BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas. - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas. Efektivitas adalah unsur mencapai tujuan atau sasaran yang telah

  ditentukan oleh organisasi. Efektivitas merupakan pengukuran tecapainya suatu tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini efektivitas menekankan bagaimana menemukan program, tujuan, pekerjaan atau target yang benar untuk dilaksanakan sehingga tujuan akhir dapat tercapai secara maksimal ( Handayaningrat, 1982:5).

  Menurut Sondang P. Siagian, Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, saran dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai, tidaknya sasaran yang telah ditetapkan bersama. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektifitasnya (Siagian, 2001:24).

  Efektivitas merupakaan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi atau sumbangan output terhadap pencapaian tujuan maka semakin efektif organisasi, program maupun kegiatan. Efektivitas berfokus pada outcome atau hasil program atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan (Mahmudi,2005:92).

  Berdasarkan pandangan tersebut dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan sejauh mana suatu program atau aktivitas dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan tujuan serta target yang direncanakan organisasi. Dalam hal ini ada ketentuan terhadap waktu pelayanan yang diberikan. Apabila program atau kegiatan tersebut tidak sesuai dengan tujuan serta sasaran yang disepakati maka program atau kegiatan tidak dilakukan secara efektif.

  Efektivitas dan efisiensi adalah dua hal yang berbeda. Efektivitas adalah melakukan hal yang benar sesuai dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.

  Efisiensi merupakan melakukan suatu kegiatan yang dilakukan secara benar. Dalam hal ini efektivitas suatu program dapat menimbulkan sasaran atau tujuan yang telah disepakati bersama dapat terwujud dan dilaksanakan dengan baik maupun tidak.

  Efektifitas program dapat dijalankan dengan kemampuan operasional dalam melaksanakan program

  • –program kerja yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas
  • –tugas pokok atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

  Dalam mengukur Efektivitas suatu program atau kegiatan perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu: a. Pemahaman program

  b. Ketepatan sasaran

  c. Tepat waktu

  d. Tercapainya tujuan e. Perubahan nyata ( Sutrisno, 2007: 125-126)

2.2 Pemberdayaan

2.2.1 Pengertian Pemberdayaan

  Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari empowerment dalam bahasa Inggris.

  Shardlow (1998 : 32) mengatakan pada intinya : pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

  Pemberdayaan adalah suatu hal yang bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan sehingga membutuhkan akses dalam memenuhi hidupnya. Pemberdayaan merupakan upaya memberi keberanian dan kesempatan pada individu untuk mengambil tanggung jawab perorangan guna meningkatkan dan memberikan kontribusi pada tujuan organisasi. Pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut (Sumodiningrat, Gunawan, 2002) ; pertama, upaya itu harus terarah. Ini yang secara populer disebut pemihakan. Upaya ini ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain itu, sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah- masalah yang dihadapinya. Lingkup bantuan menjadi terlalu luas jika penanganannya dilakukan secara individu. Pendekatan kelompok ini paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya yang lebih efisien.

  Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu

  • –individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas
  • –tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses (Suharto 2009 :59-60).

  2.2.2 Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang ingin dicapai.

  2.2.3 Tahap-tahap Pemberdayaan

  Pemberdayaan masyarakat memiliki tahap-tahap dalam proses kegiatan atau program. Tahapan-tahapan pemberdayaan menurut Rukmianto terbagi atas beberapa tahapan yaitu :

  1. Tahap persiapan Pada tahap ini, kegiatan atau program memiliki dua tipe tahap persiapan yang harus dikerjakan seperti : a. Penyiapan petugas, yaitu adanya tenaga pemberdayaan masyarakat yang mampu menjalankan suatu program atau kegiatan.

  b. Penyiapan lapangan, merupakan syarat dalam suksesnya suatu program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara non- direktif.

  2. Tahap pengkajian Pada tahap pengkajian, proses yang dilakukan adalah secara individual seperti tokoh-tokoh masyarakat, dan kelompok masyarakat. Pada tahap ini, petugas sebagai agen berusaha mengidentifikasikan masalah (kebutuhan yang diperlukan), serta sumber yang dimiliki klien.

  3. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan Petugas sebagai agent of change secara partisipasif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang dihadapi dan cara mengatasinya. Dalam hal ini diharapkan, masyarakat mampu memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang akan dilakukan.

  4. Tahap performulasian rencana aksi Pada tahap ini, Petugas dan masyarakat membayangkan dan menuliskan rencana jangka pendek suatu program dan kegiatan serta cara dalam mencapai tujuan dan kesepakatan.

  5. Tahap pelaksanaan program dan kegiatan Tahap pelaksanaan program dan kegiatan adalah tahap yang paling penting dalam proses pemberdayaan. Program dan kegiatan yang telah direncanakan dengan baik dapat melenceng dalam proses pelaksanaannya di lapangan bila tidak ada kerjasama antara petugas dan warga masyarakat maupun kerjasama antar warga, pertentangan antara kelompok warga yang dapat menghambat pelaksanaan program atau kegiatan.

  6. Tahapan evaluasi Dalam tahapan ini, pengawasan suatu tenaga pemberdayaan masyarakat memberikan evaluasi suatu program atau kegiatan yang melibatkan masyarakat. Keterlibatan warga pada tahap ini diharapkan akan membentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan pengawasan internal. Sehingga dalam jangka panjang akan membentuk sistem dalam masyarakat yang mandiri dengan pemanfaatan sumber daya.

  7. Tahap terminasi Ini adalah tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran (Rukmianto, 2002: 182-195).

2.3 Anak

2.3.1 Pengertian Anak

  Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1tahun) usia bermain/oddler (1- 2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satuu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. (Hurlock, 1980: 45)

  Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

  Kemudian menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, juga menjelaskan tentang pengertian anak yaitu sebagai berikut: “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.”

2.3.2 Hak-hak Anak

  Undang-undang No.23 tahun 2002 memuat 20 hak

  • –hak anak yang diatur oleh undang-undang tersebut. Setiap anak memiliki hak yaitu:

  1. Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  2. Atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan

  3. Untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan usianya, dalam bimbingan orang tua.

  4. Untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya.

  5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagi anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  6. Memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spritual dan sosial.

  7. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

  8. Selain hak anak sebagimana dimaksud, khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedang bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

  9. Menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

  10. Untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, beriman, bereaksi dan berkreasi sesuai denga minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.

  11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

  12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

  a. Diskriminasi

  b. Eksploitasi

  c. Penelantaran

  d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan

  e. Ketidakadilan, f. Perlakuan salah lainnya.

  13. Untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

  14. Untuk memperoleh perlindungan dari:

  a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik

  b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata

  c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial

  d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan

  e. Pelibatan peperangan

  15. Memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

  16. Memperoleh kebebasan sesuai hukum

  17. Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakuakan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

  18. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

  a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.

  b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

  c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

  19. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

  20. Setiap anak menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

  Undang-undang ini juga mengatur bahwa dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak tidak diperbolehkan melakukan segala bentuk perlakukan sebagaimana dimaksud yaitu melakukan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. (Samawati, 2012:80-83).

2.3.3 Masalah sosial anak

  Masalah sosial anak adalah anak yang mengalami permasalahan sosial yang diakibatkan oleh anak rawan yang dapat diartikan sebagai suatu situasi, kondisi dan tekanan yang menyebabkan belum atau tidak terpenuhinya hak- haknya dan dilanggar haknya. Anak akan tersisih dari kehidupan normalnya dan terganggu proses tumbuh kembangnya secara wajar. Sering menjadi korban situasi sosial, terekploitasi dan mengalami diskriminasi, serta perlakuan salah oleh lingkungannya (Suyanto, 2003:4).

  Anak yang memiliki masalah sosial menimbulkan beberapa masalah sosial. Masalah sosial yang terjadi pada anak :

  1. Anak terlantar

  2. Putus sekolah

  3. Anak yang dilacurkan

  4. Anak jalanan

  5. Anak perempuan korban pelecehan dan kekerasan seksual

  6. Perdagangan dan penculikan anak

  7. Anak korban pedofilia

  8. Pengungsi Anak

  9. Putus Sekolah Dan pada umumnya anak yang menjadi warga binaan di penelitian yang telah diteliti adalah anak terlantar dan putus sekolah.

2.3.3.1 Anak Terlantar

  Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat 2 dikatakan bahwa Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembangan serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam hal ini anak merupakan suatu hal yang harus dijaga, dilindungi, serta diberikan perhatian yang khusus dalam mempersiapkan anak sebagai penerus bangsa.

  Menurut Undang

  • –undang No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mengatakan bahwa tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan sosial anak merupakan tanggung jawab orang tua. Undang –undang tersebut juga mengatakan anak
  • –anak yang tidak memiliki orang tua mempunyai hak untuk diasuh oleh negara atau lembaga lain. Faktor penyebab terjadi Anak Terlantar :

  1. Tidak adanya orang tua

  2. Orang tua bercerai

  3. Konflik (Perang ) atau keadaan darurat

  4. Bencana alam.

  Anak terlantar sesungguhnya adalah anak-anak yang termasuk kategori anak rawan atau anak-anak membutuhkan perlindungan khusus (Children in need of special protection). Dalam buku Pedoman Pembinaan Anak Terlantar yang dikeluarkan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur (2001) disebutkan bahwa yang disebut anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.

  Seorang anak dikatakan terlantar, bukan sekedar karena sudah tidak lagi memiliki salah satu orang tua atau kedua orang tuanya. Tetapi, terlantar disini juga dalam pengertian ketika hak

  • –hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar, untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, tidak terpenuhi karena kelalaian, ketidakmengertian orang tua, ketidakmampuan atau kesengajaan (Suyanto Bagong, 2003:213).

  Ciri-ciri anak terlantar:

  1. Mereka biasanya berusia 5-18 tahun, dan merupakan anak yatim, piatu, atau anak yatim piatu.

  2. Anak terlantar acap kali adalah anak yang lahir dari hubungan seks diluar nikah dan kemudian mereka tidak ada yang mengurus karena orang tuanya tidak siap secara psikologis maupun ekonomi untuk memelihara anak yang dilahirkannya.

  3. Anak yang kelahirannya tidak direncanakan atau tidak diingankan oleh kedua orang tuanya atau keluarga besarnya, sehingga cenderung rawan diperlakukan salah.

  4. Meski kemiskinan bukan satu

  • –satunya penyebab anak ditelantarkan dan tidak pula keluarga miskin akan menelantarkan anaknya. Tetapi, bagaimanapun harus diakui bahwa tekanan kemiskian dan kerentanan ekonomi keluarga akan menyebabkan kemampuan mereka memberikan fasilitas dan memenuhi hak anaknya menjadi terbatas.

5. Anak yang berasal dari keluarga yang broken home, korban perceraian

  orang tuanya, anak yang hidup ditengah kondisi keluarga yang bermasalah –pemabuk, kasar, korban PHK, terlibat Narkotika dan sebagainya.

2.3.3.2 Anak Putus Sekolah

  Dalam Konvensi Hak Anak yang telah di ratisifikasi oleh Pemerintah Indonesia sebenarnya telah disebutkan dan diakui bahwa anak

  • –anak pada hakekatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan mereka seyogyanya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi secara dini. Namun demikan, akibat tekanan kemiskinan, kurangnya animo orang tua terhadap arti penting pendidikan, dan sejumlah faktor lain , maka secara sukarela maupun terpaksa anak menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga yang penting.
Menurut hasil kajian Sukamdinata (dalam Suyanto, 2010:342) faktor utama penyebab anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak

  • –anaknya. Disamping itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya berhenti sekolah karena mereka membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua.

  Secara garis besar, karakteristik anak yang putus sekolah adalah:

  1. Berawal dari tidak tertib mengikuti pelajaran disekolah, terkesan memahami belajar hanya sekedar kewajiban masuk kelas, dan mendengarkan guru berbicara tanpa dibarengi dengan kesungguhan untuk mencerna pelajaran secara baik.

  2. Akibat prestasi yang rendah, pengaruh keluarga, atau karena pengaruh teman sebaya, kebanyakan anak yang putus sekolah selalu ketinggalan pelajaran dibanding teman –teman sekelasnya.

  3. Kegiatan belajar dirumah tidak tertib, dan tidak disiplin, terutama karena tidak didukung oleh upaya pengawasan dari pihak orang tua.

  4. Perhatian terhadap pelajaran kurang dan mulai didominasi oleh kegiatan lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran.

  5. Kegiatan bermain dengan teman-teman sebayanya meningkat pesat.

  6. Mereka yang putus sekolah kebanyakan berasal dari keluarga ekonomi lemah, dan berasal dari keluarga yang tidak teratur .

  Sebagian Anak terlantar dan Anak putus sekolah yang kurang mampu, terutama anak yatim atau yatim piatu, umumnya tinggal di panti dan hidup dibawah asuhan pengelola panti. Di dalam panti mereka diberikan perawatan dan penjagaan oleh pekerja sosial baik panti milik pemerintah Indonesia (UPT Dinas Kesejahteraan dan Sosial) serta lembaga swasta lainnya.

  2.3.4 Warga Binaan Anak

  Warga binaan adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang mendapat pelayanan dan binaan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan kemndirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosialnya. Warga binaan anak adalah warga binaan penyandang masalah kesejahteraan sosial khusus anak yang mendapatkan pelayanan dan binaan oleh suatu lembaga untuk meningkatkan kemandirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosial anak kelak di masyarakat dan lingkungannya.

  2.3.5 Perlindungan Anak

  Perlindungan anak merupakan upaya agar setiap anak tidak dirugikan, bersifat melengkapi hak-hak lain,dan menjamin bahwa anak akan menerima apa yang dibutuhkan agar dapat hidup berkembang dan tumbuh dengan wajar.

  Pembangunan dan perlindungan anak sangat diperlukan dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan, mewujudkan pembangunan dan perlindungan anak untuk melaksanakan komitmen pemerintah di tingkat Internasional dalam pemenuhan hak anak sebagaimana yang telah diratifikasi dengan Keputusan Pemerintah No.36 Tahun 1990 tentang Konvensi Hak Anak. Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh kembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Upaya perlindungan anak perlu dilakukan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berusia 18 (delapan belas) tahun.

2.4 Pelayanan Sosial

2.4.1 Pengertian Pelayanan Sosial

  Pelayanan sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Pelayanan sosial disebut juga sebagai pelayanan kesejahteraan sosial. Menurut Walter Friedlander, kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha

  • –usaha sosial dan lembaga–lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan secara penuh, serta mempertinggi kesejahteraan selaras dengan kebutuhan
  • –kebutuhan keluarga dan masyarakat.( Wibhawa dkk, 2010 : 24).

  Dari defenisi di atas dapat dijelaskan bahwa :

  1. Konsep kesejahteraan sos ial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga –lembaga dan pelayanan sosial.

  2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti singkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan dan kesehatan, dan juga relasi

  • –relasi sosial dengan lingkungannya.

  3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

  Dalam Undang

  • –Undang No. 11 tahun 2009 tentang Ketentuan –ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial Pasal 1, dijelaskan bahwa

  : “Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan materiil, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya

  ”. Berdasarkan defenisi diatas, dapat diketahui bahwa :

  1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

  2. Pelayanan Sosial dalam arti sempit atau juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya.

  Semakin tersebarnya dan dipraktekannya secara universal pelayanan sosial, maka pelayanan yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongan khusus.

2.4.2 Fungsi–fungsi Pelayanan Sosial

  Bentuk

  • –bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi–fungsinya adalah sebagai berikut :

  a) Pelayanan akses yang mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah, nasehat, dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai tujuan dengan menggunakan pelayanan yang tersedia.

  b) Pelayanan terapi yang mencakup pertolongan dan terapi atau rehabilitasi, termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya pelayanan yang diberikan oleh badan

  • –badan yang menyediakan konseling pelayanan anak, lanjut usia, pelayanan sosial mendidik, dan sekolah perawatan bagi orang –orang jompo dan lanjut usia.

  c) Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga bencana, pendidikan keluarga, pelayanan reaksi bagi pemuda dan masyarakat dan masyarakat yang dipusatkan atau community

  centre (Nurdin, 1989:50).

  Pada umumnya pelayanan sosial diklasifikasikan sebagi berikut:

  a. Kesejahteraan keluarga

  b. Pelayanan Pendidikan orang tua c. Pelayanan penitipan bayi

  d. Pelayanan Kesejahteraan Anak

  e. Pelayanan Rehabilitasi bagi Penyalahgunaan NAPZA

  f. Pelayanan kepada lanjut usia

  g. Pelayanan rehabilitasi bagi penderita cacat dan pelanggar hukum

  h. Pelayanan bagi para migran dan pengungsi i. Kegiatan kelompok bagi para remaja j. Pekerjaan Sosial Medis k. Pusat –pusat pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat l. Pelayanan Sosial yang berhubungan dengan proyek

  • –proyek perumahan.

2.4.3 Dasar-dasar Pelayanan Sosial

  Dalam Undang

  • –undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial disebut sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yaitu organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraaan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

  Panti Sosial atau lembaga Kesejahteraan Sosial memiliki posisi strategis, karena memiliki posisi strategis, karena memiliki tugas dan tanggungjawab mencakup 4 kategori, yaitu :

  1. Bertugas dalam mencegah timbulnya permasalahan sosial penyandang dengan melakukan deteksi dan pencegahan sedini mungkin.

  2. Bertugas melakukan rehabilitasi sosial untuk memulihkan rasa percaya diri, dan tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya, dan meningkatkan kemampuan kerja fisik dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung kemandirian di masyarafkat.

  3. Memberikan pelayanan pemakanan sesuai dengan standar gaji pembinaan fisik, agama, psikologis, sosial dan pendidikan disekolah bagi anak sekolah usia sekolah, agar mampu berperan aktif di lingkungan masyarakat.

  4. Bertugas untuk mengembalikan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ke masyarakat melalui penyiapan sosial, penyiapan masyarakat agar mengerti dan menerima kehadiran kembali dan membantu penyaluran ke berbagi sektor kerja dan usaha produktif.

  5. Melakukan pengembangan individu dan keluarga, seperti mendorong peningkatan taraf hidup kesejahteraan pribadi, meningkatkan rasa tanggungjawab sosial untuk berpartisipasi aktif di tengah masyarakat, mendorong partispasi masyrakat untuk menciptakan iklim ytang mendun kung pemulihan dan memfasilitasi dukungan psiko-sosial dari keluarga. Fungsi Teknis yang diberikan sebuah lembaga Pelayanan Sosial adalah sebagai berikut: a. Motivasi, observasi, Identifikasi, seleksi dan penerimaan calon klien. b. Konsultasi

  c. Pelayanan penampungan pengasramaan dan perawatan serta pendidikan

  d. Pembinaan fisik dan mental e. Bimbingan sosial secara individu , kelompok dan masyarakat.

  f. Penyiapan dan pelaksanaan pemberian sandang dan pangan sesuai standart gaji.

  g. Pelayanan kesehatan bagi warga binaan

  h. Penyiapan dan pelaksanaan penyaluran kembali ke keluarga, masyarakat/ lingkungan kerja usaha (resosialisasi) Sedangkan fungsi utamanya, antara lain sebagai : pusat lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, pusat pengembangan kesempatan kerja, pusat informasi kesejahteraan sosial, lembaga pendidikan.

2.4.4 Standar Pelayanan Sosial dalam Panti

  Standar panti sosial adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis. Standarisasi panti telah dituangkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 50/HUK/2004 tentang standarisasi Panti Sosial atau Pedoman Akreditasi Panti Sosial, sebagai landasan untuk menetapkan standar pelayanan dalam panti.

  Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus. Standar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karakteristik panti sosial.

  Standar umum panti sebagaimana yang dimaksud adalah :

  1. Kelembagaan

  a. Legalitas Organisasi, mencakup bukti legalitas dari instansi yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya.

  b. Visi dan Misi, memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi.

  c. Organisasi dan tata kerja, memiliki struktur organisasi tata kerja dalam rangka penyelenggaraan

  2. Sumber Daya Manusia, mencakup 2 aspek yaitu:

  a. Aspek penyelenggaraan panti, terdiri dari 3 unsur :

  a) Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala

  • –kepala unit yang ada dibawahnya

  b) Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing rohani, dan pejabat fungsional lainnya.

  c) Unsur Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak, petugas kebersihan, satpam dan sopir. b. Pengembangan personil panti Panti Sosial memiliki program pengembangan Sumber Daya Manusia

  3. Sarana dan Prasarana meliputi :

  a. Pelayanan Teknis, mencakup peralatan assesment, bimbingan sosial, keterampilan fisik dan mental.

  b. Perkantoran, memiliki ruang kantor, ruang pertemuan (aula), ruang tamu, kamar mandi, WC, peralatan kantor seperti alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen.

  c. Umum, memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, kerapihan diri, belajar, kesehatan, dan peralatan lainnya.

  4. Pembinaan Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun sumber tidak tetap.

  5. Pelayanan Sosial Dasar Pelayanan Sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari

  • –hari klien, meliputi: makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan dan kesehatan.

  6. Monitoring dan evalusi meliputi:

  a. Monev Proses, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada klien b. Monev Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap klien, untuk melihat tingkat pencapaian dan keberhasilan klien setelah memperoleh proses pelayanan (Sitompul, 2011)

2.5 Kesejahteraan Anak

  Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan hperkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Hal ini diatur dalam undang

  • –undang No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa bahwa anak memiliki hak sebagai berikut :

  a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang di dalam keluarga maupun didalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang yang wajar.

  b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

  c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar (Rahmadhani, 2014: 32).

2.6 Kerangka Pemikiran

  Pada zaman ini, masalah anak yang ditelantarkan menjadi persoalan yang banyak diperbincangkan di media massa seperti koran, televisi dan radio. Anak terlantar yang tidak memiliki keluarga harus mampu memenuhi kebutuhan hidup dan mencari nafkah sendiri melalui mengemis, mengamen, berjualan koran dan sebagainya. Selain daripada hal itu, anak terlantar yang sering disebut anak jalanan mencari rezeki dengan mencopet serta merampok di daerah padat penduduk yang memiliki tempat –tempat yang ssering dikunjungi orang–orang.

  Permasalahan ini menjadi hal yang sangat sulit dipecahkan oleh pemerintah Indonesia. Anak yang merupakan aset bangsa menjadi tidak terkendali ketika anak tidak diasuh serta di lindungi oleh sebuah keluarga. Hal yang terjadi adalah anak menjadi jahat, tidak memiliki nilai dan moral yang baik dan mengacu pada tindakan

  • –tindakan negatif yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat serta anak menjadi musuh negara ketika anak memiliki perilaku yang merugikan negara.

  Sebagaimana diketahui bahwa anak adalah penerus masa depan bangsa, maka pemerintah memberikan perlindungan serta hak yang seharusnya diterima oleh seluruh anak di Indonesia. Pemerintah memberikan perlindungan kepada anak dan perlindungan bagi anak agar anak tidak mendapatkan permasalahan sosial serta memberikan kemandirian untuk anak terlantar agar kemudian hari anak mampu menjalankan fungsinya di masyarakat.

  Pelayanan Sosial yang memberikan perlindungan serta kemandirian bagi anak adalah Pelayanan Sosial Anak Siborongborong. Anak yang memiliki kriteria anak terlantar akan ditampung di Pelayanan Sosial dan diberikan keterampilan serta pengasramaan agar anak bisa melanjutkan pendidikannya sesuai dengan usia sekolah anak. Pelayanan Sosial Anak memberikan pelayanan pemakanan sesuai dengan standart gizi, memberikan pembinaan fisik, agama, sosial, pendidikan serta keterampilan bagi anak usia sekolah, agar mampu berperan aktif di lingkungan sekolah.

  Dalam meningkatkan pendidikan dan keterampilan khususnya anak berumur sekolah yang putus sekolah dibutuhkan tempat atau wadah bagi anak agar anak mampu melanjutkan sekolahnya dan menemukan keterampilan yang mampu menambahkan minat anak dalam berkreasi di masa depan. Hal yang dilakukan adalah memberikan sekolah gratis di seluruh sekolah negeri dan memberikan bimbingan keterampilan bagi anak yang dibinan dalam lembaga pelayanan sosial dalam bidang anak.

  Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia Siborongborong adalah salah satu lembaga yang memberikan program keterampilan dalam memberikan minat anak binaan untuk menggali sumber daya anak. Anak binaan diberikan bebas biaya sekolah di sekolah negeri yang ada baik tingkat SD, SMP, SMA/SMK, sehingga anak tidak terbeban dengan biaya sekolah. Dalam Pelayanan Sosial Anak diberikan tempat atau wadah bagi anak yang terlantar sebuah pengasramaan sebagai tempat tinggal anak selama dibina di pelayanan sosial. Hal ini dilakukan agar anak tidak tinggal dijalanan dan bisa dilindungi baik secara internal dan eksternal. Melihat keefektivan program pemberdayaan warga binaan anak di Pelayanan Sosial Anak , dapat dilihat dari indikator (Sutrisno, 2007:125-126) agar mencapai keberhasilan dalam mencapai sasaran dan tujuan kegiatan yaitu:

  1. Pemahaman program, yaitu dilihat dari sejauh mana klien dapat memahami dan mengetahui program pemberdayaan warga binaan anak melalui keterampilan yang diberikan oleh Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia Siborongborong.

  2. Tepat Sasaran, yaitu dilihat apakah anak sudah diberikan pemahaman pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan program yang dilakukan

  3. Tepat waktu, yaitu dilihat dari apakah penggunaan waktu untuk program pemberdayaan keterampilan bagi anak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

  4. Tercapainya tujuan, yaitu dilihat dari cara pencapaian tujuan yang telah ditetapkan Pelayanan Sosial bagi anak.

  5. Perubahan nyata, yaitu dilihat bagaimana suatu kegiatan yang dilakukan memberikan dampak dan memberikan perubahan nyata bagi anak ataupun klien.

  Skematisasi kerangka pemikiran merupakan transformasi narasi yang merenagkan hubungan atau konsep-konsep atau variabel-variabel penelitian menjadi sesuatu yang berbentuk skema, artinya yang ada hanyalah perubahan cara penyajian dari narasi menjadi skema

  (Siagian,2011: 132). Untuk itu skematisasi kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Bagan 1

  Bagan Alur Pikir UPT Pelayanan Sosial Anak dan

  Lanjut Usia Siborongborong

  Warga Binaan Anak Keterampilan Jok Keterampilan Salon (Warga Binaan Anak Laki-laki)

  (Warga Binaan Anak Perempuan) Indikator Efektivitas Pelaksanaan Program dilihat dari:

  1. Pemahaman Program

  2. Tepat sasaran

  3. Tepat waktu

  4. Tujuan dan manfaat

  5. Perubahan Nyata Tidak Efektif

  Efektif

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.7.2 Defenisi Konsep

  Konsep adalah bagian vital dari metodologi penelitian, karena apabila konsep penelitain dibagun secara asal-asalan maka akan mengacaukan bagian vital lainnya. Konsep juga dibangun dengan maksud agar masyarakat lmiah maupun konsumen penelitian memahamin apa yang dimaksud dengan pengertian variabel, indikator, parameter, maupun skala pengukuran yang dikehendaki peneliti dalam penelitiannya(Bungin, 2001: 73).

  Dalam suatu penelitian, defenisi konsep menunjukkan bahwa si peneliti ingin membatasi salah pengertian akan konsep yang diteliti. Peneliti memberikan gambaran kepada pembaca peneltian itu dengan menggunakan konsep sesuai dengan yang diinginkan dan yang dimaksudkan oleh si Peneliti, defenisi konsep merupakan pengertian terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 136-138).

  Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri –ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal

  • –hal yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompok objek
  • –objek atau peristiwa yang mempunyai >–ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah
  • –istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009: 112).
Memahami pengertian mengenai konsep –konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

  1. Efektivitas dalam penelitian ini adalah tercapainya tujuan ataupun sasaran yang telah disepakati oleh pembuat program yang hasil dari preogram tersebut berjalan baik ataupun tidak.

  2. Pemberdayaan dalam penelitian ini adalah suatu program yang memiliki tujuan dalam hal meningkatkan keberdayaan dari mereka yang tidak mampu melakukan suatu kegiatan yang tidak bisa mereka lakukan sehingga mereka harus mengembalikan keberfungsian sosial mereka.Dalam hal ini, pemberdayaan yang diberikan kepada warga binaan adalah keterampilan yang diikuti oleh warga binaan anak di UPT Pelayanan Sosial Anak dan Lanjut Usia Siborongborong. Keterampilan dibagi atas 2 Keterampilan berdasarkan jenis kelamin warga binaan anak.

  3. Masalah sosial anak dalam penelitian ini adalah Masalah sosial anak adalah anak yang mengalami permasalahan sosial yang diakibatkan oleh anak rawan yang dapat diartikan sebagai suatu situasi, kondisi dan tekanan yang menyebabkan belum atau tidak terpenuhinya hak-haknya dan dilanggar haknya.

  4. Warga binaan anak dalam penelitian ini adalah warga binaan penyandang masalah kesejahteraan sosial khusus anak yang mendapatkan pelayanan dan binaan dari suatu lembaga untuk meningkatkan kemandirian dan dapat menjalankan keberfungsian sosial anak kelak di masyarakat dan lingkungannya.

  5. Pelayanan sosial dalam penelitian ini adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan lingkungan sosialnya.

  Pelayanan sosial disebut juga sebagai pelayanan kesejahteraan sosial.

  6. Pelayanan sosial anak dalam penelitian ini adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan lingkungan sosialnya.

  Pelayanan sosial disebut juga sebagai pelayanan kesejahteraan sosial yang dimana pelayanan yang dilakukan di khususkan kepada anak.

2.7.2 Defenisi Operasional

  Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberitashukan bagaiamana cara merngukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi operasioanal penelitian adalah semacam petunjuk pelaksanakan berupa tata cara untuk mengukur variabel( Nasution, 2001: 17).

  Defenisi Operasional adalah langkah lanjutan dalam perumusan defenisi konsep. Defenisi konsep ditujukan untuk mengethaui keseragaman pemahan tentang konsep-konsep baik berupa obyek peristiwa maupun fenomena yang diteliti, sehingga defenisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dalam dunia nyata sehingga dapat diobservasi ( Siagian, 2011 : 141).

  Adapun indikator dalam penelitian ini adalah

a. Bentuk –bentuk pemberdayaan oleh Pelayanan Sosial Anak.

  2. Spritual

  3. Bakat dan keterampilan

  4. Bantuan Sosial

  5. Kemandirian

  6. Kasih Sayang

  b. Efektivitas pelaksanaan program pemberdayaan warga binaan anak , diukur oleh indikator:

  1. Pendidikan

  a. Sumber informasi mengenai program pemberdayaan

  b. Pengetahuan mengenai program pemberdayaan warga binaan anak

  c. Pemahaman responden setelah mendapatkan informasi tentang program

  d. Pengenalan akan sasaran dan program

  2. Tepat sasaran meliputi:

  a. Klien menerima dan menjalankan bantuan

  b. Penerima bantuan dana

  1. Pemahaman Progam meliputi: c. Penerima bebas biaya sekolah

  3. Tepat Waktu meliputi:

  a. Frekuensi awal pelaksanaan program sampai akhir pelaksanaan program

  b. Keberlangsungan program

  4. Tercapainya tujuan meliputi:

  a. Perkembangan kegiatan b.Terpenuhinya tujuan

  c. Kemudahan akses bagi warga binaan anak

  5. Perubahan nyata, meliputi:

  a. Penerapan program warga binaan dalam berkreasi jika diluar dan di dalam panti b. Hasil yang dicapai

Dokumen yang terkait

6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kriptografi

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernafasan Normal - Perbedaan Nilai Skeletal Dalam Arah Vertikal Antara Pola Pernafasan Normal Dan Pernafasan Melalui Mulut Pada Pasien Di Klinik Ortodonti Rsgmp Fkg Usu Tahun 2009-2013

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal - Studi Empiris Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham Perusahaan yang Indeks LQ45 di Indonesia

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Empiris Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham Perusahaan yang Indeks LQ45 di Indonesia

0 0 11

II. PENGETAHUAN GIZI - Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan Remaja Putri Dengan Kejadian Anemia Di SMP Negeri 2 Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2014

0 0 47

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Putri - Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan Remaja Putri Dengan Kejadian Anemia Di SMP Negeri 2 Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2014

0 10 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental - Efek Berkumur Dengan Metode Oil Pulling Menggunakan Minyak Kelapa Terhadap Kondisi Gingiva Pada Mahasiswa Fkg Usu

0 1 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor Dominan Anak Putus Sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN - Faktor Dominan Anak Putus Sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

0 0 11

Faktor Dominan Anak Putus Sekolah di Kelurahan Sipolha Horisan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun

0 0 12