Permainan Tradisional Anak Sebagai Perekat Hubungan Sosial Di Wilayah Perkebunan (Studi Deskriptif: Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir , Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun

(1)

PERMAINAN TRADISIONAL ANAK SEBAGAI PEREKAT HUBUNGAN SOSIAL DI WILAYAH PERKEBUNAN

(Studi Deskriptif : Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh:

SITI MARYAM HUTABARAT NIM 070901008

Departemen Sosiologi

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Medan


(2)

(3)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini berawal dari semakin banyaknya anak-anak yang tidak mengetahui permainan tradisional yang ada didaerahnya. Dimana semakin banyaknya permainan yang menggunakan teknologi tinggi sehingga anak-anak cenderung konsumtif terhadap barang mainannya. Anak yang tinggal diperkebunan khususnya berbeda dengan anak-anak yang berada diperkotaan. Begitu juga dengan aktifitas yang mereka temukan ditempat tinggalnya. Anak diperkotaan memiliki pola permaianan yang lebih modern dibandingkan dengan anak yang berada diperkebunan. Dimana mereka akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dari agen sosial lainnya. Kehidupan diperkebunan yang biasanya disebut perdesaan memiliki permainan tradisional yang mengakibatkan hubungan emosional yang erat sesama pemainnya. Tingginya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan serta kekompakan ini yang memperat hubungan anak-anak melalui adanya permainan tradisional yang dimainkan bersama-sama.

Ada beberapa faktor anak-anak di wilayah perkebunan memilih permainan tradisional, seperti banyaknya mendapatkan kawan, munculnya kekompakan dan terbinanya persaudaraan yang akhirnya meretas kesenjangan status jabatan yang dimiliki oleh orang tua mereka. Anak-anak mendapatkan teman sebayanya yang memiliki toleransi tanpa membedakan status yang melekat pada mereka, seperti agama, budaya, serta kelas dalam sekolah mereka.

Dolok Merangir kecamatan Dolok Batunanggat merupakan lokasi penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan dari setiap kali turun. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 (dua belas) orang informan, yaitu 6 (enam) orang anak yang memainkan permainan tradisional 5 (orang) masyarakat umum.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa permainan tradisional anak diwilayah perkebunan masih tetap ada dan berada di lingkungan sekolah yang berada di perkebunan ini. Permainan tradisional anak masih menjadi perekat hubungan sosial sesama anak dan teman sebayanya. Dan ada juga anak-anak di perkebunan karet ini yang tidak memiliki kesempatan untuk menikmati permainan tradisional. Permainan tradisional ini juga memiliki peluang untuk tetap dimainkan mengingat diberikannya fasilitas umum yang dapat mendukung anak-anak bisa tetap bermain seperti lapangan bola, taman bermain, lapangan sekolah, serta halaman rumah masyarakat yang pada akhirnya permainan ini masih terus dimainkan oleh anak-anak berusia 6 sampai 12 tahun. Derasnya arus teknologi dan transportasi pada akhirnya memberikan peluang masuknya permainan modern. Maka itu dibutuhkan keseriusan dari seluruh agen sosial untuk mengerjakan peranananya dengan baik dan terpadu. Keluarga sebagai agen pertama yang sangat berperan terhadap perkembangan anak, baik secara pribadi maupun sosial, khususnya dalam mendapatkan perhatian dan sosialisasi tentang permainan tradisional anak.


(4)

KATA PENGANTAR

Lafast hamdallah tiada hentinya saya persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi saya nikmat dan rezekiNya, sehingga saya dapat mengenyam pendidikan dan mengakhirinya dengan menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Permainan Tradisional Anak Sebagai Perekat Hubungan Sosial di Wilayah Perkebunan . Dan shalawat beriring salam saya hadiahkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW sang pencerah dan tauladan bagi umatnya.

Dalam penulisan skripsi ini sangat banyak hal yang saya dapatkan dimulai dari belajar mandiri dalam berfikir dan mandiri dalam bersikap. Proses pembelajaran yang menghantarkan saya dalam membentuk pribadi yang matang semoga saya mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan disiplin ilmu yang saya dapatkan selama belajar di Sosiologi FISIP USU.

Selama penulisan skripsi, yang awalnya dimulai dengan penelitian yang pada akhirnya mendukung penyelesaian skripsi, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yaitu Ummi Farhah Aziz dan Ayah M.S.Hutabarat. Terima kasih banyak telah membesarkan saya dan mendidik saya untuk menjadi orang yang berhasil. Kepada ummi yang selalu memotivasi saya dalam setiap aktifitas saya. Dan ini belum cukup bagi saya untuk membalas semua kebaikan yang sudah diberikan. Semoga saya dapat bermanfaat bagi semua orang. Dan ucapan terima kasih saya kepada seluruh elemen FISIP USU:


(5)

1. Bapak Prof. Badaruddin Rangkuti, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr.Sismudjito M.Si, selaku dosen wali saya yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam belajar.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si sebagai Ketua Departemen Sosiologi, sekaligus Ketua Penguji yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama kuliah di Departemen Sosiologi.

4. Bapak Drs. T.Ilham Saladin, M.SP selaku dosen pembimbing dan juga sebagai Sekretaris Departemen Sosiologi. Saya mengucapkan terima kasih kepada beliau atas kesediaannya dalam memberikan pengarahan-pengarahan ataupun masukan demi perbaikan skripsi saya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada beliau atas kesediaan waktunya dalam bimbingan skripsi saya.

5. Bapak/Ibu Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU, terima kasih banyak atas ilmu yang selama ini telah ditransformasikan kepada saya selaku penulis.

6. Pegawai di Departemen Sosiologi FISIP USU, Kak Feni Khairifa, Kak Nurbaity dan elemen yang membantu saya dari awal hingga akhir perkuliahan. Semoga FISIP USU khususnya Departemen Sosiologi menjadi lebih baik.

7. Para pegawai staf kantor kecamatan Dolok Batunanggar yang telah membantu saya dalam pemberian data.

8. Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir dan khususnya anak-anak yang telah bersedia meluangkan waktu untuk dimintai wawancara dan informasinya. Semoga mampu mempertahankan nilai guna menjadi


(6)

9. Kepada kakak, abang dan adik saya, Dagmar Hutabarat, Ahmad Ghozali Hutabarat, Ahmad Parulian Hutabarat terima kasih sudah mau saling mengingatkan.

10. Kawan seperjuangan di stambuk 2007, khususnya di awal kuliah (yang pernah jalan-jalan ke Panatapan) dan di akhir kuliah (saatnya mengenang Aek Pining). Maaf kalau saya masih tetap single fighter Sukses selalu semoga Allah SWT memberkati kita semua.

11. Keluarga Besar HMI Kom s FISIP USU, Kakanda-Kakanda semuanya yang sangat kuat memberikan semangat sehingga bertahan di Komisariat dengan berbagai dinamika yang ada. Terima kasih telah mengatakan cinta dengan pedang atau pistol dikepala, dan jembatan telah dibakar mundur adalah pengkhianatan walaupun berbeda dalam penginterpretasiannya. 12. Batu Kristal kita semua berbeda, kita bisa bersama, kita bisa bersatu bila

kita semua mau,,,Cuma lagu itu yang dapat kuberikan sebagai kenangan, dan Perjuangan adalah Pelaksanaan Kata.

13. Balap Pesawat, Gama Cosmic dan Palu Hijau.. semangat belajar ya jangan takut salah, karena dengan salah kita mampu memperbaiki dan mengetahui yang benar. Ok!

14. Bidang Pemberdayaan Perempuan HMI Kom s FISIP USU 2010-2011, makasih atas kerja samanya Ririn, Mia dan Silvy Serta A4 (semakin berjaya) Andhyn, Aies dan Adel.

15. KOHATI HMI Cabang Medan 2011-2012. Terima Kasih atas support dan kerjasamanya.


(7)

16. Terima kasih untuk sahabat kecil andomera, mama uwi, bunda yudit dan abang, dan SMA Harapan 3 Deli Serdang.

17. Dan kawan seperjuangan X-trainer LK1,LK2,LK3,LKK,SC HMI yang selalu tetap berkomunikasi dan berdiskusi bersama saya. Thx All.

18. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk Siti Maryam Hutabarat yang masih memberi semangat dan yang mengajarkanku untuk selalu bersyukur.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Maka itu, kritik, saran serta masukan yang membangun skripsi sangat penulis harapkan. Semoga skripsi in dapat bermanfaat bagi semua elemen. Adapun kesalahan dalam penulisan skripsi ini, penulis memohon maaf karena keterbatasan yang penulis miliki. Kesempurnaan hanya milik Allah Tuhan semesta seru sekalian alam. Perjuangan Pelaksanaan Kata.

Penulis sampaikan terima kasih.

Medan, Juni 2012


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI . i

KATA PENGANTAR . ... ii

DAFTAR ISI . .. vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 5 1.4 Definisi Konsep . 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan .. 12

2.2 Anak dalam Aspek Sosiologis .. 13

2.3 Sosialisasi dalam Pembentukan Perilaku ... 14

2.3.1 Jenis sosialisasi. 14 2.3.1.1 Sosialisasi primer .. 14

2.3.1.2 Sosialisasi Sekunder ... . 15

2.3.2 Tipe sosialisasi . . 15

2.3.3 Pola Sosialisasi . . 16

2.3.3.1 Proses sosialisasi Menurut George H. Mead 17

2.3.3.1.1 Tahap Persiapan (Preparatory Stage) 17

2.3.3.1.2 Tahap Meniru (Play Stage) 17

2.3.3.1.3 Tahap Siap Bertindak (Game Stage) .. 18


(9)

2.3.3.2 Agen sosialisasi 19

2.3.3.2.1 Keluarga . 20

2.3.3.2.2 Teman pergaulan 21

2.3.3.2.3 Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah) .. 22

2.3.3.2.4 Media massa 22

2.3.3.2.5 Agen-agen lain 23

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian . 24

3.2 Lokasi Penelitian 24

3.3 Unit Analisis 25

3.4 Teknik Pengumpulan Data 26

3.5 Interpretasi Data 28

3.6 Jadwal Kegiatan 30

3.7 Kesulitan Penelitian . 31

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .. 33

4.1.1 Sejarah singkat perkebunan karet dolok merangir 33

4.1.2.Gambaran Umum Wilayah Perkebunan Karet

Dolok Merangir 34

4.1.3 Keadaan Penduduk 35

4.2 Profil Informan .. 39

4.3 Temuan dan Interpretasi Data 61

4.3.1. Permainan Tradisional yang biasa dimainkan anak-anak


(10)

4.3.1.1 Jenis Jenis Permainan Tradisional yang biasa dimainkan

anak-anak di perkebunan karet PT. Bridgestone

Dolok Merangir . .. 61

4.3.2. Nilai-Nilai Permainan Tradisional Bagi anak-anak di

Perkebunan karet PT. Bridgestone Dolok Merangir .. 71

4.3.3. Interaksi dalam Permainan Tradisional sebagai perekat

hubungan sosial anak-anak di Perkebunan karet

PT. Bridgestone Dolok Merangir . 78

4.3.4. Permainan Tradisional membantu perkembangan anak dalam

mengenal lingkungan bermain serta mengasah kreatifitas 79

4.3.5. Perlunya melestarikan permainan tradisional di perkebunan

karet PT.Bridgestone Dolok Merangir . . 82

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 83

5.2 Saran.. .. 84

DAFTAR PUSTAKA... 86


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Komposisi Lahan Berdasarkan Pemanfaatan Lahan

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir Tahun 2011

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011

Tabel 4.5Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian dan Jenis Kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011


(12)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini berawal dari semakin banyaknya anak-anak yang tidak mengetahui permainan tradisional yang ada didaerahnya. Dimana semakin banyaknya permainan yang menggunakan teknologi tinggi sehingga anak-anak cenderung konsumtif terhadap barang mainannya. Anak yang tinggal diperkebunan khususnya berbeda dengan anak-anak yang berada diperkotaan. Begitu juga dengan aktifitas yang mereka temukan ditempat tinggalnya. Anak diperkotaan memiliki pola permaianan yang lebih modern dibandingkan dengan anak yang berada diperkebunan. Dimana mereka akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun dari agen sosial lainnya. Kehidupan diperkebunan yang biasanya disebut perdesaan memiliki permainan tradisional yang mengakibatkan hubungan emosional yang erat sesama pemainnya. Tingginya rasa kekeluargaan, kesetiakawanan serta kekompakan ini yang memperat hubungan anak-anak melalui adanya permainan tradisional yang dimainkan bersama-sama.

Ada beberapa faktor anak-anak di wilayah perkebunan memilih permainan tradisional, seperti banyaknya mendapatkan kawan, munculnya kekompakan dan terbinanya persaudaraan yang akhirnya meretas kesenjangan status jabatan yang dimiliki oleh orang tua mereka. Anak-anak mendapatkan teman sebayanya yang memiliki toleransi tanpa membedakan status yang melekat pada mereka, seperti agama, budaya, serta kelas dalam sekolah mereka.

Dolok Merangir kecamatan Dolok Batunanggat merupakan lokasi penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan dari setiap kali turun. Penelitian ini dilakukan terhadap 11 (dua belas) orang informan, yaitu 6 (enam) orang anak yang memainkan permainan tradisional 5 (orang) masyarakat umum.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa permainan tradisional anak diwilayah perkebunan masih tetap ada dan berada di lingkungan sekolah yang berada di perkebunan ini. Permainan tradisional anak masih menjadi perekat hubungan sosial sesama anak dan teman sebayanya. Dan ada juga anak-anak di perkebunan karet ini yang tidak memiliki kesempatan untuk menikmati permainan tradisional. Permainan tradisional ini juga memiliki peluang untuk tetap dimainkan mengingat diberikannya fasilitas umum yang dapat mendukung anak-anak bisa tetap bermain seperti lapangan bola, taman bermain, lapangan sekolah, serta halaman rumah masyarakat yang pada akhirnya permainan ini masih terus dimainkan oleh anak-anak berusia 6 sampai 12 tahun. Derasnya arus teknologi dan transportasi pada akhirnya memberikan peluang masuknya permainan modern. Maka itu dibutuhkan keseriusan dari seluruh agen sosial untuk mengerjakan peranananya dengan baik dan terpadu. Keluarga sebagai agen pertama yang sangat berperan terhadap perkembangan anak, baik secara pribadi maupun sosial, khususnya dalam mendapatkan perhatian dan sosialisasi tentang permainan tradisional anak.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan kemajemukan penduduk, yang masing-masing penduduknya memiliki corak tersendiri dalam pola kehidupannya. Dan sebagian besar perjalanan sejarah menyatakan bahwa negara ini merupakan masyarakat transisi, yaitu dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkebunan. di Sumatera Utara sangat banyak perkebunan yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta asing. Adapun salah satu perkebunan di daerah ini merupakan perkebunan karet yang berada di kabupaten simalungun, yang dikelola oleh perusahaan asing. Lokasi perkebunan ini tidak jauh dari kota pematang siantar. Adapun sumber penghasilan masyarakat perkebunan karet ini merupakan hasil kerja mereka oleh perusahaan yang mengelolanya. Perkebunan karet ini milik perusahaan asing tetapi notabene masyarakat yang tinggal didaerah ini sangat beragam suku. Ada beragam suku batak, jawa, melayu, aceh dan lain sebagainya. Dan beragam pula agama yang ada pada masyarakat yang tinggal diperkebunan karet ini. Mayoritas suku yang terdapat didaerah ini adalah jawa dan batak, serta agama yang paling mayoritas adalah islam.

Pada masyarakat perkebunan karet ini ada beberapa kelas-kelas dan golongan masyarakatnya. Dari kelas bawah hingga kelas atas. Adapun yang dimaksud dari kelas bawah adalah, masyarakat yang pekerjaannya, tempat tinggalnya, dan upahnya sangat kecil. Biasanya masyarakat ini bekerja sebagai penderes karet, dan resiko kerjanya tidak berat, melainkan tanggung jawabnya


(14)

cukup berat. Dimana para pekerja ini harus bertanggung jawab agar tidak adanya getah yang hilang dalam arti dicuri oleh pekerja itu sendiri. Ada juga yang bekerja sebagai supir truk yang mengangkat getah dari latex ke pabrik. Ada yang bekerja di kantor dengan pembagian kerja yang berbeda-beda. Selain itu kelas atas yang dimaksud adalah para pekerja yang bekerja di perusahaan karet ini dan biasanya bekerja sebagai orang kantoran, dalam arti kata mereka tidak atau jarang sekali berada diluar kantor. Dan orang kantoran ini dimulai dari pegawai kelas 1 hingga manajer.

Karena perkebunan karet ini dikelola oleh perusahaan asing, masyarakat yang ada disini juga menggunakan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan untuk berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Adanya hall, tanah lapang, serta fasilitas ibadah seperti gereja, mesjid. Dan rumah-rumah yang ditempati oleh pekerja juga rumah perusahaan perkebunan. Setiap rumah yang diberikan oleh perusahaan memiliki pekarangan/halaman, sehingga memberikan ruang untuk masyarakat bersosialisasi atau membuka usaha. Dan pastinya sumber daya listrik dan air pun sudah berada didaerah ini, dikarenakan perusahaan menggunakan mesin sehingga listrik sudah masuk ke daerah ini.

Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat agraris merupakan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani. Yang juga didukung oleh bentuk geografis yang ada di Indonesia. Berubahnya pola mata pencaharian penduduk dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkebunan mempengaruhi struktur dan sistem tatanan sosial yang ada di masyarakat.

Belum lagi masalah perkembangan diri dari anak-anak yang tinggal di daerah perkebunan. Sudah pasti sangat berbeda dari anak-anak yang tinggal di


(15)

daerah perkotaan. Kalau kita perhatikan biasanya anak-anak yang berada di daerah perkebunan memiliki pola pergaulan yang cenderung ekstrem seperti misalnya bermain di tempat-tempat yang sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai tempat bermain. Ada lagi masalah tentang pola asuh yang diberikan oleh orang tuanya. Rata-rata orang yang tinggal di daerah perkebunan memiliki tingkat pendidikan yang berbeda dari pendidikan rendah hingga pendidikan tingkat atas, sehingga mereka tidak begitu memperhatikan tentang tumbuh kembang anaknya. Dan cenderung membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang begitu saja.

Misalnya saja dalam bermain bersama teman-temannya. Kebanyakan anak-anak di daerah pekebunan memilih untuk memainkan permainan yang sifatnya lebih tradisional karena permainan tradisional tidak membutuhkan banyak biaya untuk membeli peralatan dan untuk memainkannya. Tapi ada juga sebagian anak-anak di lingkungan perkebunan yang sudah mengenal permainan yang sifatnya lebih modern seperti misalnya playstation, gameboard, dan lain-lain.

Masuknya permainan modern ke lingkungan anak-anak di daerah perkebunan ini sedikitnya mempengaruhi tumbuh kembangnya anak dan juga cara mereka bergaul dengan teman-temannya. Anak-anak sekarang sudah dininabobokan dengan permainan-permainan modern yang berbau IT seperti play station atau sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menonton televisi, sehingga permainan anak-anak yang sifatnya tradisional sudah ditinggalkan. Akibatnya waktu untuk bermain bersama temannya berkurang. Di kota-kota besar tampaknya sekarang rumah begitu padatnya, sehingga mencari tanah lapang yang biasa untuk berkumpul anak-anak sudah tidak seperti dulu lagi. Masuknya


(16)

permainan modern ini dapat disebabkan dekatnya jarak kota madya dengan wilayah perkebunan karet ini sehingga memudahkan masyarakat mengakses kebutuhan lainnya. Nilai-nilai pendidikan, kebersamaan, kesetiakawanan bisa diperoleh lewat permainan tradisional dan yang paling menonjol adalah nilai-nilai kebersamaan. Karena permainan anak-anak modern pada umumnya bersifat individualisme.

Permainan tradisional anak-anak erat kaitannya dengan pengetahuan dan kreatifitas anak-anak, karena ini merupakan hal-hal yang bersifat afektif, pola perilaku, dan permainannya sangat lokal dan sangat lekat dengan dunia mereka. Jadi bukan mentransfer nilai-nilai dari luar tapi inilah asli peninggalan nenek moyang yang nilainya sangat tinggi. Pengaruh permainan tradisional anak terhadap pendidikan, pada umumnya permainan tradisional anak adalah sesuatu yang biasa dialami anak dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tema-temanya adalah tema di sekitar anak-anak seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lainnya yang mereka alami sehari-hari.

Permainan dimasa lalu merupakan permainan yang sangat baik untuk melatih fisik dan mental anak, yang secara tidak langsung anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan, kecerdasan, dan keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Misalnya saja permainan gobak sodor atau yang biasa disebut galasin. Permainan ini biasanya dimainkan oleh dua tim yang masing-masing tim terdiri dari tiga sampai lima orang.

Ada juga permainan tradisional gebokan. Ini biasanya menggunakan pecahan genteng yang disusun keatas sehingga berbentuk menara dan kemudian kita akan menjatuhkan susunan itu dari jarak jauh dengan bola kasti dan jika


(17)

susunan itu terjatuh maka lawan harus menyusun kembali pecahan genteng kemudian mengambil bola kasti dan melempar bola kasti ke arah lawan. Kemenangan ditandai dengan berdirinya menara pecahan genteng dan tubuh kita tidak terkena bola kasti dari lawan.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas dimana harus dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa ( Arikunto, 1996:19 )

Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah permainan tradisional anak dapat menjadi perekat hubungan sosial?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

1.3.1.1 Untuk mengetahui bagaimanakah permainan tradisional dapat menjadi perekat hubungan sosial di antara anak-anak yang berada di daerah perkebunan khususnya di perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun.


(18)

1.3.1.2 Untuk mengetahui sejauh mana permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak diperkebunan karet dapat memicu kreatifitas anak di Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada peneliti dan juga kepada pembaca mengenai kehidupan khususnya cara bermain anak-anak di daerah perkebunan. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya khususnya khasanah keilmuan dibidang sosiologi keluarga dan sosiologi pendidikan.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dimana melalui penelitian ini, menambah referensi dari hasil penelitian dan juga dijadikan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin mengetahui lebih dalam lagi terkait dengan penelitian sebelumnya dan juga dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun tepatnya pada Dinas Pendidikan dan kebudayaaan agar dapat dimasukan dalam kurikulum pendidikan yaitu muatan lokal atau kebudayaan lokal.


(19)

1.4 Defenisi Konsep

1.4.1. Permainan Tradisional

Permainan tradisional adalah permainan yang dimainkan oleh orang-orang terdahulu dan biasanya pada permainan tradisional orang cenderung membuatnya sendiri dengan kreatifitas masing-masing orang dan bahan-bahan yang digunakan sangat sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang besar/banyak.

Adapun beberapa permainan tradisional yang mungkin sudah tidak asing lagi didengar adalah:

Galasin. Permainan ini terdiri dari dua tim, dimana masing-masing tim terdiri dari 3 orang. Inti permainannya adalah mencegah lawan agar tidak bisa lolos ke baris terakhir. Biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis. Permainan ini membuat badan menjadi sehat karena pemain banyak bergerak misalnya berlari dan merentangkan tangannya.

Bentengan. Terdiri dari dua tim. Inti permainan ini adalah memasuki benteng lawan dengan menyentuh baris pertahanan mereka. Biasanya yang dianggap sebagai benteng adalah sebuah tiang listrik yang dijaga oleh beberapa orang dan kita berusaha untuk menyentuh tiang listrik. Permainan ini mirip dengan permainan galasin.

Gasing. Ini permainan rakyat yang cukup lama. Bentuk permainannya adalah sebuah bentukan kayu yang dapat berputar. Biasanya dijadikan ajang taruhan siapa yang gasingnya dapat berputar paling lama maka dialah pemenangnya, atau terkadang mengadu kedua gasing dimana melihat gasing mana yang paling kuat bahannya.


(20)

Gebokan. Ini biasanya menggunakan pecahan genteng yang disusun keatas sehingga berbentuk menara dan kemudian kita akan menjatuhkan susunan itu dari jarak jauh dengan bola kasti dan jika susunan itu terjatuh maka lawan harus menyusun kembali pecahan genteng kemudian mengambil bola kasti dan melempar bola kasti ke arah kita. Kemenangan ditandai dengan berdirinya menara pecahan genteng dan tubuh kita terkena bola kasti.

1.4.2. Anak

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dimana setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, untuk bergaul dengan anak yang sebaya nya bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengemmbangan dirinya.

Selain itu anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.

1.4.3.Tradisional

Tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.


(21)

Dalam hal ini nilai-nilai tradisional yang melekat pada permainan tradisional adalah :

1. Hubungan Sosial

Menurut Ferdinand Tonnies Gemeinschaft adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang intim, pribadi dan eksklusif dan adanya keterikatan yang dibawa sejak lahir,

 Gemeinschaft by blood : mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan

 Gemeinschaft of mind : hubungan persahabatan yang disebabkan oleh persamaan keahlian atau pekerjaan serta pandangan yang mendorong orang untuk saling berhubungan secara teratur.

 Gemeinschaft of place : ikatan yang berlandaskan kedekatan letak tempat tinggal serta tempat bekerja yang mendorong orang untuk berhubungan intim satu dengan yang lain, dan mengacu pada kehidupan bersama di daerah pedesaan.

 Gesellschaft adalah suatu kehidupan pubik, dimana seseorang kebetulan hadir bersama tetapi masing-masing tetap mandiri. Ini bersifat sementara dan semu.

2. Solidaritas

Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama solidaritas, yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

 Solidaritas mekanik merupakan suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Menurut Durkheim solidaritas mekanik dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana. Tipe solidaritas


(22)

yang didasarkan atas kepercayaan dan setiakawanan ini dinamakan conscience collective. Suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat.

 Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung laksana bagaikan suatu organisme biologi. Solidaritas ini didasarkan pada hukum dan akal.

3. Kerjasama. Merupakan bentuk interaksi sosial ketika tujuan anggota kelompok yang satu berkaitan erat dengan tujuan anggota yang lain atau tujuan kelompok secara keseluruhan, atau interaksi yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

4. Persaingan.Merupakan suatu proses sosial ketika individu atau kelompok saling berusaha dan berebut untuk mencapai keuntungan dalam waktu yang bersamaan.

5. Prestasi adalah cara untuk memperoleh kedudukan pada lapisan tertentu dengan usaha sendiri. Suatu pencapaian sehingga seseorang mendapatkan penghargaan dari prestasi yang didapatkannya.

6. Egalitarian. Dimana tidak ada anak yang paling unggul karena setiap anak memiliki kelebihan masing-masing untuk setiap permainan yang berbeda dan ini sebagai cara untuk meminimalisir ego diri para pemainnya/anak-anak.

7. Agen Sosialisasi. Menurut Fuller adapun pihak yang melaksanakan sosialisasi terdiria atas empat agen sosialisasi utama

8. Generalized Other adalah peran semua orang lain dalam masyarakat dengan siapa seseorang berinteraksi.


(23)

9. Teman sebaya adalah teman bermain yang sederajat dimana dalam kelompok bermain seorang anak mulai belajar nilai-nilai keadilan.

Beberapa contoh permainan tradisional anak tersebut adalah

1. Enjot-enjotan,berbalas pantun, lompat tali dapat membentuk kerjasama anak

2. Wayang, mobil-mobilan dari kulit jeruk, dapat mengasah kreatifitas anak

3. Galasin, bentengan, gebokan, memunculkan solidaritas, kerjasama, kejujuran dan kepercayaan terhadap para pemain.


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

Seperti telah diungkap oleh berbagai literatur ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian. Meskipun tak dapat digeneralisasiskan pada semua pedesaan pada masa sekarang, namun ada sosiolog yang berhasil mengidentifikasi ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan. Sebagaimana dikatakan Roucek dan Warren, masyarakat pedesaan memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Punya sifat homogen dalam (matapencarian nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku).

2. Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya, semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.

3. Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan anggota masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya.

4. Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet daripada kota serta jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar. Hubungan lebih bercorak gemeinschaft daripada gesselschaft.


(25)

terletak pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupanna yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.

2.2 Anak dalam Aspek Sosiologis

Dalam aspek sosiologis, anak senantiasa berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Dalam menjamin perkembangan dirinya, sejak usia dini anak perlu pendidikan dan sosialisasi, pengajaran tanggung jawab sosial, peran-peran sosial untuk menjadi bagian masyarakat. Jadi, menurut kodratnya anak manusia adalah mahkluk sosial, dapat dibuktikan dimana ketidakberdayaannya terutama pada masa bayi dan kanak-kanak yang menuntut adanya perlindungan dan bantuan dari orang tua. Anak selalu membutuhkan tuntunan dan pertolongan orang lain untuk menjadi manusia yang bulat dan paripurna.

Anak manusia tidak dapat hidup tanpa masyarakat atau tanpa lingkungan sosial tertentu. Anak dilahirkan, dirawat, dididik, tumbuh, berkembang dan bertingkah laku sesuai dengan martabat manusia di dalam lingkungan cultural sekelompok manusia. Anak tidak akan terlepas dari lingkungan tertentu, karena anak sebagai individu tidak mungkin bisa berkembang tanpa bantuan orang lain. Kehidupan anak bisa berlangsung apabila ia ada bersama orang lain. Anak manusia bisa memasuki dunia manusia jika dibawa atau dimasukkan ke dalam lingkungan manusia sehingga memperoleh pemahaman akan pendidikan.


(26)

2.3 Sosialisasi dalam Pembentukan Prilaku

Sosialisasi adalah sebuah proses pengajaran atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Hal ini disebabkan dalam proses sosialisasi, setiap individu pasti akan diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu (http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi, diakses 30 November 2010, pukul 09:20 WIB).

2.3.1 Jenis sosialisasi

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua, yaitu: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Sosiolog, E. Goffman berpendapat bahwa kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal (M. Poloma, 2000: 238).

2.3.1.1 Sosialisasi primer

Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota


(27)

keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.

Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

2.3.1.2 Sosialisasi Sekunder

Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dandesosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

2.3.2 Tipe sosialisasi

Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. Misalnya, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tidak sama. Di sekolah, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik


(28)

apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada.

Ada dua tipe sosialisasi, yaitu formal dan informal. Sosialisasi formal terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah. Sedangkan sosialisasi informal, terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

2.3.3 Pola Sosialisasi

Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan


(29)

pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak.

2.3.3.1 Proses sosialisasi Menurut George Herbert Mead

George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui beberapa tahapan, diantaranya tahap persiapan, tahap meniru, tahap siap bertindak dan tahap penerimaan kolektif. (G. Ritzer, 2007: 282).

2.3.3.1.1 Tahap Persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.

Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.

2.3.3.1.2 Tahap Meniru (Play Stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh


(30)

orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other).

2.3.3.1.3 Tahap Siap Bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah.


(31)

Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

2.3.3.1.4 Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Stage/Generalized other)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

2.3.3.2 Agen sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan


(32)

keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minuman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mungkin saja mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.

Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.

2.3.3.2.1 Keluarga

Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya,


(33)

sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). Peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.

2.3.3.2.2 Teman pergaulan

Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.

Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang


(34)

kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan. Anak-anak rawan terhadap tekanan teman sebaya

2.3.3.2.3 Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah)

Dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah, seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.

2.3.3.2.4 Media massa

Kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Penayangan acara Smack Down, di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya. Gelombang besar pornografi,


(35)

baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.

2.3.3.2.5 Agen-agen lain

Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskripif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh objek peneliti. Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai pendekatan yang dapat menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari yang diamati (Moleong, 2006).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun. Adapun alasan peneliti memilih tempat penelitian karena peneliti sebelumnya telah melakukan observasi lapanngan di lokasi tersebut dan melakukan pra-wawancara terhadap masyarakat yang bertempat tinggal di perkebunan karet ini. Dan terlihat disana masih ada ruang publik dan tanah lapang untuk anak-anak bermain. Dari hasil observasi inilah peneliti melihat bahwa lokasi ini sangat menarik untuk dijadikan lokasi penelitian mengingat perkebunan karet ini sudah lama berdiri. Selain itu faktor ketertarikan yang mendasari penelitian adalah lokasi ini berpotensi dan lokasi ini merupakan tempat tinggal peneliti dahulu.


(37)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Salah satu cara atau karakteristik dari penelitian sosial kualitatif adalah menggunakan apa yang disebut Unit of Analysis . Hal ini dimungkinkan, karena setiap objek penelitian memiliki ciri dalam jumlah yang cukup luas seperti karakteristik individu tentunya meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status sosial, dan tingkat penghasilan. Ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu: individu, kelompok, organisasi, sosial, artefak (Dinandjaja, 2005:31). Unit analisis data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1992:2).

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah keluarga pada masyarakat di perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian ini, dibedakan menjadi dua jenis yaitu: informan kunci dan informan biasa yang dapat mendukung penelitian. Maka dalam penelitian ini informan terbagi dua yaitu: Adapun informan dari penelitian ini adalah:


(38)

3.3.2.1. Infoman kunci

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah anak-anak berusia 6-12 tahun yang berada di perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun.

3.3.2.2 Informan biasa

Yang menjadi informan biasa adalah keluarga dan tokoh pemuka pada masyarakat perkebunan karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.4.1 Data yang diharapkan juga akan diperoleh melalui observasi atau pengamatan yang akan dilakukan oleh peneliti. Beberapa pengamatan yang akan dilakukan peneliti ada yang berperan serta terbatas, maksudnya adalah peneliti tidak merahasiakan identitas diri, akan terlibat ringan yang sedang dilakukan si informan pada saat pengamatan langsung, misalnya keseharian hidup informan berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat, hal tersebut adalah untuk membina rapport yang lebih baik dengan informan.

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian. Data penelitian


(39)

tersebut dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang mendukung hasil wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti menggunkan observasi partisipasif, yaitu peneliti adalah bagian dari keadaan ilmiah, tempat dilakukannya observasi. Seorang peneliti dapat menjadi anggota dari sebuah kelompok khusus atau organisasi dan menetap untuk mengamati kelompok itu dengan mengguanakan satu atau beberapa cara. Tanpa melihat bagaimana peneliti bisa menjadi bagian dari lingkungannya, maka yang penting partisipan aktif sebagai bagian yang menyeluruh yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian ini. (James A Black dan Dean J Champion 1992:289)

3.4.2 Metode wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (dept interview). Wawancara mendalam yang dimaksudkan adalah percakapan yang sifatnya luwes, terbuka, dan tidak baku. Intinya adalah, peneliti akan mengadakan pertemuan yang berulang kali secara langsung


(40)

dengan informan, dengan harapan informan dapat mengungkap informasi atau data yang diharapkan dengan datanya sendiri.

3.4.3 Studi kepustakaan, yaitu cara memperoleh data yang bersifat sekunder melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan terhadap sumber primer, sekunder ataupun media massa (Faisal,2005:53). Dimana dalam penelitian ini, si peneliti menggunakan studi kepustakaan dengan menghimpun berbagai informasi dari buku-buku referensi, jurnal yang diperoleh si peneliti dari perpustakaan ataupun dari internet dan lain-lainnya yang dianggap sangat relevan berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini. Dan juga si peneliti menggunakan dokumentasi dalam penelitian ini yang digunakan untuk menelusuri data historis, yang sebagian data tersedia dalam bentuk laporan, artikel, dokumen dan foto yang berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin dikaji penelitian tersebut.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja oleh data, mengorganisasikan data, memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Di sini peneliti akan


(41)

mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari, dan ditelaah secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.


(42)

3.7 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

BULAN

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5

1 Pengajuan Judul Proposal

2 ACC Judul

3 Penyusunan Proposal

4 Penyerahan Proposal Awal

5 Bimbingan Proposal

6 ACC Seminar

7 Persiapan Seminar

8 Seminar Proposal

9 Perbaikan Proposal (Bab I,II,III)

10 Penyusunan Pedoman Wawancara

11 Izin Ke Lapangan

12 Penelusuran data historis

13 Wawancara dan observasi

14 Analisa data

15 Penyajian data/laporan penelitian


(43)

3.7. Kesulitan Penelitian

Adapun beberapa kesulitan yang dialami peneliti ketika berada di lapangan, diantaranya:

Dalam setiap penelitian sering mengalami hambatan baik itu yang muncul dari faktor internal maupun eksternal diri peneliti sendiri. Adapun keterbatasan yang penulis hadapi adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal yang dimaksud disini adalah berupa kendala yang berasal dari dalam diri peneliti yang meliputi keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian dan kurangnya literatur sebagai pendukung penelitian ini yang akhirnya membuat peneliti belum dapat sepenuhnya mendeskripsikan hasil penelitian ini dengan maksimal dan mendalam sehingga masih terdapat kekurangan dalam penyajian dan interpretasi data.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang berupa kendala-kendala yang muncul dari luar, yaitu adanya kendala waktu para informan yang dikarenakan sebagian dari informan memiliki kesibukan lain diluar jam kerja mereka sehingga intensitas pertemuan antara peneliti dengan informan harus juga menyesuaikan waktu luang yang dimiliki oleh informan tersebut. Kemudian tingkat pendidikan dari beberapa informan yang diantara informan lainnya tergolong rendah ternyata menyebabkan peneliti kurang efektif dalam mendapatkan informasi ataupun memperoleh data yang diperlukan karena terdapat perbedaan pemahaman


(44)

informan yang memiliki sikap kurang terbuka terhadap pertanyaan yang ditanyakan oleh peneliti. Dan kendala eksternal lainnya seperti belum maksimalnya peneliti dalam mengumpulkan data dikarenakan informan yang dianggap dapat menginterpretasikan maksud dari pertanyaan dalam penelitian ini hanya sedikit.


(45)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah singkat perkebunan karet dolok merangir

Perusahaan di Dolok Merangir, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara dibeli oleh perusahaan Goodyear pada tahun 1916 dari Vrenide Indice Coltounderneeming (VICO) yaitu salah satu perusahan Belanda yang dipimpin oleh J.J. Blandeing. Pada tahun 1917 didirian Factory dan kemudian tahun 1927 didirikan Planing Research dan Chemical Research. Peralihan saham Perusahaan PT. Goodyear Sumatra Plantations sebanyak 1.900.000 saham telah beralih kepada Bridgestone Corporation (Jepang) dengan nama Perusahan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate yang merupakan badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia sejak tanggal 9 Agustus 2005. Adapun luas Dolok Merangir 4.590.81 hektar.

Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja beserta tanggungannya, perusahaan menyediakan fasilitas sebagai berikut :

1. Perumahan

2. Listrik dan Air Bersih 3. Rumah Sakit

4. Poliklinik


(46)

7. Sarana Transportasi 8. Balai Pertemuan (Hall) 9. Taman Bermain Anak-anak 10. Sarana Olah raga

11. 2 (Unit) Mesin ATM

12. Kantor Kas Unit Bank Syariah Mandiri 13. Koperasi

14. Kantin 15. Pelatihan

4.1.2. Gambaran Umum Wilayah Perkebunan Karet Dolok Merangir

Dolok Merangir merupakan desa yang berada di kelurahan Nagori Dolok Merangir I Kecamatan Dolok Batu Nanggar Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Dolok Merangir berbatasan dengan Kecamatan Dokok Batu Nanggar di sebelah utara yaitu Dolok Merangir II, sebelah selatan Bahtobu, sebelah Timur Kelurahan Serbelawan dan Kecamatan Tapian dolok disebelah barat berbatasan dengan Dolok Kahean. Wilayah ini memiliki ketinggian tempat ± 141 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan topografi datar. Curah hujan berkisar antara 21,39 mm/tahun dengan temperatur rata-rata sekitar 22,50C-31.90C. Adapun luas wilayah dirinci menurut penggunaan di kelurahan Dolok Merangir adalah sebagai berikut.


(47)

Tabel 4.1 Komposisi Lahan Berdasarkan Pemanfaatan Lahan

Pemanfaatan Lahan Luas

Frekuensi Persentase

Luas permukiman 20 0,77

Luas persawahan 15 0,58

Luas perkebunan 2531,75 98,5

Luas Kuburan 0,25 0,01

Perkantoran 3 0,11

Luas prasarana umum 1 0,03

Total luas 2571 100

Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011

Dari tabel diatas terlihat bahwa desa dolok merangir ini terdapat wilayah yang bisa mendukung anak-anak untuk dapat bermain, khususnya permainan tradisional.

4.1.3 Keadaan Penduduk

Berdasarkan data dari lurah dolok merangir, jumlah penduduk Kelurahan Dolok merangir pada tahun 2011 mencapai 4572, diantaranya 2374 adalah laki-laki dan 2198 adalah perempuan. Jumlah keluarga mencapai 1150 kepala keluarga. Penduduk di sini sangat beragama akan etnisitasnya, dimana terdiri dari Aceh, Batak, Nias, Melayu, Minang, Betai Sunda, Jawa, Madura,Bali. Banjar Dayak, Bugis, Makasar, Ambon, Asia,China dan Eropa. Penduduk dimayoritasi oleh etnis suku jawa dan agama Islam. Terdapat juga warga Negara asing yang 3 diantaranya laki-laki dan 1 perempuan yang merupakan pemilik perkebunan karet tersebut. Sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk adalah karyawan perusahaan.


(48)

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk berdasarkan etnis di Kelurahan Dolok Merangir Tahun 2011

Etnis Jenis Kelamin

Laki-laki Persentase Perempuan Persentase

Aceh 9 0,38 12 0,55

Batak 978 41,2 973 44,3

Nias 3 0,13 5 0,22

Melayu 37 1,56 23 1,05

Minang 156 6,57 148 6,73

Betawi 8 0,34 2 0,09

Sunda 4 0,17 15 0,68

Jawa 1139 47,97 998 45,4

Madura 5 0,21 2 0,09

Bali 1 0,042 -

-Banjar 6 0,252 3 0,13

Dayak 1 0,042 -

-Bugis 1 0,042 1 0,04

Makasar 1 0,042 -

-Ambon 1 0,042 -

-Asia 3 0,126

-China 20 0,84 15 0,68

Eropa 1 0,042 1 0,04

Jumlah 2374 100 2198 100

Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011

Sedangkan komposisi agama di Kelurahan Dolok Merangir 2011 adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agamai di Kelurahan Dolok Merangir 2011

Agama Laki-laki Persentase Perempuan Persentase

Islam 1496 63,02 1476 67,15

Kristen 823 34,67 677 30,80

Katholik 35 1,47 30 1,368

Budha 20 0,84 15 0,682

Jumlah total 2374 100 2198 100


(49)

Berikut komposisi tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Dolok Merangir 2011 adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan dan jenis kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011

Tingkat Pendidikan Laki-laki Persentase Perempuan Persentase

Tamat SD/Sederajat 14 0,589 19 0,86

Tamat SMP/Sederajat 541 22,79 496 22,56

Tamat SMA/Sederajat 617 25,99 526 23,9

Tamat D-1/D2/D3 Sederajat 60/11/73 2,53/0,463/3,074 82/16/42 3,73/0,73/1,91

Tamat S-1/Sederajat 114 4,802 75 3,41

Tamat S-2/Sederajat 1 0,042 -

-Belum masuk TK dan tidak tamat sekolah

943 39,72 942 42,9

Jumlah 2374 100 2198 100

Jumlah Total 4572

51,92% 48,08 %

Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011

Tingkat pendidikan penduduk di kelurahan Dolok Merangir ini ternyata terdapat anak berusia 3-6 tahun yang belum masuk sekolah diantaranya 51 laki-laki dan 45 perempuan. Sedangkan anak usia 3-6 tahun yang berada di TK/Playgroup terdiri dari 77 orang laki-laki dan 91 perempuan. Juga anak berusia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah 8 laki-laki dan 7 perempuan. Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak tamat terdiri dari 12 laki-laki dan 9 perempuan. Adapun yang tidak tamat SLTP diantaranya 16 laki-laki dan 17 perempuan. Sedangkan yang tidak tamat SLTA diantaranya 87 laki-laki dan 93 perempuan


(50)

Berikut ini adalah komposisi mata pencaharian penduduk di kelurahan Dolok Merangir 2011

Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian dan jenis kelamin di Kelurahan Dolok Merangir 2011 Jenis pekerjaan

Laki-laki

Persentase Perempuan persentase

Pegawai negeri sipil 10 0,646 37 13,4

Dokter swasta 1 0,064 1 0,36

Bidan swasta - - 2 0,72

Perawat swasta 4 0,258 3 1,08

Pembantu rumah tangga

- - 25 9,05

Pensiunan

PNS/TNI/POLRI

5 0,322 3 1,08

Karyawan perusahan swasta

1500 96,77 200 72,5

Pedagang 30 1,94 5 1,81

Total 1550 100 276 100

Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011

Adapun mata pencaharian penduduk disini rata-rata bekerja sebagai karyawan perusahan perkebunan karet. Dimana masyarakat di Dolok Merangir berada pada kondisi sejahtera.


(51)

Berikut adalah jarak orbitasi ke kecamatan dan kabupaten

Tabel 4.6 Data Orbitasi

Jarak ke ibukota kecamatan 1 Km

Lama jarak tempuh ke ibukota kecamatan dengan kendaraan bermotor

1

4jam

Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan dengan berjalan kaki atau kendaraan non bermotor

1

2jam

Kendaraan umum ke ibu kota kecamatan Ada Jarak tempuh ke ibu kota kabupaten 20 Km Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan kendaraan

bermotor

0,5 jam Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten dengan berjalan

kaki atau kendaraan non bermotor

3 jam Kendaraan umum ke ibu kota kabupaten/kota Ada

Jarak ke ibu kota provinsi 120 Km

Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan kendaraan bermotor

4 jam Lama jarak tempuh ke ibu kota provinsi dengan berjalan

kaki atau kendaraan non bermotor

15 jam Kendaraan umum ke ibu kota provinsi Ada

Sumber: Daftar Isian Profil Kelurahan Dolok Merangir 2011

4.2 Profil Informan

Profil informan disini adalah data diri dari para informan yang telah diteliti dan diperoleah segala informasi-informasi yang diperlukan dalam penelitian. Kemudian dari hasil penelitian dapat ditentukanlah informan yaitu sebanyak 11 informan. Yang terdiri dari 6 orang anak, 1 orang Lurah, 1 orang kepala sekolah, 1 orang tua anak, 1 orang penduduk lama dan 1 orang penjaga warnet. Adapun profil informan yang diperoleh adalah sebagai berikut :


(52)

4.2.1 Dwi Ismi Yulianti (11)

Dwi Ismi Yulianti Pratiwi atau yang sering disapa Mimi adalah salah seorang anak dari karyawan di Perkebunan Karet Bridgestone dan bertempat tinggal di Pondok Merdeka Selatan Dolok Merangir. Mimi yang lahirnya di Dolok Merangir ini sudah berusia 11 tahun dan masih duduk sebagai siswa kelas VI di SD Negeri 091600. Ia bersuku jawa dan beragama islam. Menurutnya, bertempat tinggal di perkebunan karet ini merupakan satu keuntungan tersendiri dimana ada beberapa fasilitas perusahaan yang masih dapat ia dan keluarganya nikmati. Ia tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membayar apa-apa karena masih dibiayai orang tua dan mendapat tanggungan fasilitas dari perusahan dimana tempat ayahnya bekerja ini. Mimi adalah anak yang beruntung dimana ayahnya bekerja bukan sebagai karyawan biasa. Karena di perkebunan ini ada beberapa sebutan yang diistilahkan sebagai golongan orang-orang tertentu. Jabatan ayahnya membuat dia dipangil sebagai anak staf.

Anak-anak staf mendapatkan fasilitas yang berbeda. Apabila ia bersekolah tidak di daerah dekat rumah ia akan difasilitasi dengan adanya bus sekolah dari perusahaan. Tapi Mimi merupakan anak staf yang berbeda. Walaupun orang tuanya mendapatkan fasilitas dari perusahaan tetapi ia memilih untuk bersekolah dekat dengan rumahnya. Yang pada akhirnya Mimi mendapatkan teman yang beragam dan berbaur dengan anak dari golongan manapun. Bahkan ia juga memiliki teman yang orang tuanya hanya bekerja


(53)

Orangtua Mimi juga tidak pernah melarangnya untuk bergaul dengan siapapun sekalipun ia merupakan anak staf. Karena orang tuanya menyadiri bahwa sebelum menjadi staf mereka juga orang yang sama dengan karyawan biasa dengan golongan yang biasa-biasa saja. Kegigihan ayahnya membuat perubahan mutu dalam keluarganya.

Kondisi lingkungan di sekitar perkebunan karet ini pada zaman sekarang berbeda dengan zaman dahulu saat ia masih kanak-kanak. Hanya saja ada beberapa aktifitas anak-anak yang masih dilakukan hingga sekarang. Kegiatan belajar mengajar di sekolah Mimi di mulai dari pukul tujuh pagi sampai pukul dua belas lebih tiga puluh menit siang. Di sekolahan Mimi dan teman-teman memiliki aktifitas tersendiri pada saat istirahat sekolah dan setelah pulang sekolah. Pada waktu istirahat sekolah Mimi dan temannya sering bermain di halaman sekolah dan di lapangan bola. Permainan yang sangat mimi sukai adalah permainan lompat tali. Permainan lompat tali menurutnya adalah permainan yang biasa dilakukan oleh Mimi dan teman-temannya. Dimana menurut Mimi permainan ini melibatkan tiga orang pemain yang mana akan membuat dirinya berkeringat. Dimana tidak semua teman-teman Mimi menyukai permainan tersebut, apabila ia diajak oleh temannya bermain permainan lain, Mimi mau tidak mau harus mengikuti sesuai keinginan teman-temannya. Selain itu Mimi juga sangat senang dengan permainanGalasin, dimana permainan ini dimainkan oleh delapan orang yang terdiri dari dua grup. Disaat mau memasuki waktu istirahat Mimi dan


(54)

teman-Galasin. Sehingga pada waktu istirahat tidak lagi mengajak dan mencari siapa-siapa saja yang mau bermain Galasin. Permainan Galasin ini juga banyak dimainkan oleh anak-anak kelas lain. Terkadang harus berebut halaman untuk dapat membuat garis-garis permainan tersebut. Pada waktu istirahat beberapa teman yang tidak ikut bermain menjadi penonton dan pemerhati permainan mereka, apabila ada pemain yang berbuat curang.

Mimi juga merupakan anak yang rajin belajar sehingga orang tuanya tidak ragu apabila dia mampu menyeimbangkan bermain dengan belajar, dimana prestasinya di sekolah sangat memuaskan. Ia mendapat peringkat pertama dalam belajar dan orang tuanya percaya bahwa permainan itu tidak membuatnya lebih cenderung bermain seharian. Karena aktifitas di sore hari mimi juga les mata pelajaran serta mengaji dirumahnya. Sehingga teman-temannya juga senang bermain dengan mimi tanpa harus memandang bahwa ia anak staf atau bukan.

4.2.2 Orlando Giovana Toplin Sinaga (10)

Ia sering disapa Orlando, anak ke tiga dari tiga bersaudara. Ia bertempat tinggal di pondok rumah sakit perkebunan karet dolok merangir. Bersuku Batak dan beragama Kriten Protestan. Kesehariannya Orlando pergi ke sekolah pada pagi hari sekarang ia duduk di bangku kelas V. Di sekolah ketika jam istirahat Orlando sama seperti anak pada umumnya yang selalu bermain dengan kawan-kawannya dan tak jarang sesekali jajan. Orlando


(55)

sekolah maupun di rumah. Sehabis pulang sekolah dia selalu diingatkan oleh ibunya untuk makan terlebih dahulu sebelum tidur siang.

Orlando sangat suka bermain di luar rumah bersama teman-teman karena permainan yang sering dia mainkan dengan teman nya adalah permainan yang membutuhkan halaman yang luas yaitu Galasin dan Patok lele. Sebelum bermain, Orlando selalu mencari dan mengajak teman-temannya yang lain untuk bermain bersama. Orlando sangat menyukai permainanGalasindanPatok Patok lele.Dimana pada permainanPatok lele., Orlando membutuhkan lima orang teman lagi, karena permainan ini biasanya dimainkan oleh dua regu. Teman-teman yang ia pilih pastinya laki-laki juga. Karena permainan ini sangat berbahaya bila kayu ini mengenai perempuan. bila tidak benar-benar dalam bermain perempuan akan menangis bila mengenai bagian tubuhnnya. Pada awal bermain pun, Orlando dan teman-temannya membagi tugas, siapa yang mencari halaman dan siapa yang mencari kayu yang tepat untuk digunakan dalam bermain. Kayu yang keras dan berat yang biasanya di pilih. Biasanya Orlando bermain dengan orang yang setingkat dengannya baik kelas maupun anak pondok pada umumnya,hal ini disebabkan di sekolah Orlando tidak ada lagi anak staf yang membuatnya harus segan-segan dalam berteman dan bermain. Hal ini disebabkan orang tua Orlando hanyalah karyawan di perkebunan karet. Sehingga Orlando tidak merasa berbeda dengan temannya.


(56)

4.2.3 Andika Mahendra Pertama (10)

Siswa kelas lima sekolah dasar ini bernama Andika, ia sering dipanggil dengan sebutan Dika. Dika merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Adiknya yang kedua masih duduk di kelas dua sekolah dasar yang sama dengannya. Dika bersuku Jawa dan beragama Islam. Dalam kesehariannya Dika berangkat kesekolah hanya dengan berjalan kaki. Orang tuanya bertempat tinggal di pondok lurah yang berada di sebelah utara sekolah dan dekat dengan kantor lurah. Kegiatan belajar mengajar di mulai pada pukul tujuh lewat tiga puluh pagi dan berakhir pada pukul setengah satu siang hari. Setelah pulang sekolah biasanya Dika berisitrahat dan pukul setengah tiga siang dika pergi mengaji di madrasah Ibtidaiyah.

Pada waktu istirahat sekolah Dika biasanya menghabiskan waktu untuk bermain. Tetapi Dika lebih sering diajak oleh temannya dari pada ia yang mengajak temannya. Dika dan teman-temanya bermain di halaman sekolah dan sesekali bermain dilapangan sepak bola. Dan pada saat tidak sekolah teman-temannya mendatangi ia kerumah dan mengajak bermain. Dika dan temannya bermain di halaman rumah Dika.

Adapun permainan yang Dika senangi adalah permainan Patok lele. Dimana permain yang membutuhkan kehati-hatian ini menjadi tantangan tersendiri untuk Dika. Karena permainan patok lele ini memiliki cara bermain yang unik. Dika dan teman-teman harus membuat lubang yang berukuran sedang, mencari dua ranting pohon maupun kayu yang kuat dengan ukuran


(57)

berbeda. Permainan ini biasanya dimainkan anak laki-laki, jadi jarang sekali dika melihat permainan ini dimainkan oleh anak perempuan.

Jika Dika ingin bermain setelah ia pulang sekolah, Dika hanya pamit dengan ibunya agar tidak tahu dimana keberadaannya. Bagi Dika permainan ini sangat mengasikkan, karena tidak bermain sendiri-sendiri seperti main playstation ataupun v-com. Begitu juga halnya dengan menonton televisi. Hanya film-film tertentu seperti kartun setiap hari minggu ataupun yang diputar pada saat sore hari yang ia tonton. Karena orangtua Dika juga tidak memperbolehkan ia banyak menonton televisi.

4.2.4 Shafira Ariffiani (11)

Perempuan bertubuh kecil ini sering disapa Fira. Fira merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Orang tuanya bertempat tinggal di pondok pelita. Fira bersuku jawa dan beragama islam. Fira bersekolah di sekolah dasar negeri 091600 dimana jadwal sekolahnya dari pukul delapan pagi hingga setengah satu siang, melainkan hari jumat jadwal disekolahnya hingga pukul setengah dua belas siang. Ia berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Jarak dari rumahnya ke sekolah berkisar 1 km. tetapi hal itu telah biasa ia jalani.

Pada waktu istirahat sekolah, Fira dan teman-temannya akan menyempatkan waktu untuk bermain. Ia sering bersama temannya bermain dihalaman sekolah dan juga diteras sekolah depan kelasnya. Adapun permainan yang ia senangi adalah permainan Tok-tok,Galasin dan Cak bulu


(58)

membutuhkan orang banyak dan tempat yang luas. Selain itu apabila waktu mata pelajaran olahraga terkadang Fira dan teman-temannya bernegosiasi dengan guru mata pelajaran tersebut agar tidak berolahraga tapi mereka bermain saja dengan yang juga sama seperti olahraga yaitu Galasin. Permainan tradisional Galasinsangat ia gemari karena menurut Fira memiliki tingkat kesenangan sendiri, selain seru dan asyik ada perasaan yang ia rasakan seperti halnya ketakutan apabila ia terkena pukulan ataupun sentuhan dari lawannya.

Setelah pulang sekolah, kegiatan yang ia lakukan adalah makan siang, sholat zuhur dan tidur siang. Dan ketika sore hari ia menyempatkan diri untuk bermain dengan teman-temannya yang berada disekitar rumahnya juga. Terkadang ia bermain dengan anak-anak yang bukan sebayanya. Fira juga mengajak anak-anak tersebut bermain galasin. Ketika sore hari biasanya waktu bermain Fira terbatas, orang tuanya juga melarangnya bermain, apabila ia sudah mandi sore. Walaupun orang tuanya jarang mengawasi bermain, tapi Fira juga dibatasi dalam bermain.

Malam hari setelah mengerjakan pekerjaan rumah, Fira yang juga hobbi menonton televisi akan menyempatkan waktunya untuk menonton televisi. Walaupun Fira masih duduk di bangku Sekolah Dasar Fira juga gemar menonton kartun dan sinetron. Bagi Fira menonton dimalam hari merupakan pengganti bermain. Karena dirumahnya tidak ada permainan seperti playstation ataupun permainan modern, yang ada hanyalah handphone.


(59)

Permainan tradisional bagi Fira merupakan permainan yang membuat dirinya banyak berteman dibandingkan permainan modern. Dan dengan bermain permainan tradisional membuat badan menjadi sehat karena ia berkeringat dan juga membuatnya senang. Sangat banyak permainan yang ia ketahui tetapiGalasinadalah kegemarannya.

4.2.5 Putri Gista Filiza (7)

Ia bernama Putri, dan berada di bangku kelas tiga sekolah dasar. Putri bersuku Jawa dan beragama Islam. Dalam kesehariannya Putri berangkat kesekolah dengan berjalan kaki. Adapun jadwal masuk kesekolah dari pukul setengah delapan hingga setegah satu sedangkan pada hari jumat ia hanya bersekolah hingga pukul setengah dua belas. Kebiasaan Putri pada waktu istirahat sekolah adalah jajan dan bermain dengan temannya. Sedengkan setelah pulang sekolah Putri melanjutkan untuk belajar dirumahnya.

Adapun permainan yang biasa ia mainkan adalah bermainPetak umpet dan Pecah piring. Baginya permainan ini membuatnya sangat seru dimana ada rasa takut dengan bola yang akan dilemparkan kearahnya. Biasanya ia bermain di halaman sekolah dan apabila diizinkan orangtuanya ia akan bermain di samping halaman rumah temannya yang tidak jauh dari rumahnya juga.

Dalam waktu bermain, Putri terkadang diawasai oleh ibunya. Karena ayahnya melarang ia untuk bermain terlalu lama dan harus fokus dengan


(60)

memiliki banyak teman, setelah belajar terkadang ia menghabiskan waktunya untuk menonton televisi. Ia sering menonton kartun dan sinetron, dan pada saat menonton pun ia dibatasi. Putri juga mau menirukan gaya apa yang telah ia tonton.

Putri yang memiliki keterbatasan waktu unutk bermain juga mengetahui permainan permainan tradisional yang ada, dan permainan modern seperti playstation ia hanya mengetahui bentuknya dan tidak pernah memainkannya. Baginya permainan anak-anak yang dimainkan lebih menarik karena membuat banyak teman tetapi keterbatasannya bermain hanya mengenal dan tidak memiliki kedekatan lebih dengan temannya.

4.2.6 Edelis Dayhyza Maienjel Ginting (11)

Edelis yang sering dikenal Icha masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Icha bersama orang tuanya tinggal di dolok merangir dan tepatnya di perumahan staf kelas menengah ke atas yang biasanya disebut gedongan anak kedua dari dua bersaudara ini merupakan anak yang aktif. Walaupun postur tubuhnya terlihat gemuk tapi Icha merupakan anak yang rajin berolahraga.

Saat berangkat ke sekolah, Icha sering diantar oleh ibu dan bapaknya. Ketika orang tuanya tidak bisa menghantarkannya, Icha diantarkan oleh tukang kebun yang bekerja dirumahnya. Ia berangkat k esekolah pukul tujuh pagi dan pulang sekolah pukul setengah satu siang hari. Di sekolah Icha


(61)

waktunya untuk membeli jajanan setelah itu melanjutkan bermain. Icha yang dikenal sebagai anak staf gedongan tidak hanya berteman dengan anak-anak yang berasal dari keluarga staf gedongan saja. Ia tetap berbaur karena anak-anak yang sekolah di Sekolah Dasar tersebut bukanlah anak-anak yang orangtuanya bekerja satu tingkatan dengan orangtua Icha.

Saat bermain dengan teman-temannya Icha biasanya bermain di halaman sekolah, dan pada waktu pelajaran olahraga Icha dan teman-teman memilih bermain di lapangan sepak bola dekat sekolahnya. Permainan yang sangat sering Icha mainkan bersama teman adalah permainan Galasin,Nek lampir dan Cak bulu kucing. Dari semuapermainan tersebut, permainan yang paling ia senangi adalah permainan Galasin. Menurut Icha permainan seperti ini membuat ia dan teman-temannya senang, karena pada saat bermain juga ada rasa takut apabila terkena akan berganti posisi dengan lawannya.

Permainan galasain ini membuat Icha dan teman-teman semakin kompak,karena harus membagi dua tim. Biasanya yang kalah adalah tim yang menjaga dan yang menang tim yang bermain dan berusaha agar tidak menjadi penjaga. Jika bermain dis ekolah icha tidak pernah diawasi orang tuanya, tetapi jika ia mengajak teman-teman bermain kerumah, ibu Icha sering memperhatikan apa yang Icha dan teman-teman lakukan. Icha juga pernah bermain playstation dan game di internet. Tetapi ia tidak merasakan seperti pada saat ia memainkan permainan dengan teman-temannya disekolah. Bagi Icha bermain playstation malah membuat dirinya cepat ngantuk karena tidak


(62)

ada teman disebelahnya yang ikut bermain. Dan bermainan play station dimainkan oleh Icha pada saat cuaca hujan atau pun dalam keadaan sakit.

Setelah pulang dari sekolah biasanya Icha menyempatkan diri untuk menonton televisi, baik film kartun maupun sinetron. Tetapi Icha lebih cenderung menonton kartun seperti ipin-upin dan avatar. Karena ada yang menarik dari film itu dan ada manfaatnya seperti dapat mengenal tokoh-tokoh pemainnya dan ada juga rasa penasaran bagaimana cerita selanjutnya dari film yang ia tonton tersebut.

4.2.7 Baharuddin Lubis (59)

Pak Lubis adalah orang yang sangat terkenal di Dolok Merangir ini karena beliau adalah seorang Lurah. Beliau beralamatkan di Dolok Merangir I, Kecamatan Dolok Batu Nanggar Kabupaten Simalungun. Beliau sering disapa pak lurah karena status jabatan beliau sebagai lurah di Dolok Merangir I. Dalam kesehariannya sebagai lurah, beliau adalah orang yang sudah sangat lama menjadi lurah di desa ini. Beliau sekarang sudah berusia 59 tahun dimana beliau saat ini hanya tinggal dengan anaknya saja. Istri beliau sudah lama meninggal.

Di dolok merangir ini beliau sudah lama tinggal dan sering memperhatikan masyarakat perkebunan ini. Di mana beliau merasakan iklim kekeluargaan yang sudah kurang melekat seperti dahulu. Beliau yang dulunya masing sering memperhatikan anak-anak bermain di halaman rumah


(63)

masih ada. Beliau juga memperhatikan bahwa didekat Sekolah Dasar anak-anak masih bermain Petak umpet dan Bola kasti. Permainan tradisional yang diperhatikan beliau masih dianggap bagus karena memiliki nilai-nilai yang erat dengan hubungan kekeluargaan. Bagi beliau selaku lurah dan pernah menjadi peserta permainan tradisional, beliau sangat mengetahui apa saja makna yang terkandung didalam permainan tersebut, sehingga harus melestarikan budaya dan tradisi yang ada. Masyarakat juga jangan pernah meninggalkan permainan tradisi dari nenek moyang dan harus mempertahankan permainan tradisi yang tidak menghabiskan biaya besar.

Permainan tradisional sangat berbeda jauh dengan permainan modern yang dimana harus mengeluarkan biaya yang besar. Walaupun dari kedua permainan tersebut sama-sama memiliki manfaat. Bagi pak lurah yang membedakan permainan tradisional dan modern bukan hanya dalam pengeluaran biaya yang besar melainkan permainan modern lebih membuat anak-anak sekarang hanya sebagai pengguna, dan tidak mampu membuatnya. Tetapi apabila kita bermain permainan tradisional anak-anak memiliki usaha bagaimana membuat permaianan tersebut menjadi permainan yang mengasah kreatifitas anak untuk membuatnya.

Beliau juga menjelaskan bahwa disini ada permainan margala, dan permainan tradisional ini masih ada dan tetap di pertandingkan pada acara Rondang Bintang setiap tahunnya. Dan permainan tradisional ini diperlombakan sebagai wujud sosialisasi dan mempertahankan tradisi yang


(64)

tradisional, hanya saja ada beberapa permainan modern yang mulai masuk sepertiPlaystationdan permainan yang terdapat pada aplikasi ihandphone dan internet.

Orang tua juga memiliki tanggung jawab untuk memberitahu anak-anaknya mengenai permainan tradisional yang sekarang sudah hampir punah karena banyaknya permainan modern yang mudah di dapat. Begitu juga halnya dalam melihat televisi dimana orang tua harus memantau anaknya, karena tidak semua yang ditayangkan itu membawa manfaat. Misalnya film ipin upin, walaupu filmnya bagus tetapi anak-anak lebih suka meniru bahasa melayu dari pada bahasa aslinya. Adanya upaya dari pemerintah bersama masyarakat untuk melestarikan permainan tradisional khususnya Simalungun.

4.2.8 Sapta Ade Wiranata (22)

Sapta merupakan seorang penjaga warung internet di salah satu warung internet yang ada di desa ini dan ia juga belum berkeluarga. Ia beralamatkan di Huta PJKA Nagori Dolok Merangir I, Kecamatan Dolok Batu Nanggar Kabupaten Simalungun. Sapta juga merupakan pemuda desa yang lahir disini. Semasa kecilnya Sapta juga orang yang mengetahui bagaimana kondisi masyarakat di perkebunan ini, juga mengenai hal permainan tradisional yang ada di sini.

Sampai saat ini Sapta juga masih pernah melihat anak-anak memainkan permainan tradisional. Misalnya permainan seperti Patok lele,


(65)

Menurutnya permaian ini memiliki nilai positif tetapi saat ini orang banyak beralih kepermainan yang canggih. Ia juga merasakan bahwa permainan tradisional memiliki rasa kekeluargaan yang lebih besar daripada permainan canggih yang saat ini sudah dimainkan oleh anak-anak masyarakat perkebunan karet ini.

Pada permainan tradisional anak, ia merasakan adanya kerjasama dan toleransi terhadap sesama pemain. Ada manfaat positif dan negatif dari permainan modern, positifnya adalah anak-anak masyarakat perkebunan sudah mengetahui perkembangan teknologi dan negatifnya adalah anak-anak jadi kecanduan artinya lebih cenderung bermain dari pada belajar sehingga menghabiskan banyak uang. Dan permainan modern juga membuat anak-anak di perkebunan tidak kurang pergaulan dan tidak membuat malu karena tidak mengetahui permaian modern. Dan anak-anak di masyarakat perkebunan harus mengikuti perkembangan jaman.

Dalam hal melestarikan permainan tradisional, menurut Sapta itu merupakan hal yang penting karena sebagai peninggalan orang-orang jaman dahulu dan paling sederhana anak-anak sekarang harus mengenal permainan tradisional tersebut. Walaupun sebenarnya permaianan tradisional sudah tertinggal jaman, karena sudah memang bukan jamannya permainan tradisional dan semua orang sudah beralih ke teknologi yang canggih dan modern.


(66)

dilapangan untuk memainkan permainan tradisional kecuali anak-anak yang masih di sekolah dasar dan pada waktu sekolah. Bagi Sapta permainan tradisional juga tidak berpengaruh kepada perkembangan anak karena itu tanggung jawab orang tua dari anak tersebut. Bagi sapta permainan tradisional tidak memiliki tingkat yang membahayakan jadi anak-anak di masyarakat perkebunan ini bebas memainkan permainan tradisional apa saja yang mereka sukai. Begitu juga halnya dengan melihat televisi. Anak-anak harus diawasi karena tidak semua siaran tersebut tepat pada waktunya. Anak-anak disini juga sudah mulai latah ketika menyaksikan film seperti upin-ipin, bernard bear yang pada akhirnya mereka meniru apa yang di lihatnya. Maka itu pengawasan orang tua yang seharusnya ditingkatkan.

4.2.9 Sono Ahmadi (62)

Wak Sono adalah panggilan beliau. Usia yang sudah termasuk dalam kategori tua ini merupakan tokoh masyarakat di lingkungannya. Beliau beralamatkan Huta PJKA Nagori Dolok Merangir I Kecamatan Dolok Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun. Sebelum beliau pensiun, beliau bekerja sebagai supir dan hingga akhirnya sebagai teknisi listrik di perkebunan karet ini. Dari perkebunan ini masih bernama Goodyear hingga berubah menjadi Bridgestone. Sebelum pindah dan menetap di Huta PJKA pada masa beliau kerja bertempat tinggal di pondok atas. Wak Sono memiliki dua istri. Pada istri yang pertama beliau dikarunia tujuh orang anak. Dan dari istri keduanya


(1)

Gambar 8 : Halaman Sekolah Gambar 7 Taman Bermain Anak-anak staf


(2)

Gambar 10 : Fira bermain engklek dan temannya menunggu sampai tiba saatnya mereka harus bermain

Gambar 9 : Bermain Galasin


(3)

Gambar 12 : Putri Gista Filiza


(4)

Gambar 14 : Andika Mahendra Pratama

Gambar 15 : Orlando G. Toplin Sinaga


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Modal Sosial Sistem Bagi Hasil Dalam Beternak Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan Dolok Batu Naggar, Kabupaten Simalungun

7 134 111

Dari Buruh Perkebunan Ke Petani : Pengaruh Gerakan 30 September Terhadap Masyarakat Desa Baja Dolok Kabupaten Simalungun (1973-2000)

1 27 133

Permainan Tradisional Anak Sebagai Perekat Hubungan Sosial Di Wilayah Perkebunan (Studi Deskriptif: Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir , Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun

0 46 113

Dampak Pembangunan Kawasan Agropolitan Terhadap Pengembangan Wilayah Dan Pemberdayaan Masyarakat Pada Lokalita Saribu Dolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun

2 98 165

Partisipasi Organisasi P3a Dalam Pemeliharaan Dan Pengelolaan Irigasi Di Kabupaten Simalungun (Studi Kasus: Desa Bosar Galugur Kecamatan Tanah Jawa, Desa Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan, Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar)

6 68 97

Analisis Pola Konsumsi Karyawan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate Dolok Merangir Kabupaten Simalungun

5 88 103

Dari Buruh Perkebunan Ke Petani : Pengaruh Gerakan 30 September Terhadap Masyarakat Desa Baja Dolok Kabupaten Simalungun (1973-2000)

0 0 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan - Permainan Tradisional Anak Sebagai Perekat Hubungan Sosial Di Wilayah Perkebunan (Studi Deskriptif: Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir , Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupate

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Permainan Tradisional Anak Sebagai Perekat Hubungan Sosial Di Wilayah Perkebunan (Studi Deskriptif: Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir , Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun

0 0 11

PERMAINAN TRADISIONAL ANAK SEBAGAI PEREKAT HUBUNGAN SOSIAL DI WILAYAH PERKEBUNAN (Studi Deskriptif : Masyarakat Perkebunan Karet Dolok Merangir, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun) SKRIPSI

0 0 11