BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.Efektivitas II.1.1. Pengertian Efektivitas - Efektivitas Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Di Panti Sosial Karya Wanita (Pskw) Ruhui Rahayu Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1.Efektivitas II.1.1. Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai suatu tujuan

  atau sasaran yang telah ditentukan dalam organisasi. Efektivitas juga disebut efektif, yakni apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan dengan pengertian efektivitas menurut pendapat Soetomo yakni efektivitas merupakan penilaian terhadap pernyataan berdasarkan fakta tentang seberapa banyak tujuan program yang dicapai, seberapa besar komponen- komponen program telah berfungsi dalam pencapaian tujuannya.

  Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai atau tidaknya sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.Jika hasil dari kegiatan semakin mendekati sasarannya, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat keefektivitasannya semakin tinggi. Usaha yang dilakukan dapat dikatakan efektif apabila usaha tersebut telah mencapai tujuannya secara ideal dan taraf intensitasnya dapat dinyatakan dengan ukuran yang pasti (Suyanto 2008 : 207).

  Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti

  Efektivitas di definisikan oleh para pakar dengan berbeda-beda tergantung pendekatan yang digunakan oleh masing-masing pakar.

  Berikut ini beberapa pengertian efektivitas dan kriteria efektivitas organisasi menurut para ahli sebagai berikut:

  1. Drucker mendefinisikan efektivitas sebagai melakukan pekerjaan yang benar (doing the rights things).

  2. Chung dan Megginson (Siahaan,1999:17) mendefinisikan efektivitas sebagai istilah yang diungkapkan dengan cara berbeda oleh orang-orang yang berbeda pula. Namun menurut Chung & Megginson yang disebut dengan efektivitas ialah kemampuan atau tingkat pencapaian tujuan dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan agar organisasi tetap survive (hidup).

  3. Arens dan Lorlbeckemendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “Efektivitas mengacu kepada pencapaian suatu tujuan, sedangkan efisiensi mengacu kepada sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan itu”. Sehubungan dengan yang Arens dan Lorlbecke tersebut, maka efektivitas merupakan pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

  4. Menurut Supriyono pengertian efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin besar konstribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai

  5. Gibson memberikan pengertian efektivitas dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu (1) seluruh siklus input-proses-output, tidak hanya output saja, dan (2) hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungannya.

  6. Menurut Cambel J.P, Pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah :

  1.Keberhasilan program.

  2. Keberhasilan sasaran.

  3. Kepuasan terhadap program.

  4. Tingkat input dan output.

  5. Pencapaian tujuan menyeluruh.

  Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas- tugas pokonya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Cambell 1998 : 47).

  Menurut Hani Handoko (2000) Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.

  Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara meningkatnya, cara mengatur dan bahkan cara menentukan indicator efektivitas, sehingga, dengan demikian akan lebih sulit lagi bagaimana cara mengevaluasi tentang efektivitas.

  Dari beberapa uraian definisi efektivitas menurut para ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Adapun untuk mengetahui tingkat kesejahteraan tersebut dapat pula di lakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial misalnya: pendapatan, pendidikan, ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan (Soekanto 1989 : 48).

  Beberapa pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan atau aktifitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu : 1.

  Pemahaman program.

  2. Tepat Sasaran.

  3. Tepat waktu.

  4. Tercapainya tujuan.

II.1.2. Pendekatan Efektivitas

  Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu: 1.

  Pendekatan sasaran (Goal Approach) : Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarakan sasaran resmi “Official Goal” dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan mengukur keberhasilan programdalam mencapai tingkat output yang direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

  Efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan dan tujuan tercapainya dengan waktu yang tepat makan program tersebut akan lebih efektif. Pendekatan sasaran dalam

  2. Pendekatan Sumber (System Resource Approach) : Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dalam lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkai bersifat langka dan bernilai tinggi. Pendekatan sumber dalam kegiatan program Bimbingan keterampilan ini dilihat dari seberapa jauh hubungan antara anggota binaan program dengan lingkungan sekitarnya, berusaha usaha yang menjadi sumber dalam mencapai tujuan.

  3. Pendekatan Proses (Internal Process Approach) : Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

  II.2. Kesejahteraan Sosial

  II.2.1. Defenisi Kesejahteraan Sosial

  Elizabeth Wickeden (Wibhawa,2010 : 23) mendefenisikan Kesejahteraan Sosial sebagai suatu sistem perundang-undangan, kebijakan, program, pelayanan dan bantuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sosial yang dikenal sebagai kebutuhan dasar bagi kesejahteraan manusia dan bagi berfungsinya keterlibatan sosial secara lebih baik. Berdasakan defenisi tersebut, maka kita dapat memahami 3 hal dalam kesejahteraan sosial, yakni : a.

  Konsep “Kesejahteraan Sosial” berbeda dengan “Kesejahteraan”.

  Terpenuhinya kebutuhan sosial (Kesejahteraan Sosial sebagai suatu keadaan) menjadi dasar bagi terciptanya “Kesejahteraan” (Sebagai keadaan yang baik dalam semua aspek kehidupan manusia).

  b.

  Konsep Pelayanan Sosial (Bidang Praktik Pekerjaan Sosial) mencakup aktivitas yang sangat luas, mulai dari perundang- undangan sosial sampai kepada tindakan langsung pemberian bantuan.

  c.

  Pada tingkat masyarakat, kesejahteraan sosial berarti keterlibatan sosial (social order) yang lebih baik.

  Walter A. Friedlander (Wibhawa,2010 : 24) mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial adalah “Sistem yang terorganisir dari usaha- perseorangan yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya secara menyeluruh, serta untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.”

  Bahkan karena begitu pentingnya upaya mwujudkan kesejahteraan sosial, maka Indonesia pun mmiliki Undang-undang yang secara khusus mengatur hal ini, yaitu UU Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial yang memaparkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan yang sebaik-baiknya bagi dirinya, keluarga, dan lingkungan sosialnya.

  Pembangunan kesejahteraan sosial didefenisikan sebagi pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan modal ekonomi, manusia, kemasyarakatan, dan permasyarakatan secara terintegritas dan berlangsung terus-menerus.Dengan demikian mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sesuai dengan standar kemanusiaan yang layak dan berkelanjutan.

  II.2.2. Sumber – Sumber Kesejahteraan Sosial

  Kehidupan manusia memiliki beragam kebutuhan yang mesti dipenuhi agar mereka dapat hidup layak.Kebutuhan pokok utama terdiri dari makanan, tempat tinggal, perawatan kesehatan, keamanan, kesempatan untuk hidup yang bertumbuh dan berkembang secara emosional dan intelektual. Dalam masyarakat kontemporer mekanisme yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dapat dikategorikan sebagai berikut :

  a. Personal :Diri sendiri, teman, keluarga, kolega kerja dll

  b. Informal : Penolong alami dalam masyarakat, kelompok pelompok kemandirian, kelompok masyarakat arus bawah, dan kelompok lain yang berfungsi secara informal.

  c. Institusional : Sekolah, Rumah Sakit, Pengaduan di Kantor Polisi dll

  d. Kemasyarakatan : Pelayanan, badan-badan, dan lembaga lembaga yang disiapkan untuk memenuhi kebutuhan khusus masyarakat tertentu.

  II.2.3. Fungsi –Fungsi Kesejahteraan Sosial

  Dalam defenisi secara umum tentang kesejahteraan sosial sebagai a.

  Mengkaji keadaan sosial masyarakat.

  b.

  Mengantisipasi perubahan sosial masyarakat, dengan prediksi terhadap efeknya.

  c.

  Mengendalikan (mendorong atau menahan) perubahan sosial pada masyarakat.

  Untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut, maka bidang kesejahteraan sosial mempunyai tugas – tugas untuk : a.

  Pengembangan ilmunya sendiri.

  b.

  Perumusan kebijakan-kebijakan sosial.

  c.

  Pengembangan pelayanan-pelayanan sosial.

  Sebagai profesi pemberi bantuan, maka makna Pekerja Sosial untuk melakukan kegiatan bantuan sosial bukanlah sebagai kegiatan amal, melainkan merujuk pada sebuah kedisiplinan dan pendekatan profesional.Pekerja Sosial diartikulasikan sebagai profesi atau keahlian dibidang pertolongan kemanuiaan yang disadari oleh pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai yang melalui pendidikan formal. Dalam garis besarnya, ada empat peran profesi Pekerjaan Sosial yakni : 1.

  Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini, Pekerja Sosial mengidentifikasi hambatan-hambatan klien dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. pelayanan sosial, meningkatkan komunikasi dengan klien dan sesama petugas, dan mengatasi hambatan-hambatan dan proses- proses pelayang sosial.

3. Meningkatkan jaringan pelayanan sosial. Yakni untuk menjamin bahwa sistem kesejahteraan sosial berjalan secara tepat sasaran.

  4. Mengoptimalkan keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial. Yakni mengidentifikasi isu-isu sosial dan implikasinya kedalam kehidupan masyarakat.

  II.3.Pekerja Sosial

  II.3.1. Defenisi Pekerja Sosial

  Menurut Undang-Undang nomor 6 tahun 1974 pada BAB I pasal 2 dan 3, pekerja sosial adalah semua ketramppilan teknis yang dijadikan wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial.Praktek pekerjaan sosial selalu berhubungan timbal balik antara individu dengan masyarakat dan lingkungannya yang saling menguntungkan.Melalui hal tersebut, masyarakat mampu memenuhi memenuhi tugas-tugas hidupnya, mengurangi segala bentuk ketidakmampuan dan penderitaan dan mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai yang diannut dalam kehidupan sehari-hari. (Sumardhi, 1996 : 49).

  Pekerja Sosial adalah orang yang memiliki kewenangan dan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial. ahli bukan hanya pada tingkat pelayanan langsung, melainkan harus sampai pada tingkat kebijakan/perundang-undangan dan perencanaan sosial. Berdasarkan hal tersebut, tampaknya garapan dari pekerja sosial sendiri tidak hanya pada wilaya lokal, akan tetapi mencakup institusi sosial. Dengan demikian, secara garis besar, posisi dan peran - peran yang dapat disandang Pekerja Sosial antara lain :

  1. Perencana Sosial (Social Planner).

  2. Peneliti (Researcher).

  3. Pendidik (Educator).

  4. Penyembuh (Therapist).

  Selanjutnya, karena posisi dan perannya yang meliputi skala mikro maupun makro dalam perubahan kehidupan sosial di masyarakat, maka praktek Pekerja Sosial sangat terkait dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, para pekerja sosial sebagai penyandang keahlian Pekerjaan Sosial harus memiliki kualifikasi sebagai berikut :

  1. Memahami, menguasai, dan menghayati serta menjadi figur pemegang nilai-nilai sosio-kultural dan filsafat masyarakat.

  2. Menguasai berbagai perspektif teoritis tentang manusia, khususnya sebagai makhluk sosial yang berperilaku interaktif beserta wadah kelembagaan dalam keanekaragaman bentuk beserta perubahannya. a.

  Kepekaan terhadap pengembangan masyarakat.

  b.

  Keberanian untuk memprakarsai tindakan pelayanan sosial.

  c.

  Kemandirian dalam berfikir dan bersifat.

  d.

  Kreativitas dalam pengembangan ide baru dalam upaya pelaksanaan tugas profesinya.

II.3.2. Azas – Azas Pekerja Sosial

  Walter A Friedlander mengemukakan bahwa azas-azas pekerja sosial merupakan “Nilai – nilai dasar pekerja sosial tidak timbul (Lumbuh) begitu saja seperti bunga-bunga liar yang terletak dipinggiran jalan, sebaliknya, nilai-nilai itu berakar dari kepercayaan yang kuat yang mengilhami peradaba-peradaban manusia.

  Azas – azas ini lahir dari tujuan – tujuan pekerjaan sosial secara umum, yakni untuk mencegah atau mengurangi efek-efek dari situasi yang genting pada segi sosial atau kejiwaan, serta untuk menghilangkan hambatan-hambatan terhadap perkembangan yang sehat dari individu, kelompok, dan masyarakat. Walter A Friedlander berpendapat bahwa dalam melaksanakan praktek pekerjaan sosial, ada empat azas yang perlu dimiliki oleh seorang pekerja sosial, yakni : 1.

  Keyakinan akan nilai pembawaan, integritas, dan harga diri daripada individu. menentukan kesukaran yang dirasakannya dan mencari alternatif penyelesaian masalahnya.

  3. Keyakinan yang teguh bahwa seua orang berhak atas kesempatan yang sama, yang mana kesempatan itu hanya dibatasi oleh kemampuan-kemampuan yang menjadi pembawaan si individu.

  4. Keyakinan bahwa hak-hak individu terhadap dirinya secara pribadi berupa menghormati dirinya, menghargai dirinya, menentukan nasibnya sendiri, dan mendapatkan kesempatan yang sama terhadap pertanggungjawaban sosialpribadi, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

II.3.3.Perkembangan Pekerja Sosial di Indonesia

  Ketika berupaya membangun konsep Pancasila, Soekarno sebagai Presiden Indonesia yang pertama membangun konsep pancasila atas dasar nilai-nilai gotong royong.Nilai Kebersamaan yang disebut dengan gotong royong inilah yang menjadi titik acuan bagi para pekerja sosial profesional di Indonesia puluhan tahun kemudian.Dengan didasari pada nilai gotong royong, masyarakat mulai mampu membangun sistem tatanan sosial, temasuk pelayanan sosial.Adanya tradisi yang telah ada sejak dahulu dan masih dijaga kuat telah menjadi ciri khas kepribadian bangsa Indonesia, yaitu gotong royong.Atas dasar inilah Pekerjaan Sosial dapat dilaksanakan secara terus-menerus. dirasakan hingga hari ini.Pada akhir abad ke 19, Belanda telah mengadakan banyak perubahan yang sedikit menuju kearah perbaikan sosial dengan memulai usaha mengadakan pengajaran, perbaikan layanan kesehatan, perlindungan buruh, dan lain sebagainya, namun hal tersebut hanya ditujukan kepada golongan tertentu saja, yaitu golongan yang diistimewakan (privileged group). (Prodjowidagdo dalam Wibawa 2010 : 59). Pemerintah Belanda sendiri menganggap pelayanan sosial tersebut hanya sebagai bagian dari pekerjaan amal.

  Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, dibentuklah Kementerian Sosial pada tanggal 19 Agustus 1945 sebagai cerminan kesadaran pentingnya peran pekerja sosial dalam bentuk pelayanan sosial. Sumantri Praptokusumo menggambarkan keinginan bangsa Indonesia yang baru merdeka untuk segera mencapai kehidupan yang lebih baik setelah bebas dari berabad-abad berada dalam belenggu penjajahan.Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, pelayanan sosial tersebut dilaksanakan bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat.

  II.4. Organisasi Sosial

  II.4.1. Defenisi Organisasi Sosial

  Organisasi Sosial dapat diberikan pengertian sebagai Suatu sosial dengan menggunakan sumber-fasilitas yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Organisasi sosial adalah suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial. Berdasarkan konsep diatas, maka dapat dismpulkan unsu-unsur organisasi sosial terdiri dari: a.

  Adanya perserikatan atau persekutuan atau perkumpulan sosial sekelompok orang yang mengintegrasikan dirinya untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta tanggung jawab dalam usaha sosial.

  b.

  Adanya interaksi yang terikat secara formaldalam penyusunan hierarki atasan dan bawahan.

  c.

  Adanya pelaksanaan pekerjaan kesejahteraan sosial.

  d.

  Adanya sasaran garapan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) yang menyandang masalah kesejahteraan sosial.

  e.

  Adanya tujuan memberikan pelayanan kesejahteraan sosial yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan sosial individu.

  f.

  Adanya sumber dan fasilitas yang diperlukan untuk menunjang dan mendukung pelaksanaan kerjasama.

  g.

  Adanya sekelompok orang yang disebut pimpinan dan bawahan.

II.4.2. Tugas dan Fungsi Organisasi Sosial

  Tugas Organisasi Sosial adalah melaksanakan usaha kesejahteraan sosial atau memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada individu, kelompok, atau organisasi dan masyarakat yang menyandang masalah sosial.Usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh organisasi sosial ditujukan untuk mewujudkan, memelihara, memberi, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial.

  Fungsi Organisasi Sosial yakni turut membantu pemerintah atau berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan nasional dalam bidang kesejahteraan sosial seperti yang dapat dijelaskan dibawah ini : a.

  Bergerak dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang mengarah pada usaha kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan atau preventif dan pengembangan terhadap perubahan-perubahan sosial yang terarah dan terencana dengan sasaran kesejahteraan sosial individu, keluarga, dan lingkungan sosial.

  b.

  Fungsi organisasi sosial yang bergerak dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang mengarah pada usaha kesejahteraan sosial untuk terciptanya kondisi kembalinya kepercayaan diri dan harga diri sehingga mampu menjalankan

II.5. Pelayanan Sosial

  Pelayanan Sosial merupakan wujud praktek Pekerja Sosial yang diwadahi dalam badan pelayanan sosial (Social Service Agencies) (Wibhawa,2010 : 75). Dibadan sosial inilah, para pekerja sosial dapat menerapkan ilmu dan penerapan kesejahteraan sosialnya. Dengan melihat perkembangan masyarakat yang semakin membutuhkan sistem pelayanan sosial yang melekat sebagai bagian dari sistem dalam masyarakat itu sendiri, maka dapat dikemukakan beberapa karakteristik dalam pelayanan sosial, yaitu : a.

  Didasarkan pada nilai-nilai Sosial, Budaya, dan Agama masyarakat.

  b.

  Bersifat adaptif terhadap perubahan masyarakat.

  c.

  Berfungsi memperkuat, mendukung, dan atau menggantikan fungsi dan struktur lembaga sosial tradisional.

  d.

  Ditekan pada upaya pencegahan timbulnya masalah dan pengembangan kemampuan orang untuk mengatasi masalahnya sendiri daripada kepada upaya penyembuhan

II.5.1. Bidang – bidang Pelayanan Sosial

  Pelayanan sosial merupakan wujud aktifitas Pekerja sosial dalam praktek profesionalnya.Pelayanan sosial merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan dan masalah yang dialami oleh masyarakat sebagai akibat perubahan masyarakat itu sendiri.Pelayanan sosial

  Sebagai sebuah contoh, berikut ini akan dikemukakan lebih rinci tentang bidang-bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang dikemukakan Jhonson (Wibhawa,2010 : 77), sebagai berikut : a.

  Kesejahteraan masyarakat dan usaha pemeliharaan pendapatan.

  b.

  Pelayanan bagi keluarga dan anak - anak dirumah.

  c.

  Pelayanan bagi keluarga dan anak – anak diluar rumah.

  d.

  Praktek Pekerjaan Sosial di sekolah.

  e.

  Pelayanan sosial dibidang kesehatan.

  f.

  Pekerjaan Sosial dibidang kesehatan mental.

  g.

  Pelayanan Sosial dan tindakan pelecehan/kesewenangan.

  h.

  Peradilan kejahatan dan kenakalan. i.

  Pelayanan Sosial bagi lanjut usia. j.

  Pelayanan Sosial ditempat bekerja. k.

  Bidang-bidang praktek pekerjaan sosial non tradisional.

  II.6. WTS, Eks WTS, dan Wanita Rawan Sosial Ekonomi

  II.6.1. Wanita Tuna Susila dan Eks Wanita Tuna Susila

  Wanita Tuna Susila adalah Seseorang wanita yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenisnya secara berulang- ulang dan bergantian di luar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang materi atau jasa (Kepmensos

  Kesetaraan gender menempatkan posisi kaum wanita pada tingkatan yang sama dengan kaum pria, salah satunya mendapatkan pengakuan yang sama dalam melakukan berbagai aktivitas publik yang didasari oleh kepentingan ekonomi rumah tangga. Bentuk perubahan persepsi yang semakin baik menempatkan wanita sebai target pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua kaum wanita terjangkau oleh program pembangunan ini.Salah satunya adalah mereka yang bekerja sebagai Wanita Tuna Susila (WTS).

  Sebagaimana yang dikemukakan oleh Johan Suban Tukang (1990) bahwa dunia pelacuran adalah tempat berkembangnya penyakit hubungan kelamin, AIDS, gonohoe, dan sebagainya. Sementara itu

  

Kartini Kartono dalam bukunya Patologi Sosial (1983) menyebutkan

  akibat-akibat yang ditimbulkan dari pelacuran yaitu : a.

  Menimbulkan penyakit kulit dan kelamin; b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga; c. Dapat menimbulkan disfungsi sosial; d. Pelacur dijadikan alat untuk mencari nafkah.

  Berbagai macam sudut pandang WTS dalam kehidupan masyarakat yaitu :

  1. Sudut Pandang Sosial Ekonomi, yakni Perbuatan tuna susila dapat menjadi sumber mata pencaharian karena menghasilkan materi, asusila karena dinilai sebagai tingkah laku yang melanggar atau bertentangan (deviasi) dengan nilai-nilai sosial budaya yang berkembang dalam masyarakat.

  3. Sudut Pandang Agama dan Norma di masyarakat : Tuna susila adalah perbuatan perzinahan serta merupakan perbuatan yang keji, tidak sopan dan cara yang buruk, merusak keturunan, menyebabkan penyakit menular seksual dan keretakan rumah tangga. Tuna susila merupakan bentuk penyimpangan sosio psikologis yaitu penyimpangan yang di sebabkan oleh faktor faktor sosial dan faktor psikologis.

II.6.2. Faktor yang mendorong menjadi WTS

  Salah satu alasan yang melatar belakangi kaum wanita bekerja sebagai wanita tuna susila adalah masalah ekonomi dan secara tidak langsung keberadaan WTS telah menjadi katub penyelamat bagi kehidupan ekonomi keluarganya.Namun, demikaian, peran pentingini tidak pernah terlihat secara bijak oleh masyarakat.Masyarakat cenderung melihat hanya dari satu sisi yang cenderung subjektif, menghakimi dan dipandang sebelah mata oleh masyarakat pada umumnya. WTS merupakan bagian dari kelompok sosial dalam masyarakat yang seharusnya mendapatkan pengakuan yang sama. Tidak selayaknya stigma atau pernyataan baik dan buruk terus dilontarkan pada kelompok yang cenderung terpojokkan. Faktor

  1. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu wanita itu sendiri yang berkaitan dengan kondisi psikologis yang kemudian terkait dengan kuat atau tidaknya wanita dalam menyakini dan berpegang teguh pada aturan-aturan normatif. Misalnya : a.

  Pengendalian diri dan ketidaksetabilan jiwa yang rendah.

  b.

  Pola hidup yang materialistik dan keinginan yang tinggi namun tidak diimbangioleh kemampuan dan potensi yang memadai.

  c.

  Sikap hidup mencari jalan pintas, menerabas dalam mewujudkan berbagai keinginan terutama yang berorientasi pada materi dan keinginan duniawi (hedinisme).

  2. Yang kedua adalah faktor eksternal yaitu berkaitan dengan faktor ekonomi yang sangat erat dengan kemiskinan dan kurangnya pendidikan. Misalnya : a.

  Rendah atau lemahnya kontrol sosial terhadap perilaku seksual menyimpang.Kehidupan modern yang cenderung mengeksploitasi wanita untuk tujuan-tujuan komersial seksual.

  b.

  Himpitan atau tekanan kemiskinan dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang dapat menampung tenaga kerja dengan potensi dan kemampuan yang minimal sehingga dapat mendorong seseorang menjadi tuna susila.

  c.

  Pengaruh pola hidup materialistik dan hedonistik (keduniawian).

  d.

  Efek samping Globalisasi dan derasnya arus informasi yang diserap secara kurang selektif. e.

  Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga yang dapat menimbulkan sikap pemberontakan, mencari kompensasi dengan terjun menjadi tuna susila.

  f.

  Pengaruh lingkungan yang negatif, diantaranya tinggal di daerah kumuh yang cenderung longgar menerapkan norma, tinggal dekat atau sekitar daerah rawan tuna susila .

II.6.3. Wanita Rawan Sosial Ekonomi

  Menurut Kementerian Sosial RI, yang dimaksud dengan Wanita Rawan Sosial Ekonomi adalah seorang wanita dewasa belum menikah atau janda yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. (Keputusan Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996).Seorang wanita yang karena faktor kemiskinannya, keterbelakangan dan kebodohannya mengalami gangguan fungsional dalam kehidupan sosial dan atau ekonominya sehingga yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk menjalankan peranan sosialnya. (Pedoman Umum Pemberdayaan Keluarga, tahun 2005) Indikator dari Wanita Rawan Sosial Ekonomi adalah sebagai berikut ini : c.

  Tingkat pendidikan rendah (umumnya tidak tamat/maksimal pendidikan dasar).

  d.

  Isteri yang ditinggal suami tanpa batas waktu dan tidak dapat mencari nafkah.

  e.

  Sakit sehingga tidak mampu bekerja.

II.7. Panti Sosial Karya Wanita

  Panti Sosial Karya Wanita adalah Panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi para wanita tuna susila agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.(Kepmensos no.50/HUK/2004).

  Panti Sosial mempunyai tugas melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar mampu berperan aktif, berkehidupan dalam masyarakat, rujukan regional, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan, pemberian informasi serta koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Panti Sosial Karya Wanita mempunyai tugas memberikan bimbingan, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat kuratif, rehabilitatif, promotif dalam bentuk bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi bimbingan lanjut bagi para wanita tuna

  Berdasarkan tugas pokok tersebut, PSKW mempunyai tugas sebagai berikut : a.

  Penyusunan rencana dan program ; evaluasi dan laporan.

  b.

  Pelaksaan Registrasi, Observasi, Identifikasi, Diagnosa sosial dan perawatan.

  c.

  Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan mental, sosial, fisik, dan keterampilan.

  d.

  Pelaksaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.

  e.

  Pelaksaan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi dan rujukan.

  f.

  Pelaksanaan pusat model pelayanan rehabilitasi dan perlindungan sosial.

  g.

  Pelaksanaan urusan tata usaha Pembinaan melalui Panti Sosial Karya Wanita pada hakekatnya adalah suatu pembinaan bagi Wanita Tuna Susila maupun Eks WTS, dan Wanita

  Rawan Sosial Ekonomi melalui penampungan atau asrama dipanti. Dengan demikian, diharapkan wanita binaan bersemangat dalam mengikuti program kegiatan bimbingan yang diberikan untuk kehidupan yang baik dimasa depan. Sebagai gelombang sosial, funsi panti sosial karya wanita adalah sebagai berikut :

1. Sebagai salah satu sumber pelayanan kesejahteraan sosial bagi Wanita Tuna Susila maupun Eks WTS dan Wanita Rawan Sosial Ekonomi.

  3. Sebagai salah satu sumber pengembangan usaha kesejahteraan sosial dalam arti melaksanakan fungsi pengembangan, penyembuhan dan pencegahan masalah dengan penciptaan kondisi sosial dan kemampuan menghindari timbulnya masalah. (Jurnal PKS Vol.V No.16 Juni 2006).

II.8. Kerangka Pemikiran

  Kehidupan yang sejahtera adalah suatu kedambaan terbesar seluruh manusia didunia ini.Kesejahteraan secara Ekonomi dan Sosial merupakan kesempurnaan yang masih hanya dimiliki segelintir masyarakat didunia.Sama halnya dengan dambaan dari seluruh perempuan binaan yang ada di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah.

  Secara umum, Wanita memiliki peranan dan posisi yang sangat penting dalam kelangsungan hidup suatu keluarga. Keluarga yang merupakan unit terkecil sebagai pendidikan dini yang nantinya akan menghasilkan anak dengan kualitas sumber daya manusia yang dapat bersaing untuk mencapai keberhasilan hidup. Maka dari itu, untuk mencapai Sumber Data Manusia yang berkualitas, maka wanita perlu mendapatkan perhatian melalui pembinaan dan pelayanan sehingga tercapainya kualitas diri yang layak dalam masyarakat.

  Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah, ada beberapa program bimbingan sosial yang diberikan Ekonomi yang berasal dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan harapan bahwa nantinya akan menjadi bekal untuk melanjutkan kehidupan sosial yang lebih baik lagi.

  Oleh karena itu, melalui program bimbingan ketrampilan yang dilakukan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah ini dapat membawa pengaruh positif terhadap peningkatan peranan perempuan dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Sehingga mereka dapat belajar untuk hidup mandiri dengan memperjuangkan hidup dengan cara yang benar.

  Untuk melihat keefektivan pelaksanaan program bimbingan ketrampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah dapat dilihat dari teori efektivitas dengan indikator sebagai berikut:

  1. Pemahaman program, merupakan pemahaman klien tentang program bimbingan ketrampilan yang diberikan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah.

2. Ketetapan sasaran, merupakan tepatnya Wanita Tuna Susila maupun Eks

  WTS dan Wanita Rawan Sosial Ekonomi sebagai sasaran yang sesuai untuk mendapatkan bantuan program bimbingan ketrampilan yang diberikan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah.

  Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah sesuai dengan yang sudah ditentukan.

  4. Tercapainya tujuan, merupakan hasil yang dicapai dari program bimbingan ketrampilan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah.

  5. Perubahan nyata, merupakan perubahan yang terjadi sebagai hasil dari program bimbingan ketrampilan oleh Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya Kalimantan Tengah.

  Bagan : 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran

  Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu

  Palangka Raya Program Bimbingan Program Bimbingan

  Ketrampilan Ketrampilan

  Menjahit Salon/TataRias Efektifitas Pelaksanaan Program Bimbingan Ketrampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Raya dapat dilihat dari beberapa indikator dibawah ini :

  1. Pemahaman Program.

  2. Ketepatan Sararan.

  3. Ketepatan Waktu.

  4. Tercapainya Tujuan.

  5. Perubahan yang terjadi.

  II.9.Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

  II.9.1. Defenisi Konsep

  Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan diteliti, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan objek penelitian. Dengan kata lain, penulis berupaya membawa para pembaca hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh penulis.

  Jadi, definisi konsep ialah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

  Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan

  1. Yang dimaksud dengan efektivitas dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk melaksanakan aktifitas- aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.

  2. Yang dimaksud dengan program bimbingan ketrampilan dalam penelitian ini adalah Proses pemberian pelayanan yang ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan klien dalam keterampilan kerja sebagai bekal untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam kehidupannya.

  3. Yang dimaksud dengan Wanita Tuna Susila maupun Eks WTS dan Wanita Rawan Sosial Ekonomi dalam penelitian ini adalah salah wanita yang terpaksa melakukan tidakan asusila dikarenakan permasalahan kesejahteraan dan wanita/janda yang putus asa karena tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk bekerja dalam upaya melanjutkan kehidupannya.

  4. Yang dimaksud dengan Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Ruhui Rahayu Palangka Rayadalam penelitian ini adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah yang melaksanakan program bimbingan ketrampilan sebagai tujuan untuk membantu wanita yang lemah, miskin, dan kurang mampu untuk melanjutkan kehidupan sosialnya

II.9.2. Definisi Operasional

  Definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian 2011:142). Untuk memberikan kemudahan dalam memahami penelitian ini, maka permasalahan pemberdayaan masyarakat melalui program penguatan keluarga dapat diukur melalui indikator sebagai berikut: 1.

  Pemahaman program : a.

  Sumber informasi tentang program bimbingan ketrampilan.

  b.

  Pemahaman responden setelah mendapat informasi tentang program bimbingan ketrampilan.

  c.

  Pengetahuan tentang sasaran program bimbingan ketrampilan.

  d.

  Pengetahuan tentang tujuan program bimbingan ketrampilan.

  e.

  Pemahaman tentang jenis kegiatan dari program bimbingan ketrampilan.

2. Ketetapan sasaran : a.

  Responden termasuk kedalam sasaran program bimbingan ketrampilan. d.

  Pernah atau tidaknya mendapat bantuan dari pemerintah.

  4. Tercapainya tujuan : a.

  d.

  Peningkatan kemampuan dalam bidang ketrampilan tata rias/salon dan menjahit.

  c.

  Jenis bantuan yang diperoleh dalam program bimbingan ketrampilan.

  b.

  Jenis kegiatan yang diikuti dari program bimbingan ketrampilan.

  Frekuensi mendapatkan bantuan program bimbingan ketrampilan

  3. Ketetapan waktu : a.

  d.

  Ketetapan waktu mendapat bantuan program bimbingan ketrampilan.

  c.

  Frekuensi mengikuti kegiatan dari program bimbingan ketrampilan.

  b.

  Tahun responden menjadi anggota program bimbingan ketrampilan.

  Peningkatan kemandirian untuk mulai bekerja dengan ketrampilan yang diterima.

5. Perubahan nyata

  Tabel 2.1 Perubahan Nyata

  Sebelum menerima Sesudah menerima No. Kriteria bimbingan bimbingan ketrampilan ketrampilan

  Mata pencarian utama sebelum 1. menerima bimbingan ketrampilan

  Mata pencarian tambahan 2. sebelum menerima bimbingan ketrampilan

  Mata pencarian utama sebelum 3. menerima bimbingan ketrampilan

  Mata pencarian tambahan 4. sesudah menerima bimbingan ketrampilan

  Status kepemilikan properti 5. pribadi seperti rumah. Peningkatan hasil mata

  6. pencarian setelah menerima

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Di Panti Sosial Karya Wanita (Pskw) Ruhui Rahayu Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah

5 253 108

Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Parawasa Berastagi.

3 54 98

Efektivitas Pelayanan Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)Parawasa Berastagi

5 68 98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Pendidikan - Implementasi Total Quality Management Pada Madrasah Tsanawiyah Negeri Katingan Tengah Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Kemelimpahan ikan di Danau Lais Desa Tanjung Sangalang Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Lanjut Usia Oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial (UPT) Tuna Rungu Wicara Dan Lanjut Usia Di Kelurahan Bukit Sofa Kecamatan Siantar Sitalasari Ko

0 0 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis 2.1.1 Pengertian Analisis - Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Anak Putus Sekolah Di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas - Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas. - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 34

Efektivitas Pelaksanaan Program Bimbingan Keterampilan Di Panti Sosial Karya Wanita (Pskw) Ruhui Rahayu Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah

0 0 14