BAB II GAMBARAN UMUM DESA BAJA DOLOK - Dari Buruh Perkebunan Ke Petani : Pengaruh Gerakan 30 September Terhadap Masyarakat Desa Baja Dolok Kabupaten Simalungun (1973-2000)

  

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA BAJA DOLOK

2.1 Letak dan Keadaan Desa

  Kabupaten Simalungun secara geografis terletak di antara 2 36'- 3 18' Lintang Utara dan 98 32' – 99 35' Bujur Timur dan berbatasan dengan Kabupaten Asahan di sebelah timur, Kabupaten Karo di sebelah barat , Kabupaten Serdang Bedagai disebelah utara, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Samosir. Kabupaten ini memiliki 21 kecamatan, 14 kelurahan dan 237 desa dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Salah satu kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Tanah

11 Jawa.

  Kecamatan Tanah Jawa Terletak 100 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan luas

  2 wilayah kecamatan mencapai 491,75 Km , dengan jumlah penduduk 49.483 jiwa.

  Kecamatan ini berjarak ± 50 Km dari kantor Bupati Simalungun dengan waktu tempuh ± 1 jam, sedangkan dengan Pematang Siantar hanya berjarak ± 21 Km dengan waktu tempuh ± 30 menit. Untuk menuju ibukota kabupaten masyarakat Kecamatan Tanah Jawa harus melalui Pematang Siantar.

  Kecamatan Tanah Jawa terdiri dari 1 kelurahan dan 19 nagori. Adapun kelurahan dan nagori tersebut adalah Kelurahan Tanah Jawa, Nagori Mekar Mulia, Nagori Pardamean Asih, Nagori Marubun Jaya, Nagori Totap Majawa,Nagori Balimbingan, Nagori Bah Kisat, Nagori Maligas Tongah, Nagori P.Marjanji, Nagori Tanjung Pasir, Nagori Muara Mulia, 11 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun tahun 2000. Nagori Bayu Bagasan, Nagori Baliju, Nagori Bah Jambi III, Nagori Marubun Bayu, dan Nagori Parbalogan.

  Penelitian terfokus di Desa Baja Dolok. Desa Baja merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah

  2

  desa ini adalah 15,50 Km yang terletak di dataran rendah dengan ketinggian tanah 260 M di

  o

  atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 23 C.

  Batas-batas wilayah desa Baja Dolok yaitu: : Desa Bosar Galugur

  • : Desa Bah Jambi II

  Sebelah Utara

  Sebelah Selatan : Desa Tanjung Maraja

  Sebelah Barat

  • : Kelurahan Pematang Tanah Jawa Sebelah Timur - Jarak Desa Baja Dolok ke kota kecamatan sejauh ± 3 Km. Untuk memasuki desa ini melawati jalan-jalan kecil yang belum tersentuh oleh pembangunan pemerintahan. Letak desa yang diapit oleh dua perkebunan yaitu perkebunan Dolok Sinumbah dan perkebunan Bah Jambi maka tidak jarang jika melintasi jalan penghubung antar desa akan melihat hamparan luas tanaman kelapa sawit.

  Desa Baja Dolok terdiri dari lima dusun yaitu dusun 1 Afdeling VIII Bah Jambi, dusun

  II yang terdiri dari Kampung Jawa Atas, Kampung Jawa Tengah dan Kampung Jawa Bawah, dusun III Kampung Banua, Dusun IV Kampung Balimbingan dan dusun V Afdeling VII Bah Jambi. desa, kantor kepala desa, irigasi untuk lahan pertanian yang kemudian dibangun jembatan sebagai penghubung antara wilayah perkampungan dengan wilayah pertanian. Hingga awal tahun 1990-an sudah ada enam jembatan sebagai penghubung ke wilayah pertanian. Pembangunan aliran listrik dimulai pada tahun 1990, yang dimulai dari dusun II, hingga dusun IV. Sedangkan untuk dusun I dan V pembangunan listrik ditanggungjawabi oleh pihak perkebunan. Untuk persedian kebutuhan air minum masyarakat desa mereka memperolehnya dari mata air yang ada di Desa Baja Dolok. Setelah pembangunan listrik maka disusul dengan pengaliran air minum untuk kebutuhan air masyarakat desa dari Perusahaan Dagang Air Minum Tirta Lihou (PDAM Tirta Lihou).

  Wilayah perkampungan di Desa Baja Dolok masih berupa semak belukar yang ditumbuhi dengan pohon-pohon yang besar, jumlah penduduknya yang masih jarang pada tahun 1960-an sehingga jarak antara rumah penduduk yang satu dengan lainnya berjauhan yaitu sekitar ± 400 meter. Bentuk rumah terbuat dari papan dan anyaman bambu dan setelah tahun 1970-an perumahan di desa ini juga mengalami perubahan yang lebih baik.

  Pembangunan sarana pendidikan seperti sekolah dasar sudah ada di dusun I dan dusun V karena berada di wilayah perkebunan sehingga sarana dan prasana tersebut disediakan perkebunan sejak masa pemerintahan Belanda. Sedangkan di wilayah perkampungan belum ada pembangunan gedung sekolah, rencana pembangunan sudah ada sejak tahun 1974, namun pada tahun 1978 rencana pembangunan baru mulai terealisasi, pembangunan gedung sekolah dasar dimulai di dusun II dan hanya tiga kelas. Sehingga anak-anak yang memiliki biaya sekolah akan melanjutkan sekolah dasar ke Desa Balimbingan yang berjarak ±3 Km.

  Hal serupa juga dialami oleh anak-anak yang berada di dusun III. Untuk bangunan Sekolah desa ini.

  Sarana Kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyrakat (Puskesmas) juga tidak ada di Desa Baja Dolok. Alasan pemerintah tidak membangun Puskesmas di desa ini karena letak desa berdekatan dengan ibu kota kecamatan, sehingga jika berobat ke Puskesmas yang ada di Kecamatan. Ketika melakukan Posyandu, penduduk melakukannya di Balai desa.

  Koperasi Unit Desa (KUD) sudah dibangun pada tahun 1970-an oleh pemerintah. KUD ini berfungsi untuk menyediakan kebutuhan pertanian masyarakat desa. Namun pada awal tahun 1990-an KUD ini tidak lagi berfungsi dengan baik. Karena masyarakat lebih banyak yang menjual hasil panennya kepada agen dan tauke, begitu juga untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari sudah banyak penduduk yang mulai membuka warung-warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari.

2.2 Sejarah Desa Baja Dolok

  Mengenai sejarah Desa Baja Dolok belum ada sumber-sumber tertulis yang menyatakan tetantang bagaimana asal-muasal desa ini. Sejarah desa ini diketahui hanya melalui cerita-cerita masyarakat desa yang diperoleh secara turun-temurun. Sebelum dihuni para kuli kontrak Jawa dari perkebunan Simalungun, wilayah ini telah berdiri sebuah kerajaan Batak yang bernama Parpagaran oleh Datuk Urung Tuan Banua yang bermarga Sinaga dibantu oleh Panglima Sibungkuk dan Tuan Joreng. Datuk Urung Tuan Banua membangun istana di wilayah yang sekarang masuk ke Dusun II, kemudian istana dipindahkan ke daerah Jambi-Jambi oleh Raja hingga sistem kerajaan berakhir. Pemindahan

   Bekas istana yang ditinggalkan oleh Tuan Banua dikelilingi oleh hutan dan hanya dihuni oleh beberapa suku Batak yang masih mau tinggal diwilayah tersebut.

  Sekitar tahun 1920-an wilayah kerajaan Parpagaran mulai di huni oleh orang Jawa

  

  yang berasal dari perkebunan Simalungun. Kuli kontrak Jawa pertama yang membuka hutan di wilayah kerajaan Parpagaran adalah Kramayuda setelah mendapat persetujuan dari Tuan Banua, kemudian diikuti oleh kuli kontrak Jawa lainnya. Kebanyakan dari mereka adalah kuli kontrak yang telah habis masa kontraknya dengan pihak perkebunan. Mereka memilih untuk tetap menetap di Sumatera dibandingkan harus kembali ke Jawa dan mulai membuka hutan untuk tempat tinggal dan lahan pertanian.

  Setelah agresi Militer Belanda II berakhir, jumlah penduduk Jawa semakin bertambah karena banyak pondok-pondok perkebunan di Simalungun dibakar oleh para pekerja dengan alasan agar tidak diduduki kembali oleh Belanda. Para buruh-buruh yang menetap di pondok perkebunan memilih mengungsi di wilayah perkampungan. Semakin hari semakin banyak penduduk dari pemukiman liar yang ada di wilayah perkebunan pindah ke wilayah ini.

  Kedatangan mantan kuli kontrak Jawa dari perkebunan yang berlangsung secara terus menerus menyebabkan populasi orang Jawa lebih banyak dibanding dengan orang Batak.

  Setelah sistem kerajaan telah lenyap maka kepemimpinan Batak mulai digantikan dengan 12 13 Wawancara dengan Riduan Sinaga pada tanggal 21 Juni 2013 di Huta I Baliju.

  Menjelang 1920-an hampir sepertiga orang Jawa yang bertempat tinggal di perkebunan Simalungun

mulai menetap di luar perkebunan. Setidaknya separuh dari mereka telah menjadi bagian dari proletariat kota di

pusat-pusat perdagangan dan administrasi Medan, Pematang Siantar, Tebing Tinggi dan Kisaran yang sedang

tumbuh cepat. Meraka yang tidak tinggal di pusat-pusat perkotaan telah membentuk sebuah sub kelas baru di

wilayah pedalaman dengan bermukim di desa-desa Melayu di atas tanah “pinjaman” sebagai penumpang.

Mereka melakukan pekerjaan pertanian sebagai imbalan untuk memperoleh upah dan hak pakai atas petak-petak tanah di desa. Lihat Ann Stoler, op.cit., hlm. 57. maka daerah ini di kenal dengan kampung Jawa. Setelah tahun 1966 penggunaan desa baru ditetapkan dengan nama Baja Dolok yang merupakan gabungan dari Afdelling VIII,

   Kampung Jawa, Kampung Banua, Kampung Balimbingan dan Afdeling VII.

  Mengenai pemberian nama Baja Dolok sendiri ada dua versi. Pertama, nama Baja Dolok diambil karena wilayah desa Baja Dolok yang diapit oleh dua perkebunan yaitu perkebunan Bah Jambi dan perkebunan Dolok Sinumbah. “Baja” yang berarti perkebunan Bah Jambi. “Dolok” yang berarti Perkebunan Dolok Sinumbah. Kedua, nama Baja Dolok diambil dari nama-nama dusun yaitu “Ba” yang berarti Banua dan Balimbingan yaitu kampung Banua dan kampung Balimbingan, “Ja” yang berarti Jawa dan yang dimaksud kampung Jawa dan Dolok yaitu Dolok Sinumbah, hal ini berkaitan dengan dua dusun yang masuk ke dalam wilayah perkebunan Dolok Sinumbah yaitu Afdeling VII dan Afdeling

15 VIII.

  Penggabungan lima wilayah ini merupakan titik awal pembangunan desa yang dimulai dengan pembangunan balai desa, kantor kepala desa, irigasi, pembangunan sekolah dasar, jembatan, tempat ibadah seperti mesjid dan gereja, serta pembangunan jalan desa. Namun sesuai dengan peraturan pemerintah pada Desember 2000 Desa Baja Dolok mengalami pemekaran daerah menjadi dua desa yaitu Desa Baja Dolok dan Desa Baliju. Desa Baja Dolok dengan wilayah kampung Jawa dan Afdelling VIII yang selanjutnya dibagi ke dalam empat dusun dan Desa Baliju yang merupakan penggabungan dari Kampung Banua, Kampung Balimbingan dan Afdelling VII. 14 15 Wawancara dengan Muhayan pada tanggal 14 Mei 2013 di Huta II Baja Dolok.

  Wawancara dengan Pungut dan Sumarno pada tanggal 11 Mei 2013 di Huta III Baja Dolok. Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 1980, jumlah penduduk Desa Baja Dolok adalah 3.625 jiwa yang terdiri atas 1.803 orang laki-laki dan 1.822 orang perempuan yang termasuk dalam 728 kepala keluarga (kk) dan tersebar di lima dusun. Data penduduk desa Baja Dolok dapat dilihat dari tabel berikut ini:

  Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Baja Dolok dari tahun 1980-2000

JUMLAH NO TAHUN

  3.625 1 1980 3.927 2 1987 3.848 3 1993 4.037 4 2000

  Sumber: Data Monografi Desa Baja Dolok tahun 1980-2000

  Jumlah penduduk Desa Baja Dolok mengalami peningkatan yang sangat tinggi pada tahun 1980 hingga 1987 sebanyak 302 jiwa bertambah dalam kurun waktu delapan tahun.

  Selain dipengaruhi oleh angka kelahiran bayi dan kematian, pertambahan penduduk ini juga dipengaruhi oleh keadaan desa yang semakin berkembang dan sistem pertanian dengan sistem irigasi yang baik sehingga banyak orang-orang yang memilih untuk pindah ke Desa Baja Dolok, karena dianggap mampu menjamin kehidupan mereka. Kebanyakan dari mereka yang pindah ke desa ini adalah pensiunan dari pondok-pondok perkebunan. Keadaan yang sama juga terjadi pada tahun 1993 hingga tahun 2000, jumlah penduduk meningkat dari tahun 1993 jumlah penduduk mengalami dari 3.927 menjadi 3.848, pengurangan ini karena sistem pendidikan yang mulai maju dan kesadaran penduduk akan pendidikan yang semakin meningkat sehingga mereka yang memiliki pendidikan memilih untuk meninggalkan desa dan memilih kota sebagai tujuan mereka untuk memperbaiki keadaan ekonomi karena adanya anggapamn bahwa bekerja di kota memiliki penghasilan yang lebih tinggi. Kota-kota yang menjadi tujuan adalah Medan dan Riau.

  Tabel 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Tahun 1980

JENIS KELAMIN NO USIA/TAHUN LAKI-LAKI PEREMPUAN

  1 0-4 290 274 2 5-9 321 305 3 10-14 246 252 4 15-24 327 378 5 25-49 398 413 6 50 ke atas 221 200

  JUMLAH 1.803 1.822

  Sumber: Hasil sensus penduduk tahun 1980

  Dari tabel 2 yang berisikan jumlah penduduk di Desa Baja Dolok berdasarkan sensus penduduk tahun 1980 bahwa kelahiran bayi laki-laki lebih tinggi dibanding dengan bayi perempuan, selisinya mencapai 16 jiwa, namun pada usia 5-49 tahun jumlah penduduk perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Sedangkan pada usia 50 tahun keatas jumlah mencampai 1516 jiwa (49%), usia tersebut dikategorikan usia produktif yang mampu mendukung kebutuhan tenaga kerja di sektor pertanian, terutama pada saat musim tanam maupun musim panen. Sedangkan jumlah penduduk berumur 50 tahun ke atas berjumlah 421 jiwa (12%) , sebagian dari mereka juga masih mampu mengerjakan lahan pertanian yang mereka miliki. Tabel 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan tahun 1987

  NO Tingkat Pendidikan Jumlah

  1 Belum sekolah/tidak pernah sekolah 1.084

  2 SD sederajat 1.565

  3 SLTP sederajat 1.169

  4 SLTA sederajat 102

  5 Akademik/Universitas

  7 JUMLAH 3.927

  Sumber: Data Monografi Desa Baja Dolok tahun 1987

  Jumlah penduduk Desa Baja Dolok belum sekolah dan mereka yang tidak pernah sekolah mencapai 1.084. tingkat pendidikan SD berada di urutan kedua yaitu sebanyak 1.565, kemudian diikuti oleh tingkat pendidikan SLTP sebanyak 1.169, ini dapat dikatakan bahwa pendidikan di Desa Baja Dolok pada tahun 1987 sudah mengalami peningkatan dilihat dari jumlah penduduk yang telah mengenal huruf lebih tinggi yaitu 2.843 dan peningkatan semakin terlihat karena di desa ini sudah penduduk yang berada pada tinngkat pendidikan akademik/universitas. Hal ini yang kemudian membawa dampak yang positif terhadap

  1.4 di bawah.

  Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2000

  NO Tingkat Pendidikan Jumlah

  1 Belum sekolah/tidak pernah sekolah 861

  2 SD sederajat 995

  3 SLTP sederajat 1.232

  4 SLTA sederajat 917

  5 Akademik/Universitas

  32 JUMLAH 4.037

  Sumber: Data Monografi Desa Baja Dolok tahun 2000

  Jumlah penduduk yang belum sekolah dan tidak pernah sekolah sebanyak 861 jiwa, jika dibanding tahun 1987 jumlah ini mengalami penurunan, sama halnya dengan jumlah penduduk yang berada ditingkat pendidikan SD mengalami penurunan. Peningkatan kualitas pendidikan penduduk dialami pada tingkat SLTP, SLTA dan Universitas. Dari sini dapat dilihat bahwa kehidupan ekonomi penduduk sangat mempengaruhi kualitas pendidikan di Desa Baja Dolok.

  Pada tahun 1987 penduduk Desa Baja Dolok terdiri dari empat suku bangsa yaitu Jawa, Simalungun, Toba dan Mandailing. Masing-masing Jawa 3.038 jiwa (77,36%), Simalungun 808 jiwa (20,58%), Toba 80 jiwa (2,02%) dan Mandailing 1 jiwa (0,02%). Orang Jawa umumnya tersebar di dusun Kampung Jawa dan Balimbingan, sementara di dusun perkebunan baik Afdeling VII dan Afdeling VIII serta dusun Banua merupakan percampuran sebuah wilayah pemukiman khusus untuk etnis Batak yang beragama Kristen dengan nama

16 Pagar Jawa. Di Wilayah dusun ini benar-benar terpisah antara suku Batak yang beragama

  Kristen dan suku Jawa yang beragama Islam secara letak pemukiman, namun interaksi dalam kehidupan sehari-hari tetap terjalin, baik di bidang ekonomi maupun politik.

  Penduduk Desa Baja Dolok menganut agama yang berbeda-beda seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik dan Budha. Penduduk yang menganut agama Islam ada 3.039 jiwa, Kristen Protestan 874 jiwa, Kristen Katolik 8 jiwa dan Budha sebanyak 6 jiwa.

  Mayoritas penduduk Jawa yang menganut agama Islam dan suku Batak beragama Kristen. Banyaknya penduduk yang beragama Islam dapat dilihat dengan jumlah bangunan mesjid yang ada di Desa Baja Dolok, hingga tahun 2000 terdapat tujuh mesjid dan dua gereja HKBP namun tidak ada vihara sebagai tempat ibadah bagi orang Budha.

  Bahasa yang dipakai dalam pergaulan hidup sehari-hari dengan sesama orang Jawa adalah bahasa Jawa, tetapi bukan hal yang aneh jika orang Toba dan Simalungun mampu berbahasa Jawa, hal ini dilakukan bila berinteraksi dengan orang Jawa dan seringkali terlihat bahwa orang Toba dan Simalungun mengunakan bahasa Jawa dibanding dengan menggunakan bahasa Indonesia.

16 Pagar Jawa merupakan bekas istana Parpagaran sebelum dipindahkan ke daerah Jambi-jambi. Pagar

  

Jawa masuk ke dusun II Kampung Jawa Tengah untuk memasuki wilayah ini harus menyebrangi sungai dan

melewati lahan pertanian milik penduduk, wilahnya terpisah dari pemukiman orang Jawa. Meskipun

penduduknya merupakan orang Batak, baik Batak Toba maupun Simalungun yang beragama Kristen namun

tidak ada gereja. Mereka memilih beribadah di gereja-gereja yang ada di kecamatan Tanah Jawa dibandingkan

dengan gereja yang berada di Dusun III Banua, hal ini berkaitan dengan letak gereja yang jauh.

  

  digunakan sudah tidak berbahasa Jawa “halus atau krama”. Karena orang tua mereka bukan berasal golongan priyayi ketika di Jawa, mereka hanyalah wong cilik yang dikontrak menjadi kuli kontrak di Sumatera.

  Pada tahun 1987 mata pencaharian penduduk Desa Baja Dolok adalah sebagai petani dan buruh, baik buruh perkebunan maupun buruh tani, hanya sedikit yang bekerja sebagai wiraswasta atau pegawai negeri sipil, di bidang kesehatan hanya ada satu mantri dan satu bidan melahirkan, sedangkan penduduk yang bekerja di bidang militer tidak ada.

2.4 Pemerintahan Desa

  Desa Baja Dolok secara administratif berada di wilayah pemerintahan Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun tergolong desa Swakarya menurut tataran desa-desa di Indonesia. Roda pemerintahan desa dikendalikan oleh seorang kepala desa, dibantu oleh kepala dusun, badan perwakilan desa, ketua RW dan RT. Namun sebelum penggabungan menjadi sebuah desa, wilayah ini terdiri dari dusun-dusun dan setiap dusun memiliki ketua yang disebut lurah.

  Tahun 1966 kelima dusun disatukan menjadi sebuah wilayah pedesaan, maka dibuatlah sebuah pemillihan kepala desa. Kepala desa pertama yang terpilih adalah Suyoto. Dari sini 17 S

  ecara teoritis bahasa Jawa memiliki berbagai macam tingkatan bahasa seperti Ngoko, Madya, Krama,

Krama Inggil, Basa Kedathon, Krama Desa, dan Basa Kasar. Namun yang sering digunakan dan didengar di

kalangan masyrakat desa di pedesaan Jawa adalah Ngoko, Madya dan Krama. Ngoko digunakann untuk

komunikasi akrab sehingga dianggap kurang santun dan sering dianggap kasar. Madya dianggap setengah

santun dan Krama dianggap sangat santun dan halus. Kelompok pekerja kasar seperti tukang, buruh dan petani

biasanya berbicara menggunakan tingkatan Ngoko dan Madya. Sedangkan kelompok berpendidikan, priyayi (

keturunan bangsawan) yang bisa menggunakan Krama. Lihat Herujati Purwoko, Jawa Ngoko: Ekspresi Komunikasi Arus Bawah , Indeks: Jakarta, 2008, hlm.10. delapan tahun selanjutnya dilakukan pemilihan kembali. Setelah memiliki pemerintahan desa maka pada tahun 1972 dibangunlah sebuah balai pertemuan yang disebut balai desa dan tahun 1974 dibangun kantor kepala desa , kedua bangunan ini didirikan di dusun II.

  Pemberlakuan otonomi daerah di Simalungun pada tahun 2000 menyebabkan Desa Baja Dolok dibagi menjadi dua desa yaitu Desa Baja Dolok dan Desa Baliju. Hal ini juga mengubah desa menjadi nagori, kepala desa menjadi pangulu,dusun menjadi huta, kepala dusun menjadi gamot, badan perwakilan desa menjadi maujana nagori, rukun warga menjadi

  

urung, rukun tetangga menjadi dihilangkan kerena tidak berfungsi secara efektif dan

  

perangkat desa diganti menjadi tungkat nagori.

18 Nagori, pangulu, huta, gamot, maujana nagori, urung, tungkat berasal dari bahasa Simalungun.

  Simalungun. PANGULU

UPTL UPTL

  MAUJANA NAGORI SEKRETARIS DESA KAUR PEMERINTAHAN DAN KEMASYARAKATAN KAUR PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN NAGORI KAUR ADMINISTRASI DAN KEUANGAN NAGORI GAMOT GAMOT GAMOT GAMOT GAMOT Sumber: Kantor kepala Desa Baja Dolok

Dokumen yang terkait

Dari Buruh Perkebunan Ke Petani : Pengaruh Gerakan 30 September Terhadap Masyarakat Desa Baja Dolok Kabupaten Simalungun (1973-2000)

1 27 133

Permainan Tradisional Anak Sebagai Perekat Hubungan Sosial Di Wilayah Perkebunan (Studi Deskriptif: Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir , Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun

0 46 113

Peranan Kelompok Tani Melati I Terhadap Kesejahteraan Petani Di Desa Nagori Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

16 193 100

Sikap Petani Terhadap Rantai Tataniaga Kemenyan dengan Studi Kasus : Desa Matiti II Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan

10 75 79

BAB II GAMBARAN UMUM - Petani Nilam (Studi Deskriptif Terhadap Pengetahuan Petani Dalam Budidaya Tanaman Nilam Di Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

0 1 13

BAB II GAMBARAN UMUM DESA JANJI MAULI 2.1 Kondisi Alam dan Geografis - Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

0 0 17

32 BAB II GAMBARAN UMUM DESA BANDAR TENGAH

0 0 15

BAB II GAMBARAN UMUM DESA 2.1. Lokasi Desa dan Akses Jalan Menuju Desa Sukanalu 2.1.1. Lokasi Desa Sukanalu - Pengetahuan Petani tentang Hama dan Penyakit Tanaman Jeruk (Studi Etnografi Petani Jeruk di Desa Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo)

0 0 27

BAB 2 GAMBARAN UMUM DESA PARBULUAN 1 2.1 Letak Geografis - Dari Pertanian Nilam Ke Pertanian Hortikultura di Desa Parbulan 1 di Kecamatan Parbulan Kabupaten Dairi (1959-1998)

0 0 7

Dari Buruh Perkebunan Ke Petani : Pengaruh Gerakan 30 September Terhadap Masyarakat Desa Baja Dolok Kabupaten Simalungun (1973-2000)

0 0 23