Pengaruh Konsentrasi Asam dan Fosforilasi Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Gelatin Tulang Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus).

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gelatin merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan dalam
pembuatan produk makanan. Gelatin merupakan produk yang didapatkan dari
hidrolisis kolagen parsial turunan dari kulit, jaringan penghubung putih, dan
tulang hewan. Gelatin telah marak digunakan, dalam industri makanan
berfungsi sebagai penstabil, pengental (thickener ), pengemulsi (emulsifier ),
pembentuk jel, pengikat air, pengendap dan pembungkus makanan (edible
coating). Sedangkan dalam industri farmasi gelatin digunakan sebagai bahan

pembuat kapsul, disamping itu juga digunakan untuk bahan kosmetik dan film
(Damanik, 2005).
Penggunaan gelatin yang beragam tidak diimbangi dengan tumbuhnya
produksi gelatin dalam negeri sehingga kebutuhan dalam negeri terhadap
gelatin dipenuhi dengan cara impor. Tabel 1.1 adalah data impor gelatin dari
tahun 2010 hingga Februari 2014 berdasarkan data Biro Pusat Statistik.
Tabel 1.1 Jumlah Impor Gelatin Indonesia
No
Tahun

Impor Gelatin (kg)

Nilai (Rupiah)

1.

2010

3.149.776

143,5 milyar

2.

2011

3.567.824

169,2 milyar


3.

2012

3.771.040

249,3 milyar

4.

2013

3.872.104

311,8 milyar

5.

Februari 2014


601.681

56,7 milyar

Sumber : Biro Pusat Statistik (2014)
Gelatin impor biasanya adalah produk hasil pengolahan tulang dan kulit
hewan ternak seperti sapi, domba, dan babi. Namun, hal ini menjadi
permasalahan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam.
Dalam agama islam, hukumnya haram mengkonsumsi produk mengandung zat
yang berasal dari hewan babi. Sumber lain gelatin perlu dicari lebih lanjut

1

2

sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan juga memenuhi persyaratan,
khususnya terkait kehalalannya. Haug et al. (2004) menyatakan bahwa bahan
alternatif sebagai pengganti gelatin mamalia, yang diterima oleh semua agama
sebagai bahan tambahan makanan adalah gelatin ikan.
Gelatin ikan telah diperhatikan sebagai alternatif terbaik sebagai

pengganti gelatin mamalia, terutama dengan kualitas seperti titk leleh yang
rendah, membuat pemecahan cepat di mulut tanpa residu ‘chewy’ mouthfeel.
Bagaimanapun, produksi gelatin ikan masih dalam pertumbuhan, hanya
menyumbang 1% dari total produksi gelatin dunia (Arnesen dan Gildberg,
2006).
Di Indonesia, salah satu ikan yang banyak dibudidayakan yaitu ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus). Berdasarkan data Direktur Jenderal Perikanan
Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi ikan lele pada tahun
2013 mencapai 670.000 ton. (Anonim, 2014). Tulang ikan lele dapat diolah
menjadi gelatin sehingga mengurangi jumlah limbah tulang dan juga
memberikan nilai tambah produk ikan.
Pengolahan tulang menjadi gelatin dilakukan dengan beberapa tahap.
Ekstraksi gelatin membutuhkan perlakuan basa atau asam untuk mendapatkan
kolagen yang ikatan silangnya putus kemudian diikuti dengan ekstraksi
menggunakan air hangat. Anggraeni (2013) menyatakan ekstraksi dilakukan
dengan perendaman menggunakan asam asetat 4% selama 7 jam dan dicuci
dengan pH netral. Junianto (2006) menyatakan demineralisasi dilakukan
dengan merendam tulang ikan dalam HCl 5% selama 48 jam. Perlakuan panas
dibutuhkan untuk merusak konfigurasi triple helix kolagen dan untuk
mengubah bentuk helix menjadi bentuk bergulung, menghasilkan fase gelatin

ketika dingin (Djabourov et al., 1993). Menurut Fatimah (2008), ekstraksi
gelatin tulang ikan dilakukan pada suhu 50-80ºC.
Salah satu sifat fisik paling penting dari gelatin adalah gel strength. Gel
strength dari gelatin ikan secara khas lebih rendah dibanding gelatin mamalia

(Gilsenan dan Ross-Murphy, 2000). Penelitian Sanaei (2013) menunjukkan
bahwa gelatin sapi memiliki gel strength lebih tinggi (300 gram bloom)

3

dibanding tulang ikan lele (230,25 gram bloom). Ini berkaitan dengan
kemampuan pembentukan gel yang rendah dari gelatin tersebut disebabkan
pendeknya rantai molekul gelatin. Oleh karena itu perlu diteliti lebih lanjut
bagaimana cara meningkatkan kualitas gelatin tulang ikan sehingga dapat
menyamai gelatin mamalia. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan metode fosforilasi.
Fosforilasi merupakan metode derivatisasi kimia dengan mengikat grup
fosfat pada gugus-gugus reaktif protein (Woo et al., 1982). Modifikasi kimia
dengan derivatisasi gugus-gugus rantai samping besar manfaatnya untuk
memperbaiki sifat fungsional protein (Cheftel et al., 1985). Kaewruang (2014)

menyatakan bahwa fosforilasi menggunakan STPP (Sodium Tripolyphosphate)
pada pretreatment dan proses ekstraksi dapat meningkatkan sifat gel dari
gelatin ikan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
asam (HCl dan CH3COOH3) dan fosforilasi menggunakan STPP (Sodium
Tripolyphosphate) terhadap sifat fisik dan kimia gelatin tulang ikan lele dumbo

(Clarias gariepinus).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi asam dan jenis asam terhadap sifat fisik
dan kimia gelatin yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi

STPP terhadap sifat fisik dan kimia

gelatin yang dihasilkan?
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi dan jenis asam terhadap sifat fisik dan
kimia gelatin tulang ikan lele.
2. Mengetahui pengaruh fosforilasi menggunakan STPP terhadap sifat fisik

dan kimia gelatin tulang ikan lele.

4

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
a. Memberikan alternatif bahan baku pembuatan gelatin dari limbah tulang
ikan lele sehingga meningkatkan nilai ekonomisnya.
b. Menyediakan sumber gelatin yang berkualitas baik dan diterima oleh semua
kalangan sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap gelatin
impor.
c. Meningkatkan kualitas gelatin tulang ikan lele sehingga bisa menyamai
kualitas gelatin di pasaran.