Makna Konvensi Hak Penyandang Disabilita

SEMINAR SEHARI: ‘CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH
DISABILITY’ (KONVENSI HAK PENYANDANG DISABILITAS) DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM BENTUK KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DAERAH YANG INKLUSIF
DI SUMATERA BARAT
AUDITORIUM GUBERNURAN, PADANG, 4 FEBRUARI 2013

Makna Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dan
Implementasinya dalam Kebijakan Pembangunan Daerah yang Inklusif
serta Urgensi Perda Perlindungan Disabilitas
Oleh
DR. Zainul Daulay, SH.,MH
1. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kedudukan yang sama di
muka bumi. Setiap manusia mempunyai harkat dan martabat (dignity) yang
melekat pada kemanusiaannya. Dengan keyakinan akan kuasa Tuhan sebagai
Pencipta, kondisi disabilitas yang dialami sebagian anak manusia adalah fakta
ilahi. Kondisi ini tidak boleh menjadi penyebab hilangnya harkat dan martabat
penyandang disabilitas, atau menjadi alasan untuk tidak mensejajarkan mereka
dengan warga lain dalam segala bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial
dan budaya.

Namun dalam kenyataannya, penyandang disabilitas tetap merupakan kelompok
yang paling rentan dan termajinalkan dalam setiap masyarakat. Sekalipun secara
internasional dan nasional gerakan hak asasi manusia dan pembangunan
ekonomi mengalami perbaikan, secara umum kelompok ini masih berada di garis
terakhir untuk dapat menikmatinya.1 Sebagian besar mereka masih tergantung
pada bantuan dan rasa hiba orang lain. Mereka belum mendapatkan hak untuk
memperoleh kesempatan dan perlakuan agar bisa bertindak, beraktifitas sesuai
dengan kondisi mereka.
Paradigma sebagian besar
pengambil keputusan di banyak negara dan
masyarakat tentang disabiltas selama ini belum berubah. Penyandang disabilitas
lebih dipandang sebagai “objek”, ketimbang sebagai “pemegang hak” atas
kesejahteraan atau kesehatan. Hal ini terefleksi dari banyaknya undang-undang
dan peraturan nasional di suatu negara yang mengatur atau berkenaan dengan
disabilitas, namun kontribusinya tidak siknifikans merubah keadaan kaum
disabilitas. Oleh sebab itulah lahir dan diratifikasinya Konvensi Hak Penyandang


Disampaikan pada Seminar Sehari: “Convention on the Rights of Persons with Disabilty (Konvensi
Hak Penyandang Disabilitas) dan Implementasinya dalam Kebijakan Pembangunan Daerah yang

Inklusif di Sumatera Barat”, diselenggarakan di Padang, 4 Februari 2013, oleh Dewan Pengurus
Cabang Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) Kota Padang bekerjasama dengan Disability
Rights Fund.

Dosen Bagian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Andalas.
1
Diperkirakan ada 650 juta penyandang disabilitas di dunia. 20 % dari penduduk dunia yang
termiskin adalah penyandang disabilitas; 98 % dari anak-anak yang menyandang disabilitas di
negara berkembang tidak mengenyam pendidikan; 30 % anak-anak jalanan di dunia adalah
penyandang disabilitas; dan 3 % penyandang disabilitas yang dewasa adalah buta huruf dan di
banyak negara hampir 1 % penyandang disabiliats yang buta huruf adalah wanita. Lihat, Andrew
Byrnes, Cs, 2007, “Disabilities, From Exclusion to Equality: Realizing the Rights of Persons With
Disabilities”, United Nations,Geneve, hlm. 1

1

Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities- CRPD)
merupakan harapan baru untuk memperbaiki keadaan.2 Konvensi ini merupakan
perjanjian internasional yang relatif tercepat dalam pembentukannya karena
dalam perundingannya melibatkan kelompok yang berkompeten yakni,

masyarakat sipil (civil society), pemerintah, lembaga-lembaga nasional hak asasi
dan organisasi internasional.
Saya berterimakasih sekali kepada Panitia, telah diberi kesempatan untuk terlibat
mendiskusikan perjanjian internasional ini. Sebagai pemancing diskusi, dalam
tulisan yang sederhana ini akan dibahas; i) apa dan bagaimana makna CRPD
bagi perlindungan hak penyandang disabilitas; ii) bagaimana implementasinya
dalam kebijakan pembangunan daerah secara komprehensif.
2. CRPD dan Maknanya dalam Perlindungan Disabilitas
Dilihat dari kaca mata hukum internasional, CRPD adalah suatu perjanjian
internasional yang tidak berbeda dengan perjanjian internasional lainnya. Perjanjian
ini dibuat oleh subjek hukum internasional dan menjadi sumber hukum bagi para
pihak sehingga mengikat bagi negara yang meratifikasi. Seperti penjanjian lainnya,
CRPD telah ditandatangani 155 negara dan diratifikasi oleh 126 negara peserta.3
Dengan demikian penjanjian ini telah resmi berlaku.
Namun jika dilihat dari esensinya, ada beberapa hal yang sangat perlu dicatat dan
dipahami karena hal tersebut telah memberikan makna penting bagi perlindungan
disabilitas. Selain itu, konvensi ini juga menjadi penanda masuknya era baru bagi
penyandang disabilitas dalam kaitannya dengan relasi antara negara dan warga
negara.


a. Perluasan Tujuan, Makna dan Ruang Lingkup Perlindungan Disabilitas
Salah satu pembeda CRPD dengan konvensi internasional yang terkait dengan
perlindungan hak asasi manusia lainnya adalah luasnya tujuan, makna dan
ruang lingkup perlindungan bagi disabilitas. Dilihat dari tujuannya, konvensi ini
tidak hanya untuk memajukan, melindungi dan menjamin penyandang disabilitas
untuk menikmati hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yang juga
dapat dinikmati orang yang bukan disabel, tetapi lebih jauh dari itu mereka
harus dapat menikmatinya secara penuh dan tanpa diskriminasi yang didasarkan
disabilitas. Selain itu, konvensi ini juga bertujuan untuk meningkatkan
penghormatan terhadap harkat dan martabat insani yang melekat pada setiap
diri manusia tanpa pandang bulu.4 Dari kedua tujuan tersebut terlihat bahwa
konvensi ini ingin menegaskan kembali bahwa penyandang disabilitas
mempunyai hak-hak asasi dan martabat yang harus dapat dinimatinya secara
penuh dan tanpa diskriminasi yang didasarkan pada disabilitas. Dengan

2

Konvensi ini telah diterima pada tanggal 13 Desember 2006, ditandatangani oleh Pemerintaha
Republik Indonesia pada 30 Maret 2007. dan diratifikasi melalui UU RI nomor 19 tahun 2011
tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi mengenai

Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
3
Indonesia telah meratifikasi CRPD pada tanggal 11 November 2011 melalui UU RI nomor 19 tahun
2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi
mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
4

Lihat Pasal 1 (alenia 1) CRPD.

2

demikian, CRPD telah mengintrodusir bentuk diskriminasi baru yakni diskriminasi
atas dasar disabilitas.
Selanjutnya, CRPD tidak memberikan definisi tentang “disabilitas” dan
“penyandang disabilitas” secara eksplisit. Sebaliknya, konvensi ini hanya
mengemukakan cakupannya secara luas yakni mereka yang memiliki
penderitaan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama
dimana interaksi dengan berbagai hambatan tersebut dapat menyulitkan
partisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan
lainnya.5 Konvensi memberikan keleluasaan pada masyarakat untuk menentukan

konsep “disabilitas” dan hal itu akan berkembang sesuai dengan tingkat sosial
ekonomi masyarakatnya.6
CRPD juga menetapkan hak-hak penyandang secara luas. Setiap penyandang
disabilitas harus bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak
manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan
dan perlakuan semena-mena, serta memiliki hak untuk mendapatkan
penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan
dengan orang lain. Termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan perlindungan
dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat.7

b. Adanya Kewajiban Negara yang dinyatakan secara eksplisit dan rinci
Konvensi menetapkan kewajiban umum setiap negara peserta disamping
kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan secara eksplisit dan rinci. Negara
peserta wajib merealisasikan hak yang termuat dalam Konvensi, melalui
penyesuaian peraturan perundang-undangan, hukum dan administrasi dari
setiap negara, termasuk mengubah peraturan perundang-undangan, kebiasaan
dan praktik-praktik yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, baik
perempuan maupun anak, menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam
segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik,
olahraga, seni dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi dan

komunikasi.
Dalam pelaksanaan kewajiban tersebut, negara harus mengacu pada prinsipprinsip umum yakni :8
a. Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individual,
termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan
perseorangan;
b. Nondiskriminasi;
c. Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam masyarakat;
d. Penghormatan atas perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas
sebagai bagian dari keragaman manusia dan kemanusiaan;
e. Kesetaraan kesempatan;
f. Aksesibilitas;
g. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;

5

Lihat Pasal 1 (alenia 2) CRPD
Lihat Pembukaaan CRPD, (alenia e)
7
Lihat Pasal 5-31 CRPD.
8

Lihat Pasal 3 CRPD.
6

3

h. Penghormatan atas kapasitas yang terus tumbuh dari penyandang
disabilitas anak dan penghormatan hak penyandang disabilitas anak guna
mempertahankan identitas mereka.

c. Organ Pengawasan pada Tingkat Nasional dan Internasional
Pada tingkat nasional, setiap negara peserta CRPD harus menunjuk lembaga
pemerintah yang menangani masalah
penyandang disabilitas yang
bertanggungjawab terkait pelaksanaan Konvensi ini, dan membangun mekanisme
koordinasi di tingkat pemerintah untuk memfasilitasi tindakan tersebut.9 Selain
itu, pada tingkat internasional, konvensi mengharuskan pembetukan Komite HakHak Penyandang Disabilitas dengan hak dan kewajiban yang cukup luas untuk
memastikan pelaksanaan hak-hak penyandang disabilitas.10
Setiap negara peserta wajib membuat laporan pelaksanaan konvensi 2 (dua)
tahun setelah konvensi berlaku, dan laporan selanjutnya paling lambat setiap 4
(empat) tahun atau kapan pun jika diminta Komite Pemantau Konvensi Hak-hak

Penyandang Disabilitas melalui Sekretaris Jenderal Penyandang Disabilitas
membahas laporan yang disampaikan oleh Negara Pihak dan memberikan
pertimbangan mengenai cara dan sarana meningkatkan kapasitas nasional untuk
pelaksanaan Konvensi ini. Komite juga melakukan kerja sama internasional dan
koordinasi dengan Komite pemantau instrumen Hak Asasi Manusia Internasional
dan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya.11
3. Perlindungan Disabilitas Dalam Kebijakan Pembangunan Daerah yang
Inklusif
Sesuai dengan pandangan hidup bangsa yang berprikemanusiaan yang adil
dan beradab, kondisi disabilitas harus dipandang sebagai suatu kenyataan yang
membuat penyandangnya terhambat untuk berpartisipasi dan terlibat dalam
aktifitas dalam masyarakat secara penuh dan sama dengan orang-orang lainnya.
Tiada seorang manusiapun yang menghendaki dirinya sebagai penyandang
disabilitas. Kondisi disabilitas dapat terjadi pada siapa saja, baik karena dibawa
sejak lahir atau karena suatu kecelakaan kerja, kecelakaan berlalulintas,
peristiwa bencana alam dan sebagainya. Oleh sebab itu, secara khusus,
persoalan ini harus menjadi tanggung jawab negara dan masyarakat pada
umumnya.
Dalam menunaikan tanggung jawab negara dan masyarakat terhadap
penyandang disabilitas, pemerintah, khususnya pemerintah daerah sudah

semestinya untuk mengambil kebijakan untuk mengupayakan pemenuhan hakhak mereka. Kebijakan pemerintah harus didasarkan pada paradigma baru yang
sesuai dengan pandangan hidup bangsa, yakni mengakui adanya keterbatasan
pada penyandang disabilitas yang dapat diatasi jika diupayakan aksesibilitas fisik
9

Lihat Pasal 33 CRPD.
Lihat Pasal 34 CRPD.
11
Adanya Komite dan kewajiban untuk melaporkan pelaksanaan Hak-hak Disabitas kepada Komite
sebagaimana di atur dan CRPD menjadi salah satu topik hangat perdebatan di Senat Amerika Serikat yang
pada akhirnya Senat gagal untuk memberikan persetujuan untuk meratifikasi CRPD pada tahan lalu. Lebih
jauh lihat, UN Treaty on Disabilities Falls “hort in “enate , dalam http://www.cbsnews.com/8301250_162-57557077/u.n-treaty-on-disabilities-falls-short-in-senate/ , dikunjungi pada 25 Januari 2013.
10

4

dan non-fisik; mengakomodir prinsip-prinsip non-diskriminasi, kesetaraan dan
kesempatan; dan melibatkan peran serta semua komponen masyarakat dengan
memperhatikan pranata lokal, adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.
Dengan demikian akan terwujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang

disabilitas sehingga dapat berperan serta secara penuh dalam kehidupan
berbangsa dan pembangunan nasional.
Masyarakat Provinsi Sumatera Barat menaruh harapan besar terhadap kehadiran
Peraturan Daerah tentang Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas.
Praktik selama ini masih ditemui adanya diskriminasi perlakuan terhadap
penyandang disabilitas dalam berbagai aspek lapangan kehidupan, seperti
pendidikan, pekerjaan dan dunia usaha serta interaksi sosial. Pada sisi lain,
kondisi kehidupan sosial dari penyandang disabilitas berada dalam taraf pra
sejahtera. Jika kondisi ini tidak menjadi perhatian bagi semua elemen
masyarakat, maka akan semakin memperparah keadaan untuk mewujudkan
penyandang disabilitas mampu berkompetisi dalam kehidupan masyarakat dan
praktek pembangunan.
Oleh karena itu, keberpihakan hukum melalui peraturan daerah harus menjadi
solusi bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
tinggi dan tepat. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa,
yang menetapkan bahwa suatu sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.12
Selain itu, masih adanya keengganan dunia usaha untuk memberikan
kesempatan bagi penyandang disabilitas merupakan kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri. Demikian halnya terkait dengan penerimaan pegawai bagi instansi
pemerintah, BUMN/D serta perusahaan-perusahaan swasta yang besar masih
belum memperlihatkan kesungguhan untuk memberikan kesempatan kepada
penyandang disabilitas.
Beberapa sarana dan prasarana umum yang ada di Provinsi Sumatera Barat
masih sangat minim memberikan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Belum
ada prasarana trotoar khusus bagi penyandang disabilitas, belum ada instrument
pengaturan lalu lintas bagi penyandang disabilitas. Masih minimnya usaha-usaha
rehabilitasi dan pembinaan bagi terhadap penyandang disabilitas serta dukungan
biaya terhadap organisasi penyandang disabilitas. Tidak adanya lembaga yang
melakukan koordinasi terhadap upaya-upaya pemenuhan hak-hak penyandang
disabilitas.
Selanjutnya, mengingat kondisi wilayah Sumatera Barat yang sering dilanda
bencana alam, maka pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah mempunyai
12

Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif
Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa. Selain itu Pasal 4 juga mengatur (1) Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit
1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1
(satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib
menerima peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
5

kewajiban untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk menjamin
perlindungan dan keselamatan penyandang disabilitas dalam hal terjadinya
bencana. Dengan demikian keberadaan peraturan daerah sangat penting untuk
dipertimbangkan untuk segera direalisasikan.
4. Penutup
Diratifikasinya CRPD oleh pemerintah Indonesia tidak hanya memberikan
harapan yang besar bagi para penyandang disabilitas untuk memperoleh hakhaknya tanpa diskriminasi, akan tetapi juga memberikan tanggung jawab yang
besar bagi Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah untuk memastikan bahwa
penyandang disabilitas dapat menikmati hak-haknya secara penuh dalam
kesetaraan. Dengan demikian diharapkan terwujud kemandirian dan
kesejahteraan penyandang disabilitas sehingga dapat berperan serta secara
penuh dalam kehidupan berbangsa dan pembangunan nasional.
Oleh sebab itu sudah saatnya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
menyempurnakan tanggung jawabnya terhadap penyandang disabilitas dengan
menggunakan pradigma baru sebagaimana diintrodusir CRPD ke dalam
Kebijakan Pembangunan.

6