir dan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul
dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap skripsi ini.
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Setiap penulisan karya tulis ilmiah tentunya memerlukan suatu studi
kepustakaan atau sering disebut dengan istilah tinjauan kepustakaan. Pada tahapan
ini peneliti mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitiannya sehingga
penelitian yang dilakukan bukanlah aktifitas yang bersifat “trial and error”.
1. Hukum Acara di Indonesia
Sebagai negara hukum Indonesia mempunyai sistem hukum yang berlaku,
demikian juga halnya dalam sistem peradilan, Indonesia menganut sistem Eropa
Continental. Dalam persidangan berlaku hukum acara tertentu dalam
menyelesaikan proses perkara di pengadilan yaitu dengan menggunakan Hukum
Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Tata Usaha Negara.
Hukum acara pidana disebut juga hukum pidana formal, untuk
membedakannya dengan hukum pidana material. Hukum pidana material berisi
(13)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
dipidana sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana dan
aturan tentang pemidanaan, mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu
dapat dijatuhkan2. Sedangkan hukum pidana formal mengatur bagaimana negara
melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan
pidana, jadi berisi acara pidana3
a) Peradilan cepat, Sederhana dan Biaya Ringan .
Hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yaitu Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP). Dalam KUHAP tidak dijelaskan apakah pengertian dari hukum acara
pidana. Hanya diberi defenisi-defenisi beberpa bagian hukum acara pidana seperti
penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya
hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan dan lain-lain (Pasal 1
KUHAP).
2. Asas-asas Hukum Acara Pidana di Indonesia.
Asas-asas penting yang terdapat dalam hukum acara pidana Indonesia
antara lain :
Peradilan Cepat atau lazim disebut contante justitie dalam penjelasan
umum butir 3 e KUHAP menjelaskan : “ Peradilan harus dilakukan dengan cepat,
sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan
secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”. Penjelasan umum tersebut
dijabarkan dalam banyak pasal dalam KUHAP misalnya; Pasal-pasal 24 ayat (4),
25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4) dan 28 ayat (4). Umumnya dalam pasal-pasal
2
Andi Hamzah, PengantarHukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta: 1983, h. 15
3
(14)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
12
tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti
tercantum dalam ayat sebelumnya, maka Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim
harus sudah mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum.
Dengan sendirirnya hal ini mendorong Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim
untuk mempercepatpenyelesaian perkara tersebut.
b) Persumption of Innocence (Asas Praduga Tak Bersalah)
Asas ini dalam penjelasan umum butir 3 c KUHAP menjelaskan :” Setiap
orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum
yang tetap”.
c) Asas Oportunitas
Dalam hukum acara pidana dikenal suatu badan yang khusus diberi
wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut
Penuntut Umum. Di Indonesia Penuntut Umum disebut juga Jaksa (Pasal 1 butir a
dan b serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP).
Wewenang penuntutan dipegang oleh Penuntut Umum sebagai monopoli,
artinya tiada badan lain yang boleh melakukan itu. Ini disebut dominus litis di
tangan penuntut umum atau jaksa. Hakim tidak dapat meminta supaya suatu delik
diajukan kepadanya. Jadi Hakim hanya menunggu saja penuntutan dari Penuntut
Umum.
(15)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
Pada Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai
berikut :”Untuk keperluan pemeriksaan halim ketua sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau
terdakwanya anak-anak”. Jaminan yang diatur dalam ayat (3) ini diperkuat
berlakunya, terbukti dengan timbulnya akibat hukum jika asas peradilan tersebut
tidak dipenuhi.
Masalah dalam hal ini adalah kasih ada pengecualian yang lain selain dari
yang tersebut diatas, yaitu delik yang berhubungan dengan rahasia militer atau
yang menyangkut kepentingan umum. Hakim dapat menetapkan apakah suatu
persidangan dinyatakan seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum, hal ini
sepenuhnya diserahkan kepada hakim.
Hakim melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan Penunt
Umum dan Terdakwa. Saksipun dapat mengajukan permohonan agar sidang
tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya. Misalnya dalam
kasus perkosaan, saksi korban memohon agar sidang tertutup untuk umum agar ia
bebas memberikan kesaksiannya. Walaupun sidang dinyatakan tertutup untuk
umum, namun keputusan Hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk
umum.
e) Semua orang diperlakukan sama di depan Hakim
Asas yang umum dianut dinegara-negara yang berdasarkan hukum ini
tegas puka tercantum dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal
(16)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
14
tersebut berbunyi :”Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang”.
f) Pengadilan dilakukan oleh Hakim karena jabatannya dan tetap.
Pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh Hakim
karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini diangkat hakim-hakim
yang tetap oleh Kepala Negara. Hal ini diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
g) Tersangka atau Terdakwa berhak mendapat Bantuan Hukum
Hal ini telah menjadi ketentuan universal di negara-negara demokrasi dan
beradab. Dalam Pasal-pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP diatur tentang
bantuan hukum tersebut dimana tersangka/ terdakwa mendapat
kebebasan-kebebasan yang sangat luas. Kebebasan-kebebasan-kebebasan itu antara lain :
1) Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap
atau ditahan.
2) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
3) Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/ terdakwa pada
semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.
4) Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar
oleh penyidik atau penuntut umum kecuali pada delik yang
menyangkut keamanan negara.
5) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat
(17)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
6) Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari
tersangka/ terdakwa.
h) Asas Akusator dan Inkisitor (accusatoir dan inquisitoir)
Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan
bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini berarti perbedaan antara
pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah
dihilangkan.
Asas inkisator berarti tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan
yang masih dianut oleh HIR untuk pemeriksaan pendahuluan, sama halnya dengan
Ned. Sv.. yang lama yaitu tahun 1838 yang direvisi tahun 1885. Asas inkisator
kadang-kadang untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka, pemeriksa
melakukan kekerasan atau penganiayaan.
Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan
universal, maka asas inkisator ini telah ditinggalkan. Selaras dengan itu, berubah
pula sistem pembuktian dimana alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan
keterangan terdakwa, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.
i) Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan
Pemeriksaan di sidang Pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung
yang artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda dengan acara
perdata dimana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan hakim juga
dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa.
Terdapat penngecualian dalam asas langsung ini yaitu keputusan
(18)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
16
terdapat dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas (Pasal 213
KUHAP) dan pemeriksaan verstek (Pasal 214 KUHAP).
3. Sistem Acara Pemeriksaan di KUHAP
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membedakan
acara pemeriksaan perkara di sidang Pengadilan Negeri. Dasar titik tolak
perbedaan tata cara pemeriksaan, ditinjau dari segi jenis tindak pidana yang diadili
pada satu segi, dan dari segi mudah atau sulitnya pembuktian perkara pada pihak
lain. Umumnya perkara tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 tahun keatas,
dan masalah pembuktiannya memerlukan ketelitian, biasanya diperiksa dengan
“acara biasa”. Sedangkan perkara yang ancaman hukumannya ringan serta
pembuktian tindak pidananya dinilai mudah, diperiksa dengan “acara simgkat”
atau “sumir”. Atas perbedaan pemeriksaan tersebut, kita mengenal 3 jenis acara
pemeriksaan perkara pada sidang Pengadilan Negeri yaitu4
1) Acara Pemeriksaan Biasa, diatur dalam bagian Ketiga Bab XVI. :
2) Acara Pemeriksaan Singkat, diatur dalam bagian Kelima Bab XVI.
3) Acara Pemeriksaan Cepat, diatur dalam bagian Keenam Bab XVI yang
terdiri dari dua jenis yaitu:
a. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
b. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan
4. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana
Belanda yaitu “strafbaar feit”, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang
4
(19)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
dimaksud dengan strafbaar feit. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk
memberikan arti dan isi dari istilah itu.
Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan
yang ada maupun yang ada dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan
dari istilah strafbaar feit, yaitu5
a. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana yang
didefinisikan sebagai Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. :
b. Pompe merumuskan bahwa strafbaar feit adalah tindakan yang
menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai
tindakan yang dapat dihukum.
c. Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan
manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
d. R. Tresna menggunakan istilah peristiwa pidana yaitu suatu
perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan
dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan
lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan
penghukuman.
5. Jenis-jenis Tindak Pidana yang diadili dengan Sistem Peradilan Cepat
Pemeriksaan cepat dibagi dua menurut KUHAP, yang pertama acara
pemeriksaan tindak pidana ringan dan yang kedua acara pemeriksaan perkara
5
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 71-72
(20)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
18
pelanggaran lalu lintas jalan. Yang pertama termasuk delik yang diancam pidana
penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan. Yang kedua termasuk perkara
pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.
Penjelasan Pasal 211 KUHAP memberi uraian tentang apa yang dimaksud
dengan perkara pelanggaran tertentu sebagai berikut :
1) Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan
ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan
kerusakan pada jalan.
2) Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan
surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda uji
kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat
memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah daluarsa.
3) Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan
oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi.
4) Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan pemuatan
kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain.
5) Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat
tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor
(21)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
6) Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu
lintas jalan dan atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu
atau tanda yang ada dipermukaan jalan.
7) Pelanggaran terhadapa ketentuan tetntang ukuran dan muatan yang
diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara
memuat dan membongkar barang.
8) Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan
beroperasi di jalan yang ditentukan.
Penghinaan ringan yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP dengan
ancaman pidana paling lama 4 bulan penjara dapat dikelompokkan dengan
perkara yang diperiksa dalam acara pidana ringan. Hal ini dapat drsimpulkan
memlalui penjelasan dari Pasal 205 KUHAP yang menyatakan bahwa tindak
pidana penghinaan ringan ikut digolongkan dalam sistem acara pemeriksaan cepat
dikarenakan sifatnya ringan sekalipun ancaman pidananya paling lama empat
bulan6
Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data skunder.
Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (Library Research). .
F. METODE PENELITAN
Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif.
Penelitian dilakukan dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
6
(22)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
20
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab
permasalahan dalam skripsi ini.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Gambaran isi dari tulisan ini diuraikan secara sitematis dalam bentuk
tahapan-tahapan atan bab-bab yang masalahnya diuraikan secara tersendiri, tetapi
antara satu dengan lainnya mempunyai keterkaitan (komprehensif).
Berdasarkan sistematika penulisan yang baku, penulisan skripsi ini dibagi
dalam 5 (lima) bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan skripsi yang berisi latar belakang
pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,metode penulisan, dan
gambaran isi.
BAB II : KEDUDUKAN POLRI SEBAGAI PENYIDIK
Didalam bab ini dijelaskan pengertian Penyidik dan Penyedikan,
Macam-macam Penyidik, POLRI sebagai Penyidik berdasarkan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
BAB III : PERANAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI PENUNTUT DALAM SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT
(23)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
Didalam bab ini dijelaskan tugas dan wewenang Penuntut Umum dan
peranan POLRI sebagai Penuntut dalam Sistem Pemeriksaan Acara
Cepat.
BAB IV : ANALISA KASUS
Didalam bab ini dijelaskan analisa kasus yang termasuk dalam sistem
pemeriksaan acara cepat.
BAB V : PENUTUP
Bab terakhir ini akan memberikan kesimpulan dari seluruh analisis
(24)
BAB II
KEDUDUKAN POLRI SEBAGAI PENYIDIK
A. Pengertian Penyidik dan Penyidikan
A.1. Penyidik
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 6 KUHAP, penyidik
adalah :
- Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
- Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang.
Selanjutnya dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 yang
merupakan pelaksanaan KUHAP, ditentukan bahwa, penyidik adalah Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat
Pembantu Letnan Dua Polisi. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau
disamakan dengan itu. Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat
penyidik sebgaimana dimaksud di atas, Komandan Sektor Kepolisian yang
berpangkat Bintara (dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi), karena jabatannya
menjadi penyidik7
Kewenangan penyidik seperti yang ditentukan dalam Pasal 7 KUHAP
adalah sebagai berikut .
8
7
A. Soetomo, Hukum Acara Pidana Indonesia Dalam Praktek, Pustaka Kartini; Jakarta, 1990, h. 16
8
Ratna Sari, Hukum Acara Pidana, KSHM FH USU, Medan, 1995, h. 33-34
(25)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
- Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana.
- Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
- Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
- Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
- Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
- Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
- Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
- Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
- Mengadakan penghentian penyidikan.
- Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Menurut Pasal 7 ayat (1) KUHAP, ternyata bahwa kewenangan yang
diatur dalam pasal ini kenyataannya adalah kewenangan penyidik POLRI,
sedangkan kewenangan penyidik Pegawai Negeri Sipil menurut ketentuan Pasal 7
ayat (2) KUHAP diatur sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing yang dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah
kordinasi dan pengawasan Pejabat Penyidik POLRI. Kordinasi dan pengawasan
tersebut tercakup juga didalamnya tindakan memberi petunjuk serta tindakan
memberi bantuan kepada pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mengingat
(26)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
19
yang sebaik-baiknya antara penyidik POLRI dengan penyidik Pegawai Negeri
Sipil tertentu.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 10 KUHAP, diatur
tentang Penyidik Pembantu, yang menerangkan bahwa Penyidik Pembantu adalah
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam
ayat 2 pasal ini.
Selanjutnya, syarat kepangkatan yang dimaksud oleh pasal 10 ayat 2 diatur
dengan peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983.
Dalam peraturan pemerimtah tersebut, drtentukan syarat kepangkatan, yaitu
bahwa penyidik pembantu adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi. Di samping itu
yang juga termasuk penyidik pembantu adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a) atau yang disampaikan
dengan itu. Demikian yang ditentukan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 27
tahun 1983.
Kewenangan yang dimiliki oleh penyidik pembantu dalam menjalankan
kewajibannya ditentukan dalam pasal 11 KUHAP, yaitu sama seperti kepentingan
penyidik sebagaimana diuraikan dakam pasal 7 ayat 1 KUHAP, kecuali dalam hal
penahanan yang baru dapat dilaksanakan setelah mendapat pelimpahan wewenang
dari penyidik, meliputi 9
9
A. Soetomo, Op.Cit. h. 18
(27)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
- Menerima laporan atau pengaduan dari seseotang tentang adanya
tindak pidana.
- Melakukan tindak pertama pada saat di tempat kejadian.
- Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
- Mekakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
- Melakukan pemeriksaan dan pemriksaan surat.
- Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
- Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
- Mengadakan penghentian penyidikan.
- Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Penyidik pembantu mempunyai wewenang sama seperti penyidik POLRI
yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP. Menurut Pasal 11 KUHAP,
wewenang penyidik pembantu terbatas, artinya wewenang penahan harus terlebih
dahulu mendapat pelimpahan wewenang dari penyidik, terkecuali penahanan
dimana perintah penyidik tidak dimungkinkan karena hal yang sangat diperlukan
atau pada daerah yang terpencil dimana belum ada petugas penyidik.
Berkas perkara hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik akan
diserahkan kepada penuntut umum sebagai aparat yang berwenang melakukan
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana. Berkas perkara yang diserahkan
(28)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
21
kepada hakim di sidang pengadilan. Berkas perkara tersebut, pengirimannya harus
disertai dengan berita acara pemeriksaan dengan syarat-syarat yang ditentukan
dalam pasal 121 KUHAP yairu : “Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya
segera membuat berita acara yang ;
- Diberi tanggal.
- Memuat tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu,
tempat dan keadaan waktu tindak pidana dilakukan.
- Nama dan tempat tinggaltersangka dan saksi-saksi.
- Catatan mengenai akta dan/ atau benda.
- Serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan
penyelesaian perkara”.
Berkas perkara juga harus memuat segala sesuatu tindakan penyidik
selama dalam pemeriksaan dalam bentuk berita acara seperti yang diatur dalam
Pasal 75 KUHAP, yaitu :
a) Pemeriksaan tersangka
b) Penangkapan
c) Penahanan
d) Penggeledahan
e) Pemasukan rumah
f) Penyitaan benda
g) Pemeriksaan surat
h) Pemeriksaan saksi
(29)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
j) Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang.
Kemudian penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
Menurut KUHAP penyerahan berkas perkara ini, caranya dengan dua tahap,
seperti yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) kuhap yaitu :
1) Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.
2) Tahap kedua, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka
dan barang bukti kepada penuntut umum.
Penyerahan tahap pertama, penyidik menyerahkan berkas perkara kepada
penuntut umum secara nyata. Namun penyerahan ini belum merupakan hal yang
menandakan bahwa penyidikan telah selesai. Sebab besar kemungkinan hasil
penyidikan tadi akan dikembalikan kepada penyidik oleh penuntut umum, dengan
petunjuk agar penyidik melakukan tambahan pemeriksaan penyidikan. Pasal 110
dan 138 KUHAP menjelaskan bahwa dalam tenggang waktu 14 hari, penuntut
umum tidak lagi mengembalikan berkas perkara kepada penyidik sejak berkas tadi
diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum.
Tahap kedua, jika tahap pertama sudah dilalui, maka yang dilakukan
selanjutnya adalah penyerahan tanggung jawab hukum atau penyerahan seluruh
berkas perkara yang bersangkutan dari tangan penyidik kepada penuntut umum
yang meliputi : berkas perkara sendiri, tanggung jawab hukum atas segala barang
bukti atau benda sitaan. Dan sejak saat itu pemeriksaan penyidikan telah selesai
dan berkas perkarapun dialihkan kepada tingkat penuntutan.
(30)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
23
A. 2. Penyidikan
KUHAP membedakan penyidikan dan penyelidikan. Penyidikan sejajar
dengan pengertian opsporing atau interogation. Pembedaan kedua istilah tersebut
rupanya tidak didasarkan kepada pengertian biasa. Pengertian biasa menunjukkan
bahwa penyidikan berasal dari kata sidikyang diperkeras pengertiannya, banyak
menyidik10
Dalam bahasa Belanda penyidikan sama dengan opsporing. Menurut de
Pinto, menyidik (opsporing) berarti “pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat
yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan
apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu
pelanggaran hukum
. Dalam KUHAP kedua istilah ini diartikan lain. Penyidikan diartikan
“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya”.
11
. Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan
dengan pasti dan jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi
hak-hak asasi manusia. Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut
penyidikan adalah12
a) Ketentuan tentang alat-alat penyidik. :
b) Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik.
c) Pemeriksaan di tempat kejadian.
d) Pemanggilan tersangka atau terdakwa.
10
Andi Hamzah, Op.Cit, h. 121
11
R. Tresna., Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, Jakarta: 1957. h. 113-114
12
(31)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
e) Penahanan sementara.
f) Penggeledahan.
g) Pemeriksaan atau interogasi.
h) Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat).
i) Penyitaan.
j) Penyampingan perkara.
k) Pelimpahan perkara kepada Penuntut Umum dan pengembaliannya kepada
Penyidik untuk disempurnakan.
Terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan suatu tindak
pidana, dapat diketahui oleh penyidik dengan berbagai macam cara, mengetahui
sendiri, atau menerima laporan atau pengaduan dari seseorang. Dalam hal
demikian, penyidik wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan
seperti ditentukan dalam Pasal 106 KUHAP.
Berkaitan dengan hal tersebut, setiap orang yang mengalami, melihat,
menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana,
berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik atau
penyidik, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu setiap orang yang mengetahui
permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketentraman dan
keamanan umum dan atau terhadap hak milik, wajib seketika itu juga melaporkan
hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
Demikian juga setiap Pegawai Negeri dalam melaksanakan tugasnya
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib
(32)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
25
laporan atau pengaduan ini adalah sebagai berikut : Laporan atau pengaduan yang
diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu ;
sedangkam laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh
penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik
Setelah menerima kaporan atau pengaduan, penyidik harus memberikan
surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan. Hal –
hal tersebut diatas diatur dan ditentukan dalam pasal 108 KUHP.
Apabila penyidik telah mulai melakukan peyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut
umum. Demikian juga halnya apabila penyidik menghentikan penyidikan
disebabkan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata
bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum.
Penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, disamping juga harus
memberitahukan kepada tersangka atau keluarganya.
Dalam hal penghentian penyidikan tersebut dilakukan oeh penyidik
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang – undang
seperti yang dimaksud oleh pasal 6 ayat (1) huruf b KUHP, pemberitahuan
tentang penghentian penyidikan harus segera disampaikan kepada penyidik dan
penuntut umum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 109 KUHP.
Perlu diketahui bahwa dalam teknis pelaksanaan tugas, penyidik yang
dimaksud pasal 6 ayat (1) a yaitu penyidik Polisi Negara Repoblik Indonesia
(33)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
dapat menemukan bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum, harus
melaporkan hal itu lepada penyidik tersebut pasal 6 ayat (1) a KUHP.
Selanjutnya, apabila penyidikan yang dilakukan telah selesai, segera
menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik yang
tersebut dalam pasal 6 ayat (1) a KUHAP. Hal tersebut diatur dan ditentukan oleh
pasal 107 KUHAP.
Apabila di dalam suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana ada
korban luka, keracunan atau mati yang diduga karena atau berkaitan dengan
tindak pidana itu, penyidik yang menangani peristiwa tersebut, untuk kepentingan
peradilan, berwenang mengajukan permintaan ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya. Permintaan tersebut diajukan secara tertukis, dan dalam
surat tersebut ditegaskan keperluannya, apakah untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat. Mayat yang dikirim lepada
ahli kedoteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit, harus diperlukan secara
baik deangan penuk penghormatan terhadap mayat. Selanjutnya mayat tersebut
diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberikan dengan cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Hal
tersebut diatur dan ditentukan dalam pasal 133 KUHP.
Untuk menghindarkan hal–hal yang tidak diinginkan, dalam hal untuk
keperluan pembuktian, bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dulu kepada keluarga korban. Apabila keluarga korban
keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas–jelasnya tentang maksud
(34)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
27
Namun sebaliknya, apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segara
melaksanakan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam pasal 133 KUHAP yaitu
mengirimkan mayat tersebut kepada ahli kedokteran kehakiman atau kerumah
sakit. Hal ini diatur dalam pasal 134 KUHAP.
Apabila diperlukan untuk kepentingan peradilan, penyidik berwenang
untuk melakukan penggalian mayat, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku yakni pasal 133 dan 34 KUHAP. Adapun semua biaya yang timbul
atau dikeluarkan untuk lepentingan pemeriksaan, ditanggung oleh negara,
sebagaimana ditentukan dalam pasal 136 KUHAP.
Tindakan lain penyidik dalam upaya mencari dan mengumpulkan bukti
untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan sekaligus menemukan siapa
tersangkanya, kadang–kadang harus menggunakan upaya paksa yang mengurangi
kemerdekaan seseorang dan mengganggu kebebasan. Namun semua itu dijamin
dan dilindungi oleh undang – undang, asalkan penggunaan wewenang yang
dilaksanakan oleh penyidik tersebut, sesuai dengan ketentuan undang – undang
yang memberi kewenangan tersebut.
Hal ini penting diperhatikan karena kalau sampai terjadi pelanggaran
terhadap hak–hak azasi manusia yang tidak sesuai dengan persyaratan
sebagaimana ditentukan oleh undang–undang maka oknum penyidik yang
bersangkutan dapat pula diambil tindakan hukum. Upaya paksa yang dapat
dilakukan dalam menganbil tindakan hukum adalah sebagai berikut13
13
A. Soetomo, Op.Cit, h. 22-38
(35)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
1. Penangkapan
Aparat penegak hukum yang berwenang untuk melakukan penangkapan
adalah penyidik dan penyidik pembantu untuk kepentingan penyidikan.
Sedangkan untuk kepentingan penyelidikan adalah penyelidik atas perintah
penyidik. Untuk menghormati dan menghargai hak-hak asasi manusia, perintah
penangkapan tersebut tidak dengan sembarangan dikeluarkan, melainkan hanya
dalam hal dan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 17 KUHAP.
Pelaksanaan penangkapan tersebut dilakukan oleh petugas kepolisian
dengan memperlihatkan surat tugas perintah penangkapan yang mencantumkan
identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat
perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa. Sedangkan
penangkapan terhadap pelaku yang tertangkap tangan dilakukan tanpa surat
perintah.
Jangka waktu penangkapan tidak boleh lebih dari satu hari. Penangkapan
tersebut hanya dapat dilakukan terhadap pelaku kejahatan, sedangkan bagi pelaku
pelanggaran tidak dapat dilakukan penangkapan kecuali terhadap mereka yang
telah dipanggil secara sah sebanyak dua kali berturut-turut dan tidak memenuhi
panggilan tanpa alasan sah. Hal ini diatur dalam Pasal 19 KUHAP.
2. Penahanan
Penahanan dalam KUHAP secara limitatif ditentukan dengan tegas batas
(36)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
29
tersangka atau terdakwa itu paling lama berada dalam tahanan. Di samping itu,
dalam KUHAP dikenal jenis-jenis penahanan seperti : penahanan rumah tahanan
negara, penahanan rumah dan penahanan kota.
Aparat penegak hukum yang berwenang melakuakan penahanan adalah
penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik, penuntut umum dan
hakim. Penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik, melakukan
penahanan untuk kepentingan penyidikan. Sedangkan penuntut umum, melakukan
penahanan atau penahan lanjutan untuk kepentingan penuntutan. Hakim
melakukan penahanan dengan penetapannya untuk kepentingan pemeriksaan di
sidang pengadilan yang diatur dalam Pasal 20 KUHAP.
3. Penggeledahan
Dalam rangka mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat terang
suatu perkara dan sekaligus juga untuk menemukan tersangkanya, penyidik diberi
kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penggeledahan rumah atau
penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang. Tata cara yang harus dipenuhi dalam
melakukan penggeledahan, pertama-tama harus mendapat surat izin dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat. Kemudian , setiap memasuki rumah yang akan
digeledah harus disaksikan oleh dua orang saksi. Ini dalam hal tersangka atau
penghuni rumah tersebut menyetujui untuk dilakukan penggeledahan.
Dalam hal tersangka atau penghuni rumah tersebut menolak untuk
dilakukan penggeledahan atau rumah itu dalam keadaan kosong dan tidak ada
(37)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
tersebut harus didampingi dan disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua
Lingkungan dengan dua orang saksi. Setelah melakukan penggeledahan, penyidik
mempunyai kewajiban membuat berita acara penggeledahan tersebut., dalam
waktu dua hari yang turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni
rumah yang bersangkutan seperti yang diatur dalam Pasal 33 ayat (5) KUHAP.
4. Penyitaan
Seperti halnya dalam hal penggeledahan, dalam hak penyidik melakukan
penyitaan harus juga dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Dalam keadaan mendesak dapat langsung dilakukan penyitaan, tetapi wajib
dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya. Hal ini diatur dalam Pasal 38 KUHAP.
Penyitaan merupakan upaya paksa yang dijalankan oleh aparatur penegak
hukum, meskipun diberi kewenangannya oleh undang-undang, tetapi dalam Pasal
39 ayat (1) KUHAP membatasi dan menentukan secara limitatif tentang apa saja
yang dapat dikenakan penyitaan yaitu :
a) Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
b) Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkannya.
c) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak
pidana.
(38)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
31
e) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan.
5. Pemeriksaan Tersangka dan Saksi
Memeriksa tersangka dan saksi, penyidik memanggil mereka dengan
alasan yang jelas dan dengan surat panggilan yang sah serta dengan
memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara hari diterimanya panggilan
dengan waktu kapan mereka harus memenuhi panggilan tersebut. Apabila
tersangka atau saksi yang dipanggil tidak datang tetapi memberi alasan yang patut
dan wajar bahwa ia tidak dapat datang, penyidik datang ketempat kediamannya14
Pemeriksaan saksi pada tahap penyidikan tidak disumpah, kecuali apabila
ada cukup alasan untuk menduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam
pemeriksaan di sidang pengadilan. Sedangkan pemeriksaan terhadap tersangka, .
Sebelum penyidik melakukan pemeruksaan kepada tersangka, terkebih
dahulu harus diberitahukan kepada tersangka akan haknya untuk mendapat
bantuan hukum. Dengan kata lai, dalam perkaranya, tersangka wajib didampingi
oleh penasehat hukum, yaitu dalam hal tersangka tersebut melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana mati atau atau ancaman pidana lima belas
tahun atau lebih, yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri. Dalam hal
demikian penyidik dan semua pejabat dalam tahap pemeriksaan, wajib menunjuk
penasihat hukum bagi mereka dengan maksud memberikan bantuan hukum secara
cuma-cuma. Hal ini ditentukan dalam Pasal 56, 114 KUHAP.
14
(39)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
selamanya tidak dilakukan penyumpahan, baik ditingkat penyidikan maupun
dipersidangan.
Segala tindakan penyidik dalam hal yang berkaitan dengan penyidikan
yang meliputi : pemeriksaan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan,
pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi,
pemeriksaan ditempat kejadian, pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan
ketentuan KUHAP, semuanya dibuat berita acaranya. Berita acara tersebut dibuat
atas kekuatan sumpah jabatan dan ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat
dalam tindakan tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 75 KUHAP.
B. Macam-macam Penyidik
Pasal 6 ayat (1) KUHAP menerangkan bahwa : “Penyidik adalah :
- Pejabat Polisi Negara Republik Indionesia
- Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang”.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) tersebut hanya
terdapat dua macam penyidik yang dibantu dengan penyidik pembantu yang
terdapat dalam Pasal 10 KUHAP.
Peratuaran Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana, syarat kepangkatan penyidik ditentukan
bahwa untuk polisi serendah-rendahnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi,
sedangkan untuk Pejabat Pegawai Negeri Sipil serendah-rendahnya berpangkat
Pengatur Muda Tingkat I (golongan II/b) atau yang disamakan. Syarat
(40)
serendah-Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
33
rendahnya berpangkat Sersan Dua Polisi, sedangkan untuk Pejabat Pegawai
Negeri Sipil serendah-rendahnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a) atau
yang disamakan15
Perlu dikemukakan bahwa penyidik seperti yang tersebut dalam Pasal 6
ayat (1) b yaitu : “ Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang”, dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah
kordinasi dan dibawah pengawasan penyidik seperti yang tersebut dalam Pasal 6
ayat (1) yaitu “ Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia”. Dalam pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan segala kewenangannya menjunjung tinggi hukum yang
berlaku sebagaimana ditentukan dalm Pasal 7 ayat (3) KUHAP. Pegawai Negeri
Sipil hanya penyidik delik-delik yang tersebut dalam perundang-undangan pidana . Namun ada kekecualian jika disuatu tempat tidak ada Pejabat
Penyidik berpangkat Pembantu Letnan ke atas maka Komandan Sektor
Kepolisian yang berpangkat Letnan ke atas, maka Komandan Sektor Kepolisian
yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannya
adalah Penyidik.
Penyidik Pejabat Polisi Negara tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian
Negara Republik Indinesia yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada
pejabat polisi lain. Penyidik Pegawai Negeri Sipil diangkat oleh Menteri
Kehakiman atas usul departemen yang membawahi pegawai tersebut. Wewenang
pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman. Sebelum
pengangkatan terlebih dahulu Menteri Kehakiman meminta pertimbangan Jaksa
Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
15
(41)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
khusus atau perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana (non penal
code offences).
Pekerjaan Polisi sebagai Penyidik dapat dikatakan berlaku diberbagai
negara manapun yang menganut azas negara hukum. Kekuasaan dan wewenang
Polisi sebagai Penyidik luar biasa penting dan sangat sulit. Di Indonesia Polisi
memonopoli penyidikan hukum pidana umum (KUHP) berbeda dengan
negara-negara lain. Wewenang Polisi untuk menyidik yang meliputi kebijaksanaan Polisi
membuat pertimbangan tindakan apa yang akan diambil dalam saat yang sangat
singkat pada penanggapan suatu delik. Begitu pula tentang pengetahuan hukum
(pidana). Penyidikan tentui diarahkan kepada pembuktian sehingga tersangka
dapat dituntut kemudian dipidana. Penyidikan sudah dilakukan tetapi berakhir
dengan pembebasan tentu akan merugikan nama baik polisi dalam masyarakat.
Sebelum penyidikan dimulai, harus sudah dapat diperkirakan delik apa
yang telah terjadi dan dimana tercantum delik itu dalam perundang-undangan
hukum pidana. Hal ini penting sekali karena peyidikan diarahkan kepada keadaan
yang terjadi yang cocok dengan perumusan delik tersebut.
C. POLRI sebagai Penyidik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia fungsi dan peranan POLRI diatur dalam Pasal 2
(42)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
35
Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa : ”Fungsi kepolisian adalah salah satu
fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat”.
Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa :
(1) Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh :
o kepolisian khusus;
o penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau
o bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
(2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,
b, dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
Selanjutnya dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa : “Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia”.
Selamjutnya dalam Pasal 5 dinyatakan bahwa :
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan
(43)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang
merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
Tugas dan wewenang dari POLRI diatur dalam Pasal 13 sampai dengan
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa :
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b) menegakkan hukum; dan
c) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Selamjutnya dalam Pasal 14 dimyatakan bahwa :
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
- melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
- menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
(44)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
37
- membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
- turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
- memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
- melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa;
- melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan
lainnya;
- menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian;
- melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia;
- melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
- memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
(45)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam Pasal 15 dinyatakan bahwa :
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:
a) menerima laporan dan/atau pengaduan;
b) membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum;
c) mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d) mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
e) mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
f) melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian
dalam rangka pencegahan;
g) melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h) mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
i) mencari keterangan dan barang bukti;
j) menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k) mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam
rangka pelayanan masyarakat;
l) memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan
(46)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
39
m) menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan lainnya berwenang :
a) memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan
masyarakat lainnya;
b) menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
c) memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
d) menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
e) memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,
dan senjata tajam;
f) memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan
usaha di bidang jasa pengamanan;
g) memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan
petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
h) melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan
memberantas kejahatan internasional;
i) melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang
berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
j) mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian
internasional;
k) melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas
(47)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a
dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya dalam Pasal 16 dintakan bahwa :
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia
berwenang untuk:
a) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b) melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c) membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d) menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri;
e) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
h) mengadakan penghentian penyidikan;
i) menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j) mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang
(48)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
41
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka
melakukan tindak pidana;
k) memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil
untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan
penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan;
c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan
jabatannya;
d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. menghormati hak asasi manusia.
BAB III
(49)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
DALAM SISTEM PEMERIKSAAN CEPAT
A. Tugas dan Wewenang Penuntut Umum.
Ketentuan Pasal 1 angka 6 sub a dan b dicantumkan adanya Penuntut
Umum yang bunyinya sebagai berikut :
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini
untuk bertindak sebagai Penuntu Umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
b. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.
Pasal 1 butir 7 KUHAP mengatur tentang penuntutan, yang dalam
rumusannya berbunyi :
“Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”
Wewenang Penuntut Umum yang diatur dalam KUHAP adalah16
1. Mempersiapkan tindakan penuntutan
:
2. Melaksanakan penuntutan di sidang pengadilan.
3. Melaksanakan penetapan hakim
4. melaksankan upaya hukum kuar biasa
5. Dalam perkara koneksitas.
16
Hendrastanto, dkk, Kapita Selecta Hukum Acara Pidana di Indonesia, Jakarta : 1987, h. 151
(50)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
43
Menurut Pasal 137 KUHAP, penuntut umum berwenang melakukan
penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana
dalam daerah hukumnya, dengan melimpahkan perkara ke pengadilan. Dengan
demikian, Kaksa Penuntut Umum hanya berwenang melakukan penuntutan
terhadap kejahatan yang terjadi didaerah hukumnya. Namun dalam hal-hal
khusus, karena kejaksaan adalah satu dan tidak dapat dipisah-pisahkan seperti
yang ditentukan dalam Pasal 3 Undang Pokok Kejasaan, yakni
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004, apabila dipandang perlu, pimpinan kejaksaan
dapat memrintahakan jaksa bawahannya untuk melimpahkan dan menyidangkan
perkara di luar daerah hukum jaksa tersebut tetapi masih dalam daerah hukum dari
pimpinan kejaksaan yang menerbitkan surat perintah itu.
Penuntut Umum, setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik, segera
mempelajari dan menelitinya dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan
kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Apabila
hasil penyidikan belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik, disertai petunjuk tentang hal apa yang harus dilakukan untuk
melengkapinya. Dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas,
penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut
umum. Hal ini diatur dalam Pasal 138 KUHAP. Setelah penuntut umum
menerima atau menerima kembali hasil penyidik yang lenkap dari penyidik, ia
segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk
(51)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
Hubungan antara penyidik dan penuntut umum sangat erat dalam
pelaksanaan penegakan hukum menurut KUHAP. Dalam hubungan ini yang
menonjol dicantumkan beberapa hal antara lain17
1. Sejak awal suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana diungkapkan
atau penyidik telah mukai melakukan penyidikan suatu perisriwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada
penuntut umum. Selanjutunya bilamana menurut pendapat penyidik bahwa
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan
tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik
memberitahukan puka kepada penuntut umum. :
2. Hubungan penyidik dan penuntut umum selanjutnya dapat diperhatikan
dalam hal penyidik memerlukan perpanjangan penahanan kepada penuntut
umum sehubungan dengan kepentingan pemeriksaan belum selesai.
3. Hubungan penyidik dan penuntut umum nampak pila dalam hal
perwujudan ‘pra penuntutan’.
Dalam praktek tidak sesederhana yang ditentukan dalam undang-undang,
sebab sering terjadi petunjuk-petunjuk dari jaksa tidak sepenuhnya dapat
dilaksanakan oleh penyidik disebabkan bermacam-macam faktor, antara lain
petunjuk jaksa tersebut ditafsirkan keliru oeh penyidik, atau pentunjuknya sendiri
tidak jelas atau mengkin juga petunjuk tersebut sudah demikian jelas dan memang
telah dimengerti penyidik, tetapi untuk dilaksanakan tidak mungkin atau sulit.
Misalnya, petunjuk dari jaksa menghendaki saksi tertentu diperiksa karena
17
(52)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
45
demikian pentingnya, namun saksi dimaksud tidak dapat ditemukan oleh penyidik
dan sebagainya. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya mondar-mandir
berkas perkara dari penuntut umum kembali lagi kepada penyidik untuk
dilengkapi dan lagi-lagi dikembalikan penuntut umum kepada penyidik dapt
terjadi.
Menghindari atau setidak-tidaknya mengurangi frekuensi
mondar-mandirnya berkas perkara tersebut, di kantor kejaksaan disediakan kamar
konsultasi, yakni kamar khusus konsultasi masalah berkas perkara antara penyidik
dan penuntut umum. Dengan demikian disamping petunjuk dari jaksa penuntut
umum secara tertulis, dapat lebih dijelaskan secara lisan.
Bila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat
dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.
Sebaliknya, dapat juga penuntut umum memutuskan untuk menghentikan
penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa tersebut ternyata
bukan merupakan tindak pidana, atau perkara ditutp demi hukum. Dalam hal ini
demikian penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan yang
dalam praktek lazim disebut sebagai Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
yang biasa disingkat SKPP. Masalah ini ditentukan dalam pasal 140 KUHAP.
Perkara ditutup demi hukum, yaitu adanya kepastian hukum yang
menyebabkan perkara tersebut harus ditutup, misalnya dalam hal tersangkanya
meninggal dunia (pasal 77 KUHAP), penuntut umum perlu membuat surat
ketetapan tentang tentang gugurnya penuntutan. Selain itu, dapat terjadi perkara
(53)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
Dalam pasal 78 KUHAP menentukan kewenangan menuntut pidana hapus
karena kadaluarsa, yaitu:
1. Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan
percetakan, sesudah satu tahun.
2. Mengenai kejahatan yang diancam dengan denda, kurungan atau
pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun.
3. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari
tiga tahun, sesudah dua belas tahun.
4. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
Isi Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan yang diterbitkan oleh
Penuntut Umum tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan,
wajib segera dibebaskan. Disamping itu Surat Ketetapan tersebut wajib
disampaikan kepada Tersangka atau keluarga atau Penasehat Hukum, Pejabat
Rumah Tahanan Negara, Penyidik dam Hakim.
Surat Ketetapam Penghentian Penuntutan yang diterbitkan oleh Penuntut
Umum tersebut bukan sesuatu yang abadi, karena apabila kemudian ternyata ada
alasam baru, Penuntut Umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.
Hal ini drtentukan dalam pasal 140 KUHAP.
Dalam hal ada Penghentian Penuntutan, tentu ada pihak-pihak yang
kecewa terhadap hal tersebut, misalnya pelapor atau penyidik. Bila demikian
pihak-pihak tersebut dapat mengajukan kepada Ketua Pengadilan permintaan
(54)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi Kasus Putusan Pengadilan Nomor : 04/Pid.C/2008/PN-MDN), 2008.
USU Repository © 2009
47
KUHAP. Apabila Hakim prapaeradilan tersebut menetapkan bahwa penghentian
penuntutan tersebut tidak sah, perkara harus disidangkan atau dilakukan
penuntutan dan Jaksa menerbitkan Surat Ketetapan Pencabutan Penghentian
Penuntutan dengan menyebutkan Putusan Praperadilan nomor dan tanggalnya
disebutkan.
Dalam hal Penuntut Umum melakukan penuntutan, ia dapat melakukan
penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan (voeging),
apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa
berkas, perkara yaitu dalam hal:
1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sama dan
kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap
penggabungannya.
2. beberapa tindak pidana yang bersangkut paut dengan yang lain.
3. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain,
tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya. Dalam hal ini
penggabungan tersebut perlu bagi pemeriksaan (pasal 141 KUHAP).
Penuntut Umum juga dapat melakukan pemisahan dari satu berkas perkara
dipecah menjadi lebih dari satu berkas perkara (splitzing), sebagaimana ditentukan
oleh pasal 142 KUHAP. Selanjutnya Penuntut Umum melimpahkan perkara ke
Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut
disertai dengan surat dakwaan. Salinan surat pelimpahan perkara beserta surat
(55)
Rachman Hakiki : Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat (Studi
dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan
perkara tersebut ke Pengadilan Negeri (pasal 143 ayat 4 KUHAP).
Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan
ditandatangani dan berisi:
- Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka.
- Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak
pidana dilakukan.
Surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat-syarat dinyatakan batal demi
hukum (pasal 143 ayat 3). Meskipun demikian kepada penuntut umum masih
diberi kesempatan untuk mengubah surat dakwaan, bila memang diperlukan,
tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti yang ditentukan dalam pasal
144 KUHAP, yaitu:
- Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum
pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk
menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
- Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu
kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.
- Dalam hal Penuntut Umum mengubah surat dakwaan ia
menyampaikan salinannya kepada tersangka atau penasehat hukum
(1)
Adapun yang menjadi kesimpulan dari pembahasan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Kedudukan POLRI dalam Sistem Hukum Acara Pidana Indonesia adalah sebagai salah satu Penyidik yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) butir a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 yang merupakan pelaksanaan KUHAP, ditentukan bahwa, penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi. Demikian juga Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b) atau disamakan dengan itu. Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebgaimana dimaksud di atas, Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara (dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi), karena jabatannya menjadi penyidik. Adapaun yang menjadi wewenang dari Penyidik POLRI seperti yang ditentukan dalam Pasal 7 KUHAP adalah sebagai berikut :
- Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.
- Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
- Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
(2)
- Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. - Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
- Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
- Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
- Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
- Mengadakan penghentian penyidikan.
- Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2. Peran Penyidik POLRI sebagai Penuntut dalam Sistem Pemeriksaan Acara
cepat diatur dalam Pasal 205 ayat (2), dimana Penyidik dapat melimpahkan perkara atas kuasa Penuntut Umum. Dengan demikian, dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan :
1. Penyidik mengambil alih wewenang Penuntut Umum, atau wewenang penuntut umum sebagai aparat penuntut dilimpahkan undang-undang kepada penyidik.
2. Dengan pelimpahan wewenang tersebut penyidik atas kuasa penuntut umum :
1) Melimpahkan berkas perkara langsung ke pengadilan tanpa melalui aparat penuntut umum.
2) Berwenang langsung menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, atau juru bahasa yang diperlukan ke sidang pengadilan.
(3)
3. Pelimpahan atas kuasa penuntut umum kepada penyidik dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan adalah “demi hukum”. Berdasarkan penegasan Pasal 205 ayat (2), yang dimaksud “atas kuasa” dari penuntut umum lepada penyidik adalah “demi hukum” . Sehingga dalam hal ini penyidik bertindak atas kuasa undang-undang , dan tidak memerlukan suara kuasa khusus lagi dari prnuntut umum.
B. Saran
POLRI sebagai penyidik memegang peranan yang penting dalam pelaksanaan penegakan hukum, terutama perannya dalam penyelesaian perkara melalui sistem pemeriksaan acara cepat khususnya dalam hal tindak pidana pelanggaran lalu lintas jalan.
Adapun saran dari penulis dalam skripsi yang berjudul “ PERANAN PENYIDIK POLRI SEBAGAI PENUNTUT DALAM SISTEM PEMERIKSAAN ACARA CEPAT ” yaitu :
1. Sebagai poros terdepan penegakan hukum dalam masyarakat hendaknya POLRI sebagai Penyidik bertindak profesional dan objektif dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya dalam hal memeriksa setiap perkara tindak pidana yang terjadi.
2. Penyidik POLRI sebagai Penuntut dalam sistem pemeriksaan acara cepat, hendaknya bertindak cepat dalam hal pemeriksaan tersangka sehingga tidak memakan waktu yang lama untuk diajikan ke pengadilan.
(4)
3. POLRI sebagai salah satu petugas pengamanan dalam lalu lintas hendaknya juga memberikan sosialisasi tata tertib berlalu lintas sehingga masyarakat juga semakin memahami pentingnya mematuhi tata tertib berlalu lintas sehingga dapat mengurangi tingkat pelanggaran atau kecelakaan dalam lalu lintas jalan
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Al. Wisnubroto, 2005. Pembaharuan Hukum Acara Pidana, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
A. Soetomo, 1990. Hukum Acara Pidana Indonesia dalam Praktek, Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta.
Andi Hamzah, 2001. Hukum Acara Pidana Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.
Harahap, M. Yahya, 1998. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (jilid II), Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta.
Hendrastanto, Yudowidagdo, 1987. Kapita Selecta Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit Bina Aksara, Jakarta.
Lamintang, P.A.F, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya, Bandung.
Ratnasari, 1995.Penyidikan dan Penuntutan dalam Hukum Acara Pidana, Penerbit Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan. R. Atang Ranoemihardja, 1976, Hukum Acara Pidana, Penerbit Tarsito, Bandung. Soesilo, R, 1994. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) serta
Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Penerbit Politeia, Bogor.
Sasangka, Hari dan Lili Rosita, 2003. Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Penerbit Mandar Maju.
Tresna, R., 2000. Komentar HIR., Penerbit PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono, 1980. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Penerbit PT. Eresco, Jakarta-Bandung.
__________,1985, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Penerbit Sumur Bandung,
Peraturan-Peraturan:
(6)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Majalah-majalah:
Majalah Forum Keadilan, No.17, tgl. 29 Juli 2001.
Majalah Novum, Edisi 05/ 11/ September-November 2006, hal. 8.
Website