Skripsi BAB 1 PREDIKSI JENIS IKATAN ANTA

PREDIKSI JENIS IKATAN ANTARA KATION TIMBAL (II)
DAN ASAM HUMAT TINJA SAPI (AHTS)
SKRIPSI

SAMIK

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2007

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Asam humat yang diisolasi dari tinja sapi (AHTS) telah terbukti
mampu mengakumulasi atau mengadsorpsi kation Pb (II) dengan efektif dan
efisien. Adsorpsi kation Pb (II) oleh AHTS terjadi maksimum pada pH 5
dengan kapasitas ikat 157,492 mg/g AHTS. Isolasi AHTS dari tinja sapi

bukan pekerjaan yang mudah karena harus melalui beberapa tahap isolasi dan
rendemen yang dihasilkan tidak besar yaitu 6,18% untuk sampel tinja sapi
yang berumur 100 hari (Suyono, 2002). Oleh karena itu AHTS yang telah
mengikat kation Pb (II) perlu didesorpsi agar dapat digunakan kembali untuk
proses adsorpsi selanjutnya.
Menurut Atkins (1999), proses adsorpsi dapat berlangsung dengan dua
cara yaitu adsorpsi fisika (fisisorpsi) dan adsorpsi kimia (kimisorpsi). Proses
adsorpsi melibatkan gaya-gaya dari paling lemah sampai paling kuat yaitu
gaya Van der Waals (E disosiasi kurang dari 5 kkal/mol), ikatan hidrogen (Edisosiasi

antara 5-10 kkal/mol), ikatan ion (E disosiasi antara 10-80 kkal/mol), dan

ikatan kovalen (E disosiasi antara 80-100 kkal/mol) (Fessenden dan Fessenden,
1982; Monk, 2004; Stevenson, 1994). Adsorpsi fisika melibatkan gaya-gaya
antar molekul seperti gaya Van der Waals dan ikatan hidrogen (Oscik, 1982).
Adsorpsi kimia melibatkan ikatan ionik dan ikatan kovalen (Atkins, 1999;
Oscik, 1982; Stevenson, 1994). Gaya Van der Waals terjadi karena perubahan
densitas muatan listrik dari masing-masing atom pada suatu molekul dan

1


2

interaksi elektrostatik antara dipol-dipol (Monk, 2004; Stevenson, 1994).
Ikatan hidrogen terjadi karena atom hidrogen yang bermuatan parsial potitif
dari suatu molekul ditarik oleh pasangan elektron dari atom molekul lain yang
sangat elektronegatif, seperti oksigen, nitrogen, dan flour (Fessenden dan
Fessenden, 1982). Ikatan ionik terjadi antara atom-atom yang selisih
elektronegativitasnya besar, sehingga terjadi perpindahan elektron dari atom
donor elektron ke atom akseptor elektron (Oktoby et al, 2001). Ikatan kovalen
terbentuk antara atom-atom yang selisih elektronegativitasnya kecil, sehingga
elektron digunakan bersama di antara atom-atom tersebut (Golberg, 2004;
Oktoby et al, 2001). Dua atau lebih jenis ikatan dapat terjadi secara bersamaan
antara materi organik dan logam (Stevenson, 1994).
Desorpsi Pb dari AHTS dapat dilakukan dengan cara memutuskan
ikatan antara AHTS dengan kation Pb (II). Pada proses desorpsi itu kation
Pb (II) dilepas dari Pb-AHTS dan masuk ke dalam eluen pendesorpsi. Eluen
pendesorpsi yang dipilih harus mempunyai beberapa kriteria di antaranya
adalah mampu melepaskan 95% logam yang teradsorpsi, tidak merusak
adsorben, mempunyai serapan yang tinggi pada proses adsorpsi selanjutnya,

murah dan tidak mencemari lingkungan (Schiewer and Volesky, 2000;
Vijayaraghavan et al, 2004).
Berdasarkan penelitian terdahulu tentang eluen pendesorpsi diketahui
bahwa desorpsi dapat dilakukan oleh air (H 2 O), garam seperti CaCl 2 ,
senyawa asam seperti HNO 3 , dan senyawa pengkhelat seperti EDTA
(Darmono, 1995; Hong and Pintauro, 1994; Vijayaraghavan et al, 2004).

3

Eluen pendesorpsi dapat digunakan untuk memprediksikan jenis ikatan yang
terjadi antara adsorbat dengan adsorben yaitu dengan cara melakukan desorpsi
sekuensial terhadap adsorben yang telah diinteraksikan dengan adsorbat
(Cahyaningrum, 2001). Adsorben yang mengikat logam dengan gaya Van der
Waals dapat didesorpsi dengan air karena gaya Van der Waals merupakan
ikatan fisik yang lemah sehingga dengan menambahkan air pada adsorben
yang mengikat logam maka logam akan larut di dalam air (Darmono, 1995;
Monk, 2004; Stevenson, 1994). Larutan CaCl 2 0,1 M mampu melepaskan
logam Cu dari biomassa Ulva reticulata sebesar 90,25% (Vijayaraghavan et
al, 2004). Adsorben yang mengikat Cu dengan ikatan ionik dapat didesorpsi
dengan larutan CaCl 2 karena terjadi pertukaran ion yaitu ion Ca2+

menggantikan posisi ion Cu2+ yang terikat sebelumnya pada situs aktif
adsorben. Larutan

HNO 3 0,1 M mampu melepaskan Cu yang terikat pada

biomassa Ulva retikulata sebesar 95,04% (Vijayaraghavan et al, 2004).
Pembentukan ikatan hidrogen terjadi antara H+ dari pelarut HNO 3 dengan
atom

yang

memiliki

elektronegativitas

yang

tinggi

pada


adsorben

mengakibatkan Cu yang sebelumnya terikat melalui ikatan hidrogen pada
adsorben akan lepas. Larutan EDTA dapat melepaskan Cd dari kaolin sebesar
85% di bawah kondisi asam lemah (Hong and Pintauro, 1994). Hal ini terjadi
karena ion EDTA2- berfungsi sebagai agen pengkhelat yang sangat kuat
sehingga ion logam yang terikat pada adsorben akan terdesorpsi melalui
pembentukan kompleks logam-EDTA yang relatif stabil.

4

Secara eksperimen energi interaksi dan energi ikatan kimia sulit
ditentukan, sehingga Sern (dalam Oscik, 1982) mengasumsikan seluruh energi
bebas adsorpsi merupakan jumlah energi elektrostatik dan energi adsorpsi
kimia yang terlibat dalam adsorpsi. Energi adsorpsi ini dapat dihitung dari
harga K (konstanta kesetimbangan) yang diperoleh dari persamaan linier
isoterm Langmuir. Selain dengan cara eksperimen, energi adsorpsi juga dapat
dihitung menggunakan metode kimia komputasi. Beberapa kode bahasa
pemrograman yang terkait dengan metode kimia komputasi adalah Gaussian,

GAMESS, dan DECAPO (Setiyanto, 2005). GAMESS dipilih dalam
penelitian ini karena programnya selain sangat populer dan gratis (open
source) juga mudah dipahami dan dijalankan. Program GAMESS dapat
digunakan untuk memprediksikan energi yang terjadi pada suatu reaksi.
Program GAMESS dapat diintegrasikan dengan software Chem 3D Ultra
(Anonim, 2004).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan sebuah
permasalahan sebagai berikut: “Apa jenis ikatan yang terjadi antara kation
timbal (II) dan asam humat tinja sapi (AHTS)?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk memprediksikan jenis ikatan yang terjadi antara kation
timbal (II) dan asam humat tinja sapi (AHTS) dengan cara melakukan desorpsi

5

sekuensial terhadap Pb-AHTS menggunakan eluen pendesorpsi H 2 O, CaCl 2
0,1 M, HNO 3 0,1 M dan Na 2 EDTA 0,1 M.
D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Manfaat praktis
a. Untuk meningkatkan kegunaan AHTS yang telah didesorpsi dari
Pb-AHTS sehingga dapat digunakan kembali untuk mengadsorpsi
kation timbal (II).
b. Untuk mengetahui kemampuan beberapa eluen pendesorpsi Pb-AHTS.
2. Manfaat teoritis
a. Untuk menambah khasanah ilmiah khususnya dalam bidang kimia
asam humat.
b. Untuk menambah khasanah ilmiah khususnya dalam bidang kimia
fisik (ikatan kimia).
E. Penjelasan Istilah
1. Jenis ikatan

= Jenis

daya

tarik


menarik

antar atom yang

menyebabkan suatu senyawa kimia dapat bersatu
seperti gaya Van der Waals, ikatan hidrogen, ikatan
ion, dan ikatan kovalen (Brady, 1999).
2. Kation timbal (II) = Kation Pb (II) yang merupakan hasil peruraian dari
garam timbal nitrat di dalam air.

6

3. Asam Humat Tinja Sapi (AHTS)
= Fraksi dari

substansi

humat

yang


diperoleh

melalui ekstrak tinja sapi dengan NaOH dan etanol
96% (Suyono, 2002).
4. Adsorpsi

= Penyerapan ion Pb (II) pada permukaan AHTS
(Day dan Underwood, 2002).

5. Desorpsi

= Terlepasnya ion Pb (II) dari permukaan AHTS
(Atkins, 1999).

F. Asumsi dan Pembatasan Masalah
1. Asumsi
Jumlah ion Pb (II) yang terdesorpsi sebuah eluen merepresentasikan
kekuatan ikatan.
2. Pembatasan

Eluen pendesorpsi yang digunakan hanya H 2 O, CaCl 2 0,1 M,
HNO 3 0,1 M dan Na 2 EDTA 0,1 M.