STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA.

(1)

Ali Shodikin, 2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR HAK CIPTA ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ...vii

UCAPAN TERIMA KASIH ...vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ...10

1.5 Definisi Operasional ...10

BAB II LANDASAN TEORI ...12

2.1 Kajian Pustaka ...12

2.2 Penelitian yang Relevan dan Keterbaruan ...36

2.3 Kerangka Berpikir ...39

2.4 Hipotesis Penelitian ...41

BAB III METODE PENELITIAN ...43

3.1 Lokasi dan Subyek Penelitian ...43

3.2 Desain Penelitian ...44

3.3 Variabel Penelitian ...45

3.4 Prosedur Penelitian ...46


(2)

Ali Shodikin, 2014

3.6 Proses Pengembangan Instrumen Penelitian ...51

3.7 Metode Pengumpulan Data ...58

3.8 Rencana Analisis Data ...60

3.9 Jadwal Penelitian ...64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...65

4.1 Hasil Penelitian ...65

4.2 Pembahasan ...116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...140

5.1 Kesimpulan ...140

5.2 Saran ...142

DAFTAR PUSTAKA ...145

LAMPIRAN ...151


(3)

Ali Shodikin, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Matematika dengan Strategi

Abduktif-Deduktif ... 25

Tabel 2.2 Matriks Hubungan antara Pembelajaran Matematika dengan Strategi Abduktif-Deduktif dengan Peningkatan Kemampuan Penalaran, Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis ... 26

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 44

Tabel 3.2 Kisi-kisi Disposisi Matematis ... 49

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 53

Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 56

Tabel 3.5 Tolak Ukur Taraf Kesukaran Soal Uraian ... 57

Tabel 3.6 Rencana Komposisi Anggota Sampel ... 61

Tabel 3.7 Klasifikasi N-Gain ... 62

Tabel 3.8 Keterkaitan antara Kemampuan Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Siswa, Kelas Penelitian serta Kemampuan Awal Matematis 62 Tabel 3.9 Jadwal Penelitian ... 64

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Data Awal Kemampuan Matematis Siswa Kelas Sampel ... 66

Tabel 4.2 Output Uji Normalitas Distribusi Data Awal ... 67

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Awal ... 68

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Nilai Kemampuan Awal Matematis . 69 Tabel 4.5 Komposisi Anggota Sampel ... 70

Tabel 4.6 Deskripsi Statistik Data Kemampuan Penalaran, Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis ... 71

Tabel 4.7 Rekapitulasi Data Kemampuan Awal Penalaran Matematis ... 73

Tabel 4.8 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 74


(4)

Ali Shodikin, 2014

Tabel 4.9 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 75 Tabel 4.10 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 75 Tabel 4.11 Rekapitulasi Data Kemampuan Akhir Penalaran Matematis ... 76 Tabel 4.12 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 77 Tabel 4.13 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 78 Tabel 4.14 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes Kemampuan Penalaran

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 79 Tabel 4.15 Rekapitulasi Data Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis . 80 Tabel 4.16 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...81 Tabel 4.17 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...82 Tabel 4.18 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Penalaran

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...83 Tabel 4.19 Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap

Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ...84 Tabel 4.20 Rekapitulasi Data Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis ...86 Tabel 4.21 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...87 Tabel 4.22 Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...88 Tabel 4.23 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Pretes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 89 Tabel 4.24 Rekapitulasi Data Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis


(5)

Ali Shodikin, 2014

Tabel 4.25 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...91 Tabel 4.26 Uji Homogenitas Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...92 Tabel 4.27 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 92 Tabel 4.28 Rekapitulasi Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 93 Tabel 4.29 Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...94 Tabel 4.30 Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 95 Tabel 4.31 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 96 Tabel 4.32 Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal

Matematis (KAM) terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...97 Tabel 4.33 Rekapitulasi Data Disposisi Awal Matematis ...99 Tabel 4.34 Uji Normalitas Skor Pretes Disposisi Matematis Berdasarkan

Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...100 Tabel 4.35 Uji Homogenitas Skor Pretes Disposisi Matematis Berdasarkan

Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...101 Tabel 4.36 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Pretes Disposisi Matematis

Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...101 Tabel 4.37 Rekapitulasi Data Disposisi Akhir Matematis ...102 Tabel 4.38 Uji Normalitas Skor Postes Disposisi Matematis Berdasarkan

Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...103 Tabel 4.39 Uji Homogenitas Skor Postes Disposisi Matematis Berdasarkan


(6)

Ali Shodikin, 2014

Tabel 4.40 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Postes Disposisi Matematis

Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...104

Tabel 4.41 Rekapitulasi Data Peningkatan Disposisi Matematis ...105

Tabel 4.42 Uji Normalitas Peningkatan Disposisi Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...106

Tabel 4.43 Uji Homogenitas Peningkatan Disposisi Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...107

Tabel 4.44 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Peningkatan Disposisi Matematis Berdasarkan Kemampuan Awal Matematis (KAM) ...108

Tabel 4.45 Hasil Uji Interaksi antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematis (KAM) terhadap Peningkatan Disposisi Matematis ...109

Tabel 4.46 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis Penelitian ...111

Tabel 4.47 Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru ...114


(7)

Ali Shodikin, 2014

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Kerja Berpikir Abduktif ... 21

Gambar 2.2 Model Kerangka Kerja PSAD ... 22

Gambar 2.3 Skema Pembelajaran dengan Strategi Abduktif-Deduktif ... 24

Gambar 2.4 Kedudukan Masalah yang Diteliti ... 39

Gambar 3.1 Skema Penelitian ... 47

Gambar 3.2 Bagan Uji Statistik ... 64

Gambar 4.1 Grafik Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 85

Gambar 4.2 Grafik Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 98

Gambar 4.3 Grafik Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Disposisi Matematis ...110

Gambar 4.4 Diagram Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran ...114


(8)

Ali Shodikin, 2014

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN (PEMBELAJARAN)

A.1 Penggalan Silabus ... 138

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 143

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 164

A.4 Alternatif Jawaban LKS ... 184

LAMPIRAN B: INSTRUMEN PENELITIAN (UJI) B.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Penalaran dan Pemecahan masalah ... 202

B.2 Soal Kemampuan Penalaran dan Pemecahan masalah ... 206

B.3 Kunci Jawaban Soal Kemampuan Penalaran dan Pemecahan masalah 207 B.4 Kisi-Kisi dan Angket Disposisi Matematis ... 214

B.5 Lembar Pengamatan Kinerja Guru ... 217

B.6 Lembar Penilaian Aktivitas Siswa ... 231

B.7 Pedoman dan Format Wawancara ... 236

LAMPIRAN C: INSTRUMEN DAN ANALISIS INSTRUMEN UJI COBA ... C.1 Kisi-Kisi Soal Uji Coba Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah ... 238

C.2 Soal Uji Coba Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah ... 242

C.3 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah ... 244

C.4 Kisi-Kisi dan Angket Uji Coba Disposisi Matematis ... 251

C.5 Data Tes Ujicoba Soal Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah ... 254

C.6 Perhitungan Validitas Instrumen Tes ... 255

C.7 Perhitungan Reliabelitas Instrumen ... 256

C.8 Perhitungan Taraf Kesukaran Instrumen ... 257

C.9 Perhitungan Daya Pembeda Instrumen ... 258


(9)

Ali Shodikin, 2014

C.11 Data Angket Ujicoba Konversi ... 260

C.12 Hasil Angket Konversi ... 263

C.13 Hasil Angket Konversi Disesuaikan ... 265

C.14 Validitas Instrumen oleh Ahli ... 274

LAMPIRAN D: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN D.1 Data Kemampuan Awal Matematis Siswa ... 281

D.2 Rekapitulasi Hasil Uji Kemampuan Awal Matematis ... 282

D.3 Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematis ... 285

D.4 Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematis ... 287

D.5 Uji Perbedaan Rata-rata Data Kemampuan Awal Matematis ... 288

D.6 Pembagian KAM Siswa ... 289

D.7 Rekapitulasi Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru 290 D.8 Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 294

D.9 Data Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 298

D.10 Data Skor Kemampuan Pemecahan Masalah ... 299

D.11 Data Skor Disposisi Matematis ... 300

D.12 Deskripsi Statistik Data Skor Kemampuan Penalaran, Pemecahan Masalah dan Disposisi ... 309

D.13 Analisis Data Kemampuan Awal Penalaran Matematis ... 310

D.14 Analisis Data Kemampuan Akhir Penalaran Matematis ... 319

D.15 Analisis Data Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 328

D.16 Analisis Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Kemampuan Penalaran Matematis ... 336

D.17 Analisis Data Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematis ... 339

D.18 Analisis Data Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematis ... 348

D.19 Analisis Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 356

D.20 Analisis Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 364


(10)

Ali Shodikin, 2014

D.22 Analisis Data Kemampuan Akhir Disposisi Matematis ... 376

D.23 Analisis Data Peningkatan Disposisi Matematis ... 385

D.24 Analisis Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Disposisi Matematis ... 394

LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN E.1 Foto-Foto Kegiatan Penelitian ... 398

E.2 Surat Keterangan Ijin Penelitian dari SPs UPI ... 399

E.3 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMA ... 401


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian

Pendidikan memegang peran penting dalam menciptakan manusia-manusia yang berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi luhur. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melakukan inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan, misalnya melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran, pelatihan kependidikan bahkan sampai penggantian kurikulum. Usaha peningkatan profesionalisme guru juga dilakukan, misalnya melalui program beasiswa kepada guru-guru untuk melanjutkan pendidikan.

Berbagai usaha tersebut tampaknya belum berhasil meningkatkan mutu pendidikan tanah air, terutama dalam bidang matematika. Salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di Indonesia dikatakan cenderung rendah adalah hasil penilaian dari lembaga internasional pemerhati matematika dan sain yakni Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) di tahun 1999, 2003, 2007 dan 2011. Hasil penelitian TIMMS menempatkan Indonesia pada peringkat yang masih rendah dengan perolehan skor yang jauh di bawah rata-rata internasional (Balitbang (2011), TIMMS (2011)). Hasil ini menunjukkan bahwa daya saing siswa Indonesia di tingkat internasional masih rendah.

Rendahnya prestasi belajar siswa Indonesia berdasarkan TIMSS tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal dengan karakteristik seperti pada soal-soal TIMSS. Kemampuan yang diukur oleh TIMSS disebut dengan kemampuan literasi, dimana dalam matematika diserap menjadi istilah literasi matematis. Kompetensi-kompetensi literasi matematis yang dimaksud (Steen, 2001), meliputi: berpikir dan bernalar matematik (mathematics thinking

and reasoning), argumentasi matematik (mathematical argumentation),


(12)

komunikasi matematika (mathematical communication), pemodelan (modeling), pemecahan masalah (problem posing and solving), representasi (representation), penyimbolan (symbols), penggunaan alat bantu dan teknologi (tools and

technology).

Berdasarkan hasil ujicoba soal kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis yang dilakukan peneliti di salah satu SMA di Kota Bandung menunjukkan bahwa rata-rata skor yang diperoleh siswa baru mencapai 36%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa terutama kemampuan penalaran dan pemecahan masalah masih rendah. Hasil dokumentasi nilai siswa kelas XI yang dilakukan oleh peneliti di salah satu SMA di Kabupaten Pati juga menunjukkan hasil belajar yang masih rendah, yakni hanya mencapai 48%. Hasil studi yang dilakukan oleh Rahayu (2013) juga menyatakan hasil yang sama dan menambahkan alasan rendahnya hasil belajar siswa disebabkan diantaranya karena kurangnya penalaran matematis siswa.

Kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan literasi yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran matematika. Hal ini juga sependapat dengan yang ditetapkan oleh National Council of Teacher

Mathematics (NCTM). Adapun kompetensi-kompetensi yang perlu dimiliki siswa

melalui pembelajaran matematika yang ditetapkan oleh NCTM (2000) adalah: (1) pemecahan masalah (problem solving); penalaran dan pembuktian (reasoning and

proof); (3) komunikasi (communication); (4) koneksi (connection); dan (5)

representasi (representation). Kompetensi-kompetensi tersebut termasuk pada kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi (high order mathematical

thinking) yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika.

Laporan hasil studi Henningsen & Stein (1997), Mullis, dkk (2000), Suryadi (2005), dan Murni (2013) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya belum terfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Siswa lebih dominan menyelesaikan soal dari buku teks dan kurang memperoleh masalah non rutin yang dapat melatih kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi. Dengan demikian perlu adanya upaya untuk mengembangkan pembelajaran matematika yang berorientasi pada pengembangan


(13)

kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sumarmo (2005: 5) berpendapat bahwa kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi (high order mathematical thinking) diantaranya adalah kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.

Kemampuan penalaran merupakan karakteristik utama matematika yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mempelajari dan mengembangkan matematika atau menyelesaikan suatu masalah matematika (Ansjar & Sembiring, 2000). Bahkan, implementasi pembelajaran yang menekankan kehadiran penalaran juga telah direkomendasikan oleh NCTM (2000: 262) dengan menyatakan bahwa penalaran merupakan bagian dari kegiatan belajar-mengajar matematika. Hal ini diperkuat pula berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sabri tahun 2003 (dalam Kusnandi, 2008a: 2) yang menyatakan bahwa konsep pembuktian matematika di perguruan tinggi pun sangat lemah dan menyarankan agar kurikulum sekolah menengah atas hendaknya mempersiapkan siswa lebih baik lagi dalam pembuktian matematika. Secara spesifik pembuktian matematika di tingkat sekolah menengah atas termasuk ke dalam kemampuan penalaran matematis. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kemampuan penalaran matematis di tingkat siswa sekolah menengah atas perlu mendapat perhatian untuk lebih ditingkatkan di samping pemecahan masalah matematis.

Analisis penyelesaian masalah matematika, seperti yang dilaporkan Wahyudin (1999) dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa kegagalan menguasai matematika dengan baik, disebabkan diantaranya karena siswa kurang menggunakan nalar dalam menyelesaikan masalah. Demikian juga kesimpulan Kennedy (Hudoyo, 1990) dalam hasil penelitiannya tentang penelitian penalaran di Amerika Serikat serta pernyataan Ansjar & Sembiring (2000) sebagai pakar matematika yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran sangat diperlukan siswa untuk menyelesaikan suatu masalah matematika. Bahkan sering kali kemampuan penalaran ini masih sering diabaikan (Nizar, 2007: 74). Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika kemampuan penalaran matematis perlu diperhatikan mengingat untuk dapat menyelesaikan suatu masalah matematika diperlukan kemampuan nalar siswa.


(14)

Fakta yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, baik di tingkat pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi masih rendah. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian Sumarmo, 1993, 1994 dan 1999; Hasbullah, 2000; Soekisno, 2002; Sugandi, 2002; Sutrisno, 2002; Wardani, 2002; Suwaningsih, 2004; Hafriani, 2004; Atun, 2006; Noer, 2007; Dwijanto, 2007 (dalam Ibrahim 2011) bahwa secara klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis belum mencapai taraf minimal yang dianggap memuaskan atau kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan. Demikian pula berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Azhar (2013) di beberapa Madrasah Aliyah di DKI Jakarta menyatakan bahwa siswa-siswi MA hanya mampu menyelesaikan masalah yang hanya melibatkan suatu konsep matematika saja (kemampuan pemahaman matematis), namun kesulitan dalam menghadapi permasalahan yang melibatkan beberapa konsep matematika seperti pemecahan masalah. Pada umumnya, taraf minimal dianggap memuaskan atau mencapai kriteria ketuntasan belajar minimal jika lebih dari 60% dari skor ideal (Wahidmurni dkk, 2010). Melihat kenyataan ini, maka perlu adanya penerapan pembelajaran yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Sikap siswa terkait disposisi matematik juga perlu menjadi perhatian khusus para guru dalam pembelajaran matematika. Rendahnya disposisi siswa diperlihatkan dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh Kesumawati (2010) pada siswa SMP di Kota Palembang yang menunjukkan perolehan skor rata-rata disposisi yang baru mencapai 58% yang diklasifikasikan rendah. Padahal disposisi matematis juga merupakan faktor pendukung dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa (Mudzikah, 2012). Dimana untuk dapat meningkatkan disposisi matematis ini diperlukan sebuah proses pembelajaran yang mampu meningkatkan rasa percaya diri siswa, gigih dan tekun mengerjakan tugas, berminat, memiliki rasa ingin tahu dan daya temu dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan materi, bergairah dan memiliki perhatian serius dalam belajar, mengapresiasi peran belajar, dan berbagi pendapat dengan orang lain. Hasil penelitian Martin (2003) pada siswa-siswa SMP di


(15)

Indonesia yang ber-IQ tinggi (di atas 120), mengungkapkan bahwa sebagian besar kegagalan mereka dalam pelajaran matematika di sekolah bukan disebabkan pada IQ mereka tetapi pada pengendalian emosi. Lebih jauh Martin (2003) dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa banyak orang yang kemampuan nalarnya baik namun tanpa kecerdasan emosional yang baik pula ternyata akan menjadi batu sandungan bagi lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan pentingnya perhatian terhadap kecerdasan emosional, secara umum tentang disposisi matematis siswa merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.

Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Disposisi matematis siswa merupakan manifestasi dari cara siswa menyelesaikan tugas-tugas, apakah penuh percaya diri, keinginan untuk mengeksplorasi ide-ide, ketekunan dan minat, dan kecenderungan untuk melakukan refleksi terhadap pikirannya. Tanpa memperhatikan disposisi matematis tentunya akan melahirkan pembelajaran yang tidak didasari oleh kesadaran siswa, padahal kesadaran individu siswa inilah yang penting.

Berdasarkan analisis pendahuluan terhadap pemecahan masalah, penalaran dan disposisi matematis siswa dipandang perlu untuk mengembangkan suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan tersebut. Kerangka umum dalam menghadapi suatu masalah matematika adalah kemampuan mengidentifikasi fakta-fakta yang diberikan (data) dan merumuskan apa yang ditanyakan dalam masalah itu (target akhir). Dalam proses menemukan solusi target akhir berdasarkan data yang diberikan, diperlukan kemampuan mengelaborasi data dengan aturan yang sahih. Namun tidak sedikit masalah dalam matematika yang lebih mudah diselesaikan dengan menambahkan tahapan dengan merumuskan suatu kondisi yang relevan (target antara) sehingga berdasarkan kondisi tersebut akan mengantarkan pada target akhir yang ditanyakan. Proses inilah yang dinamakan dengan proses kunci.

Kerangka umum seperti yang diuraikan di atas telah dikembangkan Kusnandi (2008a) dalam model pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (PSAD) untuk menumbuhkembangkan kemampuan membuktikan pada


(16)

mahasiswa pemula yang belajar pembuktian. Kerangka kerja PSAD yang menyajikan bukti secara tidak formal ini sangat cocok untuk calon guru, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa calon guru yang belajar dengan PSAD memiliki kemampuan membuktian yang lebih baik daripada mahasiswa yang belajar secara ekspositori. Kerangka kerja PSAD ini telah dikaji secara teoritis oleh Kusnandi (2008b) kemungkinan diterapkannya pada masalah pembuktian yang lebih abstrak dalam mata kuliah bidang kajian analisis real dan aljabar abstrak.

Penelitian ini mengadaptasi kerangka kerja PSAD dimana penerapannya pada materi matematika di tingkat sekolah menengah atas untuk mengukur kemampuan peningkatan penalaran, pemecahan masalah, dan disposisi matematis siswa. Strategi ini merupakan suatu strategi pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan masalah kepada siswa, kemudian mereka dituntut untuk dapat mengelaborasi setiap informasi atau fakta yang diberikan. Melalui strategi ini, masalah yang diberikan harus dapat mengantarkan siswa untuk memahami objek-objek matematika dan kaitan antara objek-objek matematika yang satu dengan objek-objek yang lainnya. Guru mendorong siswa untuk melakukan transactive reasoning seperti mengkritik, menjelaskan, mengklarifikasi, menjastifikasi dan mengelaborasi suatu gagasan yang diajukan, baik yang diinisiasi oleh siswa maupun guru.

Untuk dapat terlibat di dalam diskusi transaktif, kemampuan awal matematika siswa memegang peranan yang sangat penting. Gagasan-gagasan yang muncul seringkali berkembang secara bertahap sehingga mampu membangun suatu konsep matematika yang komprehensif dari informasi yang diperoleh sebelumnya. Dengan kata lain, dalam pembelajaran matematika perlu diperhatikan kemampuan awal matematis siswa (Arend, 2008). Adapun kemampuan awal matematis (KAM) siswa dikategorikan dalam tiga kategori yakni atas, tengah dan bawah. Pengelompokan ini digunakan untuk melihat secara lebih detail pengaruh pembelajaran terhadap kemampuan maupun peningkatan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa pada tiap kategori KAM. Selain itu, digunakan pula untuk melihat apakah ada pengaruh


(17)

bersama (interaksi) antara pembelajaran yang dilakukan dengan KAM siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.

Diharapkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dalam pembelajaran matematika dapat menjadi jembatan yang mampu meningkatkan kemampuan penalaran, pemecahan masalah, dan disposisi matematis siswa. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Strategi

Abduktif-Deduktif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran, Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa SMA.

1.2

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang penelitian, permasalahan dibatasi pada kajian

untuk menjawab pertanyaan penelitian: “apakah penerapan pembelajaran dengan

strategi abduktif-deduktif dapat meningkatkan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa SMA”. Rumusan masalah ini dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan?

3. Adakah interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis?

4. Apakah pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik


(18)

daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan?

5. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan?

6. Adakah interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah?

7. Apakah terdapat perbedaan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan?

8. Apakah peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan?

9. Adakah interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan disposisi matematis?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijabarkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan.


(19)

2. Menelaah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif terhadap pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan.

3. Menelaah interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis.

4. Menelaah pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan.

5. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif terhadap pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan.

6. Menelaah interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah.

7. Menelaah pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dengan pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan.

8. Menelaah peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif terhadap pembelajaran ekspositori ditinjau dari kemampuan awal matematis siswa (atas, tengah, bawah) maupun keseluruhan.

9. Menelaah interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan matematis siswa terhadap peningkatan disposisi matematis.


(20)

1.4

Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat menguji potensi penerapan pembelajaran matematika dengan strategi abduktif-deduktif dalam meningkatkan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis serta interaksinya terhadap kemampuan awal matematis (KAM) siswa di sekolah menengah atas (SMA). Harapannya penelitian ini nantinya dapat memperkaya dan digunakan sebagai dasar dalam penelitian selanjutnya yang sejenis. Disamping itu, manfaat lain yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Tersusunnya hasil penelitian yang bermanfaat bagi guru maupun peneliti kaitannya dengan upaya pengembangan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa.

2. Tersusunnya model kerangka berpikir penerapan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif di tingkat sekolah menengah atas yang dapat digunakan sesuai dengan pengalaman belajar yang diperoleh siswa.

1.5

Definisi Operasional

1. Strategi Abduktif-Deduktif

Strategi Abduktif-Deduktif dalam penelitian ini merupakan strategi pembelajaran yang mengikuti sintak pembelajaran: (1) orientasi terhadap masalah, (2) mengorganisasi untuk belajar, (3) menganalisis dan mengevaluasi proses, (4) menggeneralisasi temuan-temuan yang diperoleh, dan (5) pembahasan strategi masalah yang lebih banyak.

2. Kemampuan Penalaran Matematis

Kemampuan penalaran adalah proses berpikir yang bertujuan untuk menyusun suatu kesimpulan dari data yang awal yang diketahui dengan aturan atau cara yang sah. Kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini meliputi (1) menarik kesimpulan secara logis; (2) memperkirakan jawaban dan proses solusi; (3) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik.


(21)

3. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah matematis (problem solving) dalam penelitian ini adalah (1) kemampuan mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan; (2) merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik; (3) menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru); dan (4) menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal.

4. Disposisi Matematis

Disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Disposisi matematis siswa merupakan manifestasi dari cara siswa menyelesaikan tugas-tugas, apakah penuh percaya diri, dengan keinginan kuat untuk mengeksplorasi ide-ide, dengan ketekunan dan minat, dan kecenderungan untuk melakukan refleksi terhadap pikirannya. Dalam penelitian ini, disposisi matematis meliputi: (1) rasa percaya diri, (2) gigih dan tekun mengerjakan tugas, (3) berminat, rasa ingin tahu dan daya temu dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan materi, (4) bergairah dan perhatian serius dalam belajar, (5) mengapresiasi peran belajar, dan (6) berbagi pendapat dengan orang lain.

5. Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Kemampuan awal matematis (KAM) diperoleh dari perhitungan rata-rata nilai ulangan sebelumnya (2 ulangan), UTS dan UAS siswa kelas sampel penelitian. Bobot masing-masing nilai tersebut berturut-turut 20%, 30% dan 50%. Skor KAM ini digunakan untuk mengetahui keadaan awal kelas sampel (kelas eksperimen dan kelas kontrol) apakah berasal dari keadaan awal yang sama atau tidak, sekaligus pengelompokan kategori KAM yang digunakan dalam analisis data hasil penelitian. Pengelompokan siswa berdasarkan kategori KAM digolongkan dalam kelompok atas, tengah dan bawah. Adapun kriteria penetapan kategori didasarkan pada rataan ( ̅) dan simpangan baku (s), yakni:

KAM ̅ + s : siswa level KAM atas

̅ - s KAM < ̅ + s : siswa level KAM tengah KAM ̅ - s : siswa level KAM bawah.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Subyek Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006: 130). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI pada salah satu SMA di Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2013/2014. Alasan pemilihan populasi penelitian di SMA ini, dikarenakan SMA tersebut merupakan salah satu sekolah level sedang. Hal ini dilihat dari hasil ujian nasional tahun 2012/2013. Tidak dipilihnya sekolah dengan klasifikasi baik karena dimungkinkan cenderung hasilnya baik dan baiknya hasil tidak dikarenakan pembelajaran yang dilakukan. Demikian tidak dipilihnya dari sekolah dengan klasifikasi rendah, dimungkinkan cenderung hasilnya rendah dan rendahnya hasil tidak dikarenakan pembelajaran yang dilakukan (Darhim, 2004: 64). Alasan lainnya, guru matematika yang bersangkutan sedang mencari model pembelajaran yang cocok untuk materi suku banyak dan tertarik dengan model pembelajaran yang diterapkan sehingga dapat dijadikan rekan dalam penelitian.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006:131). Sampel dalam penelitian ini dipilih dua kelas yang memiliki kemampuan awal sama dari delapan kelas XI secara purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kedua kelas tersebut dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol yang masing-masing berjumlah 34 siswa. Alasan pemilihan sampel di kelas XI dikarenakan materi yang diperkirakan cocok dengan model pembelajaran yang diterapkan berada di kelas XI yakni materi suku banyak. Pemilihan materi suku banyak dikarenakan banyaknya aturan-aturan dalam materi tersebut yang sangat diperlukan pada model pembelajaran yang diterapkan. Sedangkan pemilihan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan dengan cara acak tak sesungguhnya, yakni dengan memilih secara acak dari kelas yang ada. Hal ini dikarenakan, tidak dimungkinkan


(23)

peneliti membentuk kelas baru sehingga memilih unit sampelnya adalah berdasarkan kelas. Selanjutnya masing-masing kelas tersebut diidentifikasi berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa, yakni kemampuan awal atas, tengah dan bawah. Kemampuan awal matematis siswa diperoleh dengan mengindentifikasi berdasarkan nilai ulangan sebelumnya, UTS dan UAS siswa tersebut.

3.2

Desain Penelitian

Penelitian ini menerapkan desain kuasi eksperimen karena subyek untuk kelas eksperimen dan kontrol tidak dipilih secara acak tetapi peneliti menggunakan keadaan subyek seadanya. Hal ini disebabkan oleh sistem sekolah yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pemilihan subyek secara acak. Kuasi eksperimen ini menggunakan desain pretes-postes, preskala-posskala dan kelompok kontrol tidak acak (nonrandomized control group, pretest-posttest

design). Secara sederhana, desain tersebut disajikan sebagai berikut:

Eksperimen : O X O Kontrol : O O

Keterangan : O = pretes/postes kemampuan penalaran dan pemecahan masalah, preskala/posskala disposisi

X = perlakuan (pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif) Pengelompokan data digunakan desain faktorial 3x2 yang disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain Penelitian Kelas

Kemampuan

Eksperimen (A1)

Kontrol (A2) Kemampuan Awal

Atas (B1) A1 B1 A2 B1

Kemampuan Awal

Tengah (B2) A1 B2 A2 B2

Kemampuan Awal


(24)

Keterangan:

A1 : Kelompok siswa pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif A2 : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran ekspositori.

A1B1 : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dan memiliki kemampuan awal matematis atas. A2B1 : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran ekspositori dan

memiliki kemampuan awal matematis atas.

A1B2 : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dan memiliki kemampuan awal matematis tengah. A2B2 : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran ekspositori dan

memiliki kemampuan awal matematis tengah.

A1B3 : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dan memiliki kemampuan awal matematis bawah. A2B3 : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran ekspositori dan

memiliki kemampuan awal matematis bawah.

3.3

Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut untuk ditarik kesimpulan. Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab dan nilai-nilainya tidak tergantung pada variabel lain. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran, yakni:

X1 : pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif.

X2: pembelajaran dengan model pembelajaran ekspositori.

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang menjadi akibat dari suatu penyebab dan nilai-nilainya bergantung pada variabel lain. Variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah kemampuan penalaran matematis, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa pada materi suku banyak.


(25)

3.4

Prosedur Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimen. Penelitian dilaksanakan pada materi pokok suku banyak yang dilaksanakan sebanyak tujuh kali pertemuan. Lima pertemuan digunakan untuk menyampaikan materi, pertemuan pertama dan terakhir digunakan untuk pretes-postes. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Studi pendahuluan: identifikasi masalah, studi literatur dan lain-lain. 2. Menyusun instrumen penelitian.

3. Validasi instrumen oleh ahli.

4. Mengujicobakan instrumen tes uji coba pada kelas uji coba pada siswa yang sebelumnya telah diajar materi suku banyak.

5. Menganalisis data hasil uji coba instrumen tes uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan taraf kesukaran soal.

6. Menentukan butir soal dan instrumen yang memenuhi kriteria.

7. Mengambil data nilai ulangan, UTS, UAS mata pelajaran matematika kelas XI di SMA A tahun pelajaran 2013/2014.

8. Berdasarkan data nilai tersebut, selanjutnya digunakan untuk menentukan kelas sampel penelitian (kelas eksperimen dan kelas kontrol) dengan kemampuan sama dan klasifikasi Kemampuan Awal Matematis (KAM). 9. Memberikan pretes dan preskala disposisi siswa pada kelas sampel penelitian. 10. Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

menggunakan model pembelajaran yang telah ditentukan.

11. Melaksanakan tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah serta memberikan posskala disposisi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 12. Menganalisis data hasil tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan

masalah, skala disposisi matematis dan hasil pengamatan. 13. Menyusun hasil penelitian.

14. Diseminasi hasil penelitian. 15. Pengumpulan hasil penelitian.

Pelaksanaan penelitian diatas dapat dilihat pula pada skema penelitian yang disajikan oleh gambar 3.1. sebagai berikut.


(26)

Gambar 3.1 Skema Penelitian

Penyusunan instrumen dan validasi ahli Studi Pendahuluan

Uji coba instrumen

Analisis untuk menentukan instrumen tes

Data nilai UAS, UTS, ulangan harian kelas XI SMA A

Berdasarkan hasil nilai UAS, UTS, ulangan harian, dipilih satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol dengan kemampuan seimbang

Kelas Eksperimen (Pembelajaran Strategi

Abduktif-Deduktif)

Kelas Kontrol (Model Pembelajaran

Ekspositori)

Menganalisis data

Menyusun hasil penelitian

Diseminasi hasil penelitian

Pengumpulan hasil penelitian

Pretes dan preskala disposisi matematis siswa

Proses Belajar Mengajar

Postes dan posskala disposisi matematis siswa


(27)

3.5

Instrumen Penelitian

Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari lima macam instrumen, yakni (1) bahan ajar, (2) instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah, (3) instrumen skala disposisi matematis siswa, (4) instrumen lembar pengamatan kinerja guru, dan (5) instrumen lembar penilaian aktivitas siswa. Berikut uraian mengenai instrumen tersebut.

3.5.1 Bahan Ajar

Bahan ajar yang dikembangkan meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Alternatif Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS yang disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan yakni pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif dan pembelajaran ekspositori. Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif meliputi: (1) orientasi terhadap masalah, (2) mengorganisasi untuk belajar, (3) menganalisis dan mengevaluasi proses, (4) menggeneralisasi temuan-temuan yang diperoleh, dan (5) pembahasan strategi masalah yang lebih banyak. Sedangkan pembelajaran ekspositori meliputi: (1) preparasi, (2) apersepsi, (3) presentasi dan (4) resitasi. Dalam pengembangannya juga mempertimbangkan kemampuan yang ingin dicapai, yakni kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah serta disposisi matematis yang dijabarkan dari silabus yang dibuat. Selengkapnya instrumen bahan ajar (Silabus, RPP, LKS, dan Alternatif Jawaban LKS) dapat dilihat pada lampiran A.1. sampai dan A.4.

3.5.2 Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Pemecahan Masalah

Dalam penelitian ini, instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah berbentuk tes tertulis yang terdiri dari 8 soal uraian. Penyusunan instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Menentukan materi pokok dalam penelitian ini yaitu suku banyak.

2) Menentukan bentuk tes yang digunakan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal uraian.


(28)

4) Membuat kisi-kisi soal dan menulis butir soal uji coba. 5) Membuat kunci jawaban dan pedoman penyekoran.

6) Melakukan validitas konstruk dan validitas isi kepada pembimbing. 7) Mengujicobakan instrumen.

8) Menganalisis hasil uji coba dan memilih butir soal yang memenuhi kriteria valid, reliabel, dan mempunyai daya pembeda yang signifikan.

Kisi-kisi soal, soal tes, kunci jawaban dan pedoman penyekoran instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.1 sampai B.3.

3.5.3 Instrumen Skala Disposisi Matematis Siswa

Instrumen skala disposisi matematis siswa dalam penelitian ini berbentuk pernyataan tipe Likert dalam empat sub skala yang terdiri dari 30 pernyataan yang diisi oleh siswa sebelum dan setelah perlakuan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Sub skala tersebut yakni: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Berikut merupakan kisi-kisi dari peryataan skala disposisi matematis siswa khususnya pada pokok bahasan suku banyak. Indikator yang digunakan dalam penyusunan pernyataan disposisi ini menggunakan indikator disposisi matematika menurut NCTM.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Disposisi Matematis

No. Indikator Nomer Item Pernyataan

Positif Negatif

1. Rasa percaya diri 1, 2 20, 16

2. Gigih dan tekun mengerjakan tugas suku banyak

4, 22 18, 24, 30 3. Berminat, rasa ingin tahu dan daya temu

dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan materi suku banyak.

7, 15 11, 17, 21

4. Bergairah dan perhatian serius dalam belajar suku banyak.

5, 6, 9, 10, 14, 19

13, 26 5. Mengapresiasi peran belajar suku

banyak.

3, 23 25, 27 6. Berbagi pendapat dengan orang lain. 8, 12 28, 29


(29)

Dalam menganalisis hasil skala disposisi, pernyataan tersebut ditransformasikan ke dalam skala kuantitatif (ordinal). Pemberian nilai dibedakan antara jenis pertanyaan yang bersifat positif dan negatif. Pernyataan skala disposisi yang bersifat positif pemberian skornya: SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Sedangkan pernyataan skala disposisi yang bersifat negatif pemberian skornya: SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS = 4.Selanjutnya, instrumen skala disposisi matematis siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.4.

3.5.4 Instrumen Lembar Pengamatan Kinerja Guru

Instrumen Lembar Pengamatan Kinerja Guru digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika mengajar dan sesuai tidaknya dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan. Instrumen ini juga dikembangkan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penyusunan instrumen disesuaikan dengan kisi-kisi pada model pembelajaran yang diterapkan. Bentuk instrumen berupa pernyataan tipe Likert dalam empat sub skala yang masing-masing terdiri dari 15 pernyataan yang diisi oleh guru atau pengamat saat kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai bahan evaluasi guru. Instrumen lembar pengamatan kinerja guru selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.5.

3.5.5 Instrumen Lembar Penilaian Aktivitas Siswa

Lembar penilaian aktivitas siswa ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Lembar ini berisi mengenai kegiatan yang dilakukan siswa selama kegiatan berlangsung, meliputi kegiatan penyampaian informasi dan mengkomunikasikan gagasan secara lisan. Instrumen ini dikembangkan berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penyusunan instrumen disesuaikan dengan kisi-kisi pada model pembelajaran yang diterapkan. Dalam pengisiannya, guru atau pengamat diminta

memberikan tanda cek (√) pada kotak skala nilai sesuai dengan aktivitas yang

dilakukan siswa. Tiap indikator memiliki kategori nilai masing-masing dari 4, 3, 2, atau 1 sesuai pedoman penskoran yang telah diberikan pada tiap-tiap item. Lembar ini diisi oleh guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Instrumen lembar penilaian aktivitas siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.6.


(30)

3.5.6 Instrumen Wawancara

Tujuan diadakan wawancara adalah untuk menggali lebih jauh dan lebih dalam tentang kesalahan, kekeliruan, ataupun kegagalan dalam proses penyelesaian soal tes kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis. Idealnya wawancara dilakukan pada semua siswa, tetapi karena keterbatasan peneliti, tidak semua siswa diwawancarai. Peneliti hanya mengambil perwakilan siswa untuk masing-masing kategori KAM (atas, tengah, bawah) baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pengambilan perwakilan siswa dari masing-masing kategori dipilih berdasarkan pertimbangan banyaknya kesalahan yang dilakukan. Siswa yang dipilih adalah siswa yang paling banyak melakukan kesalahan dari masing-masing kategori. Dengan cara demikian diharapkan hasil wawancara perwakilan siswa dapat mewakili siswa secara keseluruhan. Untuk lebih jelasnya, tahapan pelaksanaan wawancara disusun sebagai berikut.

1. Memilih siswa yang melakukan kekeliruan paling banyak dari masing-masing kategori KAM.

2. Dari masing-masing kategori KAM, dipilih dua siswa sehingga terdapat 12 siswa yang diwawancarai. Pemilihan perwakilan pada masing-masing kategori juga dipilih dengan memperhatikan jenis kesalahan yang dilakukan dengan mengusahakan memilih siswa dengan kekeliruan yang berbeda-beda.

3. Meminta siswa untuk mencermati pekerjaannya kembali, khusus untuk nomer soal yang dikerjakan keliru atau tidak dijawab.

4. Mengadakan tanya-jawab dengan siswa secara bergiliran seorang-seorang dengan mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan oleh peneliti.

5. Mencatat hasil wawancara dalam format hasil wawancara. Pedoman dan format hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran B.7.

3.6

Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Berkaitan dengan pengembangan instrumen penelitian, semua instrumen yang dikembangkan dilakukan validasi. Instrumen bahan ajar, lembar kerja siswa


(31)

(LKS), lembar penilaian aktivitas siswa, dan instrumen lembar pengamatan kinerja guru dilakukan validitas ahli. Instrumen skala disposisi matematis siswa dilihat validitas dengan uji validitas dan reliabelitas. Instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah selain dilakukan validitas ahli juga dilakukan uji validitas empiris yang meliputi uji validitas, reliabelitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda dari hasil uji coba lapangan. Berikut uraian dari masing-masing uji empiris yang dilakukan.

3.6.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur. Oleh karena itu untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi seharusnya dilihat dari berbagai aspek diantaranya validitas isi, validitas muka dan validitas butir soal.

Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang akan dievaluasikan yaitu materi (bahan ajar) yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut yang merupakan sampel representatif dari penguasaan yang dikuasai. Validitas isi (content validity), artinya tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang akan diukur. Suatu tes matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila dapat mengukur Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator yang telah ditentukan sesuai dengan kurikulum yang dirujuk. Pertimbangan para pakar sangat berperan dalam menyusun validitas isi suatu instrumen, sehingga dalam penelitian ini, peneliti melibatkan para pakar (dua dosen pembimbing, dua guru mata pelajaran matematika dan tiga mahasiswa S-2 pendidikan matematika) tersebut dalam mengevaluasi instrument yang disusun.

Validitas muka atau validitas tampilan merupakan validitas dari segi keabsahan susunan kalimat yang digunakan dalam instrument sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan multi-tafsir. Validitas muka dalam penelitian ini melibatkan tiga siswa di sebuah SMA Negeri di Kota Bandung dengan tingkat pendidikan yang sama dengan subyek penelitian yang bertujuan melihat pemahaman terhadap soal dan kemungkinan mengerjakannya.


(32)

Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut. Rumus yang digunakan untuk mencari validitas soal uraian adalah rumus korelasi

product moment (Arikunto, 2009: 72), yaitu sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

keterangan:

= koefisien korelasi tiap item

N = banyaknya subjek uji coba

= jumlah skor item

∑ = jumlah skor total

= jumlah kuadrat skor item

∑ = jumlah kuadrat skor total

= jumlah perkalian skor item dan skor total.

Selanjutnya, hasil dibandingkan dengan harga kritik r product

moment dengan . Jika maka butir soal tersebut dinyatakan valid. Klasifikasi yang digunakan untuk melakukan analisis validitas berdasarkan koefisien validitas dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi Guilford (Suherman, 2003) yang ditunjukkan sebagai berikut.

Tabel 3.3.

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien Interpretasi

0,90 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi

0,70 < rxy≤ 0,90 Tinggi (baik)

0,40 < rxy≤ 0,70 Sedang (cukup)

0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah (kurang)

0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat rendah

rxy≤ 0,00 Tidak valid

Instrumen tes kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini telah diujicobakan kepada 34 siswa di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Banyaknya item soal adalah 8 soal berbentuk uraian. Harga rtabel dengan taraf signifikansi 5%, diperoleh rtabel = 0,339. Dengan


(33)

menggunakan perhitungan Microsoft Excel diperoleh hasil, dari 8 soal uraian yang diujicobakan, tiga butir soal yang tidak valid yaitu butir soal nomor 2, 7 dan 8, sehingga terdapat 5 soal uraian yang memenuhi kriteria valid yaitu item nomor 1, 3, 4, 5, dan 6. Kisi-kisi soal, soal tes, kunci jawaban dan pedoman penyekoran instrumen tes kemampuan penalaran matematis, pemecahan dan disposisi matematis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.1 sampai C.4. Sedangkan data skor hasil uji coba disajikan pada lampiran C.5 dan perhitungan validitas tes ujicoba selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.6.

Uji validitas instrumen skala disposisi digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu skala disposisi. Suatu pernyataan kuesioner dikatakan valid jika mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2012: 52). Berdasarkan analisis SPSS, untuk melihat validitas setiap pernyataan dari masing-masing indikator konstruk dapat dilihat pada kolom

Corrected Item-Total Correlation. Nilai ini sebenarnya merupakan hasil korelasi

antara tiap butir pertanyaan dengan totalnya yang dilakukan koreksi variannya (Yamin & Kurniawan, 2014: 284).

Dalam penelitian ini, analisis skala disposisi dilakukan pada 31 siswa, sehingga jika nilai Corrected Item-Total Correlation lebih besar dari r tabel (0,355), maka pernyataan tersebut valid. Berdasarkan tabel Item-Total Statistics, dari 30 pernyataan, 27 pernyataan tersebut valid dan 3 lainnya tidak valid (pernyataan: 10, 15, 25). Data respon hasil uji coba skala disposisi siswa dapat dilihat pada lampiran C.11 dan hasil uji validitas dengan menggunakan SPSS selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.12 dan C.13.

3.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu instrumen yang merupakan indikator dari konstruk. Suatu instrument dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reliabelitas dapat dilakukan dengan dua cara yakni:


(34)

(1) Repeated measure atau pengukuran berulang, dimana seseorang diberikan

pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda yang kemudian dilihat apakah ia konsisten dengan jawabannya atau tidak.

(2) One shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukurannya hanya dilakukan

sekali dan hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. SPSS menyediakan fasilitas untuk mengukur reliabilitas ini dengan uji statistik Cronbach Alfa. Menurut Nunnally (Ghozali, 2012: 52), suatu konstruk dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alfa > 0.70.

Reliabilitas berhubungan dengan ketetapan hasil suatu tes. Dalam penelitian ini uji reliabilitas yang dilakukukan menggunakan cara one shot.

Suatu tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap, artinya apabila tes dikenakan pada sejumlah subjek yang sama pada lain waktu, maka hasilnya akan tetap sama atau relatif sama.

Rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas soal tes uraian adalah rumus Alpha dalam Arikunto (2009:109), yaitu:

keterangan:

= reliabilitas yang dicari

∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item = varians total.

Rumus varians item soal (Arikunto, 2009: 110), yaitu:

(∑ ∑ )

keterangan :

∑ = jumlah item soal

∑ = jumlah kuadrat item soal = banyak item.


(35)

(∑ ∑ )

keterangan:

∑ = jumlah skor soal

∑ = jumlah kuadrat skor soal = banyak item.

Diperolehnya r11 sebenarnya baru diketahui tinggi rendahnya koefisien

tersebut. Agar lebih sempurnanya perhitungan reliabilitas sampai pada kesimpulan, hasil tersebut dikonsultasikan atau disesuaikan dengan tabel r

product moment dengan taraf signifikan ( ) = 5 %. Jika r11 > rtabel maka soal

tersebut reliabel.

Klasifikasi yang digunakan untuk melakukan analisis reliabelitas berdasarkan koefisien reliabelitas dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi Guilford (Suherman, 2003) yang ditunjukkan sebagai berikut.

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Interpretasi

0,90 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi

0,70 < r11≤ 0,90 Tinggi (baik)

0,40 < r11≤ 0,70 Sedang (cukup)

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah (kurang)

r11≤ 0,20 Sangat rendah

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilaksanakan kepada 34 siswa, diperoleh r11= 0,534 dan r tabel = 0,339. Diperoleh > rtabel, sehingga dapat

disimpulkan bahwa semua butir soal yang diujicobakan reliabel dan klasifikasi koefisiennya sedang. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.7.

Reliabilitas kaitannya dengan skala disposisi digunakan untuk mengukur konsistensi atau kestabilan kuesioner tersebut dari waktu ke waktu. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Spearman Brown dengan SPSS yang dapat dilihat hasilnya pada tabel Reliability Statistics. Pemilihan metode ini digunakan karena diasumsikan paralelisme antara kedua belahan terpenuhi. Ciri terpenuhinya asumsi ini adalah apabila kedua belahan tes


(36)

menghasilkan nilai rata-rata (mean) dan varians yang sebanding (Yamin & Kurniawan, 2014). Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh bahwa besarnya korelasi antara dua belahan sebesar 0,816. Sedangkan nilai koefisien

Spearman Brown adalah 0,899. Berdasarkan hasil tersebut, karena nilai koefisien Spearman Brown > 0,70, instrumen skala disposisi ini dikatakan reliabel.

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.13.

3.6.3 Tingkat Kesukaran Soal

Teknik perhitungan taraf kesukaran butir soal adalah menghitung berapa persen yang menjawab benar untuk tiap-tiap item. Untuk menginterpolasikan nilai taraf kesukaran soal uraian digunakan tolak ukur yang ditunjukkan pada tabel 3.5 sebagai berikut.

Tabel 3.5

Tolak Ukur Taraf Kesukaran Soal Uraian (Arifin, 1991:134)

Batas Nilai Kriteria Soal

Mudah

Sedang

Sukar

Tingkat kesukaran tes bentuk uraian dihitung dengan cara menentukan banyaknya siswa yang gagal menjawab dengan benar atau banyaknya siswa yang berada di bawah batas lulus (passing grade). Dalam penelitian ini peneliti menerapkan batas lulus ideal adalah 70 % dari skor maksimal.

Rumus yang digunakan untuk mencari taraf kesukaran soal bentuk uraian (Arifin, 1991:135) adalah:

Dari hasil analisis untuk soal uraian, diperoleh hasil butir soal nomor 2 dan 3 memenuhi kriteria mudah, soal nomor 1 memenuhi kriteria sedang, dan soal nomor 4, 5, 6, 7, 8 memenuhi kriteria sukar. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.8.


(37)

3.6.4 Daya Pembeda

Daya pembeda untuk test yang berbentuk uraian digunakan rumus uji t (Arifin, 1991:141) sebagai berikut:

√(∑ ∑ )

keterangan:

MH = rata-rata dari kelompok atas ML = rata-rata dari kelompok bawah

∑ = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas

∑ = jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok bawah N = banyaknya peserta tes

= 27 % x N

= banyak peserta tes kelompok atas = banyak peserta tes kelompok bawah.

Jika thitung > ttabel dengan derajat kebebasan =

dengan taraf signifikansi 5% maka daya pembeda soal tersebut signifikan. Pada = 5% dan dk = (17-1) + (17- 1) = 32, diperoleh ttabel = 2.03951. Berdasarkan

hasil perhitungan dengan menggunakan rumus daya pembeda untuk soal berbentuk uraian diperoleh 4 soal memiliki daya pembeda yang yang signifikan yaitu item soal nomor 1, 4, 5, dan 6. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.9.

Berdasarkan hasil perhitungan hasil uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda, serta masukan dari para pakar, delapan soal yang telah diujikan semuanya digunakan dengan melakukan perbaikan pada soal 2, 7, dan 8. Rekapitulasi uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal kemampuan selengkapnya disajikan pada lampiran C.10.


(38)

3.7

Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data meliputi metode dokumentasi, tes, angket dan observasi. Uraian untuk masing-masing metode dijelaskan sebagai berikut.

3.7.1 Metode Dokumentasi

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang mendukung penelitian yang meliputi daftar nama siswa yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini dan data nilai ulangan harian, ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS) semester gasal mata pelajaran matematika kelas XI di SMA tempat penelitian. Data ini digunakan untuk melihat normalitas, homogenitas, dan perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data ini juga sekaligus digunakan untuk mengelompokkan berdasarkan Kemampuan Awal Matematika (KAM).

3.7.2 Metode Tes

Metode ini untuk mengambil data kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah siswa pada materi suku banyak kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes dilakukan setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol dikenai perlakuan. Sebelum tes diberikan, soal tes terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran dari tiap-tiap butir tes pada kelas uji coba. Jika terdapat butir-butir yang tidak valid maka dilakukan perbaikan-perbaikan pada butir soal tersebut. Tes yang sudah melewati tahap perbaikan dan valid akan diberikan pada kelas sampel.

Pemberian tes diberikan dalam bentuk pretes dan postes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan instrumen tes yang sama. Langkah selanjutnya adalah membandingkan hasil tes untuk masing-masing kelas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, untuk kemudian dicari manakah kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah yang lebih baik diantara berdasarkan perlakuan dari kedua model pembelajaran tersebut.


(39)

3.7.3 Metode Skala

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang disposisi matematis siswa. Skala yang diberikan berbentuk pernyataan skala disposisi dalam empat sub skala yang terdiri dari 30 pernyataan yang diisi oleh siswa sebelum (preskala) dan setelah perlakuan (posskala) pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Sebelum diberikan kepada siswa angket ini dilakukan uji validitas dan reliabelitas.

3.7.4 Metode Observasi

Metode observasi digunakan untuk memperoleh data sejauh mana kemampuan keaktifan yang dimiliki siswa dalam hal menyampaikan informasi dan mengkomunikasikan gagasan secara lisan, yang ditunjukkan dengan aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran materi suku banyak. Adapun lembar observasi yang digunakan adalah lembar aktivitas siswa. Lembar ini diisi oleh pengamat saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

Selain itu, metode ini juga digunakan untuk menghimpun data respon positif guru. Instrumen yang digunakan berupa lembar pengamatan kinerja guru. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika mengajar dan sesuai tidaknya dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah direncanakan.

3.8

Rencana Analisis Data

Secara umum dalam penelitian ini dikenal ada dua jenis data, yakni data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari jawaban siswa pada tes (postes dan pretes)/ skor kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah dan skor disposisi matematis. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa dan kinerja guru terkait pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini. Data yang diperoleh tersebut dianalisis secara diskriptif untuk melengkapi data kuantitatif dan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah disusun. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan program Microsoft Exel dan SPSS karena memiliki fasilitas yang memudahkan proses analisis data sehingga lebih efektif dan efisien.


(40)

1. Mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa, yakni kemampuan awal atas, tengah dan bawah. Kemampuan awal matematis siswa diperoleh dengan mengindentifikasi berdasarkan rata-rata nilai ulangan sebelumnya, UTS dan UAS siswa tersebut. Bobot masing-masing nilai tersebut berturut-turut 20%, 30% dan 50%. Sajian komposisi anggota sampel berdasarkan kelas penelitian dan KAM disajikan sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 3.6

Rencana Komposisi Anggota Sampel Kelas

KAM Eksperimen Kontrol Jumlah

Atas a1 b1 a1+b1

Tengah a2 b2 a2+b2

Bawah a3 b3 a3+b3

Keseluruhan a b a+b

Adapun kriteria penetapan level tersebut menurut Saragih (2011) didasarkan pada rataan ( ̅) dan simpangan baku (s), yakni:

KAM ̅ + s : siswa level KAM atas

̅ - s KAM < ̅ + s : siswa level KAM tengah KAM ̅ - s : siswa level KAM bawah.

Penentuan rataan ( ̅) dan simpangan baku (s) yang digunakan diperoleh dari gabungan data semua sampel penelitian, bukan rataan ( ̅) dan simpangan baku (s) tiap masing-masing kelas. Hal ini dilakukan supaya diperoleh patokan yang sama dalam penentuan kriteria.

2. Memberikan skor jawaban siswa pada pretes dan postes kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan. Pada pensekoran skala disposisi, setelah dilakukan pensekoran berdasar skala likert yang berupa skala ordinal, dilakukan transformasi menjadi skala interval menggunakan metode

sucsesive interval (MSI) pada Microsoft Excel.

3. Menghitung peningkatan kemampuan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran yang dihitung dengan rumus N-Gain, yakni:


(41)

Hasil perhitungan N-Gain tersebut kemudian diintrepretasikan dengan menggunakan rumus klasifikasi N-Gain (Hake, 1999) sebagai berikut.

Tabel 3.7 Klasifikasi N-Gain

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0, 3 g < 0,7 Sedang g < 0,3 Rendah

4. Menyajikan statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain yang meliputi skor rata-rata ( ̅), dan simpangan baku (s). Dengan menggunakan model Weiner (Mudrikah, 2013: 110), data dapat disajikan sebagai berikut.

Tabel 3.8

Keterkaitan antara Kemampuan Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Siswa, Kelas Penelitian serta Kemampuan Awal Matematis

KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH, DISPOSISIS MATEMATIS

Eksperiemen Kontrol

pretes postes <g> n

pretes postes <g> n

KAM ̅ s ̅ s ̅ s ̅ S ̅ s ̅ s

Atas Tengah

Bawah Keseluruhan

Keterangan: ̅ = rata-rata s = simpangan baku

5. Melakukan uji normalitas pada skor N-Gain. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan data dan untuk menentukan uji selanjutnya apakah memakai statistik parametrik atau non-parametrik.

Pasangan hipotesis yang diuji adalah:

: data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, dan : data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

Statistik uji yang digunakan adalah tes satu sampel

Kolmogorov-Smirnov Z untuk data kurang dari 30 dan Shapiro-Wilk untuk data lebih dari 30

(Soemantri & Muhidin, 2006). Dalam pengujian hipotesis dengan bantuan SPSS ini, digunakan kriteria sebagai berikut.


(42)

Kriteria uji: Ho diterima dan H1 ditolak jika sig. > 0.05

Ho ditolak dan H1 diterima jika sig. 0.05.

Data yang diuji normalitasnya dalam penelitian ini dikenakan pada 8 kelompok data. Kedelapan kelompok data tersebut adalah A1, A2, A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, dan A3B3.

6. Melakukan uji homogenitas varians. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui data mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika data mempunyai varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen.

Hipotesis yang diajukan adalah:

: kelompok data sampel memiliki varian yang sama, dan

: kelompok data sampel tidak memiliki varian yang sama.

Kriteria yang digunakan menurut Trihendradi (2009) adalah jika nilai signifikansi 0,05 (α), maka H0 diterima.

7. Melakukan uji hipotesis. Pengujian hipotesis untuk mengetahui pencapaian dan peningkatan yang lebih baik antara kedua pembelajaran didasarkan pada uji normalitas dan homogenitas. Apabila data tersebut normal dan homogen, uji hipotesis dilakukan dengan uji t. Namun jika data tersebut normal tetapi tidak

homogen dilanjutkan dengan uji t’ dan jika tidak normal maka uji hipotesis

menggunakan uji non parametrik yakni uji Mann-Whitney U (Yamin & Kurniawan, 2014: 239).

Selanjutnya untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi, pengujian dilakukan dengan uji anava dua jalur. Apabila data tersebut normal dan homogen, uji hipotesis dilakukan dengan uji anava dua jalur. Namun jika data tersebut normal tetapi tidak homogen dilanjutkan dengan Games-Howell dan jika tidak normal maka uji hipotesis menggunakan Kruskal-Wallis. Kriteria pengujian hipotesis dengan anava dua jalur ini memiliki kriteria tolak Ho jika

sig 0,05 dan terima Ho jika sig > 0,05 (Trihendradi, 2009). Tahapan analisis


(43)

Gambar 3.2 Bagan Uji Statistik

3.9

Jadwal Penelitian

Penelitian ini direncanakan dalam waktu 5 bulan pada tahun 2013-2014. Perkiraan waktu dan kegiatan penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.9 Jadwal Penelitian No. Kegiatan

Bulan

I II III IV V

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Tahap persiapan 2 Tahap penyusunan

instrumen

3 Tahap uji instrumen 4 Tahap pengajaran dan

pengambilan data 5 Tahap analisis data 6 Penyusunan hasil

penelitian 7 Diseminasi

8 Pengumpulan hasil penelitian 2 kelas sampel Ya Ya

Skor pretes, postes, N-Gain

Normal

Homogen

Anova 2 Jalur

. 2 faktor sampel

Kruskal-Wallis Tidak Games-Howell Tidak Normal Mann-Whitney U Tidak Ya Homogen Ya Uji t Tidak Uji t’


(1)

Ali Shodikin, 2014

STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Gambar 3.2 Bagan Uji Statistik

3.9

Jadwal Penelitian

Penelitian ini direncanakan dalam waktu 5 bulan pada tahun 2013-2014. Perkiraan waktu dan kegiatan penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.9 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan

Bulan

I II III IV V

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Tahap persiapan

2 Tahap penyusunan instrumen

3 Tahap uji instrumen 4 Tahap pengajaran dan

pengambilan data 5 Tahap analisis data 6 Penyusunan hasil

penelitian 7 Diseminasi

8 Pengumpulan hasil penelitian 2 kelas sampel Ya Ya

Skor pretes, postes, N-Gain

Normal

Homogen

Anova 2 Jalur

. 2 faktor sampel

Kruskal-Wallis Tidak Games-Howell Tidak Normal Mann-Whitney U Tidak Ya Homogen Ya Uji t Tidak Uji t’


(2)

Ali Shodikin, 2014

STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian tentang penerapan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif terhadap peningkatan kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan disposisi matematis siswa, dapat dikemukakan beberapa kesimpulan berikut.

1. Pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori sedang) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori rendah) secara keseluruhan. Ditinjau lebih rinci berdasarkan kategori KAM, hanya pada kategori KAM tengah, pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori sedang) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori rendah). Sedangkan pada kategori KAM atas dan bawah pencapaian kemampuannya sama. Pada kategori KAM atas, kedua pembelajaran menunjukkan pencapaiannya pada kategori tinggi, sedangkan pada kategori KAM bawah, kedua pembelajaran menunjukkan pencapaiannya pada kategori rendah.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori sedang) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori sedang) secara keseluruhan. Ditinjau lebih rinci berdasarkan kategori KAM, hanya pada kategori KAM tengah, peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori sedang) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori sedang). Sedangkan pada kategori KAM atas dan bawah peningkatan kemampuannya sama. Peningkatan pada kategori KAM atas, kedua pembelajaran mencapai kategori tinggi. Pada kategori KAM bawah,


(3)

Ali Shodikin, 2014

STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peningkatan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif pada kategori sedang, sedangkan pada pembelajaran ekspositori peningkatannya hanya pada kategori rendah.

3. Terdapat interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis.

4. Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori rendah) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori rendah) secara keseluruhan. Ditinjau lebih rinci berdasarkan kategori KAM, hanya pada kategori KAM tengah, pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori rendah) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori rendah). Sedangkan pada kategori KAM atas dan bawah pencapaian kemampuannya sama. Pencapaian pada kategori KAM atas, pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif mencapai kategori tinggi, sedangkan pada pembelajaran ekspositori pencapaiannya pada kategori sedang. Pada kategori KAM bawah, pencapaian kedua pembelajaran pada kategori rendah.

5. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori sedang) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori rendah) secara keseluruhan. Ditinjau lebih rinci berdasarkan kategori KAM, hanya pada kategori KAM tengah, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori sedang) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori rendah). Sedangkan pada kategori KAM atas dan bawah peningkatan kemampuannya sama. Peningkatan pada kategori KAM atas, pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif mencapai kategori tinggi, sedangkan pada pembelajaran ekspositori peningkatannya pada kategori sedang. Pada kategori KAM bawah,


(4)

Ali Shodikin, 2014

STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peningkatan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif pada kategori sedang, sedangkan pada pembelajaran ekspositori mencapai kategori rendah. 6. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (dengan strategi

abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah.

7. Pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori tinggi) sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori sedang) secara keseluruhan. Ditinjau lebih rinci berdasarkan kategori KAM, pada kategori KAM atas dan tengah, pencapaian disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif sama dengan daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Sedangkan pada kategori KAM bawah pencapaian disposisinya lebih rendah.

8. Peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif (kategori rendah) sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori (kategori rendah) secara keseluruhan. Ditinjau lebih rinci berdasarkan kategori KAM, pada kategori KAM atas dan tengah, peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif sama dengan daripada siswa yang mendapat pembelajaran ekspositori. Sedangkan pada kategori KAM bawah peningkatan disposisinya lebih rendah.

9. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (dengan strategi abduktif-deduktif dan ekspositori) dan kemampuan awal matematis siswa terhadap peningkatan disposisi matematis.

5.2.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas dapat diberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Pembelajaran matematika yang diterapkan perlu memperhatikan kemampuan

awal matematis (KAM) siswa. Hal ini ditunjukkan pada pembelajaran matematika dengan strategi abduktif-deduktif untuk kemampuan penalaran


(5)

Ali Shodikin, 2014

STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan pemecahan masalah yakni meskipun secara keseluruhan kemampuannya meningkat, namun jika dilihat secara lebih teliti berdasarkan kategori KAM, tidak semua kategori KAM meningkat. Hal ini juga diperkuat dengan adanya interaksi antara pembelajaran dan KAM terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis. Hal ini menunjukkan bahwa selain faktor pembelajaran, faktor KAM juga perlu diperhatikan.

2. Dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah perlu diperhatikan faktor kemampuan lain selain kemampuan penalaran matematis. Hal ini ditunjukkan dengan hasil interaksi antara pembelajaran dan KAM terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis yang signifikan, sedangkan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis yang tidak signifikan. Meskipun pada pencapaian dan peningkatan kemampuan keduanya secara keseluruhan maupun kategori KAM memiliki kesimpulan yang sama.

3. Kaitannya dalam peningkatan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah perlu pula memperbanyak pendalaman latihan soal. Hal ini dikarenakan dengan penguatan konsep melalui pembelajaran abduktif-deduktif dipadukan dengan pendalaman latihan soal, akan menguatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah siswa.

4. Sikap siswa terkait disposisi matematis siswa perlu menjadi perhatian khusus para guru dalam pembelajaran matematika. Meskipun dalam pembelajaran matematika dengan strategi abduktif-deduktif menunjukkan bahwa tidak memberikan pencapaian dan peningkatan yang lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran ekspositori (cenderung sama), namun secara diskriptif rata-ratanya lebih besar dibandingkan pembelajaran ekspositori. Temuan lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak berlaku biimpikasi “jika dan hanya jika” kemampuan pemecahan masalah matematis siswa meningkat secara signifikan, meningkat pula disposisi matematis secara signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh Mudzikah (2012) yang menyatakan bahwa disposisi matematis dapat mendukung dalam upaya meningkatkan kemampuan


(6)

Ali Shodikin, 2014

STRATEGI ABDUKTIF-DEDUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN, PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pemecahan masalah matematis siswa. Namun dalam penelitian ini menunjukkan kemampuan pemecahan masalah meningkat, tetapi disposisi matematis tidak meningkat. Hubungan ini berlaku pula antara kemampuan penalaran dengan disposisi matematis.

5. Peneliti merekomendasikan kepada guru untuk menggunakan pembelajaran matematika dengan strategi abduktif-deduktif untuk materi-materi dengan karakteristik abduktif-deduktif untuk meningkatkan kemampuan matematis khususnya kemampuan penalaran, pemecahan masalah, dan disposisi matematis.

6. Perlu dilakukan penelitan lebih lanjut untuk pengembangan pembelajaran dengan strategi abduktif-deduktif pada materi lain yang sesuai dengan karakteristik abduktif-deduktif seperti program linier, logaritma, dan trigonometri. Juga pada tingkatan sekolah yang lain seperti SMK dan SMP. Perluasan kajian dan penelitian untuk peningkatan kemampuan matematis yang lain menggunakan pembelajaran matematika dengan strategi abduktif-deduktif juga bisa dilakukan. Sebagai pembanding dirasa perlu dilakukan penelitian pula tentang perbandingan dengan strategi induktif, deduktif, induktif-deduktif atau perluasan lainnya.