BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Makan Ibu Hamil - Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi terhadap Kejadian Hipertensi pada Ibu Hamil di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Makan Ibu Hamil

  Menurut Heaper 1986 dalam Nadeak (2011) pola makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi, saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat.

  Menurut Hong dalam Kardjati dalam Arisman (2003), mengemukakan bahwa, pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari oleh seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan gizi setiap hari. Jumlah dan takaran makan seseorang dengan orang lainnya berbeda-beda, tergantung jenis kelamin, aktivitas fisik serta kondisi seseorang.

  Pendapat para pakar tersebut dapat diartikan secara umum pola makan merupakan cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau kelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial budaya dimana mereka hidup (Almatsier 2006).

  Selama masa hamil atau menyusui ibu harus memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat yang sesuai dengan kebutuhan gizi. Makanan bergizi ini untuk memenuhi kebutuhan janin dan meningkatkan produksi ASI (Soetjiningsih, 1997).

  Pemasukan makanan ibu hamil pada triwulan I sering mengalami penurunan karena menurunnya nafsu makan dan sering timbul mual atau muntah, tetapi makanan ini harus tetap diberikan seperti biasa. Untuk mengatasi rasa mual dan muntah sebaiknya porsi makanan ibu diberikan lebih sedikit dengan frekuensi pemberian lebih sering, sedangkan pada triwulan II nafsu makan ibu biasanya sudah meningkat. Kebutuhan akan zat tenaga lebih banyak dibandingkan kebutuhan saat hamil muda, demikian juga kebutuhan zat pembangun dan zat pengatur seperti lauk- pauk, sayuran, dan buah-buahan berwarna (Soetjiningsih, 1997). .

  Pada kehamilan triwulan III, janin mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Umumnya nafsu makan ibu sangat baik, dan ibu sering merasa lapar. Pada masa ini hindari makan berlebihan sehingga berat badan tidak naik terlalu banyak. Bahan makanan yang banyak mengandung lemak dan hidrat arang seperti yang manis-manis dan gorengan perlu dikurangi. Bahan makanan sumber zat pembangun dan pengatur perlu diberikan lebih banyak dibandingkan pada kehamilan triwulan II, karena selain untuk pertumbuhan janin yang sangat pesat, juga diperlukan untuk ibu dalam persiapan persalinan (Manuaba, 2009).

  

Kebutuhan Makanan Ibu Hamil Ibu Hamil dalam Sehari

Bahan Makanan Wanita Dewasa Tidak Hamil Ibu Hamil Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

  Nasi 31/2 piring 31/2 piring 4 piring 3 piring Ikan 11/2 piring 11/2 piring 4 potong 3 potong Tempe 3 potong 3 potong 4 potong 5 potong Sayuran 11/2 mangkuk 11/2 mangkuk 3 mangkuk 3 mangkuk Buah 2 potong 2 potong 2 potong 2 potong Gula 5 sdm 5 sdm 5 sdm 5 sdm Susu Lemak, minyak/santan

  • 5 sendok teh 1 gelas 5 sendok teh 1 gelas 5 sendok teh 1 gelas 5sendok teh

  Air Garam 4 gelas

  1 sendok teh 6 gelas 1 sendok teh 6 gelas

  1 sendok teh 6 gelas 1sendok teh Sumber : Manuaba, I.A.C, dkk, 2009.

  Pola makan yang baik bagi ibu hamil harus memenuhi sumber karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral. Untuk pengganti nasi dapat digunakan jagung, ubi jalar dan roti. Untuk pengganti protein hewani dapat digunakan Tempe, Tahu. Makanan ibu selama hamil diharapkan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Demi suksesnya kehamilan, keadaan gizi ibu pada waktu konsepsi harus dalam keadaan baik dan selama hamil harus mendapatkan tambahan protein, mineral, vitamin dan energi (Prastiono, 2009).

  Untuk memperoleh pengaruh yang lebih baik dari pola makan ibu hamil, perlu diperhatikan prinsip ibu hamil, yaitu jumlah lebih banyak, mutu lebih baik, selain itu susunan menu juga harus seimbang. Adapun menu ibu hamil yang seimbang setara dengan nasi/pengganti 5-6 piring, lauk hewani 4-5 potong, lauk nabati 3-4 potong, sayuran 2-3 mangkuk, buah-buahan 3 potong dan dianjurkan minum 8-12 gelas/hari. terlalu panas/dingin dan tidak menggunakan alkohol. Dianjurkan juga banyak makan sayuran berwarna hijau (Prastiono, 2009).

2.1.2. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

  Makanan ibu hamil mempunyai peranan penting bagi tumbuh kembang janin dan pada saat ibu melahirkan. Selama kehamilan seorang ibu akan mengalami perubahan baik anatomis, fisiologis, maupun perubahan lainnya yang akan meningkatkan kebutuhan zat gizi dalam makanannya. Di dalam rahim ibu terdapat janin yang sedang tumbuh, ditempat lain beberapa organ tubuh ibu mengalami perubahan fungsi dalam rangka mempersiapkan kehadiran sang bayi (Paath, 2005).

  Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap harinya adalah 2500 kalori. Pengetahuan tentang berbagai jenis makanan yang dapat memberikan kecukupan kalori tersebut sebaiknya dapat dijelaskan secara rinci dan bahasa yang dimengerti oleh para ibu hamil dan keluarganya. Jumlah kalori yang berlebih dapat menyebabkan obesitas dan hal ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

  

pre-eklampsiaaa . Jumlah pertambahan berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12

  kg selama hamil. Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per hari. Sumber protein tersebut dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (kacang- kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju, susu, telur). Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran prematur, anemia dan edema. Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah

  

riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu. Metabolisme yang tinggi pada ibu

  60 Kalsium (Ca) (mg) 500 900 Zat besi (Fe)(mg)

  80 2,4

  4

  60

  11 Vitamin C (mg) natrium (mg)

  10

  56 Vitamin A (RE) 500 700 Vitamin D 400 600 Tiamin (mg) 1 1,2 Riboflavin (mg) 1 1,2 Niasin (mg)

  26

  48

  hamil memerlukan kecukupan oksigenasi jaringan yang diperoleh dari pengikatan dan pengantaran melalui hemoglobin di dalam sel-sel darah merah. Untuk menjaga konsentrasi hemoglobin yang normal, diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg/hari. Zat besi yang diberikan dapat berupa ferfous gluconate,

  80 Protein (g)

  75

  Kalori (Kal) 2300 2.500 Lemak (g)

  Kalori dan Zat Gizi Tidak Hamil Hamil

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Zat Gizi Ibu Hamil menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004

  menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan asam folat bagi pematangan sel. Jumlah asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram per hari. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil (Stephenson, 1986).

  

ferrous fumarate atau ferrous sulphate. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat

  Sumber; Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, 1998 badan si ibu. Namun jika terjadi gangguan masa kehamilan maka dapat diatur sebagai berikut (Sayogo, 2007).

  1. Pada Trimester I : Pada umur kehamilan 1-3 bulan kemungkinan terjadi penurunan berat badan. Hal ini disebabkan adanya gangguan pusing, mual bahkan muntah. Untuk itu dianjurkan porsi makanan kecil tetapi sering. Bentuk makanan kering/tidak berkuah.

  2. Pada Trimester II : Nafsu makan ibu membaik, makan makanan yang diberikan : 3x sehari ditambah 1x makanan selingan. Hidangan lauk pauk hewani seperti : telur, daging, teri, hati sangat baik dan bermanfaat untuk menghindari kurang darah.

  3. Pada Trimester III : Makanan harus disesuaikan dengan keadaan badan ibu. Bila ibu hamil mempunyai berat kelebihan, maka makanan pokok dan tepung-tepungan dikurangi, dan memperbanyak sayur-sayuran dan buah-buahan segar untuk menghindari sembelit. Bila terjadi keracunan kehamilan/oedem (bengkak-bengkak pada kaki), maka janganlah menambah garam dapur dalam masakan sehari-hari.

2.2. Status Gizi Ibu Hamil

  Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel . Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan tertentu (Supariasa, dkk, 2001), sedangkan menurut Almatsier (2006) menyatakan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat- zat gizi. Dibedakan gizi baik, kurang dan buruk.

2.2.1. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil

  Status gizi ibu hamil dapat diketahui melalui mengukur tinggi badan, penambahan berat badan, ketebalan jaringan lemak bawah kulit serta lingkar lengan atas.

  a. Tinggi Badan

  Tinggi badan selain ditentukan oleh faktor genetis, juga ditentukan oleh status gizi sewaktu masa kanak-kanak. Keadaan ini dapat diartikan bahwa gangguan gizi sewaktu masa kanak-kanak pengaruhnya sangat jauh, yaitu sampai produk kehamilannya (Almatsier, 2006) . Pengukuran tinggi badan ibu hamil sedapat mungkin dilaksanakan pada masa awal kehamilan untuk menghindari kesalahan akibat perubahan postur tubuh. Perubahan postur tubuh dapat mengurangi ukuran tinggi badan sepanjang 1 cm Ibu yang mempunyai tinggi badan < 143 cm akan melahirkan bayi yang lebih kecil dibandingkan ibu yang mempunyai tinggi badan normal (Paath, 2005).

  b. Penambahan Berat Badan Ibu Hamil

  Berat badan ibu hamil merupakan parameter yang penting selama kunjungan antenatal. Bila berat badan ibu pada kunjungan antenatal pertama < 47 kg kemungkinan melahirkan bayi berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah 1,73 kali lebih

  2004).

  Peningkatan berat badan pada ibu hamil, bertambahnya berat badan normal perminggu untuk ibu hamil adalah 0,35 kg, sedangkan untuk berat badan dengan kenaikan 0,90 kg/minggu atau 2,75 kg perbulan semenjak trimester pertama akan mempengaruhi sirkulasi didalam tubuh sehingga mencetuskan kejadian hipertensi dalam kehamilan, dapat diketahui pada usia kehamilan 20 minggu terutama untuk kehamilan anak pertama atau kehamilan lebih dari tiga kali (Prawiharjo, 2009).

  Penambahan berat badan (BB) selama hamil idealnya berbeda-beda setiap orangnya, tergantung berapa berat badan sebelum hamil. Walaupun ada yang berpendapat bahwa kenaikan BB ibu hamil sebaiknya sekitar 10-16 kg selama hamil. Untuk menghitung seberapa BB ideal Anda bertambah selama hamil, kita bisa menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT).

  Rumus IMT adalah: Nilai IMT = Berat Badan Sebelum Hamil

  

2

Tinggi badan (m )

Tabel 2.3. Rekomendasi Kenaikan Berat Badan Ibu Hamil Berdasarkan IMT Sebelum Kehamilan

  Keadaan gizi berdasarkan IMT Kenaikan BB (Kg)

  Gizi kurang/underweight (<19,8) 12,5 – 18.00 Normal (19,8-26) 11,5 – 16,00 Gizi lebih / over weight (> 26 – 29) 7,0 – 11,5 Obesitas (29)

  6,0

  Sumber : Arisman,2003

  Kategori

  IMT Penambahan Berat Badan (Kg) Trimester I Trimester II/III Per Minggu

  Kurus

  IMT < 19.8 2,3 0,49 Normal

  IMT 19.8 - 25 1,6 0,44 Lebih

  IMT 26 - 29 0,9 0,3 Obesitas

  IMT 29

  Sumber : Arisman,2003

  c. Ketebalan Jaringan Lemak Bawah Kulit

  Ukuran ini merupakan indikator status gizi ibu hamil dengan berat badan bayi sewaktu lahir. Tebal skinfold < 10 cm secara bermakna akan melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) 1,7 kali lebih besar bila dibandingkan dengan ibu yang ukuran skinfoldnya > 10 cm (Neel, 1991).

  d. Lingkar Lengan Atas (LILA)

  LILA dapat digunakan untuk skrining pada ibu hamil, bila ukuran LILA < 23,5 cm maka ibu hamil ini menderita kekurangan energi kronis (Almatsier, 2006).

  Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein pada wanita usia subur (WUS). Pengukuran LILA untuk memantau status gizi dalam jangka panjang. Tujuan pengukuran LILA adalah untuk mengetahui risiko KEK (Kekurangan Energi Kronis) pada WUS, meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penanggulangan KEK dan mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.

  1. Tetapkan posisi bahu dan siku.

  2. Letakkan pita antara bahu dan siku.

  3. Tentukan titik tengah.

  4. Lingkarkan pita pada tengah lengan.

  5. Pita jangan terlalu ketat atau longgar.

  6. Lakukan pembacaan skala dengan benar (Supariasa, 2001)

2.3. Perilaku

2.3.1. Perilaku Kesehatan

  Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme respons.

  Berdasarkan batasan perilaku Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

  Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoatmodjo, 2007) : Perilaku ini adalah usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu; 1.

  Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

  2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

  3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman.

  Berdasarkan ketiga aspek pemeliharaan kesehatan di atas, maka semua aspek tersebut berperan dalam memelihara kesehatan ibu selama hamil terutama perilaku gizi (pola makan) ibu selama hamil karena penting dalam menjaga kesehatan ibu dan janin agar terhindar dari komplikasi kehamilan khususnya hipertensi pada ibu hamil.

  

b. Perilaku pencarian dan penggunaan atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau

sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior).

  Perilaku ini adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. Perilaku ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit.

  c. Perilaku kesehatan lingkungan

  Perilaku ini adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut mempengaruhi kesehatannya.

  Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo (2007). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: 1.

  Faktor predisposisi (predisposing factor).

  Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun janinnya.

2. Faktor pemungkin (Enabling factors).

  Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, ibu hamil yang mau memeriksakan kehamilan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa kehamilan, misalnya puskesmas dan rumah sakit. Faktor penguat (reinforcing factors).

  Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan.

  Berdasarkan teori Green di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku ibu hamil dalam memelihara kesehatannya dipengaruhi oleh factor predisposing, factor

  

enabling dan factor reinforcing seperti yang sudah diuraikan di atas. Apabila

  dihubungkan dengan status kesehatan ibu hamil, maka perilaku kesehatan ibu selama hamil dimana dalam penelitian ini adalah pola makan ibu yang didukung dengan pengukuran status gizi ibu hamil dapat mempengaruhi status kesehatan ibu atau terkait dengan terjadinya hipertensi pada kehamilan.

  Dalam Notoatmodjo (2007) konsep tersebut dapat diilustrasikan seperti bagan Konsep Blum dan Konsep Green, yaitu Hubungan Status kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan atau Promosi kesehatan di bawah ini.

  Sumber : Notoatmodjo, 2005.

Gambar 2.1. Skema modifikasi teori Green dan teori Blum

2.4. Hipertensi pada Kehamilan

2.4.1. Konsep Dasar Hipertensi

  Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel diastolik) (Lindhermer, 1993).

  Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi. Karena arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit. Ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah memaksa melewati jalan yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi. Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolic tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal (Lindhermer, 1993).

  Menurut Jan A. Staessen dalam Bobak (2004), seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diatolik (TDD)

  ≥ 90 mmHg. Beberapa tahun lalu WHO memberi batasan TDS 130 – 139 mmHg atau TDD 85 – 89 mmHg sebagai batasan normal tinggi. Dengan makin banyaknya penelitian tentang komplikasi hipertensi terhadap kardiovaskuler dan ginjal, maka ditetapkan batasan tekanan darah untuk hipertensi semakin rendah.

  Hipertensi dalam kehamilan dapat digolongkan sebagai berikut : a. Hipertensi dalam kehamilan (HDK) : yang terdiri atas pre-eklampsiaa dan eklampsia.

  b.

  Hipertensi kronik sebelum kehamilan.

  c.

  Hipertensi kronik dengan HDK superimpos (superimposed) Defenisi HDK adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal. Diagnosis dibuat jika perubahan tekanan darah didapatkan pada 2 pengukuran dengan beda waktu sekurang-kurangnya 6 jam. Adanya proteinuria pada HDK membenarkan pemakaian istilah pre-eklampsia suatu keadaan yang lebih berat dari pada kelainan ini (Ben-zion, 1994).

  Pada umumnya kehamilan yang sudah terdeteksi dengan risiko tinggi yang dapat menimbulkan hipertensi harus segera mendapatkan perawatan di rumah sakit sehingga penanganan dapat segera dilakukan (Saifudin, 2002).

  Tiga hal yang perlu diperhatikan pada patofisiologi hipertensi dalam kehamilan adalah :

1. Bertambahnya tonus vasokonstriktor

  Melihat adanya respon vaskuler yang didefenisikan sebagai kenaikan tekanan diastolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat pemberian angiotensin II yang dinyatakan dalam nanogram angiotensin perkilogram berat badan permenit. Wanita setelah usia kehamilan 20 minggu (Ben-zion, 1994).

  2. Kerja prostaglandin Prostaglandin dapat mempengaruhi respon vaskuler terhadap zat vasoaktif, sehingga pembentukan prostaglandin dalam hal ini dianggap melindungi jaringan vaskuler terhadap vasokostriksi yang tidak diinginkan. Berkurangnya perfussi intervilli yang khas pada hipertensi dalam kehamilan merupakan hasil dari ketidakmampuan utero plasenta, sehingga mengakibatkan kesehatan janin menjadi lebih buruk dibandingkan dengan kesehatan ibu (Ben-zion, 1994). Hal ini terjadi karena aliran darah plasenta sisi material pada hipertensi dalam kehamilan mengalami gangguan, sebagai akibat dari menurunnya pembentukan prostasiklin yang menyebabkan endotel pembuluh umbilical seringkali menjadi rusak dan suplai kebutuhan nutrisi dan oksigen ke janin terganggu (Prawiharjo, 2009).

  Pada waktu tertentu jika tubuh tidak mampu berkompensasi dengan meningkatnya tekanan darah maka timbul koagulasi intravaskuler diseminata (KID), merupakan sebab yang menonjol dalam patofisiologi hipertensi dalam kehamilan sebagai akibat penting dari sindrom hipertensi dalam kehamilan tingkat lanjut (Wiknjosastro, 1994). Sebagai akibat KID faktor pembekuan mengalami perubahan pada jumlah trombosit, yang lebih rendah dari 150.000 (Bobak 2004) .

  3. Faktor imunologik kehamilan pertama, keadaan superimpos dengan hipertensi kronik sepuluh kali lebih sering dari pada kehamilan berikutnya (Prawiharjo, 2002).

  Faktor genetik telah lama diketahui sebagai faktor keluarga yang menyokong terjadinya hipertensi dalam kehamilan, sehingga ginotip maternal lebih penting dari pada antigen janin dalam proses immunologic yang menimbulkan hipertensi dalam kehamilan yang berat (Ben-zion Taber, 1994).

  Ketiga faktor ini saling berkaitan, sehingga komplikasi hipertensi sesungguhnya dapat diprediksi atau diketahui secara dini.

2.4.3. Penyebab Hipertensi dalam Kehamilan

  Hipertensi yang timbul atau diperberat oleh kehamilan lebih mungkin terjadi pada wanita yang :

  1. Terpapar vilikorialis untuk pertama kalinya 2.

  Terpaparnya vilikorialis yang terdapat dengan jumlah yang sangat berlimpah, seperti pada kehamilan kembar atau pada molahidatidosa

  3. Mempunyai riwayat penyakit vaskuler 4.

  Mempunyai kecenderungan genetik untuk menderita hipertensi dalam kehamilan (Prawiharjo, 2009)

  Ibu hamil yang memiliki resiko hipertensi dalam kehamilan diperberat oleh pembentukan antibodi penghambat, yang terdapat pada tempat-tempat yang bersifat antigen pada placenta. Pre-eklampsia mungkin lebih sering terjadi pada wanita dari keluarga yang tidak mampu, namun pada awal tahun 1990-an eklampsia diyakini status gizi wanita hamil (Prawihardjo, 2009).

  Ditinjau dari segi usia, ibu hamil dengan usia dibawah 20 tahun lebih mudah mengalami hipertensi dalam kehamilan dibandingkan dengan ibu diatas 35 tahun (Prawiharjo, 2009), hasil penelitian MNH tahun 2000 (maternal and neonatal health) di daerah Jawa Barat, memberikan informasi bahwa tingkat pendidikan ibu dan sosial ekonomi yang rendah, status gizi, serta pengaruh budaya memiliki kontribusi dalam angka kejadian pre-eklampsia sebagai komplikasi hipertensi dalam kehamilan.

  Meningkatnya hormon progesteron selama kehamilan akan memberikan gambaran adanya peningkatan berat badan pada ibu hamil, bertambahnya berat badan normal perminggu untuk ibu hamil adalah 0,45 kg, sedangkan untuk berat badan dengan kenaikan 0,90 kg/minggu atau 2,75 kg perbulan semenjak trimester pertama akan mempengaruhi sirkulasi didalam tubuh sehingga mencetuskan kejadian hipertensi dalam kehamilan, dapat diketahui pada usia kehamilan 20 minggu terutama untuk kehamilan anak pertama atau kehamilan lebih dari tiga kali (Prawiharjo, 2009).

2.4.4. Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi

2.4.4.1. Pencegahan Hipertensi pada Ibu Hamil

  Sebagaimana dijelaskan bahwa faktor penyebab utama terjadinya hipertensi adalah asteroklerosis yang didasari dengan konsumsi lemak berlebih, oleh karena untuk mencegah timbulnya hipertensi adalah mengurangi konsumsi lemak yang berlebih disamping pemberian obat-obatan bilamana diperlukan. Pembatasan konsumsi lemak sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi muncul, terutama menjelang usia lanjut. Sebaiknya mulai umur 40 tahun pada wanita agar lebih berhati- hati dalam mengkonsumsi lemak pada usia mendekati menopause.

  Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui beberapa mekanisme. Aterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi yang berhubungan dengan diet seseorang. Konsumsi lemak yang berlebih, kekurangan konsumsi zat gizi mikro (vitamin dan mineral) sering dihubungkan pula dengan terjadinya ateroklerosis, antara vitamin C, vitamin E dan B6 yang meningkatkan kadar homosistein. Tingginya konsumsi vitamin D merupakan faktor terjadinya asteroklerosis dimana terjadi deposit kalsium yang menyebabkan rusaknya jaringan elastis sel dinding pembuluh darah (Kurniawan, 2002).

  Prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat adalah “gizi seimbang”, dimana mengkonsumsi beragam makanan yang seimbang dari “kuantitas” dan “kualitas” yang terdiri dari:

  1) Sumber karbohidrat : biji-bijian baik untuk dikonsumsi saat hamil.

  2) Sumber protein hewani: ikan, unggas, daging, putih telur, susu rendah atau bebas lemak.

  3) Sumber protein nabati : kacang-kacangan dan polong-polongan serta hasil olahannya.

  4) Sumber vitamin dan mineral : sayur-sayuran dan buah-buahan segar.

  Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi > 160 /gram mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung, ginjal dan diabetes mellitus.

  Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut : a. Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.

  b.

  Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.

  c.

  Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet.

  Yang dimaksud dengan garam disini adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan.

  Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau dapat menggunakan garam lain diluar natrium.

  Garam natrium terdapat secara alamiah dalam bahan makanan atau ditambahkan pada waktu memasak atau mengolah makanan. Makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan.

  Garam Natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa ikatan, yaitu :

1. Natrium Chlorida atau garam dapur 2.

  Mono-Natrium Glutamat atau vetsin 3. Natrium Bikarbonat atau soda kue 4. Natrium Benzoat untuk mengawetkan buah 5. Natrium Bisulfit atau sendawa yang digunakan untuk mengawetkan daging seperti Corned beef.

  Cara memasak untuk mengeluarkan garam Natrium antara lain : 1.

  Pada ikan asin di rendam dan di cuci terlebih dahulu 2. Untuk mengeluarkan garam natrium dari margarine dengan mencampur margarine dengan air, lalu masak sampai mendidih, margarine akan mencair dan garam natrium akan larut dalam air. Dinginkan cairan kembali dengan memasukkan panci kedalam kulkas. Margarine akan keras kembali dan buang air yang mengandung garam natrium. Lakukan ini 2 kali (Kurniawan 2002).

  Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dpat meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung.

  1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa).

  2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit crakers, keripik dan makanan kering yang asin).

  3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).

  4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

  5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).

  6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.

  7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape (Kurniawan 2002).

2.5. Landasan Teori

  Berdasarkan konsep teori Green dan Blum dalam Notoatmojo (2005) hubungan antara status kesehatan, perilaku, dan promosi kesehatan (gambar 2.1), dapat disimpulkan bahwa perilaku ibu hamil dalam memelihara kesehatannya dipengaruhi oleh factor predisposing, factor enabling dan factor reinforcing. Apabila hamil dimana dalam penelitian ini adalah pola makan ibu yang didukung dengan pengukuran status gizi ibu hamil dapat memengaruhi status kesehatan ibu atau terkait dengan terjadinya hipertensi pada kehamilan.

  Menurut Zweifel dalam Manuaba, dkk (2007) mengungkapkan bahwa cukup banyak teori tentang bagaimana hipertensi pada kehamilan dapat terjadi sehingga disebut sebagai “disease of theory”. Beberapa landasan teori yang dikemukakan yaitu: Teori genetik, Teori immunologis, Teori iskemia region uteroplasenter, Teori kerusakan endotel pembuluh darah, Teori radikal bebas, Teori trombosit dan Teori diet.

  Genetik Immunologis

  Iskemia Region Uteroplasenter

  Hipertensi dalam Kehamilan

  Kerusakan Endotel Pembuluh Darah

  Radikal Bebas Trombosit

Gambar 2.1 Diseases Of Theory

  Diet

  Sumber; Zweifel dalam Manuaba, dkk (2007) salah satu faktor risiko yang dapat dikendalikan dengan melakukan upaya pencegahan oleh ibu hamil yaitu dengan memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil dengan pola makan yang sehat.

2.6. Kerangka konsep Variabel independent Variabel dependent POLA MAKAN IBU HAMIL

  • Jumlah Energi,

  Lemak, Protein, Natrium HIPERTENSI PADA

IBU HAMIL STATUS GIZI IBU HAMIL

  • Penambahan berat

  badan sesuai IMT

  • LILA

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

  Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat diketahui bahwa pola makan ibu yang terdiri dari, jumlah zat gizi yang mencerminkan status gizi ibu hamil yang diasumsikan dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi pada ibu hamil.

Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

1 67 103

Gambaran Pengetahuan Gizi Ibu Hamil Trimester Pertama dan Pola Makan dalam Pemenuhan Gizi di Puskesmas Parsoburan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

8 68 115

Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat

17 87 102

Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi terhadap Kejadian Hipertensi pada Ibu Hamil di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat

5 76 102

Pengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011

0 80 158

Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2014

1 3 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor yang Memengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil - Pengaruh Karakteristik Individu, Konsumsi Zat Gizi dan Sosial Budaya terhadap Kejadiaan Anemia pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ibu Hamil - Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil dan Kinerja Bidan terhadap Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

0 0 35

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Makan Ibu Hamil - Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Pengaruh Pola Makan dan Status Gizi Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Ibu Hamil Di RSU Tanjung Pura Kabupaten Langkat

0 0 9