Kunjungan ke beberapa situs bersejarah

Mengenal Lebih Dekat Benda Bersejarah di Bogor Barat
Oleh
Eka Kusmayadi

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai sejarahnya”.
Itulah kata-kata yang sering disampaikan oleh para pemimpin kita terhadap
keberadaan sejarah. Demikian pula pesan yang selalu disampaikan oleh
Presiden pertama kita, Ir. Soekarno, yaitu “Jangan sekali-kali melupakan
sejarah”.
Bagi umat islam, pentingnya sejarah juga banyak disampaikan dalam
Al’Quran sebagai salah satu pedoman hidup. Fungsi sejarah secara jelas
dinyatakan dalam Surat Yusuf (111), yaitu : “Sesungguhnya dalam sejarah
itu (kisah-kisah) terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal”. Jadi kita sebagai makhluk yang berakal jangan pernah melupakan
yang namanya sejarah, apapun itu. Karena melalui sejarah kita diharuskan
dapat mengambil pelajaran yang berguna atau hikmah untuk
pengembangan umat manusia ke arah yang lebih baik di masa yang akan
datang. Kalau kita tidak dapat memanfaatkan sejarah dengan baik, maka
bukan tidak mungkin kebodohan dan keterpurukan umat dan bangsa akan
terjadi di masa yang akan datang.
Demikianlah beberapa hal tentang bagaimana pentingnya arti sebuah

sejarah bagi generasi bangsa berikutnya.
Apabila sejarah dianggap penting, maka penghargaan terhadap dokumentasi
sejarah selayaknya mendapat perhatian yang baik. Dokumentasi sejarah
dalam Undang-undang Cagar Budaya No. 11 tahun 2010 disebutkan sebagai
benda, bangunan, struktur, situs dan kawasan. Benda-benda tersebut
penting
sebagai
pemahaman dan
pengembangan
sejarah,
ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sehingga benda tersebut perlu dilestarikan dan dikelola
secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya
kemakmuran.
Yang dimaksudkan benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda
buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

Oleh karena itu, benda cagar budaya pastinya akan beragam bentuknya dari
waktu ke waktu, bergantung kepada tingkat kebudayaannya pada masa
tertentu.

Sebagai salah satu wujud kepedulian masyarat terhadap keberadaan benda
bersejarah di wilayah Bogor, kami melakukan kunjungan ke 4 lokasi
peninggalan masa lalu di daerah Bogor Barat, yaitu a) Makam komunitas
Islam yang hidup sekitar tahun 1920 di Jasinga, b) Kuburan keluarga tuan
tanah di Bogor yang hidup tahun 1800-an, Keluarga van Motman, di
Sibanteng c) Pembangkit Listrik Tenaga Air di Karacak dan d) Museum benda
peninggalan prasejarah Pasir Angin di Leuwiliang.
Acara kunjungan ini merupakan agenda dari warga masyarakat yang
tergabung dalam “Komunitas Napak Tilas Peninggalan Sejarah Bogor”.
Kegiatan diikuti oleh 28 orang dari berbagai disiplin ilmu, ada yang
berlatarbelakang guru, pegawai swasta, pegawai pemerintah dan
sebagainya. Tujuan kami pada dasarnya adalah untuk melepaskan rasa
keingintahuan yang lebih banyak tentang keberadaan benda-benda
bersejarah yang ada di wilayah Bogor Barat dan keinginan untuk lebih
mensosialisasikan keberadaan benda-benda tersebut kepada sesama
masyarakat yang lain.

Keempat lokasi kunjungan benda bersejarah itu apabila kita tempuh dari
Kota Bogor memakan waktu 2 jam perjalanan (tanpa macet) atau paling jauh
(garisul) berjarak 32 Km (lihat peta).

Ket : tanda titik merah adalah lokasi benda bersejarah
sumber Google map yang dilengkapi
Gambar 1. Posisi lokasi kunjungan dari Kota Bogor

1) Makam Raja-raja di Garisul
Komplek makam tokoh islam di Garisul ini terletak sekitar 32 Km dari Kota
Bogor, posisinya dari Bogor berada di sebelah kanan jalan. Untuk menuju
lokasi pemakaman diperlukan waktu sekitar 10-15 menit dengan berjalan
kaki, menapaki jalan tanah yang kadang berkerikil dengan diiringi suara
gemericik air sungai Cidurian.

(a)

(c)

(b)


(d)

Gambar 2. Menuju lokasi pemakaman

Menilik dari topografisnya yang berada di pinggir sungai, mengingatkan kita
kepada
situs-situs
lain
yang
berdekatan
dengan
sungai
yang
menggambarkan perjalanan rombongan atau pasukan bergerak menuju
suatu tempat, seperti perjalanan raja Tarumanegera dengan Batu tulisnya di
Ciaruteun. Mungkin selain sebagai jalur lalu lintas, juga memudahkan
mendapatkan sumber air, sehingga itu menjadi salah satu alasan kenapa
kumpulan tokoh islam dan pengikutnya dari Banten bermukim disitu.
Menurut narasumber yang berfungsi juga sebagai pemandu kami dalam

kegiatan ini, sebenarnya informasi papan nama Makam Raja-raja Islam
(Garisul) adalah kurang tepat. Mengingat di daerah ini tidak ada peninggalan
keberadaan sebuah kerajaan. Yang ada hanyalah makam atau komplek
pekuburan yang bernuansa islami, yaitu dilihat dari bentuk-bentuk batu
nisan dari makam yang ada. Batu nisan tersebut bertuliskan arab yang
menjelaskan nama dan tahun meninggalnya.

Narasumber juga menambahkan bahwa siapa tokoh yang dimakamkan
tersebut belum ada dokumentasi ilmiah yang mendukung, ada perkiraan
bahwa mereka adalah petinggi kerajaan Banten yang melakukan perlawanan
terhadap Belanda. Namun ada pula yang memperkirakan, bahwa mereka
adalah sisa pasukan Kerajaan Banten yang menyerang Kerajaan Pajajaran
Perkiraan kedua tersebut masih dipertanyakan oleh ilmuwan sejarah, karena
tenggang waktu yang cukup jauh.
Pekuburan ini sudah pernah diteliti oleh Mochamad Toha Idris
dari
Universitas Indonesia untuk penyusunan tesis tentang “Hubungan antara
gerakan masyarakat muslim situs Garisul Jasinga, Kabupaten Bogor : Kajian
tipologi nisan”. Di dalam tesisnya dia menganalisis tentang bentuk batu
nisan dan posisi makam. Batu nisan berbentuk gada untuk makam laki-laki

dan bentuk pipih untuk makam wanita. Menurut narasumber, bentuk nisan
seperti itu banyak tersebar di Aceh dan Malaysia untuk makam-makam
masyarakat islam pada zamannya.

a) Komplek pemakaman

b) Batu nisan Gada

c) Batu nisan pipih

Gambar 3. Bentuk batu nisan

Luas pekuburan tersebut sekitar 3000 m2 dengan 15 makam utama terletak
paling tinggi posisinya. Dengan dana dari masyarakat yang sering
berkunjung, sekarang pemakaman utama sudah diberi cungkup. Dari ke 15
makam tersebut, pimpinannya adalah Syech Syarifudin. Dari sumber lain
diperoleh nama lain yang ada di pemakaman utama tersebut adalah Syech
Mada, Ratu Nyimas Sri Kerti Mukti, Ratu Dewi Manggala, Syech Daud Bin Syech
Mansur Cikadewuen, Syech Ishak (Ahli Tafsir), Syech Iman (Ahli Tadjwid), Syech
Purwa Kawasa (Ahli Perang).


Sementara itu di luar makam utama ada nama lain seperti Pangeran Mangku Bumi,
Pengeran Jaga Raksa, Syech Muji, Pangeran Kerta Kencana, Ageng Manggala (Istri
Kerta Kencana), Pengeran Sukma Jagat, Pangeran Sanca Manggala, Syech Abdullah
bin Yasin bin Yusuf dan Syech Yaman.

2) Mausoleum Keluarga Van Motman
Komplek pemakaman keluarga besar Gerrit Willem Casimir Van Motman
berlokasi di Desa Sibanteng Kecamatan Kalongsawah Kabupaten Bogor.

Lokasi mempunyai jarak sekitar 32 Km dari Kota Bogor kearah barat. Untuk
menuju lokasi pemakaman, dari jalan raya cukup berjalan kaki sekitar 200
meter. Pemakaman ini ternyata tidak seperti bayangan sebelumnya, karena
komplek ini berada di tengah pemukiman penduduk dimana bagian depan
dan kiri komplek berbatasan dengan rumah penduduk, sedangkan bagian
belakang dan kanan berbatasan dengan kebun penduduk, sehingga kesan
menyeramkan hilang dengan sendirinya. Sekarang pemakaman ini hanya
menempati luas tanah sekitar 600 m2. Padahal menurut laporan sebelumnya
luas pemakaman ini sekitar 3000 m2.


Gambar 4. Komplek dan mausoleum keluarga Van Motman

Yang menarik dari komplek pemakaman ini adalah adanya bangunan utama
yang merupakan tempat penyimpanan mumi dari Piere Reiner van Motman,
yaitu anak van Motman ketiga yang meninggal tahun 1903. Para ahli sejarah
menamakan bangunan utama tersebut dengan Mauseleum. Menurut

Wikipedia, Mausoleum atau monumen makam adalah bangunan yang dapat
dianggap sebagai salah satu jenis makam, dimana monumen makam tersebut
berukuran besar dan biasanya didirikan untuk pemimpin-pemimpin besar. Walapun

mausoleum van Motman tidak sebesar Mauoleum Mastaba dan Piramida di
Mesir atau Taj Mahal di India, namun bangunan ini dapat juga disebut
mauseleum. Di dalam mausoleum itu tersedia 4 tempat penyimpanan peti
mati (Gambar 4.3), yang apabila kita ingin melihatnya cukup menarik dan
menggeser peti tersebut keluar.
Menurut Antonie Holle, salah seorang keturunan van Motman yang masih
ada sekarang, bangunan tersebut merupakan replika dari Gereja Santo
Petrus yang ada di Roma, Italia. Bangunan ini mengarah ke utara dan selatan


serta mempunyai kubah berbentuk segi delapan dengan diameter 1,5 m. Di
luar bangunan utama terdapat 15 pilar yang merupakan nisan dari kuburan
yang ada. Dulunya nisan tersebut berhiaskan marmer, sayang kini semua
marmer tersebut sudah hilang dijarah orang-orang yang tidak
bertanggungjawab.
Kalau kita bandingkan dengan pekuburan Belanda yang ada di komplek
Kebun Raya Bogor, maka kondisi bangunan pemakan Van Motman sungguh
menyedihkan. Sebagai sebuah cagar budaya, maka upaya perlindungan dan
pemeliharaan tidak nampak terlihat. Coba perhatian komplek makam
Belanda di Kebun Raya Bogor (Gambar 5).

Gambar 5. Komplek Pekuburan Belanda di Kebun Raya Bogor

Lalu yang menjadi pertanyaan intinya adalah siapakah Van Motman ini?
Bagaimana ceritanya sampai berada di Hindia Belanda? Riwayat detailnya
akan kita bahas dalam tulisan berikutnya mengingat keterbatasan waktu
(menyusul).
3) PLTA Karacak
Untuk mencapai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Karacak, apabila dari
arah Kota Bogor kita mengambil arah ke kiri dari pertigaan sebelum Pasar

Baru Leuwiliang. Jarak dari pertigaan tersebut kurang lebih 5 Km menyusuri
jalan beraspal.
PLTA ini dibangun oleh Pemerintah Belanda dan mulai beroperasi tahun
1926. Pembangunan dilakukan dengan menggali bukit dan mengalirkan air
dari Sungai Cianten dan Cikuluwung. Masyarakat disitu lebih banyak
menyebut bendungan tersebut dengan gunung bubut, dengan alasan
pembuatannya dilakukan dngan cara melubangi atau membubut bukit.
Walapun sudah berumur cukup lama, namun PLTA sampai saat ini masih
beroperasi dengan baik. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk mensuplai
kebutuhan listrik wilayah Jakarta. Pembangunan bendungan ini berbarengan
gnerasinya dengan bendungan PLTA yang ada di Bandung dan Cibadak
Sukabumi, yaitu PLTA Ubrug.

Waduk ini mempunyai luas permukaan mencapai 42.000 m² dan luas dasar 35.000
m², dengan ketinggian air maksimal yang dapat ditampung mencapai 7,25 m.
Dengan demikian, waduk ini mampu menampung air sebanyak 187.000 m³

Untuk mencapai bagian atas bangunan, pengunjung harus menaiki anak
tangga sebanyak 196 buah, cukup melelaahkan. Pada hari libur tertentu,
bendungan ini menjadi tempat wisata dari penggunjung yang datang dari

berbagai tempat.

4) Museum Pasir Angin
Museum Pasir Angin berlokasi sekitar 50 meter dari pinggir jalan raya
leuwiliang, tepatnya sebelum jembatan arah ke Leuwiliang. Museum Pasir
Angin adalah lokasi tempat penyimpanan benda-benda peninggalan sejarah
purbakala, seperti keramik dari abad ke-12, mata kapak manusia prasejarah,
patung-patung yang terbuat dari batu padas dan sebagainya. Salah satu
yang paling menarik dari benda yang ditemukan di sekitar Pasir Angin adalah
topeng emas yang sekarang disimpan di Balai Konservasi di Pejaten Jakarta.

a. Museum

b. Tempat penggalian temuan benda

c. Benda temuan di situs Pasir Angin
Museum

d. Arca yang disimpan di

Kesan
Kegiatan napak tilas peninggalan sejarah Bogor yang ke-15 ini kegiatan yang
sangat menarik dan dapat meningkatkan kesadaran kita terhadap keadaan
Bogor masa lalu. Melalui kegiatan semacam ini akan menambah kecintaan
kita terhadap Bogor, juga meningkatkan tali silaturahmi antara peminat
sejarah Bogor. Saya kira kegiatan semacam ini perlu terus dipertahankan
dengan meningkatkan mutu para narasumber.
Namun sepertinya memang preservasi dan konservasi terhadap bendabenda bersejarah masih terlihat kurang memadai dan kesadaran masyarakat
kita pun masih rendah. Terbukti dari kondisi benda bersejarah yang kurang
terawatt. Dari pihak pemerintah baik pusat maupun daerah juga demikian.
Dalam UU No 11/2010 sebenarnya disebutkan pemanfaatan ekonomi untuk
kemakmuran, namun hal ini belum digali secara optimal. Padahal kalau
keberadaan benda-benda bersejarah tersebut dikemas dengan menarik

dalam bentuk paket wisata dengan berkoordinasi dengan lemabaga-lembaga
tertentu, kemungkinan akan meningkatkan kemampuan perawatan. Misalnya
setiap paket pndidikan atau pelatihan yang banyak dilakukan lembaga dapat
disisipkan wisata sejarahnya ke lokasi-lokasi benda bersejarah. Demikian
pula dengan sekolah-sekolah dan masih banyak lagi.
Harapan terakhir adalah semoga semua pihak dapat memberikan perhatian
yang layak kepada benda bersejarah, baik yang sudah terdaftar sebagai
benda cagar budaya ataupun yang belum sehingga pada saatnya nanti
generasi yang akan dating tidak kehilangan informasi sejarah para
pendahalunya. Amien…
Sumber Bacaan Lain
https://ensiklopediwisataindonesia.wordpress.com/2013/12/16/situs-garisulkawasan-sejarah-jasinga/
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2014/09/19/seram-tapi-kerenmakam-belanda-di-kebun-raya-bogor-688956.html