MODUL BEBAS DARI NARKOBA DENGAN MENINGKA

MODUL “BEBAS DARI NARKOBA”
DENGAN MENINGKATKAN ABSTINENCE SELF EFFICACY MELALUI
INTERVENSI GROUP COGNITIVE BEHAVIORAL
Irmawati1, Josetta Maria Remila Tuapattinaja2, Juliana Irmayanti Saragih3
Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara
Jl. Dr. Mansyur no. 7 Medan 20155
1
e-mail: irmawati_usu@yahoo.com, 2josetta.mrt@usu.ac.id,
3
julie_psyusu@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian tahun pertama dari dua tahun yang direncanakan
dengan tujuan menciptakan modul “Bebas Narkoba dengan meningkatkan Abstinence Self
Efficacy melalui intervensi Group Cognitive Behavioral” untuk mengatasi terjadinya relapse
pada para pengguna narkoba saat menghadapi high risk situation. Penelitian tahun pertama
untuk melihat apakah intervensi Group Cognitive Behavioral dengan menggabungkan teknik
coping skill dan cognitive restructuring akan lebih efektif meningkatkan abstinence self
efficacy dibandingkan dengan pemberian secara terpisah, melalui eksperimen dengan pretestposttest control group design terhadap 32 partisipan dalam 4 kelompok. Kelompok 1 diberi
teknik coping skill, kelompok 2 diberi teknik cognitive restructuring, kelompok 3 gabungan
kedua teknik tersebut, kelompok 4 tidak mendapat perlakuan apapun. Efektivitas intervensi
dilihat melalui peningkatan skor Brief Situational Confidence Questionaire (BSCQ) yang

diolah dengan teknik statistika parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gabungan
teknik coping skill dan cognitive restructuring lebih efektif untuk meningkatkan abstinence
self efficacy dibandingkan bila teknik ini diberikan secara terpisah.
Kata Kunci: abstinence self efficacy, coping skill, cognitive restructuring, group cognitive
behavioral
A FREE FROM DRUGS NARKOBA MODULE By IMPROVING ABSTINENCE
SELF EFFICACY THROUGH GROUP COGNITIVE BEHAVIORAL
INTERVENTION
Abstract
Drug abuse in Indonesia has become a serious national threat and has been declared
war on drugs by the President of Republic Indonesia, Joko Widodo, while attending a
day Narkotika in 2016. The increasing number of rehabilitation centers and drug users
who underwent rehabilitation programs does not completely free them from the
occurrence of relapse when returning to the society. Therefore, an intervention is
needed to increase the confidence of drug users to not consume drugs anymore. The
purpose of this research is to create a free from drugs narkoba module by improving
Abstinence Self Efficacy through Group Cognitive Behavioral intervention using coping
skill and cognitive restructuring techniques. The method in this research used
experimental with pretest-posttest control group design with 32 participants divided
into 4 groups. Group 1 were given with coping skill technique, group 2 were given with

cognitive restructuring technique, group 3 were given with the combination of the two

techniques (coping skill and cognitive restructuring), and group 4 did not get any
treatment. The effectiveness of intervention seen by the increasing score on Brief
Situational Confidence Questionnaire examined with parametric statistics technique.
The result of this research showed that the combination of coping skill technique and
cognitive restructuring that was given to the participants work more effective to
improve abstinence self efficacy than the techniques given separately.
Keywords: Abstinence self efficacy; Coping skill; Cognitive restructuring; Group cognitive
behavioral

Pengantar
Penyalahgunaan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia telah menjadi ancaman
nasional yang perlu diperhatikan secara seksama. Banyak cara telah dilakukan untuk
menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba ini, secara preventif maupun represif.
Sarafino (2011) menjelaskan bahwa proses pemulihan pecandu narkoba untuk dapat kembali
beraktivitas di lingkungannya bukanlah suatu hal yang mudah dan bukan proses yang singkat
agar benar-benar dapat terbebas dari narkoba. Para pecandu rentan untuk mengalami relapse
yaitu kembali menggunakan narkoba dan kondisi ini sangat tinggi kemungkinannya untuk
terjadi pada minggu pertama hingga bulan pertama setelah berhenti dari penggunaan narkoba.

Minervini (2011) menyatakan bahwa tantangan dan hambatan yang dihadapi para pecandu
menuju pemulihan sangatlah berat, mereka harus berjuang melawan sugesti yang berada terus
dalam kehidupannya dan mengarahkannya untuk mengalami relapse. Leshner (dalam
National Institute on Drug Abuse, 2009) menjabarkan situasi yang berisiko tinggi memicu
penggunaan narkoba (high risk situation) dapat berupa tekanan psikologis, masalah keluarga,
sakit yang dihubungkan dengan masalah medis, hubungan sosial, bahkan mencium aroma
yang behubungan dengan obat-obatan tersebut dapat menjadi pemicu terjadinya relapse.
Marlat dan Gordon (dalam Handershot, 2011) menyatakan bahwa faktor utama yang
menyebabkan seorang relapse adalah faktor keyakinan akan kemampuan yang ia miliki.
Sebelumnya, Witkiewitz dan Marlatt (dalam Sarafino, 2006) juga menjelaskan bahwa salah
satu yang dapat menyebabkan pecandu relapse adalah keyakinan akan kemampuannya yang
rendah. Keyakinan seorang individu akan kemampuannya untuk menolak dan tetap tidak
menggunakan narkoba sehingga tidak mengalami relapse disebut sebagai abstinence selfefficacy (Majer, 2004). Abstinence self efficacy menentukan seorang individu dalam merasa,
berpikir dan mendorong untuk berperilaku tidak menggunakan narkoba. Individu yang
memiliki keyakinan akan kemampuannya akan memandang high risk situation sebagai
tantangan yang harus dikuasai atau dihadapi dan bukan sebagai ancaman yang harus
dihindari. Menurut Marlat dan Gordon (dalam Handershot, 2011), seorang individu dapat
meningkatkan keyakinannya untuk menolak penggunaan narkoba dengan menerapkan teknik
coping yang tepat. Sebelumnya, Chiang (2006) menyatakan bahwa pecandu perlu untuk
melakukan cognitive restructuring dengan cara merestrukturisasi pikirannya yang irasional

terkait manfaat penggunaan narkoba seperti: narkoba dapat membantu penyelesaian masalah,
meningkatkan harga diri, tanpa narkoba maka akan mengurangi kemampuan fisik untuk
bekerja dan mampu mengatasi berbagai masalah sehari-hari.
Intervensi cognitive behavioral (CB) memiliki berbagai macam teknik, namun yang paling
umum digunakan dalam menangani masalah penggunaan narkoba adalah teknik coping skill
dan cognitive restructuring secara terpisah. Julian (2007) menjelaskan bahwa kebanyakan
praktisi yang melakukan intervensi cognitive behavioral terhadap pengguna narkoba,
menggunakan teknik coping skill yang dinilai paling tepat membantu mereka menghadapi
high risk situation dan terhindar dari relapse. Bernard (2012) menegaskan bahwa tidaklah
cukup bagi seorang pengguna narkoba menerapkan teknik coping skill untuk terhindar dari
relapse, yang penting adalah membangun status kognitif (cognitive restructuring) yang
rasional. Adanya negative automatic thought dalam diri pengguna narkoba menimbulkan
pemikiran yang irasional dan dapat menyebabkan terjadinya relapse. Oleh sebab itu
pemikiran yang irasional perlu disubstitusi dengan pemikiran yang rasional agar memiliki
pemahaman yang tepat tentang narkoba dan terhindar dari relapse.

Berdasarkan pernyataan Julian dan Bernard tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melihat
kemungkinan peluang keberhasilan yang lebih besar bagi pengguna narkoba untuk
meningkatkan keyakinan akan kemampuannya menolak menggunakan narkoba dan tidak
relapse dengan mengintegrasikan intervensi teknik coping skill dan cognitive restructuring.

Intervensi ini diberikan secara berkelompok dengan melibatkan sejumlah pecandu agar lebih
efisien dalam hal waktu, biaya, dan tenaga. Selain itu Group Cognitive Behavioral (GCB)
juga dapat memberi ruang keterbukaan bagi para pecandu narkoba dalam berinteraksi
sehingga masing-masing individu di dalam kelompok mampu mengungkapkan pikiran dan
perasaan secara leluasa, saling perhatian, saling memahami, saling membantu dan saling
percaya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (Bieling, 2006). Dengan demikian,
tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah intervensi Group Cognitive Behavioral
dengan mengintegrasikan teknik coping skill dan cognitive restructuring akan lebih efektif
meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan dengan pemberian secara terpisah.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan pretest-posttest control
group design, dengan variabel tergantungnya adalah abstinence self efficacy sedangkan
Group Cognitive Behavioral dengan menggunakan teknik cognitive restructuring, teknik
coping skill dan gabungan teknik cognitive restructuring dan coping skill sebagai variabel
bebas. Penelitian dilakukan di dua pusat rehabilitasi narkoba di kota Medan, menggunakan
teknik purposive sampling dengan kriteria sampel adalah para pencandu narkoba yang sedang
dalam proses pemulihan, tidak sedang menggunakan narkoba atau terapi obat, tidak
mengalami simptom intoxication ataupun withdrawal, serta sudah dirawat minimal 1 bulan.
Abstinence self efficacy diukur melalui Brief Situational Confidence Questionnaire (BSCQ)
dengan nilai validitas yang diperoleh dari korelasi anti image lebih besar dari 0,5 dan nilai

reliabilitas alpha adalah sebesar 0,892. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi dua
bagian yaitu uji asumsi dan uji hipotesa. Uji asumsi menggunakan Kolmogorov-Smirnov test
(0,104, df=32, p=0,200) dan Levene test (0,057, df=32, p=0,982), sedangkan untuk uji
hipotesa menggunakan dua sub analisis yaitu uji t independent untuk within subject dan uji
Anova untuk between subject menggunakan.
Hasil Penelitian
Berdasarkan uji t-independent dari masing-masing kelompok yaitu kelompok eksperimen 1
(coping skill), 2 (cognitive restructuring), 3 (gabungan coping skill dan cognitive
restructuring) dengan kelompok 4 (kelompok kontrol) adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Perbedan gain score skala BSCQ kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
No.
Kelompok
Mean
SE
t
P
1
Eksperimen 1
12,25

2,169
5,542
0,000
2
Kontrol
4,75
2,169
1
2

Eksperimen 2
Kontrol

12,25
4,75

2,259
1,169

5,507


0,000

1
2

Eksperimen 3
Kontrol

23,27
4,75

2,777
2,169

7,981

0,000

Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan abstinence self efficacy yang

signifikan antara kelompok eksperimen 1 yang mendapatkan intervensi coping skill
(Mean=12,25 SE=2,169) dengan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169) dengan nilai
t(14)=5,542 dengan signifikansi p=0,000, r=0,82. Terdapat juga perbedaan abstinence self
efficacy yang signifikan antara kelompok eksperimen 2 yang mendapatkan intervensi
restrukturisasi kognitif (Mean=12,5 SE=2,259) dengan kelompok kontrol (Mean=4,75
SE=2,169) dengan nilai t(14)=5,507 dengan signifikansi p=0,000, r=0,82. Sedangkan
kelompok eksperimen 3 yang mendapatkan gabungan intervensi coping skill dan cognitive
restructuring secara bersamaan menunjukan terdapat perbedaan abstinence self efficacy yang
signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169) dengan nilai
t(14)=7,981 dengan signifikansi p=0,000, r=0,9.
Uji statistik ANOVA untuk melihat perbedaan efektifitas masing-masing intervensi dalam
meningkatkan abstinence self efficacy para pecandu narkoba memperlihatkan hasil sebagai
berikut:

Between Groups
Within Groups
Total

Tabel 2
Hasil Uji ANOVA

Sum of Squares
MeanSquare
3239,344
1079,781
1244,875
44,460
4484,219

F

Sign.

24,287

0,000

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan Abstinence Self Efficacy antara
kelompok yang diberikan intervensi coping skill (Mean=12,25 SE=2,169), restrukturisasi
kognitif (Mean=12,5 SE=2,259), gabungan cognitive coping skill dengan restrukturisasi
kognitif (Mean=23,37 SE=2,777) dan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169), dengan

nilai F(31)=24,287 dengan signifikansi p=0,000, r=0,84.
Uji statistik ANOVA untuk melihat perbedaan efektifitas masing-masing intervensi dalam
meningkatkan abstinence self efficacy para pecandu narkoba, dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 3
Hasil Uji ANOVA
Between Groups
Within Groups
Total

Sum of Squares
3239,344
1244,875
4484,219

MeanSquare
1079,781
44,460

F

Sig

24,287

0,000

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan Abstinence Self Efficacy antara
kelompok yang diberikan intervensi coping skill (Mean=12,25 SE=2,169), restrukturisasi
kognitif (Mean=12,5 SE=2,259), gabungan cognitive coping skill dengan restrukturisasi
kognitif (Mean=23,37 SE=2,777) dan kelompok kontrol (Mean=4,75 SE=2,169), dengan
nilai F(31)=24,287 dengan signifikansi p=0,000, r=0,84
Diskusi
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Group Cognitive Behavioral memiliki peranan
penting dalam membantu para pecandu narkoba untuk mampu menolak pemakaian narkoba

saat menghadapi situasi yang berisiko memicu penggunaan narkoba. Hal ini dapat dijelaskan
dengan menggunakan teori yang dikemukakan Bandura (dalam Schutz, 2005) dalam teori
self efficacy. Self efficacy merupakan dasar utama yang mengarahkan munculnya suatu
perilaku yang dipengaruhi oleh aspek person (P), behavior (B) dan environment (E). Dengan
melakukan cognitive restructuring terhadap isi pikiran seseorang (P) bahwa narkoba bukan
cara untuk menyelesaikan masalah maka dapat membantu orang tersebut untuk melakukan
interpretasi dengan lebih rasional terhadap lingkungan/high risk situation (E) sehingga ia
akan memutuskan untuk menggunakan coping skill yang tepat untuk tidak menggunakan
narkoba (B) yang selanjutnya akan menghasilkan self efficacy yang tinggi untuk menolak
penggunaan narkoba saat berhadapan dengan high risk situation.
Norcross & Goldried (dalam Keshi, 2013) dengan merujuk pada teori Bandura menjelaskan
bahwa CB merupakan intervensi yang sesuai untuk meningkatkan self efficacy, karena CB
merupakan suatu bentuk intervensi yang berfungsi untuk mengubah isi pikiran dan perilaku
sehingga dengan berubahnya isi pikiran dan perilaku ini maka dapat pula meningkatkan self
efficacy. Self efficacy seseorang akan meningkat ketika ia mengubah isi pikirannya menjadi
rasional dan memperoleh pemahaman akan teknik coping skill sehingga dapat disimpulkan
bahwa baik teknik coping skill maupun cognitive restructuring memiliki efektivitas yang
sama untuk meningkatkan abstinence self efficacy.
Bernard P. Rangé1 dan Ana Carolina Robbe Mathias (2012) menjelaskan bahwa salah satu
teknik untuk membantu meningkatkan kemampuan pecandu untuk tidak menggunakan
narkoba adalah dengan mengidentifikasi pikiran irasional dan melakukan restrukturisasi. Hal
ini akan membuat pecandu semakin mampu menginterpretasi situasi pemicu dengan cara
yang rasional sehingga melemahkan hasrat/keinginan untuk kembali menggunakan narkoba.
Sebelumnya Spiegler (2003) menyatakan bahwa kognitif dapat dimodifikasi dengan dua cara
yaitu secara behavioral dan kognitif. Kognitif diubah secara langsung dengan mengubah
pikiran yang maladaptif dan dapat juga secara tidak langsung dengan mengubah perilaku
mereka yang tampak. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cognitive
restructuring yang bertujuan untuk mengubah pikiran yang irasional menjadi rasional.
Sedangkan coping skill bertujuan untuk mengasah keterampilan individu agar mampu
bertindak tepat saat berhadapan dengan high risk situation. Selanjutnya, Annis, Sklar &
Moser (dalam Hagman, 2004) lebih jauh lagi menjelaskan bahwa kemampuan coping skill
memiliki peran penting dalam peningkatan abstinence self efficacy yang dapat membuat
individu semakin yakin akan kemampuannya untuk menghadapi/coping dalam high risk
situation. Marlatt & Gordon (dalam Hagman, 2004) juga memberikan penjelasan yang
senada, ia menguraikan bahwa abstinence self efficacy merupakan faktor yang menengahi
kemampuan coping skill dengan relapse. Semakin ia memahami teknik coping yang efektif
maka ia semakin yakin akan kemampuannya untuk melakukan coping terhadap high risk
situation agar tetap dalam keadaan abstinence. Jafari (2010) kemudian menjelaskan individu
yang sudah mempelajari teknik coping skill dan memahaminya akan merasa lebih mampu
serta memiliki “sense of control” yang berdampak pada peningkatan abstinence self efficacy
sehingga mampu untuk tetap “bersih” tanpa penggunaan narkoba saat berhadapan dengan
high risk situation.
Milkman (2007) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara penilaian terhadap
lingkungan dengan self efficacy. Penilaian yang dimaksud merupakan proses kognitif untuk
melakukan penilaian terhadap situasi ataupun pengalaman. Clark (dalam Milkman, 2007)
menjelaskan bahwa penilaian kognitif ini dapat mengalami gangguan sehingga menjadi

irasional, dengan melakukan identifikasi terhadap pikiran yang irasional ini dan
menggantinya menjadi rasional dapat membantu individu untuk semakin yakin dalam
menghadapi situasi ataupun pengalaman yang tidak menyenangkan. Proses penilaian seorang
individu akan apa yang akan terjadi dan hasil apa yang akan ia peroleh adalah hal yang
penting untuk memahami bagaimana kemungkinan ia akan berperilaku. Seorang individu
yang telah mampu berpikiran rasional, akan mampu pula memberikan penilaian yang rasional
terhadap kemampuannya yang selanjutnya mempengaruhi perilaku. Seorang individu yang
telah menyadari bahwa mengkonsumsi narkoba bukan cara untuk menyelesaikan masalah,
maka ia akan memilih untuk tidak menggunakan narkoba dalam menyelesaikan masalahnya.
Selain itu, seorang individu sudah memiliki pikiran yang rasional maka ia akan memiliki
harapan yang tinggi akan keberhasilannya untuk mampu tetap abstinence dan selanjutnya
semakin mampu pula untuk mengelola isi pikirannya dalam menghadapai situasi beresiko
tersebut. Bandura dalam teori mengenai proses terbentuknya self efficacy juga menjelaskan
bahwa proses kognitif memiliki peran penting dalam terbentuknya self efficacy. Isi pikiran
yang rasional akan semakin membuat invidu mampu untuk menetapkan tujuan yang realistis
sesuai dengan isi pikiran yang rasional tersebut, sehingga pada saat ia menyadari bahwa
narkoba dapat merusak dirinya maka ia semakin mampu pula untuk menetapkan jenis
perilaku yang bertujuan untuk mengontrol diri agar tidak menggunakan narkoba.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam CB, tidak hanya menggunakan
teknik coping skill tetapi juga teknik cognitive restructuring yang bertujuan untuk mengubah
pikiran yang irasional menjadi rasional khususnya dalam penelitian ini dikaitkan dengan
penggunaan zat. Krista & Fritson (dalam Keshi, 2013) telah melakukan eksperimen dengan
menggunakan teknik cognitive structuring. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa
cognitive restructuring dapat meningkatkan self efficacy.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa gabungan teknik coping skill dan teknik
restrukturisasi dapat lebih efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan
penerapan teknik tersebut secara terpisah. Apabila kembali dikaji berdasarkan teori bandura
yang menjelaskan mengenai person, behavior dan environment, maka semakin jelas bahwa
gabungan kedua teknik ini tidak hanya “membenahi” aspek P tetapi juga B untuk
menghadapi high risk situation (E). Subjek dalam penelitian ini adalah kumpulan individu
yang memiliki masalah dalam hal pikiran yang irasional (P) dan kemampuan coping skill (B)
sehingga subjek perlu untuk dibenahi dalam kedua aspek tersebut. Dengan diberikannya
intervensi coping skill, maka subjek menjadi tahu dan memperoleh keterampilan baru untuk
mampu menghadapi high risk situation, selain dibenahi secara behavior, subjek juga dibenahi
dalam aspek P yaitu dengan “membenahi” isi pikirannya yang irasional dengan cara
menggantinya dengan pikiran yang rasional. Keadaan inilah yang membuat semakin
meningkatkan abstinence self efficacy dibandingkan dengan membenahi aspek person
ataupun behavior saja. Hal ini sejalan dengan penjelasan Rangel (2012) bahwa pecandu tidak
hanya memerlukan intervensi coping skill akan tetapi juga perlu untuk memiliki pikiran yang
rasional dalam menghadapi high risk situation, dengan adanya kemampuan coping skill yang
efektif dan pikiran yang rasional maka subjek semakin yakin akan kemampuannya untuk bisa
menghadapi high risk situation agar dapat tetap dalam keadaan abstinence.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti meyakini bahwa pemberian intervensi dengan teknik
coping skill dan cognitive restructuring secara bersamaan akan meningkatkan abstinence self
efficacy para pecandu untuk terhindar dari relapse. Penerapan dari intervensi ini kemudian
akan dikemas dalam bentuk modul yang dapat digunakan oleh pengelola pusat rehabilitasi
dan para praktisi Psikologi yang bekerja di bidang penanggulangan narkoba.

Kesimpulan dan Implikasi
Intervensi Group Cognitive Behavioral efektif untuk meningkatkan abstinence self efficacy
pada pecandu yang berada dalam masa rehabilitasi. Secara lebih rinci, hasil penelitian
menunjukkan bahwa baik teknik coping skill, cognitive restructuring maupun gabungan
keduanya sama-sama dapat meningkatkan abstinence self efficacy para pecandu saat
berhadapan dengan high risk situation. Namun pemberian teknik coping skill dan cognitive
restructuring secara bersamaan lebih efektif dibandingkan jika diberikan secara terpisah.
Penemuan ini memberi peluang lebih besar kepada para pecandu narkoba untuk dapat
terhindar dari relapse.
Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, Praktisi Psikologi dan Pengelola Pusat Rehabilitasi
Narkoba dapat menggunakan abstinence self efficacy sebagai tolok ukur keberhasilan dalam
membantu para pengguna narkoba terhindar dari relapse. Untuk memperoleh hasil yang lebih
efektif maka perlu menerapkan teknik coping skill dan cognitive restructuring secara
bersamaan. Selain itu, untuk mempertahankan kondisi abstinence pada para pecandu maka
dapat melakukan penelitian lanjutan dengan melihat hubungan antara abstinence self efficacy
dengan perilaku abstinence.

Buku Acuan
Americak Psychiatric Association (2004). Diagnostic and statistical manual of mental
disorder 4th Edition text revision. Donneley & son company: USA: Pengarang
Badan Narkotika Nasional (2007). Data penyalahgunaan narkoba. www.BNN.go.id
Bieling, P.J. (2006). Cognitive behavioral therapy in groups. The Guilford Press: London

Chiang. (2006). The relationships among personality traits, irrational beliefs,craving and
relapse intention of male amphetamine abusers. Taiwan University of Technology:
Taiwan
Field, A. (2005). Discovering statistics using SPSS, 3rd Ed. London: SAGE Publication
Fraenkel, J.R., Norman, E.W. (2006). How to design and evaluate research in education.
New York: McGrow-Hill Inc
Hagman, B.T. (2004). Coping and self-efficacy as predictors of substance use during the first
few critical months following substance abuse treatment completion.
Hendershot, C.S. (2011). Relapse prevention for addictive behaviors. BioMed Central Ltd:
Canada
Hankins, J.H. (2008). Increase self-efficacy in the context of addiction behaviours. Journal of
Health Psychology SAGE Publications: King’s College London, UK
Ilgen, M. (2005). Abstinence self-Efficacy and abstinence 1 year after substance use disorder
treatment. Journal of Consulting and Clinical Psychology In the public domain: Stanford
University School of Medicine
Jafari, M. (2012). Comparing the effectiveness of cognitive behavioral therapy and stages of
change model on improving abstinence self-efficacy in iranian substance dependent
adolescents adolescents. Department of Psychology, Shahid Beheshti University:
Tehran, Iran.
Leshner, A.I. (2009). Principles of drug addiction. National Institute on Drug Abuse: NIH
Publication
Martin, P. (2007), Bahavior modification 8th ed. Pearson Prentice Hall: USA
Majer. J.M. (2004). Optimism, abstinence self-efficacy, and self-mastery a comparative
analysis of cognitive resources. DePaul University Assessment, Volume 11, No. 1.
Sage Publications: UK
Minervini, I. (2011). Desire and coping self-efficacy as craving measures in addiction: The
self-efficacy and desire scale (SAD. The Open Behavioral Science Journal: Italy
Nolen, S. (2007). Abnormal Psychology 4th Edition. McGraw-Hill companies: New York
Rangé1, B.P. (2012). Cognitive-behavior therapy for substance abuse. Federal University at
Rio de Janeiro: Brazil

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology Biopsychosocial Interaction. New York: John Wiley &
Sons

Schultz, D. P (2011). Theories of Personality. 9th ed. Australia: Thomson Wadswarth
Spiegler, M.D. (2003). Contemporary Behavior Therapy. Wadswoth: USA