JAS Vol 10 No 2 Menjelajah Gagasan tentang Rakyat Pekerja 09-Ojo Njawil
BAHASAN UTAMA
OJO NJAWIL OJO NYADUK
HUBUNGAN SOSIAL BURUH DALAM KOMUNITI
RUNGKUT LOR, SURABAYA
Maria Dona & Selly Riawanti 1
Abstract
One of the obsessions of recent labor movement is organizing the communitybase labor movement. The study shows that labors have a not very lucky social
identity in the community they live, in which it differ them from their lords. The
identity is formed due to: (1) the social demographic character of the labor, (2)
The working rhythm in factories which limits their time and energy to socialize
themselves with their lords. Such unlucky differences are still strengthened by:
(1) the regulation of inhabitant administration, (2) labor allocation by industries,
and (3) various interventions towards communities. Establishing the
community-base labor movement is supposed to consider such realities, in
order not to strengthen the differences, but build up understanding among
communities.
Kata kunci: buruh, komuniti, identitas, pengorganisasian buruh
Pendahuluan
kapan umum yang dipahami oleh setiap buruh yang datang dan tinggal di
“Nek ora gelem dijawil ojo njawil, nek
Rungkut Lor (Rungkut Utara), yang
ora gelem dicaduk ojo nyaduk” (“Jika
menggambarkan sikap mereka dalam
tak ingin disinggung jangan menying-
berhubungan dengan warga lain di
gung, jika tak mau ditendang, jangan
tempat tinggalnya. Rungkut Lor ada-
menendang”). Ini adalah sebuah ung-
lah kawasan permukiman padat pen-
1 Peneliti pada Yayasan AKATIGA
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
71
OJO NJAWIL OJO NYADUK
duduk yang terletak di sisi Selatan
nomi sejak 1997 sebagaimana yang
kawasan industri Surabaya yang ter-
digambarkan sepintas dengan kasus
kenal dengan nama SIER (Surabaya
Surabaya tadi. Gejala PHK yang me-
Industrial Estate Rungkut). Kawasan
lemparkan buruh keluar dari pabrik,
industri yang dibangun tahun 1980 ini
atau penurunan status-status kerja
ramai dengan dinamika keluar-masuk
berikut
buruh. Terutama sejak tahun 1997,
keprihatinan tentang hilang atau me-
gelombang
hubungan
nurunnya tingkat kesejahteraan bu-
kerja (PHK) 'merontokkan' sebagian
ruh dan mendorong gagasan tentang
besar buruh industri di kawasan ini
pengorganisasian buruh di luar tem-
karena relokasi ke kawasan industri
pat kerja atau pengorganisasian bu-
Pasuruan (PIER-Pasuruan Industrial
ruh berbasis komuniti, untuk meng-
pemutusan
Estate
Rungkut)
status
buruh
atau
yang
mengubah
imbalannya,
menimbulkan
hadapi persoalan-persoalan mereka.
dipekerjakan
pekerja
Gagasan mengorganisasi buruh me-
dengan kontrak kerja waktu tertentu
mintas batas-batas tempat kerja se-
(KKWT). Mayoritas buruh tidak lagi
sungguhnya bukan baru muncul sete-
memiliki kepastian jaminan kerja di
lah krisis relasi industri. Munck misal-
pabrik karena kontrak kerja semakin
nya, sejak 1980 telah mengemu-
'lentur dan longgar', sedangkan pa-
kakan konsep “kelas pekerja” yang
brik bukan satu-satunya tempat ker-
merangkum para pekerja di dalam
ja. Akibatnya, menjamurlah industri
maupun di luar industri (petani, peng-
rumahan yang menjalankan produksi
rajin, dll.). Konsep ini menurutnya da-
secara subkontrak sebagai akibat dari
pat dijadikan landasan guna meng-
sistem desentralisasi proses produksi,
galang gerakan sosial demi perbaikan
karena di dalam komuniti kini tersedia
nasib para buruh dalam pengertian
buruh murah yang umumnya terdiri
yang luas. Vedi Hadiz (2001) yang te-
dari para korban PHK.
kun mengamati perburuhan di Indo-
setelah
ter-PHK
menjadi
nesia juga mengemukakan gagasan
Salah satu perhatian para pengamat
pengorganisasian buruh berbasis ko-
perburuhan di Indonesia adalah me-
muniti. Namun studi empirik tentang
ngenai kehidupan buruh dalam komu-
pengorganisasian buruh dalam komu-
niti. Perhatian ini menguat seiring de-
niti, baik sebagai kemungkinan atau
ngan
besar
sebagai kenyataan, masih langka.
yang terjadi dalam relasi industri,
Dalam kaitan ini perlu diperhatikan
khususnya akibat-akibat krisis eko-
hubungan di antara buruh dengan
72
perubahan-perubahan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
warga lain dalam komuniti di tempat
beberapa diskusi dengan jaringan
tinggalnya. Resmi Setia dari AKATIGA
pendamping
yang meneliti strategi buruh di kawa-
bahwa aktivisme buruh di sini lebih
san industri tekstil di Majalaya, Jawa
tinggi daripada di Majalaya. Ber-
Barat, dalam menanggulangi masa-
dasarkan pengetahuan semacam itu,
lah-masalah
mereka,
para peneliti AKATIGA menduga bah-
menemukan keanekaan cara buruh
wa keseragaman etnis dan aktivisme
menyiasati persoalan sehari-hari. Hal
buruh di Surabaya akan membuka pe-
ini telah memunculkan keanekaan
luang lebih besar bagi pengorga-
identitas buruh, yang dikhawatirkan
nisasian buruh dalam komuniti.
kehidupan
buruh,
mengesankan
akan menyulitkan pengorganisasian
(2005:134-150).
Penelitian dilakukan bersama beberapa aktivis dari suatu serikat buruh
Melanjutkan perhatian kepada kehi-
(SB) independen yang tinggal dan
dupan buruh dalam komuniti, pada
melakukan pengorganisasian buruh
bulan Juni-Juli 2005, AKATIGA mela-
di komuniti Rungkut. Kegiatan peng-
kukan penelitian di Rungkut Lor, Sura-
organisasian ini menanggapi kondisi
baya. Daerah ini dipilih berdasarkan
basis buruh di pabrik yang semakin
dugaan bahwa keragaman identitas
rentan dan berkurang jumlahnya, se-
buruh dalam komuniti mungkin lebih
dangkan korban PHK semakin me-
rendah daripada di Majalaya, seti-
ningkat. Pengorganisasian dilakukan
daknya dari latar etniknya. Di Maja-
dengan mengumpulkan pedagang ka-
laya, banyak buruh yang berasal dari
ki lima dan pekerja subkontrak ru-
luar Jawa Barat, termasuk dari Jawa
mahan menjadi kelompok yang man-
Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Teng-
diri dan kuat. Para aktivis ini percaya
gara. Para pendatang ini lebih berkon-
akan solidaritas antar 'rakyat peker-
sentrasi ke pekerjaan mereka, se-
ja'. Pengertian 'rakyat pekerja' ini me-
hingga dalam kehidupan sehari-hari
liputi para pekerja baik di sektor for-
tidak terlalu terlibat dalam kegiatan
mal maupun informal, dan digunakan
komuniti di tempat mereka tinggal. Di
dengan asumsi memudahkan peng-
Surabaya, diduga buruhnya keba-
galangan solidaritas di antara me-
nyakan berasal dari Jawa Timur, ka-
reka. Di Rungkut, mereka yang diang-
laupun ada golongan etnik lain di sana
gap termasuk golongan ini adalah pa-
mungkin orang Madura. Pengalaman
ra buruh pabrik, pedagang kali lima,
Maria Dona dari studinya tentang
dan pekerja subkontrak. Namun me-
Dewan Pengupahan (2004), juga dari
nerapkan sebuah konsep besar 'rak-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
73
OJO NJAWIL OJO NYADUK
yat pekerja' pada suatu komuniti yang
identitas.
warganya memiliki beragam identitas, tidak hanya identitas 'pekerja',
Identitas. Identitas adalah konsep
apalagi ada konotasi 'kelas bawah' da-
diri seseorang atau segolongan o-
lam konsep 'rakyat pekerja' itu, tentu
rang, yang hanya muncul dalam inte-
menimbulkan
raksi atau hubungannya dengan o-
tantangan-tantangan
rang atau golongan lainnya. Meng-
tersendiri.
ingat bahwa setiap orang akan berTulisan ini mengupas tantangan bagi
hubungan dengan banyak orang atau
pengorganisasian buruh berbasis ko-
golongan dalam banyak konteks, ma-
muniti, berdasarkan hasil penelitian
ka identitasnya juga akan relatif ber-
AKATIGA mengenai buruh dalam ko-
agam dan beragam pula sumbernya
muniti di Rungkut Lor. Terlebih dahulu
(Robbins,
akan diulas konsep-konsep pokok
Identitas seseorang terjalin dari per-
yang digunakan, yakni komuniti, ke-
sepsinya dan persepsi orang lain
las, organisasi, dan identitas. Selan-
mengenai
jutnya adalah pemerian riwayat ko-
orang itu yang membuatnya sama
muniti Rungkut Lor dalam kaitannya
seperti atau tidak sama dengan orang
dengan perkembangan industri di ka-
lain (Goodenough, 1963). Ciri-ciri
wasan ini. Bagian berikutnya melu-
yang relevan ini meliputi berbagai di-
kiskan struktur sosial setempat serta
mensi seperti penampakan fisik, usia,
tempat buruh di dalamnya. Bagian
jenis kelamin, nama pribadi, keang-
terakhir
kemungkinan
gotaan dalam suku bangsa, keteram-
menggalang solidaritas antarwarga di
pilan atau keahlian, kedudukan atau
komuniti untuk memperjuangkan ke-
kelas sosial, dan seterusnya. Bia-
pentingan buruh.
sanya dimensi identitas bersifat bi-
mengulas
1973;
ciri-ciri
Castells,
atau
1997).
sifat-sifat
polar (berkutub dua), seperti “kayamiskin”, “kurus-gemuk”, dsb.
Identitas, Komuniti, Kelas, OrgaPemunculan identitas akan berlaku
nisasi
secara selektif bergantung kepada
Ada empat konsep sosiologis pokok
kepentingan pelakunya (perorangan
yang akan dijelaskan dulu penger-
maupun kolektif) dan konteks inte-
tiannya untuk membahas isu pengor-
raksi yang dihadapinya. Berhubung
ganisasian buruh berbasis komuniti,
identitas itu hanya muncul dalam in-
yakni komuniti, kelas, organisasi, dan
teraksi, maka secara teoretik kemun-
74
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
culan identitas itu menyangkut dua
komuniti sebagai suatu kesatuan so-
pihak yang berkepentingan, yaitu pi-
sial atau kolektivitas; dan (2) melihat
hak yang menyatakan identitas ter-
komuniti sebagai hubungan-hubung-
tentu dan pihak lain yang mengakui
an sosial atau sentimen kolektif. Da-
(atau menolak) identitas tersebut.
lam pengertian yang pertama, komu-
Untuk penelitian tentang buruh dalam
niti biasanya dianggap berupa: (1)
komuniti, setidaknya ada dua sumber
suatu kelompok manusia yang tinggal
identitas yang penting bagi buruh
bersama di suatu ruang fisik atau
yang bersangkutan, yakni: (1) kedu-
wilayah geografis seperti kelompok
dukannya sebagai pekerja, yang da-
ketetanggaan, dusun atau desa, kota,
lam hal ini menghadapkannya dengan
dan sebangsanya; (2) kelompok yang
pemberi kerja (baik di dalam maupun
memiliki suatu ciri bersama tertentu,
di luar komuniti) dan menyatukannya
suatu perasaan kebersamaan, dan/
ke dalam golongan pekerja secara
atau memelihara ikatan-ikatan sosial
umum; dan (2) dari kedudukannya
serta interaksi di antara anggotanya
sebagai warga komuniti setempat
sehingga
(yang menyatukannya dengan sesa-
suatu satuan sosial seperti komuniti
ma warga komuniti, dan mengha-
etnik, komuniti agama, komuniti aka-
dapkannya kepada pihak-pihak lain di
demik, atau komuniti profesional.
luar komuniti ybs).
Perbedaannya terletak pada pende-
membentuknya
menjadi
katan teritorial atau non-teritorial.
Penggalangan identitas penting bagi
suatu upaya mengorganisasi. Ini ber-
Beberapa ahli melihat bahwa wilayah
arti bahwa identitas dapat dibentuk
bersama merupakan landasan pen-
dan dibangun berdasarkan berbagai
ting bagi pembentukan komuniti. Se-
bahan. M. Castells menunjukkan ba-
dangkan mereka yang menggunakan
han-bahan pembentuk identitas seja-
pendekatan
rah, geografi, biologi, institusi pro-
bahwa komuniti tidak harus terikat
duksi dan reproduksi, ingatan kolektif,
oleh kesamaan tempat tinggal, kare-
khayalan atau bayangan pribadi, apa-
na ada banyak sumber untuk menum-
ratus kekuasaan, dan keagamaan
buhkembangkan ikatan demikian —
(1997:7).
kesamaan pengalaman (sejarah), ke-
non-teritorial
melihat
samaan penganutan nilai, kesamaan
Komuniti. Definisi konsep ini berma-
kepentingan, hubungan kekerabatan,
cam-macam, tetapi pada dasarnya
dll — yang tidak mensyaratkan ting-
ada dua golongan definisi: (1) melihat
gal bersama. Pendekatan non-teri-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
75
OJO NJAWIL OJO NYADUK
torial ini menjadi semakin populer
ekonomi, berkat pengaruh konsepsi
berkat kenyataan kemajuan teknologi
David Ricardo yang mengidentifikasi
komunikasi
golongan
yang
mereduksi
nilai
sosial
pekerja
dengan
kedekatan teritorial sebagai landasan
kategori ekonomi dari kerja, yang
asosiasi
manusia.
M.M.
Webber
dilihat sebagai salah satu faktor bagi
pernah
mengemukakan
konsep
produksi. Prinsip ini dirujuk oleh Karl
propinquity
Marx yang konsep kelas pekerjanya
(komuniti tanpa kedekatan fisik); dan
hingga kini masih populer dalam
senada dengan pendekatan ini dapat
gerakan
disebutkan pula pendekatan jaringan
Marx yang penting adalah pandang-
sosial
community
without
perburuhan.
Sumbangan
pen-
annya bahwa kelas merupakan sum-
tingnya perhatian kepada kolektivitas
ber utama bagi dinamika sosial, se-
tanpa pengelompokan teritorial (a.l.
hingga harus menjadi landasan bagi
Boissevain 1968).
penafsiran tentang dinamika sosial.
yang
mengemukakan
Sejarah umat manusia adalah sejarah
Kelas. Kelas adalah konsep yang ajeg
pertentangan antarkelas; perubahan
digunakan
perbu-
sosial terjadi melalui revolusi kelas;
ruhan, juga sebuah konsep yang telah
konflik antara majikan yang kapitalis
cukup tua sejarah perdebatannya di
dan pekerja yang berpangkal pada
dalam ilmu-ilmu sosial. Secara umum
moda produksi kapitalis, akan me-
kelas sosial merujuk ke suatu go-
ngarah ke revolusi proletar dan suatu
longan penduduk yang (1) dibedakan
tata produksi baru, yakni sosialis.
dari golongan lainnya berdasarkan
Marx sangat yakin bahwa konsep ini
kekayaan serta status sosial yang
memiliki nilai penjelasan dan prediksi
terkait; (2) status tersebut terutama
yang tinggi (bd. Bauman, 1985;
berpangkal dari kedudukan golongan
Ritzer & Goodman, 2004).
dalam
gerakan
tersebut dalam produksi dan distribusi kekayaan sosial; (3) memiliki
Bauman (1985) melihat kesuksesan
kepentingan tersendiri yang berten-
konsep kelas dari Marx disebabkan
tangan atau melengkapi kepentingan
oleh: (1) keselarasannya dengan pan-
golongan lainnya; dan (4) karenanya
dangan liberal, yang menafsirkan tin-
memperlihatkan kecenderungan si-
dakan individu sebagai upaya rasional
kap dan tingkah laku — politik, buda-
untuk
ya, dan sosial — yang 'khas' golongan
dan (2) dimensi peluang pengelolaan
yang bersangkutan. Awalnya me-
surplus sosial dalam perjuangan atau
mang konsep kelas mengandung arti
pertentangan antarkelas. Kelas yang
76
memenuhi
kepentingannya,
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
tersisih dari akses terhadap surplus
kesadaran akan kelas (class cons-
dapat memperbaiki situasinya bukan
ciousness) yang lebih konseptual,
dengan memiliki surplus tersebut,
yang timbul dari suatu pandangan
melainkan
yang berperspektif luas terhadap kon-
dengan
mengupayakan
perolehan hak untuk mengelolanya.
stelasi
Ini mengilhami kajian-kajian tentang
dalam suatu masyarakat. Kesadaran
pertentangan antara kelas majikan
empirik tidak dengan sendirinya akan
dan kelas pekerja, dan lebih mutakhir
berubah ke kesadaran konseptual
lagi,
untuk
tadi. Informasi yang diperlukan untuk
memajukan pekerja dari kedudukan
membangun kesadaran kelas tidak
sebagai sekedar faktor produksi kapi-
begitu
talis dengan membangun kesadaran
pengalaman sehari-hari para anggota
tentang situasi mereka agar nantinya
kelas yang terkungkung oleh rutinitas
dapat menyusun strategi politik yang
kehidupan sehari-hari. Sebab itulah
ditujukan untuk mengatasi pengung-
Lukacs menyebut kesadaran yang
kungan kapital terhadap mereka de-
pertama sebagai “kesadaran palsu”
ngan menghapuskan moda produksi
(false consciousness); “palsu” karena
kapitalis itu sendiri.
dibatasi oleh sempitnya cakrawala
mengilhami
gerakan
kelas
saja
secara
dapat
menyeluruh
dipungut
dari
pengalaman individu. Maka diperantara
lukan bantuan analisis ilmiah tentang
kenyataan historis dengan teori kelas
situasi kelas tersebut, untuk kemu-
Marx: hingga dewasa ini, para buruh
dian 'dicekokkan' ke alam pikiran para
industri belum banyak melangkah
buruh melalui saluran organisasi-
maju ke arah yang diimpikan Marx
organisasi
sejak pertengahan abad ke-19 itu.
Lukacs
Telah banyak pula sumbangan teori
juangan ideologis untuk mencapai
sosial untuk mengembangkan gagas-
perubahan yang memperbaiki kedu-
an perjuangan kelas dari Marx itu. Di
dukan buruh. Begitulah, beberapa
antara yang penting adalah konsep G.
ahli sosiologi lain mengembangkan
Lukacs
kelas
lagi gagasan ini, yang ujungnya ada-
(1967 [1923]). Menurutnya, ada dua
lah pemahaman bahwa kesadaran
jenis kesadaran: (1) kesadaran dari
kelas itu bukan hal yang begitu saja
Memang
ada
kesenjangan
tentang
kesadaran
politik
mereka.
menganjurkan
suatu
Jadi,
per-
kelas (consciousness of class) yang
ada pada setiap anggota kelas, me-
empirik yang didapat dari penga-
lainkan sesuatu yang berproses.
laman hidup sehari-hari para anggota
kelas yang bersangkutan, dan (2)
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
77
OJO NJAWIL OJO NYADUK
Kita lihat bahwa teori kelas a la Marx
ekonomi yang hanya terkait pada
menunjuk ekonomi sebagai variabel
suatu komoditas tertentu, seperti
dominan — kalau pun bukan tunggal
“kelas permukiman”, sehingga kepen-
— untuk menjelaskan hubungan an-
tingan kelasnya juga amat terbatas.
tarkelas. Telah banyak kritik penting
Artinya bagaimana pentingnya kelas
terhadap gagasan seperti ini, teru-
bagi seseorang, tidak dapat ditentu-
tama berdasarkan kenyataan bahwa
kan secara a priori, tetapi harus di-
kehidupan sosial tidak hanya diken-
kaitkan dengan konteks pasar yang
dalikan oleh ekonomi, tetapi juga oleh
dihadapinya. Ini berarti pula bahwa
banyak hal lain. Untuk memahami
kelas yang dalam pengertian Weber
kedudukan buruh dalam komuniti,
terutama merujuk ke pembedaan so-
konsep kelas memang harus diper-
sial, bisa beragam, dan bahkan bisa
luas pengertiannya dari sekedar suatu
berubah-ubah. Oleh para ahli sosio-
golongan ekonomi. Melihat buruh
logi Amerika Serikat, gagasan Weber
sebagai suatu kelas dalam relasi
itu dikembangkan menjadi konsep
produksi belaka akan menyulitkan
dan teori tentang ketidaksetaraan
pemahaman mengenai posisi mereka
atau ketimpangan sosial, yang lebih
dalam komuniti, meskipun status bu-
bersifat gradual daripada dikotomis.
ruh sendiri sebagai status ekonomi
Bagi mereka, perlu dikaji ada tidak-
tetap penting sebagai salah satu
nya korelasi di antara kekayaan,
sumber identitas mereka. Untuk itu
gengsi sosial (prestige) dan pengaruh
dapat dirujuk gagasan Max Weber
atau kekuasaan. Dalam hal ini, kon-
bahwa kelas itu bersifat multidimensi
sep kelas diubah ke konsep stratifikasi
(lih.
(pelapisan) sosial.
Bauman,
1985;
Ritzer
&
Goodman, 2004)
Di antara ahli sosiologi yang mengBagi Max Weber, kelas memang ber-
gunakan konsep stratifikasi sosial
tolak dari hubungan ekonomi, tetapi
adalah Randall Collins (1975), teruta-
bukan hanya itu. Ada dimensi sosial
ma untuk menjelaskan konflik. Menu-
politik pula dalam konsep kelas. Per-
rutnya, stratifikasi sosial itu me-
bedaan atau persamaan kedudukan
nyangkut begitu banyak aspek kehi-
ekonomi
dupan seperti kekayaan, politik, ka-
tidak
menghasilkan
dengan
sendirinya
kepen-
rier, keluarga, komuniti, gaya hidup,
tingan. Kepentingan bisa beragam se-
dll. Collins juga melihat bahwa ting-
suai dengan keragaman barang dan
kah laku manusia didorong oleh tu-
peluang pasar. Misalnya, ada kelas
juan
78
perbedaan
pemenuhan
kepentingannya
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
sendiri, hanya saja dorongan itu bu-
imbalan ekstrinsik dan menjauh dari
kan semata-mata rasional melainkan
cita-cita organisasi (pekerja).
juga emosional. Untuk memahami
konflik antarlapisan sosial, perlu di-
Organisasi.
Organisasi
adalah
perhatikan perbedaan penguasaan
pengaturan kegiatan kolektif. Ada or-
atas sumber-sumber daya yang ada di
ganisasi yang formal dan ada orga-
tingkat pelaku-pelakunya. Pelaku de-
nisasi komuniti. Organisasi formal
ngan sumber daya banyak dapat
biasanya
bertujuan
khusus
dan
mengubah kendala-kendala bagi pen-
menggunakan cara-cara yang khusus
capaian tujuannya, dan sebaliknya
pula serta relatif baku untuk menca-
bagi yang terbatas sumber dayanya.
pai tujuannya. Orientasi atau arah
Dalam situasi ketimpangan, pemilik
organisasi yang formal ke tujuan yang
sumber daya yang banyak memang
khusus itu, akan membatasi hubung-
cenderung mengeksploitasi mereka
an di kalangan anggotanya sebagai
yang
memaksakan
hubungan di antara peranan-peranan
gagasan mereka kepada yang lebih
kurang,
atau
yang tertentu saja. Pengorganisasian
lemah. Namun Collins mengingatkan
demikian tentu berbeda dari peng-
bahwa eksploitasi atau pemaksaan
organisasian komuniti yang cakupan
gagasan demikian belum tentu dilan-
hubungan antarwarganya lebih luas,
dasi
untung-rugi
meliputi banyak aspek kehidupan
yang cermat terhadap hubungan yang
mereka. Dalam kenyataan kehidupan
timpang itu, karena seringkali pelaku
sosial, kedua jenis organisasi ini dapat
lebih terdorong untuk mengejar ke-
memiliki bagian yang sifatnya ber-
pentingannya sendiri. Aspek lain yang
beda. Misalnya, dalam suatu komuniti
dianggap penting adalah pengalaman
bisa terdapat organisasi yang resmi
individu. Mereka yang terbiasa me-
(kelompok pengajian, kelompok ari-
merintah akan berbeda sikap dan
san, dll.), dan sebaliknya, dalam sua-
tingkah lakunya dari yang biasa di-
tu
perintah. Hal ini penting untuk mema-
ikatan-ikatan primer seperti persaha-
hami sikap pekerja terhadap orga-
batan yang menyerupai kekerabatan,
nisasi. Pekerja sebagai pihak yang
dan seterusnya.
hitung-hitungan
organisasi
formal
berkembang
lebih sering diperintah daripada memerintah, akan menjadi orang-orang
Pengorganisasian kerap membutuh-
yang patuh dan fatalistik: ada kecon-
kan dukungan penggalangan identi-
dongan untuk lebih mementingkan
tas tertentu. Terlebih lagi bila pengorganisasian itu meliputi populasi yang
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
79
OJO NJAWIL OJO NYADUK
beragam identitasnya, maka upaya
dititipkan oleh ayahnya ke sebuah
mencari kesamaan di balik keraga-
pesantren milik Sunan Ampel untuk
man mutlak diperlukan. Seorang ahli
mempelajari ilmu agama. Sekitar
sosiologi,
(1959)
tahun 1200 H, Tholabuddin dewasa
mengajukan konsep “kelompok se-
yang sakti dan kuat mendapat ama-
mu” untuk merujuk ke suatu golong-
nat dari Sunan Ampel untuk membu-
an luas yang memiliki suatu kesama-
ka daerah Rungkut dengan cara mela-
an dan karenanya berpotensi untuk
kukan syiar Islam.
R.
Dahrendorf
digalang dan bahkan diorganisasi
menjadi
suatu
kelompok
kepen-
Di masa itu Rungkut merupakan
tingan. Salah satu cara untuk meng-
daerah yang dipenuhi oleh rawa,
ubah “kelompok semu” menjadi “ke-
semak belukar dan alang-alang yang
lompok kepentingan” adalah dengan
rapat (rungkut) dan tinggi seperti
membangun identitas bersama. Sum-
hutan.
ber-sumber identitas bersama itu
(membuka)
cukup beragam, termasuk komuniti
bagian Selatan kemudian ke arah
dan kelas atau golongan sosial.
Tholabuddin
daerah
membabad
Rungkut
dari
Barat dan Timur. Upayanya gagal
terus, dan baru berhasil ketika ia
Demikianlah keempat konsep ini akan
sampai ke bagian Utara. Dari sanalah
digunakan untuk membahas kehidup-
nama daerah ini sekarang, Rungkut
an buruh dalam komuniti Rungkut Lor
Lor. Tahun 1209 H, Tholabuddin me-
dan menjajaki kemungkinan melaku-
mulai syiar Islamnya dari daerah
kan pengorganisasian buruh berbasis
Rungkut Lor dengan membangun se-
komuniti.
buah rumah dan sumur. Syiar Islam
dilakukan secara damai di tengah masyarakat yang saat itu telah menga-
Rungkut Lor: dari Pertanian ke
nut ajaran Budha. Sisa-sisa masa
Industri
Budha tampak dari praktik membuat
sesajen dengan kembang tujuh rupa,
Kisah
tentang
asal-mula
daerah
yang bertahan konon sampai tahun
Rungkut diawali oleh kedatangan seo-
1950-an. Di kemudian hari, rumah
rang
Tholabuddin
pedagang
Persia
bernama
kemudian
dibangun
Zarkasyi yang berlayar dari Banten ke
kembali oleh warga menjadi mesjid
tanah Jawa, bersama putranya yang
Tholabuddin yang berornamen indah
bernama Tholabuddin. Setibanya di
di sisi Utara jalan Rungkut Lor; se-
Jawa
dangkan sumurnya sempat diper-
80
Timur,
Tholabuddin
muda
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
cayai merupakan sumber penyem-
tanah landasan pembangunan indus-
buhan
ini
tri. Industri awal yang berdiri saat itu
lambat laun memudar sejalan dengan
adalah PT Kedaung (1970; kini berna-
perkembangan industri yang juga
ma Kedaung Group), PT Lotus (1973;
mengubah banyak cara hidup masya-
sebuah pabrik tekstil), dan PT Horison
rakat setempat. Sementara itu riwa-
Syntex (1975; sekarang PT Star In).
yat syiar Islam oleh Tholabuddin
Pembangunan wilayah Rungkut seba-
kerap dirujuk sebagai sumber iden-
gai kawasan industri membuat Rung-
titas masyarakat Rungkut Lor sebagai
kut mulai diperhatikan oleh pemerin-
masyarakat Islam yang 'fanatik'. 2
tah. Pemerintah mulai menyalurkan
penyakit.
Kepercayaan
dana untuk pembangunan sarana dan
Sebelum tahun 1960, daerah Rung-
prasarana
kut merupakan daerah agraris yang
listrik, saluran air, dan jalan. Secara
mayoritas
bertahap, tanah landasan tidak hanya
penduduknya
memeluk
kampung
seperti
MCK,
agama Islam dan bekerja sebagai
dibeli
petani. Banyak warganya yang pandai
bangunan industri awal namun juga
menjahit menjalankan usaha konvek-
untuk kawasan industri SIER (Sura-
si rumahan; hampir setiap rumah sa-
baya Industrial Estate Rungkut) dan
at itu memiliki mesin jahit. Seorang
perumahan. Saat itu harga jual ta-
pengumpul mendatangi setiap rumah
nah/sawah per gogolan (3/4 ha atau 4
oleh
investor
untuk
pem-
mengambil hasilnya untuk dijual di
ancer) sekitar Rp 300.000,- sampai
pasar. Para penjahit dapat juga lang-
Rp 400.000,-, sedangkan harga tanah
sung menjual produk mereka di pasar
yang berada di pinggir jalan bisa men-
atau warung mereka masing-masing.
capai Rp. 2.000.000 per m2. Luasan
Ketika itu sudah ada pasar Sopo-
lahan sawah yang terjual di daerah
nyono, meski masih sedikit jumlah
Rungkut Lor di masa itu mencapai
kiosnya yang dibangun secara man-
11.000 m2.
diri oleh masyarakat Rungkut.
Kemunculan industri, disusul oleh
Tahun 1960-1970 wilayah persawah-
perkembangan perumahan kota di
an Rungkut berangsur-angsur dibeli
daerah Rungkut, mengubah mata
oleh para investor untuk dijadikan
pencaharian
dan
beberapa
segi
2 Istilah 'Islam fanatik' itu digunakan oleh beberapa warga, termasuk ulama setempat, dan penduduk
Surabaya di luar Rungkut yang dijumpai dalam waktu penelitian. Sayangnya kami tak dapat
menemukan sumber-sumber tertulis mengenai perkembangan Islam di daerah ini untuk
mengkonfirmasi pernyataan-pernyataan demikian.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
81
OJO NJAWIL OJO NYADUK
budaya atau cara hidup masyarakat
tarifnya, dan terjadilah persaingan
Rungkut. Dari sisi mata pencaharian,
harga kamar pondokan. Tidak hanya
warga tidak dapat lagi bertani karena
kamar
tanah persawahan telah beralih ke
MCK) umum pun disewakan. Setiap
tangan investor industri dan peru-
kebutuhan pendatang disediakan oleh
mahan. Usaha konveksi pun tidak lagi
pemilik
menguntungkan ketika pakaian jadi
membayar sesuai harga yang dite-
telah diproduksi secara massal oleh
tapkan.
pabrik. Namun bekerja di pabrik juga
umum seperti ponten tadi, ditentukan
bukan pilihan. Beberapa warga yang
oleh rapat RT. Sedangkan tarif air
mencobanya
PDAM ditentukan oleh masing-masing
menemukan
bahwa
pondokan,
pondokan
Tarif
pontèn 4 (sarana
asalkan
penggunaan
waktu kerja yang panjang dengan
pelanggan
PDAM
yang
dapat
sarana
tersebut.
sedikit saja waktu istirahat — teruta-
perempuan
ma untuk shalat — dirasakan tidak
sebagai
sesuai bagi mereka. Banyak warga la-
'penitipan anak' bagi buruh perem-
lu mengandalkan sumber nafkah me-
puan yang harus bekerja dan mening-
reka dari usaha pondokan,3 yang ber-
galkan anak.
kembang
menyambut
penjahit
semula
Para
kini
bekerja
menerima
kedatangan
para pekerja industri dari berbagai
Perubahan yang kasat mata antara
daerah.
lain dalam cara berpakaian. Para
perempuan tidak lagi mengenakan
Awalnya, tarif pondokan yang satu
sewe (kain) sebagai pakaian sehari-
dengan yang lain seragam. Kamar
hari, dan menanggalkan kerudung
pondokan yang disewakan berbentuk
yang
bedeng dari kayu dan bambu. Lama-
seperti mukena). Kini mereka berce-
kelamaan pemilik pondokan mem-
lana atau bergaun selutut dengan blus
bangun kamar menjadi bangunan
kaos, seperti pakaian yang dikenakan
permanen menggunakan batu, se-
oleh para perempuan muda penda-
men, dan keramik. Peningkatan mutu
tang yang bekerja sebagai buruh.
kamar pondokan meningkatkan pula
Pengajian rutin setiap minggu di
dilapisi
remong
(berbentuk
3 Penduduk setempat, baik pemilik maupun penyewa pondokan, lebih kerap terdengar menggunakan
istilah 'kos-kosan' atau 'indekosan' (dari in de kost [Belanda] yang berarti 'tinggal di tempat sewaan').
Demikianlah, penyewa yang rata-rata berusia muda suka disebut 'anak kosan'.
4 Pontèn adalah istilah yang dipakai penduduk setempat, mungkin mengambil dari kata bahasa
Belanda fontein (pancuran air). Dulu pemerintah Hindia Belanda sempat melakukan pembangunan
fasilitas umum di permukiman penduduk pribumi di kota-kota (kampung verbetering), yang
mencakup jaringan air bersih yang berujung di pancuran-pancuran air setempat pada tahun 19201930 an (bd. Dick 2002:161-179).
82
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
setiap gang bergeser menjadi setiap
tenaga kerja di pabrik, karena hasil
bulan
per
penjualan tanah membuat kemam-
RT/RW. Pengajian rutin tiap minggu
puan ekonomi rumah tangga pendu-
hanya
duk
dan
hanya
milik
dilakukan
kelompok
jemaah
setempat
meningkat.
Lurah
tertentu atau dilakukan di rumah
Rungkut kemudian mencari tenaga
tokoh agama. Meski begitu, dalam
kerja dari daerah di sekitar Jawa
percakapan
ulama
Timur untuk menjadi tenaga kerja di
setempat, masih disebutkan bahwa
kawasan industri Rungkut. Para pen-
ciri komuniti Rungkut Lor adalah
cari kerja dari kota-kota di Jawa Timur
komuniti Islam yang 'fanatik'. Mung-
dan Madura berdatangan ke Rungkut.
kin ini adalah suatu bentuk pernya-
Beberapa di antaranya pendatang dari
taan “identitas defensif” yang meru-
Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan
juk ke “ingatan kolektif” tentang ak-
NTT. Kedatangan buruh dari luar
tifnya syiar Islam di sini. Menurut
Rungkut memunculkan kategori war-
Castells, identitas defensif merupa-
ga asli Rungkut dan pendatang.
dengan
para
kan gejala reaksi komuniti lokal terhadap serbuan-serbuan orang, ba-
Ada beberapa pengertian yang diberi-
rang, dan gagasan dari luar yang ti-
kan masyarakat terhadap istilah war-
dak
ga asli dan pendatang. Mengenai ka-
mampu
mereka
kendalikan
tegori warga asli, dapat berarti:
(1997:60-64).
-
Keturunan atau kerabat dari warga
asli Rungkut lainnya. Sebelum in-
Asli-(Buruh)
dustri berdiri di Rungkut dan me-
Pendatang di Komuniti dan Pabrik
narik pendatang ke sini, perka-
Dikotomi
Warga
winan antarkerabat dekat (antarAsal-usul dan pembedaan kewar-
sepupu derajat pertama) cukup
gaan secara sosial. Penjualan tanah
lazim. Konon sebabnya antara lain
penduduk asli Rungkut Lor kepada
karena dulu penduduk Rungkut
industri sekitar tiga dasawarsa yang
bermukim
lalu disertai oleh kesepakatan melalui
kelompok rumah yang penghu-
dalam
kelompok-
rembug desa antara warga dengan
ninya berkerabat dekat, dan jarak
industri, yang meliputi kesediaan in-
antarkelompok rumah cukup jauh,
dustri untuk memprioritaskan warga
sehingga perjodohan pun terbatas
lokal sebagai tenaga kerja. Namun
pada kalangan terdekat. Kini, ber-
ketika itu hanya sedikit warga asli
tolak dari kriteria ini, pendatang
yang menanggapi tawaran menjadi
yang masih mempunyai hubungan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
83
OJO NJAWIL OJO NYADUK
-
kerabat dengan orang asli Rung-
bekerja sebagai buruh industri, ada
kut akan dimasukkan ke dalam
pula yang keduanya bekerja. Di ka-
lingkaran warga asli.
langan penduduk asli, khususnya para
Warga yang lahir dan menetap di
orang
Rungkut. Pengakuan ini termasuk
stereotipik bahwa buruh pendatang
bagi mereka yang orang tuanya
muda itu adalah golongan yang ku-
berasal dari luar Rungkut, namun
rang bertatakrama dan/atau beri-
sudah cukup lama tinggal di sini.
badat. Penilaian demikian dikaitkan
tua,
terdapat
pandangan
misalnya dengan cara berpakaian
Sedangkan
menjadi
pendatang
pendatang
menetap
pendatang
yang serba terbuka atau ketat khu-
dan
susnya pada perempuan pendatang,
Pendatang
pada pola pergaulan antarjenis ke-
menetap
musiman.
adalah
dibedakan
pendatang
yang
lamin
yang
konon
relatif
bebas
mempunyai tanah dan rumah di
(misalnya saling bertamu di malam
Rungkut.
hari di kamar-kamar pondokan).
Sedangkan
pendatang
musiman adalah pendatang yang
tinggal di pondokan (milik pendu-
Di antara warga asli dan pendatang,
duduk asli) karena tidak memiliki ta-
terutama pendatang musiman, ter-
nah dan rumah. Meskipun tidak pu-
dapat semacam batas yang tak kasat
nya tanah dan rumah, pendatang
mata namun nyata akibatnya dalam
musiman banyak yang telah tinggal di
berbagai
pondokan-pondokan di Rungkut Lor
setempat.
aspek
kehidupan
sosial
lebih dari 10 tahun.
Dari golongan pendatang musiman ini
Pembedaan kewargaan dan akses
bagian terbesar adalah para buruh
ke sumber daya lokal. Dari kalang-
yang bekerja di kawasan SIER. Ciri
an warga asli dan pendatang menetap
demografis
menonjol
muncul orang-orang yang disebut
adalah bahwa kebanyakan dari me-
sebagai tokoh agama (Islam), tokoh
reka berusia muda, antara 17-30
masyarakat
sosial
yang
(para
penggiat
atau
tahun, lajang, pendatang dari desa,
pengurus di institusi setempat dari RT,
dan tinggal di kamar-kamar pon-
RW, sampai ke Kelurahan), dan sese-
dokan. Ada pula buruh yang sudah
puh. Sesepuh merupakan sebutan ba-
menikah dan tinggal bersama keluar-
gi orang yang dituakan dan dihormati
ganya di Rungkut. Di antara pasangan
berkat pengalamannya baik sebagai
semacam ini, ada yang salah satunya
tokoh
84
masyarakat
maupun
tokoh
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
agama.
Dari
kalangan
pendatang
pengurus pasar diambil dari SHU (Sisa
menetap ada yang menjadi tokoh
Hasil
masyarakat karena sempat menjadi
pendapatan parkir yang mencapai 40
pengurus
RT/RW/Kelu-
juta rupiah. Selain digunakan untuk
rahan; ada pula yang menjadi tokoh
mengupah pengurus pasar, penda-
agama
bagi
patan pasar dalam bentuk SHU didis-
Rungkut,
tribusikan untuk kegiatan keagamaan
di
berkat
kehidupan
seperti
tingkat
kontribusinya
beragama
membangun
di
masjid
atau
Usaha),
beasiswa
berjamaah secara rutin di rumahnya.
bangan
Demikianlah
pengembangan
warga
asli
antaranya
dari
(30%), fakir miskin/yatim-piatu dan
musholla atau memimpin pengajian
pengaruh
di
(25%),
pasar
untuk
(25%),
pengem-
dan
lingkungan
untuk
(20%)
dalam kegiatan keagamaan mulai
yang dikelola setiap triwulan. Dengan
tersaingi oleh pendatang menetap.
demikian, pasar memang merupakan
Tetapi masih banyak ruang bagi warga
sumber daya yang penting bagi ko-
asli untuk mengukuhkan posisinya
muniti Rungkut Lor.
dalam kehidupan komuniti, dengan
membangun jaringan keke-rabatan
Selain kepengurusan pasar, warga asli
dalam kepengurusan pasar, kegiatan
juga diprioritaskan sebagai pengurus
komuniti, maupun kegiatan partai.
kampung.
Perbedaan
perlakuan
warga asli terhadap pendatang ini teJaringan kekerabatan penting untuk
tap ada meski tidak diakui oleh warga
mempertahankan kedudukan warga
asli. Dalam pemilihan ketua RT/RW,
asli
pasar,
hanya pendatang menetap dan warga
sumber
asli yang berhak menjadi kandidat
penghasilan yang penting bagi me-
ketua RT/RW, sedangkan bagi warga
reka. Telah disebutkan bahwa pasar
pendatang musiman hanya tersedia
ini diawali oleh penduduk setempat
'ruang' tipis untuk menjadi pengurus
yang membangun kios-kios di sana
kampung, yaitu bila tidak ada lagi
berdikit-dikit;
calon dari kalangan warga asli atau
dalam
karena
kepengurusan
pasar
merupakan
karenanya.
orang
Rungkut selalu menyebutnya sebagai
pendatang
menetap,
“pasar rakyat”. Kemudian pasar dires-
calon cadangan.
jadi
sebagai
mikan pada tahun 1982 oleh pemerintah, dan sejak itu pemerintahlah
Hak istimewa (privilege) warga asli
yang membangunnya. Harga kios pun
memang bersumber dari status seba-
meningkat
gai keturunan orang-orang yang jauh
jutaan
pesat,
rupiah.
kini
mencapai
Pendapatan
para
lebih lama atau “sejak awal” telah
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
85
OJO NJAWIL OJO NYADUK
menetap di Rungkut, sehingga ketu-
mampu merebut atau sekedar me-
runannya dipastikan lebih menge-
nandingi kekuatan massa PKB.
tahui situasi daerah dan masyarakat
setempat dibandingkan pendatang,
Dengan mempertahankan jaringan
meski telah menetap lebih dari 10
kekerabatan di kepengurusan RT/RW
tahun di Rungkut. Anggapan ini men-
maka akses terhadap bantuan peme-
cerminkan suatu bentuk “identitas de-
rintah pun mudah diprioritaskan bagi
fensif” (Castells, 1997), “ingatan ko-
warga asli. Bantuan pemerintah ter-
lektif” warga asli dianggap lebih sahih
sebut berupa raskin (beras miskin),
karena dibangun oleh pengalaman
kartu JPS (Jaring Pengaman Sosial) -
panjang yang diwariskan turun temu-
sebuah kartu yang diperuntukkan
run; sedangkan pendatang, apalagi
bagi penduduk yang tak mampu
pendatang musiman, hanya tahu se-
membayar pelayanan kesehatan - dan
bagian-sebagian saja.
bantuan sembako (sembilan bahan
pokok). Resminya, yang berhak men-
Selanjutnya,
kekerabatan
dapatkan bantuan pemerintah adalah
yang dibangun oleh warga asli baik di
jaringan
keluarga yang hanya mempunyai satu
kepengurusan
di
orang pencari nafkah dan memiliki
kepengurusan RT/RW menjadi 'motor'
pasar
maupun
banyak anak. Namun warga asli yang
bagi aktivitas mereka di kepengu-
dapat menerima bantuan ternyata
rusan partai. Hubungan antarwarga
lebih luas, tidak terbatas pada yang
asli Rungkut terlihat dalam aktivitas
memenuhi kriteria resmi itu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPC
Rungkut. Rungkut merupakan basis
Pembedaan
PKB dan mayoritas pengurusnya ada-
administratif. Terutama sejak pe-
lah penduduk asli Rungkut. Mereka
merintah daerah mengeluarkan kebi-
memanfaatkan kekuatannya untuk
jakan pengurusan KTP (Kartu Tanda
mempengaruhi
pendatang
Penduduk) atau KIPEM (Kartu Pendu-
agar mendukung para calon legislatif
duk Musiman) pada tahun 1995, ak-
warga
kewargaan
secara
atau kepala daerah usulan PKB. Bebe-
ses terhadap bantuan pemerintah di-
rapa sesepuh maupun tokoh meng-
prioritaskan bagi pemilik KTP Sura-
gunakan pengaruhnya untuk mem-
baya. KIPEM merupakan kartu tanda
peroleh
sebagai
pengenal bagi penduduk pendatang
calon legislatif daerah tahun 2004.
musiman yang tidak memiliki tempat
Pengaruh mereka sangat kuat sehing-
tinggal permanen di Surabaya. Untuk
ga hampir tidak ada partai lain yang
mengurus KIPEM, seorang pendatang
86
dukungan
massa
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
musiman harus membawa surat jalan
antara majikan-buruh atau mandor-
dari daerah asal dan mendaftar seba-
buruh yang terjadi di pabrik, seperti
gai penduduk baru di RT setempat.
kasus-kasus berikut ini.
Setelah mendapat ijin RT/RW, pendatang musiman dapat mengurus
KIPEM di kelurahan. Sedangkan KTP
Surabaya penting dimiliki warga untuk dapat mengakses kartu JPS. Bagi
pendatang yang mampu membeli
tanah dan membangun rumah di
Rungkut boleh memiliki KTP Surabaya, karena memiliki tempat tinggal
menetap. Dari kalangan buruh yang
bisa memiliki KTP Surabaya terutama
adalah para buruh perempuan Sampoerna. Penghasilan mereka yang
yang relatif besar memungkinkan
mereka
menyisihkan
uang
untuk
membeli tanah dan membangun rumah di Rungkut. Namun lebih banyak
buruh yang tidak mampu mengubah
statusnya jadi penduduk tetap, dan
karenanya
administrasi
kependu-
dukan ini menguatkan dikotomi antara warga asli dan penduduk musiman.
Pembedaan
kewargaan
di
pabrik.
Dikotomi antara pendatang dengan
warga asli tidak hanya 'hidup' di
komuniti namun juga terbawa hingga
ke pabrik. Sumbernya terletak pada
Seorang warga asli yang menjadi buruh di sebuah pabrik
menuntut pembayaran pesangon dari masa kerjanya yang
telah berakhir sebagai buruh
kontrak waktu tertentu
(KKWT). Pabrik tidak memperpanjang kontraknya karena kinerjanya dianggap buruk: ia
hanya bekerja selama 4
(empat) hari dalam 1 (satu)
minggu. Protes terhadap mandor dilakukannya di pabrik dan
tempat tinggal mandor tersebut. Penyerangan tidak dilakukannya sendiri tetapi bersama
sekelompok pemuda asli Rungkut.
Ketika terjadi PHK terhadap
seorang buruh asli Rungkut
yang menuntut pabrik untuk
menyediakan waktu sholat.
Kondisi pabrik tempat buruh
tersebut bekerja tidak memberikan jam istirahat dan sholat
karena setiap buruh bertanggungjawab pada mesin yang
harus terus beroperasi. Saat
protes kepada mandornya, buruh tersebut justru menuai PHK
daripada persetujuan tuntutan.
Protesnya tidak didukung oleh
teman di pabrik karena mayoritas buruh yang bekerja di
tempat itu adalah pendatang.
saat pabrik mulai membatasi dan
menolak warga asli Rungkut yang
ingin bekerja di pabrik. Pembatasan
dan penolakan itu dipicu oleh konflik
Seorang buruh asli Rungkut diPHK karena melawan perintah
mandornya di pabrik. Sebagai
warga asli Rungkut ia merasa
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
87
OJO NJAWIL OJO NYADUK
tersinggung ketika ditegur oleh
mandor karena kinerja yang
buruk. Mandor yang memberi
perintah kepada buruh tersebut dipukul dan terjadi perkelahian antara mandor dengan
buruh.
Kasus-kasus seperti di atas rupanya
lalu
merupakan
awal
pencapan
(labeling) buruh asli Rungkut sebagai
'pemberontak'. Memang mereka lebih
berani melawan pabrik, dan terkadang merujuk cap demikian bagi diri
mereka sendiri, karena merasa tidak
takut kehilangan sumber penghidupan di kampung halamannya. Pengalaman bekerja di pabrik memberi kesan bagi warga asli bahwa pekerjaan
di pabrik adalah pekerjaan rendah
yang tidak bermartabat dan seringkali
hanya dianggap sebagai pekerjaan
sampingan. Sebagian warga asli yang
tidak mau atau tidak diterima bekerja
di pabrik membangun pondokan yang
disewakan dengan harga 30 hingga
80 ribu per kamar. Sebagian lainnya
berusaha membuka warung, menjadi
pedagang keliling, atau pedagang di
pasar.
Bersamaan dengan itu, berkembang
anggapan pada warga asli bahwa
pendatang lebih diterima oleh pabrik
karena
sifatnya
yang
'penurut'.
Asumsi ini juga dibenarkan oleh para
buruh pendatang yang menegaskan
alasan kedatangannya ke Rungkut
88
hanya untuk bekerja di pabrik. Sesungguhnya stereotip “pendatang=
penurut” itu memuat penilaian agak
negatif. Ketika warga asli Rungkut
ditolak bekerja di pabrik, permintaan
terhadap buruh pendatang semakin
besar. Hal ini semakin menguatkan
perasaan negatif warga asli terhadap
pendatang. Ketidaksukaan tersebut
muncul dalam bentuk pencapan dan
perlakuan
negatif,
seperti
kasus-
kasus berikut.
Buruh perempuan yang pulang
larut setelah menyelesaikan giliran (shift) kerja siang/petang
atau perempuan yang berangkat untuk bekerja pada shift
malam, disebut sebagai perempuan tak bermartabat.
Dikembangkanlah wacana “kepantasan” bagi buruh pendatang yang perempuan: tak lazim apabila perempuan masih
berada di luar rumah setelah
maghrib terutama di atas jam 9
malam. Tuduhan tersebut menjadi senjata untuk menyerang
pendatang yang tidak mengadopsi norma masyarakat setempat. Stigma negatif juga
dilekatkan pada buruh perempuan yang sekali waktu ikut
cangkrukan (nongkrong) di warung dengan kelompok laki-laki.
Para perempuan pekerja pabrik
yang tinggal di wilayah Rungkut
sering diganggu oleh pemuda
asli yang sedang cangkrukan
sambil berjudi atau mabuk.
Buruh pendatang perempuan
pemondok juga menjadi sasaran pengusiran pemilik pon-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
dokan apabila buruh perempuan tersebut terlihat dengan
pria di atas jam sembilan malam. Anehnya, bukan pria yang
diusir oleh pemilik pondokan
tetapi perempuanlah yang sering menjadi korban pengus i ra n p e m i l i k p o n d o k a n .
Pengusiran tidak hanya dilakukan secara langsung namun
juga secara halus melalui rumor yang dilontarkan oleh pemilik pondokan di antara warga
asli atau pendatang yang telah
menetap.
Buruh pendatang perempuan
juga sering dijadikan sasaran
gunjingan bila dinilai berperilaku menyimpang dari kebiasaan masyarakat. Tindakan saling siram di tempat pondokan
saat ulang tahun merupakan
salah satu perilaku yang dilihat
menyimpang dari norma masyarakat Rungkut, sehingga
dapat dijadikan alasan untuk
melakukan pengusiran penghuni pondokan.
uang sebesar 50 ribu rupiah
kepada penangkap basah
kemudian membayar uang
dengan jumlah yang sama
kepada pengurus RT/RW dan
pergi dari wilayah tersebut.
Pemuda asli terlibat sekaligus
menjadi aktor utama penggrebegan tersebut. Meskipun warga asli juga pernah menjadi
korban penggrebegan, mereka
tidak dijatuhi sanksi berupa
uang dan tidak diusir dari
tempat tinggal. Mereka hanya
diminta untuk membersihkan
selokan sebagai bentuk sanksi
sosial. Dalam hal ini terjadi
pembedaan bentuk sanksi bagi
pendatang dan warga asli yang
menegaskan dikotomi diantara
keduanya.
Penggerebekan tidak hanya dilakukan
terhadap perilaku yang menyimpang
dari norma masyarakat, tetapi juga
berlaku bagi ketidakpatuhan terhadap
sistem pemerintahan lokal yang mewajibkan pembuatan KIPEM.
Tidak semua tindakan buruh pendatang musiman yang terkategori sebagai penyimpangan norma cukup diselesaikan
oleh
pemilik
pondokan.
Apabila perilaku menyimpang dianggap cukup ekstrem, maka sanksi dijatuhkan kepada pelakunya atas nama
“masyarakat setempat”.
Berpacaran di pondokan hingga larut malam dianggap perbuatan yang patut dihukum
warga asli menganggap diri
mereka berhak 'menggerebek'
atau menangkap basah pendatang musiman tersebut. Korban akan diminta membayar
Razia KIPEM dilakukan oleh
pengurus RT/RW dan kadangkala dibantu oleh aparat kepolisian. Pengurus RT/RW akan terkena wajib lapor dan mendapat
briefing dari kepolisian selama
satu bulan bila didapati salah
satu warga musimannya menjadi target operasi kepolisian.
Meskipun kegiatan ini dilakukan
di setiap gang, namun tidak
terjadwal dan tidak dilakukan
setiap bulan. Biasanya dilakukan malam atau dini hari saat
penghuni pondokan tidur. Bagi
pendatang musiman yang
tertangkap saat razia KIPEM
diwajibkan mengurus KIPEM
saat itu juga.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
89
OJO NJAWIL OJO NYADUK
Warga asli pun memanfaatkan situasi
Beberapa tokoh masyarakat — dianta-
ini dengan meneguhkan aturan ma-
ranya bekerja sebagai tenaga kea-
syarakat seperti: (1) jam malam un-
manan pabrik — yang merasa ter-
tuk kunjungan maupun untuk berada
ganggu dengan aksi pemuda asli ter-
di luar pondokan; (2) menegaskan
sebut
kewajiban iuran (iuran sampah dan
organisasi P2R (Paguyuban Pemuda
pengganti ketidakikutsertaan dalam
Rungkut)
kerja bakti) bagi penghuni pondokan;
menciptakan kegiatan bagi pemuda
dan (3) aturan-aturan lain yang ber-
asli yang menganggur tanpa harus
tujuan untuk menjaga ketenangan
mewajibkan mereka terlibat dalam
menginisiasi
yang
pembentukan
bertujuan
untuk
kampung. Namun pengecualian sank-
Karang Taruna. Para pemuda yang
si masyarakat berlaku bila pelang-
tergabung dalam P2R dianggap 'nakal'
garan dilakukan oleh pemuda asli
oleh pemuda asli yang tergabung
yang mabuk atau perkelahian antar
dalam Karang Taruna. Mereka yang
gang. Aparat RT/RW setempat justru
tergabung
tidak mampu menindak pelanggaran
umumnya masih berada dalam usia
tersebut. Untuk mengatasi persoalan
sekolah dan tidak bersedia bergabung
dengan sesama warga asli, biasanya
dengan pemuda asli yang dianggap
seorang sesepuh Rungkutlah yang
'nakal'. Begitu pula sebaliknya.
dalam
Karang
Taruna
digunakan sebagai mediator penyelesaian konflik.
Berdirinya P2R berhasil mengumpulkan
Sejak buruh asli Rungkut ditolak masuk pabrik maka pemuda
asli banyak yang menganggur
atau merantau ke kota atau
pulau lain seperti Jakarta atau
Sulawesi. Sebagian pemuda
asli yang menganggur terjerumus dalam aktivitas kenakalan
sekaligus kejahatan. Perkelahian antar gang dan antar
kelompok pemuda asli selalu
terjadi dengan merusak rumah
penduduk atau luka serius yang
dialami tidak hanya oleh pelaku
namun juga oleh masyarakat
setempat. Selain berkelahi mereka juga mencuri barang milik
penghuni pondokan.
para
dianggap
pemuda
'nakal'
dalam
asli
yang
kegiatan
bersama. Organisasi ini dimanfaatkan
oleh warga sebagai tenaga keamanan
saat perayaan hari besar keagamaan.
Mereka pun pernah disewa sebagai
tenaga keamanan saat pabrik mengadakan acara. Salah satu pengguna
jasanya adalah Maspion. Bahkan beberapa anggota P2R mendapatkan
pekerjaan sebagai tenaga keamanan
di pabrik maupun perumahan. Berdirinya P2R telah berhasil mengurangi
kenakalan dan kejahatan pemuda.
Wilayah Rungkut Lor yang semula
90
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
menjadi target operasi polisi nomor
jerumuskan mereka sekaligus bisa
satu berangsur-angsur berubah men-
memperdalam ilmu agama. Se-
jadi wilayah yang aman. Namun bagi
dangkan
buruh yang tinggal di Rungkut Lor,
terbentuk dengan sendirinya ber-
P2R memaksa mereka mengeluarkan
dasarkan kedekatan tempat ting-
uang keamanan di luar uang kea-
gal. Melalui kelompok ini buruh
manan
menjaga
bertukar informasi tentang lo-
barang mereka saat pulang kam-
wongan kerja bila kebetulan te-
pung.
ngah menganggur. Di sini mereka
kampung
untuk
kelompok
cangkrukan
juga bisa mendapatkan kredit baSiasat Buruh Sehari
OJO NJAWIL OJO NYADUK
HUBUNGAN SOSIAL BURUH DALAM KOMUNITI
RUNGKUT LOR, SURABAYA
Maria Dona & Selly Riawanti 1
Abstract
One of the obsessions of recent labor movement is organizing the communitybase labor movement. The study shows that labors have a not very lucky social
identity in the community they live, in which it differ them from their lords. The
identity is formed due to: (1) the social demographic character of the labor, (2)
The working rhythm in factories which limits their time and energy to socialize
themselves with their lords. Such unlucky differences are still strengthened by:
(1) the regulation of inhabitant administration, (2) labor allocation by industries,
and (3) various interventions towards communities. Establishing the
community-base labor movement is supposed to consider such realities, in
order not to strengthen the differences, but build up understanding among
communities.
Kata kunci: buruh, komuniti, identitas, pengorganisasian buruh
Pendahuluan
kapan umum yang dipahami oleh setiap buruh yang datang dan tinggal di
“Nek ora gelem dijawil ojo njawil, nek
Rungkut Lor (Rungkut Utara), yang
ora gelem dicaduk ojo nyaduk” (“Jika
menggambarkan sikap mereka dalam
tak ingin disinggung jangan menying-
berhubungan dengan warga lain di
gung, jika tak mau ditendang, jangan
tempat tinggalnya. Rungkut Lor ada-
menendang”). Ini adalah sebuah ung-
lah kawasan permukiman padat pen-
1 Peneliti pada Yayasan AKATIGA
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
71
OJO NJAWIL OJO NYADUK
duduk yang terletak di sisi Selatan
nomi sejak 1997 sebagaimana yang
kawasan industri Surabaya yang ter-
digambarkan sepintas dengan kasus
kenal dengan nama SIER (Surabaya
Surabaya tadi. Gejala PHK yang me-
Industrial Estate Rungkut). Kawasan
lemparkan buruh keluar dari pabrik,
industri yang dibangun tahun 1980 ini
atau penurunan status-status kerja
ramai dengan dinamika keluar-masuk
berikut
buruh. Terutama sejak tahun 1997,
keprihatinan tentang hilang atau me-
gelombang
hubungan
nurunnya tingkat kesejahteraan bu-
kerja (PHK) 'merontokkan' sebagian
ruh dan mendorong gagasan tentang
besar buruh industri di kawasan ini
pengorganisasian buruh di luar tem-
karena relokasi ke kawasan industri
pat kerja atau pengorganisasian bu-
Pasuruan (PIER-Pasuruan Industrial
ruh berbasis komuniti, untuk meng-
pemutusan
Estate
Rungkut)
status
buruh
atau
yang
mengubah
imbalannya,
menimbulkan
hadapi persoalan-persoalan mereka.
dipekerjakan
pekerja
Gagasan mengorganisasi buruh me-
dengan kontrak kerja waktu tertentu
mintas batas-batas tempat kerja se-
(KKWT). Mayoritas buruh tidak lagi
sungguhnya bukan baru muncul sete-
memiliki kepastian jaminan kerja di
lah krisis relasi industri. Munck misal-
pabrik karena kontrak kerja semakin
nya, sejak 1980 telah mengemu-
'lentur dan longgar', sedangkan pa-
kakan konsep “kelas pekerja” yang
brik bukan satu-satunya tempat ker-
merangkum para pekerja di dalam
ja. Akibatnya, menjamurlah industri
maupun di luar industri (petani, peng-
rumahan yang menjalankan produksi
rajin, dll.). Konsep ini menurutnya da-
secara subkontrak sebagai akibat dari
pat dijadikan landasan guna meng-
sistem desentralisasi proses produksi,
galang gerakan sosial demi perbaikan
karena di dalam komuniti kini tersedia
nasib para buruh dalam pengertian
buruh murah yang umumnya terdiri
yang luas. Vedi Hadiz (2001) yang te-
dari para korban PHK.
kun mengamati perburuhan di Indo-
setelah
ter-PHK
menjadi
nesia juga mengemukakan gagasan
Salah satu perhatian para pengamat
pengorganisasian buruh berbasis ko-
perburuhan di Indonesia adalah me-
muniti. Namun studi empirik tentang
ngenai kehidupan buruh dalam komu-
pengorganisasian buruh dalam komu-
niti. Perhatian ini menguat seiring de-
niti, baik sebagai kemungkinan atau
ngan
besar
sebagai kenyataan, masih langka.
yang terjadi dalam relasi industri,
Dalam kaitan ini perlu diperhatikan
khususnya akibat-akibat krisis eko-
hubungan di antara buruh dengan
72
perubahan-perubahan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
warga lain dalam komuniti di tempat
beberapa diskusi dengan jaringan
tinggalnya. Resmi Setia dari AKATIGA
pendamping
yang meneliti strategi buruh di kawa-
bahwa aktivisme buruh di sini lebih
san industri tekstil di Majalaya, Jawa
tinggi daripada di Majalaya. Ber-
Barat, dalam menanggulangi masa-
dasarkan pengetahuan semacam itu,
lah-masalah
mereka,
para peneliti AKATIGA menduga bah-
menemukan keanekaan cara buruh
wa keseragaman etnis dan aktivisme
menyiasati persoalan sehari-hari. Hal
buruh di Surabaya akan membuka pe-
ini telah memunculkan keanekaan
luang lebih besar bagi pengorga-
identitas buruh, yang dikhawatirkan
nisasian buruh dalam komuniti.
kehidupan
buruh,
mengesankan
akan menyulitkan pengorganisasian
(2005:134-150).
Penelitian dilakukan bersama beberapa aktivis dari suatu serikat buruh
Melanjutkan perhatian kepada kehi-
(SB) independen yang tinggal dan
dupan buruh dalam komuniti, pada
melakukan pengorganisasian buruh
bulan Juni-Juli 2005, AKATIGA mela-
di komuniti Rungkut. Kegiatan peng-
kukan penelitian di Rungkut Lor, Sura-
organisasian ini menanggapi kondisi
baya. Daerah ini dipilih berdasarkan
basis buruh di pabrik yang semakin
dugaan bahwa keragaman identitas
rentan dan berkurang jumlahnya, se-
buruh dalam komuniti mungkin lebih
dangkan korban PHK semakin me-
rendah daripada di Majalaya, seti-
ningkat. Pengorganisasian dilakukan
daknya dari latar etniknya. Di Maja-
dengan mengumpulkan pedagang ka-
laya, banyak buruh yang berasal dari
ki lima dan pekerja subkontrak ru-
luar Jawa Barat, termasuk dari Jawa
mahan menjadi kelompok yang man-
Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Teng-
diri dan kuat. Para aktivis ini percaya
gara. Para pendatang ini lebih berkon-
akan solidaritas antar 'rakyat peker-
sentrasi ke pekerjaan mereka, se-
ja'. Pengertian 'rakyat pekerja' ini me-
hingga dalam kehidupan sehari-hari
liputi para pekerja baik di sektor for-
tidak terlalu terlibat dalam kegiatan
mal maupun informal, dan digunakan
komuniti di tempat mereka tinggal. Di
dengan asumsi memudahkan peng-
Surabaya, diduga buruhnya keba-
galangan solidaritas di antara me-
nyakan berasal dari Jawa Timur, ka-
reka. Di Rungkut, mereka yang diang-
laupun ada golongan etnik lain di sana
gap termasuk golongan ini adalah pa-
mungkin orang Madura. Pengalaman
ra buruh pabrik, pedagang kali lima,
Maria Dona dari studinya tentang
dan pekerja subkontrak. Namun me-
Dewan Pengupahan (2004), juga dari
nerapkan sebuah konsep besar 'rak-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
73
OJO NJAWIL OJO NYADUK
yat pekerja' pada suatu komuniti yang
identitas.
warganya memiliki beragam identitas, tidak hanya identitas 'pekerja',
Identitas. Identitas adalah konsep
apalagi ada konotasi 'kelas bawah' da-
diri seseorang atau segolongan o-
lam konsep 'rakyat pekerja' itu, tentu
rang, yang hanya muncul dalam inte-
menimbulkan
raksi atau hubungannya dengan o-
tantangan-tantangan
rang atau golongan lainnya. Meng-
tersendiri.
ingat bahwa setiap orang akan berTulisan ini mengupas tantangan bagi
hubungan dengan banyak orang atau
pengorganisasian buruh berbasis ko-
golongan dalam banyak konteks, ma-
muniti, berdasarkan hasil penelitian
ka identitasnya juga akan relatif ber-
AKATIGA mengenai buruh dalam ko-
agam dan beragam pula sumbernya
muniti di Rungkut Lor. Terlebih dahulu
(Robbins,
akan diulas konsep-konsep pokok
Identitas seseorang terjalin dari per-
yang digunakan, yakni komuniti, ke-
sepsinya dan persepsi orang lain
las, organisasi, dan identitas. Selan-
mengenai
jutnya adalah pemerian riwayat ko-
orang itu yang membuatnya sama
muniti Rungkut Lor dalam kaitannya
seperti atau tidak sama dengan orang
dengan perkembangan industri di ka-
lain (Goodenough, 1963). Ciri-ciri
wasan ini. Bagian berikutnya melu-
yang relevan ini meliputi berbagai di-
kiskan struktur sosial setempat serta
mensi seperti penampakan fisik, usia,
tempat buruh di dalamnya. Bagian
jenis kelamin, nama pribadi, keang-
terakhir
kemungkinan
gotaan dalam suku bangsa, keteram-
menggalang solidaritas antarwarga di
pilan atau keahlian, kedudukan atau
komuniti untuk memperjuangkan ke-
kelas sosial, dan seterusnya. Bia-
pentingan buruh.
sanya dimensi identitas bersifat bi-
mengulas
1973;
ciri-ciri
Castells,
atau
1997).
sifat-sifat
polar (berkutub dua), seperti “kayamiskin”, “kurus-gemuk”, dsb.
Identitas, Komuniti, Kelas, OrgaPemunculan identitas akan berlaku
nisasi
secara selektif bergantung kepada
Ada empat konsep sosiologis pokok
kepentingan pelakunya (perorangan
yang akan dijelaskan dulu penger-
maupun kolektif) dan konteks inte-
tiannya untuk membahas isu pengor-
raksi yang dihadapinya. Berhubung
ganisasian buruh berbasis komuniti,
identitas itu hanya muncul dalam in-
yakni komuniti, kelas, organisasi, dan
teraksi, maka secara teoretik kemun-
74
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
culan identitas itu menyangkut dua
komuniti sebagai suatu kesatuan so-
pihak yang berkepentingan, yaitu pi-
sial atau kolektivitas; dan (2) melihat
hak yang menyatakan identitas ter-
komuniti sebagai hubungan-hubung-
tentu dan pihak lain yang mengakui
an sosial atau sentimen kolektif. Da-
(atau menolak) identitas tersebut.
lam pengertian yang pertama, komu-
Untuk penelitian tentang buruh dalam
niti biasanya dianggap berupa: (1)
komuniti, setidaknya ada dua sumber
suatu kelompok manusia yang tinggal
identitas yang penting bagi buruh
bersama di suatu ruang fisik atau
yang bersangkutan, yakni: (1) kedu-
wilayah geografis seperti kelompok
dukannya sebagai pekerja, yang da-
ketetanggaan, dusun atau desa, kota,
lam hal ini menghadapkannya dengan
dan sebangsanya; (2) kelompok yang
pemberi kerja (baik di dalam maupun
memiliki suatu ciri bersama tertentu,
di luar komuniti) dan menyatukannya
suatu perasaan kebersamaan, dan/
ke dalam golongan pekerja secara
atau memelihara ikatan-ikatan sosial
umum; dan (2) dari kedudukannya
serta interaksi di antara anggotanya
sebagai warga komuniti setempat
sehingga
(yang menyatukannya dengan sesa-
suatu satuan sosial seperti komuniti
ma warga komuniti, dan mengha-
etnik, komuniti agama, komuniti aka-
dapkannya kepada pihak-pihak lain di
demik, atau komuniti profesional.
luar komuniti ybs).
Perbedaannya terletak pada pende-
membentuknya
menjadi
katan teritorial atau non-teritorial.
Penggalangan identitas penting bagi
suatu upaya mengorganisasi. Ini ber-
Beberapa ahli melihat bahwa wilayah
arti bahwa identitas dapat dibentuk
bersama merupakan landasan pen-
dan dibangun berdasarkan berbagai
ting bagi pembentukan komuniti. Se-
bahan. M. Castells menunjukkan ba-
dangkan mereka yang menggunakan
han-bahan pembentuk identitas seja-
pendekatan
rah, geografi, biologi, institusi pro-
bahwa komuniti tidak harus terikat
duksi dan reproduksi, ingatan kolektif,
oleh kesamaan tempat tinggal, kare-
khayalan atau bayangan pribadi, apa-
na ada banyak sumber untuk menum-
ratus kekuasaan, dan keagamaan
buhkembangkan ikatan demikian —
(1997:7).
kesamaan pengalaman (sejarah), ke-
non-teritorial
melihat
samaan penganutan nilai, kesamaan
Komuniti. Definisi konsep ini berma-
kepentingan, hubungan kekerabatan,
cam-macam, tetapi pada dasarnya
dll — yang tidak mensyaratkan ting-
ada dua golongan definisi: (1) melihat
gal bersama. Pendekatan non-teri-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
75
OJO NJAWIL OJO NYADUK
torial ini menjadi semakin populer
ekonomi, berkat pengaruh konsepsi
berkat kenyataan kemajuan teknologi
David Ricardo yang mengidentifikasi
komunikasi
golongan
yang
mereduksi
nilai
sosial
pekerja
dengan
kedekatan teritorial sebagai landasan
kategori ekonomi dari kerja, yang
asosiasi
manusia.
M.M.
Webber
dilihat sebagai salah satu faktor bagi
pernah
mengemukakan
konsep
produksi. Prinsip ini dirujuk oleh Karl
propinquity
Marx yang konsep kelas pekerjanya
(komuniti tanpa kedekatan fisik); dan
hingga kini masih populer dalam
senada dengan pendekatan ini dapat
gerakan
disebutkan pula pendekatan jaringan
Marx yang penting adalah pandang-
sosial
community
without
perburuhan.
Sumbangan
pen-
annya bahwa kelas merupakan sum-
tingnya perhatian kepada kolektivitas
ber utama bagi dinamika sosial, se-
tanpa pengelompokan teritorial (a.l.
hingga harus menjadi landasan bagi
Boissevain 1968).
penafsiran tentang dinamika sosial.
yang
mengemukakan
Sejarah umat manusia adalah sejarah
Kelas. Kelas adalah konsep yang ajeg
pertentangan antarkelas; perubahan
digunakan
perbu-
sosial terjadi melalui revolusi kelas;
ruhan, juga sebuah konsep yang telah
konflik antara majikan yang kapitalis
cukup tua sejarah perdebatannya di
dan pekerja yang berpangkal pada
dalam ilmu-ilmu sosial. Secara umum
moda produksi kapitalis, akan me-
kelas sosial merujuk ke suatu go-
ngarah ke revolusi proletar dan suatu
longan penduduk yang (1) dibedakan
tata produksi baru, yakni sosialis.
dari golongan lainnya berdasarkan
Marx sangat yakin bahwa konsep ini
kekayaan serta status sosial yang
memiliki nilai penjelasan dan prediksi
terkait; (2) status tersebut terutama
yang tinggi (bd. Bauman, 1985;
berpangkal dari kedudukan golongan
Ritzer & Goodman, 2004).
dalam
gerakan
tersebut dalam produksi dan distribusi kekayaan sosial; (3) memiliki
Bauman (1985) melihat kesuksesan
kepentingan tersendiri yang berten-
konsep kelas dari Marx disebabkan
tangan atau melengkapi kepentingan
oleh: (1) keselarasannya dengan pan-
golongan lainnya; dan (4) karenanya
dangan liberal, yang menafsirkan tin-
memperlihatkan kecenderungan si-
dakan individu sebagai upaya rasional
kap dan tingkah laku — politik, buda-
untuk
ya, dan sosial — yang 'khas' golongan
dan (2) dimensi peluang pengelolaan
yang bersangkutan. Awalnya me-
surplus sosial dalam perjuangan atau
mang konsep kelas mengandung arti
pertentangan antarkelas. Kelas yang
76
memenuhi
kepentingannya,
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
tersisih dari akses terhadap surplus
kesadaran akan kelas (class cons-
dapat memperbaiki situasinya bukan
ciousness) yang lebih konseptual,
dengan memiliki surplus tersebut,
yang timbul dari suatu pandangan
melainkan
yang berperspektif luas terhadap kon-
dengan
mengupayakan
perolehan hak untuk mengelolanya.
stelasi
Ini mengilhami kajian-kajian tentang
dalam suatu masyarakat. Kesadaran
pertentangan antara kelas majikan
empirik tidak dengan sendirinya akan
dan kelas pekerja, dan lebih mutakhir
berubah ke kesadaran konseptual
lagi,
untuk
tadi. Informasi yang diperlukan untuk
memajukan pekerja dari kedudukan
membangun kesadaran kelas tidak
sebagai sekedar faktor produksi kapi-
begitu
talis dengan membangun kesadaran
pengalaman sehari-hari para anggota
tentang situasi mereka agar nantinya
kelas yang terkungkung oleh rutinitas
dapat menyusun strategi politik yang
kehidupan sehari-hari. Sebab itulah
ditujukan untuk mengatasi pengung-
Lukacs menyebut kesadaran yang
kungan kapital terhadap mereka de-
pertama sebagai “kesadaran palsu”
ngan menghapuskan moda produksi
(false consciousness); “palsu” karena
kapitalis itu sendiri.
dibatasi oleh sempitnya cakrawala
mengilhami
gerakan
kelas
saja
secara
dapat
menyeluruh
dipungut
dari
pengalaman individu. Maka diperantara
lukan bantuan analisis ilmiah tentang
kenyataan historis dengan teori kelas
situasi kelas tersebut, untuk kemu-
Marx: hingga dewasa ini, para buruh
dian 'dicekokkan' ke alam pikiran para
industri belum banyak melangkah
buruh melalui saluran organisasi-
maju ke arah yang diimpikan Marx
organisasi
sejak pertengahan abad ke-19 itu.
Lukacs
Telah banyak pula sumbangan teori
juangan ideologis untuk mencapai
sosial untuk mengembangkan gagas-
perubahan yang memperbaiki kedu-
an perjuangan kelas dari Marx itu. Di
dukan buruh. Begitulah, beberapa
antara yang penting adalah konsep G.
ahli sosiologi lain mengembangkan
Lukacs
kelas
lagi gagasan ini, yang ujungnya ada-
(1967 [1923]). Menurutnya, ada dua
lah pemahaman bahwa kesadaran
jenis kesadaran: (1) kesadaran dari
kelas itu bukan hal yang begitu saja
Memang
ada
kesenjangan
tentang
kesadaran
politik
mereka.
menganjurkan
suatu
Jadi,
per-
kelas (consciousness of class) yang
ada pada setiap anggota kelas, me-
empirik yang didapat dari penga-
lainkan sesuatu yang berproses.
laman hidup sehari-hari para anggota
kelas yang bersangkutan, dan (2)
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
77
OJO NJAWIL OJO NYADUK
Kita lihat bahwa teori kelas a la Marx
ekonomi yang hanya terkait pada
menunjuk ekonomi sebagai variabel
suatu komoditas tertentu, seperti
dominan — kalau pun bukan tunggal
“kelas permukiman”, sehingga kepen-
— untuk menjelaskan hubungan an-
tingan kelasnya juga amat terbatas.
tarkelas. Telah banyak kritik penting
Artinya bagaimana pentingnya kelas
terhadap gagasan seperti ini, teru-
bagi seseorang, tidak dapat ditentu-
tama berdasarkan kenyataan bahwa
kan secara a priori, tetapi harus di-
kehidupan sosial tidak hanya diken-
kaitkan dengan konteks pasar yang
dalikan oleh ekonomi, tetapi juga oleh
dihadapinya. Ini berarti pula bahwa
banyak hal lain. Untuk memahami
kelas yang dalam pengertian Weber
kedudukan buruh dalam komuniti,
terutama merujuk ke pembedaan so-
konsep kelas memang harus diper-
sial, bisa beragam, dan bahkan bisa
luas pengertiannya dari sekedar suatu
berubah-ubah. Oleh para ahli sosio-
golongan ekonomi. Melihat buruh
logi Amerika Serikat, gagasan Weber
sebagai suatu kelas dalam relasi
itu dikembangkan menjadi konsep
produksi belaka akan menyulitkan
dan teori tentang ketidaksetaraan
pemahaman mengenai posisi mereka
atau ketimpangan sosial, yang lebih
dalam komuniti, meskipun status bu-
bersifat gradual daripada dikotomis.
ruh sendiri sebagai status ekonomi
Bagi mereka, perlu dikaji ada tidak-
tetap penting sebagai salah satu
nya korelasi di antara kekayaan,
sumber identitas mereka. Untuk itu
gengsi sosial (prestige) dan pengaruh
dapat dirujuk gagasan Max Weber
atau kekuasaan. Dalam hal ini, kon-
bahwa kelas itu bersifat multidimensi
sep kelas diubah ke konsep stratifikasi
(lih.
(pelapisan) sosial.
Bauman,
1985;
Ritzer
&
Goodman, 2004)
Di antara ahli sosiologi yang mengBagi Max Weber, kelas memang ber-
gunakan konsep stratifikasi sosial
tolak dari hubungan ekonomi, tetapi
adalah Randall Collins (1975), teruta-
bukan hanya itu. Ada dimensi sosial
ma untuk menjelaskan konflik. Menu-
politik pula dalam konsep kelas. Per-
rutnya, stratifikasi sosial itu me-
bedaan atau persamaan kedudukan
nyangkut begitu banyak aspek kehi-
ekonomi
dupan seperti kekayaan, politik, ka-
tidak
menghasilkan
dengan
sendirinya
kepen-
rier, keluarga, komuniti, gaya hidup,
tingan. Kepentingan bisa beragam se-
dll. Collins juga melihat bahwa ting-
suai dengan keragaman barang dan
kah laku manusia didorong oleh tu-
peluang pasar. Misalnya, ada kelas
juan
78
perbedaan
pemenuhan
kepentingannya
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
sendiri, hanya saja dorongan itu bu-
imbalan ekstrinsik dan menjauh dari
kan semata-mata rasional melainkan
cita-cita organisasi (pekerja).
juga emosional. Untuk memahami
konflik antarlapisan sosial, perlu di-
Organisasi.
Organisasi
adalah
perhatikan perbedaan penguasaan
pengaturan kegiatan kolektif. Ada or-
atas sumber-sumber daya yang ada di
ganisasi yang formal dan ada orga-
tingkat pelaku-pelakunya. Pelaku de-
nisasi komuniti. Organisasi formal
ngan sumber daya banyak dapat
biasanya
bertujuan
khusus
dan
mengubah kendala-kendala bagi pen-
menggunakan cara-cara yang khusus
capaian tujuannya, dan sebaliknya
pula serta relatif baku untuk menca-
bagi yang terbatas sumber dayanya.
pai tujuannya. Orientasi atau arah
Dalam situasi ketimpangan, pemilik
organisasi yang formal ke tujuan yang
sumber daya yang banyak memang
khusus itu, akan membatasi hubung-
cenderung mengeksploitasi mereka
an di kalangan anggotanya sebagai
yang
memaksakan
hubungan di antara peranan-peranan
gagasan mereka kepada yang lebih
kurang,
atau
yang tertentu saja. Pengorganisasian
lemah. Namun Collins mengingatkan
demikian tentu berbeda dari peng-
bahwa eksploitasi atau pemaksaan
organisasian komuniti yang cakupan
gagasan demikian belum tentu dilan-
hubungan antarwarganya lebih luas,
dasi
untung-rugi
meliputi banyak aspek kehidupan
yang cermat terhadap hubungan yang
mereka. Dalam kenyataan kehidupan
timpang itu, karena seringkali pelaku
sosial, kedua jenis organisasi ini dapat
lebih terdorong untuk mengejar ke-
memiliki bagian yang sifatnya ber-
pentingannya sendiri. Aspek lain yang
beda. Misalnya, dalam suatu komuniti
dianggap penting adalah pengalaman
bisa terdapat organisasi yang resmi
individu. Mereka yang terbiasa me-
(kelompok pengajian, kelompok ari-
merintah akan berbeda sikap dan
san, dll.), dan sebaliknya, dalam sua-
tingkah lakunya dari yang biasa di-
tu
perintah. Hal ini penting untuk mema-
ikatan-ikatan primer seperti persaha-
hami sikap pekerja terhadap orga-
batan yang menyerupai kekerabatan,
nisasi. Pekerja sebagai pihak yang
dan seterusnya.
hitung-hitungan
organisasi
formal
berkembang
lebih sering diperintah daripada memerintah, akan menjadi orang-orang
Pengorganisasian kerap membutuh-
yang patuh dan fatalistik: ada kecon-
kan dukungan penggalangan identi-
dongan untuk lebih mementingkan
tas tertentu. Terlebih lagi bila pengorganisasian itu meliputi populasi yang
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
79
OJO NJAWIL OJO NYADUK
beragam identitasnya, maka upaya
dititipkan oleh ayahnya ke sebuah
mencari kesamaan di balik keraga-
pesantren milik Sunan Ampel untuk
man mutlak diperlukan. Seorang ahli
mempelajari ilmu agama. Sekitar
sosiologi,
(1959)
tahun 1200 H, Tholabuddin dewasa
mengajukan konsep “kelompok se-
yang sakti dan kuat mendapat ama-
mu” untuk merujuk ke suatu golong-
nat dari Sunan Ampel untuk membu-
an luas yang memiliki suatu kesama-
ka daerah Rungkut dengan cara mela-
an dan karenanya berpotensi untuk
kukan syiar Islam.
R.
Dahrendorf
digalang dan bahkan diorganisasi
menjadi
suatu
kelompok
kepen-
Di masa itu Rungkut merupakan
tingan. Salah satu cara untuk meng-
daerah yang dipenuhi oleh rawa,
ubah “kelompok semu” menjadi “ke-
semak belukar dan alang-alang yang
lompok kepentingan” adalah dengan
rapat (rungkut) dan tinggi seperti
membangun identitas bersama. Sum-
hutan.
ber-sumber identitas bersama itu
(membuka)
cukup beragam, termasuk komuniti
bagian Selatan kemudian ke arah
dan kelas atau golongan sosial.
Tholabuddin
daerah
membabad
Rungkut
dari
Barat dan Timur. Upayanya gagal
terus, dan baru berhasil ketika ia
Demikianlah keempat konsep ini akan
sampai ke bagian Utara. Dari sanalah
digunakan untuk membahas kehidup-
nama daerah ini sekarang, Rungkut
an buruh dalam komuniti Rungkut Lor
Lor. Tahun 1209 H, Tholabuddin me-
dan menjajaki kemungkinan melaku-
mulai syiar Islamnya dari daerah
kan pengorganisasian buruh berbasis
Rungkut Lor dengan membangun se-
komuniti.
buah rumah dan sumur. Syiar Islam
dilakukan secara damai di tengah masyarakat yang saat itu telah menga-
Rungkut Lor: dari Pertanian ke
nut ajaran Budha. Sisa-sisa masa
Industri
Budha tampak dari praktik membuat
sesajen dengan kembang tujuh rupa,
Kisah
tentang
asal-mula
daerah
yang bertahan konon sampai tahun
Rungkut diawali oleh kedatangan seo-
1950-an. Di kemudian hari, rumah
rang
Tholabuddin
pedagang
Persia
bernama
kemudian
dibangun
Zarkasyi yang berlayar dari Banten ke
kembali oleh warga menjadi mesjid
tanah Jawa, bersama putranya yang
Tholabuddin yang berornamen indah
bernama Tholabuddin. Setibanya di
di sisi Utara jalan Rungkut Lor; se-
Jawa
dangkan sumurnya sempat diper-
80
Timur,
Tholabuddin
muda
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
cayai merupakan sumber penyem-
tanah landasan pembangunan indus-
buhan
ini
tri. Industri awal yang berdiri saat itu
lambat laun memudar sejalan dengan
adalah PT Kedaung (1970; kini berna-
perkembangan industri yang juga
ma Kedaung Group), PT Lotus (1973;
mengubah banyak cara hidup masya-
sebuah pabrik tekstil), dan PT Horison
rakat setempat. Sementara itu riwa-
Syntex (1975; sekarang PT Star In).
yat syiar Islam oleh Tholabuddin
Pembangunan wilayah Rungkut seba-
kerap dirujuk sebagai sumber iden-
gai kawasan industri membuat Rung-
titas masyarakat Rungkut Lor sebagai
kut mulai diperhatikan oleh pemerin-
masyarakat Islam yang 'fanatik'. 2
tah. Pemerintah mulai menyalurkan
penyakit.
Kepercayaan
dana untuk pembangunan sarana dan
Sebelum tahun 1960, daerah Rung-
prasarana
kut merupakan daerah agraris yang
listrik, saluran air, dan jalan. Secara
mayoritas
bertahap, tanah landasan tidak hanya
penduduknya
memeluk
kampung
seperti
MCK,
agama Islam dan bekerja sebagai
dibeli
petani. Banyak warganya yang pandai
bangunan industri awal namun juga
menjahit menjalankan usaha konvek-
untuk kawasan industri SIER (Sura-
si rumahan; hampir setiap rumah sa-
baya Industrial Estate Rungkut) dan
at itu memiliki mesin jahit. Seorang
perumahan. Saat itu harga jual ta-
pengumpul mendatangi setiap rumah
nah/sawah per gogolan (3/4 ha atau 4
oleh
investor
untuk
pem-
mengambil hasilnya untuk dijual di
ancer) sekitar Rp 300.000,- sampai
pasar. Para penjahit dapat juga lang-
Rp 400.000,-, sedangkan harga tanah
sung menjual produk mereka di pasar
yang berada di pinggir jalan bisa men-
atau warung mereka masing-masing.
capai Rp. 2.000.000 per m2. Luasan
Ketika itu sudah ada pasar Sopo-
lahan sawah yang terjual di daerah
nyono, meski masih sedikit jumlah
Rungkut Lor di masa itu mencapai
kiosnya yang dibangun secara man-
11.000 m2.
diri oleh masyarakat Rungkut.
Kemunculan industri, disusul oleh
Tahun 1960-1970 wilayah persawah-
perkembangan perumahan kota di
an Rungkut berangsur-angsur dibeli
daerah Rungkut, mengubah mata
oleh para investor untuk dijadikan
pencaharian
dan
beberapa
segi
2 Istilah 'Islam fanatik' itu digunakan oleh beberapa warga, termasuk ulama setempat, dan penduduk
Surabaya di luar Rungkut yang dijumpai dalam waktu penelitian. Sayangnya kami tak dapat
menemukan sumber-sumber tertulis mengenai perkembangan Islam di daerah ini untuk
mengkonfirmasi pernyataan-pernyataan demikian.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
81
OJO NJAWIL OJO NYADUK
budaya atau cara hidup masyarakat
tarifnya, dan terjadilah persaingan
Rungkut. Dari sisi mata pencaharian,
harga kamar pondokan. Tidak hanya
warga tidak dapat lagi bertani karena
kamar
tanah persawahan telah beralih ke
MCK) umum pun disewakan. Setiap
tangan investor industri dan peru-
kebutuhan pendatang disediakan oleh
mahan. Usaha konveksi pun tidak lagi
pemilik
menguntungkan ketika pakaian jadi
membayar sesuai harga yang dite-
telah diproduksi secara massal oleh
tapkan.
pabrik. Namun bekerja di pabrik juga
umum seperti ponten tadi, ditentukan
bukan pilihan. Beberapa warga yang
oleh rapat RT. Sedangkan tarif air
mencobanya
PDAM ditentukan oleh masing-masing
menemukan
bahwa
pondokan,
pondokan
Tarif
pontèn 4 (sarana
asalkan
penggunaan
waktu kerja yang panjang dengan
pelanggan
PDAM
yang
dapat
sarana
tersebut.
sedikit saja waktu istirahat — teruta-
perempuan
ma untuk shalat — dirasakan tidak
sebagai
sesuai bagi mereka. Banyak warga la-
'penitipan anak' bagi buruh perem-
lu mengandalkan sumber nafkah me-
puan yang harus bekerja dan mening-
reka dari usaha pondokan,3 yang ber-
galkan anak.
kembang
menyambut
penjahit
semula
Para
kini
bekerja
menerima
kedatangan
para pekerja industri dari berbagai
Perubahan yang kasat mata antara
daerah.
lain dalam cara berpakaian. Para
perempuan tidak lagi mengenakan
Awalnya, tarif pondokan yang satu
sewe (kain) sebagai pakaian sehari-
dengan yang lain seragam. Kamar
hari, dan menanggalkan kerudung
pondokan yang disewakan berbentuk
yang
bedeng dari kayu dan bambu. Lama-
seperti mukena). Kini mereka berce-
kelamaan pemilik pondokan mem-
lana atau bergaun selutut dengan blus
bangun kamar menjadi bangunan
kaos, seperti pakaian yang dikenakan
permanen menggunakan batu, se-
oleh para perempuan muda penda-
men, dan keramik. Peningkatan mutu
tang yang bekerja sebagai buruh.
kamar pondokan meningkatkan pula
Pengajian rutin setiap minggu di
dilapisi
remong
(berbentuk
3 Penduduk setempat, baik pemilik maupun penyewa pondokan, lebih kerap terdengar menggunakan
istilah 'kos-kosan' atau 'indekosan' (dari in de kost [Belanda] yang berarti 'tinggal di tempat sewaan').
Demikianlah, penyewa yang rata-rata berusia muda suka disebut 'anak kosan'.
4 Pontèn adalah istilah yang dipakai penduduk setempat, mungkin mengambil dari kata bahasa
Belanda fontein (pancuran air). Dulu pemerintah Hindia Belanda sempat melakukan pembangunan
fasilitas umum di permukiman penduduk pribumi di kota-kota (kampung verbetering), yang
mencakup jaringan air bersih yang berujung di pancuran-pancuran air setempat pada tahun 19201930 an (bd. Dick 2002:161-179).
82
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
setiap gang bergeser menjadi setiap
tenaga kerja di pabrik, karena hasil
bulan
per
penjualan tanah membuat kemam-
RT/RW. Pengajian rutin tiap minggu
puan ekonomi rumah tangga pendu-
hanya
duk
dan
hanya
milik
dilakukan
kelompok
jemaah
setempat
meningkat.
Lurah
tertentu atau dilakukan di rumah
Rungkut kemudian mencari tenaga
tokoh agama. Meski begitu, dalam
kerja dari daerah di sekitar Jawa
percakapan
ulama
Timur untuk menjadi tenaga kerja di
setempat, masih disebutkan bahwa
kawasan industri Rungkut. Para pen-
ciri komuniti Rungkut Lor adalah
cari kerja dari kota-kota di Jawa Timur
komuniti Islam yang 'fanatik'. Mung-
dan Madura berdatangan ke Rungkut.
kin ini adalah suatu bentuk pernya-
Beberapa di antaranya pendatang dari
taan “identitas defensif” yang meru-
Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan
juk ke “ingatan kolektif” tentang ak-
NTT. Kedatangan buruh dari luar
tifnya syiar Islam di sini. Menurut
Rungkut memunculkan kategori war-
Castells, identitas defensif merupa-
ga asli Rungkut dan pendatang.
dengan
para
kan gejala reaksi komuniti lokal terhadap serbuan-serbuan orang, ba-
Ada beberapa pengertian yang diberi-
rang, dan gagasan dari luar yang ti-
kan masyarakat terhadap istilah war-
dak
ga asli dan pendatang. Mengenai ka-
mampu
mereka
kendalikan
tegori warga asli, dapat berarti:
(1997:60-64).
-
Keturunan atau kerabat dari warga
asli Rungkut lainnya. Sebelum in-
Asli-(Buruh)
dustri berdiri di Rungkut dan me-
Pendatang di Komuniti dan Pabrik
narik pendatang ke sini, perka-
Dikotomi
Warga
winan antarkerabat dekat (antarAsal-usul dan pembedaan kewar-
sepupu derajat pertama) cukup
gaan secara sosial. Penjualan tanah
lazim. Konon sebabnya antara lain
penduduk asli Rungkut Lor kepada
karena dulu penduduk Rungkut
industri sekitar tiga dasawarsa yang
bermukim
lalu disertai oleh kesepakatan melalui
kelompok rumah yang penghu-
dalam
kelompok-
rembug desa antara warga dengan
ninya berkerabat dekat, dan jarak
industri, yang meliputi kesediaan in-
antarkelompok rumah cukup jauh,
dustri untuk memprioritaskan warga
sehingga perjodohan pun terbatas
lokal sebagai tenaga kerja. Namun
pada kalangan terdekat. Kini, ber-
ketika itu hanya sedikit warga asli
tolak dari kriteria ini, pendatang
yang menanggapi tawaran menjadi
yang masih mempunyai hubungan
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
83
OJO NJAWIL OJO NYADUK
-
kerabat dengan orang asli Rung-
bekerja sebagai buruh industri, ada
kut akan dimasukkan ke dalam
pula yang keduanya bekerja. Di ka-
lingkaran warga asli.
langan penduduk asli, khususnya para
Warga yang lahir dan menetap di
orang
Rungkut. Pengakuan ini termasuk
stereotipik bahwa buruh pendatang
bagi mereka yang orang tuanya
muda itu adalah golongan yang ku-
berasal dari luar Rungkut, namun
rang bertatakrama dan/atau beri-
sudah cukup lama tinggal di sini.
badat. Penilaian demikian dikaitkan
tua,
terdapat
pandangan
misalnya dengan cara berpakaian
Sedangkan
menjadi
pendatang
pendatang
menetap
pendatang
yang serba terbuka atau ketat khu-
dan
susnya pada perempuan pendatang,
Pendatang
pada pola pergaulan antarjenis ke-
menetap
musiman.
adalah
dibedakan
pendatang
yang
lamin
yang
konon
relatif
bebas
mempunyai tanah dan rumah di
(misalnya saling bertamu di malam
Rungkut.
hari di kamar-kamar pondokan).
Sedangkan
pendatang
musiman adalah pendatang yang
tinggal di pondokan (milik pendu-
Di antara warga asli dan pendatang,
duduk asli) karena tidak memiliki ta-
terutama pendatang musiman, ter-
nah dan rumah. Meskipun tidak pu-
dapat semacam batas yang tak kasat
nya tanah dan rumah, pendatang
mata namun nyata akibatnya dalam
musiman banyak yang telah tinggal di
berbagai
pondokan-pondokan di Rungkut Lor
setempat.
aspek
kehidupan
sosial
lebih dari 10 tahun.
Dari golongan pendatang musiman ini
Pembedaan kewargaan dan akses
bagian terbesar adalah para buruh
ke sumber daya lokal. Dari kalang-
yang bekerja di kawasan SIER. Ciri
an warga asli dan pendatang menetap
demografis
menonjol
muncul orang-orang yang disebut
adalah bahwa kebanyakan dari me-
sebagai tokoh agama (Islam), tokoh
reka berusia muda, antara 17-30
masyarakat
sosial
yang
(para
penggiat
atau
tahun, lajang, pendatang dari desa,
pengurus di institusi setempat dari RT,
dan tinggal di kamar-kamar pon-
RW, sampai ke Kelurahan), dan sese-
dokan. Ada pula buruh yang sudah
puh. Sesepuh merupakan sebutan ba-
menikah dan tinggal bersama keluar-
gi orang yang dituakan dan dihormati
ganya di Rungkut. Di antara pasangan
berkat pengalamannya baik sebagai
semacam ini, ada yang salah satunya
tokoh
84
masyarakat
maupun
tokoh
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
agama.
Dari
kalangan
pendatang
pengurus pasar diambil dari SHU (Sisa
menetap ada yang menjadi tokoh
Hasil
masyarakat karena sempat menjadi
pendapatan parkir yang mencapai 40
pengurus
RT/RW/Kelu-
juta rupiah. Selain digunakan untuk
rahan; ada pula yang menjadi tokoh
mengupah pengurus pasar, penda-
agama
bagi
patan pasar dalam bentuk SHU didis-
Rungkut,
tribusikan untuk kegiatan keagamaan
di
berkat
kehidupan
seperti
tingkat
kontribusinya
beragama
membangun
di
masjid
atau
Usaha),
beasiswa
berjamaah secara rutin di rumahnya.
bangan
Demikianlah
pengembangan
warga
asli
antaranya
dari
(30%), fakir miskin/yatim-piatu dan
musholla atau memimpin pengajian
pengaruh
di
(25%),
pasar
untuk
(25%),
pengem-
dan
lingkungan
untuk
(20%)
dalam kegiatan keagamaan mulai
yang dikelola setiap triwulan. Dengan
tersaingi oleh pendatang menetap.
demikian, pasar memang merupakan
Tetapi masih banyak ruang bagi warga
sumber daya yang penting bagi ko-
asli untuk mengukuhkan posisinya
muniti Rungkut Lor.
dalam kehidupan komuniti, dengan
membangun jaringan keke-rabatan
Selain kepengurusan pasar, warga asli
dalam kepengurusan pasar, kegiatan
juga diprioritaskan sebagai pengurus
komuniti, maupun kegiatan partai.
kampung.
Perbedaan
perlakuan
warga asli terhadap pendatang ini teJaringan kekerabatan penting untuk
tap ada meski tidak diakui oleh warga
mempertahankan kedudukan warga
asli. Dalam pemilihan ketua RT/RW,
asli
pasar,
hanya pendatang menetap dan warga
sumber
asli yang berhak menjadi kandidat
penghasilan yang penting bagi me-
ketua RT/RW, sedangkan bagi warga
reka. Telah disebutkan bahwa pasar
pendatang musiman hanya tersedia
ini diawali oleh penduduk setempat
'ruang' tipis untuk menjadi pengurus
yang membangun kios-kios di sana
kampung, yaitu bila tidak ada lagi
berdikit-dikit;
calon dari kalangan warga asli atau
dalam
karena
kepengurusan
pasar
merupakan
karenanya.
orang
Rungkut selalu menyebutnya sebagai
pendatang
menetap,
“pasar rakyat”. Kemudian pasar dires-
calon cadangan.
jadi
sebagai
mikan pada tahun 1982 oleh pemerintah, dan sejak itu pemerintahlah
Hak istimewa (privilege) warga asli
yang membangunnya. Harga kios pun
memang bersumber dari status seba-
meningkat
gai keturunan orang-orang yang jauh
jutaan
pesat,
rupiah.
kini
mencapai
Pendapatan
para
lebih lama atau “sejak awal” telah
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
85
OJO NJAWIL OJO NYADUK
menetap di Rungkut, sehingga ketu-
mampu merebut atau sekedar me-
runannya dipastikan lebih menge-
nandingi kekuatan massa PKB.
tahui situasi daerah dan masyarakat
setempat dibandingkan pendatang,
Dengan mempertahankan jaringan
meski telah menetap lebih dari 10
kekerabatan di kepengurusan RT/RW
tahun di Rungkut. Anggapan ini men-
maka akses terhadap bantuan peme-
cerminkan suatu bentuk “identitas de-
rintah pun mudah diprioritaskan bagi
fensif” (Castells, 1997), “ingatan ko-
warga asli. Bantuan pemerintah ter-
lektif” warga asli dianggap lebih sahih
sebut berupa raskin (beras miskin),
karena dibangun oleh pengalaman
kartu JPS (Jaring Pengaman Sosial) -
panjang yang diwariskan turun temu-
sebuah kartu yang diperuntukkan
run; sedangkan pendatang, apalagi
bagi penduduk yang tak mampu
pendatang musiman, hanya tahu se-
membayar pelayanan kesehatan - dan
bagian-sebagian saja.
bantuan sembako (sembilan bahan
pokok). Resminya, yang berhak men-
Selanjutnya,
kekerabatan
dapatkan bantuan pemerintah adalah
yang dibangun oleh warga asli baik di
jaringan
keluarga yang hanya mempunyai satu
kepengurusan
di
orang pencari nafkah dan memiliki
kepengurusan RT/RW menjadi 'motor'
pasar
maupun
banyak anak. Namun warga asli yang
bagi aktivitas mereka di kepengu-
dapat menerima bantuan ternyata
rusan partai. Hubungan antarwarga
lebih luas, tidak terbatas pada yang
asli Rungkut terlihat dalam aktivitas
memenuhi kriteria resmi itu.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPC
Rungkut. Rungkut merupakan basis
Pembedaan
PKB dan mayoritas pengurusnya ada-
administratif. Terutama sejak pe-
lah penduduk asli Rungkut. Mereka
merintah daerah mengeluarkan kebi-
memanfaatkan kekuatannya untuk
jakan pengurusan KTP (Kartu Tanda
mempengaruhi
pendatang
Penduduk) atau KIPEM (Kartu Pendu-
agar mendukung para calon legislatif
duk Musiman) pada tahun 1995, ak-
warga
kewargaan
secara
atau kepala daerah usulan PKB. Bebe-
ses terhadap bantuan pemerintah di-
rapa sesepuh maupun tokoh meng-
prioritaskan bagi pemilik KTP Sura-
gunakan pengaruhnya untuk mem-
baya. KIPEM merupakan kartu tanda
peroleh
sebagai
pengenal bagi penduduk pendatang
calon legislatif daerah tahun 2004.
musiman yang tidak memiliki tempat
Pengaruh mereka sangat kuat sehing-
tinggal permanen di Surabaya. Untuk
ga hampir tidak ada partai lain yang
mengurus KIPEM, seorang pendatang
86
dukungan
massa
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
musiman harus membawa surat jalan
antara majikan-buruh atau mandor-
dari daerah asal dan mendaftar seba-
buruh yang terjadi di pabrik, seperti
gai penduduk baru di RT setempat.
kasus-kasus berikut ini.
Setelah mendapat ijin RT/RW, pendatang musiman dapat mengurus
KIPEM di kelurahan. Sedangkan KTP
Surabaya penting dimiliki warga untuk dapat mengakses kartu JPS. Bagi
pendatang yang mampu membeli
tanah dan membangun rumah di
Rungkut boleh memiliki KTP Surabaya, karena memiliki tempat tinggal
menetap. Dari kalangan buruh yang
bisa memiliki KTP Surabaya terutama
adalah para buruh perempuan Sampoerna. Penghasilan mereka yang
yang relatif besar memungkinkan
mereka
menyisihkan
uang
untuk
membeli tanah dan membangun rumah di Rungkut. Namun lebih banyak
buruh yang tidak mampu mengubah
statusnya jadi penduduk tetap, dan
karenanya
administrasi
kependu-
dukan ini menguatkan dikotomi antara warga asli dan penduduk musiman.
Pembedaan
kewargaan
di
pabrik.
Dikotomi antara pendatang dengan
warga asli tidak hanya 'hidup' di
komuniti namun juga terbawa hingga
ke pabrik. Sumbernya terletak pada
Seorang warga asli yang menjadi buruh di sebuah pabrik
menuntut pembayaran pesangon dari masa kerjanya yang
telah berakhir sebagai buruh
kontrak waktu tertentu
(KKWT). Pabrik tidak memperpanjang kontraknya karena kinerjanya dianggap buruk: ia
hanya bekerja selama 4
(empat) hari dalam 1 (satu)
minggu. Protes terhadap mandor dilakukannya di pabrik dan
tempat tinggal mandor tersebut. Penyerangan tidak dilakukannya sendiri tetapi bersama
sekelompok pemuda asli Rungkut.
Ketika terjadi PHK terhadap
seorang buruh asli Rungkut
yang menuntut pabrik untuk
menyediakan waktu sholat.
Kondisi pabrik tempat buruh
tersebut bekerja tidak memberikan jam istirahat dan sholat
karena setiap buruh bertanggungjawab pada mesin yang
harus terus beroperasi. Saat
protes kepada mandornya, buruh tersebut justru menuai PHK
daripada persetujuan tuntutan.
Protesnya tidak didukung oleh
teman di pabrik karena mayoritas buruh yang bekerja di
tempat itu adalah pendatang.
saat pabrik mulai membatasi dan
menolak warga asli Rungkut yang
ingin bekerja di pabrik. Pembatasan
dan penolakan itu dipicu oleh konflik
Seorang buruh asli Rungkut diPHK karena melawan perintah
mandornya di pabrik. Sebagai
warga asli Rungkut ia merasa
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
87
OJO NJAWIL OJO NYADUK
tersinggung ketika ditegur oleh
mandor karena kinerja yang
buruk. Mandor yang memberi
perintah kepada buruh tersebut dipukul dan terjadi perkelahian antara mandor dengan
buruh.
Kasus-kasus seperti di atas rupanya
lalu
merupakan
awal
pencapan
(labeling) buruh asli Rungkut sebagai
'pemberontak'. Memang mereka lebih
berani melawan pabrik, dan terkadang merujuk cap demikian bagi diri
mereka sendiri, karena merasa tidak
takut kehilangan sumber penghidupan di kampung halamannya. Pengalaman bekerja di pabrik memberi kesan bagi warga asli bahwa pekerjaan
di pabrik adalah pekerjaan rendah
yang tidak bermartabat dan seringkali
hanya dianggap sebagai pekerjaan
sampingan. Sebagian warga asli yang
tidak mau atau tidak diterima bekerja
di pabrik membangun pondokan yang
disewakan dengan harga 30 hingga
80 ribu per kamar. Sebagian lainnya
berusaha membuka warung, menjadi
pedagang keliling, atau pedagang di
pasar.
Bersamaan dengan itu, berkembang
anggapan pada warga asli bahwa
pendatang lebih diterima oleh pabrik
karena
sifatnya
yang
'penurut'.
Asumsi ini juga dibenarkan oleh para
buruh pendatang yang menegaskan
alasan kedatangannya ke Rungkut
88
hanya untuk bekerja di pabrik. Sesungguhnya stereotip “pendatang=
penurut” itu memuat penilaian agak
negatif. Ketika warga asli Rungkut
ditolak bekerja di pabrik, permintaan
terhadap buruh pendatang semakin
besar. Hal ini semakin menguatkan
perasaan negatif warga asli terhadap
pendatang. Ketidaksukaan tersebut
muncul dalam bentuk pencapan dan
perlakuan
negatif,
seperti
kasus-
kasus berikut.
Buruh perempuan yang pulang
larut setelah menyelesaikan giliran (shift) kerja siang/petang
atau perempuan yang berangkat untuk bekerja pada shift
malam, disebut sebagai perempuan tak bermartabat.
Dikembangkanlah wacana “kepantasan” bagi buruh pendatang yang perempuan: tak lazim apabila perempuan masih
berada di luar rumah setelah
maghrib terutama di atas jam 9
malam. Tuduhan tersebut menjadi senjata untuk menyerang
pendatang yang tidak mengadopsi norma masyarakat setempat. Stigma negatif juga
dilekatkan pada buruh perempuan yang sekali waktu ikut
cangkrukan (nongkrong) di warung dengan kelompok laki-laki.
Para perempuan pekerja pabrik
yang tinggal di wilayah Rungkut
sering diganggu oleh pemuda
asli yang sedang cangkrukan
sambil berjudi atau mabuk.
Buruh pendatang perempuan
pemondok juga menjadi sasaran pengusiran pemilik pon-
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
dokan apabila buruh perempuan tersebut terlihat dengan
pria di atas jam sembilan malam. Anehnya, bukan pria yang
diusir oleh pemilik pondokan
tetapi perempuanlah yang sering menjadi korban pengus i ra n p e m i l i k p o n d o k a n .
Pengusiran tidak hanya dilakukan secara langsung namun
juga secara halus melalui rumor yang dilontarkan oleh pemilik pondokan di antara warga
asli atau pendatang yang telah
menetap.
Buruh pendatang perempuan
juga sering dijadikan sasaran
gunjingan bila dinilai berperilaku menyimpang dari kebiasaan masyarakat. Tindakan saling siram di tempat pondokan
saat ulang tahun merupakan
salah satu perilaku yang dilihat
menyimpang dari norma masyarakat Rungkut, sehingga
dapat dijadikan alasan untuk
melakukan pengusiran penghuni pondokan.
uang sebesar 50 ribu rupiah
kepada penangkap basah
kemudian membayar uang
dengan jumlah yang sama
kepada pengurus RT/RW dan
pergi dari wilayah tersebut.
Pemuda asli terlibat sekaligus
menjadi aktor utama penggrebegan tersebut. Meskipun warga asli juga pernah menjadi
korban penggrebegan, mereka
tidak dijatuhi sanksi berupa
uang dan tidak diusir dari
tempat tinggal. Mereka hanya
diminta untuk membersihkan
selokan sebagai bentuk sanksi
sosial. Dalam hal ini terjadi
pembedaan bentuk sanksi bagi
pendatang dan warga asli yang
menegaskan dikotomi diantara
keduanya.
Penggerebekan tidak hanya dilakukan
terhadap perilaku yang menyimpang
dari norma masyarakat, tetapi juga
berlaku bagi ketidakpatuhan terhadap
sistem pemerintahan lokal yang mewajibkan pembuatan KIPEM.
Tidak semua tindakan buruh pendatang musiman yang terkategori sebagai penyimpangan norma cukup diselesaikan
oleh
pemilik
pondokan.
Apabila perilaku menyimpang dianggap cukup ekstrem, maka sanksi dijatuhkan kepada pelakunya atas nama
“masyarakat setempat”.
Berpacaran di pondokan hingga larut malam dianggap perbuatan yang patut dihukum
warga asli menganggap diri
mereka berhak 'menggerebek'
atau menangkap basah pendatang musiman tersebut. Korban akan diminta membayar
Razia KIPEM dilakukan oleh
pengurus RT/RW dan kadangkala dibantu oleh aparat kepolisian. Pengurus RT/RW akan terkena wajib lapor dan mendapat
briefing dari kepolisian selama
satu bulan bila didapati salah
satu warga musimannya menjadi target operasi kepolisian.
Meskipun kegiatan ini dilakukan
di setiap gang, namun tidak
terjadwal dan tidak dilakukan
setiap bulan. Biasanya dilakukan malam atau dini hari saat
penghuni pondokan tidur. Bagi
pendatang musiman yang
tertangkap saat razia KIPEM
diwajibkan mengurus KIPEM
saat itu juga.
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
89
OJO NJAWIL OJO NYADUK
Warga asli pun memanfaatkan situasi
Beberapa tokoh masyarakat — dianta-
ini dengan meneguhkan aturan ma-
ranya bekerja sebagai tenaga kea-
syarakat seperti: (1) jam malam un-
manan pabrik — yang merasa ter-
tuk kunjungan maupun untuk berada
ganggu dengan aksi pemuda asli ter-
di luar pondokan; (2) menegaskan
sebut
kewajiban iuran (iuran sampah dan
organisasi P2R (Paguyuban Pemuda
pengganti ketidakikutsertaan dalam
Rungkut)
kerja bakti) bagi penghuni pondokan;
menciptakan kegiatan bagi pemuda
dan (3) aturan-aturan lain yang ber-
asli yang menganggur tanpa harus
tujuan untuk menjaga ketenangan
mewajibkan mereka terlibat dalam
menginisiasi
yang
pembentukan
bertujuan
untuk
kampung. Namun pengecualian sank-
Karang Taruna. Para pemuda yang
si masyarakat berlaku bila pelang-
tergabung dalam P2R dianggap 'nakal'
garan dilakukan oleh pemuda asli
oleh pemuda asli yang tergabung
yang mabuk atau perkelahian antar
dalam Karang Taruna. Mereka yang
gang. Aparat RT/RW setempat justru
tergabung
tidak mampu menindak pelanggaran
umumnya masih berada dalam usia
tersebut. Untuk mengatasi persoalan
sekolah dan tidak bersedia bergabung
dengan sesama warga asli, biasanya
dengan pemuda asli yang dianggap
seorang sesepuh Rungkutlah yang
'nakal'. Begitu pula sebaliknya.
dalam
Karang
Taruna
digunakan sebagai mediator penyelesaian konflik.
Berdirinya P2R berhasil mengumpulkan
Sejak buruh asli Rungkut ditolak masuk pabrik maka pemuda
asli banyak yang menganggur
atau merantau ke kota atau
pulau lain seperti Jakarta atau
Sulawesi. Sebagian pemuda
asli yang menganggur terjerumus dalam aktivitas kenakalan
sekaligus kejahatan. Perkelahian antar gang dan antar
kelompok pemuda asli selalu
terjadi dengan merusak rumah
penduduk atau luka serius yang
dialami tidak hanya oleh pelaku
namun juga oleh masyarakat
setempat. Selain berkelahi mereka juga mencuri barang milik
penghuni pondokan.
para
dianggap
pemuda
'nakal'
dalam
asli
yang
kegiatan
bersama. Organisasi ini dimanfaatkan
oleh warga sebagai tenaga keamanan
saat perayaan hari besar keagamaan.
Mereka pun pernah disewa sebagai
tenaga keamanan saat pabrik mengadakan acara. Salah satu pengguna
jasanya adalah Maspion. Bahkan beberapa anggota P2R mendapatkan
pekerjaan sebagai tenaga keamanan
di pabrik maupun perumahan. Berdirinya P2R telah berhasil mengurangi
kenakalan dan kejahatan pemuda.
Wilayah Rungkut Lor yang semula
90
JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 10 NO. 2 OKTOBER 2005
BAHASAN UTAMA
menjadi target operasi polisi nomor
jerumuskan mereka sekaligus bisa
satu berangsur-angsur berubah men-
memperdalam ilmu agama. Se-
jadi wilayah yang aman. Namun bagi
dangkan
buruh yang tinggal di Rungkut Lor,
terbentuk dengan sendirinya ber-
P2R memaksa mereka mengeluarkan
dasarkan kedekatan tempat ting-
uang keamanan di luar uang kea-
gal. Melalui kelompok ini buruh
manan
menjaga
bertukar informasi tentang lo-
barang mereka saat pulang kam-
wongan kerja bila kebetulan te-
pung.
ngah menganggur. Di sini mereka
kampung
untuk
kelompok
cangkrukan
juga bisa mendapatkan kredit baSiasat Buruh Sehari