PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN dan INDUSTR

PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN INDUSTRI
Pentingnya Prinsip Selektif Mekanis dalam
Adopsi Mekanisasi Pertanian*
Oleh : Echo Tingginehe**

I.

DARI USAHA TANI GUREM MENUJU
PERTANIAN INDUSTRI
Usaha tani gurem adalah usaha tani
yang dilakukan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya
sendiri
karena
pada
umumnya usaha tani ini dilakoni manusia
disekitar tempat tinggalnya (pekarangan).
Nasoetion (2009) membagi jenis usaha tani
gurem kedalam dua kelompok yakni yang
disebut dengan (1) sistem berladang dan
(2) sistem bercocoktanam diatas lahan

sawah. Namun pada intinya usaha tani ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
sendiri.
Berbeda dengan diatas, pertanian
industri (agroindustri) merupakan sistem
pertanian yang telah berorientasi industri
atau bisnis, dan memiliki jaringan
subsistem yang lebih kompleks (atau
tepatnya rumit).1 Bila mengamati keadaan
pertanian kita dewasa ini, maka dapat
dikatakan kita sedang berada pada awal
peralihan peralihan dari sistem usaha tani
gurem ke sistem pertanian industri. Dari
pertanian sederhana ke pertanian yang
rumit. Salah satu penyebabnya adalah
tuntutan terhadap produksi yang tinggi.
II. MEKANISASI UNTUK MENINGKATKAN
PRODUKSI PERTANIAN
Reijntjes et al., yang adalah staf
Information Centre for Low-External-Input

and Sustainable Agriculture (ILEIA),
mengatakan bahwa penggunaan mekanisasi
di
bidang
pertanian
pada
intinya

* Sebuah rangkuman catatan kuliah saya dari Mata Kuliah
Mekanisasi Pertanian.
** Merupakan warga masyarakat yang berdomisili di Halmahera
Utara, dan pernah kuliah mengambil jurusan Agroteknologi.
1
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil
pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan
peralatan, serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dicetuskan
dalam Simposium Nasional Agroindustri I Tahun 1983, yang
diselenggarakan oleh Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
IPB. Dikutip dalam: Djumali Mangunwidjaja dan Ilah Sailah,
Pengantar Teknologi Pertanian, (Jakarta: Penebar Swadaya),

hlm. 110.

www.renaisanstingginehe.wordpress.com

memperkuat paham revolusi hijau.2
Revolusi hijau yang tujuan utamanya
peningkatan
produksi
diterapkan
di
Indonesia
pada
tahun
1970-an.
Berdasarkan tujuannya tersebut, maka
segala masukan (input) didayagunakan,
misalnya: penyediaan bibit, pupuk –
terutama non organik, pestisida, dan
sarana lain yang menunjang tujuan
revolusi hijau yakni produksi.3

Tuntutan produksi tinggi menurut saya
didasari dua hal: (1) semakin tingginya
jumlah
penduduk.
Sebagaimana
hukumnya, pertambahan jumlah penduduk
maka kebutuhan akan bahan pangan pun
mutlak akan meningkat. Kebutuhan yang
tinggi akan bahan pangan menuntut sektor
pertanian untuk mampu menyediakannya
secara tepat jumlah dan waktu. (2) aspek
ekonomi juga menuntut agar sektor
pertanian berproduksi lebih. Bukan hal
baru lagi jika kita mendengar petani sering
diidentikan dengan kemiskinan. Oleh
karena itu, baik pemerintah maupun
petani sendiri terus berupaya untuk
meningkatkan produksi pertanian yang
pada akhirnya juga akan meningkatkan
pendapatan petani. Peran pemerintah

disini sangat diharapkan petani, pun
sebaliknya. Pemerintah berupaya memacu
produksi pertanian agar meningkat supaya
dari sana devisa yang masuk pun juga
meningkat sebagaimana di zaman orde
baru, negara kita pernah menjadi Negara
pengekspor beras (swasembada), dan
disatu sisi petani mengharapkan produksi
tinggi demi ekonomi pribadi.
2

3

Reijntjes et al., menjelaskan bahwa mekanisasi bisa
memperbaiki hasil panen melalui pengolahan lahan yang lebih
baik, penanaman, dan pemupukan yang lebih tepat waktu
serta pemanenan yang lebih efisien hingga akhirnya
memperkuat dampak unsur lain dari paket revolusi hijau.
Dalam: Reijntjes et al., Pertanian Masa Depan. Pengantar
Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah., terj. Y.

Sukoco, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 17.
Loekman Soetrisno, Paradigma Baru Pembangunan Pertanian,
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 9-11.

1

Di
latarbelakangi
dua
tuntutan
tersebut diatas, penerapan mekanisasi
pertanian dilihat sebagai cara yang cocok
untuk dilakukan. Paham yang berkembang
adalah “dengan mekanisasi, produksi
pertanian akan meningkat.” Memang benar
demikian. Pertanyaan yang kemudian
adalah apakah tidak ada efek samping dari
penerapan mekanisasi pertanian? Apakah
penerapan mekanisasi otomatis akan
meningkatkan produksi pertanian?

III. UNTUNG-RUGI MEKANISASI PERTANIAN
Kecenderungan
mengartikan
mekanisasi pertanian dengan traktorisasi
masih dapat kita temui dikalangan petani.4
Pemahaman yang salah ini sering
menyebabkan implementasi
berkaitan
dengan
pengadaan
alat
mekanisasi
pertanian pun cenderung ke arah
(penggunaan traktor) traktorisasi.
Traktor menjadi populer dibidang
pertanian sebab mesin ini mampu
dikombinasikan dengan alat-alat lain pada
setiap tahapan budidaya. Contoh alat-alat
mekanis lain dibeberapa tahapan budidaya
yang juga bisa disinergikan bersama

traktor misalnya, (a) dalam pengolahan
tanah bajak
dikombinasikan traktor
membuat pengolahan tanah yang tadinya
memerlukan waktu yang lama, tenaga
kerja yang banyak, dan biaya tinggi, dapat
diselesaikan dengan lebih efektif dan
efisien dengan waktu yang singkat. (b)
Transplanter5 diharapkan bisa membantu
petani dalam penanaman benih. (c)
Sprayer6 diharap lebih efektif jika
digunakan untuk memberantas hama dan
penyakit. (d) Huller7 diharapkan bias
menghasilkan beras yang lebih banyak dan
bersih daripada teknik konvensional yang
biasa dilakukan sebelumnya.
Penggunaan
peralatan
mekanis
tersebut

diatas
diharapkan
dapat
mengurangi biaya produksi dan bisa
meningkatkan pendapatan (ekonomi).
4

5

6
7

Dikatakan mekanisasi pertanian, jika dalam usaha taninya
peran traktor terlihat di hampir seluruh tahapan budidaya.
Fenomena tersebut dikenal dengan istilah Traktorisasi.
Paham traktorisasi ini masih dapat ditemui dikalangan petani,
pun juga mahasiswa pertanian dan mereka yang
berkecimpung di bidang pertanian.
Transplanter adalah sebutan untuk mesin yang dirancang
menanam benih –umumnya benih tanaman padi dan palawija.

Sprayer adalah penyemprot pestisida.
Huller adalah mesin penyosoh beras.

www.renaisanstingginehe.wordpress.com

Sampai
disini
terlihat
bahwa
mekanisasi pertanian sangat menggiurkan
untuk diterapkan. Janji akan produksi yang
tinggi bagai “iming-iming” bagi pelaku
usaha tani atau petani yang dikenal
dengan kaum ekonomi lemah. Apakah
demikian?
Meski mengharapkan produksi yang
tinggi –yang pada akhirnya peningkatan
ekonomi, penerapan mekanisasi pertanian
di negara-negara berkembang mengalami
banyak kontroversi. Penerapan mekanisasi

pertanian
ini
pada
intinya
hanya
berorientasi pasar, tidak memperhatikan
kelestarian lingkungan dan butuh biaya
mahal. Riejntjes et al., menjelaskan:
“Sistem
pertanian
ini
mengkonsumsi sumberdaya yang
tak dapat diperbaharui, seperti
minyak bumi dan fosfat dalam
tingkat
yang
membahayakan.
Sistem
pertanian
seperti
ini
berorientasi
pasar
dan
membutuhkan modal besar.”8
Mekanisasi (peralatan) membutuhkan
sumber tenaga atau bahan bakar untuk
operasionalnya.
Maka
penerapan
mekanisasi pertanian pun butuh bahan
bakar yang merupakan sumberdaya alam
tak terbaharui. Selain itu, petani atau
pengguna mekanisasi terpaksa harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk
bahan bakar tersebut.
Ditambah dengan suku cadang, tenaga
ahli dan perbengkelan jika saja alat
mekanis tersebut mengalami kerusakan.
Hal-hal teknis ini membuat penerapan
mekanisasi pertanian di negara-negara
berkembang
harus
lebih
selektif.
Disamping faktor teknis ini, dampak
mekanisasi pertanian juga mempengaruhi
kondisi sosial-ekonomi petani.
Penggunaan mekanisasi otomatis akan
memangkas tenaga kerja yang banyak di
sektor pertanian. Pemangkasan tenaga
kerja akan mengakibatkan pengangguran
masyarakat. Jadi seperti kata Rintjes et
al., diatas, sistem pertanian ini hanya akan
menguntungkan pemodal besar.
Peran mekanisasi pertanian pun
menggeser peran hewan ternak yang
8

Reijntjes et al., Pertanian Masa Depan. Pengantar Pertanian
Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah., terj. Y. Sukoco,
(Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 7.

2

biasanya membentu petani. Sapi dan
Kerbau adalah tenaga bantu yang biasanya
menjadi andalan petani sewaktu mengolah
tanah nantinya akan terdegradasi karena
kalah bersaing dengan “robot” mekanisasi.
Padahal hewan ternak (sapi dan kerbau)
dapat digunakan untuk keperluan lain
petani, misalnya: transportasi, kotorannya
dibuat pupuk, dan penggunaannya tidak
membutuhkan biaya tinggi karena hanya
rumput “bahan bakarnya”.
Masalah lingkungan juga menjadi
pertimbangan
penting
penerapan
mekanisasi
pertanian
di
negara
berkembang. Lebih spesifik, penggunaan
traktor dikhawatirkan merusak lingkungan.
Dapat
kita
lihat
dari
apa
yang
dikemukakan Riejntjes et al., berikut:
“Pemanfaatan traktor khususnya,
meningkatkan risiko kerusakan
lingkungan karena erosi tanah,
pengerasan tanah, penggundulan
hutan, dan bahaya serangan
hama.”9
Erosi tanah yang terjadi di banyak
Negara berkembang berbasis pertanian,
disinyalir terjadi karena pengaplikasian
traktor yang sembarangan. Penggundulan
hutan yang kian meningkat pesat juga
dinilai akibat dari penggunaan traktor.
Akibatnya hutan jadi gundul, dan jika
hujan, sangat berpotensi terjadi erosi
karena tidak adanya vegetasi tutupan
lahan yang dapat menghambat aliran
permukaan (run off).
Masalah
lingkungan
lain
adalah
berkaitan dengan pemanasan global.
Traktor adalah pengkonsumsi bahan bakar
minyak, yang juga seperti layaknya mesin
bermotor, terjadi pembakaran dalam
mesinnya.
Pembakaran
tersebut
menghasilkan gas buangan –pada umumnya
karbondioksida (CO2)– yang mendukung
percepatan pemanasan global.
Kontroversi
mekanisasi
pertanian
seperti
dijelaskan
diatas,
menjadi
semacam bahan pertimbangan bagi pelaku
usaha tani dan mereka yang terlibat
didalamnya sebelum mengambil keputusan
untuk menggunakan jenis mekanisasi
tertentu.
Melihat
hal
itu,
timbul
pertanyaan bolehkah kita memanfaatkan
9

Ibid., hlm 17.

www.renaisanstingginehe.wordpress.com

alat mekanisasi pertanian atau tidak?
Menurut saya, kita harus memanfaatkan
alat-alat mekanisasi pertanian dengan
selektif atau tepat guna.
IV. PRINSIP SELEKTIF MEKANIS
Perkembangan ilmu pengetahuan di
dunia tidak berlangsung secara serentak
dan
sama.
Perkembangan
ilmu
pengetahuan berkembang pesat di negaranegara yang kini dikenal sebagai negara
maju. Ilmu pengetahuan yang kian pesat
menciptakan teknologi canggih sebagai
wujudnya.
Begitupun
dengan
dunia
pertanian, negara-negara maju memiliki
teknologi canggih yang memudahkan
mereka untuk mengolah lahan dan
sebagainya dalam usaha taninya. Hampir
semua kegiatan berat dibidang pertanian
yang sebelumnya dikerjakan manusia kini
digantikan oleh mekanisasi. Berbeda
dengan kondisi pertanian di negara-negara
berkembang (kita), peran tenaga manusia
dan hewan masih sangat vital, maka dalam hal produksi- sudah sewajarnya
tertinggal.
Melihat hal tersebut diatas, maka
dewasa ini kita berlomba-lomba untuk
mengadopsi
teknologi
mekanisasi
pertanian yang telah berhasil diterapkan di
negara-negara maju tersebut. Memang
sangat baik jika kita memiliki target
produksi yang sama –bahkan lebih– dari
negara maju, tetapi menurut saya kita
harus selektif untuk mengadopsi teknologi
mekanisasi pertanian jika tidak mau
merugi di kemudian nanti. Selektif
mekanis maksud saya adalah dalam
memilih teknologi mekanisasi pertanian,
kita harus mempertimbangkan kondisi atau
keadaan daerah kita, baik dari segi
ekonomi, sumberdaya manusia, dan
kewilayahan.
Segi
Ekonomi:
kita
harus
mempertimbangkan
untung-rugi
jika
mekanisasi pertanian diterapkan. Seperti
misalnya, uang yang harus dikeluarkan
mendatangkan traktor, dan apakah jika
dalam pengoperasiannya nanti akan
membalikan modal yang dikeluarkan
(untung) atau tidak?.
Sumberdaya Manusia: yang perlu
diperhatikan dalam rencana mengadopsi
teknologi pertanian adalah tenaga ahli
3

yang
berkompeten
mengurus
dan
mengoperasikan alat mekanisasi tersebut.
Jangan sampai setelah diadakan, alat
tersebut tidak dapat dioperasikan karena
tidak adanya tenaga ahli yang mampu
menjalankannya. Pada poin ini juga sangat
penting adalah tenaga ahli dalam
perbengkelan yang akan memperbaiki alat
mekanisasi pertanian jika mengalami
kerusakan.
Kewilayahan: atau keadaan lokasi
juga penting untuk menjadi pertimbangan
seleksi. Bentang alam, kondisi lahan, dan
sebagainya perlu diperhatikan, jangan
sampai alat mekanisasi pertanian yang
diadopsi (baca: diadakan) menjadi salah
sasaran karena tidak dapat dioperasikan
dilokasi yang berat medannya. Dan juga
pertimbangan keberlanjutan usaha tani.
Kita harus memikirkan apakah dengan
penggunaan
teknologi
mekanisasi
pertanian
usaha
ini
akan
dapat
berkelanjutan ataukah tidak? Karena
sangat sis-sia jika dimasa depan kita tidak
dapat melanjutkan usaha tani kita karena
kesalahan
dalam
adopsi
teknologi
mekanisasi.
Dengan mempertimbangkan ketiga hal
diatas, maka pengadopsian teknologi
mekanisasi pertanian diharapkan memberi
dampak
menguntungkan
sebagaimana
diharapkan, yakni produksi yang tinggi.
V. KESIMPULAN
Alasan utama peralihan dari usahatani
gurem menuju pertanian industri adalah
adanya permintaan yang semakin tinggi
akan
produk
pertanian.
Hal
ini
mengakibatkan
cara
pandang
akan
komoditas pertanian yang dulunya hanya
sebagai konsumsi, berubah orientasi
menjadi bisnis.
Mekanisasi pertanian pada dasarnya
diciptakan untuk memudahkan kerja
mereka yang berkecimpung di bidang
pertanian. Tetapi belakangan penggunaan
mekanisasi
pertanian
pun
sering
menimbulkan kerugian. Dalam hal ini ada
dampak positif dan negatif yang timbul
dalam penerapan mekanisasi pertanian.
Penilaian seberapa besar kedua dampak itu
bergantung pada cara pandang pengguna
atau calon penggunanya, dan cara pandang
www.renaisanstingginehe.wordpress.com

terbentuk dari tingkat pengetahuan
mereka.
Prinsip
selektif
mekanis
dalam
pengadopsian mekanisasi pertanian sangat
baik diterapkan para calon pengadopsi.
Segala pertimbangan perlu dikaji lebih
jauh agar tidak memberikan kerugian
nantinya, dan pertanian dapat terus
berkelanjutan.
PUSTAKA
Mangunwidjaja, D., dan Sailah. Pengantar
Teknologi
Pertanian.
Jakarta.
Penebar Swadaya. 2009.
Mardikanto, T., Membangun Pertanian
Modern. Surakarta. Sebelas Maret
University Press. 2009.
Nasoetion, A. H., Pengantar Ke Ilmu-Ilmu
Pertanian. Bogor. litera AntarNusa.
2009.
Nuhung, A. I., Membangun Pertanian Masa
Depan. Suatu Gagasan Pembaharuan.
Semarang. Aneka Ilmu. 2006.
Reijntjes, C., B. Haverkort, and WatersBayer.
Pertanian Masa
Depan.
Pengantar
untuk
Pertanian
Berkelanjutan dengan Input Luar
rendah. Terj. Y. Sukoco. Yogyakarta.
Kanisius. 1999.
Rustiadi, E., dan Pranoto. Agropolitan.
Membangun
Ekonomi
Perdesaan.
Bogor. crestpent Press. 2007.
Saleh, F., Teknologi Tepat Guna,
Masyarakat & Kebudayaan. Suatu
Pendekatan
Konseptual
yang
Diterapkan Pada Agribisnis Usaha
Kecil Menengah. Yogyakarta. Kreasi
Wacana. 2005.
Soetrisno,
L.,
Paradigma
Baru
Pembangunan Pertanian. Sebuah
Tinjauan
Sosiologis.
Yogyakarta.
Kanisius. 2002.

4