Sejarah ketatanegaraan Indonesia pada ma
MAKALAH HUKUM TATA NEGARA
PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN INDONESIA
PERIODE 20 OKTOBER 2014 SAMPAI SEKARANG
Anggota Kelompok
Aprilia Nur K
K6413005 / A
Dewi Wulandari
K6413020 / A
Endang Setyowati
K6413025 / A
Kusuma Putri W
K6413038 / A
Rifka Zahara Sufyanti
K6413060 / B
Rosy Indra Bimantara
K6413064 / B
Septa Nanda Nugraha
K6413066 / B
Tauhid Adi Tomo
K6413072 / B
Zahroh Ikhsania Rahmah K6413079 / B
Tugas Terstruktur Ini Disusun guna Memenuhi Persyaratan dan Kelulusan
Mata Kuliah Hukum Tata Negara yang diampu oleh
Ibu Rima Vien P.H, S.H, M.H
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan innayah - Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Hukum Tata Negara.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Tata Negara Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ibu Rima Vien P H, S.H, M.H selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Tata
Negara
Dalam penyusunan makalah Hukum Tata Negara ini penulis menyadari masih
banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Oleh karena itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari semua
pihak. Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
bagi mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret.
Surakarta,
April 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I.................................................................................................................................1
A.
Latar Belakang.................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan............................................................................... 2
BAB II...............................................................................................................................3
A.
Perubahan Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif 2014..................................3
B.
Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014................................7
C. Gugatan Kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi Terkait dengan Hasil
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.......................................................7
D.
Struktur Kabinet Periode 2014-2019.......................................................8
E.
Masa Depan Ketatanegaraan Indonesia Lima Tahun Kedepan......................11
BAB III...........................................................................................................................13
A.
Kesimpulan.................................................................................... 13
B.
Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dalam
menjalankan
pemerintahannya.
Seiring
berjalannya
waktu
Indonesia
mengalami perubahan atau perkembangan ketatanegaraan. Gerakan reformasi
pada tahun 1998 menjadi salah satu wujud dari adanya perubahan dalam
sistem ketatanegaran Indonesia. Salah satu dari perkembangan tersebut adalah
dengan adanya demokrasi dengan wujud pemilihan umum untuk memilih
perwakilan rakyat yang akan menjalankan pemerintahan.
Pemilihan Umum baik Pemilu legislatif maupun Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden secara langsung tahun 2014 menjadi catatan
baru bagi ketatanegaraan Indonesia. Salah satu hal yang menyangkut
perubahan pengaturan sistem Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah penetapan
ambang batas yang naik 1% dari tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun
2014. Hal ini membuat persaingan dalam memperebutkan kursi di parlemen
sangat ketat. Selain itu Pilpres 2014 hanya diikuti oleh dua pasangan yakni
Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Keberadaan dua pasangan yang bertarung
terbuka, berjalan dengan penuh dinamika, sengit dan membelah negeri ini
kedalam polaritas. Imbas kerasnya pertarungan masih terasa sampai sekarang.
Dengan demikian, pasca putusan MK yang menolak gugatan kubu PrabowoHatta, matra pertarungan antara kedua kubu sebagai konsekuensi dan dampak
pertarungan politik dalam Pilpres 2014 diprediksi akan mengalami pergeseran
baik fokus maupun lokus.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan pengaturan sistem pemilu legislatif tahun 2014?
2. Bagaimana pelaksanaan Pilpres tahun 2014?
3. Bagaimana gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan
hasil Pilpres 2014?
1
4. Bagaimana struktur kabinet periode 2014-2019?
5. Bagaimana masa depan ketatanegaraan Indonesia lima tahun kedepan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Perubahan pengaturan sistem pemilu legislatif tahun 2014.
2. Mengetahui pelaksanaan Pilpres tahun 2014.
3. Mengetahui gugatan yang masuk ke MK terkait dengan hasil Pilpres
2014.
4. Mengetahui struktur kabinet pada periode 2014-2019.
5. Mengetahui masa depan ketatanegaraan Indonesia lima tahun ke depan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perubahan Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif 2014
Salah satu hal yang menyangkut perubahan pengaturan sistem Pemilu
Legislatif tahun 2014 adalah penetapan ambang batas yang naik 1% dari
tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun 2014 berdampak pada perolehan
suara partai politik yang mengikuti pemilu. Akibatnya bagi partai yang
mendapatkan suara dibawah 3,5% berarti ditetapkan partai politik tersebut
tidak bisa dilibatkan dalam perhitungan kursi. Karena kebijakan yang
dianggap bertentangan dengan kedaulatan rakyat dan hak politik maka
banyak yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal
yang mematikan mereka (partai perolehan suara kurang dari 3,5%) yang
secara tidak langsung mematikan keinginan mereka untuk bisa “menduduki”
kursi di DPR RI.
Pemilu 9 April 2014 yang lalu dengan diikuti oleh 12 Partai Nasional
dan 3 Partai Lokal di Aceh. Jumlah Daftar Pemilih Tetap 185.826.024 orang
dengan tingkat partisipasi 75,11 %, yaitu 124.972.491 yang menggunakan
hak pilihnya. Hal ini berarti ada 24,89 %. Sedangkan apabila suara tidak sah
karena kesengajaan atau kesalahan mencoblos dimasukkan dalam kelompok
Golput, maka akan mencapai 31,89 %.
Tabel II.1 Hasil Pemilu Legislative DPR Pusat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
PARTAI
Nasdem
PKB
PKS
PDIP
Golkar
Gerindra
Demokrat
PAN
PPP
Hanura
Partai Damai Aceh*
Suara
8.402.812
11.298.957
8.480.204
23.681.471
18.432.312
14.760.371
12.728.913
9.481.621
8.157.488
6.579.498
0
% Suara
6,72 %
9,04 %
6,79 %
18,95 %
14,75 %
11,81 %
10,19 %
7,59 %
6,53 %
5,26 %
0%
Kursi
35
47
40
109
91
73
61
49
39
16
0
% Kursi
6,25 %
8,39 %
7,14 %
19,46 %
16,25 %
13,03 %
10.89 %
8,75 %
6,96 %
2,86 %
0%
3
12. Partai Nasional
0
0%
0
0%
Aceh*
13. Partai Aceh*
14. Partai Bulan
0
1.825.750
0%
1,46 %
0
0
0%
0%
Bintang**
15. PKPI**
JUMLAH
1.143.094
124.972.49
0,91 %%
100 %
0
560
0%
100 %
1
Keterangan : *) Partai Lokal Aceh; **) Tidak lolos ke DPR karena perolehan
kurang 3,5 %
Merah
: Tidak Lolos
Biru
: Untung
Hijau
: Rugi
Berdasarkan hasil pemilu tersebut maka terdapat 2 partai yang tidak
lolos ambang batas parlemen atau untuk mendapatkan kursi DPR sebesar 3,5
%, yaitu PBB dan PKPI. Partai-partai yang lolos tersebut ditetapkan berhasil
masuk dalam perhitungan konversi kursi. Hasil konversi suara menjadi kursi
membuat terjadinya perubahan
jumlah prosentase kursi yang diperoleh.
Terdapat beberapa partai yang diuntungkan, yaitu prosentasenya menjadi naik
(PKS, PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP) dan beberapa partai
lain yang dirugikan karena prosentasenya menurun (Nasdem, PKB, dan
Hanura).
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Karena perhitungan kursi di DPR
RI tahun 2014 berbeda dengan tahun 2009. Penghitungan pada Pemilu 2014
mengacu pada Pemilu 2004 daripada 2009. Sekarang sudah disederhanakan
kembali ke metode tahun 2004, tidak ada pembagian kursi tahap ketiga di
mana sisa-sisa suara itu dinaikkan ke tingkat Provinsi. Padahal sebetulnya
satuan kompetisi Pemilu adalah di dapil-dapil. Untuk menentukan kursi
melalui penghitungan ketiga lalu dicari lagi BPP di tingkat provinsi, sistem
tersebut sangat rumit, dan pengaturan tidak cukup jelas. Sekarang sistemnya
sudah kembali tidak ada pembagian kursi di tingkat Provinsi. Selesai dibagi
di setiap dapil. Pada 2009, sisa suara dikumpulkan dari seluruh provinsi.
4
Artinya, sisa suara dari dapil lain digabungkan. Misalnya, ada 3 dapil, sisa
partai di setiap dapil itu digabungkan menjadi satu.
Dalam sistem pemilu proporsional, besaran daerah pemilihan dan
formula alokasi kursi punya kaitan erat dengan tingkat kompetisi partai
politik dalam memperebutkan kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Rumus umum menyatakan, bahwa semakin kecil besaran daerah pemilihan,
semakin tinggi tingkat persaingan; demikian juga sebaliknya, semakin besar
besaran daerah pemilihan maka semakin rendah tingkat persaingan. Pada titik
inilah dikenal istilah threshold atau angka ambang batas mendapatkan kursi,
yaitu jumlah suara minimal yang harus diperoleh partai politik untuk
mendapatkan kursi yang ada di daerah pemilihan tersebut.
Anggota KPU Hadar Nafis Gumay, mengemukakan penghitungan
perolehan kursi DPR RI dimulai dari penghitungan perolehan suara partaipartai politik peserta Pemilu secara nasional. Setelah diketahui hasilnya, KPU
akan menentukan siapa saja yang lolos dengan berpatok pada ambang batas
parlemen sebesar 3,5 persen. Mekanisme perhitungan perolehan kursi DPR
RI tersebut yakni :
1. Dimulai dengan perhitungan perolehan suara sah nasional partai politik
dikalikan dengan besaran ambang batas (3.5%).
Perhitungan:
Jumlah suara sah adalah 124.972.491 suara dikalikan dengan ambang
batas 3,5% hasilnya 3.749.175. Angka tersebut merupakan angka
ambang batas.
Berarti jika, partai politik peserta pemilu memperoleh angka 3.749.175
atau lebih maka ditetapkan memenuhi syarat, sehingga partai politik
tersebut dilibatkan dalam perhitungan kursi.
Jadi dapat dengan mudah diketahui PBB yang hanya memperoleh suara
1.825.750 dan PKPI memperoleh suara 1.143.094 ditetapkan TIDAK
MEMENUHI SYARAT sehingga PBB dan PKPI tidak dilibatkan dalam
perhitungan kursi.
5
2. Menentukan BPP (Bilangan Pembagian Pemilihan) yang disebut dengan
angka pembagi/ harga kursi di suatu dapil.
Merupakan pembagian jumlah suara sah parpol yang lulus ambang batas
dibagi dengan jumlah kursi didapil yang bersangkutan.
3. Setelah KPU melakukan perhitungan BPP tahap pertama maka akan
diketahui partai-partai mana saja yang mendapat kursi. (Tahap I)
4. Kemudian sisa suara yang dihasilkan dari perhitungan kursi diatas,
digunakan untuk perhitungan Tahap II dengan berbasis pada ranking
partai berdasar sisa suara.
Dapat diambil kesimpulan, penerapan ambang batas menyebabkan
meningkatnya jumlah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi, atau suara
hilang atau suara terbuang atau wasted votes. Itu artinya, penerapan ketentuan
ambang batas jika tidak hati-hati akan melanggar prinsip sistem pemilu
proporsional: membagi suara-kursi secara proprosional. Padahal UUD 1945
menegaskan, bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan
DPRD kabupaten/kota menggunakan sistem pemilu proporsional.
Disi lain ada manfaat dari penerapan ambang batas perwakilan dalam
satu pemilu. Tujuannya adalah untuk membatasi partai-partai politik yang
tidak mendapat dukungan signifikan masuk parlemen. Selain itu, banyaknya
partai politik di parlemen dipercaya mempengaruhi efektivitas pengambilan
keputusan di parlemen yang kemudian berdampak pada kinerja pemerintahan.
Artinya, semakin banyak partai politik di parlemen, maka semakin rendah
efektivitas pengambilan keputusan sehingga semakin buruk kinerja
pemerintahannya. Meskipun logika tersebut tidak sesuai dengan kenyataan,
namun para politisi (khususnya yang partainya menguasai parlemen)
bersikeras dengan dalih tersebut. Padahal efektivitas pengambilan keputusan
parlemen, tidak ditentukan oleh berapa jumlah partai politik di parlemen,
tetapi lebih oleh berapa jumlah partai politik dominan di parlemen. Sebab,
tidak semua partai di parlemen mempunyai kekuatan sama, melainkan
bergantung pada jumlah kursi yang dimilikinya.
6
B. Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014
untuk
memilih Presiden dan Wakil
Presiden Indonesia untuk
masa
bakti 2014-2019. Pemilihan ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga
di Indonesia. Menurut UU Pemilu 2008, hanya partai yang menguasai lebih
dari 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi 25% suara
populer dapat mengajukan kandidatnya. Undang-undang ini sempat digugat
di Mahkamah Konstitusi, namun pada bulan Januari 2014, Mahkamah
memutuskan undang-undang tersebut tetap berlaku. Pemilihan umum ini
akhirnya
dimenangi
memperoleh
suara
oleh
sebesar
pasangan Joko
53,15%,
Widodo-Jusuf
mengalahkan
Kalla dengan
pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasayang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan
keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan Wakil Presiden
terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014 menggantikan Susilo
Bambang Yudhoyono.
C. Gugatan Kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi Terkait dengan
Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014
Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil
pemilihan umum 2014, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu,
juga ada rencaa mengajukan gugatan ke PTUN dan MA jika gugatan ke MK
tidak dikabulkan.
Gugatan ke Mahkamah Konstitusi dimasukkan pada tanggal 25 Juli
2014 dengan klaim kemenangan seharusnya ada di pihak Prabowo dengan
67.139.153 atau 50,25 persen suara dan 66.435.124 atau 49,75 persen suara
untuk pasangan nomor urut 2. Selisihnya 704.029 suara. Tim Hukum
Prabowo juga sempat mengklaim bukti sebanyak 10 truk, yang kemudian
berkurang menjadi 15 mobil lapis baja, dan berkurang lagi menjadi 3 bundel.
Gugatan ini diunggah ke situs Mahkamah Konstitusi sehingga menimbulkan
banyak kritikan akibat banyaknya kesalahan ketik, struktur penulisan, dan
7
penjumlahan angka-angka di gugatan tersebut.
Pada tanggal 7 Agustus,
gugatan tersebut diperbaiki dan dikirimkan ulang kepada MK. Selain itu,
bukti-bukti baru juga ditambahkan sebanyak 76 bundel ditambah klaim
adanya 2000 saksi. Namun MK membatasi saksi sejumlah 25 di tiap sidang
karena keterbatasan waktu.
Inti gugatan Prabowo adalah adanya :
1. Kejanggalan jumlah DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan)
2. Pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),
3. Mempermasalahkan sistem noken di Papua, serta hasil penghitungan
yang seharusnya memenangkan Prabowo - Hatta sebesar 50,25 persen.
4. Saat memberikan kesaksian, saksi kubu Prabowo juga mengklaim merasa
diancam saat Pemilu berlangsung.
5. Indikasi money politik. Dalil money politik yang dilakukan oleh pihak
terkait di daerah jawa timur. Pihak terkait membantah melakukan money
politik selama pemilu. Pemohon jug tidak dapat menguraikan dengan
jelas kapan, siapa pelakunya, siapa penerimanya, berapa banyak dan
dimana.
Namun akhirnya, setelah melewati proses sidang yang panjang,
pada tanggal 21 Agustus 2014, MK memutuskan "menolak secara
keseluruhan" seluruh gugatan tim hukum Prabowo – Hatta.
D. Struktur Kabinet Periode 2014-2019
Presiden RI terpilih Jokowi menginginkan menteri dalam kabinetnya
lepas dari parpol. Anggota kabinet pemerintahan Jokowi yang berasal dari
partai politik harus melepaskan jabatan struktural partai sehingga tidak
dibebani urusan kelompok politiknya.
Jokowi juga mengatakan, kabinetnya akan berisi kalangan profesional.
Meskipun demikian, Jokowi menegaskan tidak akan ada dikotomi apakah
kalangan profesional tersebut berasal dari partai ayai non partai. Menurut
Jokowi, yang terpenting adalah menteri yang dipilih menguasai bidangnya.
8
Kabinet
masa
pemeritahan
Jokowi-JK
mengalami
beberapa
perubahan. Sejumlah kementrian mengalami peleburan dan penggabungan.
Meskipun demikian jumlah menteri yang tergabung dalam kabinet kerja ini
tetep berjumlah 34 menteri. Berikut adalah perbandingan struktur kabinet
Indonesia Bersatu II dan Kabinet Kerja.
Tabel II.2 Perbandingan Stuktur Kabinet Indonesia Bersatu dengan Kabinet Kerja
KABINET INDONESIA BERSATU
Menko Bidang Politik, Hukum, dan
KABINET KERJA
Menko Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan
Menko Bidang Perekonomian
Keamanan
Menko Bidang Perekonomian
Menko Bidang Pembangunan
Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat
Menteri Sekretaris Negara
Menteri Dalam Negeri
Menteri Luar Negeri
Menteri Perhubungan
Menteri Kelautan dan Perikanan
Menteri Tenaga Kerja Dan
Manusia dan Kebudayaan
Menko Bidang Kemaritiman
Menteri Sekretaris Negara
Menteri Dalam Negeri
Menteri Luar Negeri
Menteri Perhubungan
Menteri Kelautan dan Perikanan
Menteri Desa Dan Pembangunan
Transmigrasi
Daerah Tertinggal Dan Trasmigrasi
Menteri Pembangunan Daerah
Menteri Ketenagakerjaan
Tertinggal
Menteri Pekerjaan Umum
Menteri Perumahan Rakyat
Menteri PU Dan Perumahan Rakyat
Menteri Hukum Dan Ham
Menteri Hukum Dan Ham
Menteri Keuangan
Menteri Keuangan
Menteri ESDM
Menteri ESDM
Menteri Perindustrian
Menteri Perindustrian
Menteri Perdagangan
Menteri Perdagangan
Menteri Pertanian
Menteri Pertanian
Menteri Kehutanan
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
9
Menteri Lingkungan Hidup
Menteri Kesehatan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Menteri Kesehatan
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan
Dasar Dan Menengah
Menteri Sosial
Menteri Social
Menteri Agama
Menteri Agama
Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif
Menteri Pariwisata
Menteri Komunikasi dan Informatika
Menteri Komunikasi dan Informatika
Menteri Riset dan Teknologi
Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi
Menteri Koperasi dan UMKM
Menteri Koperasi dan UMKM
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Menteri Pemberdyaan Perempuan
Perlindungan Anak
dan Perlindungan Anak
Menteri Pemberdayagunaan Aparatur
Menteri Pemberdayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
Negara dan Reformasi Birokrasi
Menteri Perencanaan Pembangunan
Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas
Negara/ Kepala Bappenas
Menteri Badan Usaha Milik Negara
Menteri Badan Usaha Milik Negara
Menteri Pemuda dan Olahraga
Menteri Pemuda dan Olahraga
Menteri Pertahanan
Menteri Pertahanan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
BPN
E. Masa Depan Ketatanegaraan Indonesia Lima Tahun Kedepan
Pasca putusan MK yang menolak gugatan kubu Prabowo-Hatta akan
membawa dampak yang cukup besar terhadap keberlangsungan bangsa
Indonesia ke depan. Pertarungan yang sebenarnya justru berjalan setelah
Pilpres selesai.
10
Kemenangan Jokowi yang berpasangan dengan JK saat pilpres lalu,
tak lepas dari dukungan lima parpol, yakni PDI-P, PKB, Partai Nasdem,
Partai Hanura, serta PKPI. Konstelasi koalisi inilah yang diyakini melahirkan
tarik-menarik kepentingan dalam penyusunan Kabinet. Hal itu tercermin dari
pernyataan Jokowi saat sebelum dilantik, yang memberi alokasi 16 kursi
menteri bagi calon dari parpol.
Kita memahami, tidak mudah membagi 16 kursi tersebut kepada
parpol-parpol penyokong. Belum lagi ada parpol yang belakangan bergabung
ke dalam koalisi, yang konon juga dijanjikan kursi menteri sebagai
kontraprestasi dukungan politik di parlemen. Ini membuat distribusi menteri
ke parpol-parpol semakin pelik. Langkah mengakomodasi calon menteri dari
parpol, dalam praktiknya tak bisa dihindari. Sebab, dalam perjalanan
pemerintahan selama lima tahun ke depan, Presiden membutuhkan dukungan
politik dari parlemen agar semua programnya bisa terlaksana dengan lancar.
Dukungan publik semata dirasa tak cukup. Sebab, praktik ketatanegaraan
mensyaratkan adanya keterlibatan parlemen, yang artinya juga berarti
keterlibatan parpol.
Jalannya pemerintahan, diprediksi bakal banyak menemui kendala,
khususnya menyangkut relasi antara eksekutif dan legislatif. Hal ini paling
memungkinkan ketika kekuatan lawan politik presiden lebih kuat di
parlemen. Dengan menguasai dua pertiga suara di DPR-RI, Kubu Prabowo
atau Koalisi Merah Putih akan banyak menentukan peta ekonomi dan politik
dinegeri ini. Kedua hal tersebut akan memberi dampak langsung tentunya
pada aspek ideologi, hukum dan ketahanan nasional. Beragam kebijakan
pemerintahan Jokowi-JK diprediksi kedepan bakal mendapat beragam kritik
dan hambatan kebijakan oleh KMP yang jumlahnya mayoritas di DPR RI.
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, efektivitas pemerintahan bisa
terbentuk jika program atau kebijakan pemerintah mendapat dukungan penuh
dari pihak legislatif. Meskipun posisi DPR dan presiden ditempatkan sejajar,
DPR tetap saja lebih dominan ketimbang Presiden. Artinya, kebijakan
11
pemerintah yang tak mendapat persetujuan dari parlemen membuktikan
bahwa hubungan yang terjalin di antara dua lembaga tersebut tak efektif.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu hal yang menyangkut perubahan pengaturan sistem Pemilu
Legislatif tahun 2014 adalah penetapan ambang batas yang naik 1%
dari tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun 2014 berdampak pada
perolehan suara partai politik yang mengikuti pemilu. Disi lain ada
manfaat dari penerapan ambang batas perwakilan dalam satu pemilu.
Tujuannya adalah untuk membatasi partai-partai politik yang tidak
mendapat dukungan signifikan masuk parlemen. Selain itu, banyaknya
partai politik di parlemen dipercaya mempengaruhi efektivitas
pengambilan keputusan di parlemen, yang kemudian berdampak pada
kinerja pemerintahan.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli
2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk
masa bakti 2014-2019.
Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil
pemilihan umum 2014, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Inti
gugatan Prabowo adalah adanya kejanggalan jumlah dpktb (daftar
pemilih khusus tambahan), pelanggaran pemilu yang terstruktur,
sistematis, dan masif (TSM), mempermasalahkan sistem noken di
papua, serta hasil penghitungan yang seharusnya memenangkan
prabowo - hatta sebesar 50,25 persen. saat memberikan kesaksian,
saksi kubu prabowo juga mengklaim merasa diancam saat pemilu
berlangsung dan indikasi money politik.
Kabinet masa pemeritahan Jokowi-JK mengalami beberapa perubahan.
Sejumlah kementrian mengalami peleburan dan penggabungan.
13
Meskipun demikian jumlah menteri yang tergabung dalam kabinet
kerja ini tetep berjumlah 34 menteri.
Jalannya pemerintahan, diprediksi bakal banyak menemui kendala,
khususnya menyangkut relasi antara eksekutif dan legislatif. Hal ini
paling memungkinkan ketika kekuatan lawan politik presiden lebih
kuat di parlemen. Dengan menguasai dua pertiga suara di DPR-RI,
Kubu Prabowo atau Koalisi Merah Putih akan banyak menentukan
peta ekonomi dan politik dinegeri ini. Kedua hal tsb akan memberi
dampak langsung tentunya pada aspek ideologi, hukum dan ketahanan
nasional.
B. Saran
Kabinet Presiden Jokowi sudah terbentuk. Presiden Jokowi kini harus
membuktikan keefisienan dan keefektifan komposisi, struktur, dan
kinerja Kabinetnya, sebagaimana yang menjadi tuntutan atau amanat
UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Presiden Jokowi harus menjalin sinergi dengan DPR RI sebagai mitra
dalam bekerja membangun bangsa dan Negara ini melalui upaya yang
kongkrit seperti menunjuk 1 (satu) orang menjali penghubung dengan
DPR RI dan/atau lembaga negara lainnya, sehingga segala program
pemerintah dapat terlaksana dengan baik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Setiobudi E., Farid M,dan Nurcholis. Prediksi Indonesia Era Jokowi-JK. Jakarta:
Pandu Deteksi Nusantara, 2014
Karya Ilmiah
Daud, Afrianto. “Mengadili” Kabinet Kerja Jokowi. Oktober 2014
Kementerian Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
Universitas Padjadjaran Kabinet Inspirasi. Dinamika Kisruh KPK dan
Polri: Konflik Elit Rugikan Rakyat (Lagi)
Putusan
Mahkamah Konstitusi. Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014.
Internet
http://politik.kompasiana.com/2014/10/28/mengadili-kabinet-kerja-jokowi688014.html (Diakses tanggal 28/03/2015)
http://politik.kompasiana.com/2014/09/07/teori-konspirasi-koalisi-merah-putih-diparlemen-673006.html ( Diakses tanggal 28/03/2015)
www.hukumonline.com/berita/baca/lt54ec279995ed3/memperluas-praperadilan-mempersempit-penegak-hukum (Diakses 28/03/2015)
http://www.academia.edu/9283034/SISTEM_PEMERINTAHAN_INDONESIA
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/09/16/nbzljm-ini-perbedaankabinet-jokowi-dengan-sby-versi-jk(Diakses tanggal 28/03/2015)
http://www.beritasatu.com/nasional/214460-ini-perbedaan-sby-dan-jokowidalam-konteks-ketatanegaraan.html..23-03-2015..14:32
(Diakses
tanggal
28/03/2015)
http://politik.kompasiana.com/2014/10/27/pengumuman-kabinet-jokowi-apayang-unik-dibandingkan-sebelumnya-682735.html
(Diakses
tanggal
28/03/2015)
iv
PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN INDONESIA
PERIODE 20 OKTOBER 2014 SAMPAI SEKARANG
Anggota Kelompok
Aprilia Nur K
K6413005 / A
Dewi Wulandari
K6413020 / A
Endang Setyowati
K6413025 / A
Kusuma Putri W
K6413038 / A
Rifka Zahara Sufyanti
K6413060 / B
Rosy Indra Bimantara
K6413064 / B
Septa Nanda Nugraha
K6413066 / B
Tauhid Adi Tomo
K6413072 / B
Zahroh Ikhsania Rahmah K6413079 / B
Tugas Terstruktur Ini Disusun guna Memenuhi Persyaratan dan Kelulusan
Mata Kuliah Hukum Tata Negara yang diampu oleh
Ibu Rima Vien P.H, S.H, M.H
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan innayah - Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Hukum Tata Negara.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Tata Negara Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ibu Rima Vien P H, S.H, M.H selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Tata
Negara
Dalam penyusunan makalah Hukum Tata Negara ini penulis menyadari masih
banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Oleh karena itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari semua
pihak. Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya
bagi mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret.
Surakarta,
April 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I.................................................................................................................................1
A.
Latar Belakang.................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan............................................................................... 2
BAB II...............................................................................................................................3
A.
Perubahan Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif 2014..................................3
B.
Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014................................7
C. Gugatan Kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi Terkait dengan Hasil
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.......................................................7
D.
Struktur Kabinet Periode 2014-2019.......................................................8
E.
Masa Depan Ketatanegaraan Indonesia Lima Tahun Kedepan......................11
BAB III...........................................................................................................................13
A.
Kesimpulan.................................................................................... 13
B.
Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dalam
menjalankan
pemerintahannya.
Seiring
berjalannya
waktu
Indonesia
mengalami perubahan atau perkembangan ketatanegaraan. Gerakan reformasi
pada tahun 1998 menjadi salah satu wujud dari adanya perubahan dalam
sistem ketatanegaran Indonesia. Salah satu dari perkembangan tersebut adalah
dengan adanya demokrasi dengan wujud pemilihan umum untuk memilih
perwakilan rakyat yang akan menjalankan pemerintahan.
Pemilihan Umum baik Pemilu legislatif maupun Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden secara langsung tahun 2014 menjadi catatan
baru bagi ketatanegaraan Indonesia. Salah satu hal yang menyangkut
perubahan pengaturan sistem Pemilu Legislatif tahun 2014 adalah penetapan
ambang batas yang naik 1% dari tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun
2014. Hal ini membuat persaingan dalam memperebutkan kursi di parlemen
sangat ketat. Selain itu Pilpres 2014 hanya diikuti oleh dua pasangan yakni
Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Keberadaan dua pasangan yang bertarung
terbuka, berjalan dengan penuh dinamika, sengit dan membelah negeri ini
kedalam polaritas. Imbas kerasnya pertarungan masih terasa sampai sekarang.
Dengan demikian, pasca putusan MK yang menolak gugatan kubu PrabowoHatta, matra pertarungan antara kedua kubu sebagai konsekuensi dan dampak
pertarungan politik dalam Pilpres 2014 diprediksi akan mengalami pergeseran
baik fokus maupun lokus.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan pengaturan sistem pemilu legislatif tahun 2014?
2. Bagaimana pelaksanaan Pilpres tahun 2014?
3. Bagaimana gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan
hasil Pilpres 2014?
1
4. Bagaimana struktur kabinet periode 2014-2019?
5. Bagaimana masa depan ketatanegaraan Indonesia lima tahun kedepan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Perubahan pengaturan sistem pemilu legislatif tahun 2014.
2. Mengetahui pelaksanaan Pilpres tahun 2014.
3. Mengetahui gugatan yang masuk ke MK terkait dengan hasil Pilpres
2014.
4. Mengetahui struktur kabinet pada periode 2014-2019.
5. Mengetahui masa depan ketatanegaraan Indonesia lima tahun ke depan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perubahan Pengaturan Sistem Pemilu Legislatif 2014
Salah satu hal yang menyangkut perubahan pengaturan sistem Pemilu
Legislatif tahun 2014 adalah penetapan ambang batas yang naik 1% dari
tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun 2014 berdampak pada perolehan
suara partai politik yang mengikuti pemilu. Akibatnya bagi partai yang
mendapatkan suara dibawah 3,5% berarti ditetapkan partai politik tersebut
tidak bisa dilibatkan dalam perhitungan kursi. Karena kebijakan yang
dianggap bertentangan dengan kedaulatan rakyat dan hak politik maka
banyak yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal
yang mematikan mereka (partai perolehan suara kurang dari 3,5%) yang
secara tidak langsung mematikan keinginan mereka untuk bisa “menduduki”
kursi di DPR RI.
Pemilu 9 April 2014 yang lalu dengan diikuti oleh 12 Partai Nasional
dan 3 Partai Lokal di Aceh. Jumlah Daftar Pemilih Tetap 185.826.024 orang
dengan tingkat partisipasi 75,11 %, yaitu 124.972.491 yang menggunakan
hak pilihnya. Hal ini berarti ada 24,89 %. Sedangkan apabila suara tidak sah
karena kesengajaan atau kesalahan mencoblos dimasukkan dalam kelompok
Golput, maka akan mencapai 31,89 %.
Tabel II.1 Hasil Pemilu Legislative DPR Pusat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
PARTAI
Nasdem
PKB
PKS
PDIP
Golkar
Gerindra
Demokrat
PAN
PPP
Hanura
Partai Damai Aceh*
Suara
8.402.812
11.298.957
8.480.204
23.681.471
18.432.312
14.760.371
12.728.913
9.481.621
8.157.488
6.579.498
0
% Suara
6,72 %
9,04 %
6,79 %
18,95 %
14,75 %
11,81 %
10,19 %
7,59 %
6,53 %
5,26 %
0%
Kursi
35
47
40
109
91
73
61
49
39
16
0
% Kursi
6,25 %
8,39 %
7,14 %
19,46 %
16,25 %
13,03 %
10.89 %
8,75 %
6,96 %
2,86 %
0%
3
12. Partai Nasional
0
0%
0
0%
Aceh*
13. Partai Aceh*
14. Partai Bulan
0
1.825.750
0%
1,46 %
0
0
0%
0%
Bintang**
15. PKPI**
JUMLAH
1.143.094
124.972.49
0,91 %%
100 %
0
560
0%
100 %
1
Keterangan : *) Partai Lokal Aceh; **) Tidak lolos ke DPR karena perolehan
kurang 3,5 %
Merah
: Tidak Lolos
Biru
: Untung
Hijau
: Rugi
Berdasarkan hasil pemilu tersebut maka terdapat 2 partai yang tidak
lolos ambang batas parlemen atau untuk mendapatkan kursi DPR sebesar 3,5
%, yaitu PBB dan PKPI. Partai-partai yang lolos tersebut ditetapkan berhasil
masuk dalam perhitungan konversi kursi. Hasil konversi suara menjadi kursi
membuat terjadinya perubahan
jumlah prosentase kursi yang diperoleh.
Terdapat beberapa partai yang diuntungkan, yaitu prosentasenya menjadi naik
(PKS, PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP) dan beberapa partai
lain yang dirugikan karena prosentasenya menurun (Nasdem, PKB, dan
Hanura).
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Karena perhitungan kursi di DPR
RI tahun 2014 berbeda dengan tahun 2009. Penghitungan pada Pemilu 2014
mengacu pada Pemilu 2004 daripada 2009. Sekarang sudah disederhanakan
kembali ke metode tahun 2004, tidak ada pembagian kursi tahap ketiga di
mana sisa-sisa suara itu dinaikkan ke tingkat Provinsi. Padahal sebetulnya
satuan kompetisi Pemilu adalah di dapil-dapil. Untuk menentukan kursi
melalui penghitungan ketiga lalu dicari lagi BPP di tingkat provinsi, sistem
tersebut sangat rumit, dan pengaturan tidak cukup jelas. Sekarang sistemnya
sudah kembali tidak ada pembagian kursi di tingkat Provinsi. Selesai dibagi
di setiap dapil. Pada 2009, sisa suara dikumpulkan dari seluruh provinsi.
4
Artinya, sisa suara dari dapil lain digabungkan. Misalnya, ada 3 dapil, sisa
partai di setiap dapil itu digabungkan menjadi satu.
Dalam sistem pemilu proporsional, besaran daerah pemilihan dan
formula alokasi kursi punya kaitan erat dengan tingkat kompetisi partai
politik dalam memperebutkan kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Rumus umum menyatakan, bahwa semakin kecil besaran daerah pemilihan,
semakin tinggi tingkat persaingan; demikian juga sebaliknya, semakin besar
besaran daerah pemilihan maka semakin rendah tingkat persaingan. Pada titik
inilah dikenal istilah threshold atau angka ambang batas mendapatkan kursi,
yaitu jumlah suara minimal yang harus diperoleh partai politik untuk
mendapatkan kursi yang ada di daerah pemilihan tersebut.
Anggota KPU Hadar Nafis Gumay, mengemukakan penghitungan
perolehan kursi DPR RI dimulai dari penghitungan perolehan suara partaipartai politik peserta Pemilu secara nasional. Setelah diketahui hasilnya, KPU
akan menentukan siapa saja yang lolos dengan berpatok pada ambang batas
parlemen sebesar 3,5 persen. Mekanisme perhitungan perolehan kursi DPR
RI tersebut yakni :
1. Dimulai dengan perhitungan perolehan suara sah nasional partai politik
dikalikan dengan besaran ambang batas (3.5%).
Perhitungan:
Jumlah suara sah adalah 124.972.491 suara dikalikan dengan ambang
batas 3,5% hasilnya 3.749.175. Angka tersebut merupakan angka
ambang batas.
Berarti jika, partai politik peserta pemilu memperoleh angka 3.749.175
atau lebih maka ditetapkan memenuhi syarat, sehingga partai politik
tersebut dilibatkan dalam perhitungan kursi.
Jadi dapat dengan mudah diketahui PBB yang hanya memperoleh suara
1.825.750 dan PKPI memperoleh suara 1.143.094 ditetapkan TIDAK
MEMENUHI SYARAT sehingga PBB dan PKPI tidak dilibatkan dalam
perhitungan kursi.
5
2. Menentukan BPP (Bilangan Pembagian Pemilihan) yang disebut dengan
angka pembagi/ harga kursi di suatu dapil.
Merupakan pembagian jumlah suara sah parpol yang lulus ambang batas
dibagi dengan jumlah kursi didapil yang bersangkutan.
3. Setelah KPU melakukan perhitungan BPP tahap pertama maka akan
diketahui partai-partai mana saja yang mendapat kursi. (Tahap I)
4. Kemudian sisa suara yang dihasilkan dari perhitungan kursi diatas,
digunakan untuk perhitungan Tahap II dengan berbasis pada ranking
partai berdasar sisa suara.
Dapat diambil kesimpulan, penerapan ambang batas menyebabkan
meningkatnya jumlah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi, atau suara
hilang atau suara terbuang atau wasted votes. Itu artinya, penerapan ketentuan
ambang batas jika tidak hati-hati akan melanggar prinsip sistem pemilu
proporsional: membagi suara-kursi secara proprosional. Padahal UUD 1945
menegaskan, bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan
DPRD kabupaten/kota menggunakan sistem pemilu proporsional.
Disi lain ada manfaat dari penerapan ambang batas perwakilan dalam
satu pemilu. Tujuannya adalah untuk membatasi partai-partai politik yang
tidak mendapat dukungan signifikan masuk parlemen. Selain itu, banyaknya
partai politik di parlemen dipercaya mempengaruhi efektivitas pengambilan
keputusan di parlemen yang kemudian berdampak pada kinerja pemerintahan.
Artinya, semakin banyak partai politik di parlemen, maka semakin rendah
efektivitas pengambilan keputusan sehingga semakin buruk kinerja
pemerintahannya. Meskipun logika tersebut tidak sesuai dengan kenyataan,
namun para politisi (khususnya yang partainya menguasai parlemen)
bersikeras dengan dalih tersebut. Padahal efektivitas pengambilan keputusan
parlemen, tidak ditentukan oleh berapa jumlah partai politik di parlemen,
tetapi lebih oleh berapa jumlah partai politik dominan di parlemen. Sebab,
tidak semua partai di parlemen mempunyai kekuatan sama, melainkan
bergantung pada jumlah kursi yang dimilikinya.
6
B. Pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014
untuk
memilih Presiden dan Wakil
Presiden Indonesia untuk
masa
bakti 2014-2019. Pemilihan ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga
di Indonesia. Menurut UU Pemilu 2008, hanya partai yang menguasai lebih
dari 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi 25% suara
populer dapat mengajukan kandidatnya. Undang-undang ini sempat digugat
di Mahkamah Konstitusi, namun pada bulan Januari 2014, Mahkamah
memutuskan undang-undang tersebut tetap berlaku. Pemilihan umum ini
akhirnya
dimenangi
memperoleh
suara
oleh
sebesar
pasangan Joko
53,15%,
Widodo-Jusuf
mengalahkan
Kalla dengan
pasangan Prabowo
Subianto-Hatta Rajasayang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan
keputusan KPU RI pada 22 Juli 2014. Presiden dan Wakil Presiden
terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014 menggantikan Susilo
Bambang Yudhoyono.
C. Gugatan Kubu Prabowo-Hatta ke Mahkamah Konstitusi Terkait dengan
Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014
Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil
pemilihan umum 2014, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Selain itu,
juga ada rencaa mengajukan gugatan ke PTUN dan MA jika gugatan ke MK
tidak dikabulkan.
Gugatan ke Mahkamah Konstitusi dimasukkan pada tanggal 25 Juli
2014 dengan klaim kemenangan seharusnya ada di pihak Prabowo dengan
67.139.153 atau 50,25 persen suara dan 66.435.124 atau 49,75 persen suara
untuk pasangan nomor urut 2. Selisihnya 704.029 suara. Tim Hukum
Prabowo juga sempat mengklaim bukti sebanyak 10 truk, yang kemudian
berkurang menjadi 15 mobil lapis baja, dan berkurang lagi menjadi 3 bundel.
Gugatan ini diunggah ke situs Mahkamah Konstitusi sehingga menimbulkan
banyak kritikan akibat banyaknya kesalahan ketik, struktur penulisan, dan
7
penjumlahan angka-angka di gugatan tersebut.
Pada tanggal 7 Agustus,
gugatan tersebut diperbaiki dan dikirimkan ulang kepada MK. Selain itu,
bukti-bukti baru juga ditambahkan sebanyak 76 bundel ditambah klaim
adanya 2000 saksi. Namun MK membatasi saksi sejumlah 25 di tiap sidang
karena keterbatasan waktu.
Inti gugatan Prabowo adalah adanya :
1. Kejanggalan jumlah DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan)
2. Pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM),
3. Mempermasalahkan sistem noken di Papua, serta hasil penghitungan
yang seharusnya memenangkan Prabowo - Hatta sebesar 50,25 persen.
4. Saat memberikan kesaksian, saksi kubu Prabowo juga mengklaim merasa
diancam saat Pemilu berlangsung.
5. Indikasi money politik. Dalil money politik yang dilakukan oleh pihak
terkait di daerah jawa timur. Pihak terkait membantah melakukan money
politik selama pemilu. Pemohon jug tidak dapat menguraikan dengan
jelas kapan, siapa pelakunya, siapa penerimanya, berapa banyak dan
dimana.
Namun akhirnya, setelah melewati proses sidang yang panjang,
pada tanggal 21 Agustus 2014, MK memutuskan "menolak secara
keseluruhan" seluruh gugatan tim hukum Prabowo – Hatta.
D. Struktur Kabinet Periode 2014-2019
Presiden RI terpilih Jokowi menginginkan menteri dalam kabinetnya
lepas dari parpol. Anggota kabinet pemerintahan Jokowi yang berasal dari
partai politik harus melepaskan jabatan struktural partai sehingga tidak
dibebani urusan kelompok politiknya.
Jokowi juga mengatakan, kabinetnya akan berisi kalangan profesional.
Meskipun demikian, Jokowi menegaskan tidak akan ada dikotomi apakah
kalangan profesional tersebut berasal dari partai ayai non partai. Menurut
Jokowi, yang terpenting adalah menteri yang dipilih menguasai bidangnya.
8
Kabinet
masa
pemeritahan
Jokowi-JK
mengalami
beberapa
perubahan. Sejumlah kementrian mengalami peleburan dan penggabungan.
Meskipun demikian jumlah menteri yang tergabung dalam kabinet kerja ini
tetep berjumlah 34 menteri. Berikut adalah perbandingan struktur kabinet
Indonesia Bersatu II dan Kabinet Kerja.
Tabel II.2 Perbandingan Stuktur Kabinet Indonesia Bersatu dengan Kabinet Kerja
KABINET INDONESIA BERSATU
Menko Bidang Politik, Hukum, dan
KABINET KERJA
Menko Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan
Menko Bidang Perekonomian
Keamanan
Menko Bidang Perekonomian
Menko Bidang Pembangunan
Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat
Menteri Sekretaris Negara
Menteri Dalam Negeri
Menteri Luar Negeri
Menteri Perhubungan
Menteri Kelautan dan Perikanan
Menteri Tenaga Kerja Dan
Manusia dan Kebudayaan
Menko Bidang Kemaritiman
Menteri Sekretaris Negara
Menteri Dalam Negeri
Menteri Luar Negeri
Menteri Perhubungan
Menteri Kelautan dan Perikanan
Menteri Desa Dan Pembangunan
Transmigrasi
Daerah Tertinggal Dan Trasmigrasi
Menteri Pembangunan Daerah
Menteri Ketenagakerjaan
Tertinggal
Menteri Pekerjaan Umum
Menteri Perumahan Rakyat
Menteri PU Dan Perumahan Rakyat
Menteri Hukum Dan Ham
Menteri Hukum Dan Ham
Menteri Keuangan
Menteri Keuangan
Menteri ESDM
Menteri ESDM
Menteri Perindustrian
Menteri Perindustrian
Menteri Perdagangan
Menteri Perdagangan
Menteri Pertanian
Menteri Pertanian
Menteri Kehutanan
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
9
Menteri Lingkungan Hidup
Menteri Kesehatan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Menteri Kesehatan
Menteri Kebudayaan dan Pendidikan
Dasar Dan Menengah
Menteri Sosial
Menteri Social
Menteri Agama
Menteri Agama
Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif
Menteri Pariwisata
Menteri Komunikasi dan Informatika
Menteri Komunikasi dan Informatika
Menteri Riset dan Teknologi
Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi
Menteri Koperasi dan UMKM
Menteri Koperasi dan UMKM
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Menteri Pemberdyaan Perempuan
Perlindungan Anak
dan Perlindungan Anak
Menteri Pemberdayagunaan Aparatur
Menteri Pemberdayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
Negara dan Reformasi Birokrasi
Menteri Perencanaan Pembangunan
Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas
Negara/ Kepala Bappenas
Menteri Badan Usaha Milik Negara
Menteri Badan Usaha Milik Negara
Menteri Pemuda dan Olahraga
Menteri Pemuda dan Olahraga
Menteri Pertahanan
Menteri Pertahanan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
BPN
E. Masa Depan Ketatanegaraan Indonesia Lima Tahun Kedepan
Pasca putusan MK yang menolak gugatan kubu Prabowo-Hatta akan
membawa dampak yang cukup besar terhadap keberlangsungan bangsa
Indonesia ke depan. Pertarungan yang sebenarnya justru berjalan setelah
Pilpres selesai.
10
Kemenangan Jokowi yang berpasangan dengan JK saat pilpres lalu,
tak lepas dari dukungan lima parpol, yakni PDI-P, PKB, Partai Nasdem,
Partai Hanura, serta PKPI. Konstelasi koalisi inilah yang diyakini melahirkan
tarik-menarik kepentingan dalam penyusunan Kabinet. Hal itu tercermin dari
pernyataan Jokowi saat sebelum dilantik, yang memberi alokasi 16 kursi
menteri bagi calon dari parpol.
Kita memahami, tidak mudah membagi 16 kursi tersebut kepada
parpol-parpol penyokong. Belum lagi ada parpol yang belakangan bergabung
ke dalam koalisi, yang konon juga dijanjikan kursi menteri sebagai
kontraprestasi dukungan politik di parlemen. Ini membuat distribusi menteri
ke parpol-parpol semakin pelik. Langkah mengakomodasi calon menteri dari
parpol, dalam praktiknya tak bisa dihindari. Sebab, dalam perjalanan
pemerintahan selama lima tahun ke depan, Presiden membutuhkan dukungan
politik dari parlemen agar semua programnya bisa terlaksana dengan lancar.
Dukungan publik semata dirasa tak cukup. Sebab, praktik ketatanegaraan
mensyaratkan adanya keterlibatan parlemen, yang artinya juga berarti
keterlibatan parpol.
Jalannya pemerintahan, diprediksi bakal banyak menemui kendala,
khususnya menyangkut relasi antara eksekutif dan legislatif. Hal ini paling
memungkinkan ketika kekuatan lawan politik presiden lebih kuat di
parlemen. Dengan menguasai dua pertiga suara di DPR-RI, Kubu Prabowo
atau Koalisi Merah Putih akan banyak menentukan peta ekonomi dan politik
dinegeri ini. Kedua hal tersebut akan memberi dampak langsung tentunya
pada aspek ideologi, hukum dan ketahanan nasional. Beragam kebijakan
pemerintahan Jokowi-JK diprediksi kedepan bakal mendapat beragam kritik
dan hambatan kebijakan oleh KMP yang jumlahnya mayoritas di DPR RI.
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, efektivitas pemerintahan bisa
terbentuk jika program atau kebijakan pemerintah mendapat dukungan penuh
dari pihak legislatif. Meskipun posisi DPR dan presiden ditempatkan sejajar,
DPR tetap saja lebih dominan ketimbang Presiden. Artinya, kebijakan
11
pemerintah yang tak mendapat persetujuan dari parlemen membuktikan
bahwa hubungan yang terjalin di antara dua lembaga tersebut tak efektif.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu hal yang menyangkut perubahan pengaturan sistem Pemilu
Legislatif tahun 2014 adalah penetapan ambang batas yang naik 1%
dari tahun 2009 yang menjadi 3,5% di tahun 2014 berdampak pada
perolehan suara partai politik yang mengikuti pemilu. Disi lain ada
manfaat dari penerapan ambang batas perwakilan dalam satu pemilu.
Tujuannya adalah untuk membatasi partai-partai politik yang tidak
mendapat dukungan signifikan masuk parlemen. Selain itu, banyaknya
partai politik di parlemen dipercaya mempengaruhi efektivitas
pengambilan keputusan di parlemen, yang kemudian berdampak pada
kinerja pemerintahan.
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia
Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli
2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk
masa bakti 2014-2019.
Kubu Prabowo-Hatta Rajasa mengajukan beberapa gugatan atas hasil
pemilihan umum 2014, yaitu ke DKPP dan Mahkamah Konstitusi. Inti
gugatan Prabowo adalah adanya kejanggalan jumlah dpktb (daftar
pemilih khusus tambahan), pelanggaran pemilu yang terstruktur,
sistematis, dan masif (TSM), mempermasalahkan sistem noken di
papua, serta hasil penghitungan yang seharusnya memenangkan
prabowo - hatta sebesar 50,25 persen. saat memberikan kesaksian,
saksi kubu prabowo juga mengklaim merasa diancam saat pemilu
berlangsung dan indikasi money politik.
Kabinet masa pemeritahan Jokowi-JK mengalami beberapa perubahan.
Sejumlah kementrian mengalami peleburan dan penggabungan.
13
Meskipun demikian jumlah menteri yang tergabung dalam kabinet
kerja ini tetep berjumlah 34 menteri.
Jalannya pemerintahan, diprediksi bakal banyak menemui kendala,
khususnya menyangkut relasi antara eksekutif dan legislatif. Hal ini
paling memungkinkan ketika kekuatan lawan politik presiden lebih
kuat di parlemen. Dengan menguasai dua pertiga suara di DPR-RI,
Kubu Prabowo atau Koalisi Merah Putih akan banyak menentukan
peta ekonomi dan politik dinegeri ini. Kedua hal tsb akan memberi
dampak langsung tentunya pada aspek ideologi, hukum dan ketahanan
nasional.
B. Saran
Kabinet Presiden Jokowi sudah terbentuk. Presiden Jokowi kini harus
membuktikan keefisienan dan keefektifan komposisi, struktur, dan
kinerja Kabinetnya, sebagaimana yang menjadi tuntutan atau amanat
UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Presiden Jokowi harus menjalin sinergi dengan DPR RI sebagai mitra
dalam bekerja membangun bangsa dan Negara ini melalui upaya yang
kongkrit seperti menunjuk 1 (satu) orang menjali penghubung dengan
DPR RI dan/atau lembaga negara lainnya, sehingga segala program
pemerintah dapat terlaksana dengan baik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Setiobudi E., Farid M,dan Nurcholis. Prediksi Indonesia Era Jokowi-JK. Jakarta:
Pandu Deteksi Nusantara, 2014
Karya Ilmiah
Daud, Afrianto. “Mengadili” Kabinet Kerja Jokowi. Oktober 2014
Kementerian Kajian Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
Universitas Padjadjaran Kabinet Inspirasi. Dinamika Kisruh KPK dan
Polri: Konflik Elit Rugikan Rakyat (Lagi)
Putusan
Mahkamah Konstitusi. Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014.
Internet
http://politik.kompasiana.com/2014/10/28/mengadili-kabinet-kerja-jokowi688014.html (Diakses tanggal 28/03/2015)
http://politik.kompasiana.com/2014/09/07/teori-konspirasi-koalisi-merah-putih-diparlemen-673006.html ( Diakses tanggal 28/03/2015)
www.hukumonline.com/berita/baca/lt54ec279995ed3/memperluas-praperadilan-mempersempit-penegak-hukum (Diakses 28/03/2015)
http://www.academia.edu/9283034/SISTEM_PEMERINTAHAN_INDONESIA
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/09/16/nbzljm-ini-perbedaankabinet-jokowi-dengan-sby-versi-jk(Diakses tanggal 28/03/2015)
http://www.beritasatu.com/nasional/214460-ini-perbedaan-sby-dan-jokowidalam-konteks-ketatanegaraan.html..23-03-2015..14:32
(Diakses
tanggal
28/03/2015)
http://politik.kompasiana.com/2014/10/27/pengumuman-kabinet-jokowi-apayang-unik-dibandingkan-sebelumnya-682735.html
(Diakses
tanggal
28/03/2015)
iv