362342285 Kel 1 Gambaran Kesiapan Usaha Mikro Kecil Menengah Indonesia
Gambaran Kesiapan Usaha Mikro Kecil Menengah Indonesia
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Mata Kuliah Manajemen Keprbadian
Dosen : Widia Parimita, M.PA
Oleh :
Amelia Sholeha 1708817031
Ahmad Zaenudin 1708817009
Leny Margaretha 1708817021
Seno Bayu R. W. 1708817025
MAGISTER MANAJEMEN
REGULER 14
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................
4
2.1 Kajian Teoritis ........................................................................................................ 4
2.1.1 Pasar Bebas ................................................................................................... 4
2.1.2 Masyarakat Ekonomi Asean ......................................................................... 5
2.1.3 Usaha Mikro Kecil Menengah ......................................................................
6
2.2 Analisis ................................................................................................................... 7
2.2.1 Gambaran UMKM di Indonesia ................................................................... 7
2.2.2 Daya Saing UMKM di Indonesia Menghadapi Pasar Bebas ....................... 8
2.2.3 Kebijakan Mendukung UMKM dalam Persaingan …………...……….… 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menciptakan sebuah kondisi yang saling menguntungkan antar suatu negara dengan
negara yang lain salah satu caranya adalah dengan kerjasama. Negara sadar bahwa manfaat
kerjasama antar negara tidak hanya menguatkan negara tersebut namun juga membuka
peluang yang lebih besar lagi untuk sebuah negara agar makin berkembang dan maju.
Kerjasama yang dapat dijalin antar negara bisa diselenggarakan dari berbagai macam lini
mulai dari kerjasama di bidang ekonomi, pertahanan keamaanan, sosial budaya dan lainya
(Bayu,2016).
Kerjasama dalam hal ekonomi antar suatu negara merupakan bagian dari upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mempercepat pertumbuhan dan kestabilan ekonomi negara
tersebut. Wujud dari penguatan perekonomian adalah terbentuknya blok blok perdagangan
barang dan jasa di berbagai kawasan di dunia seperti ASEAN di Asia, NAFTA di Amerika,
EUROPE UNI di Eropa. Pembentukan kawasan terintegrasi ekonomi dilakukan untuk
mempermudah transfer produk, barang dan tenaga kerja, dengan menghapuskan berbagai
hambatan yang ada dalam kegiatan perdagangan internasional, termasuk didalamnya
penghapusan bea impor dengan menciptakan area perdagangan bebas (free trade area)
(Frisdiantara, 2016).
Tidak semua kerjasama antar negara mudah untuk dijalankan, bahkan suatu negara dapat
sulit melakukan kerjasa sama dengan negara lain. Bagaimanapun masih ada beberapa hal
yang menjadi penghalang untuk mewujudkan kerjasama seperti perbedaan budaya, isu
politik, atau isu keamanan negara. Akan tetapi bila terlaksana bukan hanya satu negara saja
yang diuntungkan, namun satu sama lain akan merasakan manfaatnya. Saling ketergantungan
dengan negara lain justru menjadi hal baik karena secara ekonomi lebih stabil dan merata
(Bayu, 2016).
Berkaitan dengan kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara, ASEAN memberlakukan
Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) sejak tahun 2015. MEA adalah bentuk integrasi
ekonomi regional dengan tujuan utama menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis
produksi, yang mana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta
aliran modal yang lebih bebas. MEA boleh disebut sebagai perkembangan mutakhir proses
globalisasi yang menyentuh Indonesia (Kemendag, 2015).
Mulainya kegiatan MEA diharapkan meningkatkan perdagangan antar negara ASEAN,
juga akan meningkatkan persaingan dalam memperoleh investasi, produksi, dan perdagangan
di kawasan masing masing. Meningkatnya kegiatan perdagangan di wilayah tersebut,
keuntungan dan kerugian perdagangan yang terjadi bagi suatu negara cenderung akan selalu
bergerak berubah dan multidimensi. Mengenai korelasi dengan perdagangan internasional
tersebut akan sangat relevan dalam rangka stabilitas makroekonomi domestik, terlebih pada
inflasi dan nilai tukar (BI, 2015).
MEA akan menjadi kesempatan yang baik untuk Indonesia karena hambatan perdagangan
akan berkurang bahkan menjadi tidak ada. Ini akan berdampak pada peningkatan ekspor yang
ada akhirnya akan meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Bukan tanpa
tantangan, permasalahan homogenitas komoditas yang diperjual belikan dan keterbatasan
infrastruktur menjadi masalah krusial dalam kegiatan perdagangan. Di sisi lain, muncul
tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan dari para pelaku usaha di Indonesia
(Kemendag, 2015).
Kurangnya persiapan terhadap perekonomi pasar luar negeri telah menjadi tantangan
yang serius bagi para pelaku usaha di Indonesia. Salah satunya dikarenakan lemahnya daya
saing industri lokal, yang juga dikhawatirkan akan menggoyahkan potensi pengusaha lokal
dan beberapa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan kegiatan Masyarakan
Ekonomi Kecil (MEA) itu sendiri, pelaku UMKM diharapkan mampu bertahan di negeri
sendiri serta mampu bersaing di pasar modal. Pengembangan dan pemberdayaan UMKM
adalah langkah yang strategis, apalagi pada kenyataanya UMKM memiliki peranan besar
dalam menambah lapangan pekerjaan bagi banyak orang (Sabirin 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Pemberdayaan dan mengembangkan UKM di kawasan ASEAN menjadi kegiatan integral
dari pembangunan serta pertumbuhan ekonomi seluruh negara anggota ASEAN tersebut
karena UKM mendominasi populasi perusahaan di ASEAN. Berdasarkan data yang
dikumpulkan oleh Sekretariat ASEAN (per April 2014), UKM di ASEAN merupakan 96%
dari total perusahaan yang beroperasi di kawasan ASEAN. UKM di ASEAN menyerap
tenaga kerja dari 50% hingga 85% dari total angkatan kerja. Selain itu, UKM juga
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi (PDB), yaitu berkisar antara 30--53%.
Sementara terhadap aktivitas ekspor, UKM menyumbang kinerja antara 19% hingga 31%
(Kemenlu, 2015).
Bagaimanapun, Indonesia mesti menghadapi MEA, kendati beberapa negara ASEAN
lainnya kuat dalam industri keuangannya. Paling tidak Indonesia melakukan sejumlah
reformasi dalam segi regulasi dan kebijakan-kebijakan yang bisa mendukung pelaku
usahanya termasuk UMKM. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
langkah Indonesia sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha untuk mempersiapkan
kualitas diri dan memanfaatkan peluang MEA 2015, sehingga ketakutan akan kalah saing di
negeri sendiri akibat pasar bebas ini tidak terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pasar Bebas
Teori perdagangan bebas pertama kali dimunculkan oleh seorang ahli ekonomi yaitu
Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai
dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar
(Sukirno, 2009). Pasar bebas diamaknai sebagai pasar ideal dimana didalam seluruh
keputusan ekonomi dan aksi oleh setiap individu yang berhubungan dengan uang, barang,
dan jasa adalah secara sukarela. Mekanisme pasar yang menentukan jumlah permintaan
(demand) dan jumlah penawaran (supply) suatu barang/jasa, tidak terlalu dikekang oleh
pajak/peraturan pemerintah, pergerakan ekonomi diserahkam ke pasar itu sendiri, sehingga
muncul persaingan.
Kebaikan dan Keburukan Dalam Pasar Bebas (Sukirno, 2009) :
Kebaikan utama pasar bebas antara lain:
Faktor-faktor produksi akan digunakan dengan efisien
Kegatan ekonomi dalam pasar diatur dan diselaraskan dengan efisien
Pertumbuhan ekonomi yang teguh akan dapat diwujudkan.
Pelaku kegiatan ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
disukainya.
Keburukan dalam pasar bebas antara lain:
Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan
Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal
Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat
Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya
oleh individu.
2.1.2 Masyarakat Ekonomi Asean
Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dicanangkan sejak 2015 atau
ASEAN Economic Community (AEC) adalah sebuah integrasi kegiatan ekonomi negara
wilayah ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN. Seluruh
negara yang menjadi anggota ASEAN telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang
untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020 (Kemendag, 2015).
Tujuan Dibentuknya MEA antara lain (Oktavianus, 2017) :
Menciptakan pasar tunggal yang mencakup negara-negara ASEAN sekaligus pusat
produksi (production base) dengan kaitannya pada elemen produk aktivitas ekonomi
bebas, seperti tenaga kerja (terdidik/terampil), bebas bea untuk aliran barang dan jasa
dari kawasan regional ASEAN, serta keluar masuknya investasi dan aliran modal
untuk negara-negara sekawasan.
Menjadikan ASEAN sebagai kawasan berdaya saing ekonomi tinggi yang ditandai
dengan dikuatkannya peraturan dalam kompetisi ekonomi, meliputi perlindungan
konsumen, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), perpajakan, kelancaran
aktivitas e-Commerce, dan pengembangan infrastruktur.
Meratakan pemberdayaan ekonomi kawasan ASEAN dengan sasaran utama
revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terutama bagi negara Kamboja,
Myanmar, Laos, dan Vietnam (CMLV). Sebagaimana diketahui bersama negara
CMLV telah lama dan berulang kali didera dengan beragam masalah politik, sosial,
dan kebudayaan yang berpengaruh terhadap keamanan negara tersebut. Dengan
demikian, sebagaimana terangkum dalam ASEAN Vision 2020 serta Pakta ASEAN
Concord II, MEA dibuat dengan maksud untuk memeratakan ekonomi hingga ke
seluruh penjuru kawasan.
Mengintegrasikan ekonomi kawasan dengan ekonomi global dengan tujuan dasar
untuk meningkatkan peran serta ASEAN dalam percaturan kebijakan global. Semua
dilakukan dengan proses pendekatan yang koheren antara ekonomi regional dan
global. Hal ini tentu adalah salah satu sisi positif sebab nantinya masukan negaranegara ASEAN dianggap penting.
Saat ini, MEA sudah berjalan selama 2 tahun dan issuenya sudah ramai di tahun-tahun
sebelumnya, akan tetapi issue MEA mulai meredup seiring berjalannya waktu. Kemudian
dimunculkan kembali gerakan integrasi menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025 di
Malaysia. MEA 2025 dimunculkan dengan harapan dapat mengoptimalkan daya saing
ekonomi antar Negara.
MEA yang dihadapi negara-negara di ASEAN, adalah alasan yang mengharuskan pelaku
UMKM kita untuk siap. Peningkatan kualitas produksi dengan adanya kreativitas dan inovasi
dalam mengembangkan usaha mutlak dilakukan. UMKM juga dituntut untuk mampu
mempertahankan serta meningkatkan standar, desain dan kualitas produk agar sesuai agar
dapat diterima oleh pasar secara global.
Munculnya persaingan yang semakin ketat, dengan terbukanya pasar didalam negeri dan
pasar global telah membuat pembinaan dan pengembangan UMKM dirasakan semakin
mendesak agar UMKM dapat meningkatkan kemandirian mereka sendiri. Dengan tingkat
kemandirian yang semakin baik diharapkan memberi manfaat pula pada pendapatan
masyarakat, dapat membuka kesempatan kerja, dan mampu memakmurkan masyarakat
secara keseluruhan (sabirin, 2016).
2.1.3 Usaha Mikro Kecil Menengah
Kegiatan perekonomian Indonesia khususnya UMKM merupakan kelompok usaha
yang memiliki jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan
krisis ekonomi yang dihadapi pada masa lalu. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha
Mikro Kecil dan Menengah sudah diatur dalam payung hukum. Aturan tersebut berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan
kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dijelaskan oleh Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha
Mikro (UMI), adalah entitas sebuah usaha yang mempunyai memiliki jumlah kekayaan
bersih paling banyak sebesar Rp 200.000.000, bukan termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak sebesar Rp 1.000.000.000. Sementara
itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang
memiliki jumlah kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000,
belum termasuk tanah dan bangunan.
2.2 Analisis
2.2.1 Gambaran UMKM Indonesia
Dirangkum dari UMKM outlook imam (2016) menjelaskan data Kemenkop UKM RI
menunjukkan terdapat sekitar 58 juta kegiatan usaha secara mandiri (self employed), dan
sekitar 1,65 persen penduduk telah menjadi pengusaha (entrepreneur) yang dulunya berasal
dari bisnis start up (pemula) dan mampu mengembangkan usahanya. Peran strategis UMKM
dalam struktur perekonomian Indonesia makin nyata di mana sekitar 99,9% unit bisnis di
Indonesia merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia.
Di ASEAN, kontribusi UMKM Indonesia terhadap rantai pasok produksi global hanya
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Brunei, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Kontribusi
tertinggi sektor UMKM terhadap rantai pasok produksi global mencapai 2,7 persen. Padahal,
ASEAN berkontribusi 9,3 persen terhadap rantai pasok produksi global pada periode 20092013. Sedangkan pemasukan dari sektor UMKM terhadap nilai ekspor Indonesia pada tahun
2015 hanya sebesar 15,8 persen, masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara
sekawasan lainya di Asia Tenggara (AHA, 2016).
Berdasarkan data tersebut Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia
meningkat. Hal ini dapat membantu menyerap tenaga kerja dan membantu menaikkan
Pendapatan Domestik Bruto Indonesia. Saat ini, banyak bermunculan ecommerce yang
memudahkan para pengusaha memasarkan produknya.
2.2.2 Daya Saing UMKM di Indonesia Dalam Menghadapi Pasar Bebas
Perekonomian Indonesia secara keseluruhan masih didukung oleh sektor riil, yaitu
UMKM. UMKM menjadi pelaku eekonomi yang sangat penting dalam hal penyerapan
tenaga kerja di Negara berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi, kontribusi UMKM dalam
meningkatkan PDB Indonesia masih relative kecil. Hal ini terjadi karena nilai ekspor yang
masih rendah dan UMKM tidak memiiki jaringan global yang luas (BI, 2016).
Terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN guna meningkatkan daya beli dan
memperluas jaringan pasar produksi/jasa antar Negara ASEAN. Akses pasar terbuka,
penciptaan perdagangan menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat, yang merupakan
faktor utama peningkatan kesejahteraan. Ini juga menciptakan kondisi yang menguntungkan
untuk memulai dan pengembangan bisnis, yang merupakan dorongan tambahan untuk
investasi dan pertumbuhan produksi. Ada kebutuhan untuk trade-off lebih lanjut untuk
negara-negara berkembang guna mencegah ketidakseimbangan perdagangan. Hal ini dapat
dicapai melalui dorongan dari perjanjian perdagangan bilateral (Drozdz, 2011).
Hasil penelitin dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa akses pasar terbuka, penciptaan
perdagangan menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat, yang merupakan faktor utama
peningkatan kesejahteraan. Ini juga menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk
memulai dan pengembangan bisnis, yang merupakan dorongan tambahan untuk investasi dan
pertumbuhan produksi. Ada kebutuhan untuk trade-off lebih lanjut untuk negara-negara
berkembang guna mencegah ketidakseimbangan perdagangan.
Dalam menghadapi pasar bebas tersebut, sampai saat ini Indonesia masih memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan utama dalam daya saing Indonesia terletak pada tiga pilar
yaitu kesiapan teknologi, infrastruktur, dan kualitas lembaga-lembaga publik. Dalam hal
kesiapan teknologi, diindikasikan dengan tingkat pengguna internet di 87, untuk komputer
pribadi di peringkat 103, dan ke 94 untuk pelanggan mobile telephone dan broadband
internet ke-101. Infrastruktur di Indonesia, juga perlu untuk dibangun dan di up grade.
Misalnya kualitas jalan dikategorikan jelek dengan peringkat ke-94, pelabuhan di tingkat ke95. Kelemahan lembaga-lembaga publik Indonesia adalah rendahnya efisiensi. Misalnya
tingkah laku etika perusahaan menduduki peringkat ke-102; transparansi dalam pembuatan
kebijakan menduduki peringkat ke-87, walaupun peringkat tersebut sudah naik 34 tingkat
dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 121 (Srinarni, 2017).
Nicolescu (2009) menjelaskan bahwa kemampuan UMKM untuk bertahan dan tumbuh
tergantung dari banyak faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud seperti
skala usaha, stakeholders personality, latar belakang pendidikan, dan budaya perusahaan
(pelatihan internal), dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan inovasi perusahaan.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu faktor-faktor di luar perusahaan seperti
akses terhadap permodalan dan lingkungan kebijakan, baik kebijakan pemerintah ataupun
kondisi ekonomi suatu negara tersebut (BI, 2016).
Selain itu, rendahnya partisipasi perusahaan Indonesia dalam Global Value Chain (GVC)
juga disebabkan oleh faktor pendukung GVC yang belum optimal, yaitu infrastruktur dan
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, kehandalan dan efisiensi jasa logistik, serta
tingginya hambatan perdagangan. Selain hal yang dijelaskan tersebut, hasil diskusi dengan
beberapa pengusaha dan asosiasi bisnis di Indonesia menggambarkan bahwa tingkat upah
yang relatif tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya salah satunya menjadi hambatan
untuk meningkatkan efisiensi kegiatan produksi. Demikian pula dengan ketatnya persyaratan
untuk mendapatkan bantuan akses pembiayaan eksternal dari perbankan (BI, 2016).
Berdaasarkan data tersebut terdapat beberapa solusi dalam meningkatkan daya saing
UMKM Indonesia di pasar bebas, antara lain (BI, 2016):
1. Produktivitas dan Inovasi
Kualitas sumber daya manusia UMKM Indonesia menjadi factor penghambat
berkembangnya kinerja UMKM Indonesia. Tidak hanya itu, inovasi produk/jasa yang
dihasilkan masih kurang. Perusahaan cendrung bergerak lambat, atau bahkan mati karena
sistem manajemen yang diterapkan.
Dalam artikel jurnal (Kusumaastuti, 2015) dikatakan bahwa, Masalah rendahnya kualitas
SDM diduga timbul dari kurangnya capasity building untuk kalangan UMKM yang
terindikasi dari tiga masalah ikutannya yaitu:
(1) Pengetahuan di bidang teknologi produksi dan manajemen usaha serta kewirausahaan
relatif rendah, sehinga UMKM sering kesulitan untuk berhubungan usaha dan
berhubungan dengan birokrasi, serta menyebabkan rendahnya kreatifitas dan
kemampuan inovatif UMKM;
(2) UMKM tidak mampu untuk melakukan analisis usaha, sehingga dalam melaksanakan
usahanya sering merugi atau tidak memasukkan tenaga kerja dalam kalkulasi biaya
produksi;
(3) UMKM tidak siap untuk menanggung resiko kegagalan usaha, sehingga sulit untuk
dapat masuk dalam suatu kegiatan usaha yang sebenarnya menguntungkan dan
berpotensi untuk dikembangkan menjadi usaha-usaha produktif yang dapat memberikan
keuntungan lebih besar kepada mereka;
(4) Rasa cepat puas akan apa yang telah diperoleh menyebabkan UMKM jarang berfikir
untuk memperluas usahanya;
(5) Rendahnya pengetahuan UMKM dibidang produksi, menyebabkan produk UMKM
sulit untuk berkembang.
Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan kualitas sumber daya manusia melalui
pendidikan dan pelatihan keahlian manajerial. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam
peningkatan produktivitas UMKM Indonesia.
2. Permodalan
Dalam bantuan modal pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi yang memiliki kaitan langsung dengan para pelaku UKM yaitu
telah dicangkannya tiga butir kebijakan pokok di bidang ekonomi. Pertama, adalah
peningkatan kegiatan layanan jasa keuangan khususnya untuk pelakupara pelaku UKM,
yang didalamnya meliputi perbaikan layanan jasa perbankan, pasar modal, multifinance,
dan asuransi.
Kebijakan pokok kedua adalah peningkatan infrastruktur layanan jasa keuangan, berupa
akses pasar, layanan penagihan dan pembayaran, kemudahan investasi dan menabung,
serta dukungan umum atas pelaksanaan transaksi perdagangan (Wahyono, 2012).
Upaya dalam peningkatan layanan jasa dan infrastruktur pendukungnya tidak akan
berarti banyak apabila tanpa upaya pembenahan menyeluruh untuk meningkatkan
kemampuan entrepreneurship bagi pelaku UKM itu sendiri. Kebijakan pokok ketiga
adalah usaha meningkatkan kemampuan dan penguasaan dalam aspek-aspek teknis dan
manajemen usaha, pengembangan produk dan penjualan, administrasi keuangan, dan
kewirausahaan secara keseluruhan.
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UKM tersebut bertujuan untuk
meningkatkan potensi dan partisipasi aktif para pelaku UKM di dalam proses
pembangunan nasional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan
pemerataan pembangunan melalui perluasan kerja dan peningkatan pendapatan.
Dijelaskan oleh Abdul Rosid (2004), ”Sasaran dan pembinaan kepada usaha kecil adalah
agar meningkatnya jumlah usaha kecil dan terwujudnya usaha yang makin tangguh dan
mandiri, sehingga para pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam perekonomian
nasional, mampu meningkatkan daya saing pengusaha nasional di pasar dunia, serta
seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antar golongan”.
3. Akses Pasar
Bantuan pemerintah dalam membuka akses pasar UMKM sangat mendukung
perkembangannya. Selama ini, UMKM di Indonesia hanya dapat berkembang di
daerahnya saja. Mereka dalam melakukan pemasaran produk kurang memanfaatkaan
teknologi dan inovasi. Sehingga belum dapat menjangkau pasar lokal dan internasional
yang lebih luas.
Dalam International Journal of Economics and Financial Issues dijelaskan hasil
penelitian tentang ekspor, dikatakan bahwa “Untuk memastikan kontribusi FTA yang
efektif dan untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor yang stabil dengan berbagai
pilihan, beberapa rekomendasi kebijakan diberikan: 1. Penurunan tarif impor
berdasarkan komitmen CEPT dan MFN sangat mendukung penciptaan perdagangan.
Oleh karena itu, pemerintah harus terus memperbaiki dan mendiversifikasi produk
ekspor dan mengolahnya, terutama untuk produk pertanian dan mineral, untuk
menciptakan nilai tambah yang lebih baik serta menghasilkan lapangan kerja yang lebih
banyak untuk masyarakat lokal 2. Beberapa FTA telah ditandatangani, namun Manfaat
ekspor relatif kecil. Oleh karena itu, untuk meningkatkan manfaat ekspor berdasarkan
preferensi, eksportir harus memperluas dan mendiversifikasi sejumlah produk ekspor,
dan lebih berhati-hati dalam memilih FTA berdasarkan keunggulan komparatifnya harus
mempromosikan pemanfaatan preferensi FTA ke sektor swasta 3. Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan harus berinvestasi lebih banyak dalam pengembangan
sumber daya manusia dengan mengirimkan staf potensial untuk berlatih di luar negeri
mengenai teknik pemanfaatan preferensial untuk menghasilkan pakar akademis yang
mengkhususkan diri pada masing-masing FTA PT dan GSP. Selain itu, pemerintah harus
menyelenggarakan pelatihan teknis reguler untuk mempromosikan pemanfaatan
preferensial bagi pengusaha bersamaan dengan program evaluasi tindak lanjut; Hal ini
untuk memastikan keefektifan pemanfaatan FTA” (Vanhnalat, 2015).
Arti dari hasil penelitian dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa terdapat beberapa
rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan terkait ekspor-impor:
1. Penurunan tarif impor berdasarkan komitmen CEPT dan MFN sangat mendukung
penciptaan perdagangan. Oleh karena itu, pemerintah harus terus memperbaiki dan
mendiversifikasi produk ekspor dan mengolahnya, terutama untuk produk pertanian
dan mineral, untuk menciptakan nilai tambah yang lebih baik serta menghasilkan
lapangan kerja yang lebih banyak untuk masyarakat lokal;
2. Beberapa FTA telah ditandatangani, namun manfaat ekspor relatif kecil. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan manfaat ekspor berdasarkan preferensi, eksportir harus
memperluas dan mendiversifikasi sejumlah produk ekspor, dan lebih berhati-hati
dalam memilih FTA berdasarkan keunggulan komparatifnya harus mempromosikan
pemanfaatan preferensi FTA ke sektor swasta;
3. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan harus berinvestasi lebih banyak dalam
pengembangan sumber daya manusia dengan mengirimkan staf potensial untuk
berlatih di luar negeri mengenai teknik pemanfaatan preferensial untuk menghasilkan
pakar akademis yang mengkhususkan diri pada masing-masing FTA PT dan GSP.
Selain itu, pemerintah harus menyelenggarakan pelatihan teknis reguler untuk
mempromosikan pemanfaatan preferensial bagi pengusaha bersamaan dengan
program evaluasi tindak lanjut; Hal ini untuk memastikan keefektifan pemanfaatan
FTA.
4. Kemudahan Berusaha
Beberapa indikator memperlihatkan bahwa untuk memulai usaha di Indonesia sangat
sulit dan memerlukan biaya. Saat ini pemerintah telah memberikan kemudahan
pengurusan perizinan bagi UMKM dan pembebasan biaya. Namun, meskipun proses
pengurusan izin usaha bagi UMKM telah dipermudah dan bebas biaya, banyak
pemilik UMKM di Indonesia lebih memilih untuk tidak melakukan legalisasi
usahanya. Alasan utama adalah untuk tetap mempertahankan status sebagai usaha
informal yang memberikan kemudahan dalam menjalankan usaha termasuk
perpajakan dan organisasi yang sederhana. Pemerintah perlu mencari solusi terhadap
permasalahan tersebut.
Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: pembebasan UMKM dari pajak
penghasilan selama 2 tahun pertama dan memberikan fasilitasi akses terhadap jasa
konsultan pajak murah sehingga kepatuhan UMKM terhadap pajak secara
administratif dapat dipenuhi.
2.2.3 Kebijakan Mendukung UMKM dalam Persaingan
Oleh Menteri Koperasi dan UKM Bapak AAGN Puspayoga telah disiapkan empat
strategi atau kebijakan khusus bagi pelaku usaha sektor UMKM dalam rangka menghadapi
pemberlakuanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak akhir 2015. UMKM menjadi
salah satu sektor yang dirasa harus diberikan kebijakan yang mendukung agar dapat mampu
bersaing dengan UMKM dari negara lain, yaitu dengan kebijakan (Buwono, 2015) :
Kebijakan yang pertama adalah peningkatan sentra atau klaster dalam upaya
pengembangan produk unggulan daerah melalui pendekatan One Village One Product
atau OVOP.
Kebijakan yang kedua yaitu akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan kewirausahaan. Peningkatan sumber daya manusia menjadi sangat
penting karena menjadi aktor utama terkait dengan perkembangan dan kemajuan
UMKM dalam persaingan global.
Kebijakan yang ketiga adalah dengan meningkatkan kualitas dan standarisasi produk
UMKM. Hal itu bisa dilakukan dengan mendorong UMKM untuk memiliki sertifikat
halal dan HAKI. Khususnya untuk memilki Hak Cipta dan standarisasi, sehingga
Kementerian Koperasi dan UKM menjalin kerja sama dengan Kementerian Hukum
dan HAM untuk melakukan sertifikasi produk UMKM. Pemerintah bahkan berencana
memberikan hak cipta secara gratis bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Kebijakan yang keempat adalah penyiapan skema pembiayaan dengan bunga yang
murah khususnya melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)-KUMKM yang
saat ini sedang menyiapkan kebijakan pembiayaan bagi UMKM. Selain itu program
pembiayaan bagi pelaku UMKM dilakukan melalui kerja sama dengan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) bersama Jamkrida dan Jamkrindo.
Bentuk dukungan dan akses UMKM kepada pasar ekspor, Kementerian Koperasi dan
UKM bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI. Pemerintah
Indonesia akan melakukan pengetatan pengawasan di daerah perbatasan atau border area
untuk menekan masuknya produk produk ilegal ke pasar domestik dalam negeri yang
nantinya bisa sangat merugikan negara. Kemudian untuk memfasilitasi pelaku usaha mikro
dan kecil dalam melakukan standarisasi produk baik itu SNI/ISO dan kehalalan produk,
Kementerian Koperasi dan UKM juga sudah bekerja sama dengan Badan Standarisasi
Nasional (BSN) untuk memudahkan UMKM memperoleh sertifikasi melalui BSN atas
produk mereka (Buwono, 2915).
BAB III
PENUTUP
MEA yang dihadapi di Negara-negara di ASEAN, adalah alasan yang mengharuskan
pelaku UMKM kita untuk siap. Peningkatan kualitas produksi dengan adanya kreativitas dan
inovasi dalam mengembangkan usaha mutlak dilakukan. UMKM juga dituntut untuk mampu
mempertahankan serta meningkatkan standar, desain dan kualitas produk agar sesuai dan
dapat diterima oleh pasar secara global.
Persaingan yang semakin ketat, dengan terbukanya pasar di dalam negeri dan pasar
global telah membuat pembinaan dan pengembangan UMKM dirasakan semakin mendesak
agar UMKM dapat meningkatkan kemandirian mereka. Dengan tingkat kemandirian yang
semakin meningkat diharapkan berimbas pula pada pendapatan masyarakat, membuka
kesempatan kerja dan kemakmuran masyarakat secara keseluruhan (Sabirin, 2016).
Berbagai paket kebijakan ekonomi diberikan oleh pemerintah Indonesia di tahun 2016
dengan harapan bahwa UMKM di tanah air makin bergairah kedepanya. Dengan juga
implementasi yang baik di lapangan diharapkan paket kebijakan struktural yang dirancang
dalam paket paket ekonomi ini akan terlihat hasilnya secara nyata. Selanjutnya dukungan
pengembangan UMKM didorong pula melalui penguasaan teknologi IT atau lahirnya
kebijakan pemerintah untuk mendukung UMKM berbasis digital di Indonesia.
Kebijakan tentang peta jalan e-commerce diharapkan mampu membantu pemasaran
produk usaha mikro, kecil, dan menengah makin baik dan mudah. Beberapa aspek aspek
kebijakan yang diatur di dalamnya, antara lain terkait dengan hal pendanaan, terutama
optimalisasi kredit usaha rakyat untuk tenant pengembang platform, hibah kepada inkubator
bisnis pendamping startup, dana bantuan USO untuk UMKM digital dan startup e-commerce
platform, angel capital, seed capital dari Bapak Angkat, crowdfunding, dan pembukaan DNI
(Imam, 2016).
Para pelaku UMKM kedepannya diharapkan makin maju dengan dukungan
pengembangan UMKM. Peluang pada Masyarakat ekonomi ASEAN memberikan
kesempatan bagi UKM untuk menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan
untuk terintegrasi dalam jaringan produksi regional dalam negeri dan rantai nilai secara
global. Setelah kemampuan bersaing dan kemandirian, UKM Indonesia
akan mampu
menjadi pemain kuat di kawasan regional dan global yang kompetitif dan
mampu
meningkatkan produktivitasnya dalam menghadapi pasar bebas ASEAN (Rofiq, 2016).
Saran :
1. Pemerintah
daerah
mulai
serius
menanggapi
kebijakan
pemerintah
pusat
memberdayakan UMKM di daerahnya masing masing, edukasi tentang kiat – kiat
usaha mandiri dan penyuluhan tentang perkembangan ekonomi secara luas kepada
pemilik usaha.
2. Program bantuan permodalan juga diawasi dan dipastikan pengalokasianya tepat
sasaran.
3. Dukungan berupa pelatihan, pendampingan dan fasilitas untuk mengembangkan
UMKM
4. Pengusaha mulai update ilmu dan informasi dalam dunia perdagangan, melihat
peluang yang ada dari pasar bebas sebagai moment ekspansi usahanya.
5. Memperkuat kualitas produk UMKM dalam negri dan kampanye cinta produk dalam
negeri untuk mengahadapi persaingan.
Daftar Pustaka
AHA.
Kontribusi
Usaha
Mikro
Kecil
Menengah
Naik.
(
http://print.kompas.com/baca/ekonomi/finansial/2016/01/29/Kontribusi-UMKM-Naik
),
web diakses pada september 2017, Indonesia . 2016
Bayu. 5 Manfaat Kerjasama Ekonomi Antar Negara. (http://dosenekonomi.com/ilmuekonomi/ekonomi-makro/manfaat-kerjasama-ekonomi-antar-negara ), web diakses pada
september 2017, Indonesia. 2016
BI. Analisis daya saing dan strategi Industri Nasional di Era Masyarakat Ekonomi Asean dan
Perdagangan Bebas. Bank Indonesia, working paper. 2015
BI. Pemetaanda Strategi Peningkatan Daya Saing UMKM dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi
ASEA
(MEA)
2015
dan
Pasca
MEA
2025.
(http://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Pages/WPOkt2016-1.aspx ), web diakses pada
september 2017, Indonesia. 2016
Bounlert Vanhnalat, Phouphet Kyophilavong, Alay Phonvisay, Bouason Sengsourivong,
Assessment the Effect of Free Trade Agreements on Exports of Lao PDR, International
Journal of Economics and Financial Issues 2015.
Frisdiantara, Christea. Ekonomi Pembangunan : Kajian Teoritis dan Empiris. Penerbit
Universitas Kanjuruhan Malang, Malang. 2016
Imam, Nurul. UMKM Outlook. ( http://fokus-umkm.com/umkm-outlook-2017/ ), web
diakses pada september 2017, Indonesia. 2016
Jolanta Drozdz, Algirdas Miškinis, Benefits and Threats of Free Trade, Publishing House of
Wrocław University of Economics Wrocław 2011
Kemendag. Masyarakat Ekonomi Asean : Peluang dan Tantangan Indonesia. Kementrian
Perdagangan, warta ekspor. 2015
Kemenlu.
Kebijakan
Masyarakat
Ekonomi
Asean
-
MEA.
(
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-MEA ),
web diakses pada september 2017, Indonesia. 2015
Oktavianus, Boby Chandro. Masyarakat Ekonomi Asean, Inilah Yang Perlu Diketahui. (
https://www.cermati.com/artikel/masyarakat-ekonomi-asean-mea-inilah-yang-perludiketahui ), web diakses pada september 2017, Indonesia. 2017
Purnama Kusumaastuti, Ega Maharani Asih, dan Carmidah, Strategi dan Langkah-Langkah
UMKM Dalam Menghadapi MEA 2015.
Rofiq,
Aunur.
Strategi
UKM
hadapi
Masyarakat
Ekonomi
Asean.
(https://economy.okezone.com/read/2016/01/14/320/1288073/strategi-ukm-hadapi-mea),
web diakses pada september 2017, Indonesia. 2017
Rosyid, Abdul, Manajemen Usaha Kecil Menegah dan Koperasi. makalah. 2004
Sabirin. Era Pasar Bebas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Indonesia Siap atau
Tidak ?. ( http://www.kompasiana.com/sabirinsaiga/era-pasar-bebas-usaha-mikro-kecilmenengah-umkm-indonesia-siap-atau-tidak ), web diakses pada september 2017,
Indonesia. 2016
Sukirno, sadono. Mikro ekonomi teori pengantar. Jakarta : Rajawali Pers. 2009.
UU Republik Indonesia. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah. Jakarta : Sekretariat Negara. 2008
Wahyono,
Budi.Kebijakan
pemerintah
kepada
usaha
kecil
menengah
.
(http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/kebijakan-pemerintah-terhadap-ukm.html )
web diakses pada september 2017, Indonesia. 2012
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Mata Kuliah Manajemen Keprbadian
Dosen : Widia Parimita, M.PA
Oleh :
Amelia Sholeha 1708817031
Ahmad Zaenudin 1708817009
Leny Margaretha 1708817021
Seno Bayu R. W. 1708817025
MAGISTER MANAJEMEN
REGULER 14
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................
4
2.1 Kajian Teoritis ........................................................................................................ 4
2.1.1 Pasar Bebas ................................................................................................... 4
2.1.2 Masyarakat Ekonomi Asean ......................................................................... 5
2.1.3 Usaha Mikro Kecil Menengah ......................................................................
6
2.2 Analisis ................................................................................................................... 7
2.2.1 Gambaran UMKM di Indonesia ................................................................... 7
2.2.2 Daya Saing UMKM di Indonesia Menghadapi Pasar Bebas ....................... 8
2.2.3 Kebijakan Mendukung UMKM dalam Persaingan …………...……….… 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menciptakan sebuah kondisi yang saling menguntungkan antar suatu negara dengan
negara yang lain salah satu caranya adalah dengan kerjasama. Negara sadar bahwa manfaat
kerjasama antar negara tidak hanya menguatkan negara tersebut namun juga membuka
peluang yang lebih besar lagi untuk sebuah negara agar makin berkembang dan maju.
Kerjasama yang dapat dijalin antar negara bisa diselenggarakan dari berbagai macam lini
mulai dari kerjasama di bidang ekonomi, pertahanan keamaanan, sosial budaya dan lainya
(Bayu,2016).
Kerjasama dalam hal ekonomi antar suatu negara merupakan bagian dari upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mempercepat pertumbuhan dan kestabilan ekonomi negara
tersebut. Wujud dari penguatan perekonomian adalah terbentuknya blok blok perdagangan
barang dan jasa di berbagai kawasan di dunia seperti ASEAN di Asia, NAFTA di Amerika,
EUROPE UNI di Eropa. Pembentukan kawasan terintegrasi ekonomi dilakukan untuk
mempermudah transfer produk, barang dan tenaga kerja, dengan menghapuskan berbagai
hambatan yang ada dalam kegiatan perdagangan internasional, termasuk didalamnya
penghapusan bea impor dengan menciptakan area perdagangan bebas (free trade area)
(Frisdiantara, 2016).
Tidak semua kerjasama antar negara mudah untuk dijalankan, bahkan suatu negara dapat
sulit melakukan kerjasa sama dengan negara lain. Bagaimanapun masih ada beberapa hal
yang menjadi penghalang untuk mewujudkan kerjasama seperti perbedaan budaya, isu
politik, atau isu keamanan negara. Akan tetapi bila terlaksana bukan hanya satu negara saja
yang diuntungkan, namun satu sama lain akan merasakan manfaatnya. Saling ketergantungan
dengan negara lain justru menjadi hal baik karena secara ekonomi lebih stabil dan merata
(Bayu, 2016).
Berkaitan dengan kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara, ASEAN memberlakukan
Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) sejak tahun 2015. MEA adalah bentuk integrasi
ekonomi regional dengan tujuan utama menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis
produksi, yang mana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta
aliran modal yang lebih bebas. MEA boleh disebut sebagai perkembangan mutakhir proses
globalisasi yang menyentuh Indonesia (Kemendag, 2015).
Mulainya kegiatan MEA diharapkan meningkatkan perdagangan antar negara ASEAN,
juga akan meningkatkan persaingan dalam memperoleh investasi, produksi, dan perdagangan
di kawasan masing masing. Meningkatnya kegiatan perdagangan di wilayah tersebut,
keuntungan dan kerugian perdagangan yang terjadi bagi suatu negara cenderung akan selalu
bergerak berubah dan multidimensi. Mengenai korelasi dengan perdagangan internasional
tersebut akan sangat relevan dalam rangka stabilitas makroekonomi domestik, terlebih pada
inflasi dan nilai tukar (BI, 2015).
MEA akan menjadi kesempatan yang baik untuk Indonesia karena hambatan perdagangan
akan berkurang bahkan menjadi tidak ada. Ini akan berdampak pada peningkatan ekspor yang
ada akhirnya akan meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Bukan tanpa
tantangan, permasalahan homogenitas komoditas yang diperjual belikan dan keterbatasan
infrastruktur menjadi masalah krusial dalam kegiatan perdagangan. Di sisi lain, muncul
tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan dari para pelaku usaha di Indonesia
(Kemendag, 2015).
Kurangnya persiapan terhadap perekonomi pasar luar negeri telah menjadi tantangan
yang serius bagi para pelaku usaha di Indonesia. Salah satunya dikarenakan lemahnya daya
saing industri lokal, yang juga dikhawatirkan akan menggoyahkan potensi pengusaha lokal
dan beberapa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan kegiatan Masyarakan
Ekonomi Kecil (MEA) itu sendiri, pelaku UMKM diharapkan mampu bertahan di negeri
sendiri serta mampu bersaing di pasar modal. Pengembangan dan pemberdayaan UMKM
adalah langkah yang strategis, apalagi pada kenyataanya UMKM memiliki peranan besar
dalam menambah lapangan pekerjaan bagi banyak orang (Sabirin 2016).
1.2 Rumusan Masalah
Pemberdayaan dan mengembangkan UKM di kawasan ASEAN menjadi kegiatan integral
dari pembangunan serta pertumbuhan ekonomi seluruh negara anggota ASEAN tersebut
karena UKM mendominasi populasi perusahaan di ASEAN. Berdasarkan data yang
dikumpulkan oleh Sekretariat ASEAN (per April 2014), UKM di ASEAN merupakan 96%
dari total perusahaan yang beroperasi di kawasan ASEAN. UKM di ASEAN menyerap
tenaga kerja dari 50% hingga 85% dari total angkatan kerja. Selain itu, UKM juga
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi (PDB), yaitu berkisar antara 30--53%.
Sementara terhadap aktivitas ekspor, UKM menyumbang kinerja antara 19% hingga 31%
(Kemenlu, 2015).
Bagaimanapun, Indonesia mesti menghadapi MEA, kendati beberapa negara ASEAN
lainnya kuat dalam industri keuangannya. Paling tidak Indonesia melakukan sejumlah
reformasi dalam segi regulasi dan kebijakan-kebijakan yang bisa mendukung pelaku
usahanya termasuk UMKM. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana
langkah Indonesia sebagai bagian dari komunitas ASEAN berusaha untuk mempersiapkan
kualitas diri dan memanfaatkan peluang MEA 2015, sehingga ketakutan akan kalah saing di
negeri sendiri akibat pasar bebas ini tidak terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pasar Bebas
Teori perdagangan bebas pertama kali dimunculkan oleh seorang ahli ekonomi yaitu
Adam Smith dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
Sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai
dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar
(Sukirno, 2009). Pasar bebas diamaknai sebagai pasar ideal dimana didalam seluruh
keputusan ekonomi dan aksi oleh setiap individu yang berhubungan dengan uang, barang,
dan jasa adalah secara sukarela. Mekanisme pasar yang menentukan jumlah permintaan
(demand) dan jumlah penawaran (supply) suatu barang/jasa, tidak terlalu dikekang oleh
pajak/peraturan pemerintah, pergerakan ekonomi diserahkam ke pasar itu sendiri, sehingga
muncul persaingan.
Kebaikan dan Keburukan Dalam Pasar Bebas (Sukirno, 2009) :
Kebaikan utama pasar bebas antara lain:
Faktor-faktor produksi akan digunakan dengan efisien
Kegatan ekonomi dalam pasar diatur dan diselaraskan dengan efisien
Pertumbuhan ekonomi yang teguh akan dapat diwujudkan.
Pelaku kegiatan ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
disukainya.
Keburukan dalam pasar bebas antara lain:
Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan
Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal
Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat
Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya
oleh individu.
2.1.2 Masyarakat Ekonomi Asean
Pengertian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dicanangkan sejak 2015 atau
ASEAN Economic Community (AEC) adalah sebuah integrasi kegiatan ekonomi negara
wilayah ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN. Seluruh
negara yang menjadi anggota ASEAN telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang
untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020 (Kemendag, 2015).
Tujuan Dibentuknya MEA antara lain (Oktavianus, 2017) :
Menciptakan pasar tunggal yang mencakup negara-negara ASEAN sekaligus pusat
produksi (production base) dengan kaitannya pada elemen produk aktivitas ekonomi
bebas, seperti tenaga kerja (terdidik/terampil), bebas bea untuk aliran barang dan jasa
dari kawasan regional ASEAN, serta keluar masuknya investasi dan aliran modal
untuk negara-negara sekawasan.
Menjadikan ASEAN sebagai kawasan berdaya saing ekonomi tinggi yang ditandai
dengan dikuatkannya peraturan dalam kompetisi ekonomi, meliputi perlindungan
konsumen, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), perpajakan, kelancaran
aktivitas e-Commerce, dan pengembangan infrastruktur.
Meratakan pemberdayaan ekonomi kawasan ASEAN dengan sasaran utama
revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terutama bagi negara Kamboja,
Myanmar, Laos, dan Vietnam (CMLV). Sebagaimana diketahui bersama negara
CMLV telah lama dan berulang kali didera dengan beragam masalah politik, sosial,
dan kebudayaan yang berpengaruh terhadap keamanan negara tersebut. Dengan
demikian, sebagaimana terangkum dalam ASEAN Vision 2020 serta Pakta ASEAN
Concord II, MEA dibuat dengan maksud untuk memeratakan ekonomi hingga ke
seluruh penjuru kawasan.
Mengintegrasikan ekonomi kawasan dengan ekonomi global dengan tujuan dasar
untuk meningkatkan peran serta ASEAN dalam percaturan kebijakan global. Semua
dilakukan dengan proses pendekatan yang koheren antara ekonomi regional dan
global. Hal ini tentu adalah salah satu sisi positif sebab nantinya masukan negaranegara ASEAN dianggap penting.
Saat ini, MEA sudah berjalan selama 2 tahun dan issuenya sudah ramai di tahun-tahun
sebelumnya, akan tetapi issue MEA mulai meredup seiring berjalannya waktu. Kemudian
dimunculkan kembali gerakan integrasi menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025 di
Malaysia. MEA 2025 dimunculkan dengan harapan dapat mengoptimalkan daya saing
ekonomi antar Negara.
MEA yang dihadapi negara-negara di ASEAN, adalah alasan yang mengharuskan pelaku
UMKM kita untuk siap. Peningkatan kualitas produksi dengan adanya kreativitas dan inovasi
dalam mengembangkan usaha mutlak dilakukan. UMKM juga dituntut untuk mampu
mempertahankan serta meningkatkan standar, desain dan kualitas produk agar sesuai agar
dapat diterima oleh pasar secara global.
Munculnya persaingan yang semakin ketat, dengan terbukanya pasar didalam negeri dan
pasar global telah membuat pembinaan dan pengembangan UMKM dirasakan semakin
mendesak agar UMKM dapat meningkatkan kemandirian mereka sendiri. Dengan tingkat
kemandirian yang semakin baik diharapkan memberi manfaat pula pada pendapatan
masyarakat, dapat membuka kesempatan kerja, dan mampu memakmurkan masyarakat
secara keseluruhan (sabirin, 2016).
2.1.3 Usaha Mikro Kecil Menengah
Kegiatan perekonomian Indonesia khususnya UMKM merupakan kelompok usaha
yang memiliki jumlah paling besar dan terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan
krisis ekonomi yang dihadapi pada masa lalu. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha
Mikro Kecil dan Menengah sudah diatur dalam payung hukum. Aturan tersebut berdasarkan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan
kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dijelaskan oleh Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha
Mikro (UMI), adalah entitas sebuah usaha yang mempunyai memiliki jumlah kekayaan
bersih paling banyak sebesar Rp 200.000.000, bukan termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak sebesar Rp 1.000.000.000. Sementara
itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang
memiliki jumlah kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000,
belum termasuk tanah dan bangunan.
2.2 Analisis
2.2.1 Gambaran UMKM Indonesia
Dirangkum dari UMKM outlook imam (2016) menjelaskan data Kemenkop UKM RI
menunjukkan terdapat sekitar 58 juta kegiatan usaha secara mandiri (self employed), dan
sekitar 1,65 persen penduduk telah menjadi pengusaha (entrepreneur) yang dulunya berasal
dari bisnis start up (pemula) dan mampu mengembangkan usahanya. Peran strategis UMKM
dalam struktur perekonomian Indonesia makin nyata di mana sekitar 99,9% unit bisnis di
Indonesia merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia.
Di ASEAN, kontribusi UMKM Indonesia terhadap rantai pasok produksi global hanya
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Brunei, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Kontribusi
tertinggi sektor UMKM terhadap rantai pasok produksi global mencapai 2,7 persen. Padahal,
ASEAN berkontribusi 9,3 persen terhadap rantai pasok produksi global pada periode 20092013. Sedangkan pemasukan dari sektor UMKM terhadap nilai ekspor Indonesia pada tahun
2015 hanya sebesar 15,8 persen, masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara
sekawasan lainya di Asia Tenggara (AHA, 2016).
Berdasarkan data tersebut Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia
meningkat. Hal ini dapat membantu menyerap tenaga kerja dan membantu menaikkan
Pendapatan Domestik Bruto Indonesia. Saat ini, banyak bermunculan ecommerce yang
memudahkan para pengusaha memasarkan produknya.
2.2.2 Daya Saing UMKM di Indonesia Dalam Menghadapi Pasar Bebas
Perekonomian Indonesia secara keseluruhan masih didukung oleh sektor riil, yaitu
UMKM. UMKM menjadi pelaku eekonomi yang sangat penting dalam hal penyerapan
tenaga kerja di Negara berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi, kontribusi UMKM dalam
meningkatkan PDB Indonesia masih relative kecil. Hal ini terjadi karena nilai ekspor yang
masih rendah dan UMKM tidak memiiki jaringan global yang luas (BI, 2016).
Terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN guna meningkatkan daya beli dan
memperluas jaringan pasar produksi/jasa antar Negara ASEAN. Akses pasar terbuka,
penciptaan perdagangan menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat, yang merupakan
faktor utama peningkatan kesejahteraan. Ini juga menciptakan kondisi yang menguntungkan
untuk memulai dan pengembangan bisnis, yang merupakan dorongan tambahan untuk
investasi dan pertumbuhan produksi. Ada kebutuhan untuk trade-off lebih lanjut untuk
negara-negara berkembang guna mencegah ketidakseimbangan perdagangan. Hal ini dapat
dicapai melalui dorongan dari perjanjian perdagangan bilateral (Drozdz, 2011).
Hasil penelitin dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa akses pasar terbuka, penciptaan
perdagangan menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat, yang merupakan faktor utama
peningkatan kesejahteraan. Ini juga menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk
memulai dan pengembangan bisnis, yang merupakan dorongan tambahan untuk investasi dan
pertumbuhan produksi. Ada kebutuhan untuk trade-off lebih lanjut untuk negara-negara
berkembang guna mencegah ketidakseimbangan perdagangan.
Dalam menghadapi pasar bebas tersebut, sampai saat ini Indonesia masih memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan utama dalam daya saing Indonesia terletak pada tiga pilar
yaitu kesiapan teknologi, infrastruktur, dan kualitas lembaga-lembaga publik. Dalam hal
kesiapan teknologi, diindikasikan dengan tingkat pengguna internet di 87, untuk komputer
pribadi di peringkat 103, dan ke 94 untuk pelanggan mobile telephone dan broadband
internet ke-101. Infrastruktur di Indonesia, juga perlu untuk dibangun dan di up grade.
Misalnya kualitas jalan dikategorikan jelek dengan peringkat ke-94, pelabuhan di tingkat ke95. Kelemahan lembaga-lembaga publik Indonesia adalah rendahnya efisiensi. Misalnya
tingkah laku etika perusahaan menduduki peringkat ke-102; transparansi dalam pembuatan
kebijakan menduduki peringkat ke-87, walaupun peringkat tersebut sudah naik 34 tingkat
dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 121 (Srinarni, 2017).
Nicolescu (2009) menjelaskan bahwa kemampuan UMKM untuk bertahan dan tumbuh
tergantung dari banyak faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud seperti
skala usaha, stakeholders personality, latar belakang pendidikan, dan budaya perusahaan
(pelatihan internal), dapat mempengaruhi tingkat produktivitas dan inovasi perusahaan.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu faktor-faktor di luar perusahaan seperti
akses terhadap permodalan dan lingkungan kebijakan, baik kebijakan pemerintah ataupun
kondisi ekonomi suatu negara tersebut (BI, 2016).
Selain itu, rendahnya partisipasi perusahaan Indonesia dalam Global Value Chain (GVC)
juga disebabkan oleh faktor pendukung GVC yang belum optimal, yaitu infrastruktur dan
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, kehandalan dan efisiensi jasa logistik, serta
tingginya hambatan perdagangan. Selain hal yang dijelaskan tersebut, hasil diskusi dengan
beberapa pengusaha dan asosiasi bisnis di Indonesia menggambarkan bahwa tingkat upah
yang relatif tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya salah satunya menjadi hambatan
untuk meningkatkan efisiensi kegiatan produksi. Demikian pula dengan ketatnya persyaratan
untuk mendapatkan bantuan akses pembiayaan eksternal dari perbankan (BI, 2016).
Berdaasarkan data tersebut terdapat beberapa solusi dalam meningkatkan daya saing
UMKM Indonesia di pasar bebas, antara lain (BI, 2016):
1. Produktivitas dan Inovasi
Kualitas sumber daya manusia UMKM Indonesia menjadi factor penghambat
berkembangnya kinerja UMKM Indonesia. Tidak hanya itu, inovasi produk/jasa yang
dihasilkan masih kurang. Perusahaan cendrung bergerak lambat, atau bahkan mati karena
sistem manajemen yang diterapkan.
Dalam artikel jurnal (Kusumaastuti, 2015) dikatakan bahwa, Masalah rendahnya kualitas
SDM diduga timbul dari kurangnya capasity building untuk kalangan UMKM yang
terindikasi dari tiga masalah ikutannya yaitu:
(1) Pengetahuan di bidang teknologi produksi dan manajemen usaha serta kewirausahaan
relatif rendah, sehinga UMKM sering kesulitan untuk berhubungan usaha dan
berhubungan dengan birokrasi, serta menyebabkan rendahnya kreatifitas dan
kemampuan inovatif UMKM;
(2) UMKM tidak mampu untuk melakukan analisis usaha, sehingga dalam melaksanakan
usahanya sering merugi atau tidak memasukkan tenaga kerja dalam kalkulasi biaya
produksi;
(3) UMKM tidak siap untuk menanggung resiko kegagalan usaha, sehingga sulit untuk
dapat masuk dalam suatu kegiatan usaha yang sebenarnya menguntungkan dan
berpotensi untuk dikembangkan menjadi usaha-usaha produktif yang dapat memberikan
keuntungan lebih besar kepada mereka;
(4) Rasa cepat puas akan apa yang telah diperoleh menyebabkan UMKM jarang berfikir
untuk memperluas usahanya;
(5) Rendahnya pengetahuan UMKM dibidang produksi, menyebabkan produk UMKM
sulit untuk berkembang.
Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan kualitas sumber daya manusia melalui
pendidikan dan pelatihan keahlian manajerial. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam
peningkatan produktivitas UMKM Indonesia.
2. Permodalan
Dalam bantuan modal pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi yang memiliki kaitan langsung dengan para pelaku UKM yaitu
telah dicangkannya tiga butir kebijakan pokok di bidang ekonomi. Pertama, adalah
peningkatan kegiatan layanan jasa keuangan khususnya untuk pelakupara pelaku UKM,
yang didalamnya meliputi perbaikan layanan jasa perbankan, pasar modal, multifinance,
dan asuransi.
Kebijakan pokok kedua adalah peningkatan infrastruktur layanan jasa keuangan, berupa
akses pasar, layanan penagihan dan pembayaran, kemudahan investasi dan menabung,
serta dukungan umum atas pelaksanaan transaksi perdagangan (Wahyono, 2012).
Upaya dalam peningkatan layanan jasa dan infrastruktur pendukungnya tidak akan
berarti banyak apabila tanpa upaya pembenahan menyeluruh untuk meningkatkan
kemampuan entrepreneurship bagi pelaku UKM itu sendiri. Kebijakan pokok ketiga
adalah usaha meningkatkan kemampuan dan penguasaan dalam aspek-aspek teknis dan
manajemen usaha, pengembangan produk dan penjualan, administrasi keuangan, dan
kewirausahaan secara keseluruhan.
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor UKM tersebut bertujuan untuk
meningkatkan potensi dan partisipasi aktif para pelaku UKM di dalam proses
pembangunan nasional, khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan
pemerataan pembangunan melalui perluasan kerja dan peningkatan pendapatan.
Dijelaskan oleh Abdul Rosid (2004), ”Sasaran dan pembinaan kepada usaha kecil adalah
agar meningkatnya jumlah usaha kecil dan terwujudnya usaha yang makin tangguh dan
mandiri, sehingga para pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam perekonomian
nasional, mampu meningkatkan daya saing pengusaha nasional di pasar dunia, serta
seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antar golongan”.
3. Akses Pasar
Bantuan pemerintah dalam membuka akses pasar UMKM sangat mendukung
perkembangannya. Selama ini, UMKM di Indonesia hanya dapat berkembang di
daerahnya saja. Mereka dalam melakukan pemasaran produk kurang memanfaatkaan
teknologi dan inovasi. Sehingga belum dapat menjangkau pasar lokal dan internasional
yang lebih luas.
Dalam International Journal of Economics and Financial Issues dijelaskan hasil
penelitian tentang ekspor, dikatakan bahwa “Untuk memastikan kontribusi FTA yang
efektif dan untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor yang stabil dengan berbagai
pilihan, beberapa rekomendasi kebijakan diberikan: 1. Penurunan tarif impor
berdasarkan komitmen CEPT dan MFN sangat mendukung penciptaan perdagangan.
Oleh karena itu, pemerintah harus terus memperbaiki dan mendiversifikasi produk
ekspor dan mengolahnya, terutama untuk produk pertanian dan mineral, untuk
menciptakan nilai tambah yang lebih baik serta menghasilkan lapangan kerja yang lebih
banyak untuk masyarakat lokal 2. Beberapa FTA telah ditandatangani, namun Manfaat
ekspor relatif kecil. Oleh karena itu, untuk meningkatkan manfaat ekspor berdasarkan
preferensi, eksportir harus memperluas dan mendiversifikasi sejumlah produk ekspor,
dan lebih berhati-hati dalam memilih FTA berdasarkan keunggulan komparatifnya harus
mempromosikan pemanfaatan preferensi FTA ke sektor swasta 3. Kementerian
Perindustrian dan Perdagangan harus berinvestasi lebih banyak dalam pengembangan
sumber daya manusia dengan mengirimkan staf potensial untuk berlatih di luar negeri
mengenai teknik pemanfaatan preferensial untuk menghasilkan pakar akademis yang
mengkhususkan diri pada masing-masing FTA PT dan GSP. Selain itu, pemerintah harus
menyelenggarakan pelatihan teknis reguler untuk mempromosikan pemanfaatan
preferensial bagi pengusaha bersamaan dengan program evaluasi tindak lanjut; Hal ini
untuk memastikan keefektifan pemanfaatan FTA” (Vanhnalat, 2015).
Arti dari hasil penelitian dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa terdapat beberapa
rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan terkait ekspor-impor:
1. Penurunan tarif impor berdasarkan komitmen CEPT dan MFN sangat mendukung
penciptaan perdagangan. Oleh karena itu, pemerintah harus terus memperbaiki dan
mendiversifikasi produk ekspor dan mengolahnya, terutama untuk produk pertanian
dan mineral, untuk menciptakan nilai tambah yang lebih baik serta menghasilkan
lapangan kerja yang lebih banyak untuk masyarakat lokal;
2. Beberapa FTA telah ditandatangani, namun manfaat ekspor relatif kecil. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan manfaat ekspor berdasarkan preferensi, eksportir harus
memperluas dan mendiversifikasi sejumlah produk ekspor, dan lebih berhati-hati
dalam memilih FTA berdasarkan keunggulan komparatifnya harus mempromosikan
pemanfaatan preferensi FTA ke sektor swasta;
3. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan harus berinvestasi lebih banyak dalam
pengembangan sumber daya manusia dengan mengirimkan staf potensial untuk
berlatih di luar negeri mengenai teknik pemanfaatan preferensial untuk menghasilkan
pakar akademis yang mengkhususkan diri pada masing-masing FTA PT dan GSP.
Selain itu, pemerintah harus menyelenggarakan pelatihan teknis reguler untuk
mempromosikan pemanfaatan preferensial bagi pengusaha bersamaan dengan
program evaluasi tindak lanjut; Hal ini untuk memastikan keefektifan pemanfaatan
FTA.
4. Kemudahan Berusaha
Beberapa indikator memperlihatkan bahwa untuk memulai usaha di Indonesia sangat
sulit dan memerlukan biaya. Saat ini pemerintah telah memberikan kemudahan
pengurusan perizinan bagi UMKM dan pembebasan biaya. Namun, meskipun proses
pengurusan izin usaha bagi UMKM telah dipermudah dan bebas biaya, banyak
pemilik UMKM di Indonesia lebih memilih untuk tidak melakukan legalisasi
usahanya. Alasan utama adalah untuk tetap mempertahankan status sebagai usaha
informal yang memberikan kemudahan dalam menjalankan usaha termasuk
perpajakan dan organisasi yang sederhana. Pemerintah perlu mencari solusi terhadap
permasalahan tersebut.
Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: pembebasan UMKM dari pajak
penghasilan selama 2 tahun pertama dan memberikan fasilitasi akses terhadap jasa
konsultan pajak murah sehingga kepatuhan UMKM terhadap pajak secara
administratif dapat dipenuhi.
2.2.3 Kebijakan Mendukung UMKM dalam Persaingan
Oleh Menteri Koperasi dan UKM Bapak AAGN Puspayoga telah disiapkan empat
strategi atau kebijakan khusus bagi pelaku usaha sektor UMKM dalam rangka menghadapi
pemberlakuanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak akhir 2015. UMKM menjadi
salah satu sektor yang dirasa harus diberikan kebijakan yang mendukung agar dapat mampu
bersaing dengan UMKM dari negara lain, yaitu dengan kebijakan (Buwono, 2015) :
Kebijakan yang pertama adalah peningkatan sentra atau klaster dalam upaya
pengembangan produk unggulan daerah melalui pendekatan One Village One Product
atau OVOP.
Kebijakan yang kedua yaitu akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan kewirausahaan. Peningkatan sumber daya manusia menjadi sangat
penting karena menjadi aktor utama terkait dengan perkembangan dan kemajuan
UMKM dalam persaingan global.
Kebijakan yang ketiga adalah dengan meningkatkan kualitas dan standarisasi produk
UMKM. Hal itu bisa dilakukan dengan mendorong UMKM untuk memiliki sertifikat
halal dan HAKI. Khususnya untuk memilki Hak Cipta dan standarisasi, sehingga
Kementerian Koperasi dan UKM menjalin kerja sama dengan Kementerian Hukum
dan HAM untuk melakukan sertifikasi produk UMKM. Pemerintah bahkan berencana
memberikan hak cipta secara gratis bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Kebijakan yang keempat adalah penyiapan skema pembiayaan dengan bunga yang
murah khususnya melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)-KUMKM yang
saat ini sedang menyiapkan kebijakan pembiayaan bagi UMKM. Selain itu program
pembiayaan bagi pelaku UMKM dilakukan melalui kerja sama dengan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) bersama Jamkrida dan Jamkrindo.
Bentuk dukungan dan akses UMKM kepada pasar ekspor, Kementerian Koperasi dan
UKM bekerja sama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI. Pemerintah
Indonesia akan melakukan pengetatan pengawasan di daerah perbatasan atau border area
untuk menekan masuknya produk produk ilegal ke pasar domestik dalam negeri yang
nantinya bisa sangat merugikan negara. Kemudian untuk memfasilitasi pelaku usaha mikro
dan kecil dalam melakukan standarisasi produk baik itu SNI/ISO dan kehalalan produk,
Kementerian Koperasi dan UKM juga sudah bekerja sama dengan Badan Standarisasi
Nasional (BSN) untuk memudahkan UMKM memperoleh sertifikasi melalui BSN atas
produk mereka (Buwono, 2915).
BAB III
PENUTUP
MEA yang dihadapi di Negara-negara di ASEAN, adalah alasan yang mengharuskan
pelaku UMKM kita untuk siap. Peningkatan kualitas produksi dengan adanya kreativitas dan
inovasi dalam mengembangkan usaha mutlak dilakukan. UMKM juga dituntut untuk mampu
mempertahankan serta meningkatkan standar, desain dan kualitas produk agar sesuai dan
dapat diterima oleh pasar secara global.
Persaingan yang semakin ketat, dengan terbukanya pasar di dalam negeri dan pasar
global telah membuat pembinaan dan pengembangan UMKM dirasakan semakin mendesak
agar UMKM dapat meningkatkan kemandirian mereka. Dengan tingkat kemandirian yang
semakin meningkat diharapkan berimbas pula pada pendapatan masyarakat, membuka
kesempatan kerja dan kemakmuran masyarakat secara keseluruhan (Sabirin, 2016).
Berbagai paket kebijakan ekonomi diberikan oleh pemerintah Indonesia di tahun 2016
dengan harapan bahwa UMKM di tanah air makin bergairah kedepanya. Dengan juga
implementasi yang baik di lapangan diharapkan paket kebijakan struktural yang dirancang
dalam paket paket ekonomi ini akan terlihat hasilnya secara nyata. Selanjutnya dukungan
pengembangan UMKM didorong pula melalui penguasaan teknologi IT atau lahirnya
kebijakan pemerintah untuk mendukung UMKM berbasis digital di Indonesia.
Kebijakan tentang peta jalan e-commerce diharapkan mampu membantu pemasaran
produk usaha mikro, kecil, dan menengah makin baik dan mudah. Beberapa aspek aspek
kebijakan yang diatur di dalamnya, antara lain terkait dengan hal pendanaan, terutama
optimalisasi kredit usaha rakyat untuk tenant pengembang platform, hibah kepada inkubator
bisnis pendamping startup, dana bantuan USO untuk UMKM digital dan startup e-commerce
platform, angel capital, seed capital dari Bapak Angkat, crowdfunding, dan pembukaan DNI
(Imam, 2016).
Para pelaku UMKM kedepannya diharapkan makin maju dengan dukungan
pengembangan UMKM. Peluang pada Masyarakat ekonomi ASEAN memberikan
kesempatan bagi UKM untuk menjadi pemain utama di pasar ASEAN dan memungkinkan
untuk terintegrasi dalam jaringan produksi regional dalam negeri dan rantai nilai secara
global. Setelah kemampuan bersaing dan kemandirian, UKM Indonesia
akan mampu
menjadi pemain kuat di kawasan regional dan global yang kompetitif dan
mampu
meningkatkan produktivitasnya dalam menghadapi pasar bebas ASEAN (Rofiq, 2016).
Saran :
1. Pemerintah
daerah
mulai
serius
menanggapi
kebijakan
pemerintah
pusat
memberdayakan UMKM di daerahnya masing masing, edukasi tentang kiat – kiat
usaha mandiri dan penyuluhan tentang perkembangan ekonomi secara luas kepada
pemilik usaha.
2. Program bantuan permodalan juga diawasi dan dipastikan pengalokasianya tepat
sasaran.
3. Dukungan berupa pelatihan, pendampingan dan fasilitas untuk mengembangkan
UMKM
4. Pengusaha mulai update ilmu dan informasi dalam dunia perdagangan, melihat
peluang yang ada dari pasar bebas sebagai moment ekspansi usahanya.
5. Memperkuat kualitas produk UMKM dalam negri dan kampanye cinta produk dalam
negeri untuk mengahadapi persaingan.
Daftar Pustaka
AHA.
Kontribusi
Usaha
Mikro
Kecil
Menengah
Naik.
(
http://print.kompas.com/baca/ekonomi/finansial/2016/01/29/Kontribusi-UMKM-Naik
),
web diakses pada september 2017, Indonesia . 2016
Bayu. 5 Manfaat Kerjasama Ekonomi Antar Negara. (http://dosenekonomi.com/ilmuekonomi/ekonomi-makro/manfaat-kerjasama-ekonomi-antar-negara ), web diakses pada
september 2017, Indonesia. 2016
BI. Analisis daya saing dan strategi Industri Nasional di Era Masyarakat Ekonomi Asean dan
Perdagangan Bebas. Bank Indonesia, working paper. 2015
BI. Pemetaanda Strategi Peningkatan Daya Saing UMKM dalam Menghadapi Masyarakat
Ekonomi
ASEA
(MEA)
2015
dan
Pasca
MEA
2025.
(http://www.bi.go.id/id/publikasi/wp/Pages/WPOkt2016-1.aspx ), web diakses pada
september 2017, Indonesia. 2016
Bounlert Vanhnalat, Phouphet Kyophilavong, Alay Phonvisay, Bouason Sengsourivong,
Assessment the Effect of Free Trade Agreements on Exports of Lao PDR, International
Journal of Economics and Financial Issues 2015.
Frisdiantara, Christea. Ekonomi Pembangunan : Kajian Teoritis dan Empiris. Penerbit
Universitas Kanjuruhan Malang, Malang. 2016
Imam, Nurul. UMKM Outlook. ( http://fokus-umkm.com/umkm-outlook-2017/ ), web
diakses pada september 2017, Indonesia. 2016
Jolanta Drozdz, Algirdas Miškinis, Benefits and Threats of Free Trade, Publishing House of
Wrocław University of Economics Wrocław 2011
Kemendag. Masyarakat Ekonomi Asean : Peluang dan Tantangan Indonesia. Kementrian
Perdagangan, warta ekspor. 2015
Kemenlu.
Kebijakan
Masyarakat
Ekonomi
Asean
-
MEA.
(
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Masyarakat-Ekonomi-ASEAN-MEA ),
web diakses pada september 2017, Indonesia. 2015
Oktavianus, Boby Chandro. Masyarakat Ekonomi Asean, Inilah Yang Perlu Diketahui. (
https://www.cermati.com/artikel/masyarakat-ekonomi-asean-mea-inilah-yang-perludiketahui ), web diakses pada september 2017, Indonesia. 2017
Purnama Kusumaastuti, Ega Maharani Asih, dan Carmidah, Strategi dan Langkah-Langkah
UMKM Dalam Menghadapi MEA 2015.
Rofiq,
Aunur.
Strategi
UKM
hadapi
Masyarakat
Ekonomi
Asean.
(https://economy.okezone.com/read/2016/01/14/320/1288073/strategi-ukm-hadapi-mea),
web diakses pada september 2017, Indonesia. 2017
Rosyid, Abdul, Manajemen Usaha Kecil Menegah dan Koperasi. makalah. 2004
Sabirin. Era Pasar Bebas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Indonesia Siap atau
Tidak ?. ( http://www.kompasiana.com/sabirinsaiga/era-pasar-bebas-usaha-mikro-kecilmenengah-umkm-indonesia-siap-atau-tidak ), web diakses pada september 2017,
Indonesia. 2016
Sukirno, sadono. Mikro ekonomi teori pengantar. Jakarta : Rajawali Pers. 2009.
UU Republik Indonesia. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah. Jakarta : Sekretariat Negara. 2008
Wahyono,
Budi.Kebijakan
pemerintah
kepada
usaha
kecil
menengah
.
(http://www.pendidikanekonomi.com/2012/12/kebijakan-pemerintah-terhadap-ukm.html )
web diakses pada september 2017, Indonesia. 2012