Apakah yang dimaksud dengan Dumping

Apakah yang dimaksud dengan Dumping???
Praktek dumping merupakan sebuah usaha menjual barang diluar negeri
lebih murah ketimbang menjual produknya didalam negerinya sendiri. Bagi
Negara yang terkena Dumping jelas merupakan sebuah kerugian besar, karena
akan menimbulkan banjirnya barang-barang ekspor yang mampu mengakibatkan
produksi dalam negeri kalah bersaing. Apabila para produsen dalam negeri tidak
mapu bersaing jelas merupakan kerugian besar. Hal ini dapat memberikan dampak
pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, pengangguran bahkan
bangkrutnya industri lokal yang memiliki produk sejenis.
Menurut Ilmu ekonomi dumping diartikan : Dumping is traditionally defined
as selling at a lower price in one national market than in anotherr".dikatakan
dumping apabila memenuhi 3 kriteria :
(1) Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping.
(2) Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material
(3) Adanya hubungan kausal (causal link) antara dumping yang dilakukan
dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi.
Apabila kita tinjau, praktek dumping dapat menguntungkan konsumen,
karena konsumen jadi memiliki alternatif barang dengan harga relative murah.
Dalam hal ini secara tidak langsung dumping memberikan keuntungan dalam
jangka pendek. Namun, apabial praktek ini didiamkan terus menerus, bukan tidak
mungkin dumping menciptakan pengangguran akibat tutupnya usaha dalam negeri

tersebut.

Di Indonesia sendiri praktek dumping telah dilarang dan telah ditetapkan
dalam Undang-Undang. Ketentuan-ketentuan dalam UU No. 5 Tahun 1999
meliputi perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang. Terhadap perjanjian
yang dilarang yang terkait dengan penetapan harga adalah pasal 5, pasal 6, pasal 7,
dan pasal 8. Namun pendekatan yang digunakan dalam pasal 5 dengan pasal 7 dan
8 berbeda, pasal 5 termasuk per seilegal sedangkan pasal 7 dan 8 termasuk rule of
reason. Terhadap kegiatan yang dilarang terkait dengan menjual di bawah harga
pasar adalah pasal 20 (rule of reason).
Jika diperhatikan pengertian dumping sebagaimana yang telah dibahas di
atas maka prkatek dumping harus memenuhi 3 kriteria sebagaimana telah
disinggung di atas bahwa untuk bisa mengenakan BMAD harus memenuhi kriteria:
1. Produk ekspor suatu negara telah diekspor dengan melakukan dumping.
2. Akibat dumping tersebut telah mengakibatkan kerugian secara material
3. Adanya hubungan kausal (causal link) antara dumping yang dilakukan
dengan akibat kerugian (injury) yang terjadi.
Sebagai kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisa tersebut di atas maka
praktik dumping merupakan rezim dari Hukum Perdagangan Internasional di
bawah kendali WTO. Sanksi yang diberikan apabila terbukti melakukan praktik

dumping dikenakan sanksi berupa BMAD, apabila pihak yang dikenai sanksi
keberatan terhadap BMAD maka dapat mengajukan keberatan ke panel WTO
melalui Komisi Antidumping di DSB (Dispute Settlement Body). Sementara
menjual harga di bawah harga pasar maupun melakukan predatory price dalam
kacamata hukum persaingan akan menghambat adanya persaingan sehat. Praktik
dumping dalam jangka pendek menguntungkan konsumen namun pada jangka

panjang akan merugikan konsumen dan termasuk industri pesaing yang memiliki
industri barang yang sejenis. Tentunya apabila tujuannya untuk menyingkirkan
pesaing maka jelas merupakan persaingan yang tidak sehat dan menjadi
pengawasan dari KPPU.
Pengertian Dumping
Barang Dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor
yang lebih rendah dari Nilai Normalnya di negara pengekspor
• Subsidi adalah :
a. Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan
pemerintah baik langsung atau tidak langsung kepada perusahaan, industri,
kelompok industri, atau eksportir

b. Setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan

secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan ekspor atau
menurunkan impor dari atau ke negara yang bersangkutan
Ketentuan Umum
A. Bea Masuk Anti Dumping
Bea Masuk Anti dumping dikenakan terhadap barang dumping yang
menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri. Besarnya Bea Masuk
Antidumping adalah setinggi-tingginya sama dengan margin dumping yaitu

selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang dumping. Nilai
normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk
barang sejenis di pasar domestik negera pengekspor untuk tujuan konsumsi.
B. Bea masuk Imbalan
Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang yang mengandung subsidi
yang menyebabkan kerugian bagi industri dalam negeri Besarnya Bea
Masuk Imbalan adalah setinggi-tingginya sama dengan subsidi neto
Subsidi neto adalah selisih antara subsidi dengan :
a. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh subsidi, dan/atau
b. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti subsidi yang
diberikan kepada barang ekspor tersebut

Dalam hal importasi barang yang bersangkutan dapat dikenakan Bea Masuk
Antidumping dan Bea Masuk Imbalan secara bersamaan, maka harus
dikenakan salah satu yang tertinggi.
Komite anti Dumping
Untuk menangani masalah dumping dan imbalan, pemerintah dalam hal ini
Menteri Perindustrian dan Perdagangan membentuk KOMITE ANTI
DUMPING INDONESIA (KADI) yang beranggotakan unsur Deperindag,

Depkeu dan departemen atau lembaga non departemen terkait lainnya.
Komite tersebut bertugas :
1. melakukan penyelidikan terhadap Barang Dumping dan Barang
Mengandung Subsidi
2. mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi
3. mengusulkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk
Imbalan
4. melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan
5. membuat laporan pelaksanaan tugas.
Tahap pertama dari proses Anti Dumping adalah penyelidikan oleh Komite
Anti Dumping yang dilaksanakan oleh TIM OPERASIONAL ANTI

DUMPING (TOAD) atas barang impor yang diduga sebagai barang
Dumping dan/atau barang mengandung subsidi yang menyebabkan
kerugian. Bagi industri dalam negeri inisiatif untuk melakukan penyelidikan
tersebut dapat dilakukan atas inisiatif dari komite sendiri atau karena
permohonan industri dalam negeri.
Dalam hal adanya permohonan dari industri dalam negeri, komite harus
memberikan keputusan menolak atau menerima dan memulai penyelidikan
atas permohonan tersebut paling lama 30 hari sejak diterimanya permohonan
tersebut. Keputusan diambil berdasarkan penelitian atas bukti yang diajukan
dan dianggap memenuhi persyaratan.

Penyelidikan harus diakhiri dalam waktu 12 bulan sejak keputusan
dimulainya penyelidikan, namun dalam hal tertentu dapat diperpanjang
menjadi selama-lamanya 18 bulan.
Dalam hal terbukti adanya dumping, komite menyampaikan besarnya marjin
dumping dan/atau subsidi netto dan mengusulkan pengenaan Bea Masuk
Antidumping atau Bea Masuk Imbalan kepada Menteri Perindustrian dan
Perdagangan. Menperindag memutuskan besarnya nilai tertentu untuk
pengenaan Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalanyang besarnya
sama dengan atau lebih kecil dari Marjin Dumping dan/atau Subsidi Netto.

Atas dasar keputusan Menperindag tersebut, Menteri Keuangan menetapkan
besarnya Bea Masuk Antidumping atau Bea Masuk Imbalan. Dalam hal
tidak terbukti, komite menghentikan penyelidikan dan melaporkan kepada
Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Bukti dan Tindakan
Dalam melaksanakan penyelidikan, TOAD memberitahukan kepada pihak
yang berkepentingan mengenai informasi yang diperlukan dan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan bukti-bukti secara tertulis.
Khusus untuk eksportir atau produsen luar negeri, diberi kesempatan untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan komite dalam waktu maksimal 30 hari.
Untuk kepentingan penelitian kebenaran informasi, komite dapat melakukan
penyelidikan di luar negeri, sepanjang mendapat
Dasar Hukum

• UU No. 10 Tahun 1995 tentang KepabeananPeraturan Pemerintah No. 34
Tahun 1996 tentang Bea Masuk
Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan
• Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No:
430/MPP/Kep/9/1999 tentang Komite Antidumping Indonesia dan Tim
Operasional Antidumping

• Surat Edaran Dirjen Bea dan No. SE-19/BC/1997 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Anti Dumping/Sementara
Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir,
kekuaran pasar dan struktur pasar import, antara lain:
1. Market Expansion Dumping
Perusahaan pengeksport bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up”
yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan
yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.
2. Cyclical Dumping
Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar
biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai
kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan
produk terkait.

3. State Trading Dumping
Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping
lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi.
4. Strategic Dumping
Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan
perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan

negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun
dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara
pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen
cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan
dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing.
5. Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan
tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan
monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini
adalah matinya perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.
Adapun Kriteria dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping
oleh suatu negara yang:
1. Harus ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)
2. Harus ada kerugian material di negara importir

3. Adanya hubungan sebab-akibat antara harga dumping dengan kerugian
yang
terjadi. Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak
menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang.
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi

negara pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia
usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir
barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada
barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing,
sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri,
yang diikuti munculnya dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan
kerja massal, pengganguran dan bangkrutnya industri barang sejenis dalam
negeri.
Kapan praktik dumping masuk pada pengawasan KPPU jika, memang
dampak dari praktik dumping tersebut dapat mengakibatkan persaingan
usaha tidak sehat. Dengan demikian maka KPPU harus dapat menilai apakah
maksud dari praktik dumping maupun (predatory pricing) bahwa memang
ada pesaing-pesaing usaha anggota perjanjian kartel bertujuan untuk
menyingkirkan pesaing usaha lain dari pasar (harga pasar yang sangat
rendah). Ini adalah strategi hambatan klasik, di mana para pesaing usaha
tidak lagi bersaing berdasarkan instrumen penawaran, melainkan
menggunakan instrumen-instrumen nonpersaingan untuk bertahan di pasar.
Praktik dumping dari kacamata persaingan usaha apabila tujuan dari praktik
dumping memang ingin menghilangkan pesaing, dan adanya hambatan


terhadap persaingan, ataupun ingin menjadi posisi dominan (abuse of
dominant position) maka KPPU bisa menangani kasus tersebut.
Sebagai kesimpulan dari hasil pembahasan dan analisa tersebut di atas maka
praktik dumping merupakan rezim dari Hukum Perdagangan Internasional di
bawah kendali WTO. Sanksi yang diberikan apabila terbukti melakukan
praktik dumping dikenakan sanksi berupa BMAD, apabila pihak yang
dikenai sanksi keberatan terhadap BMAD maka dapat mengajukan
keberatan ke panel WTO melalui Komisi Antidumping di DSB (Dispute
Settlement Body).
Sementara menjual harga di bawah harga pasar maupun melakukan
predatory price dalam kacamata hukum persaingan akan menghambat
adanya persaingan sehat. Praktik dumping dalam jangka pendek
menguntungkan konsumen namun pada jangka panjang akan merugikan
konsumen dan termasuk industri pesaing yang memiliki industri barang
yang sejenis. Tentunya apabila tujuannya untuk menyingkirkan pesaing
maka jelas merupakan persaingan yang tidak sehat dan menjadi pengawasan
dari KPPU.
HUKUM DAGANG INTERNASIONAL (TEORI DUMPING)
Pesatnya dinamika perkembangan perdagangan Internasional menyisakan sejumlah
permasalahan sebagai implikasi dari kegiatan perdagangan Internasional itu

sendiri. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengkristal menjadi hambatan
yang dapat mendorong terjadinya degradasi hubungan yang harmonis dalam
hubungan perdagangan internasional. Dalam hubungan perdagangan internasional
antarnegara, komitmen dalam mewujudkan perdagangan yang jujur dan fair

merupakan tuntutan sangat penting yang tidak boleh diabaikan. Masalah terbesar
yang mudah diidentifikasi dan yang paling sering terjadi adalah justru terkait
dengan pelanggaran prinsip kejujuran dan fair yang mengakibatkan terjadinya
praktik dagang yang tidak sehat (unfair trade practices) dalam melaksanakan
aktivitas perdagangn Internasional.
Salah satu diantara bentuk praktek tidak sehat dalam perdagangan Internasional
adalah dumping dan penerima subsidi negara. Sebenarnya apakah yang dimaksud
dengan dumping dan subsidi negara? Apakah dumping akan menyebabkan
kerugian? Bagaimana cara menanggulangi adanya kemungkinan praktek
perdagangan tidak sehat seperti dumping? Dalam bab ini akan dijabarkan satu
persatu mengenai dumping dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendasar
seputar dumping.
Dumping adalah suatu keadaan dimana barang-barang yang diekspor oleh suatu
Negara ke Negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga jual di dalam
negerinya sendiri atau nilai normal dari barang tersebut. Hal ini merupakan praktek
curang yang dapat mengakibatkan distorsi dalam perdagangan Internasional.
Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional, dumping adalah penjualan
suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari
nilai wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada
tingkat harga di pasar domestiknya atau negara ketiga.
Sedangkan menurut Kamus Hukum Ekonomi, dumping adalah praktik dagang
yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan
harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut
di negarinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya,
praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak dan merugikan produsen pesaing
di negara pengimpor.

Ketika terjadi praktek dumping, akibat yang kemudian muncul tidak selalu
merugikan. Bahkan sering juga terjadi praktek dumping justru merugikan pelaku
dumping itu sendiri. Karena harga jual yang terlalu murah tersebut tidak dapat
menutupi biaya produksi. Sehingga, dalam kasus seperti ini yang diuntungkan
adalah konsumen di Negara dimana praktek dumping itu terjadi. Jadi, yang
berbahaya adalah praktek dumping yang menimbulkan kerugian, tepatnya kerugian
materil atau material injury bagi produsen lokal. Dumping seperti inlah yang
termasuk kedalam persaingan usaha tidak sehat. Pada dasarnya, terdapat dua
bentuk dumping, yaitu:
1. Dumping yang bersifat perampasan (predatory dumping)
Yaitu apabila perusahaan melakukan diskriminasi dan menguntungkan pembeli
untuk sementara waktu dengan tujuan untuk menghilangkan saingan. Setelah
mendapatkan pelanggan tetap dan menyingkirkan pesaing, maka harga akan
dinaikkan kembali. Hal ini mirip dengan predatory pricing dalam mata kuliah
Hukum Persaingan Usaha, yang mana tindakan seperti ini jelas merupakan
persaingan usaha yang tidak sehat.
1. Dumping yang dilakuakn terus-menerus (persistent dumping)
Biasanya bentuk dumping ini tidak dilakukan karena pada dasarnya hanya akan
menguntungkan konsumen.
Praktik dumping merupakan praktik dagang yang tidak fair karena bagi negara
pengimpor, praktik dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau
industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari
pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan
mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing sehingga pada akhirnya akan

mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak
ikutannya, seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengangguran, dan
bangkrutnya industri sejenis dalam negeri.
Oleh karena dapat merugikan bagi perekonomian Negara, maka dibuatlah
seperangkat praturan anti dumping dan antisubsidi untuk melindungi produsen
lokal dan tingkat perekonomian negara, aturan-aturan tersebut di Indonesia antara
lain:
1. Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UndangUndang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
2. Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti
dumping dan Bea Masuk Imbalan
Sedangkan instrumen perlindungan Internasional terhadap dumping antara lain
dalam Pasal VI ayat 1 GATT 1947 yang memberikan kriteria umum bahwa
dumping yang dilarang GATT adalah dumping adalah dumping yang dapat
menimbulkan kerugian materil, baik terhadap industri yang sudah berdiri maupun
telah menimbulkan hambatan pada pendirian industri domestik.
Menurut John H. Jackson, tidak semua dumping dapat merugikan Negara importir
dan menguntungkan Negaranya, bahkan sebaliknya ada dumping yang dapat
merugikan produsen sendiri serta menguntungkan konsumen sebab konsumen
dapat membeli barang yang murah harganya. Jadi, menurut pasal VI GATT, hanya
dumping yang dapat merugikan Negara lain yang dilarang. Dan kerugian itu harus
dibuktikan secara objektif sebab tidak semua dumping dapat merugikan negara
importir dan menguntungkan negaranya.

Jika suatu Negara terbukti telah menjual harga produknya di bawah harga normal
dan menimbulkan kerugian materil, pasal VI ayat 2 GATT mengatur masalah
tentang margin dumping yang dapat diterapkan terhadap produk tersebut.
Persetujuan atas implementasi article VI GATT dikenal sebagai Anti-Dumping
Agreement (ADA) dimana menyediakan perluasan lebih lanjut atas prinsip-prinsip
dasar dalam Article VI GATT itu sendiri, memerintahkan investigasi, ketentuan
dan aplikasi bea anti dumping.
Dalam artikel VI GATT 1994 (pembaharuan GATT 1947), para anggota WTO
dapat membebankan/mengenakan anti dumping measures jika setelah investigasi
sesuai dengan persetujuan, suatu ketentuan dbuat, yaitu: (a) bahwa dumping
sedang terjadi, (b) bahwa industri domestik memproduksi produk yang sama di
negara pengimpor mendapatkan/memperoleh material injury dan (c) bahwa ada
suatu hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara keduanya.
Pada penjabaran-penjabaran sebelumnya disebutkan bahwa praktek dumping
menjadi tidak sehat ketika menimbulkan kerugian secara materil. Sebenarnya
keadaan yang bagaimanakah yang dapat dikatakan mengalami kerugian materil?
Dikatakan terjadi kerugian atau injury apabila faktor-faktor ekonomi dari
perusahaan negara pengimpor mengalami kerugian secara materil. Misalnya,
penurunan penjualan, keuntungan, pangsa pasar, produktivitas, return on
investment, atau utilisasi kapasitas, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
negeri, margin dumping, pengaruh negatif pada cash flow, (arus kas), persediaan,
tenaga kerja, upah, pertumbuhan, kemmapuan meningkatkan modal, atau
investasi. Tidak kesemua gejala diatas harus dipenuhi kemudian dapat dikatakan
sebagai kerugian materil. Satu atau beberapa saja sudah dapat menjadi petunjuk
yang mengidentifikasikan adanya kerugian materil.

Hubungan kausalitas adalah hubungan sebab akibat. Penentuan hubungan kasalitas
dalam perkara dumping ini sangat diperlukan. Karena, harus dibuktikan adanya
hubungan antara kerugian materil yang diderita dengan kegiatan dumping oleh
negara lain. Apakah kerugian materil tersebut memang disebabkan karena praktek
dumping atau memang ada faktor lain sehingga terjadi kerugian materil tersebut,
misalnya saja miss-management.
Hubungan sebab akibat antara dumping dan kerugian materil dapat diketahui
dengan menganalisis volume impor dumping dan pengaruh imor dumping ada
harga di pasar domestik untuk produk sejenis. Apabila volume impor dumping
semakin meningkat, sedangkan pangsa pasar petisioner dan pangsa pasar imor lain
semakin menurun, volume impor dumping secara langsung turut mempengaruhi
berkurangnya pangsa pasar petisioner. Selain itu, jika harga impor dumping berada
dibawah harga petisioner atau memotong harga petisioner, dan atau harga
petisioner mempunyai kecendrungan menurun secara terus menerus selama
periode tiga tahun karena tekanan harga impor dumping dan atau petisioner tidak
dapat menjual harganya di atas biaya produksi, harga impor dumping secara
langsung mempengaruhi harga petisioner.
Terhadap praktik dumping, WTO memperkenankan anggotanya untuk melakukan
sanksi berupa pemberlakuan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap barang
perusahaan yang terindikasi kuat telah terjadi dumping. Pasal 9 WTO AD
Agreement mengatur mengenai pengenaan BMAD. Dalam pasal ini dijelaskan
tentang tata cara penentuan besaran BMAD, diantaranya, badan yang berwenang
menentukan besaran BMAD.
Di Indonesia, terdapat suatu komite yang menjadi wadah untuk masalah dumping
ini. Nama komite tersebut adalah Komite Anti-Dumping Indonesia atau biasa

disebut KADI, yaitu suatu lembaga yang bertugas menangani kegiatan
penyelidikan Anti dumping dan Antisubsidi. Komite Anti-Dumping Indonesia
dibentuk melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
136/MPP/Kep/6/1996 tanggal 4 Juni 1996, yang kemudian diubah dengan Surat
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 430/MPP/Kep/10/1999,
dan selanjutnya disempurnakan lagi dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 427/MPP/Kep/10/2000. Dengan Keputusan ini
disebutkan bahwa KADI bertugas menangani hal-hal yang berkaitan dengan upaya
menanggulangi importasi
barang dumping dan barang mengandung subsidi yang dapat menimbulkan
kerugian (injury) bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis.
Komite tersebut bertugas :
1. melakukan penyelidikan terhadap barang dumping dan barang mengandung
subsidi
2. mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi
3. mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan
4. melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan
5. membuat laporan pelaksanaan tugas
Tahap pertama dari proses Anti Dumping adalah penyelidikan oleh Komite Anti
Dumping yang dilaksanakan oleh Tim Operasional Anti Dumping (TOAD) atas
barang impor yang diduga sebagai barang Dumping dan/atau barang mengandung

subsidi yang menyebabkan kerugian. Bagi industri dalam negeri inisiatif untuk
melakukan penyelidikan tersebut dapat dilakukan atas inisiatif dari komite sendiri
atau karena permohonan industri dalam negeri. Untuk mencegah terjadinya
kerugian selama

melakukan penyelidikan, komite dapat mengusulkan kepada

Menperindag untuk melakukan tindakan sementara. Tindakan sementara adalah
tindakan berupa pengenaan Bea Masuk Anti dumping Sementara atau Bea Masuk
Imbalan Sementara.
MANFAAT DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Manfaat perdagangan internasional:
Dampak Positif Perdagangan Internasional
Berikut ini beberapa dampak positif perdagangan internasional.
a. Saling membantu memenuhi kebutuhan antarnegara
Terjalinnya hubungan di antara negara-negara yang melakukan perdagangan dapat
memudahkan suatu negara memenuhi barang-barang kebutuhan yang belum
mampu diproduksi sendiri. Mereka dapat saling membantu mengisi kekurangan
dari setiap negara, sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi.
b. Meningkatkan produktivitas usaha
Dengan adanya perdagangan internasional, kemajuan teknologi yang digunakan
dalam proses produksi akan meningkat. Meningkatnya teknologi yang lebih
modern dapat meningkatkan produktivitas perusahaan dalam menghasilkan
barang-barang.
c. Mengurangi pengangguran

Perdagangan internasional dapat membuka kesempatan kerja baru, sehingga hal ini
menjadi peluang bagi tenaga kerja baru untuk memasuki dunia kerja. Semakin
banyak tenaga kerja yang digunakan oleh perusahaan, maka pengangguran dapat
berkurang.
d. Menambah pendapatan devisa bagi Negara
Dalam kegiatan perdagangan internasional, setiap negara akan memperoleh devisa.
Semakin banyak barang yang dijual di negara lain, perolehan devisa bagi negara
akan semakin banyak.
Kegiatan impor mempunyai dampak positif dan negatif terhadap perekonomian
dan masyarakat.Untuk melindungi produsen di dalam negeri, biasanya suatu
negara membatasi jumlah (kuota) impor.Selain untuk melindungi produsen dalam
negeri, pembatasan impor juga mempunyai dampak yang lebih luas terhadap
perekonomian suatu negara.
Dampak positif pembatasan impor tersebut secara umum sebagai berikut:
1) Menumbuhkan rasa cinta produksi dalam negeri.
2) Mengurangi keluarnya devisa ke luar negeri.
3) Mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor.
4) Memperkuat posisi neraca pembayaran.
Negara yang melakukan pembatasan impor juga menerima dampak yang tidak
diinginkan. Dampak negatifnya sebagai berikut:
1) Jika terjadi aksi balas-membalas kegiatan pembatasan kuota impor, maka
perdagangan internasional menjadi lesu. Dampak selanjutnya adalah, terganggunya
pertumbuhan perekonomian negara-negara yang bersangkutan.
2) Karena produsen dalam negeri merasa tidak mempunyai pesaing, mereka
cenderung kurang efisien dalam produksinya. Bahkan tidak hanya itu, produsen

juga kurang tertantang untuk meningkatkan mutu produksinya.Kegiatan
pembatasan kuota impor oleh suatu negara dapat mengakibatkan tindakan balasan
bagi negara yang merasa dirugikan.
3. Mengendalikan harga produk ekspor di dalam negeri
Pemerintah meningkatkan ekspor dengan mengusahakan harga di dalam negeri
lebih murah. Cara yang ditempuh antara lain menekan laju inflasi dan menciptakan
tingkat bunga pinjaman yang rendah.
a. Dampak Positif Perdagangan Internasional
Negara pengekspor maupun pengimpor mendapatkan keuntungan dari adanya
perdagangan internasional. Negara pengekspor memperoleh pasar dan negara
pengimpor memperoleh kemudahan untuk mendapatkan barang yang
dibutuhkan.Adanya perdagangan internasional juga membawa dampak yang cukup
luas bagi perekonomian suatu negara. Dampak tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Mempererat persahabatan antarbangsa
Perdagangan antarnegara membuat tiap negara mempunyai rasa saling
membutuhkan dan rasa perlunya persahabatan. Oleh karena itu, perdagangan
internasional dapat mempererat persahabatan negara-negara yang bersangkutan.
2) Menambah kemakmuran Negara
Perdagangan internasional dapat menaikkan pendapatan negara masing-masing. Ini
terjadi karena negara yang kelebihan suatu barang dapat menjualnya ke negara
lain, dan negara yang kekurangan barang dapat membelinya dari negara yang
kelebihan. Dengan meningkatnya pendapatan negara dapat menambah
kemakmuran negara.
3) Menambah kesempatan kerja

Dengan adanya perdagangan antarnegara, negara pengekspor dapat menambah
jumlah produksi untuk konsumsi luar negeri. Naiknya tingkat produksi ini akan
memperluas kesempatan kerja. Negara pengimpor juga mendapat manfaat, yaitu
tidak perlu memproduksi barang yang dibutuhkan sehingga sumber daya yang
dimiliki dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih menguntungkan.
4) Mendorong kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perdagangan internasional mendorong para produsen untuk meningkatkan mutu
hasil produksinya. Oleh karena itu, persaingan perdagangan internasional
mendorong negara pengekspor untuk meningkatkan ilmu dan teknologinya agar
produknya mempunyai keunggulan dalam bersaing.
5) Sumber pemasukan kas Negara
Perdagangan internasional dapat meningkatkan sumber devisa negara. Bahkan,
banyak negara yang mengandalkan sumber pendapatan dari pajak impor dan
ekspor.
6) Menciptakan efisiensi dan spesialisasi
Perdagangan internasional menciptakan spesialisasi produk. Negara-negara yang
melakukan perdagangan internasional tidak perlu memproduksi semua barang
yang dibutuhkan. Akan tetapi hanya memproduksi barang dan jasa yang diproduksi
secara efisien dibandingkan dengan negara lain.
7) Memungkinkan konsumsi yang lebih luas bagi penduduk suatu Negara
Dengan perdagangan internasional, warga negaranya dapat menikmati barangbarang dengan kualitas tinggi yang tidak diproduksi di dalam negeri.
b. Dampak Negatif Perdagangan Internasional
Adanya perdagangan internasional mempunyai dampak negatif bagi negara yang
melakukannya. Dampak negatifnya sebagai berikut.
1) Adanya ketergantungan suatu negara terhadap negara lain.
2) Adanya persaingan yang tidak sehat dalam perdagangan internasional.

3) Banyak industri kecil yang kurang mampu bersaing menjadi gulung tikar.
4) Adanya pola konsumsi masyarakat yang meniru konsumsi negara yang lebih
maju.
5) Terjadinya kekurangan tabungan masyarakat untuk investasi. Ini terjadi karena
masyarakat
menjadi konsumtif.
6) Timbulnya penjajahan ekonomi oleh negara yang lebih maju.
7) Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran

1.

Tarif

Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang
impor.Apabila suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut
di dalam negeri menjadi mahal.Hal ini menyebabkan masyarakat enggan untuk
membeli barang tersebut, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri
lebih banyak dinikmati oleh masyarakat.
2. Kuota
Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah maksimum
suatu jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu.Sama halnya
tarif, pengaruh diberlakukannya kuota mengakibatkan harga-harga barang impor
menjadi tinggi karena jumlah barangnya terbatas.Hal tersebut dapat terjadi karena
adanya pembatasan jumlah barang impor sehingga menyebabkan biaya rata-rata
untuk masing-masing barang meningkat.Dengan demikian, diberlakukannya kuota
dapat melindungi barang-barang dalam negeri dari persaingan barang luar negeri.
3. Larangan Impor
Larangan impor adalah kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barangbarang tertentu ke dalam negeri.Kebijakan larangan impor dilakukan untuk
menghindari barang-barang yang dapat merugikan masyarakat.Misalnya melarang
impor daging sapi yang mengandung penyakit Anthrax.
4. Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan kepada produk
dalam negeri.Subsidi yang dilakukan pemerintah dapat berupa keringanan pajak,
pemberian fasilitas, pemberian kredit bank yang murah ataupun pemberian hadiah
atau insentif dari pemerintah.Adanya subsidi, harga barang dalam negeri menjadi
murah, sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri mampu bersaing
dengan barang-barang impor.

5. Dumping
Dumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara menjual
barang ke luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri.
Manfaat Ekspor dan Impor
Pertukaran ekspor dan impor mempunyai manfaat bagi negara pengekspor dan
pengimpor. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Menambah Devisa
Negara-negara pengekspor barang dan jasa akan memperoleh keuntungan yang
berupa devisa. Devisa artinya simpanan berupa mata uang asing.

2. Terjadi Alih Teknologi
Kegiatan ekspor dan impor akan menimbulkan alih teknologi. Negara-negara
pengimpor barang dan jasa dapat menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi dari
barang dan jasa yang didatangkan dari luar negeri.Apabila dapat memproduksi
sendiri, maka kita tidak perlu mengimpor barang dan jasa itu.
3. Memperluas Lapangan Kerja
Kegiatan ekspor dan impor dapat membuka wawasan lapangan kerja.Lapangan
kerja di Indonesia terbatas.Sedangkan jumlah pencari kerja di Indonesia sangat
banyak.Banyak negara yang masih kekurangan tenaga kerja.Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh pencari kerja di Indonesia.Indonesia banyak mengirim tenaga
kerja Indonesia ke luar negeri.Tenaga kerja itu dikirim ke negara tetangga serta
negara-negara di Kawasan Timur Tengah.

4. Terciptanya Harga yang Stabil

Apabila produksi barang di dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan masyarakat,
harga menjadi tidak stabil dan cenderung naik.Sebab, barang terbatas sedangkan
yang membutuhkan banyak.Oleh karena itu, diperlukan tambahan barang-barang
untuk menutup kebutuhan tersebut. Tambahan barang-barang kebutuhan dapat
diimpor dari negara lain. Dengan impor barang, kebutuhan masyarakat dapat
terpenuhi dan harga menjadi stabil.
5. Mengenal Mata Uang Berbagai Negara\Kegiatan ekspor dan impor dapat
mengenal mata uang berbagai negara.Tiap-tiap negara memiliki mata uang.Ada
beberapa mata uang yang diterima sebagai alat pembayaran perdagangan
internasional.Misalnya dolar Amerika Serikat dan poundsterling Inggris.Berikut ini
mata uang dari berbagai negara di dunia. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan
ekspor dan impor sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diIndonesia.
Karena ekspor dan impor merupakan salah satu dari sumber pendapatan negara
berupa devisa. Dan selain mendapatkan devisa, dengan impor dan ekspor kita juga
mendapatkan manfaat lain yang dapat memajukan perekonomian negara kita ini.

Misalnya, semula mengekspor kelapa sawit, sekarang mengekspor kelapa sawit
dan minyak kelapa sawit.Adapun penganekaragaman horisontal berarti menambah
macam barang yang diekspor dengan barang yang tidak merupakan produk
lanjutan dari barang lama.
7) Memungkinkan konsumsi yang lebih luas bagi penduduk suatu negara
Dengan perdagangan internasional, warga negaranya dapat menikmati barangbarang dengan kualitas tinggi yang tidak diproduksi di dalam negeri.
REGULASI ANTI DUMPING DALAM PERDAGANGAN
INTERNASIONAL

BAB 1
PENDAHULUAN
Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan bebas mendorong industri dalam
negeri untuk bersaing, baik di dalam negeri sendiri maupun di pasar ekspor. Hal ini
merupakan problem besar bagi Indonesia karena kemampuan produk Indonesia
dari segi kualitas maupun kuantitas masih lemah.
Salah satu permasalahan yang dialami oleh Indonesia dalam perdagangan
internasional adalah praktik dumping (penjualan barang impor di bawah harga
normal produk domestik). Hal ini terjadi karena membanjinya produk-produk
impor dengan harga penjualan jauh lebih murah dari harga barang dalam negeri,
sehingga akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing yang pada akhirnya
akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, dan selanjutnya akan muncul
dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja, terjadinya pengangguran
serta bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan upaya perlindungan terhadap
industri dalam negeri melalui penerapan ketentuan anti dumping, baik secara
Internasional maupun nasional. Penerapan ketentuan anti dumping dalam tata
hukum Indonesia sangat esensial, karena Indonesia merupakan salah satu negara
yang sangat strategis sebagai market bagi produk impor, hal ini menjadi salah satu
penyebab banyaknya produk impor yang beredar di Indonesia yang penjualannya
dengan cara dumping. Oleh karena itu dalam perdagangan internasional praktek
dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara pengimpor
kegiatan tersebut dapat menimbulkan kerugian terhadap industri dalam negeri.
Dalam perdagangan internasional, persoalan anti-dumping ini merupakan
persoalan yang mendapat perhatian sangat besar oleh berbagai negara karena

berkaitan dengan usaha untuk mewujudkan fair free trade. Mengenai hal ini, WTO
sebagai badan yang mengatur perdagangan dunia telah mengaturnya melalui
persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau Agreement on the
Implementation of Article IV of GATT 1994).
Dumping sendiri merupakan suatu cara berdagang yang dilakukan dengan menjual
barang hasil produksinya pada harga yang lebih rendah dari harga normal
negerinya di negara pengimpor. Hal ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan
keuntungan yang besar dari negara pengimpor tersebut. Jika hal ini dilakukan oleh
negara pengekspor kepada negara pengimpor, maka tentu saja keuntungan yang
didapatkan akan sangat besar dan bahkan akan membahayakan perusahaanperusahaan di dalam negeri si pengimpor.
Dengan adanya persetujuan anti-dumping ini, maka diharapkan terciptanya sebuah
sistem perdagangan yang adil karena tiap negara akan terikat pada suatu aturan
yang tidak memberikan kewenangan sepenuhnya pada para produsen untuk
menetapkan harga sesuai dengan yang diinginkannya. Dalam persetujuan AntiDumping, pemerintah diperbolehkan mengambil tindakan sebagai reaksi jika
dumping berakibat pada terjadinya kerugian sektor usaha dalam negeri. Hal yang
harus dilakukan oleh pemerintah ialah membandingkan tingkat harga ekspor suatu
produk dengan harga jual produk di negara asalnya dengan memproduksi barang
sejenis.

RUMUSAN MASALAH:
Pengertian dumping dan anti dumping serta bagaimana pengaturan anti dumping
dalam perdagangan internasional,
Bagaimana perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri dari produkproduk impor yang berindikasi dumping,

Bagaimana kebijaksanaan pemerintah untuk mengantisipasi praktik dumping dan
tuduhan dumping di indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Dumping dan Anti Dumping
Istilah Dumping merupakan istilah yang dipergunakan dalam perdagangan
internasional adalah praktik dagang yang dilakukan oleh eksporter dengan menjual
komodity di pasar Internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau
lebih rendah dari harga barang tersebut di negerinya sendiri, atau dari harga jual
kepada negara lain pada umumnya. Praktik ini dinilai tidak adil karena dapat
merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor.
Sedangkan yang dimaksud dengan ”Anti dumping” adalah sanksi balasan yang
berupa bea masuk tambahan yang dikenakan atas suatu produk yang dijual di
bawah harga normal dari produk yang sama di negara pengekspor maupun
pengimpor.
Menurut Black,s Law Dictionary, pengertian dumping adalah:

“The act of selling in quantity at very low price or practically regardless of the
price; also, selling goods abroad at less than the market price at home” (Henry
Campbell, 1998: 347).
Dari definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa pengertian dumping, sering
diekspresikan sebagai perbuatan curang karena penjualan produk-produk untuk
ekspor pada harga yang lebih rendah dari nilai normal.
Praktek anti-dumping adalah salah satu isu penting dalam menjalankan
perdagangan internasional guna mewujudkan terciptanya fair trade. Mengenai hal
ini telah diatur dalam Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement atau
Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994). Tarif yang
mengikat (binding tariff) dan pemberlakuannya secara sama kepada semua mitra
dagang anggota WTO merupakan kunci pokok kelancaran arus perdagangan
barang. Peraturan – peraturan WTO memegang tegas prinsip – prinsip tertentu
tetapi tetap memperbolehkan adanya pengecualian. Tiga isu utama yang ada
didalamnya adalah :
Tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara
tidak adil).
Subsidi dan tindakan – tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi
(countervailing measures).
Tindakan – tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara
sementara demi mengamankan industri dalam negeri (safeguards).
Jika sebuah perusahaan menjual produknya di negara lain lebih murah dari harga
normal pasar dalam negerinya, maka hal ini disebut dumping terhadap produk
tersebut. Hal ini merupakan salah satu isu dalam persetujuan WTO yang tidak
bersifat menghakimi, tapi lebih memfokuskan pada tindakan – tindakan yang boleh

dan tidak boleh dilakukan oleh negara untuk mengatasi dumping. Persetujuan ini
dikenal dengan Persetujuan Anti-Dumping (Anti-Dumping Agreement) atau
Agreement on the Implementation of Article VI of GATT 1994.
Dalam persetujuan ini pemerintah diperbolehkan untuk mengambil tindakan
sebagai reaksi terhadap dumping jika benar – benar terbukti terjadi kerugian
(material injury) terhadap industri domestic, dan inilah yang dimaksud dengan
anti-dumping, yaitu tindakan/kebijaksanaan pemerintah negara pengimpor
terhadap barang dumping yang merugikan industri dalam negeri. Untuk melakukan
hal ini, pemerintah harus dapat membuktikan terjadinya dumping dengan
memperhitungkan tingkat dumping, yaitu membandingkannya terhadap tingkat
harga ekspor suatu produk dengan harga jual produk tersebut di negara asalnya.
Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu
bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan
atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di
pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut. Sedangkan menurut kamus
hukum ekonomi dumping adalah praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan
menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang
wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau
daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak
adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara
pengimport.
Menurut Robert Willig ada 5 tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir,
kekuatan pasar dan struktur pasar import, antara lain:
1.Market Expansion Dumping

Perusahaan pengeksport bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang
lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih
besar selama hargayangditawarkanrendah.
2.yclical Dumping
Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa
rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari
kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produkterkait.
3.State Trading Dumping
Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya,
tapi yang menonjol adalah akuisisi.
4.Strategic Dumping
Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan
saingan di negara pengimpor melalui strategis keseluruhan negara pengekspor,
baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya
produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar
domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolok ukur skala ekonomi,
maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh
pesaing-pesaing asing.
5.Predatory Dumping
Istilah predatory dumping dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan
mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di
pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya
perusahan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis. Adapun Kriteria
dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping oleh suatu negara yang :
Harus ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)

Harus ada kerugian material di negara importir
Adanya hubungan sebab-akibat antara harga dumping dengan kerugian yang
terjadi.Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak
menimbulkan kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang.
Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara
pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau
industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari
pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan
mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan
mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, yang diikuti munculnya dampak
ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengganguran dan
bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri.
Dumping dalam kerangka GATT/WTO
Pengaturan Antidumping dalam GATT termuat dalam Pasal VI yang memuat
aturan tentang Anti-Dumping an Countervailing Duties. Ketentuan ini pada
dasarnya mengharuskan negara anggota untuk mengimplementasikan ketentuan
anti dumping GATT dalam hukum nasional masing-masing. Mengingat ketentuan
dalam Pasal VI tersebut hanya merupakan garis besar pengaturan antidumping,
maka untuk pelaksanaannya dibuat aturan yang lebih rinci yakni dalam
Antidumping Code yang mulai disepakati dalam Tokyo Round tahun 1979.
Ketentuan pelaksanaan ini kemudian diganti dengan Antidumping Code tahun
1994 denga judul Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994.
Antidumping Code 1994 ini pada dasarnya merupakan salah satu Multilateral
Trade Agreement yang ditandatangani bersamaan dengan perjanjian pendirian
WTTO yakni Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) di
Marrakesh tahun 1994. Dengan demikian Antidumping Code tidak lagi perjanjian

tambahan melainkan sudah menjadi bagian dari perjanjian WTO itu sendiri.
Sejalan dengan itu GATT juga mengatur masalah Subsidi yang juga dapat
mengganggu upaya pencapaian sistem ekonomi pasar, sehingga menurut Pasal VI
GATT tahun 1994 dapat melahirkan Countervailing Duties. Pengaturan mengenain
Subsidi terapat dalam Pasal XVI GATT 1994. Sedangkan pengaturan yang lebih
rinci terdapat dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures beserta
peraturan tambahan yang termuat dalam Annexnya.
Pengaturan dalam Hukum Nasional
Pengaturan anti-dumping dalam hukum nasional Indonesia sebagai tindak
lanjut dari ratifikasi Persetujuan pembentukan WTO melalui UU Nomor 7 Tahun
1994 ternyata belum terdapat pengaturannya. Sehingga dalam hukum nasional di
Indonesia diatur dalam :
UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan
Bea Masuk Imbalan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 430/MPP/Kep/9/1999
tentang Komite Antidumping Indonesia dan Tim Operasional Antidumping
Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai No. SE-19/BC/1997 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Anti Dumping/Sementara.
Kriteria Dumping yang dilarang oleh WTO
Kriteria dumping yang dilarang oleh WTO adalah dumping oleh suatu negara
yang :
Harus ada tindakan dumping yang LTFV (less than fair value)
Harus ada kerugian material di negara importir
Adanya hubungan sebab akibat antara harga dumping dengan kerugian yang

terjadi.
Seandainya terjadi dumping yang less than fair value tetapi tidak menimbulkan
kerugian, maka dumping tersebut tidak dilarang.
Komisi Anti-Dumping Indonesia
Komisi Anti-Dumping Indonesia (KADI) didirikan berdasarkan surat keputusan
menteri perindustrian dan perdagangan No. 136/MPP/Kep/6/1996. Komite Anti
Dumping Indonesia (KADI) mempunyai tugas pokok yaitu :
Melakukan penyelidikan terhadap dugaan adanya barang dumping dan atau
mengandung barang subsidi yang menimbulkan kerugian bagi industri dalam
negeri barang sejenis,
Mengumpulkan, meneliti dan mengolah bukti dan informasi yang mengenai
dugaan adanya barang dumping dan atau barang mengandung subsidi,
Mengusulkan pengenaan bea masuk anti dumping dan atau bea masuk imbalan
kepada Menperindag,
Menyusun laporan pelaksanaan tugas untuk disampaikan kepada Menperindag.
Sehubungan dengan tugas-tugas yang diemban KADI, maka KADI berkewajiban
untuk mensosialisasikan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan perdagangan dunia
yang telah diratifikasi dengan tujuan agar masyarakat khususnya dunia usaha
Indonesia tidak menjadi korban praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat atau
unfair trade practices, yang meliputi dumping dan subsidi.
Studi kasus anti dumping di Indonesia
Indonesia sebagai negara yang melakukan perdagangan internasional dan juga
anggota dari WTO, pernah mengalami tuduhan praktek dumping pada produk
kertas yang diekspor ke Korea Selatan. Kasus ini bermula ketika industri kertas

Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia
kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002.
Adapun produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16
jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for
writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and
other copying atau transfer paper. Dalam kasus dumping kertas yang dituduhkan
oleh Korea Selatan terhadap Indonesia pada perusahaan eksportir produk kertas
diantaranya PT. Indah Kiat Pulp and Paper Tbk, PT. Pindo Deli Pulp and Mills, dan
PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, serta April Pine Paper Trading Pte. Ltd,
Indonesia berhasil memenangkan sengketa anti-dumping ini. Indonesia telah
menggunakan haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan prinsip-prinsip
multilateralisme sistem perdagangan perdagangan WTO yang mengedepankan
tranparansi. Indonesia untuk pertama kalinya memperoleh manfaat dari mekanisme
penyelesaian sengketa atau Dispute Settlement Mechanism (DSM) sebagai pihak
penggugat utama (main complainant) yang merasa dirugikan atas penerapan
peraturan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain. Indonesia
mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan anti-dumping Korea ke DSM
dalam kasus Anti-Dumping Duties on Imports of Certain Paper from Indonesia.
Pada tanggal 4 Juni 2004, Indonesia membawa Korea Selatan untuk melakukan
konsultasi penyelesaian sengketa atas pengenaan tindakan anti-dumping Korea
Selatan terhadap impor produk kertas asal Indonesia. Hasil konsultasi tersebut
tidak membuahkan hasil yang memuaskan kedua belah pihak. Indonesia kemudian
mengajukan permintaan ke DSB WTO agar Korea Selatan mencabut tindakan antidumpingnya yang melanggar kewajibannya di WTO dan menyalahi beberapa pasal
dalam ketentuan Anti-Dumping. Pada tanggal 28 Oktober 2005, DSB WTO
menyampaikan Panel Report ke seluruh anggota dan menyatakan bahwa tindakan
anti-dumping Korea Selatan tidak konsisten dan telah menyalahi ketentuan

Persetujuan Anti-Dumping. Kedua belah pihak yang bersengketa pada akhirnya
mencapai kesepakatan bahwa Korea harus mengimplementasikan rekomendasi
DSB dan menentukan jadwal waktu bagi pelaksanaan rekomendasi DSB tersebut
(reasonable period of time/RPT). Namun sangat disayangkan hingga kini Korea
Selatan belum juga mematuhi keputusan DSB, meskipun telah

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Preparasi dan Karaterisasi Nanopartikel Zink Pektinat Mengandung Diltiazem Hidroklorida dengan Metode Gelasi Ionik.

7 51 92

Aplikasi keamanan informasi menggunakan teknik steganografi dengan metode Least Significant Bit (LSB) insertion dan RC4

34 174 221