Analisis Pengaruh Pendapatan Perkapita Kurs Dollar Amerika Serikat Dan Inflasi Terhadap Impor Provinsi Bali Kurun Waktu 1994-2013.

(1)

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN PERKAPITA, KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, DAN INFLASI TERHADAP NILAI IMPOR

PROVINSI BALI KURUN WAKTU 1994-2013

SKRIPSI

Oleh :

ALIEF MUHAMMAD ABDURAHMAN NIM : 1215151019

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN PERKAPITA, KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, DAN INFLASI TERHADAP NILAI IMPOR

PROVINSI BALI KURUN WAKTU 1994-2013

SKRIPSI

Oleh :

ALIEF MUHAMMAD ABDURAHMAN NIM : 1215151019

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Denpasar 2016


(3)

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : 21 April 2016

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : Drs. Ketut Suardhika Natha, M.Si ...

2. Sekretaris : I Wayan Wita Kesumajaya,SE, M.Si ...

3. Anggota : Drs. Sudarsana Arka, MP ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Pembimbing

(Prof.Dr.I Made Suyana Utama,SE.,MS) (I Wayan Wita Kesumajaya, SE., M.Si) NIP. 19540429 198303 1 002 NIP. 1954010619860011001


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 11 April 2016 Mahasiswa,

Alief Muhammad Abdurahman NIM. 1215151019


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “ Analisis Pengaruh Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat, dan Inflasi Terhadap Nilai Impor Provinsi Bali Kurun Waktu 1994-2013 ” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si.., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Bapak Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS dan Bapak Dr. Ida Bagus Putu Purbadharmaja, SE.,ME., selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Bapak Drs. Ketut Suardhika Natha, M.Si selaku Ketua Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Sekaligus sebagai dosen penguji atas waktu yang telah diberikan, bimbingan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Sudarsana Arka, MP. selaku Koordinator Jurusan Ekonomi Pembangunan Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Sekaligus sebagai dosen pembahas atas waktu yang telah diberikan, bimbingan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Drs. I Nengah Kartika, M.Si.., selaku Pembimbing Akademik yang sudah

banyak memberikan motivasi dan masukan.

7. Bapak I Wayan Wita Kesumajaya, SE.,M.Si., selaku dosen pembimbing atas waktu yang telah diberikan, bimbingan, masukan, kesabaran serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Dosen-dosen Jurusan Ekonomi Pembangunan dan jurusan lain yang berada di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis atas segala ilmu, pengalaman, masukan, dan motivasi dalam penyelesaian skripsi dan pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

9. Orang tua tercinta Papa Idil Fitri.SH, Mama Ir.Yetty Susmeiati, Bunda Nazriman Ndraha, dan Adik Ahmad Maula Abidin, Aledin Mandala Aji, dan Alya Madina. keluarga besar saya di Bali saya atas dukungan, materi, masukan, kasih sayang dan doanya yang tulus dan tiada hentinya selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

10. Kepada Keluarga besar KSEI ICON! Udayana (dari A sampai Z.), mulai dari kakak senior, teman seperjuangan, dan adek junior. Beserta kawan ARM, yang sudah memberi semangat dan doa kepada saya.


(6)

11. Serta teman-teman Jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2012 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

12. Dan semua pihak yang terlibat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, Maret 2016


(7)

JUDUL : ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN PERKAPITA, KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, DAN INFLASI TERHADAP NILAI IMPOR PROVINSI BALI KURUN WAKTU 1994-2013 NAMA : ALIEF MUHAMMAD ABDURAHMAN

NIM : 1215151019

ABSTRAK

Provinsi Bali yang merupakan icon pariwisata di Indonesia yang tentunya tidak dapat terlepas dari perdagangan internasional yaitu impor, Perdagangan internasional memberikan pengaruh yang besar bagi setiap negara. karena kebutuhan yang Provinsi Bali perlukan untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas dari pelayanan yang berada di Provinsi Bali. Kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan Provinsi Bali diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dari Provinsi Bali. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Perkapita (X1), Kurs Dollar Amerika Serikat (X2), dan Inflasi (X3) terhadap Nilai Impor Provinsi Bali (Y) kurun waktu 1994-2013. Data yang dipergunakan adalah data sekunder dan menggunakan program Eviews 6 untuk melakukan pengolahan Analisis Regresi Linier Berganda dengan dobel log dan dilengkapi dengan Uji Asumsi Klasik.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan eviews 6 hasil yang diperoleh dari pengujian secara simultan Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat, dan Inflasi berpengaruh signifikan terhadap Nilai Impor Provinsi Bali. Hasil pengujian secara parsial, Pendapatan Perkapita berpengaruh positif dan signifikan dan Kurs Dollar Amerika Serikat Berpengaruh Negatif dan signifikan terhadap Impor Provinsi Bali. Akan tetapi Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Impor Provinsi Bali kurun Waktu 1994-2013.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.5 Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 14

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional ... 14

2.1.2 Teori Impor ... 20

2.1.3 Pengertian Pendapatan Perkapita ... 21

2.1.4 Hubungan Pendapatan Perkapita Dengan Impor ... 22

2.1.5 Konsep Konsep Kurs Valuta Asing ... 23

2.1.6 Hubungan Konsep Kurs Valuta Asing Dengan Impor . 27

2.1.7 Teori Inflasi ... 28

2.1.8 Hubungan Inflasi Dengan Impor ... 31

2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 33

3.2 Lokasi Penelitian ... 33

3.3 Obyek Penelitian ... 34

3.4 Identifikasi Variabel ... 34

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 34

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 35

3.6.1 Jenis Data ... 35

3.6.2 Sumber Data ... 36

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 36


(9)

3.8.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 36

3.8.2 Uji Asumsi Klasik ... 37

3.8.3 Uji Pengaruh Secara Simultan (Uji-F) ... 41

3.8.4 Uji Pengaruh Secara Parsial (Uji-t) ... 43

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah atau Wilayah Penelitian ... 48

4.2 Gambaran Umum Perkembangan Impor Provinsi Bali ... 50

4.3 Analisis Data ... 52

4.3.1 Model Regresi ... 52

4.3.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 54

4.3.3 Hasil Uji Signifikansi ... 57

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 62

4.4.1 Pengaruh Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat, dan Inflasi terhadap Impor Provinsi Bali ... 62

4.4.2 Pengaruh Pendapatan Perkapita terhadap Impor Provinsi Bali ... 63

4.4.3 Pengaruh Kurs Dollar Amerika Serikat terhadap Impor Provinsi Bali ... 64

4.4.4 Pengaruh Inflasi terhadap Impor Provinsi Bali ... 65

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR RUJUKAN ... 70


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Bali

kurun waktu 1994-2013 ... 4

1.2 Perkembangan Pendapatan Perkapita Provinsi Bali Tahun 1994-2013 Menurut Harga Konstan 2000 ... 6

1.3 Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat Tahun 1994-2013 ... 7

1.4 Perkembangan Tingkat Inflasi Provinsi Bali Tahun 1994-2013 .... 10

2.1 Teori Keunggulan Komperatif ... 17

4.1 Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda ... 53

4.2 Hasil Uji Autokorelasi ... 55

4.3 Hasil Nilai R2 Auxiliary Regression ... 56


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Fungsi Impor ... 20 3.1 Desain Penelitian ... ... 33 3.2 Daerah Pengujian Penerimaan dan Penolakan

H0 dengan Uji F ... 42 3.3 Daerah Pengujian Penerimaan dan Penolakan

H0 dengan Uji t (X1) ... 44 3.4 Daerah Pengujian Penerimaan dan Penolakan

H0 dengan Uji t (X2) ... 45 3.1 Daerah Pengujian Penerimaan dan Penolakan

H0 dengan Uji t (X3) ... 47

4.1 Grafik Perkembangan Impor Provinsi Bali tahun 1994-2013 ... 52


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Gambar Halaman

1 Data Nilai Impor Provinsi Bali, Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat, dan Inflasi

Kurun Waktu 1994-2013. ... 75

2 Data Nilai Impor Provinsi Bali, Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat, dan Inflasi Kurun Waktu 1994-2013 dalam log. ... 76

3 Tabel Disrtibusi F � 0.05 ... 77

4 Tabel Distribusi t ... 78

5 Hasil Uji Analisis Regrasi Linier Berganda ... 79

6 Hasil Uji Normalitas ... 80

7 Hasil Uji Autokorelasi ... 81

8 Hasil Uji Multikoleniearitas ... 82


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu negara dan menjadi sasaran utama pembangunan bagi banyak negara berkembang. Pelaksanaan pembangunan dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang tinggi bagi penduduknya. Selain itu, pertumbuhan yang tinggi juga dimaksudkan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dibandingkan dengan negara lain.Kebutuhan barang dan jasa suatu bangsa akan terpenuhi dengan adanya perdagangan Internasional, Untuk Itulah diperlukan kegiatan ekspor-Impor dari satu negara ke negara lain guna memenuhi kebutuhan barang dan jasa. Oleh karena itu Indonesia melakukan perdagangan Internasional dengan negara lain untuk melakukan kegiatan ekspor dan Impor.

Perdagangan internasional merupakan pemecahan masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan bagi suatu negara dan masyarakat. Banyak keuntungan yang didapat dari perdagangan luar negeri, salah satunya adalah memungkin dalam suatu negara untuk berspesialisasi menghasilkan barang-barang dan jasa secara lebih murah dan baik dari segi bahan dan cara berproduksi. Dengan melakukan spesialisasi, ketika negara ain tidak dapat menghasilkan barang dan jasa di dalam negeri, maka dari itu setiap negara melakukan impor barang dan jasa dari negara lain (Murni, 2006:216).


(14)

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka Indonesia melakukan Impor barang dari negara lain. Berdasarkan teori ekonomi, Perdagangan internasional merupakan cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara karena tidak semua negara memiliki faktor produksi seperti sumber daya alam, sumber daya manusia dan peralatan produksi (teknologi) yang mencukupi baik dari segi kualitas ataupun kuantitasnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat (Todaro, 2000:26).

Pada dasarnya perdagangan internasional merupakan kegiatan yang menyangkut penawaran (ekspor) dan permintaan (impor) antar negara. Pada saat melakukan ekspor, negara menerima devisa untuk pembayaran. Devisa inilah yang nantinya digunakan untuk membiayai impor. Ekspor suatu negara merupakan impor bagi negara lain, begitu juga sebaliknya (Boediono, 1999). Indonesia belum sepenuhnya memiliki kemampuan untuk menciptakan atau memproduksi sebagian besar kebutuhannya dengan pertimbangan inilah, Indonesia masuk dalam perdagangan internasional yang dapat memberikan peluang suatu negara untuk melakukan ekspor maupun impor (Richart, 2014).

Menurut Looi Kee,et.al (2007) permintaan impor lebih tinggi dinegara berkembang dengan jumlah penduduk dan luas wilayah yang lebih luas dibandingkan negara maju, hal itu karena hal itu karena dalam negara besar membutuhkan berbagai barang produksi dimana terdapat kemungkinan negara tersebut belum bisa memproduksi secara efisien untuk mencukupi permintaan. Menurut Yuan dan Kalpana (1994) makin besar impor makin banyak uang negara yang keluar negeri. Jumlah impor


(15)

ditentukan oleh kesanggupan suatu negara dalam menghasilkan barang yang mampu bersaing dengan barang buatan luar negeri. Semakin rendah kemampuan dalam menghasilkan barang tersebut maka semakin tinggi pula impor yang dilakukan.

Terkait dengan perdagangan luar negeri, Provinsi Bali yang telah didukung oleh fasilitas yang representatif, diantaranya ada bandara udara dan pelabuhan laut. Dengan fasilitas bandara udara internasional yang terus ditingkatkan kapasitas dan kualitasnya, tentunya akan dapat lebih menunjang aktifitas perdagangan luar negeri. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan dapat meningkatkan ekpsor di Provinsi Bali dan mendayagunakan impor guna pembangunan perekonomian Provinsi Bali (BPS, 2013)

Besarnya nilai impor Indonesia antara lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia khususnya Provinsi Bali dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang ada dan juga tingginya permintaan impor dalam negeri. Berikut adalah tabel mengenai perkembangan nilai impor Provinsi Bali dapat di lihat pada Tabel 1.1.

Perkembangan Impor Provinsi Bali kurun waktu 1994-2013 yang dapat dilihat pada Tabel 1.1. Perkembangan impor Provinsi Bali terus mengalami fluktuasi karena naik turunnya permintaan dalam negeri terhadap barang-barang Impor. Perkembangan Impor provinsi bali yang mengalami peningkatan dengan rata-rata 26,01 persen pertahun, oleh karena adanya peningkatan dari impor yang terus mengalamai fluktuasi, maka dari itu diperlukan penelitian dari impor Provinsi Bali.


(16)

Tabel 1.1 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Bali kurun waktu 1994-2013 Tahun Nilai Impor Provinsi Bali (US.$) Perkembangan (%) Tahun

Nilai Impor Provinsi Bali

(US.$)

Perkembangan (%)

1994 178.261.533 - 2004 27.206.315 -46,86 1995 240.573.905 34,96 2005 88.745.434 226,19 1996 115.098.768 -52,16 2006 27.769.303 -68,71 1997 37.840.355 -67,12 2007 44.292.313 59,50 1998 35.888.442 -5,16 2008 103.283.675 133,19 1999 50.533.532 40,81 2009 249.782.088 142,84 2000 28.867.037 -42,88 2010 248.785.702 -0,40 2001 22.559.578 -21,85 2011 179.340.932 -27,91 2002 34.506.878 52,96 2012 158.889.568 -11,40 2003 51.192.908 48,36 2013 318.982.468 100,76

Rata-rata perubahan 26,01

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 1995-2014 (data diolah)

Impor provinsi Bali dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pendapatan perkapita, PDB, PDRB, cadangan devisa, investasi, kurs dollar Amerika Serikat, inflasi dan lain lain, akan tetapi dalam penelitian ini menggunakan variabel pendapatan perkapita, kurs dollar Amerika Serikat, dan inflasi. Menurut Setiawan, (2007:46) Pendapatan perkapita menggambarkan kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan terhadap barang dan jasa termasuk barang dan jasa yang diimpor negara lain, sehingga memiliki hubungan searah dengan kinerja impor. Semakin tinggi pendapatan perkapita maka semakin tinggi pula barang dan jasa yang dapat dibeli diluar negeri, karena kemampuan penduduk dalam membeli barang impor semakin meningkat. Sebaliknya semakin menurun pendapatan perkapita maka permintaan impor semakin turun karena kemampuan penduduk untuk membeli barang impor semakin menurun.


(17)

Menurut Sukirno, (1985:13) pendapatan perkapita sebagai suatu proses yang menyebabkan pembangunan ekonomi penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Menurut Tadoro, (2006:18) menyebutkan bahwa pendapatan perkapita pada dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat dari pada tingkat pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan perkapita sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu negara, yaitu seberapa banyak barang dan jasa yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi. Pendapatan perkapita sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi impor Indonesia mempunyai catatan perkonomian yang cukup stabil dengan kecenderungan meningkat, hal ini menggambarkan semakin tinggi pula pendapatan masyarakat sehingga daya beli masyarakat terhadap barang-kebutuhan semakin meningkat, terlebih terhadap barang barang yang tidak dapat diproduksi sendiri, Indonesia harus mengimpor dari negara lain. Pendapatan perkapita mempunyai pengaruh terhadap fluktuasi impor, semakin stabil pendapatan perkapita, biasanya akan berbanding tehadap impor (Anggaristyadi, 2011). Perkembangan pendapatan perkapita dapat dilihat pada Tabel 1.2 berikut.

Pada Tabel 1.2 menunjukan perkembangan pendapatan perkapita Provinsi Bali 1994-2013 dengan rata-rata 2,66 persen, dimana perkembangan pendapatan perkapita Bali tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 7.991.285 rupiah dengan perkembangan sebesar 5,01 persen dari tahun sebelumnya. Perkembangan pendapatan perkapita terendah terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 5.583.485 rupiah dengan


(18)

perkembangan sebesar -5,87 persen. Hal ini dikarenakan oleh peristiwa krisis moneter yang melanda Indonesia yang berawal pada tahun 1997.

Tabel 1.2 Perkembangan Pendapatan Perkapita Provinsi Bali Tahun 1994-2013 Menurut Harga Konstan 2000

Tahun

Pendapatan PerKapita

(Rupiah)

Perkembangan

(%) Tahun

Pendapatan PerKapita

(Rupiah)

Perkembangan (%)

1994 4.906.445 - 2004 5.710.164 3,53

1995 5.284.733 7,71 2005 6.227.869 9,07

1996 5.656.605 7,04 2006 6.464.849 3,81

1997 5.931.447 4,86 2007 6.752.442 4,45

1998 5.583.485 -5,87 2008 7.082.094 4,88

1999 5.554.567 -0,52 2009 7.138.719 0,80

2000 5.668.192 2,05 2010 7.135.017 -0,05

2001 5.640.247 -0,49 2011 7.458.381 4,53

2002 5.566.170 -1,31 2012 7.609.847 2,03

2003 5.515.702 -0,91 2013 7.991.285 5,01

Rata-rata 2,66

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali,1995-2014 ( data diolah)

Dalam transaksi perdagangan antar negara, baik ekspor maupun impor akan memerlukan valuta asing dalam proses pertukarannya. Agar kegiatan perdagangan dapat berjalan dengan baik diperlukan adanya kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Disamping itu, perlu dilihat perkembangan kurs mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing, khususnya dollar Amerika Serikat, karena dollar Amerika Serikat merupakan mata uang internasional yang menjadi mata uang yang di pergunakan berbagai negara untuk melakukan perdagangan luar negeri. Secara teori apabila kurs valuta asing mengalami kenaikan terhadap mata uang dalam negeri, maka hal ini dapat meningkatkan ekspor. Sebaliknya apabila kurs valita asing


(19)

mengalami pernurunan terhadap mata uang dalam negeri maka hal ini dapat menurunkan ekspor dan lebih mengutamakan impor (Saunders. 2002). Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap importir dari Indonesia untuk melakukan pembayaran impor barang menggunakan mata uang US$ (Ramdan, 2014). Berikut pada Tabel 1.3 yang menjelaskan tentang perkembangan kurs dollar Amerika Serikat pada tahun 1994-2013.

Tabel 1.3 Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat Tahun 1994-2013 Tahun

Kurs Dollar Amerika Serikat

Rupiah/US.$

Perkembangan

(%) Tahun

Kurs Dollar Amerika Serikat

Rupiah/US.$

Perkembangan (%)

1994 2.205 - 2004 9.361 9,77

1995 2.305 4,54 2005 9.850 5,22

1996 2.385 3,47 2006 9.197 -6,63

1997 5.700 138,99 2007 9.376 1,95

1998 8.100 42,11 2008 10.092 7,64

1999 7.161 -11,59 2009 9.439 -6,47

2000 9.385 31,06 2010 9.009 -4,56

2001 10.450 11,35 2011 9.200 2,12

2002 8.929 -14,56 2012 9.812 6,65

2003 8.528 -4,49 2013 12.163 23,96

Rata-rata 12,28

Sumber : Bank Indonesia, 2015 (data diolah)

Pada Tabel 1.3 terlihat kurs dollar Amerika Serikat dari tahun ketahun mengalami fluktuasi. Rata-rata perkembangan nilai kurs dollar Amerika Serikat dari tahun 1994-2013 adalah sebesar 12,28 persen per tahun. Pada tahun 1994 nilai rupiah Rp 2.205 per US$ dan pada tahun 1995 melemah menjadi Rp 2.305 per US$. Dan rupiah mengalami pelemahan di mulai pada tahun 1997-1998 dikarenakan terjadinya krisis global yang berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Begitu pula pada


(20)

tahun selanjutnya rupiah mengalami perkembangan dan penurunan setiap tahunnya. Namun pada beberapa tahun berikutnya rupiah mengalami penguatan hingga mencapai angka Rp 9.009 per US$ pada tahun 2010. Dan dalam beberapa tahun kedepan rupiah kembali melemah sampai pada tahun 2013 nilai rupiah mencapai Rp 12.163 per US$. Merosotnya nilai tukar rupiah kembali diakibatkan karena dampak dari krisis global yang melanda perekonomian Indonesia.

Hal terakhir yang dapat mempengaruhi perdagangan internasional adalah inflasi juga akan mempengaruhi perkembangan impor yang terdapat pada provinsi Bali. Tingkat inflasi yang terlalu tinggi seringkali dikaitkan dengan keadaan ekonomi yang sedang memanas (overheating), artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi batas kapasitas yang tersedia, sehingga harga-harga cenderung akan mengalami kenaikan (Kewal, 2012). Inflasi akan menyebabkan harga barang di dalam negeri lebih mahal dari harga barang di luar negeri, oleh sebab itu inflasi menambah impor, oleh karena itu permintaan valuta asing bertambah (Sukirno, 2006:42). Menurut Muritala (2011) inflasi merupakan suatu gejala dimana nilai uang dalam negeri terdepresiasi dan tingkat harga umum mengalami kenaikan harga secara terus-menerus. Inflasi yang terjadi di negara yang sedang berkembang cenderung disebabkan oleh ketegaran dari struktur ekonomi negara tersebut. Inflasi cenderung akan menyebabkan banyaknya investor yang tertarik untuk berinvestasi di dalam negeri, sehingga membuka kesempatan kerja dan pengangguran akan berkurang (Widiarsih, 2012).


(21)

Inti dari fokus pada impor negara berkembang bergantung terletak pada kenyataan bahwa ekonomi ini memiliki masalah yang unik sejauh implikasi inflasi untuk akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi yang bersangkutan. Impor negara berkembang tergantung pada makroekonomi fundamental yang pada umumnya tidak kuat dan stabil sejak mereka baru di mulai dan harga pengambil di pasar internasional dan, karenanya ada kemungkinan lebih tinggi bahwa inflasi mungkin memiliki efek yang lebih buruk pada ekonomi tersebut (Ahortor dan Adenutsi, 2009). Inflasi yang lebih tinggi dan volatilitas nilai tukar yang lemah terkait lurus dan lebih tinggi melalui nilai tukar ke harga impor (Campa. J.M, 2002). Naiknya harga impor juga dianggap sebagai faktor penting dalam menciptakan inflasi (Alem Khan, 2007). Pada Tabel 1.4 dapat dilihat pertumbuhan dari tingkat inflasi di Provinsi Bali pada tahun 1994-2013.

Perkembangan tingkat inflasi di Provinsi Bali selama periode 1994-2013 yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 1998 tingkat inflasi di Provinsi Bali sangat tinggi, yaitu 75,11 persen yang disebabkan oleh ketidakstabilan kondisi politik dalam negeri serta terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat akibat krisis moneter yang melanda Indonesia. Meskipun demikian, pada tahun 1999 tingkat inflasi menurun dengan drastis dari tahun sebelumnya menjadi 4,39 persen. Hal ini diduga terjadi karena mulai pulihnya keadaan perekonomian di Indonesia, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran yang relatif rendah dan neraca pembayaran masih dalam keadaan surplus.


(22)

Tabel 1.4 Perkembangan Tingkat Inflasi Provinsi Bali Tahun 1994-2013

Tahun Inflasi (%)

Pertumbuhan

(%) Tahun

Inflasi (%)

Pertumbuhan (%)

1994 3,41 - 2004 5,97 1,41

1995 5,77 2,36 2005 11,31 5,34

1996 3,14 -2,63 2006 4,3 -7,01

1997 9,75 6,61 2007 5,91 1,61

1998 75,11 65,36 2008 9,62 3,71

1999 4,39 -70,72 2009 4,37 -5,25

2000 9,81 5,42 2010 8,1 3,73

2001 11,52 1,71 2011 3,75 -4,35

2002 12,49 0,90 2012 4,71 0,96

2003 4,56 -7,93 2013 5,76 1,05

Rata-rata 0,12

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali,1995-2014

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan suatu penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat, dan Inflasi terhadap Nilai Impor Provinsi Bali Kurun Waktu 1994-2013.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memberikan pedoman arah penelitian dari analisis data yang dikumpulkan, maka perlu adanya perumusan masalah yang jelas. Berasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka perumusan masalahpenelitian adalah sebagai berikut.


(23)

1) Apakah pendapatan perkapita, kurs dollar Amerika Serikat, dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap nilai impor provinsi Bali periode 1994-2013 ? 2) Bagaimana pengaruh pendapatan perkapita, kurs dollar Amerika Serikat, dan

inflasi secara parsial terhada pnilai impor provinsi Bali periode 1994-2013 ?

1.3Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah.

1) Untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita, kurs dollarAmerika Serikat, dan inflasi secara simultan terhadap nilai impor Provinsi Bali Periode 1994-2013.

2) Untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita, kurs dollarAmerika Serikat, dan inflasi secara parsial terhadap nilai impor Provinsi Bali Periode 1994-2013. 1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini di harapkan dapat memberi kegunaan sebagai berikut.

1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat menambah referensi ataupun pengetahuan bagi peneliti selanjutnya terutama yang berkaitan dengan pengaruh pendapatan perkapita, kurs dollar Amerika Serikat, dan inflasi terhadap nilai impor Provinsi Bali periode 1994-2013


(24)

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait mengenai pengaruh pendapatan perkapita, kurs dollar Amerika Serikat, dan inflasi terhadap nilai impor Provinsi Bali periode 1994-2013.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya dan disusun secara sistematis serta terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masing-masing bab dapat diperinci sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penelitiannya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang mendukung dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yang digunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah dalam laporan ini penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait yang digunakan sebagai acuan dalam


(25)

penelitian ini serta disajikan hipotesis atau dugaan sementara atas pokok permasalahan yang diangkat sesuai dengan landasan teori yang ada. BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menyajikan gambaran umum wilayah, perkembangan, dan data serta menguraikan pembahasan yang berkaitan dengan pengujian pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung variabel pendapatan perkapita, kurs dollar Amerika Serikat, dan inflasi terhadap Impor Provinsi Bali.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan mengemukakan simpulan berdasarkan hasil uraian pembahasan pada bab sebelumnya, keterbatasan dalam penelitian yang telah dilakukan dan saran atas penelitian yang dilakukan agar nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah kegiatan pertukaran barang ataupun jasa yang dilakukan antara satu negara dengan negara lainnya yang timbul akibat aktivitas permintaan dan penawaran ekonomi. Perdagangan atau pertukaran memiliki arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan timbul karena salah satu atau kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan yang dapat diperoleh dari pertukaran tersebut. Motif atau dorongan dari suatu negara melakukan perdagangan adalah karena adanya kemungkinan diperolehnya manfaat tambahan dari kegiatan yang dilakukan yang disebut gains from trade (Boediono, 2012:11).

Menurut Tambunan (2000:1) perdagangan internasional merupakan lalu lintas transaksi yang dilakukan antar negara yang mencakup ekspor dan impor. Perdagangan antar negara ini dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan internasional dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, meskipun jumlah barang yang tersedia secara keseluruhan sama sekali tidak berubah. Melakukan perdagangan dengan negara lain memungkinkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, yaitu dapat membeli barang yang harganya lebih rendah (dengan impor barang tertentu) dan menjual barang keluar negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi. Perbedaan harga dapat terjadi akibat


(27)

perbedaan kombinasi penggunaan faktor produksi, perbedaan selera dan pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat.

Perdagangan internasional pada dasarnya adalah kegiatan ekspor ataupun impor yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lainnya baik berupa barang atau jasa. Teori perdagangan internasional terdiri dari tiga teori yang mendukung yaitu teori pra-klasik, teori klsik dan teori modern.

1) Teori Pra Klasik (Merkantilisme)

Teori perdagangan internasional pertama kali muncul pada abad ke-16 dan 17 yaitu diawali dengan munculnya kaum Merkantilisme yang berkembang di Eropa Barat. Teori ini awalnya dikembangkan oleh pedagang (merchant). Menurut Raharja (2006:75) ajaran Merkantilis memiliki keyakinan bahwa kemakmuran suatu negara sangat tergantung dari adanya surplus dalam kegiatan perdagangan, yaitu keadaaan nilai ekspor lebih besar daripada impor (X>M). Merkantilis pada prinsipnya adalah suatu paham yang menganggap bahwa penimbunan logam-logam mulia dan peningkatan nilai total ekspor adalah tujuan utama kebijakan nasional. Ajaran ini berpendapat apabila ekspor terus meningkat maka negara akan banyak memperoleh logam-logam mulia sebagai bayaran dari kegiatan ekspor, yang akan diikuti dengan kemakmuran di negara tersebut juga akan meningkat. Dalam pencapaian tujuannya tersebut merkantilis menerapkan intervensi pemerintah yang sangat ketat dalam hal kegiatan perdagangan. Hal ini dilakukan agar ekspor terus meningkat dan impor dapat


(28)

ditekan bahkan dikurangi, dengan melakukan proteksi yang ketat dan pemberian hak monopoli kepada produsen dalam negeri.

2)Teori Klasik

a. Teori Keunggulan Absolut (Absolute Advantage ) Adam Smith

Setiap negara akan memperoleh manfaat dari dilakukannya perdagangan internasional (gains from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan absolut serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut. Teori keunggulan absolut (absolute adventage) ini dikembangkan oleh Adam Smith. Lebih lanjut Smith menganjurkan perdagangan bebas sebagai kebijakan yang paling efektif untuk negara-negara didunia karena dapat melakukan spesialisasi dalam produksi komoditi yang mempunyai keunggulan absolut dan mengimpor komoditi yang mengalami kerugian absolut (Hady, 2004:29). Dengan adanya spesialisasi dari faktor-faktor produksi akan memberikan pertambahan produksi dunia yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama melalui perdagangan internasional sehingga keuntungan suatu negara tidak diperoleh dengan pengorbanan dari negara lain tetapi semua negara secara serempak dapat memperolehnya.

Suatu negara akan mengekspor atau mengimpor suatu jenis barang, apabila negara tersebut dapat atau tidak dapat memproduksinya lebih efisien atau lebih murah dibandingkan negara lain. Jadi, teori ini lebih menekankan bahwa efisiensi dalam penggunaan input, misalnya tenaga kerja, didalam proses produksi sangat menentukan


(29)

keunggulan atau tingkat daya saing. Tingkat keunggulan diukur berdasarkan nilai tenaga kerja yang sifatnya homogeny (Tambunan, 2000:21). Adam Smith berpendapat bahwa nilai ekonomis ditetapkan dan diukur berdasarkan jam kerja dari tenaga kerja. Biaya tenaga kerja untuk menghasilkan satu unit barang adalah nilai atau harga unit barang itu (Lindert, 1994:19).

b. Teori Keunggulan Relatif (Comparative Adventage) David Ricardo

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau Theory of Labour

Value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah

waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hady, 2001:32). Suatu negara mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang-barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien dan mengimpor barang yang produksinya kurang efisien. Artinya, suatu negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komperatif tinggi, dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komperatif rendah (Boediono, 2012:21). Berdasarkan contoh hipotesis pada Tabel 2.1. Dapat dikatakan bahwa teori comperative adventage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.

Tabel 2.1. Teori Keunggulan Komperatif

Persia Indonesia

Permadani 2 4

Rempah-rempah 3 4


(30)

Persia mempunyai keunggulan mutlak dalam kedua barang tersebut, karena keduanya bisa diproduksikan lebih murah di Persia. Ricardo mengatakan bahwa hal ini tidak berarti bahwa Persia akan mengekspor baik permadani maupun rempah-rempah ke Indonesia. Dalam hal ini Indonesia masih akan mengekspor rempah-rempah ke Persia dan Persia mengekspor permadani ke Indonesia. Sebelum ada perdagangan, di Persia 3 helai permadani mempunyai nilai yang sama dengan 2 kg rempah-rempah, sedangkan di Indonesia sehelai permadani sama dengan 1 kg rempah-rempah. Dinyatakan dalam rempah-rempah, permadani di Persia relatif lebih murah dibandingkan permadani di Indonesia. Sebanyak 1 kg rempah-rempah Indonesia di Persia bisa ditukarkan dengan 1,5 helai permadani. Persia disini dikatakan memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi permadani dan Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi rempah-rempah. Perdagangan yang dilakukan oleh kedua negara tersebut akan menguntungkan kedua belah pihak. Keunggulan komparatif ini dapat memberikan manfaat perdagangan (gains from

trade), yaitu mendorong Persia untuk mengekspor permadaninya ke Indonesia dan

mengimpor rempah-rempah dari Indonesia. Sebaliknya, Indonesia akan terdorong untuk mengekspor rempah-rempahnya ke Persia dan mengimpor permadani dari Persia.


(31)

3) Teori Modern

a. Teori Heckscher-Ohlin (H-O)

Teori perdagangan internasional selanjutnya dikembangkan oleh ahli ekonomi Swedia yaitu Eli Hecksher dan Berti Ohlin, dimana teori ini dikenal dengan teori faktor proporsi. Teori yang lebih modern ini menyatakan bahwa terjadinya perdagangan internasional disebabkan karena adanya perbedaan relatif faktor-faktor produksi dan intensitas penggunaan faktor produksi (Lindert, 1994:35). Dalam teori H-O memaparkan suatu model dengan memperhatikan faktor produksi (factors

endowment). Asumsi yang digunakan dalam model ini yaitu, hanya ada dua negara,

hanya ada dua faktor produksi dan hanya ada dua komoditas yang diproduksi (Raharja, 2008:99). Perdagangan internasional terjadi disebabkan oleh perbedaan opportunity

cost suatu produk antara suatu negara dengan negara lain dan perbedaan dalam jumlah

proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. Negara-negara yang memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan lebih murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Tetapi, suatu negara akan mengimpor barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan lebih mahal.

Dalam analisisnya, teori H-O menggunakan dua kurva. Pertama, adalah kurva

isocost, yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama. Kedua,

adalah kurva isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan total produksi yang sama. Dalam teori ekonomi mikro, khususnya teori produksi dan biaya, keseimbangan akan


(32)

terjadi apabila kurva isocost bersinggungan dengan kurva isoquant. Pada titik persinggungan tersebut akan terjadi produksi yang optimal dengan biaya yang tertentu.

2.1.2 Teori Impor

Menurut Nopirin, (2011) Impor adalah kegiatan pembelian barang dari negara lain demi pemenuhan kebutuhan didalam negeri. Dalam model ekonomi terbuka, impor merupakan kebocoran dari pendapatan karena menimbulkan aliran uang ke luar negeri dan menyebabkan devisa negara menjadi berkurang. Fungsi impor dapat digambarkan sebagai berikut.

Konsep yang berhubungan dengan fungsi impor adalah average propensity to

impor (APM) dan marginal propensity to impor (MPM). APM adalah proporsi

pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor dengan rumus matematisnya adalah APM = M/Y. sedangkan MPM adalah proporsi dari Perubahan pendapatan yang digunakan untuk merubah impor dengan rumus matematisnya adalah MPM = ∆M/∆Y.

Gambar 2.1 Fungsi Impor

Impor (M) M (fungsi Impor)

M = M0– M(Y)

∆M

0 ∆Y Y


(33)

Impor tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan suatu negara tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu adanya daya saing antar satu negara dengan negara lain, adanya selera dari masyarakat, dan karena adanya perbedaan harga di dalam negeri dengan diluar negeri yang jauh lebih murah. Perubahan faktor-faktor inilah dapat menggeser fungsi dari impor itu sendiri. Selain itu impor terjadi karena adanya kelangkangan suatu barang didalam negeri yang mendorong pemerintah untuk membuat keputusan mengimpor barang dari luar negeri dan adanya ketidakmampuan masyarakat untuk membeli barang didalam negeri karena harganya yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan luar negeri.

2.1.3 Pengertian Pendapatan Perkapita

Pendapatan Perkapita Menurut Todaro (2004), pertumbuhan pendapatan perkapita merupakan ukuran kemajuan pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya sehingga pertumbuhan pendapatan menjadi tolak ukur kemajuan pembangunan. Pendapatan perkapita merupakan ukuran kemampuan suatu negara dalam memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya. Menurut Sumitro (dalam Ginting, 2004) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi sebagai usaha untuk memperbesar pendapatan perkapita sebagai tolak ukur dalam menentukan pembangunan ekonomi yang dapat menaikkan produktifitas perkapita dengan jalan menambah peralatan modal dan menambah keterampilan. Dengan demikian pembangunan ekonomi berarti peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan peningkatan pendapatan perkapita.


(34)

Pendapatan perkapita sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan pendapatan yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu (Notoatmodjo, 2003). Peendapatan Perkapita dipengaruhi oleh produk domestic bruto dan jumlah penduduk, dengan kata lain pendapatan perkapita mencerminkan pendapatan rata-rata yang diperoleh suatu negara, sehingga jika pendapatan tersebut besar masyarakat cenderung memiliki pengeluaran yang lebih besar untuk kebutuhannya, sehingga dapat memenuhi kebutuhannya. (Kuncoro, 2004:198)

2.1.4 Hubungan Pendapatan Perkapita dengan Impor

Pendapatan perkapita menurut Stefandy (2014 ) adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita dapat digunakan untuk membandingkan kesejahteraan atau standar hidup suatu negara dari tahun ke tahun. Dengan melakukan perbandingan seperti itu, kita dapat mengamati apakah kesejahteraan masyarakat pada suatu negara secara rata-rata telah meningkat. Pendapatan perkapita yang meningkat merupakan salah satu tanda bahwa rata-rata kesejahteraan penduduk telah meningkat. Pendapatan perkapita menunjukkan pula apakah pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah telah berhasil, berapa besar keberhasilan tersebut, dan akibat apa yang timbul oleh peningkatan tersebut.


(35)

Apabila barang-barang dari luar negeri mutunya lebih baik atau harga-harganya lebih murah daripada barang – barang yang sama yang dihasilkan di dalam negeri maka akan ada kecenderungan bahwa negara tersebut akan mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri selain itu yang paling menentukan jumlah impor adalah kemampuan masyarakat dalam membeli barang – barang hasil buatan luar negeri, yang bararti nilai impor tergantung dari tingkat pendapatan perkapita serta makin rendah kemampuan dalam menghasilkan barang akan mengakibatkan kenaikan impor (Anggaristyadi, 2011). Menurut Amiri, (2012), Dengan bertambahnya pendapatan perkapita Perancis berdampak signifikan terhadap bertambahnya nilai barang yang diimpor oleh Perancis. Melalui Pernyataan dari Amiri dapat dikatakan bahwa hubungan antara pendapatan perkapita dengan impor memiliki hubungan positif.

2.1.5 Konsep Kurs Valuta Asing

Menurut Krugman dan Obstfeld, (2005:40), nilai tukar merupakan harga mata uang dari suatu negara yang diukur dalam mata uang lainnya.Kurs juga dapat diartikan sebagai perbandingan nilai atau harga antara mata uang suatu negara dengan negara lainnya (Amalia, 2007:79). Selanjutnya, menurut Kuncoro, (2005:114) mendefinisikan nilai tukar sebagai jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Kurs memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan perdagangan internasional, seperti menurunkan permintaan valuta asing kepada currency dalam negeri atau meningkatkan penawaran currency dalam negeri kepada luar negeri. Nilai mata uang disuatu negara akan mengalami fase


(36)

apresiasi dan depreasi atas mata uang asing. Apabila kurs valuta dalam negeri naik, maka harga barang dalam negeri juga akan naik dan secara relatif harga barang-barang diluar negeri menjadi lebih murah, hal itu akan mendorong terjadinya impor dan menghambat ekspor, tetapi term of trade akan menjadi lebih baik apabila ekspornya tidak terhambat oleh kenaikan kurs tersebut.

Kestabilan nilai tukar rupiah sangat penting untuk diperhatikan, karena kurs memiliki pengaruh yang besar dalam kegiatan perekonomian, khususnya dikanca perdagangan dan bisnis internasional. Hal ini dapat membantu agar produsen atau eksportir dapat merencanakan kegiatan mereka secara lebih pasti. Ada beberapa sistem kurs yang dapat menjaga kestabilan nilai tukar, yaitu.

1) Sistem Kurs Tetap

Menurut sistem kurs tetap (fixed exchange rate), nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya ditetapkan oleh pemerintah. Walaupun nilai tukar ditetapkan oleh pemerintah, namun tidak berarti bahwa tidak ada perubahan permintaan dan penawaran atas suatu mata uang di pasar valuta asing. Dampak dari perubahan permintaan dan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing tersebut akan diredam oleh pemerintah. Jika terjadi kelebihan penawaran, pemerintah akan membelinya. Sebaliknya, jika terjadi kelebihan permintaan terhadap mata uang asing tertentu, pemerintah akan menjual persediaan mata uang yang dimilikinya. Kelebihan sistem kurs tetap adalah bahwa sistem ini mampu memberikan kepastian mengenai nilai tukar. Namun, pemerintah harus memiliki cadangan devisa yang besar untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk melakukan intervensi pasar.


(37)

2) Sistem Kurs Bebas

Kurs bebas adalah nilai kurs uang ditentukan oleh kekuatan pasar, yang biasa juga disebut dengan kurs mengambang.Keuntungan dari sistem kurs bebas adalah bahwa tingkat kurs yang berlaku selalu sama dengan tingkat kurs keseimbangan. Dalam sistem kurs devisa yang murni mengambang, tidak ada masalah surplus atau defisit neraca pembayaran, sebab bekerjanya pasar selalu menyeimbangkan jumlah devisa yang masuk dengan devisa yang keluar.

3) Sistem Kurs Mengambang

Pada sistem kurs mengambang terkendali, nilai tukar pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menghindari gejolak yang terlalu perekonomian, pemerintah melakukan intervensi dengan batas-batas yang telah ditentukan, misalnya 5 persen di atas atau di bawah kurs keseimbangan. Campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi nilai kurs ini dapat dilakukan secara langsung yaitu membeli atau menjual valuta asing di pasar atau pun secara tidak langsung melalui pengaturan tingkat bunga. Apabila pemerintah melakukan campur tangan secara langsung maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut mengambang kotor (dirty

floating). Sedangkan jika pemerintah melakukan campur tangan secara tidak langsung,

maka sistem kurs valuta asing yang dianut disebut mengambang bersih (clean floating). Kurs valuta asing yang sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar akan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan permintaan dan penawaran. Menurut Winarno, (2006:116) disamping hal


(38)

tersebut diatas perubahan kurs valuta asing juga disebabkan oleh beberapa faktor lain yaitu.

a. Tingkat inflasi, yaitu dalam pasar valuta asing perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing.

b. Aktifitas neraca pembayaran yang secara langsung mempengaruhi nilai tukar. Dengan demikian, neraca pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan meningkatnya permintaan dari debitur asing. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai tukar ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi. Ketika keseimbangan positif dalam perdagangan ada di muka terdapat peningkatan permintaan untuk mata uang negara yang meningkatkan laju, dan dalam hal keseimbangan negatif proses sebaliknya terjadi. Pergerakan modal jangka pendek dan jangka panjang bergantung pada tingkat suku bunga domestik, pembatasan atau mendorong impor dan ekspor modal.

c. Tingkat kemajuan pasar, yaitu harus ada penyesuain antara keadaan perekonomian dengan sistem kurs yang diterapkan. Di negara yang sedang berkembang sistem kurs bebas kurang cocok untuk diterapkan karena volume perdagangan uang yang kecil dan dapat menyebabkan terjadinya gejolak yang cukup besar bagi perekonomian.


(39)

d. Kredibilitas Otoriter Moneter, yaitu apabila kredibilitas dari otoritas moneter masih kurang, sistem kurs bebas akan menyebabkan terjadinya lonjakan nilai kurs valuta asing.

e. Mobilitas modal, yaitu negara yang memiliki lalu lintas modal tanpa adanya mekanisme pembatasan akan sulit dalam mempertahankan sistem kurs tetap. f. Sifat peraturan perburuhan yaitu sifat fleksibel atau kaku yang lebih mudah

untuk diadaptasi sehingga mampu bersaing atau memiliki daya saing.

2.1.6 Hubungan Kurs Dollar Amerika Serikat dengan Impor

Nilai mata uang asing yang ditentukan oleh mekanisme pasar akan mudah mengalami perubahan nilai dan perubahan nilai mata uang asing akan dapat berpengaruh terhadap kegiatan impor. Apabila terjadi kenaikan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara asing maka akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang didalam negeri bagi pihak luar negeri dan begitu juga sebaliknya (Jakaria, 2008). Menurut Sukirno, (2012:402) menjelaskan bahwa perubahan tingkat penawaran dan permintaan mata uang negara tersebut akan menyebabkan perubahan nilai mata uangnya sehingga berpengaruh terhadap jumlah ekspor dan impor. Dengan kata lain, apabila mata uang rupiah melemah sedangkan kurs menguat, maka jumlah impor akan mengalami penurunan dan jumlah ekspor akan mengalami peningkatan. Begitu juga sebaliknya apabila nilai rupiah menguat dan kurs melemah maka jumlah impor akan mengalami peningkatan dan jumlah ekspor mengalami penurunan. Serta pernyataan dari Wiguna dan Suresmiathi (2014), menyatakan bahwa turunnya harga


(40)

dari barang impor akan mengaibatkan harga barang menjadi meningkat, meningkatnya permintaan akan mengakibatkan jumlah impor meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa antara kurs dengan impor memiliki hubungan negatif, dalam penelitian yang dilakukan Oluwarotimi Odeh et al. 2003, menyatakan bahwa menguwatnya kurs dollar Amerika Serikat terhadap mata uang di dalam negeri pada suatu negara menyebabkan konsumen dalam negeri memiliki kemampuan konsumen membeli lebih sedikit yang menyebabkan aktivitas importir dalam negeri menurun, sehingga menyebabkan dollar Amerika Serikat Menguat maka impor akan berkurang. Dan dalam penelitian yang dilakukan oleh Parveen et al. (2012) menyatakan bahwa kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh negatif.

2.1.7 Teori Inflasi

Menurut Nanga, (2005:237), inflasi merupakan sebuah gejala dimana terjadi kenaikan pada tingkat harga umum secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan sebagai inflasi kecuali kenaikan harga itu meluas atau mempengaruhi kenaikan harga pada barang lainnya. Selanjutnya, menurut Santoso, (2008) menjelaskan bahwa definisi inflasi mencakup beberapa aspek-aspek, yaitu.

1) Tendency, yaitu harga-harga cenderung mengalami peningkatan, artinya pada

suatu periode tertentu yang dimungkinkan terjadinya penurunan harga tetapi secara keseluruhan justru mempunyai kecenderungan meningkat.


(41)

3) General Level of Price, dalam konteks inflasi harga yang dimaksudkan adalah kenaikan harga secara umum, bukan dalam artian sempit satu atau dua jenis barang saja.

Dilihat dari tingkat keparahannya, inflasi yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Nanga, 2005:247).

a. Inflasi Sedang (moderate inflation), yaitu inflasi yang ditandai dengan adanya kenaikan harga secara lambat dan tidak terlalu menimbulkan distorsi terhadap pendapatan dan harga relatif.

b. Inflasi Ganas (galloping inflation), yaitu inflasi yang mencapai antara dua atau tiga digit seperti 20 persen, 100 persen, atau 200 persen pertahun yang dapat menimbulkan gangguan terhadap perekonomian.

c. Hiperinflasi (hyperinflation), yaitu keadaan inflasi pada tingkat yang sangat parah, bisa mencapai ribuan atau milyaran persen per-tahun dan merupakan jenis inflasi yang mematikan bagi perekonomian.

Menurut Totonchi, (2011), penyebab inflasi yang terjadi di negara berkembang bukanlah fenomena moneter yang bersifat murni, tetapi berhubungan dengan terjadinya ketidakseimbangan fiskal seperti tingginya pertumbuhan jumlah dan depresiasi nilai tukar yang timbul dari krisis neraca pembayaran. Lain halnya dengan Nanga, (2005:245), mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab terjadinya inflasi kedalam 3 kategori yaitu.


(42)

a. Inflasi Tarikan Permintaan (demand pull inflation) merupakan inflasi yang terjadi akibat adanya kenaikan permintaan agregat pada skala besar dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.

b. Inflasi Dorongan Biaya (cost push inflation) merupakan inflasi yang terjadi akibat adanya kenaikan biaya produksi secara drastis dibandingkan produktivitas ataupun efisiensi, yang mengakibatkan perusahaan akan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar.

c. Inflasi struktural (structural inflation) merupakan inflasi yang terjadi akibat kendala atau kekuatan struktural yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian kurang atau tidak responsif pada peningkatan permintaan.

Selama ini inflasi dianggap sebagai penyakit ekonomi yang harus diberantas akibat mengganggu stabilitas pasar barang yang menyebabkan mahalnya harga input dan faktor produksi menjadi naik (Jakaria, 2008). Tetapi, inflasi pada tahap yang normal sebenarnya diperlukan untuk menjadi rangsangan bagi produsen dalam negeri untuk meningkatkan produksinya. Dengan peningkatan produksi maka perusahaan akan menambah tenaga kerjanya sehingga pengangguran akan terserap ke pasar kerja. Semakin banyak banyak output yang dihasilkan oleh produsen maka akan semakin besar peluang untuk melakukan ekspor sehingga perekonomian akan berangsur pulih dan membaik.


(43)

2.1.8 Hubungan Inflasi dengan Impor

Selain tingkat inflasi dapat dipengaruhi oleh harga barang impor, inflasi juga dapat berbalik dan mempengaruhi harga barang impor. Inflasi yang terjadi di suatu negara menyebabkan harga barang di dalam negeri mengalami kenaikan sehingga harga barang dalam negeri jauh lebih mahal daripada harga barang dari luar negeri sehingga masyarakat lebih cenderung untuk mengimpor barang, inflasi berkencenderungan menambah impor (Sukirno, 2012:402). Inflasi juga menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah daripada barang yang dihasilkan dalam negeri. Maka pada umumnya inflasi akan menyebabkan impor berkembang lebih cepat dibandingkan dengan ekspor (Sukirno, 2002). Inflasi juga dapat bersumber dari kenaikan harga barang-barang yang diimpor. Inflasi ini dapat wujudkan apabila barang-barang yang diimpor mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan.

Inflasi sebagai akibat dari impor juga dapat menimbulkan stagflasi seperti yang terjadi pasca krisis ekonomi, stagflasi menggambarkan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin tinggi (Sukirno, 2004). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ulke (2011) yang menyatakan bahwa, inflasi mempunyai hubungan searah terhadap volume Impor. Semakin tinggi tingkat Inflasi suatu negara maka semakin meningkat harga barang impor di negara tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap terhadap jumlah Impor.


(44)

2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah.

1. Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai impor Provinsi Baliperiode 1994-2013.

2. Pendapatan Perkapita dan inflasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan sedangkan Kurs Dollar Amerika Serikat berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai impor Provinsi Bali periode 1994-2013.


(1)

d. Kredibilitas Otoriter Moneter, yaitu apabila kredibilitas dari otoritas moneter masih kurang, sistem kurs bebas akan menyebabkan terjadinya lonjakan nilai kurs valuta asing.

e. Mobilitas modal, yaitu negara yang memiliki lalu lintas modal tanpa adanya mekanisme pembatasan akan sulit dalam mempertahankan sistem kurs tetap. f. Sifat peraturan perburuhan yaitu sifat fleksibel atau kaku yang lebih mudah

untuk diadaptasi sehingga mampu bersaing atau memiliki daya saing. 2.1.6 Hubungan Kurs Dollar Amerika Serikat dengan Impor

Nilai mata uang asing yang ditentukan oleh mekanisme pasar akan mudah mengalami perubahan nilai dan perubahan nilai mata uang asing akan dapat berpengaruh terhadap kegiatan impor. Apabila terjadi kenaikan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara asing maka akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang didalam negeri bagi pihak luar negeri dan begitu juga sebaliknya (Jakaria, 2008). Menurut Sukirno, (2012:402) menjelaskan bahwa perubahan tingkat penawaran dan permintaan mata uang negara tersebut akan menyebabkan perubahan nilai mata uangnya sehingga berpengaruh terhadap jumlah ekspor dan impor. Dengan kata lain, apabila mata uang rupiah melemah sedangkan kurs menguat, maka jumlah impor akan mengalami penurunan dan jumlah ekspor akan mengalami peningkatan. Begitu juga sebaliknya apabila nilai rupiah menguat dan kurs melemah maka jumlah impor akan mengalami peningkatan dan jumlah ekspor mengalami penurunan. Serta pernyataan dari Wiguna dan Suresmiathi (2014), menyatakan bahwa turunnya harga


(2)

dari barang impor akan mengaibatkan harga barang menjadi meningkat, meningkatnya permintaan akan mengakibatkan jumlah impor meningkat, sehingga dapat dikatakan bahwa antara kurs dengan impor memiliki hubungan negatif, dalam penelitian yang dilakukan Oluwarotimi Odeh et al. 2003, menyatakan bahwa menguwatnya kurs dollar Amerika Serikat terhadap mata uang di dalam negeri pada suatu negara menyebabkan konsumen dalam negeri memiliki kemampuan konsumen membeli lebih sedikit yang menyebabkan aktivitas importir dalam negeri menurun, sehingga menyebabkan dollar Amerika Serikat Menguat maka impor akan berkurang. Dan dalam penelitian yang dilakukan oleh Parveen et al. (2012) menyatakan bahwa kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh negatif.

2.1.7 Teori Inflasi

Menurut Nanga, (2005:237), inflasi merupakan sebuah gejala dimana terjadi kenaikan pada tingkat harga umum secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan sebagai inflasi kecuali kenaikan harga itu meluas atau mempengaruhi kenaikan harga pada barang lainnya. Selanjutnya, menurut Santoso, (2008) menjelaskan bahwa definisi inflasi mencakup beberapa aspek-aspek, yaitu.

1) Tendency, yaitu harga-harga cenderung mengalami peningkatan, artinya pada

suatu periode tertentu yang dimungkinkan terjadinya penurunan harga tetapi secara keseluruhan justru mempunyai kecenderungan meningkat.


(3)

3) General Level of Price, dalam konteks inflasi harga yang dimaksudkan adalah kenaikan harga secara umum, bukan dalam artian sempit satu atau dua jenis barang saja.

Dilihat dari tingkat keparahannya, inflasi yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Nanga, 2005:247).

a. Inflasi Sedang (moderate inflation), yaitu inflasi yang ditandai dengan adanya kenaikan harga secara lambat dan tidak terlalu menimbulkan distorsi terhadap pendapatan dan harga relatif.

b. Inflasi Ganas (galloping inflation), yaitu inflasi yang mencapai antara dua atau tiga digit seperti 20 persen, 100 persen, atau 200 persen pertahun yang dapat menimbulkan gangguan terhadap perekonomian.

c. Hiperinflasi (hyperinflation), yaitu keadaan inflasi pada tingkat yang sangat parah, bisa mencapai ribuan atau milyaran persen per-tahun dan merupakan jenis inflasi yang mematikan bagi perekonomian.

Menurut Totonchi, (2011), penyebab inflasi yang terjadi di negara berkembang bukanlah fenomena moneter yang bersifat murni, tetapi berhubungan dengan terjadinya ketidakseimbangan fiskal seperti tingginya pertumbuhan jumlah dan depresiasi nilai tukar yang timbul dari krisis neraca pembayaran. Lain halnya dengan Nanga, (2005:245), mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab terjadinya inflasi kedalam 3 kategori yaitu.


(4)

a. Inflasi Tarikan Permintaan (demand pull inflation) merupakan inflasi yang terjadi akibat adanya kenaikan permintaan agregat pada skala besar dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.

b. Inflasi Dorongan Biaya (cost push inflation) merupakan inflasi yang terjadi akibat adanya kenaikan biaya produksi secara drastis dibandingkan produktivitas ataupun efisiensi, yang mengakibatkan perusahaan akan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar.

c. Inflasi struktural (structural inflation) merupakan inflasi yang terjadi akibat kendala atau kekuatan struktural yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian kurang atau tidak responsif pada peningkatan permintaan. Selama ini inflasi dianggap sebagai penyakit ekonomi yang harus diberantas akibat mengganggu stabilitas pasar barang yang menyebabkan mahalnya harga input dan faktor produksi menjadi naik (Jakaria, 2008). Tetapi, inflasi pada tahap yang normal sebenarnya diperlukan untuk menjadi rangsangan bagi produsen dalam negeri untuk meningkatkan produksinya. Dengan peningkatan produksi maka perusahaan akan menambah tenaga kerjanya sehingga pengangguran akan terserap ke pasar kerja. Semakin banyak banyak output yang dihasilkan oleh produsen maka akan semakin besar peluang untuk melakukan ekspor sehingga perekonomian akan berangsur pulih dan membaik.


(5)

2.1.8 Hubungan Inflasi dengan Impor

Selain tingkat inflasi dapat dipengaruhi oleh harga barang impor, inflasi juga dapat berbalik dan mempengaruhi harga barang impor. Inflasi yang terjadi di suatu negara menyebabkan harga barang di dalam negeri mengalami kenaikan sehingga harga barang dalam negeri jauh lebih mahal daripada harga barang dari luar negeri sehingga masyarakat lebih cenderung untuk mengimpor barang, inflasi berkencenderungan menambah impor (Sukirno, 2012:402). Inflasi juga menyebabkan harga barang impor menjadi lebih murah daripada barang yang dihasilkan dalam negeri. Maka pada umumnya inflasi akan menyebabkan impor berkembang lebih cepat dibandingkan dengan ekspor (Sukirno, 2002). Inflasi juga dapat bersumber dari kenaikan harga barang-barang yang diimpor. Inflasi ini dapat wujudkan apabila barang-barang yang diimpor mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan.

Inflasi sebagai akibat dari impor juga dapat menimbulkan stagflasi seperti yang terjadi pasca krisis ekonomi, stagflasi menggambarkan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin tinggi (Sukirno, 2004). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ulke (2011) yang menyatakan bahwa, inflasi mempunyai hubungan searah terhadap volume Impor. Semakin tinggi tingkat Inflasi suatu negara maka semakin meningkat harga barang impor di negara tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa inflasi berpengaruh positif terhadap terhadap jumlah Impor.


(6)

2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah.

1. Pendapatan Perkapita, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai impor Provinsi Baliperiode 1994-2013.

2. Pendapatan Perkapita dan inflasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan sedangkan Kurs Dollar Amerika Serikat berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai impor Provinsi Bali periode 1994-2013.