Peran sistem pendidikan Boarding School dalam meningkatkan Life Skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
PERAN SISTEM PENDIDIKAN
BOARDING SCHOOL
DALAM MENINGKATKAN
LIFE SKILL
SISWA DI
SMP ISLAM TERPADU DARUL FIKRI SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh :
MIFTACHUL HIKMAH NIM : D71213114
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
vii ABSTRAK
Miftachul Hikmah, 2017, D71213114, Peran Sistem Pendidikan Boarding School
dalam meningkatkan life skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo, Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Pembimbing I: Dr. H. Moch. Tolchah, M. Ag Pembimbing II: Drs. H. Achmad Zaini, MA Kata Kunci : Boarding School, Life skill
Tujuan penelitian ini hendak mengetahui peran sistem pendidikan boarding school dalam meningkatkan life skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu berupa data-data yang tertulis atau lisan dari hasil wawancara dengan orang-orang yang berkaitan dalam penelitian ini. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah 1) bagaimana
sistem pendidikan boarding school di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo, 2)
bagaimana life skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo, 3)
bagaimana peran sistem pendidikan boarding school dalam meningkatkan life
skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
Bedasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa sistem pendidikan boarding school di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo yaitu pembelajaran yang berlangsung selama 24 jam yang terbagi menjadi dua waktu, yaitu di sekolah dan di asrama. Pembelajaran pagi hari dimulai dari pukul 07.20-15.00 yang semua kegiatan belajar mengajarnya di lakukan di sekolah. Dan pembelajaran malam hari dari pukul 15.30 hingga pagi hari yang kegiatannya berkaitan dengan kediniyahan di asrama. Untuk life skill siswa di Darul Fikri sudah dapat dikatakan bagus, dikarenakan mereka sudah dibekali dengan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan life skill mereka baik skill yang bersifat umum maupun spesifik melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun pembiasaan sehari-hari. Adapun peran sistem pendidikan boarding school dalam meningkatkan life skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri adalah mengembangkan lingkungan belajar yang dapat
menunjang life skill mereka, memberikan pembiasaan sehari-hari serta melakukan
pendampingan, pengawasan dan pemantauan. Dengan demikian bahwa sistem pendidikan boarding school akan mampu meningkatkan life skill siswa di SMP Darul Fikri Sidoarjo.
(7)
x DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii
MOTTO ...iv
PERSEMBAHAN ...v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...vi
ABSTRAK ...vii
KATA PENGANTAR ...viii
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR TABEL ...xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian... 8
E. Penelitian Terdahulu ... 10
F. Definisi Operasional... 11
G. Sistematika Pembahasan ... 13
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka tentang Boarding School ...16
(8)
xi
1. Pengertian Sistem Pendidikan Boarding School ...16
2. Latar Belakang Munculnya Boarding School ...21
3. Tujuan Pendidikan Boarding School ...24
4. Kurikulum Sistem Pendidikan Boarding School ...27
5. Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pendidikan Full Day School ...31
6. Jenis-Jenis Boarding School ...34
B. Tinjauan Pustaka tentang Life Skill ...36
1. Pengertian Life Skill ...36
2. Bentuk-bentuk Life Skill ...41
C. Peran Sistem Pendidikan Boarding School dalam Meningkatkan Life Skill Siswa ...45
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan pendekatan Penelitian ...50
B. Kehadiran Peneliti ...53
C. Lokasi Penelitian ...53
D. Sumber Data ...54
E. Teknik Pengumpulan Data ...55
F. Teknik Analisis Data ...60
G. Tahap-tahap Penelitian ...61
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Sekolah ...63
(9)
xii
1. Sejarah Berdirinya SMPIT Darul Fikri ...63
2. Profil Sekolah ...64
3. Visi dan Misi SMP Islam Terpadu Darul Fikri ...75
4. Letak Geografis SMP Islam Terpadu Darul Fikri ...77
5. Tata Tertib di SMP Islam Terpadu Darul Fikri ...77
B. Penyajian dan Analisis Data ...82
1. Sistem Pendidikan Boarding School di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo ...82
2. Life Skill Siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo ...86
3. Peran Sistem Pendidikan Boarding School dalam Meningkatkan Life Skill Siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo ...92
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ...102
(10)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kunci kemajuan, semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu masyarakat/bangsa, maka akan
diikuti dengan semakin baiknya kualitas masyarakat/bangsa tersebut.1
Pendidikan di Indonesia didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.2
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan potensi-potensi manusia yaitu potensi jasmani dan rohani. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik secara maksimal.
Tugas pendidikan adalah mengarahkan anak kepada potensi bawaannya yaitu potensi fitrah itu sendiri disamping potensi-potensi lainnya.
1
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), cet. Ke-2, h.73.
2
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003), h.3.
(11)
2
Hal ini mengingat dalam menghadapi dunia global, nilai-nilai pendidikan ini sangat dibutuhkan sebagai benteng moral yang akan menuntun sekaligus
memfilter arus budaya yang masuk dan mempengaruhi perkembangan siswa.3
Pendidikan bukan sekadar berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi/fitrah manusia, dalam proses pengembangannya lebih banyak mengadopsi metodologi pendidikan sekuler yang notabene lebih menekankan dimensi intelektual (aqliyah) dan jismiyah, sehingga potensi-potensi atau fitrah lainnya kurang bisa terselamatkan dan terlindungi.
Selamanya pendidikan tetap menjadi alternatif terbaik dalam mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia, terutama untuk mempersiapkan generasi penerus yang akan datang lebih kompeten, supaya mampu menjawab tantangan perubahan zaman melalui proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan, baik sekolah maupun pesantren. Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia sebagaimana menjadi kesepakatan para peneliti sejarah pendidikan di negeri yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini.
3
Imam Mawardi, Pendidikan Life Skills Berbasis Budaya Nilai-Nilai Islami Dalam Pembelajaran di Sekolah Formal, (Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam), Volume 6, Nomor 2, Oktober 2012: h.280-281.
(12)
Dalam buku yang berjudul Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren yang dikeluarkan oleh Departemen Agama mendefinisikan pondok pesantren sebagai:4
“Lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada
umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non-klasikal dimana seorang kiai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok dalam pesantren tersebut”.
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat vital, karena pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan masa depan setiap anak. Untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas, tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi harus dijalin suatu kerja sama yang baik antara pihak sekolah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri. Perkembangan lingkungan sosial yang begitu pesat meningkatkan tantangan dan pengaruh yang tidak kecil bagi perkembangan pendidikan dan pembentukan pribadi anak.
Pada pertengahan tahun 1990-an masyarakat Indonesia mulai resah dan gelisah dengan kondisi kualitas generasi bangsa yang cenderung terdikotomi secara ekstrim, yaitu pesantren yang terlalu keagamaan (keukhrowiaan) dan sekolah umum yang terlalu keduniawiaan. Dengan demikian muncullah suatu upaya untuk memadukan antara pendidikan umum
4
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), h. 172.
(13)
4
dan pendidikan pesantren dengan melahirkan sebuah term baru yang disebut
dengan Boarding School.
Program sekolah berasrama atau lebih dikenal dengan Boarding
School ini memiliki tujuan untuk pembinaan akhlak dan wadah untuk membentuk kepribadian muslim yang berbudi luhur, shaleh dan shalehah. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan saja, melainkan juga harus disertai dengan pembinaan-pembinaan agar siswa dapat mengetahui secara jelas apa yang diperintahkan dan apa yang di larang oleh agama Islam, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sesungguhnya term Boarding School bukan sesuatu yang baru dalam
konteks pendidikan di Indonesia. Karena sudah sejak lama lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia menghadirkan konsep pendidikan Boarding School
yang diberi nama “Pondok Pesantren”.
Azyumardi Azra berpendapat bahwa sekolah berasrama, atau yang
sering disebut Boarding School merupakan wujud lembaga pendidikan Islami
yang baru. Kemunculan Boarding School terilhami oleh lembaga pendidikan
pesantren. Dalam hal ini, Boarding School (sekolah berasrama) dinilai
mengadopsi salah satu ciri dasar kelembagaan pesantren, yaitu mengadopsi
salah satu kelengkapan sarana fisik pesantren, yakni pondokan.5
5
Azyumardi Azra, Pendidikan Islami, Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru,
(14)
Kehidupan pondok atau asrama memberikan berbagai manfaat antara lain: interaksi antara murid dengan guru bisa berjalan secara intensif, memudahkan kontrol terhadap kegiatan murid, pergesekan sesama murid yang memiliki kepentingan sama dalam mencari ilmu, menimbulkan stimulasi/rangsangan belajar, dan memberi kesempatan yang baik bagi pembiasaan sesuatu.6
Kehidupan dalam asrama (boarding) dimaksudkan untuk
mengefektifkan proses internalisasi nilai-nilai Islam ke dalam sikap dan prilaku santri atau siswa yang sekarang program tersebut banyak diadopsi oleh madrasah atau sekolah. Ini mengingat materi bahan ajar yang disampaikan di kelas formal lebih menitikberatkan pada unsur kognitif, transfer of knowledge. Padahal untuk merubah sikap dan prilaku siswa juga diperlukan unsur lainnya yaitu afektif dan psikomotorik. Untuk itu diperlukan proses pembelajaran yang terus menerus dan itu hanya dapat dilakukan
dengan program sekolah asrama (Boarding School).7
Siswa yang belajar dengan basis Boarding School akan terkontrol aktifitasnya dan terlatih jiwa kebersamaannya, sosial dan karakternya, karena didampingi seorang guru asrama/ustadz. Ustadz ini yang akan membantu dan mengembangkan karakter positif siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
6
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, tt), h.83.
7
Mahmud, Model-Model Kegiatan di Pesantren, (Tangerang: Mitra Fajar Indonesia, 2006), h. 103-104.
(15)
6
nasional. Sistem pendidikan berbasis Boarding School ini diharapkan akan
meningkatkan prestasi dan jiwa kompetensi siswa.8
Untuk menumbuhkan potensi anak secara optimal berdasarkan
karakteristik perkembangan usia psikologisnya, pendidikan Life Skills
berperan besar dalam menegaskan fungsi kemanusiaan seorang siswa secara fitrah sebagai pribadi utama, yaitu menjadikan siswa yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta terampil mengelola potensi-potensi dirinya dalam kehidupan.
Pendidikan Life Skills merupakan pendidikan yang orientasi dasarnya
membekali keterampilan siswa yang menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengambangan akhlak siswa sehingga mampu menghadapi
tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.9
Dengan adanya sistem 24 jam atau sistem pendidikan sepanjang hari (full-day education system) yang dijalani, sekolah asrama akan menjadi incaran para orang tua yang tidak memiliki waktu yang cukup untuk memberikan perhatian dan kontrol terhadap pendidikan anak-anaknya karena kesibukannya. Dari sudut pertimbangan ini sistem pesantren lebih dipercaya orang tua daripada sistem pendidikan formal terutama bagi orang tua yang berkarir namun memiliki komitmen tinggi untuk menanamkan akhlak pada
8
Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 9, No. 1, Januari 2014: h. 77-84. 9
(16)
anak-anaknya. Sistem sekolah asrama ini dinilai mampu membentengi para siswa dari pengaruh-pengaruh negatif arus globalisasi yang menghadirkan kebudayaan Barat di tengah-tengah kebudayaan kita.
Salah satu sekolah yang menerapkan sistem pendidikan Boarding
School ini adalah SMP Islam Terpadu Darul Fikri, yang mana sekolah ini menyediakan asrama bagi siswanya. Mereka yang menempuh pendidikan di SMP Islam Terpadu Darul Fikri diwajibkan untuk tinggal di asrama yang telah disediakan, sehingga proses pembelajarannya berlangsung selama 24 jam. Sekolah ini merupakan lembaga pendidikan modern,yang memadukan kekuatan prestasi akademik, karakter (akhlak dan life skill) dan hafalan al-Qur’an (tahfidz).
Sistem pendidikan Boarding school di sekolah ini menekankan siswa
untuk mengasah serta menggali potensi-potensi (Skills) yang mereka miliki sehingga mampu berprestasi dan bersaing, baik secara akademik maupun non akademik.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana peran sistem pendidikan Boarding School dalam meningkatkan
Life Skill siswa. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan suatu penelitian
dengan judul “PERAN SISTEM PENDIDIKAN BOARDING SCHOOL
DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SISWA DI SMP ISLAM TERPADU DARUL FIKRI SIDOARJO”.
(17)
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pendidikan Boarding School di SMP Islam Terpadu
Darul fikri Sidoarjo?
2. Bagaimana kondisi Life Skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo?
3. Bagaimana peran sistem pendidikan Boarding School dalam meningkatkan
Life Skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo? C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sistem pendidikan Boarding School di SMP Islam
Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui kondisi Life Skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui peran sistem pendidikan Boarding School dalam
meningkatkan Life Skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun penelitian ini di harapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain adalah :
a. Kegunaan secara teoritis :
1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi dunia
(18)
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian pustaka atau studi lanjut dalam penelitian untuk menambah khazanah pengetahuan umum maupun agama serta sikap keagamaan bagi peneliti selanjutnya, sehingga lebih teliti dalam menangkap fenomena kehidupan.
b. Kegunaan secara praktis :
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini akan menambah pengalaman peneliti dalam bidang pendidikan serta sebagai saran dalam membentuk wawasan
yang kaitannya dengan pendidikan dalam meningkatkan Life Skill
siswa sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat dan menghadapi tantangan dunia luar yang semakin berkembang.
2. Bagi Lembaga
Hasil dari penelitian ini kiranya dapat digunakan sebagai
informasi, dalam meningkatkan out put sebuah lembaga pendidikan
yang memiliki keterampilan mengelola potensi dalam dirinya dan juga berakhlak mulia, serta dapat di jadikan sebagai bahan evaluasi bagi lembaga pendidikan dalam rangka mengembangkan dan
meningkatkan Life Skill siswa agar ke depan lebih baik dan
(19)
10
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini bisa menjadi informasi dan bahan pertimbangan bagi para orang tua maupun masyarakat yang akan menyekolahkan anak-anaknya, sebab kurangnya waktu untuk memperhatikan pendidikan anaknya, agar tidak salah dalam memilih program pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah studi hasil kajian penelitian yang relevan dan berhubungan dengan permasalahan yang diangkat. Banyak penelitian-penelitian terdahulu yang telah membahas tentang Boarding School, akan tetapi penulis belum menjumpai yang ada kaitannya sistem pendidikan Boarding School dalam peningkatan Life Skill siswa. Namun, beberapa penelitian di bawah ini dianggap berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, diantaranya :
Penelitian yang dilakukan oleh Roichatul Jannah, mahasiswa fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2013 yang berjudul “Pengelolaan Pendidikan dengan Sistem Boarding School di Sekolah
Menengah Pertama Al-Kahfi Tarik Sidoarjo”. Penelitian ini mempunyai
tujuan untuk mengetahui pengelolaan pendidikan dengan sistem Boarding
School di sekolah menengah pertama al-Kahfi Sidoarjo serta mengetahui
kelebihan dan kekurangan pengelolaan pendidikan dengan sistem Boarding
(20)
yang diperoleh penulis bahwasannya sekolah menengah pertama al-kahfi ini mampu menawarkan solusi terbaik dari problematika yang dihadapi
masyarakat masa kini. Dengan menggunakan sistem pengelolaan Boarding
School mampu membidik konsumen (wali murid) yang super sibuk, tidak mempunyai waktu banyak dalam memantau anaknya. Selain itu, pihak pimpinan lembaga sekolah ini sangat cerdas dan bijaksana dalam memanfaatkan kelebihan yang dimiliki sebagai acuan dan menjadikan kekurangan sebagai bahan evaluasi dan tantangan di masa mendatang.
Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Fachrurrosi, mahasiswa fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2013 dengan judul “Pendidikan Pesantren dalam Meningkatkan Life Skill Santri
(Studi Kasus di Pondok Pesantren At-Taroqqi Sampang Madura)”. Yang
menyimpulkan bahwa pola pendidikan yang dianut Pondok Pesantren At-Taroqqi adalah sistem non-klasikal dengan metode sorogan telah menanamkan nilai-nilai pengembangan kecakapan hidup yang terinternalisasi dalam nilai-nilai pesantren, yaitu santri seolah-olah selalu dalam siklus pembiasaan diri (habitual action).
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah hasil operasionalisasi, menurut Black dan Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan memberi makna-makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan “operasi” atau kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau
(21)
12
variabel tersebut.10 Agar tidak terjadi salah penafsiran dan mempermudah pemahaman, maka peneliti akan menegaskan istilah-istilah dalam judul diatas, yaitu :
1. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bekerjasama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-bagiannya adalah diarahkan untuk tercapainya tujuan tersebut. Karena itu, proses pendidikan merupakan sebuah sistem, yang disebut sebagai sistem pendidikan.11
2. Boarding School
Secara etimologi kata boarding school berasal dari bahasa Inggris yang berarti “sekolah berasrama”.12
Sedangkan secara terminologi atau istilah, “boarding school” adalah sekolah yang menyediakan fasilitas tempat tinggal bagi siswa-siswinya, dan sifatnya wajib, atau lebih terkenal dengan sistem asrama. Para siswa mengikuti pendidikan reguler dari pagi hingga sore hari di sekolah kemudian dilanjutkan dengan pendidikan agama atau pendidikan nilai-nilai khusus di malam hari.
10
James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, E. Koeswara, dkk, (penerj.), (Bandung : Refika Aditama, 1999), h. 161.
11
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Ed. Revisi, h. 123.
12
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1978), cet. Ke-XV, h. 72.
(22)
Selama 24 jam siswa berada di bawah pemantauan dan pengawasan para guru pembimbing baik ketika siswa berada di sekolah maupun ketika berada di asrama.13
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan boarding
school adalah sekolah yang memiliki asrama, dimana para siswa hidup dan belajar secara total di lingkungan sekolah selama 24 jam setiap harinya.
3. Life Skill (Kecakapan Hidup)
Brolin (1989), mendefinisikan life skill atau kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh
seseorang untuk berfungsi secara independen dalam kehidupan.14
Kecakapan hidup merupakan kecakapan (keterampilan) sehari-hari yang diperlukan oleh seseorang agar sukses dalam menjalankan kehidupan dalam bermasyarakat.
Dengan demikian dapat di garis bawahi bahwasannya kecakapan
hidup (life skill) merupakan kemampuan, keterampilan yang dimiliki oleh
seseorang sebagai bekal untuk menghadapi dan menjalani kehidupannya. G. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pengkajian dan pemahaman serta memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai isi dalam skripsi ini maka penulis
13
Sutris,
https://sutris02.wordpress.com/2009/03/23/boarding-school-solusi-pendidikan-untuk-melahirkan-pemimpin-masa-depan/, diakses pada tanggal 19 Juli 2016 pukul 15.37.
14
(23)
14
menyusun skripsi dengan menggunakan uraian yang sistrematis. Adapun sistematikapembahasan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut :
Bab satu merupakan pendahuluan. Dalam bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, dan sistematika pembahasan skripsi.
Bab dua merupakan kajian teori. Pada bab ini, membahas uraian
tentang boarding school yang meliputi pengertian sistem pendidikan
boarding school, latar belakang munculnya boarding school, tujuan
pendidikan boarding school, kurikulum pendidikan boarding school,
kelebihan dan kelemahan sistem pendidikan boarding school. Selanjutnya
akan dijelaskan mengenai life skill, yang meliputi pengertian life skill, bentuk-bentuk life skill, serta tujuan pendidikan life skill, dan yang terakhir adalah peran sistem pendidikan boarding school dalam meningkatkan life skill siswa. Bab tiga merupakan metode penelitian. Berisi jenis penelitian yang digunakan, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, serta penyajian dan analisis data.
Bab empat merupakan paparan dan temuan penelitian. Pada bab ini membahas tentang gambaran umum obyek penelitian yaitu sejarah berdirinya
SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo yang menggunakan sistem boarding
school, profil sekolah, sistem pendidikan boarding school di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo, life skill yang dimiliki siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo dan peran sistem pendidikan boarding school
(24)
dalam meningkatkan life skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
Bab lima merupakan penutup. Dalam bab ini berisikan tentang kesimpulan dari isi atau hasil penelitian yang telah dilakukan, dan juga berisikan saran.
(25)
16 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Tinjauan Pustaka Tentang Boarding School
1. Pengertian Sistem Pendidikan Boarding School
Sistem pendidikan adalah suatu gabungan dari dua kata yaitu sistem dan pendidikan. Sistem yang merupakan kata serapan dari bahasa
Yunani, yaitu systema, systematos. Berdasarkan penelusuran secara
etimologis oleh Tatang Amirin (2003) dapat disimpulkan bahwa kata systema memiliki dua pengertian, yakni : (1) suatu hubungan yang tersusun atas sekian banyak bagian, dan (2) hubungan yang berlangsung di
antara satuan atau komponen secara teratur. Jadi, systema mengandung arti
sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur
dan merupakan suatu keseluruhan.15
Sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, sistem mempunyai 3 ciri yaitu memiliki tujuan tertentu, memiliki fungsi tertentu, ditunjang oleh berbagai komponen. Untuk mencapai tujuan dari sistem, setiap sistem pasti memiliki fungsi tertentu. Agar proses pendidikan berjalan dan dapat mencapai tujuan secara optimal diperlukan fungsi perencanaan, fungsi administrasi, fungsi kurikulum, fungsi bimbingan, dan
15
(26)
lain sebagainya. Fungsi inilah yang terus menerus berproses hingga tercapainya tujuan.16
Suatu sistem merupakan keterkaitan antara input (masukan),
proses, dan output (keluaran). Misalnya, masukan dari pembelajaran dapat
berupa siswa, guru, materi, dan media. Proses pembelajaran adalah aktivitas kegiatan pembelajaran. Keluaran dapat berupa perubahan diri siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran.17
Sedangkan kata pendidikan menurut Abdurrahman al-Nahlawi yang dikutip oleh Ahmad Tafsir yaitu pendidikan berasal dari kata al-tarbiyah. Dari segi bahasa, menurut pendapatnya, kata al-tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: pertama, kata raba-yarbu yang berarti bertambah, bertumbuh; kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar; ketiga, dari
kata rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun, menjaga, memelihara.18
Pendidikan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
16
Andi el-faraby, http://andinurdiansah.blogspot.co.id/2011/11/konsep-dasar-sistem-pembelajaran.html, diakses pada tanggal 22 Maret 2017 pukul 13.55
17
Suwardi, Manajement Pembelajaran, (Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2007), h. 31-32. 18
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. Ke-2, h. 29.
(27)
18
pelatihan.19 Demikian pula dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan proses, cara, dan perbuatan mendidik.
Pada dasarnya pengertian pendidikan ialah usaha sadar untuk menyiapkan siswa melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Secara sederhana dan umum pendidikan dimaknai sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani dan rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Adapun pengertian dari sistem pendidikan yaitu suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang ada dalam proses pendidikan, dimana antara satu komponen dengan komponen lainnya saling berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara teoretis, suatu sistem pendidikan terdiri dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan, yakni terdiri dari tujuan, peserta didik, pendidik, alat pendidikan dan lingkungan. Komponen-komponen sistem pendidikan itu berkaitan erat
satu dan lainnya, dan merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.20
Boarding school merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata, yaitu boarding dan school. Boarding berarti
19
Damsar, Pengantar Sosiologi..., h. 8. 20
(28)
asrama dan school berarti sekolah.21 Menurut Oxford Dictionary “Boarding School is school where pupils live during the term.”22
Artinya adalah : sekolah berasrama adalah lembaga pendidikan yang mana siswanya belajar dan tinggal bersama selama kegiatan pembelajaran.
Asrama adalah rumah pemondokan untuk tempat tinggal para peserta didik, pegawai dan sebagainya, sedangkan berasrama yaitu tinggal bersama-sama di dalam suatu bangunan atau komplek.
Kemudian Maksudin berpendapat “Boarding school adalah
lembaga pendidikan di mana para siswa tidak hanya belajar, tetapi mereka
bertempat tinggal dan hidup menyatu di lembaga tersebut. Boarding
school mengkombinasikan tempat tinggal para siswa di institusi sekolah yang jauh dari rumah dan keluarga mereka dengan diajarkan agama serta pembelajaran beberapa mata pelajaran”.23
Sekolah berasrama seperti halnya madrasah, sekolah Islam, atau madrasah pesantren, sama-sama mengacu pada lembaga sekolah, untuk tujuan mendapatkan akses lebih luas ke dunia kerja dan tuntutan dasar-dasar Sisdiknas. Sekolah berasrama juga ikut mengambil aspek-aspek pendidikan Nasional, khususnya kurikulum nasional.
21
John M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 72.
22
Victoria Bull (ed), Oxford : Learner’s Pocket Dictionary, Fourth Edition, (New York: Oxford University Press, 2001), h. 43.
23Maksudin, “
Pendidikan Nilai Boarding School di SMPIT Yogyakarta”, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), h. 111.
(29)
20
Pendidikan berpola asrama ini sesungguhnya merupakan perpaduan antara sistem pendidikan sekolah umum dengan sistem pendidikan pesantren dimana siswa mendapatkan pendidikan selama 24 jam. Model pendidikan ini menawarkan keunggulan yang diukur dari sisi kesiapan peserta didiknya menjadi insan yang beriman dan bertakwa, serta mampu
hidup mandiri dalam masyarakat.24
Boarding School memadukan tempat tinggal para siswa di institusi sekolah yang jauh dari rumah dan keluarga mereka dengan diajarkan agama serta pembelajaran beberapa mata pelajaran di tempat yang sama.
Pendidikan dengan sistem boarding school memberikan pengaruh positif
terhadap nilai atau moral siswa karena di dalam asrama siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi juga mendapatkan ilmu keagamaan.
Sistem pendidikan boarding school dimana para siswanya tinggal dalam suatu asrama dan menetap disana selama waktu yang telah ditentukan. Sistem pendidikan seperti ini dapat memberikan pengawasan terhadap siswa dalam melakukan kegiatannya, dengan adanya pengawasan prestasi siswa dengan ilmu pengetahuan.
Pendidikan ini dilakukan di asrama, berlangsung selama 24 jam setiap hari, dengan jadwal yang terprogram secara konkret dan jelas dari waktu ke waktu. Dengan jadwal yang ketat dan terstruktur dengan baik
24
Murtadho, Kumpulan Sinopsis Hasil-hasil Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik : Badan Litbang dan Diklat Departemen RI, Tahun 2006), h. 100.
(30)
yang diselenggarakan oleh lembaga selama 24 jam setiap hari ini, dapat di
pahami bahwa pendidikan dengan sistem boarding school dilakukan
dengan manajemen waktu secara sistematis dan memadai.
Jadi, dapat disimpulkan bahwasannya sistem pendidikan boarding school adalah sebuah sistem pendidikan dalam suatu lembaga sekolah yang mana proses pembelajaran berlangsung selama 24 jam setiap harinya yang melibatkan peserta didik dan para pendidiknya bisa berinteraksi secara langsung serta para siswanya tinggal di asrama yang telah di sediakan oleh sekolah tersebut.
2. Latar Belakang Munculnya Boarding School
Sistem pendidikan yang ada di Indonesia selama ini merupakan produk bangsa Belanda yang telah menjajah selama 350 tahun, dimana sistem pembelajarannya hanya bersifat duniawi (sekuler) yang mana tujuan dari sistem itu adalah untuk menjauhkan rakyat Indonesia yang nota bene beragama Islam dari agamanya. Sehingga kaum penjajah bisa dengan mudah menanamkan nilai-nilai agama dan kepentingan politik mereka bisa tercapai dengan mudah.
Setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Usaha itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga-lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 27 Desember
(31)
22
1945 yang menyebutkan bahwa madrasah dan pesantren yang pada hakekatnya adalah salah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan materiil dari pemerintah.25
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang bersifat non-formal dan menjadi pusat pendidikan agama Islam. Pesantren disebut-sebut sebagai suatu lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mempelajari lebih dalam tentang agama Islam sebagai pedoman hidup untuk diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sedangkan madrasah dalam istilah bahasa Arab berarti tempat belajar. Padanannya dalam bahasa Indonesia adalah sekolah. Namun istilah madrasah ini selalu mempunyai konotasi khusus yakni
sekolah-sekolah agama Islam.26
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pondok pesantren dan sistem sekolah modern. Perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur mulai dari mengikuti sistem klasikal, sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, sampai pada adanya kenaikan tingkat berdasarkan atas kemampuan siswa menguasai sejumlah bidang studi
25
Munawir, Sejarah Pendidikan Islam, (Surabaya: Indo Pramaha, 2012), h. 133. 26
(32)
tertentu. Akhirnya karena pengaruh ide-ide pembaruan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional, sedikit demi sedikit pelajaran
umum masuk ke dalam kurikulum madrasah.27
Sebagai konsekuensi dari usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari dunia barat, maka dunia Islam termasuk Indonesia terdapat adanya dualism dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan modern pada umumnya dilaksanakan oleh pemerintah, dengan menggunakan kurikulum dan mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sistem pendidikan tradisional merupakan sisa-sisa dan pengembangan sistem Zawiyah, pada umumnya tetap mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok.
Dualisme sistem pendidikan ini kenyataannya sangat merugikan Islam, sebab madrasah tradisional akan mengeluarkan lulusan yang tidak banyak tahu tentang ilmu-ilmu modern yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh bagiannya di dunia. Sementara lulusan pendidikan sekolah umum akan mengeluarkan lulusan yang tidak mengenal agama Islam atau bahkan anti agama, sehingga seluruh perbuatannya dalam masyarakat tanpa kontrol.28
27
Ibid., h. 142. 28
(33)
24
Kemudian untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah berusaha memasukkan pendidikan agama ke sekolah umum dan memajukan pendidikan madrasah dengan memasukkan pelajaran umum ke dalamnya.
Respon pesantren terhadap modernisasi pendidikan Islam dan perubahan-perubahan sosial ekonomi yang berlangsung dalam masyarakat
Indonesia sejak awal abad ke-20 ini mencakup empat hal: pertama,
pembaruan substansi atau isi pendidikan pesantren dengan memasukkan
subyek-subyek umum dan vocational; kedua, pembaruan metodologi,
seperti sistem klasikal, perjenjangan; ketiga, pembaruan kelembagaan,
seperti kepemimpinan pesantren, diversifikasi lembaga pendidikan; dan keempat, pembaruan fungsi, dari fungsi pendidikan mengembang meliputi fungsi sosial ekonomi.
Perpaduan sistem pendidikan pondok pesantren dan sistem sekolah modern berimplikasi terhadap adanya sistem klasikal yang terorganisasi. Integrasi kedua sistem tersebut melahirkan bentuk pendidikan sinergis dan
independen. Dengan model pendidikan terpadu (integrated) antara
pesantren dan sekolah modern seperti ini dapat dikatakan sebagai Boarding School.
3. Tujuan Pendidikan Boarding School
Tujuan adalah sesuatu (keinginan atau cita-cita) yang hendak dicapai. Tujuan termasuk kunci keberhasilan pendidikan, disamping
(34)
faktor-faktor lain yang terkait: pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan
lingkungan pendidikan.29
Dalam konstelasi pemikiran sistem pendidikan, tujuan merupakan hal penting yang harus dipikirkan, sehingga suatu konsep pendidikan yang dibangun sesuai dengan platform institusi dan out put yang ingin dicapai. Maka tujuan merupakan visi yang dikonstruksi dalam sebuah bentuk ideal:
a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi.
b. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta
meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan.
c. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan.
d. Memberdayakan lembaga pendidikan.
e. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi otonomi keilmuan dan manajemen.
f. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan.
g. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara
terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif.
29
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 3.
(35)
26
Tujuan tersebut nampak secara sederhana namun komperehensif dan tampak sifat visionernya dijelaskan dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 4 dinyatakan bahwa:
“Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bartaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.30
Sebagaimana boarding school juga mengacu pada tujuan
pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN dan UUSPN yaitu menghasilkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, kepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, sehat jasmani dan rohani, memiliki semangat kebangsaan, cinta tanah air, kesetiakawanan sosial, kesadaran akan sejarah bangsa dan sikap menghargai pahlawan serta berorientasi masa depan.
Boarding school yang sering kita jumpai di negara Indonesia ini teradopsi dari sistem pondok pesantren, begitu pula dengan tujuan pembelajarannya. Sebagai acuan pokok pelaksanaan pendidikan pesantren
30
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h. 4.
(36)
mengacu pada tujuan terbentuknya pesantren baik tujuan umum maupun tujuan khusus.
Tujuan umum pesantren adalah membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi penyampai ajaran agama Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khusus pesantren adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.31
4. Kurikulum Sistem Pendidikan Boarding School
Kurikulum dalam pendidikan secara sederhana dapat dipahami sebagai serangkaian materi pelajaran yang diajarkan di sebuah institusi pendidikan. Kurikulum memberikan cerminan bentuk manusia seperti apa yang diinginkan setelah mengikuti pendidikan di lembaga tertentu.
Samsul Nizar mengatakan, bahwa agar fitrah dalam diri siswa berkembang optimal, maka penekanan seluruh materi pendidikan yang ditawarkan hendaknya berjalan integral. Hal ini yang mutlak yang diperlukan agar proses belajar mengajar berjalan efektif adalah tersedianya bentuk kurikulum yang credible, fleksible, dan accepteble. Dalam hal ini, Islam dengan ajarannya yang memotivasi umatnya untuk menciptakan
31 Fa’uti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan dalam Sistem Pesantren,
(Surabaya: Alpha, 2006), h. 7-8.
(37)
28
bentuk-bentuk yang disenanginya. Hanya saja, dalam sistematisnya, perlu memperhitungkan aspek manfaatnya, baik bagi individu siswa maupun masyarakat.32
Dalam pelaksanaan pembelajaran pada sistem boarding school
kurikulum yang digunakan adalah kurikulum terpadu (terintegrasi). Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang memadukan antara kurikulum dari KEMENDIKBUD (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) dengan kurikulum KEMENAG (Kementrian Agama), ataupun kurikulum dari lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Integrasi berasal dari kata “Integer” yang berarti unit. Integrasi yang dimaksud adalah perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan
keseluruhan.33 Bentuk kurikulum terpadu ini merupakan bentuk kurikulum
yang paling bertahan dan terkoordinasi antara bagian-bagian materi pelajarannya.
Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan bahwa “dalam integrated
kurikulum seluruh materi pelajaran dan pengetahuan yang akan diberikan kepada anak didik harus bertalian dengan poros tertentu, dengan subyek
atau perkara yang dicenderungi dan menjadi perhatian siswa.34
32
Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), cet. ke-1, h. 168.
33
Nasution, Azas-azas Kurikulum, (Bandung: Jemmars, 1980), h. 196. 34
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV Diponegoro, 1992), h. 272.
(38)
Pada umumnya usaha pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem tersebut telah diadakan, dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu pengetahuan modern ke dalam sistem pendidikan tradisional, dan memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum sekolah-sekolah modern. Dengan demikian diharapkan sistem pendidikan tradisional akan berkembang secara berangsur-angsur mengarah ke sistem pendidikan modern. Sampai sekarang proses pemaduan antara kedua sistem dan pola pendidikan Islam ini, tampak masih berlangsung di seluruh negara dan masyarakat Islam.35
Kurikulum terpadu merupakan kumpulan bahan dan materi dari berbagai disiplin ilmu sebagai solusi masalah tertentu sebagai pusat pembelajaran yang diciptakan dalam sebuah integrasi keilmuan.
Hendyat Soetopo mengatakan bahwa integrative curriculum
mengutamakan segi-segi psikologi yang berpengaruh terhadap integrasi pribadi individu dan lingkungannya. Kurikulum yang integrative dibedakan lagi menjadi 3 bentuk, yaitu :
a. The Child-center Curriculum
Bentuk kurikulum ini menggunakan kegiatan-kegiatan normal anak sebagai dasar untuk mengorganisir pengalaman belajar anak,
35
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Ed. 1, Cet. 3, h. 125.
(39)
30
misalnya: observasi, bermain, dan kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan oleh peserta didik.
b. The Social Fungtion Curriculum
Kurikulum ini mencoba mengeliminasi mata pelajaran sekolah dari keterpisahannya dengan fungsi-fungsi utama kehidupan social sebagai dasar pengorganisasian pengalaman belajar. Bentuk kurikulum ini mencoba mengorganisir semua materi pelajaran dalam hubungan dengan lingkungan sekitar.
c. The Experience Curriculum
Bentuk kurikulum ini lebih menekankan pada kebutuhan anak sebagai dasar perencanaan pendidikan, dengan lebih memperhatikan bakat dan minat peserta didik. Tipe ini menyerupai pendekatan the child-centered curriculum dengan mengutamakan anak sebagai dasar
pengorganisasian pekerjaan sekolah.36
Integrasi sekolah ke dalam sistem pendidikan pesantren merupakan upaya perubahan atau pembaharuan yang dilakukan pengelola pesantren yang agar tetap eksis dalam menghadapi dunia modern dan khususnya
dalam menampung dinamika umat Islam.37
36
Hendyat Soetopo, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara, 1986), h. 80-81.
37
Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren, (Surabaya: Diantama, 2006), h. 45.
(40)
Menurut Zaenal Arifin dalam Pengembangan Manajemen pada prinsipnya, sekolah Islam terpadu merupakan perubahan atas kegagalan yang dilakukan sekolah umum dan lembaga pendidikan Islam, untuk memadukan ilmu umum dan agama. Sehingga, dalam praktiknya, sekolah Islam terpadu melakukan pengembangan kurikulum dengan cara memadukan kurikulum pendidikan umum yang ada di Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), seperti pelajaran matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, IPA, IPS, dan lain-lain, serta kurikulum pendidikan agama Islam yang ada di Kementrian Agama (Kemenag), ditambah dengan kurikulum hasil kajian Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT).
5. Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pendidikan Boarding School
Sekolah yang menyelenggarakan pendidikannnya dengan
menggunakan sistem boarding school sebagai sebuah konsep yang inovatif
yang lahir dari keprihatinan terhadap persekolahan konvensional, pada umumnya memiliki kelebihan-kelebihan di samping memiliki kelemahan.
a. Kelebihan sistem pendidikan Boarding School
Diantara kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh sistem Boarding
Schoool, yaitu: pertama, ukuran kelas biasanya lebih kecil daripada
kelas-kelas yang ada di sekolah-sekolah non boarding (tidak
berasrama). Kedua, mutu pendidikan akademik dan keahlian khusus
(41)
32
pada sekolah sistem boarding, seperti perpustakaan, fasilitas teater, sarana olah raga, dan pilihan lokal bermutu, lebih memadai. Keempat,
sekolah dengan sistem boarding memiliki standar akademik yang lebih
tinggi dan hal itu merupakan tantangan bagi siswa. Kelima, pilihan mata pelajaran atau keterampilan di sekolah dengan sistem boarding lebih banyak dan bervariasi serta memiliki cakupan yang cukup luas. Keenam, penasihat sekolah sistem boarding biasanya merupakan tenaga ahli yang relevan.38
Sekolah dengan sistem boarding school memiliki beberapa
keunggulan jika dibandingkan dengan sekolah regular, yaitu:39
1) Program pendidikan paripurna
Umumnya sekolah-sekolah regular terkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan akademis sehingga banyak aspek hidup anak yang tidak tersentuh. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu yang ada dalam pengelolaan program pendidikan pada sekolah regular. Sebaliknya, sekolah berasrama dapat merancang program pendidikan yang komprehensif-holistic dari program pendidikan keagamaan, academic development, life skill (soft skill dan hard skill) sampai dengan membangun wawasan global. Bahkan pembelajaran tidak
38
Maksudin, Sistem Boarding School SMP Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta : Transformasi dan Humanisme Religius, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Februari 2012, Th. XXXI, No. 1, h. 44.
39
Sutrisno Muslimin, https://sutris02.wordpress.com/2008/09/08/problem-dan-solusi-pendidikan-berasrama-boarding-school/ , diakses pada tanggal 11 Januari 2017 pukul 23.50
(42)
hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu ataupun belajar hidup.
2) Fasilitas lengkap
Sekolah berasrama mempunyai fasilitas yang lengkap, mulai dari fasilitas sekolah yaitu kelas belajar yang baik, laboratorium, klinik, sarana olah raga semua cabang olah raga, perpustakaan, kebun dan taman hijau. Sementara di asrama fasilitasnya adalah kamar dengan segala isi sesuai kebutuhan peserta didik. Dan juga tersedia fasilitas dapur beserta perlengkapannya.
3) Guru yang berkualitas
Sekolah-sekolah berasrama umumnya menentukan persyaratan kualitas guru yang lebih jika dibandingkan dengan sekolah konvensional. Kecerdasan intellectual, social, spritual, dan
kemampuan pedagogis-metodologis serta adanya ruh mudaris pada
setiap guru di sekolah berasrama. Ditambah lagi kemampuan berbahasa asing: inggris, arab, mandarin, dan lain-lain. Sampai saat ini dalam penilaian terhadap sekolah-sekolah berasrama (boarding school) belum mampu mengintegrasikan guru sekolah dengan guru asrama.
(43)
34
b. Kelemahan sistem pendidikan Boarding School
Sistem pendidikan Boarding School yang memiliki arti
pendidikan sepanjang hari (fullday) tidak terlepas dari kelemahan dan kekurangan, diantaranya:40
1) Sistem seperti ini acapkali menimbulkan rasa bosan pada siswa.
Sistem pembelajaran dengan pola ini membutuhkan kesiapan baik fisik, psikologis, maupun intelektual yang bagus.
2) Sistem pendidikan ini memerlukan perhatian dan kesungguhan
manajemen bagi pengelola. Agar proses pembelajaran pada lembaga
pendidikan yang berpola boarding berlangsung secara optimal,
sangat dibutuhkan perhatian dan curahan pemikiran terlebih dari pengelolanya, bahkan pengorbanan baik fisik, psikologis, material, dan lainnya.
6. Jenis-Jenis Boarding School
a. Menurut sistem bermukim siswa :41
1) All Boarding School : Seluruh siswa tinggal di asrama kampus atau sekolah
2) Boarding day School : Mayoritas siswa tinggal di sekolah dan sebagian lagi di lingkungan sekitar kampus atau sekolah
40
Nor Hasan, Fullday School: Model Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing, Tadris, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2006, h. 116.
41
Maulidi Ahmad, http://maulidiachmad.blogspot.co.id/2013/06/sistem-boarding-school.html diakses pada tanggal 10 Januari 2017 pukul 23.50
(44)
3) Day Boarding : Mayoritas tidak tinggal di kampus meskipun ada sebagian yang tetap tinggal di kampus atau sekolah
b. Menurut jenis siswa :
1) Junior Boarding School : Sekolah yang menerima murid dari tingkat SD s/d SMP, namun biasanya hanya SMP saja
2) Co-educational School : Sekolah yang menerima siswa laki-laki dan perempuan
3) Boys School : Sekolah yang menerima siswa laki-laki saja 4) Girl School : Sekolah yang menerima siswa perempuan saja 5) Pre-professional arts School : Sekolah khusus untuk seniman
6) Religius School : Sekolah yang kurikulumnya mengacu pada agama tertentu
7) Special needs Boarding School : Sekolah untuk anak-anak yang bermasalah dengan sekolah biasa.
c. Menurut sistem sekolah42
1) Military school, yaitu sekolah yang mengikuti aturan militer dan biasanya menggunakan seragam khusus.
2) 5 day boarding school, yaitu sekolah dimana siswa dapat memilih untuk tinggal diasrama atau pulang di akhir pekan.
42Suyadi, “Evolusi Pesantren Dinamika Perubahan Pesantren Hingga Boarding School”,
Skripsi Sarjana Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pendidikan Bina Insan, 2012), h. 48.
(45)
36
B.Tinjauan Pustaka Tentang Life Skill 1. Pengertian Life Skill
Suatu kompetensi adalah suatu pernyataan tentang apa yang sepantasnya dipelajari dan dilakukan siswa secara terus menerus. Kompetensi menuntut seseorang untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta karakteristik pribadi yang mendukung pekerjaan dengan kriteria unggul. Kriteria unggul tersebut sangatlah penting untuk dicapai oleh seseorang untuk menjadi manusia unggul. Manusia unggul adalah manusia yang memiliki kompetensi standar dan kecakapan hidup yang dibutuhkan untuk bisa bersaing dalam percaturan global. Kompetensi tersebut antara lain: berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar bagaimana belajar, kolaborasi, pengelolaan/pengendalian diri.
Brolin, mendefinisikan Life skills atau kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang
untuk berfungsi secara independen dalam kehidupan.43
Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa
43
Brolin, D.E. (1989). Life Centered Career Education: A Competency Based Approach.
Reston, VA: The Council foe Exceptional Children. “Life skills constitute a continuum of knowledge and aptitude that are necessary for a person to function effectively and to avoild
(46)
merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Dimensi-dimensi kecakapan hidup terdiri dari: integritas, inisiatif, fleksibilitas, ketekunan, berorganisasi, humor, upaya berpikir sehat, pemecahan masalah, tanggung jawab, kesabaran, persahabatan, sikap ingin tahu, kerja sama, kepedulian dan ketelitian, keberanian dan keteguhan hati,
kebanggaan.44
a. Life Skills: Sebuah Konsep Pendidikan
Pendidikan life skills merupakan pendidikan yang orientasi
dasarnya membekali keterampilan peserta didik yang menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang didalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak peserta didik sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan.
Dalam pendidikan formal, pendidikan kecakapan hidup (Life
Skills) dapat dilakukan melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu pada sejumlah mata pelajaran yang ada.
44
I Wayan Santyasa, Peluang Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup: Suatu Tujuan Teoritik menurut Perspektif Teknologi Pembelajaran, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus Th. XXXVI Desember 2003.
(47)
38
Esensi dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik preservatif maupun progresif.45
Hasil yang diharapkan dari pendidikan kecakapan hidup pada pendidikan sekolah adalah sebagai berikut.
1) Peserta didik memiliki asset kualitas batiniyah, sikap, dan
perbuatan lahiriyah yang siap untuk menghadapi kehidupan masa depan sehingga yang bersangkutan mampu dan sanggup menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.
2) Peserta didik memiliki wawasan luas tentang pengembangan karir
dalam dunia kerja yang sarat perubahan yaitu yang mampu meilih, memasuki, bersaing, dan maju dalam karir.
3) Peserta didik memiliki kemampuan berlatih untuk hidup dengan
cara yang benar, yang memungkinkan peserta didik berlatih tanpa bimbingan lagi.
4) Peserta didik memiliki tingkat kemandirian, keterbukaan,
kerjasama, dan akuntabilitas yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.
5) Peserta didik memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk
mengatasi berbagai permasalahan hidup yang dihadapi.
45
(48)
b. Tujuan Pendidikan Life Skill
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Disamping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting adalah dapat memberi
penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.46
Dikutip dari sebuah buku Filsafat Pendidikan Islam al-Shaibany mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah perubahan yang diinginkan melalui usaha dalam proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu sebagai pribadi atau masyarakat atau pada proses pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi diantara profesi asasi dalam masyarakat, maka tujuan pendidikan diklasifikasikan pada tiga bidang;
1) Tujuan individual yang berkaitan dengan individu, pelajaran dan dengan pribadi mereka, tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya dan pada pertumbuhan dan pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan akhirat.
2) Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai
keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya dan
46
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 71.
(49)
40
berkaiatan dengan perubahan kehidupan yang diinginkan dan pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diinginkan.
3) Tujuan-tujuan yang profesional yang berkaitan dengan pendidikan
dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi, dan sebagai suatu aktivitas di antara aktivitas-aktivitas masyarakat.47
Tim Broad-Based Education Depdiknas, mengemukakan bahwa
tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah untuk:48
1) Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan
untuk memecahkan problema yang dihadapi,
2) Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, dan
3) Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah,
dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang.
47Fa’uti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan..., 27-28 48
Depdiknas, Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup (Pendidikan Menengah), (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2007).
(50)
2. Bentuk-bentuk Life Skill
Secara garis besar, kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu: (1) kecakapan hidup generik (generic life skill), (2) dan kecakapan hidup spesifik (specific life skill). Masing-masing jenis
kecakapan itu dapat dibagi menjadi sub kecakapan.49
Kecakapan hidup generik atau kecakapan yang bersifat umum, adalah kecakapan untuk menguasai dan memiliki konsep dasar keilmuan. Kecakapan hidup generik berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut dan bersifat transferable, sehingga memungkinkan untuk mempelajari kecakapan hidup lainnya.
Kecakapan hidup generik terdiri atas kecakapan personal (personal
skill), dan kecakapan sosial (social skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill). Sedangkan dalam kecakapan sosial mencakup
kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerja
sama (collaboration skill).50
Yang perlu diperhatikan, adalah bahwa kecakapan hidup generik merupakan fondasi dari kecakapan hidup lainnya. Oleh sebab itu, sesungguhnya semua kecakapan hidup bisa dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan asal diterapkan secara proporsional (sesuai kebutuhan).
49
Imam Mawardi, Pendidikan Life Skill..., 50
(51)
42
Sedangkan kecakapan hidup spesifik adalah kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan hidup spesifik terkait dengan bidang pekerjaan (occupational) atau bidang kejuruan (vocational) tertentu. Jadi kecakapan hidup spesifik diperlukan seseorang untuk menghadapi masalah bidang tertentu.
Kecakapan ini terdiri dari kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran atau kerja intelektual. Sedangkan kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional terbagi atas kecakapan dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill).51
Tabel 1: Ruang Lingkup Life Skills (Depdiknas, 2007) Kecakapan Personal:
a. Kesadaran Diri
1) Kesadaran diri sebagai hamba Allah, makhluk
sosial, dan makhluk lingkungan
2) Terfokus pada kemampuan untuk melihat
potret diri
3) Kesadaran akan potensi diri dan dorongan
untuk mengembangkannya
51
(52)
b. Berpikir Rasional
1) Kecakapan mengenali informasi
2) Kecakapan menggali, mengolah informasi,
dan mengambil keputusan secara cerdas
3) Kecakapan memecahkan masalah secara arif
dan kreatif
Kecakapan Sosial 1) Kecakapan berkomunikasi secara lisan dan tulisan
2) Kecakapan mengelola konflik dan
mengendalikan emosi
3) Kecakapan bekerjasama dan berpartisipasi
Kecakapan Akademik
1) Kecakapan mengidentifikasi variabel
2) Kecakapan menghubungkan variabel
3) Kecakapan merumuskan hipotesa
4) Memecahkan melaksanakan penelitian
Kecakapan Vokasional
1) Kecakapan dalam bidang pekerjaan tertentu
2) Kecakapan menciptakan atau membuat
produk
3) Memecahkan berwirausaha
Pada dasarnya kecakapan hidup meliputi kecakapan dasar, kecakapan instrumental, general life skill, spesifik life skill, personal skill,
(53)
44
social skill, environmental skill, occupational skill. Dalam pelaksanaan life skill di lembaga pendidikan dengan cara menginternalisasikan komponen-komponen kecakapan hidup tersebut digunakan strategi-strategi sebagai berikut :
a. Melalui reorientasi pembelajaran setiap guru yang akan
menyampaikan mata pelajaran harus merencanakan komponen-komponen yang akan di internalisasikan dalam proses pembelajaran, sehingga pencapaian kompetensi dalam setiap mata pelajaran hendaknya di ikuti dengan “penyemaian” komponen-komponen dari kecakapan hidup.
b. Mengubah strategi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
dan metode yang variatif, sehingga memungkinkan : 1) Peserta didik lebih aktif
2) Kondisi atau suasana belajar menyenangkan
3) Pengembangan budaya baca, tulis, observasi
4) Fungsi guru bergeser dari pemberi informasi menuju seorang
fasilitator
5) Pemanfaatan perpustakaan, laboratorium, dan sumber belajar lain
6) Materi yang dipelajari terkait dengan lingkungan kehidupan
siswa, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan
(54)
8) Menggeser “teaching” menjadi “learning
9) Lebih banyak komponen-komponen dalam kecakapan hidup yang
bisa di internalisasikan dalam PBM (proses belajar mengajar)
10) Selain itu kecakapan-kecakapan hidup dapat dikembangkan
melalui kegiatan ekstrakurikuler
C. PERAN SISTEM PENDIDIKAN BOARDING SCHOOL DALAM MENINGKATKAN LIFE SKILL SISWA
Pola pendidikan dengan sistem boarding school ini merupakan
jawaban atas kegelisahan masyarakat akan pendidikan bagi anak yang orang tuanya tidak memiliki banyak waktu untuk mengawasi dan memperhatikan pendidikan yang diperoleh anaknya karena sibuk bekerja dan berkarir.
Dengan adanya boarding school orang tua tidak lagi mencemaskan
anak-anaknya akan terpengaruh oleh dunia luar yang bebas dan tidak memiliki manfaat.
Boarding School merupakan perkembangan dari pondok pesantren yang mengikuti kemajuan teknologi modern. Sekolah ini hadir dengan memberikan perpaduan antara ilmu agama dan pengetahuan umum secara seimbang dan terpadu, dimana ilmu agama sebagai landasan bersikap dan skill profesionalitas yang di gali dari pengetahuan umum sebagai daya tawar perubahan dan kemajuan zaman, artinya keimanan dan ketaqwaan (imtaq) harus seimbang dengan wawasan skill ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
(55)
46
Pendidikan memiliki tujuan yang ideal yaitu memanusiakan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran seyogyanya diarahkan untuk mengembangkan potensi, kompetensi, dan kecakapan hidup seseorang, sehingga dia siap memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan di dunia nyata.
Boarding school memiliki peranan penting dan strategis dalam pembentukan akhlak yang paripurna, hal ini bisa dicermati dari latar belakang
berdirinya boarding school yang memadukan kurikulum pesantren dengan
sekolah umum. Adapun peran boarding school, sebagai berikut :
1. Mengembangkan lingkungan belajar yang Islami
2. Menyelenggarakan program pembelajaran dengan sistem mutu terpadu
dan terintegrasi yang memberikan bekal kecerdasan intelektual, spritual dan emosional, serta kecakapan hidup (life skill).
3. Mengelola lembaga pendidikan dengan sistem manajemen yang
afektif, kondusif, kuat, bersih, modern dan memiliki daya saing.
4. Mengoptimalkan peran serta orang tua, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan dengan sistem boarding school (sekolah berasrama) pada
umumnya di kenal oleh masyarakat sebagai pendidikan yang menekankan prinsip-prinsip kemandirian. Diantaranya, prinsip kemandirian itu digunakan untuk memberikan keleluasaan kepada siswa dalam usaha memadukan berbagai nilai moral dalam diri pribadi masing-masing.
(56)
Prinsip kemandirian yang memuat berbagai nilai moral itu dapat
dilukiskan ke dalam empat gambaran kepribadian sebagai berikut:52
1. Pribadi yang selalu menjalani hidup sebagai bentuk pertumbuhan dan perkembangan. Artinya, pribadi itu memandang hidupnya sebagai suatu proses untuk menjadi sebuah figur yang diwarnai oleh berbagai
pengalaman yang dipilihnya yang mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu, pribadi itu berani menanggung resiko atau bertanggung jawab dalam menghadapi konflik atau pertentangan yang terjadi yang disadarinya sebagai sebuah proses perkembangan. Diyakini olehnya bahwa hidup tanpa resiko justru akan menghalangi proses perkembangan dirinya. Dengan kata lain, pribadi itu memiliki kesadaran terhadap perubahan yang mesti dialaminya.
2. Pribadi yang memiliki kesadaran akan jati dirinya dan identitasnya. Pribadi itu dapat mengenal dan menjelaskan nilai-nilai yang dipercayai dan diyakini serta dapat menegaskannya secara terbuka, sejauh nilai-nilai itu telah menjadi bagian atas jati dirinya. Walaupun ia memiliki kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain, jati diri atau identitas yang telah ia kembangkan adalah miliknya dan tidak disandarkan pada harapan orang lain atas dirinya. Jati diri yang ia miliki terbentuk dari proses kesadaran dalam memilih dan keteguhan hatinya.
52
(57)
48
3. Pribadi yang senantiasa terbuka dan peka terhadap kebutuhan orang lain.
Ia tidak memutuskan diri dan menghindarkan diri dari orang-orang disekelilingnya. Ia dapat mengkomunikasikan rasa empatinya secara jelas terhadap orang lain. Ia secara efektif dapat bersama-sama dan berperan dalam suatu suasana kelompok.
4. Pribadi yang menggambarkan suatu kebulatan kesadaran. Ia merasakan
suatu keseimbangan antara hati dan pikirannya. Ia mengalami dan memiliki rasa keutuhan pribadinya. Ia dapat menggunakan daya intuisi, imajinasi, dan penalarannya dengan seimbang.
Tantangan kehidupan di masa yang akan datang menuntut manusia untuk hidup secara mandiri sehingga peserta didik harus dibekali dengan kecakapan (life skill) melalui muatan, proses pembelajaran dan aktifitas-aktifitas lain di sekolah yang dapat meningkatkan life skill mereka. Pada hakekatnya pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup adalah pendidikan untuk membentuk watak dan etos. Selain itu pendidikan yang seperti ini bertujuan untuk mengaktualisasikan potensi (kemampuan) peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
Tuntutan life skill pada dasarnya mencakup beberapa aspek
diantaranya keterampilan peserta didik, profesionalitas, dan kecakapan dalam melakukan transformasi menuju perubahan sosial. Sebagaimana yang telah
(58)
dijelaskan bahwa kecakapan hidup bukan semata cakap dalam berpikir dan akademis, namun cakap dalam keterampilan vokasional dan sosial.
Oleh karena itu, pendidikan dengan sistem sekolah berasrama (boarding school) merupakan alternatif terbaik untuk mempersiapkan generasi yang cakap dan mandiri serta berakhlak mulia. Selama 24 jam siswa berada dalam pengawasan yang total oleh pihak guru, pengasuh dan pengelola baik di sekolah maupun di asrama. Siswa-siswi benar-benar dipersiapkan untuk masuk kedalam dunia nyata dengan modal yang cukup, tidak hanya kompetensi akademis, akan tetapi keterampilan-keterampilan lainnya juga dipersiapkan sehingga mereka memiliki bekal untuk memasuki dan menaklukan dunia yang nyata.
(59)
50 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam pembuatan skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif (kualitative research) yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang
secara individual maupun kelompok.53
Creswell mendefinisikan metode kualitatif yaitu metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting,
seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan
menafsirkan makna data.54
Penelitian kualitatif, bisa saja melibatkan proses pengumpulan data, interpretasi, dan pelaporan hasil secara serentak dan bersama-sama, selain itu melibatkan pengumpulan data yang terbuka pula, yang didasarkan pada
53
Nana Saodih, Metode Penelitian, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h. 60. 54
John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed,
(60)
pertanyaan-pertanyaan umum, dan analisis informasi dari para partisipan. Dalam analisis jenis penelitian kualitatif ini, dilaporkan dalam artikel-artikel jurnal dan buku-buku ilmiah yang sering kali menjadi model analisis yang
umum digunakan.55
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditansformasi dalam bentuk angka).56
Dalam hal ini peneliti menambahkan bahwa pada penelitian kualitatif, data yang terkumpulkan berupa kata-kata (tulisan), gambar dan bukan berupa angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
Adapun rancangan penelitian dari skripsi ini adalah :
1. Setelah menentukan tema dan tempat yang digunakan untuk
melakukan penelitian, selanjutnya penulis melakukan studi pendahuluan ke lokasi penelitian, yaitu di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
55
Ibid., h. 274-275. 56
(61)
52
2. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, menentukan informasi
dan metode-metode yang digunakan untuk menggali data yang diperlukan dalam skripsi ini, diantaranya adalah dengan menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. 3. Setelah seluruh data terkumpul, untuk selanjutnya diidentifikasi
dan yang terakhir menyajikan data dari hasil penelitian yang dilakukan di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif yang berlandaskan pada studi kasus, dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa-peristiwa, aktifitas, proses atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktifitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang telah disediakan.57
Selain itu dalam pendekatan kualitatif ini juga menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, pendekatan-pendekatan yang berkembang dinamis, dan datanya tekstual. Disamping itu peneliti mengumpulkan data dari para partisipan, meneliti konteks atau setting partisipan, dan
berkolaborasi dengan partisipan.58 Dengan tujuan melihat sejauh mana sistem
57
John W. Creswell, Research Design..., h. 20. 58
(62)
pendidikan boarding school dalam meningkatkan life skill siswa di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
B. Kehadiran Peneliti
Mengingat jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif, maka kehadiran peneliti sangatlah diperlukan. Dengan izin penuh dari kepala SMP Islam Terpadu Darul Fikri, peneliti bertindak sebagai pengamat, perencana, pengumpul data, pengolah data dan sebagai pelapor hasil penelitian.
Bertindak sebagai pewawancara, peneliti akan mewawancarai pengasuh asrama, kepala sekolah, beserta wakil-wakil kepala sekolah. Bertindak sebagai pengamat (observer), peneliti mengamati aktivitas-aktivitas siswa dan kegiatan proses pendidikan yang ada di SMP Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian skripsi ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Darul Fikri Sidoarjo. Lokasi tersebut dipilih oleh peneliti sebagai tempat penelitian dengan beberapa pertimbangan, diantaranya :
1) Lokasi penelitian ini merupakan salah satu sekolah yang menerapkan
sistem pendidikan boarding school.
2) Lokasi penelitian merupakan tempat yang strategis, mudah dijangkau, sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan.
(1)
yang dimiliki oleh siswa. Dengan adanya sistem pendidikan boarding school ini sekolah lebih mudah untuk mengawasi, mengontrol dan memantau sejauhmana peningkatan ketercapaian life skill siswa selama berada di sekolah maupun diasrama. Sehingga dengan pendidikan boarding school di Darul Fikri ini akan menghasilkan mutu lulusan (out put) siswa yang unggul, berprestasi dan memiliki life skill, diantaranya : hafal 5 s/d 10 juz, terampil berpidato (bahasa arab dan Indonesia), terampil berbahasa arab, nilai akademik minimal 8.00 dan memiliki karakter yang baik.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Sistem pendidikan boarding school yang diterapkan di SMP Islam Terpadu Darul Fikri sudah bisa dikatakan baik dan terprogram secara rinci dan jelas. Namun hendaknya lebih ditingkatkan lagi, terutama pada masalah sumber daya manusianya, yang mana salah satu kekurangan yang dimiliki oleh sekolah ialah kurangnya SDM. Dengan jumlah siswa yang banyak dan jumlah guru yang kurang berimbang yang menyebabkan guru kwalahan untuk mengontrol dan mengawasi siswa-siswi secara menyeluruh. Hendaknya sekolah memberi kebijakan untuk menambah tenaga pendidik agar lebih intens dalam mengawasi seluruh siswa-siswi,
(2)
101
karena sesungguhnya sistem pendidikan boarding school membutuhkan pengawalan yang lebih ekstra.
2. Dengan jadwal dan rutinitas yang padat selama 24 jam penuh setiap harinya tidak jarang menimbulkan kejenuhan dan kebosanan pada siswa, sehingga siswa merasa kurang nyaman untuk melakukan aktifitas atau bahkan merasa tertekan. Oleh karena itu, hendaknya guru atau pengasuh asrama lebih variatif, kreatif, dan inovatif dalam menangani siswa-siswi sehingga mereka akan selalu merasa nyaman serta mengurangi rasa kebosanan.
(3)
102
DAFTAR PUSTAKA
Anhari, Masjkur. 2006. Integrasi Sekolah ke dalam Sistem Pendidikan Pesantren Surabaya: Diantama.
An-Nahlawi, Abdurrahman. 1992. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: CV Diponegoro.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islami, Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos.
Black, James A. dan Dean J. Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. E. Koeswara, dkk. (penerj.). Bandung : Refika Aditama.
Bull, Victoria (ed). 2001. Oxford : Learner’s Pocket Dictionary, Fourth Edition. New York: Oxford University Press.
Bungin, Burhan (Ed.). 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Creswell, John W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka. Depdiknas. 2007. Konsep Pengembangan Model Integrasi Kurikulum Pendidikan
Kecakapan Hidup (Pendidikan Menengah). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Echols, John M. dan Hasan Shadily. 1978. Kamus Inggris-Indonesia. cet. Ke-XV. Jakarta: Gramedia.
Engku, Iskandar dan Siti Zubaidah. 2014. Sejarah Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.
(4)
103
Hadi, Sutrisno. 1984. Metodologi Research. Jilid I. Yogyakarta: Andi Ofset. Hasan, Nor. 2006. Fullday School: Model Alternatif Pembelajaran Bahasa Asing.
Tadris. Volume 1. Nomor 1.
Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Ed. Revisi.
Jurnal Manajemen Pendidikan. Vol. 9. No. 1. Januari 2014.
Kusaeri. 2014. Metodologi Penelitian. Cet. 1. Surabaya: UINSA Press.
Mahmud. 2006. Model-Model Kegiatan di Pesantren. Tangerang: Mitra Fajar Indonesia.
Maksudin. 2008. “Pendidikan Nilai Boarding School di SMPIT Yogyakarta”, Disertasi UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
2012. Sistem Boarding School SMP Islam Terpadu Abu Bakar Yogyakarta : Transformasi dan Humanisme Religius, Jurnal Cakrawala Pendidikan, Februari Th. XXXI, No. 1
Mawardi, Imam. 2012. Pendidikan Life Skills Berbasis Budaya Nilai-Nilai Islami Dalam Pembelajaran di Sekolah Formal. Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam. Volume 6. Nomor 2. Oktober.
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhaimin. 2013. Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran. cet. Ke-2. Jakarta: Rajawali Pers.
Munawir. 2012. Sejarah Pendidikan Islam. Surabaya: Indo Pramaha.
Murtadho. 2006. Kumpulan Sinopsis Hasil-hasil Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik : Badan Litbang dan Diklat Departemen RI.
(5)
Nizar, Samsul. 2008. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. cet. ke-1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
Qomar, Mujamil. 2007. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga.
Santyasa, I Wayan. 2003. Peluang Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup: Suatu Tujuan Teoritik menurut Perspektif Teknologi Pembelajaran. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. Edisi Khusus Th. XXXVI Desember Saodih, Nana. 2006. Metode Penelitian. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Soetopo, Hendyat. 1986. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. (Jakarta:
Bina Aksara.
Subhan, Fa’uti. 2006. Membangun Sekolah Unggulan dalam Sistem Pesantren.
Surabaya: Alpha.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Suward. 2007. Manajement Pembelajaran. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Suyadi. 2012. “Evolusi Pesantren Dinamika Perubahan Pesantren Hingga
Boarding School”. Skripsi Sarjana Pendidikan Islam. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pendidikan Bina Insan.
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Cet. Ke-2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Undang-Undang RI No. 20. 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.
Zuhairini, dkk. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Ed. 1. Cet. 3. Jakarta: Bumi Aksara.
(6)
105
Andi el-faraby. http://andinurdiansah.blogspot.co.id/2011/11/konsep-dasar-sistem-pembelajaran.html.
Maulidi Ahmad. http://maulidiachmad.blogspot.co.id/2013/06/sistem-boarding-school.html
Muslimin, Sutrisno. https://sutris02.wordpress.com/2008/09/08/problem-dan-solusi-pendidikan-berasrama-boarding-school/.
Sutris. https://sutris02.wordpress.com/2009/03/23/boarding-school-solusi-pendidikan-untuk-melahirkan-pemimpin-masa-depan/.