Kalor didefinisikan sebagai energi panas

Kalor didefinisikan sebagai energi yang berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang
suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan (Kanginan, 2007). Benda yang menerima kalor,
suhunya akan naik atau wujudnya berubah. Benda yang melepas kalor suhunya akan turun atau wujudnya
berubah. Pengertian kalor berbeda dengan suhu, jika suhu adalah ukuran derajat panas dan dinginnya suatu
benda, sedangkan kalor adalah ukuran banyaknya panas. Besarnya kalor yang diserap atau dilepas oleh suatu
benda berbanding lurus dengan: massa benda, kalor jenis benda dan perubahan suhu (Zaelani dkk, 2006: 221).
Persamaan kalor secara matematis dapat dirumuskan sebagai: Q = m c ∆T
Keterangan :

Q = Banyaknya kalor yang diperlukan (J)
m = Massa zat (kg)
c = Kalor jenis zat (kal/g°C)
∆T = T2 – T1 = perubahan suhu (°C, K)
Kalor merupakan bentuk energi, oleh karena itu satuan kalor dalam sistem internasional (SI) sama dengan
satuan energi, yaitu Joule (J). Satuan selain joule yang sering digunakan adalah kalori (kal). Satu kalori
didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan oleh satu gram air untuk menaikkan suhunya sebesar
10C (Foster, 2004: 21). Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh James Prescott Joule (1818-1889)
diperoleh kesetaraan antara satuan joule dan kalori (Chasanah, 2010: 21) yaitu :

1 Kalori = 4,2 Joule atau 1 Joule = 0,24 Kalori
Kalor jenis (c) didefinisikan banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat

sebesar 1 K atau 1°C (Zaelani dkk, 2006: 221).
Kalor jenis adalah sifat khas suatu zat yang menunjukkan kemampuannya untuk menyerap kalor. Zat yang
kalor jenisnya tinggi mampu menyerap lebih banyak kalor untuk kenaikkan suhu yang rendah (Kanginan,
2007 : 235).

Kalor jenis berbagai zat ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

14
15
16
17
18
19
20

Air
Alkohol
Aluminium
Baja
Besi
Emas
Es
Gliserin
Kaca
Kayu
Kuningan
Marmer

Minyak tanah
Perak
Raksa
Seng
Tembaga
Timah hitam
Timbal
Udara

4200
2300
900
450
460
130
2100
2400
670
1700
370

860
2200
234
140
390
390
130
130
1000

Kalor jenis setiap zat dapat di tentukan dari persamaan (2.3) sebagai berikut:

c = .................................................................(2.2)
Kapasitas kalor (C) didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu suatu benda sebesar 1°C (Kanginan, 2007).
Dari persamaan (2.2), dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut:

mc = ................................................................(2.3)
Kapasitas kalor diberi lambang C (huruf besar), maka:
C = .................................................................(2.4)

Keterangan :

Q = Banyaknya kalor yang diperlukan (J)
C = Kapasitas kalor (J/°C)
m = Massa zat (kg)

c = Kalor jenis zat (kal/g°C)
∆T = T2 – T1 = perubahan suhu (°C, K) (Kanginan, 2007: 236)

Asas Black
Gambar 1 menunjukkan bagaimana cara mendinginkan air panas, yaitu dengan mencampurkannya dengan air
dingin. setelah keseimbangan termal tercapai, kita memperoleh air hangat, yang suhunya di antara suhu air
panas dan air dingin. Dalam pencampuran ini tentunya air panas melepaskan energi, sehingga suhunya turun
dan air dingin menerima energi, sehingga suhunya naik (Kanginan,z2007).
Seorang ilmuan Inggris yaitu Joseph Black mengadakan pengamatan mengenai kalor. Black menyatakan
bahwa jika dua zat yang suhunya berbeda dicampur, zat yang suhunya lebih tinggi akan melepaskan sejumlah
kalor yang akan diserap oleh zat yang suhunya lebih rendah (Purwoko dan Fendi, 2009: 192). Black
menyimpulkan bahwa “ banyaknya kalor yang dilepas zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya
kalor yang diserap oleh zat yang suhunya lebih rendah”.
Kesimpulan ini disebut asas Black secara matematis ditulis: Q lepas = Q terima

Pengukuran kalor sering dilakukan untuk menentukan kalor jenis suatu zat, sebab jika kalor jenis suatu zat
diketahui, maka kalor yang diserap akan dilepaskan dapat ditentukan dengan mengukur perubahan suhu zat
tersebut.
Kalor dapat dihitung dengan menggunakan rumus Q = m c ∆T. pada waktu menggunakan rumus ini harus
diingat bahwa suhu naik berarti zat menerima kalor dan suhu turun berarti zat melepas kalor (Supiyanto,
2007).

Perubahan Wujud Zat
Kalor dapat mengubah wujud zat. Misalnya, es (zat padat) yang dipanaskan (diberi kalor) akan berubah
wujudnya menjadi cair (zat cair). Sebaliknya, air (zat cair) yang didinginkan (diambil kalornya) dalam batas
waktu tertentu akan berubah menjadi wujud es (zat padat) (Purwoko dan Fendi, 2009).
Diagram perubahan wujud zat dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

Diagram Perubahan Wujud Zat:
1 = Melebur

4 = Menguap

2 = Membeku


5 = Mengkristal

3 = Mengembun

6 = Menyublim

Tiga jenis wujud zat, yaitu zat padat, zat cair dan gas. Sebuah benda dapat berubah wujud ketika suhunya
dinaikkan atau diturunkan (Foster, 2004: 23).

Melebur adalah perubahan wujud zat dari padat menjadi cair (Kanginan, 2007: 240). Pada saat
melebur, zat memerlukan kalor meskipun tidak mengalami kenaikan suhu. Titik lebur adalah suhu pada zat
melebur. Membeku adalah perubahan wujud zat dari cair menjadi padat (Foster, 2004: 23). Titik

beku adalah suhu pada waktu zat membeku. Pada saat membeku zat melepaskan kalor.
Menguap adalah perubahan wujud zat dari cair menjadi gas (Supiyanto, 2007: 158). Peristiwa
penguapan membutuhkan kalor. Proses penguapan membutuhkan kalor ini dapat dilihat dari peristiwa
mendidih. Menguap hanya terjadi pada permukaan zat cair an dapat terjadi pada sembarang suhu, sedangkan
mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya dapat terjadi pada titik didih.
Suhu zat pada waktu mendidih adalah tetap sekalipun pemanasan terus dilakukan. Semua kalor yang diberikan
kepada zat digunakan untuk mengubah wujud dari cair menjadi uap. Suhu tetap ini disebut titik didih yang

besarnya sangat bergantung pada tekanan dipermukaan zat itu. Titik didih zat pada tekanan 1 atm disebut titik

didih normal (Kanginan, 2007: 241). Proses kebalikan dari menguap adalah mengembun, yaitu perubahan
wujud dari uap (gas) menjadi cair.
Suhu zat tetap ketika sedang berubah wujud, baik melebur, menguap, membeku dan mengembun, walaupun
ada pelepasan atau penyerapan kalor. Ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat perubahan
wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan suhu. Kalor yang digunakan untuk
perubahan wujud suatu zat tanpa adanya perubahan suhu disebut kalor laten dan disimbolkan dengan simbol
huruf L. Besarnya kalor ini bergantung pada jumlah zat yang mengalami perubahan wujud. Jadi, kalor laten
adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu benda untuk mengubah wujudnya per satuan massa (Supiyanto,
2007: 160).
Besarnya kalor yang diperlukan atau dilepaskan selama proses perubahan wujud zat (Zaelani, 2006: 222)
dirumuskan sebagai berikut: Q = m . L...............................................................(2.6)

Dengan :
Q = Banyaknya kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J, kal)
m = Massa zat (g/kg)
L = Kalor laten (J/kg, kal/gr)
Kalor yang diserap oleh suatu zat pada saat melebur atau menguap tidak menaikkan suhu.
Teori kinetik menjelaskan pada saat melebur atau menguap, kecepatan getaran molekul bernilai maksimum.

Kalor yang diserap tidak menambah kecepatannya, tetapi digunakan untuk melawan gaya ikat antar molekul
zat tersebut. Molekul-molekul ini akhirnya dapat melepaskan diri dari ikatannya sehingga zat padat melebur
atau menguap, barulah suhu zat bertambah lagi. Peristiwa sebaliknya terjadi pada saat zat cair membeku atau
mengembun (Supiyanto, 2007: 160).
Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat menjadi zat cair dinamakan kalor laten lebur
atau kalor lebur. Kalor yang dilepaskan pada waktu zat membeku dinamakam kalor laten beku atau kalor
beku. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk zat yang sama, kalor lebur = kalor beku. Kedua jenis kalor
ini selanjutnya disebut kalor lebur dan diberi symbol Lf. Jika banyak kalor yang diperlukan oleh zat yang
massanya m kg untuk melebur adalah Q joule, maka sesuai dengan definisi di atas dapat ditulis (Kanginan,
2007 : 240) :
Lf = ................................................................(2.7)
Dengan:
Lf = Kalor lebur (J/kg)

Q = Banyaknya kalor yang diterima /dilepas (J/kal)
m = Massa zat (kg)
Kalor laten uap atau kalor uap adalah kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi uap
pada titik didih normal. Kalor uap disebut juga kalor didih. Kalor yang dilepaskan untuk mengubah wujud 1
kg uap menjadi cair dan titik didih normalnya disebut kalor laten embun atau kalor embun. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa untuk zat yang sama, kalor didih = kalor embun. Istilah kalor didih paling umum

digunakan dan diberi lambang Lv.
Jika banyaknya kalor yang diperlukan untuk mendidihkan zat yang massanya m kg adalah Q joule (Kanginan,
2007: 241) dapat ditulis:
Lv = ......................................................................................(2.8)
Dengan :
Lv = Kalor didih (J/kg)
Q = Banyaknya kalor yang diterima atau dilepas (J,kal)
m = Massa zat (kg)
Kalor merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan wujud suatu zat. Suatu zat dapat berubah wujud dari
padat ke cair, cair ke gas, padat ke gas dan sebaliknya akibat penyerapan dan pelepasan kalor. Faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi perubahan wujud suatu zat, yaitu tekanan dan ketidakmurnian. Tekanan dan
ketidakmurnian berpengaruh pada kenaikkan titik didih dan penurunan titik beku. Semakin tinggi tekanan dan
konsentrasi ketidakmurnian suatu zat, maka titik didihnya semakin tinggi dan tidak bekunya semakin rendah.
Tekanan udara dalam keadaan normal semakin besar apabila posisi wilayah semakin tinggi. Oleh karena itu,
titik didih di daerah pegunungan akan semakin besar dibandingkan didaerah rendah (Supiyanto, 2007: 161).

Perpindahan Kalor
Kalor merupakan energi yang dapat berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah.
Ada tiga cara kalor berpindah dari satu benda ke benda yang lain, yaitu konduksi, kenveksi, dan radiasi
(Nurachmandani,b2009:v165)


Konduksi
Jika sepotong sendok makan yang Anda bakar pada api lilin, lama kelamaan tangan Anda merasakan hangat
dan akhirnya panas. Peristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikelpartikelnya disebut konduksi (Nurachmandani, 2009)

Perpindahan kalor dengan cara konduksi disebabkan karena partikelpartikel penyusun ujung zat yang
bersentuhan dengan sumber kalor bergetar. Makin besar getarannya, maka energi kinetiknya juga makin besar.
Energi kinetik yang besar menyebabkan partikel tersebut menyentuh partikel di dekatnya, demikian
seterusnya sampai akhirnya Anda merasakan panas.
Besarnya

aliran

kalor

secara

matematis

dapat

dinyatakan

sebagai

berikut:

(Nurachmandani,

2009). ..........................................................(2.9)
Keterangan:
Q : banyak kalor yang mengalir (J)

k : konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K)

A : luas permukaan (m2)

t : lamanya kalor mengalir (s)

Aa: perbedaan suhu dua permukaan (K)

H : kelajuan hantaran kalor (J/s)

d : tebal lapisan (m)
Setiap zat memiliki konduktivitas termal yang berbeda-beda.
Konduktivitas termal beberapa zat ditunjukkan pada tabel berikut.
Beberapa Zat Nama Zat Konduktifitas termal (W/m0C)
Alumunium
205
Baja
50,2
Batu
0,04
Beton
0,6
Es
1,6
Hidrogen
0,14
Kaca
0,8
Kayu
0,12-0,14
Oksigen
0,023
Tembaga
385
Udara
0,024
Ditinjau dari konduktivitas termal (daya hantar kalor), benda dibedakan menjadi dua macam, yaitu konduktor
kalor dan isolator kalor. Konduktor kalor adalah benda yang mudah menghantarkan kalor. Hampir semua
logam termasuk konduktor kalor, seperti aluminium, timbal, besi, baja, dan tembaga. Isolator kalor adalah zat
yang sulit menghantarkan kalor. Bahanbahan bukan logam biasanya termasuk isolator kalor, seperti kayu,
karet, plastik, kaca, mika, dan kertas. Berikut contoh alat-alat yang menggunakan bahan isolator dan
konduktor kalor (Nurachmandani, 2009). Alat-alat yang menggunakan bahan isolator kalor, antara lain

pegangan panci presto, Pegangan setrika, dan pegangan solder. Alat-alat yang menggunakan bahan konduktor
kalor, antara lain: Kawat kasa, Alat-alat untuk memasak, Setrika listrik, dan Kompor listrik.

Konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat (Nurachmandani,
2009:). Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Perpindahan kalor secara
konveksi terjadi karena adanya perbedaan massa jenis zat. Konveksi air banyak dimanfaatkan dalam
pembuatan sistem aliran air panas di hotel, apartemen, atau perusahaan-perusahaan besar. Contoh konveksi
udara dalam kehidupan sehari-hari, antara lain, sebagai berikut.
1. Sistem ventilasi rumah. Udara panas di dalam rumah akan bergerak naik dan keluar melalui ventilasi.
Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin melalui ventilasi yang lain sehingga udara di
dalam rumah lebih segar.
2. Cerobong asap pabrik. Pada pabrik-pabrik, udara di sekitar tungku pemanas suhunya lebih tinggi
daripada udara luar, sehingga asap pabrik yang massa jenisnya lebih kecil dari udara luar akan
bergerak naik melalui cerobong asap.
3. Angin laut dan angin darat. Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan. Udara di daratan
memuai sehingga massa jenisnya mengecil dan bergerak naik ke atas. Tempat yang ditinggalkan akan
diisi oleh udara dingin dari laut, maka terjadilah angin laut. Sebaliknya, pada malam hari daratan lebih
cepat dingin daripada lautan. Udara di atas laut memuai, massa jenisnya mengecil dan bergerak ke
atas. Tempat yang ditinggalkannya akan diisi oleh udara dingin dari darat, maka terjadilah angin darat
Adapun secara empiris laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dirumuskan sebagi berikut.
H = h · A. .......................................................(2.10)
Keterangan
H : laju perpindahan kalor (W)
A : luas permukaan benda (m² ) : T2-- T1 perbedaan suhu (K atau ° C)
h : koefisien konveksi (Wm-2K-4 atau Wm-2(°C)4)

Radiasi
Radiasi Diantara matahari dan bumi juga terdapat ruang hampa yang tidak memungkinkan terjadinya
perpindahan kalor. Dengan demikian, perpindahan kalor dari matahari sampai ke bumi tidak memerlukan

perantara. Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut radiasi (Nurachmandani,
2009). Setiap benda mengeluarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Laju radiasi dari permukaan
suatu benda berbanding lurus dengan luas penampang, berbanding lurus dengan pangkat empat suhu
mutlaknya, dan tergantung sifat permukaan benda tersebut.
Secara

matematis

dapat

di

tulis

sebagai

berikut

(Nurachmandani,

2009): ....................................................................(2.11)
Keterangan:
e : emisitas bahan : tetapan Stefan-Boltzmann (5,6705119 × 10-8 W/mK4) H : laju radiasi (W)
A : luas penampang benda (m2)

T : suhu mutlak (K)