PENYAJIAN ANGKLUNG BUHUN DALAM UPACARA NGASEUK PADA MASYARAKAT BADUY DALAM DI DESA KANEKES KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN.

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Matematika merupakan ilmu yang sangat penting bagi kehidupan. Matematika sebagai ilmu deduktif telah memunculkan berbagai macam teori yang dijadikan dasar oleh manusia untuk menciptakan berbagai macam teknologi yang dapat mengubah dunia, contohnya teori algoritma yang menjadi dasar pembuatan komputer. Selain teori algoritma, cabang ilmu matematika yang mampu memberikan perubahan pada teknologi manusia adalah geometri. Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang diajarkan mulai dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan geometri, manusia dapat membuat berbagai macam benda yang penting bagi manusia, misalnya gedung-gedung pencakar langit.

Matematika juga penting bagi perkembangan manusia. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum sekolah. Matematika diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang (long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat. Belajar matematika itu bukan sekedar mengajarkan anak tahu berhitung dan mengasah logika, tetapi matematika itu juga bisa dimanfaatkan untuk mengasah kreativitas otak yang dibutuhkan seseorang untuk berhasil dalam hidup. Melalui matematika, siswa disiapkan untuk menjadi pemikir dan penemu. Matematika menyiapkan


(2)

2

siswa menjadi warga negara yang hemat, cermat dan efisien serta membantu siswa mengembangkan karakternya.

Tidak heran bila pentingnya matematika bagi kehidupan membuat matematika menjadi ilmu yang sangat penting di seluruh dunia. Seluruh negara di dunia mengembangkan dan menerapkan matematika dengan berbagai cara agar teknologi dan kehidupan di masing-masing negara bisa berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang tidak bisa tinggal diam. Terutama dalam menghadapi era globalisasi saat ini, Indonesia tidak bisa menutup diri dari negara-negara lain. Indonesia harus bisa ikut mengembangkan matematikanya agar bisa sejajar dan mampu bersaing dengan negara-negara maju. Sebagai katalisatornya, Indonesia harus mengikuti evaluasi-evaluasi matematika tingkat dunia seperti PISA. Dengan mengikuti kompetisi ini Indonesia bisa tahu sejauhmana perkembangan matematika Indonesia di mata dunia internasional.

Ada fakta yang cukup memprihatinkan mengenai perkembangan matematika di Indonesia, yaitu buruknya peringkat Indonesia di PISA. Data pringkat PISA sejak tahun 2003 hingga tahun 2010, menunjukkan bahwa peringkat Indonesia dalam ajang tersebut selalu terpuruk. Peringkat tertinggi Indonesia di PISA, dibandingkan dengan 65 negara-negara lainya, hanya mampu menempati posisi ranking ke- 7 dari yang terendah. Itu pun hanya sekali dari sejak PISA diselenggarakan. Yang lebih mengkhawatirkan lagi dari laporan terbaru PISA tahun 2010, Indonsia hanya mampu nenempati peringkat ke-3 dari yang terendah (Zulkardi, 2010). Fakta tersebut merupakan keadaan yang sangat


(3)

3

perkembangan teknologi dunia ternyata menempati kondisi yang tidak bagus di Indonesia. Matematika hanya menjadi cerita buruk di lingkungan pendidikan Indonesia. Tak ada keistimewaan yang dapat dimunculkan.

Jika kita hendak mencari akar permasalahan dari permasalahannya, tentunya banyak faktor yang dapat mempengaruhi. Namun, yang menjadi sorotan peneliti adalah pembelajaran matematika di kelas. Karena saat di kelaslah matematika diperkenalkan dalam kehidupan masyarakat. Rendahnya peringkat PISA menandakan pembelajaran matematika di kelas belum mampu mendidik siswa dalam menghadapi soal-soal nonrutin. Selain itu, mengingat bahwa peserta yang mewakili Indonesia dalam kegiatan PISA adalah anak usia SMP (OECD, 2010) buruknya peringkat Indonesia di PISA menjadi cerminan bahwa mayoritas siswa SMP di Indonesia masih lemah dalam menghadapi masalah matematika terutama soal-soal non rutin. Ini berarti masih banyak kemampuan-kemampuan serta sikap-sikap yang diperlukan untuk menghadapi masalah dalam soal matematika nonrutin, belum dimiliki oleh siswa.

Bila kita kaji, soal-soal yang disajikan dalam PISA terdiri dari beberapa level. Berikut level-levelnya:

Table 1.1


(4)

4

Bila dilihat grapiknya, level soal tertinggi yang mampu dikerjakan oleh Indonesia hanya pada soal level 3. itu pun sedikit.

Gambar 1.1

Grafik pencapaian level soal pada 7 negara peserta PISA yang mendapatkan peringkat terrendah. (OECD: 2010)


(5)

5

“This item, with its focus on age and height, lies in the change and relationships content area, and has a difficulty of 420 (Level 1). The students are asked to compare characteristics of two datasets, interpret these datasets and draw conclusions. The competencies needed to successfully solve the problem involve the interpretation and decoding of reasonably familiar and standard representations of well-known mathematical objects. Students need thinking and reasoning competencies to answer the question: “Where do the graphs have common points?” and argumentation and communication competencies to explain the role these points play in finding the desired answer. Students who score partial credit are able to show well-directed reasoning and/or insight, but they fail to come up with a full, comprehensive answer…” (OECD: 2010) Dari kutipan diatas, jelas bahwa untuk memecahkan masalah matematika pada soal level 3, siswa memerlukan kemampuan penalaran. Artinya kemampuan berpikir yang dimiliki masih sebatas penalaran.

Untuk memecahkan memecahkan masalah matematika, terutama soal-soal nonrutin, siswa memerlukan kemampuan berpikir kreatif matematis. Dengan memiliki kemampuan berfikir kreatif matematis, siswa mampu memunculkan banyak ide, mampu memandang masalah dari berbagai sudut pendang serta


(6)

6

mencari pemecahan masalah dengan berbagai cara. “Belajar matematika merupakan aktivitas kreatif manusia, dan belajar matematika terjadi apabila siswa dapat mengembangkan cara efektif untuk memecahkan masalah” (de Lange: 1996, Streefland: 1991, Treffers: 1991, Hadi: 2005, Lambertus: 2010)

Sesuai dengan pernyataan Izzati (2009) yang menjelaskan bahwa orang yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah. Kontraposisi dari pernyataan izzati adalah jika seseorang tidak dapat mampu menghadapi masalah-masalah non rutin, dan juga tidak mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah, maka seseorang tersebut tidak kreatif. Hadirnya fakta PISA, menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa SMP Indonesia masih lemah.

Lang dan Evans (dalam Izzati:2009) menyatakan bahwa salah satu hambatan siswa dalam berpikir kreatif adalah kurang percaya diri. Kurang percaya diri dapat menyebabkan siswa tidak berani untuk memunculkan gagasan-gagasan yang dibutuhkan untuk berpikir kreatif. Dengan lemahnya kemampuan berpikir kreatif siswa SMP Indonesia, menandakan rasa percaya diri siswa SMP Indonesia juga lemah. Hal ini didukung oleh fakta yang dikemukakan oleh Rohayati (2011), yaitu masih banyak siswa Indonesia kurang memiliki rasa percaya diri. Siswa akan merasa gugup dan tegang jika dihadapkan pada masalah.

Siswa SMP pada umumnya berada pada masa-masa puber. Pada masa ini siswa akan mengalami kekurangan rasa percaya diri, karena pada masa ini siswa


(7)

7

mulai mengalami perubahan secara fisik, sehingga mempengaruhi rasa percaya dirinya. (Hurlock,1980)

Sesungguhnya, masalah self confidence merupakan masalah psikologi yang menjadi tugas dari guru bimbingan konseling (BK). Guru bimbingan konseling (BK) harus melakukan usaha untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa. Namun guru BK saat ini sangat kurang. Dari satu sekolah terkadang guru BK hanya ada satu untuk siswa lebih dari dua ratus. Padahal setandar guru BK satu guru untuk seratus siswa. Kurangnya guru BK menyebabkan penanganan masalah psikologi, termasuk masalah rendahnya self confidence, di sekolah masih jauh dari harapan.

Atas dasar inilah, peneliti ingin meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan percaya diri (self-confidence) siswa SMP. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-confidence. Salah satu caranya adalah melalui pembelajaran matematika di kelas. Lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia tentu tidak tinggal diam. Peningkatan dua hal ini sudah menjadi salahsatu tujuan dalam kurikulum. Seperti yang tertera dalam tujuan pendidikan nasional (Sisdiknas, 2003) yaitu mengembangkan potensi diri diantaranya cakap dan kreatif.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas, pada umumnya menggunakan pembelajaran model konvensional yaitu metode ekspositori. Metode ekspositori sama dengan metode ceramah, namun dominasi guru banyak berkurang. Murid tidak hanya mendengarkan, siswa memiliki kesempatan untuk berbicara, bertanya, dan berdiskusi. Murid belajar lebih aktif. Metode ini baik untuk pembelajaran


(8)

8

dikelas (Suherman, 1993), namun metode ini belum cukup untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik dan self-confidence siswa SMP. Hal itu dikarenakan dalam ekspositori siswa masih mendapatkan materi langsung dari guru. Salain itu dalam mengerjakan masalah matematika, siswa sudah diberi tahu cara penyelesaian masalahnya, siswa hanya melaksanakan sesuai cara yang diberikan oleh guru. Hal semacam ini membuat kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-confidence siswa tidak berkembang, karena untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-confidence siswa. Siswa harus diberikan kesempatan untuk bereksplorasi mengenai materi dan menemukan hal-hal baru yang dapat membuat pikiran siswa berkembang.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan self-confidence. Perlu pendekatan pembelajaran yang memberi keleluasaan lebih bagi siswa dalam bereksplorasi saat belajar. Menurut peneliti, upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-confidence tidak bisa hanya diandalkan pada satu cara. Harus ada banyak cara agar tidak monoton. Selain itu harus dicari pula cara-cara lain yang lebih inovatif, agar peningkatannya lebih maksimal.

Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa untuk memunculkan kemampuan kreatif perlu kegiatan yang didalamnya terdapat eksplorasi, penemuan, diskusi, proyek dan pemecahan masalah. Sedangkan untuk meningkatkan self-confidence perlu kegiatan yang didalamnya terdapat dinamika atau interaksi kelompok (Suhardita: 2011).


(9)

9

Maka dari itu, Peneliti mencoba sebuah pendekatan pembelajaran yang menurut peneliti cocok untuk digunakan dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik dan self confidence, yaitu pendekatan Model-Eliciting Activities. Sebuah pendekatan yang melatih siswa untuk membuat model sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Model yang dibuat adalah rumus matematika dan langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika. Pedekatan ini mengharuskan membentuk sebuah kelompok, sehingga dalam pelaksanaannya, setiap siswa harus berkerja sama untuk bereksplorasi dalam memunculkan ide yang diyakininya benar, serta berani menentukan ide yang dianggap paling benar dan orisinil. Orisinil karena dituntut untuk bisa membuat model sendiri. Pembelajaran menggunakan pendekatan ini diyakini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-confidence.

Berdasarkan paparan di atas, Peneliti melakukan penelitian dengan judul “Menerapkan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Model-Eliciting Activities untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis dan Self-Confidence Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, muncul rumusan masalah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities dapat lebih meningkatkan kemampuan berfikir kreatif matematis siswa SMP dibandingkan dengan pembelajaran matematika konvensional?


(10)

10

2. Apakah pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities dapat lebih meningkatkan self-confidence siswa SMP dibandingkan dengan pembelajaran matematika konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk:

1. Ingin mengetahui apakah pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities dapat lebih meningkatkan kemampuan berfikir kreatif matematis siswa SMP dibandingkan dengan pembelajaran matematika konvensional.

2. Ingin mengetahui apakah pembelajaran matematika menggunakan pendekatan Model-Eliciting Activities dalam pembelajaran matematika dapat lebih meningkatkan self-confidence siswa SMP dibandingkan dengan pembelajaran matematika konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini jika berhasil adalah:

1. Bagi guru, pembelajaran matematika dengan pendekatan Model-Eliciting Activities dapat dijadikan acuan bagi guru matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dan self-cofidence SMP.


(11)

11

2. Bagi peneliti, bisa menambah koleksi penelitian, pengalaman dan wawasan penulis dalam meneliti, serta sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk mengemukakan beragam gagasan (fluency), menemukan banyak cara dalam menyelesaikan masalah (flexibilitiy), membuat sesuatu hasil pemikiran sendiri (originality), dan mampu mengembangkan gagasan (elaboration).

2. Self-confidence adalah sikap yang selalu menjaga citra diri yang baik, berpikir dan bertindak positif, berbaur diri dengan orang yang optimis, positif dan aktif, bertindak dan berbicara dengan yakin, membantu orang lain sepenuh hati tanpa mengharapkan apapun serta aktif dan antusias.

3. Pendekatan model-eliciting activities merupakan pendekatan pembelajaran yang memenuhi langkah-langkah: (a) Guru memberikan informasi mengenai hal yang terkait dengan masalah yang akan diberikan terhadap siswa, (b) Para siswa menjawab pertanyaan kesiapan yang didasarkan pada informasi mengenai konteks. (c) Guru memberikan masalah kepada siswa dan memastikan masing-masing kelompok memahami apa yang ditanyakan. (d) Para siswa kemudian mencoba untuk memecahkan masalah dan menghadirkan model mereka didepan kelas.


(12)

12

4. Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran menggunakan metode ekspositori, yaitu pembelajaran yang memposisikan siswa mendengarkan guru, bertanya dan berlatih soal berdasarkan contoh yang diberikan guru.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan Model-Eliciting Activities lebih meningkatkan kemampuan berfikir kreatif matematis siswa SMP dibandingkan pembelajaran matematika konvensional.

2. Penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan Model-Eliciting Activities lebih meningkatkan self-confidence siswa SMP dibandingkan pembelajaran konvensional.


(13)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Disain penelitian ini adalah disain eksperimen berbentuk disain kelompok sebanyak 2 kelompok. Kelompok pertama sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kedua sebagai kelompok Kontrol. Kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran matematika menggunakan pendekatan model-eliciting activities, sedangkan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Kedua kelompok mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan self-confidence.

Dalam pelaksanaannya kedua kelompok diberikan pretes dan postes. Pretes digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan diberikan sebelum perlakuan, sedangkan postes diberikan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa dan diberikan setelah perlakuan. Skor yang dihasilkan dari pretes dan postes digunakan untuk mengetahui peningkatan (gain) yang dialami olah kedua kelompok. Skor yang diambil dari pretes menjadi skor awal dan skor yang diperoleh dari postes menjadi skor akhir. Gain yang dihasilkan dari masing masing kelompok akan dibandingkan secara statstik. Dari perbandingan gain tersebut, hipotesis bisa diuji.

Pretes dan postes yang diberikan kepada masing kelompok adalah pretes dan postes yang sama. Soal pretes dan postes adalah soal yang sama, maka dari itu ilustrasi disain penelitiannya sebagai berikut:


(14)

32

Kelompok experimen: A O X O Kelompok Kontrol:

A O O Keterangan:

A = Pengambilan sampel secara acak kelas

X = Pembelajaran menggunakan pendekatan Model-eliciting Activities O = Pretes dan Postes kemampuan berpikir kreatif matematis, angketa awal

dan angket akhir self-confidence

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Cipanas pada semester II (genap) tahun ajaran 2011/2012. Alasan pemilihan sekolah ini adalah sekolah ini berada di tingkat sedang, memiliki siswa yang banyak dan heterogen, sehingga bisa mewakili sekolah yang berada di tingkat tinggi dan rendah. Selain itu sekolah ini berada di sekitar tempat tinggal peneliti sehingga memungkinkan bagi peniliti untuk melakukan penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cipanas. Hal ini dikarenakan siswa kelas VIII SMP sudah cukup beradaptasi sebagai siswa SMP dibanding kelas VII SMP. Selain itu beban belajar siswa kelas VIII SMP masih tidak terlalu berat dibanding kelas IX SMP yang harus mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional.


(15)

33

Kelas VIII SMP di SMP Negeri 1 Cipanas terdiri atas 10 kelas dengan rata-rata siswa perkelas 40 siswa, yang taraf kemampuan masing-masing siswanya sama. Sehingga, untuk sampel, penentuan kelasnya dilakukan dengan cara acak kelas. Di pilih 2 kelas dari 10 kelas, 1 kelas untuk kelas eksperimen dan 1 kelas lagi sebagai kelas Kontrol. Kelas yang terpilih sebagai kelas eksperimen adalah kelas VIII C dan kelas yang menjadi kelas kontrol adalah kelas VIII E.

C. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Cipanas. Bertempat di Desa Cipanas Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan sejak tanggal 12 April 2012 sampai tanggal 5 Mei 2012.

D. Variabel Penelitian

Penelitian ini memuat dua variabel, yaitu veriabel terikat (devendent variable) dan variabel bebas (independent variable). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Model-Eliciting Activity yang diterapkan pada pembelajaran di kelas eksperimen. Variabel ini menjadi alat untuk meningkatkan variabel terikat yang akan diukur dalam penelitian ini. Variabel terikan dalam penelitian ini terdiri dari dua hal, yaitu kemampuan berpikir kreatif matematis dan self-confidence. Untuk variabel extraneous di abaikan.


(16)

34

E. Instrumen Penelitian

Karena kedua varibel terikat yang digunakan dalam penlitian ini memuat dua aspek, yaitu aspek afektif dan aspek kognitif, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam. Pertama angket untuk mengukur aspek afektif, yaitu self-confidence, kedua tes untuk mengukur aspek kognitif, yaitu kemampuan berpikir kreatif matematik.

Angket yang digunakan untuk mengukur self-confidence adalah angket skala sikap Likert. Jawaban dari pernyataan angket sekala likert ada lima, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk menghindari kecenderungan siswa memilih netral karena tidak berani memihak, maka poin netral dihilangkan, sehingga angket yang digunakan empat sekala yaitu setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Berikut poin dari setiap sekala:

Tabel 3.1 Poin Sekala

Sekala Poin

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Poin tiap sekala pada angket self-confidence ini merupakan bilangan ordinal. Poin ini akan dikonversi terlebih dahulu kedalam bilangan interval karena akan dihitung menggunakan statistik dan diuji normalitas dan homogenitasnya.


(17)

35

Dalam angket terdiri dari 30 butir pernyataan yang disusun berdasarkan indikator-indikator self-confidence. Sebaran poinnya disusun dalam kisi-kisi berikut:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Angket self-confidence

Indikator Nomor pernyataan

Positif Negative

a. Menjaga citra diri yang baik.

b. Berpikir dan Bertindak Positif c. Berbaur diri dengan orang lain. d. Bertindak dan berbicara dengan

yakin.

e. Membantu orang lain sepenuh hati tanpa mengharapkan apapun.

f. Aktif dan antusias.

13, 19, 5, 9, 11, 15, 21, 17, 25 7, 27, 29,

1,3, 23

4, 16, 20 18, 26, 6,10,12 2, 14, 30 8, 22

24, 28,

Angket ini digunakan setelah dinyatakan valid dan reliable oleh ahli, dalam hal ini dosen pembimbing. Angket diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Angket diberikan sebelum pembelajaran dan sesudah pembelajaran. Angket yang diberikan pada kelas eksperimen dan kontrol, baik sebelum pembelajaran dan awal pembelajaran merupakan angket yang sama. Bentuk angketnya dapat dilihat pada lampiran.

Untuk mengukur aspek kognitif, yaitu kemampuan berpikit kreatif, instrument yang digunakan adalah tes. Alat tes ini berupa tes urain yang terdiri


(18)

36

dari 4 butir soal. Tes ini mewakili indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif. Berikut kisi-kisinya:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Indikator yang diukur No Soal

1. Mampu menemukan banyak cara dalam menyelesaikan masalah (flexibility )

2. Mampu membuat sesuatu hasil pemikiran sendiri (originality)

3. Mampu mengemukakan beragam gagasan (fluency) 4. Mampu mengembangkan gagasan (elaboration)

2 3 1 4

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretes dan postes. Soal untuk pretes sama dengan soal untuk postes. Alokasi waktu yang diberikan 50 menit. Berikut pedoman penskoran untuk instrumen tes kemampuan berpikir kreatif matematik (Mulyana, 2008):


(19)

37

Tabel 3.4

Sistim Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Kemampuan yang

Diukur

Respon siswa terhadap soal/ masalah Skor Maksimal

Mampu

mengemukakan

beragam gagasan

(fluency)

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan 0

Merumuskan hal-hal yang diketahui dengan

benar 2

Memberikan satu alternatif jawaban dan hampir sebagian penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan benar

4

Memberikan satu alternatif jawaban dan sebagian penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan benar

6

Memberikan lebih dari satu alternatif jawaban dan hampir seluruh penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan benar

8

Memberikan lebih dari satu alternatif jawaban dan seluruh penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan benar

10

Mampu menemukan

beragam cara dalam menyelesaikan masalah (flexibility)

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan 0

Merumuskan hal-hal yang diketahui dengan

benar 2

Menemukan sebuah cara dalam menyelesaikan masalah dan hampir sebagian penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan benar

4

Menemukan sebuah cara dalam menyelesaikan masalah dan sebagian penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan benar

6

Menemukan lebih dari satu cara dalam menyelesaikan masalah dan hampir seluruh penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan benar

8

Menemukan lebih dari satu cara dalam menyelesaikan masalah dan seluruh penyelesaiannya telah dilaksanakan dengan


(20)

38

benar

Mampu membuat

sesuatu hasil pemikiran sendiri (originality)

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan 0

Merumuskan hal-hal yang diketahui dari soal

dengan benar. 2

Hampir sebagian penyelesaian original-nya

telah dilaksanakan dengan benar 4

Sebagian penyelesaian original-nya telah

dilaksanakan dengan benar 6

Hampir seluruh penyelesaian original-nya

telah dilaksanakan dengan benar 8

Seluruh penyelesaian original-nya telah

dilaksanakan dengan benar 10

Mampu

mengembangkan gagasan (elaboration)

Tidak menjawab apapun atau menjawab tidak

sesuai dengan permasalahan 0

Merumuskan hal-hal yang diketahui dalam

soal dengan benar 2

Hampir sebagian penyelesaian

elaboration-nya telah dilaksanakan dengan benar 4

Sebagian penyelesaian elaboration-nya telah

dilaksanakan dengan benar 6

Hampir seluruh penyelesaian elaboration-nya

telah dilaksanakan dengan benar 8

Seluruh penyelesaian elaboration-nya telah

dilaksanakan dengan benar 10

Alat tes ini diuji terlebih dahulu dan dihitung validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya terlebih dahulu agar layak untuk digunakan. Uji dilakukan di SMP Negeri 1 Cipanas. Tes diujikan pada siswa kelas IX.


(21)

39

Sesungguhnya tes yang dibuat terdiri dari lima butir. Setelah dilkukan uji coba, ada satu soal yang dihilangkan karena memiliki daya beda yang jelek.

a. Analisis Validitas Tes

Karena tes yang digunakan berupa uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir soal digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson, yaitu:

= � � � − � �

�=1 ��=1 � �

�=1

� ��=1 �2 − ��=1 � 2 � ��=1 �2 − ��=1 � 2 (Arikunto, 2005)

dengan: : koefisien validitas, : skor butir soal,

�: skor total, n: jumlah siswa.

Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien validitas yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.7

klasifikasi koefisien validitas

Besarnya Interpretasi

0,80 < ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi 0,60 < ≤ 0,80 Validitas tinggi

0,40 < ≤ 0,60 Validitas sedang 0,20 < ≤ 0,40 Validitas rendah

0,00 ≤ ≤ 0,20 Validitas sangat rendah (Arikunto, 2005)


(22)

40

Tabel 3.8

Validitas Uji Coba Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif NOMOR SOAL VALIDITAS INTERPRETASI

1 0.755 tinggi

2 0.762 tinggi

3 0.748 tinggi

4 0.860 sangat tinggi

Berdasarkan Tabel 3.8 Dapat dilihat bahwa soal nomor 1 sampai nomor tiga memiliki interpretasi validitas yang tinggi, sedangkan soal nomor 4 memiliki interpretasi validitas yang sangat tinggi. Apabila diambil rata-rata dari nilai koefisien korelasi yang diperoleh, alat tes ini memiliki rata-rata koefisien relasi 0,78. Artinya dapat dinyatakan bahwa soal dari instrument tes ini valid dengan interpretasi tinggi.

b. Analisis Reliabilitas Tes

Karena tes berbentuk uraian, maka perhitungan reliabilitas tes menggunakan rumus Cronbach’s Alpha, yaitu:

11 = 1 1− � 2

� �=1

2 , (Arikunto, 2005), dengan: r11: derajat reliabilitas,

n: jumlah butir soal, �2: variansi skor butir soal


(23)

41

2: variansi skor total

Hasil derajat reliabilitas soal kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi derajat reliabilitas pada tabel berikut.

Tabel 3.9

klasifikasi derajat reliabilitas

Besarnya �� Interpretasi

11 ≤ 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah 0,20 < 11 ≤ 0,40 Derajat reliabilitas rendah

0,40 < 11 ≤ 0,70 Derajat reliabilitas sedang 0,70 < 11 ≤ 0,90 Derajat reliabilitas tinggi 0,90 < 11 ≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi (Sundayana, 2010)

Berdasarkan perhitungan pada lampiran, berikut hasil uji reliabilitasnya:

Tabel 3.10 Nilai Reliabilitas Tes

r 0.661

kriteria sedang

Dari Tabel 3.10 dapat dilihat bahwa reabilitas untuk soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis memiliki tingkat reliabilitas yang sedang. Artinya alat tes ini cukup ajeg, sehingga dapat digunakan kapanpun.

c. Analisis Daya Pembeda Butir Tes

Untuk menentukan daya pembeda dari tes ini digunakan rumus:

A B A

I S S

DP  


(24)

42

keterangan: DP = indeks daya pembeda suatu butir soal A

S = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

B

S = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

A

I = jumlah skor ideal kelompok atas pada butir soal yang diolah Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.11

klasifikasi Daya Pembeda Besarnya �� Interpretasi

��≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 < ��≤ 0,20 Jelek

0,20 <��≤ 0,40 Cukup 0,40 < ��≤ 0,70 Baik 0,70 < �� ≤ 1,00 Sangat baik (Sundayana ,2010)

Berikut hasil perhitungan daya pembeda tes:

Tabel 3.12 Daya Pembeda Tes

NOMOR SOAL 1 2 3 4

DP 0,425 0,275 0,387 0,854

KRITERIA Baik Cukup Cukup sngt baik

Dari Tabel 3.12 dapat dilihat bahwa soal nomor satu memiliki interpretasi daya beda yang baik, nomor 2 dan 3 memiliki interpretasi daya beda yang cukup, dan nomor 4 memiliki interpreatasi daya beda yang sangat baik. bila dikaitkan dengan Tabel 3.3. soal nomor 1 dapat membedakan fluency siswa dengan baik.


(25)

43

membedakan originality siswa. Nomor 4 dapat membedakan elaboration siswa dengan sangat baik.

d. Analisis Indeks Kesukaran Tes

Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran dari tes ini adalah:

��= � +�

� + � (Sundayana, 2010) dengan, IK: Indeks Kesukaran,

� : jumlah skor siswa kelompok atas pada butir soal yang diolah, � : jumlah skor siswa kelompok bawah pada butir soal yang diolah,

� : jumlah siswa kelompok atas, � : jumlah siswa kelompok bawah,

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan tabel berikut.

Tabel 3.13

klasifikasi Tingkat Kesukaran Besarnya �� Interpretasi

�� = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 < ��≤ 0,30 Soal sukar

0,30 <��≤ 0,70 Soal sedang 0,70 < �� < 1,00 Soal mudah

�� = 1,00 Soal terlalu mudah (Sundayana, 2010)

Berikut indeks kesukaran tesnya:

Tabel 3.14 Indeks Kesukaran Tes


(26)

44

NOMOR SOAL 1 2 3 4

IK 0,637 0,521 0,555 0,500

KRITERIA Sedang Sedang Sedang sedang

Dapat dilihat pada Tabel 3.14 bahwa seluruh butir soal memiliki tingkat kesukaran yang sedang. Dengan tingkat kesukaran seperti ini mayoritas siswa diyakini tidak takut dalam mengisi semua soal.

F. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa (LKS). RPP yang dirancang didalam penelitian ini ada dua macam. RPP pertama merupakan RPP yang dugunakan untuk mengajar kelas kontrol, sedangkan RPP kedua untuk digunakan di kelas eksperimen. materi pada RPP kelas eksperimen tetap sama dengan RPP yang digunakan di kelas kontrol.

RPP yang diterapkan pada pembelajaran konvensional, dalam hal ini metode ekspositori. Bentuk format RPP yang disusun sama dengan RPP yang ada di sekolah pada umumnya.

Untuk RPP macam kedua, diterapkan pendekatan model-eliciting activity. Dalam RPP digambarkan dengan jelas tahap-tahap kegiatan pembelajaran siswa dalam bimbingan guru. Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya bahwa pendekatan model-eliciting activity memposisikan siswa untuk membangun model sendiri. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Maka peneliti merancang bentuk RPP yang khusus. dalam RPP dicantumkan


(27)

kemungkinan-45

guru terhadap kemungkinan-kemungkinan yang muncul agar guru dapat memberikan penanganan yang tepat dan cepat. Mengingat model-eliciting activities merupakan hal yang baru bagi siswa, maka terdapat beberapa penyesuaian, agar siswa tidak sulit untuk beradaptasi.

LKS dirancang sesuai tahapan-tahapan pada pendekatan model-eliciting ectivity. Kegiatan yang dirancang dalam LKS ini diawali dengan artikel terkait dengan materi yang akan diajarkan, dengan tujuan untuk memberikan motivasi dan daya tarik pada siswa untuk mengkaji materi dan menelaah masalah yang diberikan selanjutnya. Tahap berikutnya siswa diberikan sebuah masalah yang mengarahkan siswa untuk menemukan model matematika, baik rumus atau langkah-langkah. Tahap terakhir, setalah siswa menemukan model yang dicari, siswa diarahkan untuk menggunakan model yang telah ditemukan untuk menyelesaikan masalah yang terkait. Semunya tergambar dalam LKS yang terdapat pada lampiran.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melaui tes, dan angket. Tes yang digunakan ada dua, yaitu pretest dan posttest. Pretes diberikan sebelum pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian, dan posttest diberikan setelah pembelajaran dalam penelitian selesai. Angket self-confidence juga diberikan sebelum dan setelah proses pembelajaran dalam penelitian selesai.


(28)

46

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari dua alat. Yaitu tes pretest dan postest, dan angket self-confidence. Data yang diperoleh dari hasil tes dan angket self-confidence diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Menghitung skor yang diperoleh siswa, baik dari tes ataupun angket self-confidence.

b. Untuk data yang diperoleh dari angket self-confidence, dikonversikan terlebih dahulu ke data interval menggunakan Metode of Successive interval

c. Membuat tabel skor siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

d. Menghitung peningkatan, baik kemampuan berpikir kreatif mateamatis atau self-confidence, yang terjadi pada siswa dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi (g) = skor postes−skor pretes

skor ideal−skor pretes (Meltzer, )

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.15 Klasifikasi Gain

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

(Hake,1999)

e. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data, baik yang diperoleh dari tes atau angket self-confidence, menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (dibantu SPSS 16). Uji normlitas ini diawali dengan hipotesis. Hipotesisnya adalah:


(29)

47

H1 : data tidak berdistribusi normal

Tolak H0 jika nilai sinifikansi yang diperoleh lebih kecil (<) dari taraf signifikansi yang diperbolehkan (0.05).

f. Menguji homogenitas varians data, baik yang diperoleh dari tes atau angket self-confidence menggunakan uji Homogeneity of Variance. (dibantu SPSS 16). Uji ini diawali dengan hipotesis. Hipotesisnya adalah:

H0 : variansi pada tiap kelompok homogen H1 : variansi pada tiap kelompok tidak homogen

Tolah H0 jika taraf signifikansi yang diperoleh lebihkecil (<) dari taraf signifikansi yangdiperbolehkan (0.05)

g. Jika sebaran data normal dan homogen, akan dilakukan uji perbedaan dua rerata. Uji statistik yang digunakan adalah Compare Mean Independent Samples Test. (dibantu SPSS 16)

h. Jika data yang diperoleh berdistribusi normal namun tidak homogen, maka data diolah menggunakan uji t’. (dibantu SPSS 16)

i. Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney. (dibantu SPSS 16)

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Tahap Persiapan


(30)

48

Indra Siregar, 2012

b. Membuat rencana penelitan c. Menyusun instrumen penelitian 2. Tahap Pelaksanaan

a. Menentukan kelas eksperimen dan kontrol dari sample yang telah dipilih. b. Melakukan Pretes baik di kelas eksperimen maupun di kelas kontrol. c. Memberikan pretes dan angket awal self-confidence.

d. Melakukan treatmen pembelajaran sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dirancang untuk masing-masing kelas.

e. Memberikan postes dan angket self-confidence akhir. 3. Tahap Pengumpulan data

4. Tahap analisis data

Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut:

Pemberian Pretes & skala self-confidence

Perlakuan pada kelas kontrol (pemb. konvensional)

Pengidentifikasian masalah & tujuan

penelitian

Penyusunan instrumen dan bahan ajar

Penguji coba instrumen

Analisis hasil uji coba

Perbaikan instrumen

Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran MEAs)


(31)

49

Gambar 3.1. Diagram Prosedur Penelitian

J. Jadwal Penelitian

No

. Kegiatan

Bulan

Januari Februari Maret April Mei Juni

1. Perencanaan 2. Pengumpulan data 3. Analisis data 4. Pelaporan


(32)

86

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah disampaikan pada Bab IV sebelumnya, mengenain upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan self-confidence, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan model-eliciting activities dalam pembelajaran matematika dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP daripada pembelajaran konvensional (ekspositori).

2. Penerapan pendekatan model-eliciting activities dalam pembelajaran matematika dapat lebih meningkatkan self-confidence siswa SMP dari pada pembelajaran konvensional (ekspositori).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya, peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi guru matematika, pendekatan model-eliciting activities dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran dikelas, terutama dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP.


(33)

87

3. Bagi peneliti yang ingin menggunakan model-eliciting activities untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, diharapkan dapat dilakukan untuk waktu yang lebih lama, agar mendapatkan hasil yang maksimal.

4. Berdasarkan temuan pada pelaksanaan penelitian, jumlah siswa dikelas harus proporsional. Agar tiap siswa memiliki kesempatan dan ruang untuk berekspresi, mengemukakan pendapat dan bertanya. aktivitas siswa merata, tidak didominasi oleh kelompok anak tertentu.

5. Hasil penelitian ini baru berlaku bagi siswa kelas VIII SMP N 1 Cipanas. Perlu penelitian untuk populasi yang lebih luas lagi. Juga untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.


(34)

88

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalili, A. (2005). Mengembangkan Kreativitas Anak. Jakarta: Al-Kautsar. Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:

Bumi Aksara.

Chamberlin, S.A., Moon, S. M. (2005). Model-Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians. Journal of Secondary Gifted Education, Vol. XVII, No. I (pp. 37-47). [online]. Tersedia:

http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detai mini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=EJ746044&ERI

CExtSearch_SearchType_0=no&accno=EJ746044 [24 November 2011]

Chamberlin, S.A, (2008) How Does the Problem Based Learning Approach Compare to the Model-Eliciting Activity Approach in Mathematics? Dalam International Journal for Mathematic and Learning (ISSN 1473 – 0111) [Online], Tersedia: http://ijmtl.net [ 11 desember 2011]

Cynthia. A, Leavitt, D. (2007). Implementation Strategies for Model Eliciting Activities: A Teachers Guide. [online]. Tersedia: http:// site. educ. indiana.

edu/ Portals/161/Public/Ahn%20&%20Leavitt.pdf[24 November 2011]

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Gulo, S.F. (2009). Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif Siswa SMP dalam Matematika Melalui Pendekatan Advokasi. Tesis PPsUPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hartanto. (2009). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Aplikasi Matematika Siswa Pada Pembelajaran Open-Ended Denga Konvensional Di Sekolah Menengah Pertama. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hendrayana, A. (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematika. Tesis PPsUPI Bandung: tidak diterbitkan.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat tinggi Siswa Sekolah Menengah


(35)

89

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

[24November 2011]

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Konflik Kognitif. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Izzati, N. (2009). Berpikir Kreatif. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Bandung.

Kusumah, Y. (2008). Konsep pengembangan dan Implementasi Computer-Based Learning dalam meningkatkan kemampuan High-Order Thingking. Bandung: UPI Bandung.

Lambertus, P. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SD melalui Pendekatan Matematika Realistik. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematic Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible ”Hidden Variable” In Diagnostic Pretest Score. [Online]. Tersedia: http:www.physics.iastate.edu. [28 November 2011]

Mulyana, T. (2009). Mencari Pembelajaran yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum Matematika 2009. Makalah.

Mulyana, T. (2008). Pembelajaran anamitik sintetik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa sekolah menengah atas. Tesis PPsUPI Bandung: tidak diterbitkan.

Mustaqim, R. (2009). Hubungan antara kemandirian dengan self efficacy pada mahasiwa. Skripsi UPI: tidak diterbitkan.

OECD. (2010). PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do – Student Performance in Reading, Mathematics and Science(Volume I)http://dx.doi.org/10.1787/9789264091450-en ISBN 978-92-64-09144-3 (print) ISBN 978-92-64-09145-0 (PDF) [24 November 2011]

Permana, Y. (2010). “mengembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan

disposisi matematis siswa sekolah menengah atas melalui model-eliciting


(36)

90

Raghunatan, A. (2000). ”Self Cofidence”. Psychology4all.com. [Online]. Tersedia: http://www.Psychology4all.com. [24 November 2011]

Roheti, E. E. (2008). Pembelajaran dengan pendekatan eksplorasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa sekolah menengah pertama. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rohayati, I. (2011). Program Bimbingan Sebaya Untuk Meningkatkan Percaya

Diri Siswa. Jurnal UPI, Edisi Khusus. [online]. Tersedia:

http://jurnal.upi.edu. [24 November 2011]

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Tarsito: Bandung.

Sherlina, R. (2011). Hubungan antara Sumber-sumber Self Esteem pada Tipe Kepribadian Introvert dengan Perceived Social Support Pecandu Narkoba dalam Masa Penyulihan di Lingkungan Yayasan Insane Hamdani Rumah Cemara. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sudrajat, D. (2008). Program Pengembangan Self-Efficacy Bagi Konselor di SMA Negeri Se-Kota Bandung. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Suhardita, K. (2011). Efektifitas Penggunaan Tkenik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Jurnal UPI, Edisi Khusus. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu. [24 November 2011] Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Pers. Sutisna C. (2010). Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Strategi Layanan Bimbingan Kelompok. Tesis PPS UPI; bandung, tidak diterbitkan. Ubaedy, A. (2011). Total Confidence. Jakarta: Bee Media.

Widiatmojo, B. (2004). Peranan Pola Asuh Orangtua dan Bimbingan Belajar tehadap Self- Efficacy dan Prestasi Belajar Siswa, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol.10 no.2. 18.

Wilson, S. & Janes, D. P. (2008). Mathematical Self-Efficacy: How Constructivist Philosophies Improve Self-Efficacy. [Online]. Tersedia: http:// www. scribd.com/ doc/


(37)

91

Zulkardi. (2010). “PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia): dulu, kini

dan nanti”. Makalah pada Kuliah Umum Pendidikan Matematika UPI,


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah disampaikan pada Bab IV sebelumnya, mengenain upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan self-confidence, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan model-eliciting activities dalam pembelajaran matematika dapat lebih meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP daripada pembelajaran konvensional (ekspositori).

2. Penerapan pendekatan model-eliciting activities dalam pembelajaran matematika dapat lebih meningkatkan self-confidence siswa SMP dari pada pembelajaran konvensional (ekspositori).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya, peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi guru matematika, pendekatan model-eliciting activities dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran dikelas, terutama dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMP.

2. Pendekatan model-eliciting activities dalam pembelajaran matematika juga dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan self-confidence siswa SMP.


(2)

3. Bagi peneliti yang ingin menggunakan model-eliciting activities untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, diharapkan dapat dilakukan untuk waktu yang lebih lama, agar mendapatkan hasil yang maksimal.

4. Berdasarkan temuan pada pelaksanaan penelitian, jumlah siswa dikelas harus proporsional. Agar tiap siswa memiliki kesempatan dan ruang untuk berekspresi, mengemukakan pendapat dan bertanya. aktivitas siswa merata, tidak didominasi oleh kelompok anak tertentu.

5. Hasil penelitian ini baru berlaku bagi siswa kelas VIII SMP N 1 Cipanas. Perlu penelitian untuk populasi yang lebih luas lagi. Juga untuk tingkat yang lebih tinggi lagi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalili, A. (2005). Mengembangkan Kreativitas Anak. Jakarta: Al-Kautsar. Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:

Bumi Aksara.

Chamberlin, S.A., Moon, S. M. (2005). Model-Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians. Journal of Secondary Gifted Education, Vol. XVII, No. I (pp. 37-47). [online]. Tersedia:

http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/custom/portlets/recordDetails/detai mini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=EJ746044&ERI CExtSearch_SearchType_0=no&accno=EJ746044 [24 November 2011] Chamberlin, S.A, (2008) How Does the Problem Based Learning Approach

Compare to the Model-Eliciting Activity Approach in Mathematics? Dalam International Journal for Mathematic and Learning (ISSN 1473 – 0111) [Online], Tersedia: http://ijmtl.net [ 11 desember 2011]

Cynthia. A, Leavitt, D. (2007). Implementation Strategies for Model Eliciting Activities: A Teachers Guide. [online]. Tersedia: http:// site. educ. indiana. edu/ Portals/161/Public/Ahn%20&%20Leavitt.pdf[24 November 2011] Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Gulo, S.F. (2009). Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif Siswa SMP dalam Matematika Melalui Pendekatan Advokasi. Tesis PPsUPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hartanto. (2009). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Aplikasi Matematika Siswa Pada Pembelajaran Open-Ended Denga Konvensional Di Sekolah Menengah Pertama. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hendrayana, A. (2008). Pengembangan Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematika. Tesis PPsUPI Bandung: tidak diterbitkan.

Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat tinggi Siswa Sekolah Menengah


(4)

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

[24November 2011]

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Strategi Konflik Kognitif. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Izzati, N. (2009). Berpikir Kreatif. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Bandung.

Kusumah, Y. (2008). Konsep pengembangan dan Implementasi Computer-Based Learning dalam meningkatkan kemampuan High-Order Thingking. Bandung: UPI Bandung.

Lambertus, P. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SD melalui Pendekatan Matematika Realistik. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematic Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible ”Hidden Variable” In Diagnostic Pretest Score. [Online]. Tersedia: http:www.physics.iastate.edu. [28 November 2011]

Mulyana, T. (2009). Mencari Pembelajaran yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum Matematika 2009. Makalah.

Mulyana, T. (2008). Pembelajaran anamitik sintetik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa sekolah menengah atas. Tesis PPsUPI Bandung: tidak diterbitkan.

Mustaqim, R. (2009). Hubungan antara kemandirian dengan self efficacy pada mahasiwa. Skripsi UPI: tidak diterbitkan.

OECD. (2010). PISA 2009 Results: What Students Know and Can Do – Student Performance in Reading, Mathematics and Science(Volume I)http://dx.doi.org/10.1787/9789264091450-en ISBN 978-92-64-09144-3 (print) ISBN 978-92-64-09145-0 (PDF) [24 November 2011]

Permana, Y. (2010). “mengembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan

disposisi matematis siswa sekolah menengah atas melalui model-eliciting activities”. Tesis PPs UPI Bamdung: tidak diterbitkan.


(5)

Raghunatan, A. (2000). ”Self Cofidence”. Psychology4all.com. [Online]. Tersedia: http://www.Psychology4all.com. [24 November 2011]

Roheti, E. E. (2008). Pembelajaran dengan pendekatan eksplorasi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa sekolah menengah pertama. Desertasi PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rohayati, I. (2011). Program Bimbingan Sebaya Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Jurnal UPI, Edisi Khusus. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu. [24 November 2011]

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Tarsito: Bandung.

Sherlina, R. (2011). Hubungan antara Sumber-sumber Self Esteem pada Tipe Kepribadian Introvert dengan Perceived Social Support Pecandu Narkoba dalam Masa Penyulihan di Lingkungan Yayasan Insane Hamdani Rumah Cemara. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sudrajat, D. (2008). Program Pengembangan Self-Efficacy Bagi Konselor di SMA Negeri Se-Kota Bandung. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Suhardita, K. (2011). Efektifitas Penggunaan Tkenik Permainan dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa. Jurnal UPI, Edisi Khusus. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu. [24 November 2011] Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Pers. Sutisna C. (2010). Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Melalui Strategi Layanan Bimbingan Kelompok. Tesis PPS UPI; bandung, tidak diterbitkan.

Ubaedy, A. (2011). Total Confidence. Jakarta: Bee Media.

Widiatmojo, B. (2004). Peranan Pola Asuh Orangtua dan Bimbingan Belajar tehadap Self- Efficacy dan Prestasi Belajar Siswa, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol.10 no.2. 18.

Wilson, S. & Janes, D. P. (2008). Mathematical Self-Efficacy: How Constructivist Philosophies Improve Self-Efficacy. [Online]. Tersedia: http:// www. scribd.com/ doc/ 17461111/Mathematical-self-efficacy-how-constructivist-philosophies-improve-selfefficscy-.


(6)

Zulkardi. (2010). “PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia): dulu, kini dan nanti”. Makalah pada Kuliah Umum Pendidikan Matematika UPI, Bandung.