PROSES PEMBELAJARAN KEAKSARAAN PADA MASYARAKAT BADUY DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR KABUPATEN LEBAK JAWA BARAT.
PROSES PEMBELAJARAN KEAKSARAAN
PADA MASYARAKAT BADUY DI DESA KANEKES
KECAMATAN LEUWIDAMAR KABUPATEN LEBAK
JAWA BARAT
TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Bandung
untuk memenuhi salah satu syarat ujian Strata Dua
pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh : Mamat Ruhima*/ 9596170
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
PROGRAM PASCA SARJANA IKIP BANDUNG
1988
DISETUJUI DAN DISAHKAN TIM PEMBIMBING
( Prof. Dr. H. Diudiu Sudiana. M. Ed )
Pembimbing I
( Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadia)
Pembimbing II
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1 998
Belajarkanlah anak-anakmu,
karena mereka adalah makhluk ciptahan Tuhan,
yang akan memasuki jaman yang berbeda,
dengan keadaan jamanmu sekarang.
(Al Hadist)
ABSTRAK
PROSES PEMBELAJARAN KEAKSARAAN PADA MASYARAKAT BADUY
DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR
KABUPATEN LEBAK JAWA BARAT
Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat terasing yang bertempat
tinggal menetap di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Jawa Barat.
Kehidupan masyarakatnya sangat terikat dengan pola pikukuh adat yang diberlakukan
sepanjang jaman.
Khusus dalam bidang pendidikan, masyarakat yang bersangkutan tidak mengenal
kehadiran pendidikan sekolah. Namun demikian, meskipun secara adat tidak menerima
kehadiran pendidikan sekolah, ternyata telah ada sekelompok masyarakat yang telah
melek huruf Studi ini mencoba mengungkap proses pembelajaran yang telah dilakukan
masyarakat dalam upaya mengentaskan diri dari kebutahurufan. Untuk kepentingan
penelitian, studi ini dibatasi ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut
: (a) apakah masyarakat Baduy telah memiliki kebutuhan belajar, kalau memang telah
memilikinya, apakah jenisnya ?, (b) bagaimana gaya belajar yang telah dilakukan oleh
masyarakat Baduy ?, (c) apakah ada relevansi antara pikukuh adat masyarakat Baduy
dengan kebutuhan pendidikan dan gaya belajar yang dilakukannya, (d) faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi masyarakat Baduy untuk mau dan mampu membelajarkan
dirinya ?, (e) apakah ada perbedaan proses pembelajaran antara masyarakat Baduy luar
dengan Baduy dalam ?, dan (f) kebutuhan belajar apalagikah yang diperlukan masyarakat
Baduy setelah mereka melek huruf?
Studi ini pada dasarnya bertujuan untuk : (a) mengkaji kebutuhan belajar
masyarakat Baduy, terutama dalam bidang pendidikan luar sekolah, (b) mengkaji model
pembelajaran yang telah dilakukan masyarakat Baduy dalam mengentaskan dirinya dari
kebutahurufan, (c) mengkaji berbagai faktor penyebab munculnya kemauan dan
kemampuan masyarakat untuk membelajarkan dirinya, (d) mengamati proses pembelajaran
yang telah dilakukan, (f) mengkaji jenis-jenis kebutuhan belajr lain setelah mereka melek
huruf.
Studi ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif Tehnik
penelitian yang digunakan berupa wawancara dan dokumentasi. Subyek penelitiannya
ditentukan secara purposif. Para informan dari studi ini terdiri atas carik desa (sekretaris)
Kanekes dan sejumlah anggota Masyarakat Baduy yang telah melek huruf.
Topik studi di atas pada dasarnya didukung oleh teori perubahan sosial dan proses
pemberdayaan masyarakat. Teori perubahan sosial pada intinya menyatakan bahwa tidak
ada masyarakat yang statis, mengingat kehidupan itu sendiri merupakan gerak maju. Pada
sisi lain teori perubahan sosial memandang bahwa terjadinya perubahan dalam masyarakat
merupakan suatu peristiwa yang wajar terjadi. Terjadinya perubahan sosial didukung oleh
faktor-faktor sebagai berikut : (a) kontak budaya lain, (b) sistem pendidikan formal yang
maju, (c) keinginan untuk maju, (d) toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang, (e)
sistem pelapisan masyarakat yang terbuka, dan (f) heterogenitas penduduk. Konsep kedua
yang melandasi topik studi ini adalah pemberdayaan. Pendidikan luar sekolah dianggap
sebagai proses pemberdayaan, diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaran
kepada individu/kelompok guna memahami dan mengontrol kekuatan sosial, ekonomi dan
politik sehingga dapat memperbaiki kehidupannya di masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masyarakat Baduy : (a) secara adat dituntut
untuk terus menjalankan pikukuhnya,
(b) telah memiliki kebutuhan belajar, (c) gaya
pembelajarannya dilakukan secara individual, (d) sebagian warga masyarakat yang telah
melek huruf berasal dari Kampung Baduy Panamping dan berusia muda, (e) ada dua faktor
utama yang mendorong masyarakat untuk mau dan mampu membelajarkan dirinya, yaitu
internal dan eksternal, (f) carik (sekretaris) desa telah berperan sebagai fasilitator dan
sumber belajar, (g) pendidikan anak sepenuhnya merupakan tanggung jawab para orang
tua, serta (h) memiliki etika lingkungan yang tinggi.
Bertitik tolak dari hasil studi di atas, penulis merekomendasikan : (a)
pemberdayaan masyarakat Baduy hendaknya disesuaikan dengan referensi nilai-nilai
budaya masyarakat yang bersangkutan, (b) perlunya identifikasi kebutuhan belajar aktual,
yang benar-benar fungsional bagi kehidupan masyarakat setempat (c) memperbanyak
bahan-bahan bacaan yang berkaitan langsung dengan kegiatan hidup mereka sehari-hari,
(d) carik perlu secara aktif membelajarkan masyarakat, tetapi tetap memperhatikan
referensi adat masyarakat yang bersangkutan sehingga mereka tidak merasa sedang
diintervensi fihak luar, (e) bagi fihak-fihak terkait seperti seksi Dikmas Depdikbud
hendaknya mengambil peran aktif dalam membelajarkan masyarakat Baduy, seperti
menyediakan bahan-bahan belajar dan meningkatkan pengetahuan dengan cara
mengadakan pelatihan khusus bagi carik sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran
Masyarakat Baduy.
XI
ABSTRACT
LITERACY LEARNING PROCESS OF THE BADUY'S COMMUNITY
IN DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR
KABUPATEN LEBAK - WEST JAVA
The Baduy's community is one of many locked communities in Indonesia. They
live permanently in Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak - West
Java. Actually, their lives are deeply involved by "pola pikukuh adat" (Local tradition)
that has been grown up over and over since They lived in The area.
Especially in education, They don't know a kind of scholarship education.
Nevertherless, although they don't know about it, there are many peolples of the member
of Baduy's community have been able to read. This study is going to try to explain and
prove some learning processes that have been done, in order to get out from the condition
that they couldn't read. In order to get any explanation of the problems, the study is
limited by some research questions, as follows : (a) has The Baduy community had a kind
of learning need, and what kind of learning process that has been done ?, (b) what kind of
learning style that has been done by the Baduy's, (c) is there any relevancies between
Pikukuh adat of The Bafiiy's with their learning need and also with learning style that has
been done ?, (d) what kind of factors those determine the Baduy's to be able to learn
themselves, and (e) are there any differences between Baduy Luar and Baduy Dalam
especially in learning process ?, and (f) are any other learning needs for the Baduy's after
they are able to read ?
The objectives of the research are : (a) to study the Baduy's learning need,
especially in out of school education, (b) to study a model of learning process that has
been done bythem, inorder to get out from the condition where they couldn't read, (c) to
find out many factors those motivate them to learn, (d) to study a learning process that has
been done, and also (e) to find out any other kinds of learning needs those rise after they
are able to read.
Descriptively, this research use a qualitative approach with interview and
documentation methods. In the research, the writer tries to use a purposive sample by
handing out from the research population. The method is used
XH
in order to get a
maximized result. To get an accurate data, the writer researches the condition of Baduy's
lives directly for many times. Beside of it, the writer also gets many data and informations
from some informen. They are "Carik Desa Kanekes" (Secretary Officer of Kanekes
Village) and some peoples of a member of The Baduy's community who have been able to
read.
The study is based on two grand theories. Those are social changing theory and
the concept of community empowering. The first theory expalin that there is no a static
community in the world because life is a kind of social mobility time by time. On the other
hand, the theory is also explain that social change is a natural process. There are many
factors those determine of the process, as follows : (a) a process of social contact with
another culture, (b) delevoping in a system of formal education, (c) communities need to
improve themselves, (d) the tolerance to many distortion of behaviors, (e) opened social
stratifications, and (f) the heterogenity of the member of community. The second concept
is community empowering. Trough the concept, we can see that the out of school
education is said as a process of empowering. The process is hoped to be able to give a
conciuousness to any individu or clan to understand a social, economic and plotical power
so that they can improve their lives.
Through the research, we can see that : (a) traditionly, the members of Baduy's
community have to behave the same as their live style that has strongly handed time by
time, (b) they have had learning needs, (c) their learnig style is done individual, (d) many
peoples of the Baduy's community who have been able to read come from "Kampung
Baduv Panampins? (Outer Baduy Village) and are especially youngers, (e) there are two
main factros that motivate many peoples to learn themselves. They are internal and
external factors, (f) Carik Desa has become as a facilitator and a learning resource in the
process, (g) Parents have a fully resposibilities to their Children Education process, and
(h) the Baduys have a deeply environmental ethics.
Based on the research, a writer has some recomendations, as follows : (a) a
process of Baduy's empowering has to match by a set of local references, especially any
habitual culture, (b) we need to identify an actual learning needs, (c) we have to give them
more books or meny references those link to their habitual life, (d) The Carik has to give a
Xlll
learning process actively to the Baduy's, (e) The instancies those involved in the
programm (e.g. Seksi Dikmas Depdikbud) has to take an active role in the programm, for
examples in offering many books (or learning materials), in improving Carik's
knowledges, and so on.
XIV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
xii
DAFTAR ISI
xv
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
2. Pembatasan Masalah
7
3. Rumusan Masalah
4. Definisi Operasional
5. Tujuan Penelitian
6. Kegunaan Penelitian
7
8
11
11
BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL MENGENAI PEMBELAJARAN
MASYARAKAT BADUY
1. Pengertiandan SejarahPerkembangan PLS
13
2. Posisi PLS dalam UUSPN
16
3. Sistem dan Pendekatan Pembelajaran PLS
4. KegiatanBelajarPartisipatif
5. Masyarakat Terasing
6. Potret MasyarakatBaduy
20
33
36
39
7. Peluang Pembelajaran Masyarakat Baduy
8. Strategi Pembelajaran Masyarakat Baduy
44
52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
65
2. TehnikPengumpulan Data
66
3. AnalisisData
68
4. Subyek Penelitian
70
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pola Pikukuh Masyarakat Baduy
73
2. Ketaatan Terhadap Pikukuh
3. Munculnya WargaMasyarakat Yang Melek Huruf
4. Pembahasan Hasil Penelitian
77
85
109
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
118
2. Rekomendasi
120
DAFTAR PUSTAKA
124
LAMPIRAN-LAMPIRAN
127
XVI
DAFTAR GAMBAR DAN 1 ABEL
Gambar 1 : Hubungan Antar Komponen Dalam Pendidikan Luar Sekolah
21
Gambar 2 : Alur Terjadinya Perubahan Sosial Pada Masyarakat Baduy
47
Gambar 3 : PetaLokasi Penelitian
72
Tabel 1 : Daftar Orang Baduy yang telah melek huruf
87
Gambar 4 : Alur Kegiatan Belajar yang Dilakukan Warga Baduy
104
Gambar 5 : Alur Pembelajaran yang Diprakarsai Carik Desa
106
Gambar 6 : Alur Model Pembelajaran yang perlu diujicobakan
123
XVI1
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Menurut Undang Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional (UU RI Nomor 2
Tahun 1989), pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang. Sedangkan "pendidikan nasional" adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945. Lebih jauh UUSPN tersebut, menjelaskan juga bahwa penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur
pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengakar secara berjenjang dan
berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991
tentang Pendidikan Luar Sekolah, pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah, baik dilembagakan maupun tidak. Lebih jauh PP Nomor
73 tahun 1991 tersebut di atas, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah
sebagai berikut:
a) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini
mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu
kehidupannya.
b) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah
atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
dan
c) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam
jalur pendidikan sekolah.
Pelaksanaan pendidikan luar sekolah dilakukan melalui beberapa bentuk satuan
pendidikan, seperti kursus, kelompok belajar dan satuan pendidikan lain. Kursus
diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri,
bekerja mencari nafkah dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Kelompok belajar diselenggarakan bagi sekumpulan warga belajar dengan
saling membelajarkan untuk mengembangkan diri, bekerja dan atau melanjutkan ke
tingkat dan atau jenjang yang lebih tinggi. Pelaksanaan pendidikan luar sekolah dalam
bentuk satuan pendidikan lain, misalnya di dalam kelompok bermain, penitipan anak dan
satuan pendidikan sejenis yang ditetapkan oleh Menteri.
Kalau kita memperhatikan perkembangan jalur pendidikan nasional, khususnya
jalur pendidikan luar sekolah, jalur PLS ini sebenamya telah ada sejak dahulu, bahkan
perkembangannyaitu setua dengan perkembangan peradaban manusia. Berkaitan dengan
sejarah perkembangan Pendidikan Luar Sekolah, Sutaryat Trisnamansyah (1992 : 2)
menjelaskan bahwa :
pendidikan luar sekolah dalam bentuk yang paling asli (indegenious)
telah ada sejak dulu, kehadirannya lebih dulu dari perkembangan pendidikan
formal atau pendidikan persekolahan. Pendidikan luar sekolah yang indigenious
berakar pada tradisi dan kebiasaan menyampaikan ajaran agama.
Pendidikan Luar Sekolah berkembang dari pendidikan tradisional yang biasanya
berakar dalam ajaran agama dan tradisi yang dianut oleh warga masyarakat. Bentukbentuk kegiatannya seperti pelestarian dan pewarisan budaya secara turun lemurun.
Kegiatan-kegiatan pendidikan luar sekolah merentang dari bentuk yang sangat sederhana
seperti dari seseorang kepada individu-individu lain sampai kepada bentuk yang
kompleks, seperti upacara tradisional atau upacara adat yang dilakukan oleh kelompok
yang cukup besar.
Memperhatikan beberapa penjelasan di atas, khususnya mengenai perkembangan
pendidikan luar sekolah, nampak jelas bahwa pendidikan luar sekolah itu telah
berkembang sejak lama. Lebih jauh, Djudju Sudjana (1991 : 1) mengatakan bahwa :
Pendidikan luar sekolah telah tumbuh dan berkembang dalam alur kebudayaan
setiap masyarakat, dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang dianut oleh
masyarakat, sehingga kehadirannya memiliki akar yang kuat pada budaya yang
dianut oleh suatu masyarakat.
Bentuk kegiatan dalam pendidikan luar sekolah sudah pasti tidak terlepas dari
pengaruh berbagai faktor dinamik yang senantiasa berkembang dalam masyarakat.
Faktor-faktor dinamik dalam masyarakat itu akan turut serta menentukan aksi pendidikan
luar sekolah yang akan dilaksanakan, mengingat masyarakat berperan sebagai subyek dan
sekaligus obyek dari kegiatan PLS. Berkaitan dengan hal di atas, Sutaryat Trisnamansyah
(1993 : 11) mengatakan ada lima faktor yang makin memantapkan bahwa PLS itu makin
diperlukan dalam masyarakat, kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a) Kependudukan
b) Perubahan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c) Kemajuan dan perkembangan informasi
d) Perubahan struktur masyarakat yang menuju ke tahap industri, dan
e) Ketenagakerjaan.
Kegiatan-kegiatan PLS senantiasa harus dapat menjawab berbagai tantangan
pendidikan yang senantiasa berkembang dengan cepat di masyarakat. Bidang-bidang
pendidikan yang tak tergarap oleh jalur pendidikan sekofctfe, hendaknya menjadi lahan
4
yang subur bagi aksi PLS. Upaya peningkatan kualitas manusia melalui pencerdasan
bangsa, tentu saja tak semuanya dapat dilakukan oleh pendidikan sekolah, mengingat
masih adanya keterbatasan dalam pendidikan sekolah. Tantangan pembangnan
pendidikan di negara kita akan semakin berat, apalagi pada masa realisasi AFTA dan
APEC. Berkaitan dengan masa realisasi AFTA dan APEC tersebut, Jalaludin Rakhmat
(1995 : 5) mengatakan bahwa :
Era realisasi globalisasi perdagangan bebas, baik pada masa AFTA maupun
APEC pada dasarnya merupakan persaingan kualitas manusia. Oleh karena itu,
maka implikasinya adalah bahwa dunia pendidikan di negara kita harus mampu
mempersiapkan manusia agar siap menjadi pemain aktif dalam era tersebut. Bila
tidak, maka dunia pendidikan kita hanyalah akan menghasilkan manusia yang
berperan sebagai penonton saja.
Tantangan dunia pendidikan tentu saja sangat dipengaruhi oleh perkembangan
jaman itu sendiri. Dunia pendidikan, idealnya harus mampu mengantisipasi dan sekaligus
mengestimasi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu implikasinya dunia pendidikan
senantiasa akan ditantang oleh perubahan tuntutan kebutuhan jaman. Bila kondisi dunia
pendidikan tak mampu menyelearaskan dengan tuntutan kebutuhan jaman, maka sudah
pasti pendidikan itu akan kehilangan nilai "keberartiannya". Berkaitan dengan relevansi
dunia pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, Engkoswara (1986 :44) lebih jauh
mengatakan :
bila pada saatnya nanti masyarakat kita tidak siap berbaur dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mungkin saja orang-orang Indonesia
hanya akan menjadi monyet-monyet kecil yang bertugas meminyaki alat-alat
elektronik bangsa lain. Begitu pula dengan gadis-gadisnya yang cantik, mungkin
hanya bertugas membuat kopi di dapur-dapur perusahaan asing.
Kalau kita membicarakan mengenai tantangan dunia pendidikan, maka tidak
berarti hanya membicarakan dunia pendidikan sekolah saja, melainkan di dalamnya juga
pendidikan luar sekolah. Posisi dari kedua jalur pendidikan di atas dalam konteks
pendidikan nasional adalah setara, yaitu masing-masing berperan sebagai subsistem
pendidikan nasional. Salah satu tantangan dan sekaligus garapan yang harus segera
dilakukan adalah pemberantasan buta huruf dan pensuksesan program pendidikan dasar
sembilan tahun. Pensusksesan program pendidikan dasar sembilan tahun dan
pemberantasan buta huruf sangat beralasan untuk diprioritaskan, sebab menurut laporan
Biro Pusat Statistik, sampai dengan tahun 1995 di negara kita masih terdapat 7,17 %
penduduk yang buta huruf. Data penduduk yang buta huruf di atas, sebagian besar
terkonsentrasi di daerah-daerah pedesaan. Dalam rangka pensuksesan pembangunan,
apalagi menghadapi era globalisasi perdagangan bebas, pengentasan buta huruf sangat
penting untuk dilakukan.
Program-program pendidikan luar sekolah, memang sangat variatif, dan harus
menjangkau seluruh segmen masyarakat. Di tengah-tengah arus modemisasi yang tengah
beriangsung selama ini, sebenamya masih ada kelompok-kelompok masyarakat yang
kurang beruntung dalam menerima pelayanan pendidikan, meskipun hal itu merupakan
hak dari setiap anggota masyarakat ( Pasal 32 UUD 1945). Salah satu kelompok
masyarakat yang kurang beruntung itu dalam memperoleh pelayanan pendidikan itu
adalah Masyarakat Baduy yang bertempat tinggal menetap di Desa Kanekes.
Masyarakat Baduy secara administratif merupakan salah satu masyarakat yang
menempati wilayah otonomi, yaitu di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten
DATI II Lebak Jawa Barat. Sedangkan apabila dilihat dari konteks sosial budayanya,
Masyarakat Baduy merupakan suatu masyarakat yang masih memegang kukuh prinsip-
6
prinsip hidup yang relatif tradisional, baik dalam penampilan fisik maupun dalam
pergaulan sosialnya. Perilaku hidup mereka diikat kuat oleh suatu aturan yang
diberlakukan sepanjang jaman. Menurut adat mereka, kehidupan Masyarakat Baduy
jangan mudah dipengaruhi oleh pengaruh masyarakat luar. Hal itu tersirat dari suatu
ungkapan adat yang sering dikemukakan masyarakat setempat seperti halnya diungkap
oleh Ade Kusmiyadi (1996 : 24), yaitu sebagai berikut:
datang walanda ulah kawalandaan, datang cina ulah kacinaan, ahir jaman ulah
kaahiran, kucuplak lauk ulah dirontok, gelembeng duit ulah dirawu, artinya
adalah : datang Belanda jangan seperti Belanda, datang cina jangan seperti
Cina, akhir jaman jangan menjadi orang terakhir, terlihat ikan jangan
ditangkap dan melihat uang jangan diambil.
Kalau kita memperhatikan ungkapan di atas, nampak jelas adanya pesan moral bahwa
Orang Baduy itu jangan mudah dipengaruhi dan terpengaruh oleh perkembangan
masyarakat yang terjadi di luar Baduy.
Khusus dalam bidang pendidikan, sampai saat ini pada masyarakat yang
bersangkutan sama sekali menolak kehadiran pendidikan sekolah. Masyarakat Baduy
menamakan sekolah hanyalah sebagai "sakola dongeng". Namun demikian, dari
pengamatan penulis, meskipun sampai saat ini tidak menerima kehadiran sekolah, pada
masyarakat yang bersangkutan ternyata telah ada sebagian anggota masyarakat yang
telah melek huruf. Kenyataan di atas itulah yang akan dijadikan titik awal (starting point)
pembahasan dari tesis ini.
2. Pembatasan Masalah
Setelah memperhatikan uraian pada latar belakang masalah di atas, nampak jelas
secara umum bahwa masalahnya adalah meskipun Masyarakat Baduy tidak mengenal
adanya kehadiran sekolah, namun ternyata diantara mereka telah ada yang melek huruf.
Studi ini akan mencoba memfokuskan diri pada bagaimana proses pembelajaran yang
telah dilakukan oleh mereka yang telah melek huruf. Selain itu, melalui studi ini juga
akan dicoba diungkapkan data empirik mengenai cita-cita dan atau harapan mereka
setelah melek huruf. Disadari ataupun tidak, adanya kelompok masyarakat yang telah
melek huruf itu sudah pasti merupakan hasil dari serangkaian proses panjang yang
didalamnya melibatkan sejumlah komponen. Komponen-komponen yang dimaksudkan
itu, baik internal maupun ekstemal, tentu saja akan menjadi fokus perhatian pula dalam
studi ini.
3. Rumusan Masalah
Seperti halnya telah diungkapkan pada uraian sebelumnya, untuk kepentingan
penelitian, masalah tersebut di atas dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan penelitian
di bawah ini. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dimaksudkan di atas adalah sebagai
berikut:
1. Apakah Masyarakat Baduy telah memiliki kebutuhan belajar, kalau memang telah
memilikinya, apa jenisnya ?
2. Bagaimanakah gaya belajar (learning style) yang telah dilakukan oleh Masyarakat
Baduy ?
3. Apakah ada relevansi antara pikukuh adat Masyarakat Baduy dengan kebutuhan
pendidikan dan gaya belajar yang dilakukannya ?
4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi masyarakat untuk mau dan mampu
membelajarkan dirinya ?
5. Apakah ada perbedaan proses pembelajaran antara Masyarakat Baduy Luar dengan
Baduy Dalam ?
6. Kebutuhan belajar apa lagikah yang diperlukan Masyarakat Baduy setelah mereka
melek huruf?
Keenam pertanyaan di atas itulah yang akan dicoba diungkap dalam proses penelitian ini
selanjutnya.
4. Definisi Operasional
Setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, jelas terlihat bahwa dalam studi ini
terdapat beberapa konsep utama, yaitu : (1) model belajar, (2) Masyarakat Baduy, (3)
Relevansi, dan (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran.
Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Sedangkan dalam
pengertian lain, model juga sering diartikan sebagai barang dan atau benda tiruan dari
benda sesungguhnya. Model pembelajaran menurutBruce Joyce dan Marsha Weil
sebagaimana dikutip Udin Winatasaputra (1994 : 58) adalah :
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfUngsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
9
Model pembelajaran itu tentu saja sangat diperlukan, sebab merupakan salah satu
instrumen penting untuk mencapai hasil yang telah dirumuskan sebelumnya. Khusus
mengenai tujuan dan atau hasil akhir pembelajaran, lebih jauh Bruce dan Marsha Weil
(1986 : 47) mengatakan bahwa "
the student's increased capabilities to learn more
easily and effectively in the future".
Masyarakat Baduy adalah sekelompok masyarakat yang menempati wilayah
otonomi, yaitu Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak Jawa Barat.
Apabila dilihat dari konteks sosial budayanya, Masyarakat Baduy merupakan suatu
masyarakat yang masih memegang teguh prinsip-prinsip hidup tradisional, baik dalam
penampilan fisik maupun dalam kehidupan sosialnya. Tradisi masyarakat dalam bentuk
pikukuh harus ditaati dan dihormati, dan untuk menhormatinya itu, maka dibuatlah
seperangkat aturan-aturan. Aturan-aturan masyarakat untuk mempertahankan pikukuh
dinamakan buyut. Sehubungan dengan hal tersebut, lebih jauh Gurniwan (1994 : 1)
mengatakan bahwa:
Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat yang memiliki tradisi
khas, yang berbeda dengan masyarakat Jawa Barat pada umumnya, tradisi
mereka disebut dengan "pikukuh Baduy". Pelanggaran terhadap pikukuh akan
dikenakan sangsi adat oleh para baris kolot.
Berdasarkan kepada ketaatan terhadap pikukuhnya, Masyarakat Baduy dibedakan atas
dua buah, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam bermukim di
tiga tempat, yaitu Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik. Masyarakat Baduy Dalam berperan
sebagai pemangku adat. Baduy Dalam sering pula dinamakan Baduy Tangtu. Sedangkan
masyarakat Baduy Luar bermukim menetap di luar tiga kampung di atas dan secara adat
berada di bawah pengawasan Baduy Dalam. Baduy Luar sering pula dinamakan Baduy
10
Panamping.
Pelaksanaan nilai-nilai adat pada Masyarakat Baduy Luar relatif lebih
longgarjika dibandingkan dengan Baduy Dalam.
Konsep yang ketiga dari studi ini adalah relevansi antara pikukuh Baduy dengan
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Relevansi pada pernyataan di atas berarti
keterkaitan antara nilai-nilai budaya Masyarakat Baduy yang terangkum dalam pikukuh
dengan kegiatan belajar masyarakat yang bersangkutan. Melalui penelahaan terhadap
relevansi di atas, diharapkan akan temngkapkan sejumlah referensi nilai-nilai budaya
yang mendukung, bahkan menghambat terhadap kegiatan pembelajaran.
Konsep keempat dari topik pada tesis ini adalah faktor-faktor
yang
mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Munculnya motivasi membelajarkan diri pada
Masyarakat Baduy, sudah pasti merupakan suatu hasil dari sebuah proses yang cukup
panjang. Kemauan untuk membelajarkan diri, lebih jauh juga merupakan suatu keputusan
yang tentu saja sebelumnya banyak pertimbangan yang hams senantiasa diperhitungkan.
Keputusan itu sendiri, tentu saja tak terlepas dari pengaruh berbagai faktor. Kemauan
untuk membelajarkan diri pada Masyarakat Baduy akan dipengamhi oleh dua faktor
utama, yaitu internal dan ekstemal. Faktor internal, diduga muncul dari hati nurani
masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan faktor ekstemal, diduga muncul sebagai hasil
dari interaksi Orang Baduy dengan masyarakat-masyarakat lain melalui kontak sosial
yang semakin terbuka.
Setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, nampakjelas bahwa topik studi ini
pada dasamya akan mencoba melihat mengenai latar belakang dan aksi pembelajaran
11
yang telah dilakukan Masyarakat Baduy yang memiliki tradisi khas, terutama pada jalur
pendidikan luar sekolah.
5. Tujuan Penelitian
Tujuan dari studi ini pada dasamya adalah sebagi berikut :
a
Mengkaji kebutuhan belajar Masyarakat Baduy, terutama dalam bidang pendidikan
luar sekolah (PLS)
b Mengkaji model pembelajaran yang telah dilakukan Masyarakat Baduy dalam
mengentaskan dirinya dari kebutahurufan.
c
Mengkaji
berbagai
faktor penyebab
munculnya
kemauan dan
kemampuan
Masyarakat Baduy untuk membelajarkan dirinya.
d
Mengamati proses pembelajaran yang telah dilakukan.
e
Mengkaji jenis-jenis kebutuhan belajar lain setelah mereka melek huruf.
6. Kegunaan Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang, pemmusan masalah, definisi operasional dan
tujuan penelitian di atas, akhir dari studi ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, baik
bagi pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah itu sendiri, maupun bagi
kepentingan praktis di lapangan.
Kegunaan hasil penelitian ini bagi kepentingan pengembangan keilmuan adalah
memberikan masukan dalam pengembangan konsep belajar membelajarkan pada
pendidikan luar sekolah pada khususnya dan ilmu pendidikan pada umumnya. Sedangkan
secara praktis, kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah
12
satu pedoman dalam pengelolaan program-program pendidikan luar sekolah, baik bagi
para perencana maupun juga bagi para praktisi di lapangan, temtama apabila akan
memberdayakan suatu masyarakat yang masih relatifterasing.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada studi ini adalah deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif yang bertumpu pada latar belakang masalah untuk
menjawab sejumlah pertanyaan penelitian yang telah diajukan. Berkaitan dengan metode
penelitian deskriptif, Rusidi (1985 : 23) menyatakan bahwa :
penelitian
yang
bersifat
deskriptif bertujuan
membuat
pencanderaan/lukisan/deskripsi mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu
populasi atau daerah tertentu secara sistematik, faktual dan teliti, variabelvariabel yang diteliti terbatas atau tertentu saja, tetapi dilakukan secara meluas
dan mendalam.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seluk beluk model dan gaya pembelajaran yang
telah dilakukan masyarakat baduy serta untuk mengujicobakan model pembelajaran yang
ideal bagi masyarakat setempat sesuai dengan referensi nilai-nilai sosial budaya yang
diyakininya. Untuk memperoleh data sesuai dengan tujuan di atas, diperlukan adanya
pengamatan secara kritis yang dilandasi oleh pemahaman menggali informasi secara jelas
mengenai proses pembelajaran yang telah mereka lakukan. Pengamatan terhadap proses
pembelajaran yang telah dilakukan masyarakat baduyhams dilakukan secara hati-hati,
mengingat adanya kepandaian membaca dan menulis itu tak dibenarkan oleh pikikuh
mereka. Berkaitan dengan pendekatan penelitian kualitatif, lebih jauh Nasution (1988 : 9)
mengatakan bahwa penelitian naturalistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Sumber data adalah situasi yang wajar "natural setting" berdasarkan observasi situasi
yang wajar.
65
Ii;£^:v:j i ><
"*•^
^y
"
•/
66
b) Peneliti berperan sebagai instmmen penelitian yang utama, tidak menggunakan alatalat seperti angket dan atau tes tertulis, melainkan melalui pengamatan dan
wawancara langsung.
c) Mengutamakan data langsung, yaitu peneliti sendiri yang terjun ke lapangan.
d) Melakukan triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data dengan mengkonfirmasi data
sempa dari pihak lain.
e) Mencatat data secara rinci dan mendetail.
f) Subyek yang diteliti dianggap sama kedudukannya dengan peneliti itu sendiri.
g) Melakukan verifikasi, yaitu mencari kasus-kasus yang berbeda dengan apa yang telah
ditemukan untuk memperoleh sesuatu hal yang lebih terpercaya.
h) Tehnik sampling dilakukan secara purposif, yaitu dipilih berdasarkan tujuan-tujuan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
i) Kegiatan penelitian beriangsung secara alamiah dan dalam situasi yang wajar, tanpa
hams mengganggu kegiatan rutinitas subyek penelitian, dan
j) Mengadakan analisis sejak awal penelitian dan setemsnya sepanjang masa penelitian.
Memperhatikan karakteristik dari pendekatan kualitatif di atas, nampak jelas bahwa untuk
mengamati proses dan mengujicoba suatu model pembelajaran akan lebih tepat dengan
menggunakan pendekatan kualitatif.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini pada dasamya
terdiri atas tiga macam, yaitu wawancara, studi dokumentasi, dan triangulasi. Melalui
tehnik wawancara diharapkan akan terkumpul sejumlah informasi mengenai seluk beluk
Masyarakat Baduy hingga dapat membaca humf latin. Tehnik wawancara yang dilakukan
bempa wawancara mendalam (indepth interview), tidak terikat oleh suatu daftar
pertanyaan yang dipersiapkan, sehingga wawancara dilakukan berdasarkan pada topik
permasalahan yang secara umum telah ditetapkan peneliti. Hubungan antara pewawancara
dengan yang diwawancarai beriangsung dalam suasana biasa dan wajar, sehingga tanya
jawab berjalan seperti halnya obrolan santai sehari-hari yang sering dilakukan oleh warga
67
yang bersangkutan. Situasi pelaksanaan wawancara seperti di atas senantiasa hams
diciptakan oleh para peneliti agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak yang
diwawancarai. Untuk melengkapi data, pada kegiatan wawancara juga dilakukan
perekaman dari pengalaman individu (life history) yang bertujuan guna memperdalam
pengertian dan pemahaman peneliti mengenai masyarakat yang bersangkutan. Dalam
tehnik wawancara, bahasa yang digunakannya adalah Bahasa Sunda dengan dialek
Banten.
Tehnik dokumentasi dilakukan guna melengkapi data yang telah diperoleh melalui
tehnik wawancara. Dalam tehnik dokumentasi ini, pencarian data dan atau informasi
dilakukan melalui berbagai dokumen, seperti hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai
seluk beluk keberadaan masyarakat yang bersangkutan. Adapun alasan penggunaan tehnik
dokumentasi ini menumt Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip oleh Moleong (1981 :
232) adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
Dokumen dan pencatatan mempakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong
Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian
Sifatnya yang alamiah
Relatif murah dan mudah diperoleh
Memberi kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu
yang diselidiki.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi, baik yang bersifat
internal maupun ekstemal. Dokumen internal meliputi memo, pengumuman, instruksi,
risalah dan laporan. Sedangkan dokumen ekstemal meliputi informasi yang bempa
majalah, buletin, dan berita-berita mengenai keberadaan Masyarakat Baduy yang disiarkan
oleh media massa, temtama media cetak.
68
Selain melalui tehnik wawancara dan dokumentasi, dalam penelitian ini juga
dilengkapi dengan triangulasi data. Triangulasi ini pada dasamya mempakan penelitian
ulang yang dilakukan guna mengecek keabsahan data yang telah diperoleh. Berkaitan
dengan triangulasi ini, Moleong (1989 : 195) mengatakan bahwa tehnik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu. Selanjutnya, masih menumt Moleong
(1989 : 195) mengatakan bahwa triangulasi data dapat dicapai melalui :
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil yang diwawancarai
b) Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan
secara pribadi
c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan sepanjang waktu
d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang lain
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen lain yang relevan.
Triangulasi dilakukan terhadap para informan yang mengenai seluk beluk kehidupan
Masyarakat Baduy, dengan harapan agar informasi yang telah diperoleh sebelumnya tidak
mengalami penyimpangan.
3. Analisis Data
Data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pada awalnya
masih sulit untuk diidentifikasi. Data yang terkumpul dari lapangan sangat banyak dan
bervariasi, seperti catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto serta berbagai
dokumen.
Untuk
memudahkan
dalam
menganalisa
datanya,
tentu
saja
perlu
diorganisasikan terlebih dahulu kedalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana. Analisis
69
data menumt Patton sebagaimana dikutip Moleong (1989 : 112) adalah proses mengatur
umtan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dimmuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data.
Adapun langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Pemrosesan satuan, kegiatan ini bertujuan untuk memperhalus pencatatan data yang telah
dilakukan dengan cara seperti : (1) inventarisasi data, (2) pemberian kode-kode tertentu
terhadap masing-masing kelompok data, (3) penandaan jenis dan latar belakang
responden maupun warga belajar, dan (4) penandaan cara pengumpulan data yang
dilakukan, misalnya W = wawancara, P = pengamatan, dan D = dokumen.
Kategorisasi,
kegiatan
ini bertujuan
untuk
mengelompokkan
data
yang
telah
diinventarisasi kedalam bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan.
Penafsiran data, kegiatan ini dilakukan guna memberikan pemaknaan terhadap data hasil
penelitian yang telah diorganisasikan sebelumnya serta menghubungkan dengan variabelvariabel lain.
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini tentu saja tak lepas dari
kekurangan, dan bila masih ada data lain yang diperlukan, tak tertutup kemungkinan
untuk dilakukan pencarian data kembali ke lapangan, mengingat analisis data dalam
penelitian naturalistik tak hanya diawali ketika data sudah terkumpul semua, melainkan
analisis datanya dilakukan sejak awal.
70
4. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam studi ini adalah warga Masyarakat Baduy, baik yang telah
melek humf maupun yang belum. Penentuan subyek penelitian dilakukan secara purposif.
Penarikan subyek penelitian secara purposif didasarkan kepada tujuan dari studi itu
sendiri, yaitu akan mendeskripsikan warga masyarakat Baduy yang telah berhasil
mengentaskan diri dari situasi kebutahumfan. Subyek penelitiannya disebut informan.
Untuk kepentingan penelitian, pada langkah pertama ditentukan dahulu informan awal
yang dianggap memahami benar seluk beluk masyarakat yang bersangkutan. Dari
informan awal ini akan dapat ditentukan pula beberapa informan lain, sehingga terjadi
gelinding bola salju (snowball method). Berkaitan dengan penentuan subyek penelitian
dalam penelitian kualitatif, Miles dan Huberman sebagaimana dikutip Gurniwan Kamil
Pasya (1992 : 47) mengatakan sebagai berikut:
Pilihan awal untuk menentukan seorang informan hams menjums kepada
terbentuknya informan-informan bam, mengamati suatu kelompok peristiwa
dapat mengundang hadimya suatu perbandingan dengan suatu kelompok
peristiwa yang relatif berbeda.
Para informan juga dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, seperti informan pokok
dan informan pangkal. Pihak yang dijadikan informan pokok adalah para pemuka/tokoh
Masyarakat Baduy, misalnya seperti para jaro, carik desa dan juga Camat Leuwidamar.
Sedangkan informan pangkalnya adalah individu dan atau keluarga Baduy yang telah
memiliki kemampuan membaca.
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
71
Penelitian ini dilakukan di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Dati
II Lebak Jawa Barat. Desa Kanekes mempakan wilayah adat warga masyarakat Baduy.
Penelitian ini difokuskan kepada warga masyarakat Baduy Luar (Baduy Panamping),
mengingat gejolak terjadinya pembahan sosial yang relatif besar terjadi di daerah Baduy
Luar Waktu penelitian beriangsung selama tiga bulan, yaitu mulai 1 Oktober sampai
dengan 30 Desember 1997. Berkaitan dengan lokasi penelitian, untuk lebih jelasnya dapat
diperhatikan pada peta berikut ini.
72
Gambar 3 : Peta Lokasi Penelitian
PETA
(
DESA KANEKES
Ci**«t *¥*§
0
..
£
5
A
8 O J 0 *
\
.^
-
/
0
£
K £
S
8
I
*
Sere fr*t04t
-
'
,—m.ClpfHr
(
^
*
C A
i s
\ll >?^
^^
' '-•-,.,.,,...«.».,
*/««*«*««(;"-» #^ L€td*l A«**0«n
l^ ,--
--
^ C/# a ben
\
4
'•£lpt
PADA MASYARAKAT BADUY DI DESA KANEKES
KECAMATAN LEUWIDAMAR KABUPATEN LEBAK
JAWA BARAT
TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis Program Pasca Sarjana IKIP Bandung
untuk memenuhi salah satu syarat ujian Strata Dua
pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh : Mamat Ruhima*/ 9596170
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
PROGRAM PASCA SARJANA IKIP BANDUNG
1988
DISETUJUI DAN DISAHKAN TIM PEMBIMBING
( Prof. Dr. H. Diudiu Sudiana. M. Ed )
Pembimbing I
( Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadia)
Pembimbing II
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
1 998
Belajarkanlah anak-anakmu,
karena mereka adalah makhluk ciptahan Tuhan,
yang akan memasuki jaman yang berbeda,
dengan keadaan jamanmu sekarang.
(Al Hadist)
ABSTRAK
PROSES PEMBELAJARAN KEAKSARAAN PADA MASYARAKAT BADUY
DI DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR
KABUPATEN LEBAK JAWA BARAT
Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat terasing yang bertempat
tinggal menetap di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Jawa Barat.
Kehidupan masyarakatnya sangat terikat dengan pola pikukuh adat yang diberlakukan
sepanjang jaman.
Khusus dalam bidang pendidikan, masyarakat yang bersangkutan tidak mengenal
kehadiran pendidikan sekolah. Namun demikian, meskipun secara adat tidak menerima
kehadiran pendidikan sekolah, ternyata telah ada sekelompok masyarakat yang telah
melek huruf Studi ini mencoba mengungkap proses pembelajaran yang telah dilakukan
masyarakat dalam upaya mengentaskan diri dari kebutahurufan. Untuk kepentingan
penelitian, studi ini dibatasi ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu sebagai berikut
: (a) apakah masyarakat Baduy telah memiliki kebutuhan belajar, kalau memang telah
memilikinya, apakah jenisnya ?, (b) bagaimana gaya belajar yang telah dilakukan oleh
masyarakat Baduy ?, (c) apakah ada relevansi antara pikukuh adat masyarakat Baduy
dengan kebutuhan pendidikan dan gaya belajar yang dilakukannya, (d) faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi masyarakat Baduy untuk mau dan mampu membelajarkan
dirinya ?, (e) apakah ada perbedaan proses pembelajaran antara masyarakat Baduy luar
dengan Baduy dalam ?, dan (f) kebutuhan belajar apalagikah yang diperlukan masyarakat
Baduy setelah mereka melek huruf?
Studi ini pada dasarnya bertujuan untuk : (a) mengkaji kebutuhan belajar
masyarakat Baduy, terutama dalam bidang pendidikan luar sekolah, (b) mengkaji model
pembelajaran yang telah dilakukan masyarakat Baduy dalam mengentaskan dirinya dari
kebutahurufan, (c) mengkaji berbagai faktor penyebab munculnya kemauan dan
kemampuan masyarakat untuk membelajarkan dirinya, (d) mengamati proses pembelajaran
yang telah dilakukan, (f) mengkaji jenis-jenis kebutuhan belajr lain setelah mereka melek
huruf.
Studi ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif Tehnik
penelitian yang digunakan berupa wawancara dan dokumentasi. Subyek penelitiannya
ditentukan secara purposif. Para informan dari studi ini terdiri atas carik desa (sekretaris)
Kanekes dan sejumlah anggota Masyarakat Baduy yang telah melek huruf.
Topik studi di atas pada dasarnya didukung oleh teori perubahan sosial dan proses
pemberdayaan masyarakat. Teori perubahan sosial pada intinya menyatakan bahwa tidak
ada masyarakat yang statis, mengingat kehidupan itu sendiri merupakan gerak maju. Pada
sisi lain teori perubahan sosial memandang bahwa terjadinya perubahan dalam masyarakat
merupakan suatu peristiwa yang wajar terjadi. Terjadinya perubahan sosial didukung oleh
faktor-faktor sebagai berikut : (a) kontak budaya lain, (b) sistem pendidikan formal yang
maju, (c) keinginan untuk maju, (d) toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang, (e)
sistem pelapisan masyarakat yang terbuka, dan (f) heterogenitas penduduk. Konsep kedua
yang melandasi topik studi ini adalah pemberdayaan. Pendidikan luar sekolah dianggap
sebagai proses pemberdayaan, diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaran
kepada individu/kelompok guna memahami dan mengontrol kekuatan sosial, ekonomi dan
politik sehingga dapat memperbaiki kehidupannya di masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masyarakat Baduy : (a) secara adat dituntut
untuk terus menjalankan pikukuhnya,
(b) telah memiliki kebutuhan belajar, (c) gaya
pembelajarannya dilakukan secara individual, (d) sebagian warga masyarakat yang telah
melek huruf berasal dari Kampung Baduy Panamping dan berusia muda, (e) ada dua faktor
utama yang mendorong masyarakat untuk mau dan mampu membelajarkan dirinya, yaitu
internal dan eksternal, (f) carik (sekretaris) desa telah berperan sebagai fasilitator dan
sumber belajar, (g) pendidikan anak sepenuhnya merupakan tanggung jawab para orang
tua, serta (h) memiliki etika lingkungan yang tinggi.
Bertitik tolak dari hasil studi di atas, penulis merekomendasikan : (a)
pemberdayaan masyarakat Baduy hendaknya disesuaikan dengan referensi nilai-nilai
budaya masyarakat yang bersangkutan, (b) perlunya identifikasi kebutuhan belajar aktual,
yang benar-benar fungsional bagi kehidupan masyarakat setempat (c) memperbanyak
bahan-bahan bacaan yang berkaitan langsung dengan kegiatan hidup mereka sehari-hari,
(d) carik perlu secara aktif membelajarkan masyarakat, tetapi tetap memperhatikan
referensi adat masyarakat yang bersangkutan sehingga mereka tidak merasa sedang
diintervensi fihak luar, (e) bagi fihak-fihak terkait seperti seksi Dikmas Depdikbud
hendaknya mengambil peran aktif dalam membelajarkan masyarakat Baduy, seperti
menyediakan bahan-bahan belajar dan meningkatkan pengetahuan dengan cara
mengadakan pelatihan khusus bagi carik sebagai ujung tombak dalam proses pembelajaran
Masyarakat Baduy.
XI
ABSTRACT
LITERACY LEARNING PROCESS OF THE BADUY'S COMMUNITY
IN DESA KANEKES KECAMATAN LEUWIDAMAR
KABUPATEN LEBAK - WEST JAVA
The Baduy's community is one of many locked communities in Indonesia. They
live permanently in Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak - West
Java. Actually, their lives are deeply involved by "pola pikukuh adat" (Local tradition)
that has been grown up over and over since They lived in The area.
Especially in education, They don't know a kind of scholarship education.
Nevertherless, although they don't know about it, there are many peolples of the member
of Baduy's community have been able to read. This study is going to try to explain and
prove some learning processes that have been done, in order to get out from the condition
that they couldn't read. In order to get any explanation of the problems, the study is
limited by some research questions, as follows : (a) has The Baduy community had a kind
of learning need, and what kind of learning process that has been done ?, (b) what kind of
learning style that has been done by the Baduy's, (c) is there any relevancies between
Pikukuh adat of The Bafiiy's with their learning need and also with learning style that has
been done ?, (d) what kind of factors those determine the Baduy's to be able to learn
themselves, and (e) are there any differences between Baduy Luar and Baduy Dalam
especially in learning process ?, and (f) are any other learning needs for the Baduy's after
they are able to read ?
The objectives of the research are : (a) to study the Baduy's learning need,
especially in out of school education, (b) to study a model of learning process that has
been done bythem, inorder to get out from the condition where they couldn't read, (c) to
find out many factors those motivate them to learn, (d) to study a learning process that has
been done, and also (e) to find out any other kinds of learning needs those rise after they
are able to read.
Descriptively, this research use a qualitative approach with interview and
documentation methods. In the research, the writer tries to use a purposive sample by
handing out from the research population. The method is used
XH
in order to get a
maximized result. To get an accurate data, the writer researches the condition of Baduy's
lives directly for many times. Beside of it, the writer also gets many data and informations
from some informen. They are "Carik Desa Kanekes" (Secretary Officer of Kanekes
Village) and some peoples of a member of The Baduy's community who have been able to
read.
The study is based on two grand theories. Those are social changing theory and
the concept of community empowering. The first theory expalin that there is no a static
community in the world because life is a kind of social mobility time by time. On the other
hand, the theory is also explain that social change is a natural process. There are many
factors those determine of the process, as follows : (a) a process of social contact with
another culture, (b) delevoping in a system of formal education, (c) communities need to
improve themselves, (d) the tolerance to many distortion of behaviors, (e) opened social
stratifications, and (f) the heterogenity of the member of community. The second concept
is community empowering. Trough the concept, we can see that the out of school
education is said as a process of empowering. The process is hoped to be able to give a
conciuousness to any individu or clan to understand a social, economic and plotical power
so that they can improve their lives.
Through the research, we can see that : (a) traditionly, the members of Baduy's
community have to behave the same as their live style that has strongly handed time by
time, (b) they have had learning needs, (c) their learnig style is done individual, (d) many
peoples of the Baduy's community who have been able to read come from "Kampung
Baduv Panampins? (Outer Baduy Village) and are especially youngers, (e) there are two
main factros that motivate many peoples to learn themselves. They are internal and
external factors, (f) Carik Desa has become as a facilitator and a learning resource in the
process, (g) Parents have a fully resposibilities to their Children Education process, and
(h) the Baduys have a deeply environmental ethics.
Based on the research, a writer has some recomendations, as follows : (a) a
process of Baduy's empowering has to match by a set of local references, especially any
habitual culture, (b) we need to identify an actual learning needs, (c) we have to give them
more books or meny references those link to their habitual life, (d) The Carik has to give a
Xlll
learning process actively to the Baduy's, (e) The instancies those involved in the
programm (e.g. Seksi Dikmas Depdikbud) has to take an active role in the programm, for
examples in offering many books (or learning materials), in improving Carik's
knowledges, and so on.
XIV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
vi
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
xii
DAFTAR ISI
xv
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
2. Pembatasan Masalah
7
3. Rumusan Masalah
4. Definisi Operasional
5. Tujuan Penelitian
6. Kegunaan Penelitian
7
8
11
11
BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL MENGENAI PEMBELAJARAN
MASYARAKAT BADUY
1. Pengertiandan SejarahPerkembangan PLS
13
2. Posisi PLS dalam UUSPN
16
3. Sistem dan Pendekatan Pembelajaran PLS
4. KegiatanBelajarPartisipatif
5. Masyarakat Terasing
6. Potret MasyarakatBaduy
20
33
36
39
7. Peluang Pembelajaran Masyarakat Baduy
8. Strategi Pembelajaran Masyarakat Baduy
44
52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
65
2. TehnikPengumpulan Data
66
3. AnalisisData
68
4. Subyek Penelitian
70
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pola Pikukuh Masyarakat Baduy
73
2. Ketaatan Terhadap Pikukuh
3. Munculnya WargaMasyarakat Yang Melek Huruf
4. Pembahasan Hasil Penelitian
77
85
109
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
118
2. Rekomendasi
120
DAFTAR PUSTAKA
124
LAMPIRAN-LAMPIRAN
127
XVI
DAFTAR GAMBAR DAN 1 ABEL
Gambar 1 : Hubungan Antar Komponen Dalam Pendidikan Luar Sekolah
21
Gambar 2 : Alur Terjadinya Perubahan Sosial Pada Masyarakat Baduy
47
Gambar 3 : PetaLokasi Penelitian
72
Tabel 1 : Daftar Orang Baduy yang telah melek huruf
87
Gambar 4 : Alur Kegiatan Belajar yang Dilakukan Warga Baduy
104
Gambar 5 : Alur Pembelajaran yang Diprakarsai Carik Desa
106
Gambar 6 : Alur Model Pembelajaran yang perlu diujicobakan
123
XVI1
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Menurut Undang Undang tentang Sitem Pendidikan Nasional (UU RI Nomor 2
Tahun 1989), pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang. Sedangkan "pendidikan nasional" adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang Undang
Dasar 1945. Lebih jauh UUSPN tersebut, menjelaskan juga bahwa penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur
pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengakar secara berjenjang dan
berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991
tentang Pendidikan Luar Sekolah, pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah, baik dilembagakan maupun tidak. Lebih jauh PP Nomor
73 tahun 1991 tersebut di atas, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah adalah
sebagai berikut:
a) Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini
mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu
kehidupannya.
b) Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah
atau melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
dan
c) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam
jalur pendidikan sekolah.
Pelaksanaan pendidikan luar sekolah dilakukan melalui beberapa bentuk satuan
pendidikan, seperti kursus, kelompok belajar dan satuan pendidikan lain. Kursus
diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri,
bekerja mencari nafkah dan atau melanjutkan ke tingkat atau jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Kelompok belajar diselenggarakan bagi sekumpulan warga belajar dengan
saling membelajarkan untuk mengembangkan diri, bekerja dan atau melanjutkan ke
tingkat dan atau jenjang yang lebih tinggi. Pelaksanaan pendidikan luar sekolah dalam
bentuk satuan pendidikan lain, misalnya di dalam kelompok bermain, penitipan anak dan
satuan pendidikan sejenis yang ditetapkan oleh Menteri.
Kalau kita memperhatikan perkembangan jalur pendidikan nasional, khususnya
jalur pendidikan luar sekolah, jalur PLS ini sebenamya telah ada sejak dahulu, bahkan
perkembangannyaitu setua dengan perkembangan peradaban manusia. Berkaitan dengan
sejarah perkembangan Pendidikan Luar Sekolah, Sutaryat Trisnamansyah (1992 : 2)
menjelaskan bahwa :
pendidikan luar sekolah dalam bentuk yang paling asli (indegenious)
telah ada sejak dulu, kehadirannya lebih dulu dari perkembangan pendidikan
formal atau pendidikan persekolahan. Pendidikan luar sekolah yang indigenious
berakar pada tradisi dan kebiasaan menyampaikan ajaran agama.
Pendidikan Luar Sekolah berkembang dari pendidikan tradisional yang biasanya
berakar dalam ajaran agama dan tradisi yang dianut oleh warga masyarakat. Bentukbentuk kegiatannya seperti pelestarian dan pewarisan budaya secara turun lemurun.
Kegiatan-kegiatan pendidikan luar sekolah merentang dari bentuk yang sangat sederhana
seperti dari seseorang kepada individu-individu lain sampai kepada bentuk yang
kompleks, seperti upacara tradisional atau upacara adat yang dilakukan oleh kelompok
yang cukup besar.
Memperhatikan beberapa penjelasan di atas, khususnya mengenai perkembangan
pendidikan luar sekolah, nampak jelas bahwa pendidikan luar sekolah itu telah
berkembang sejak lama. Lebih jauh, Djudju Sudjana (1991 : 1) mengatakan bahwa :
Pendidikan luar sekolah telah tumbuh dan berkembang dalam alur kebudayaan
setiap masyarakat, dan sering bersumber pada agama dan tradisi yang dianut oleh
masyarakat, sehingga kehadirannya memiliki akar yang kuat pada budaya yang
dianut oleh suatu masyarakat.
Bentuk kegiatan dalam pendidikan luar sekolah sudah pasti tidak terlepas dari
pengaruh berbagai faktor dinamik yang senantiasa berkembang dalam masyarakat.
Faktor-faktor dinamik dalam masyarakat itu akan turut serta menentukan aksi pendidikan
luar sekolah yang akan dilaksanakan, mengingat masyarakat berperan sebagai subyek dan
sekaligus obyek dari kegiatan PLS. Berkaitan dengan hal di atas, Sutaryat Trisnamansyah
(1993 : 11) mengatakan ada lima faktor yang makin memantapkan bahwa PLS itu makin
diperlukan dalam masyarakat, kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a) Kependudukan
b) Perubahan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c) Kemajuan dan perkembangan informasi
d) Perubahan struktur masyarakat yang menuju ke tahap industri, dan
e) Ketenagakerjaan.
Kegiatan-kegiatan PLS senantiasa harus dapat menjawab berbagai tantangan
pendidikan yang senantiasa berkembang dengan cepat di masyarakat. Bidang-bidang
pendidikan yang tak tergarap oleh jalur pendidikan sekofctfe, hendaknya menjadi lahan
4
yang subur bagi aksi PLS. Upaya peningkatan kualitas manusia melalui pencerdasan
bangsa, tentu saja tak semuanya dapat dilakukan oleh pendidikan sekolah, mengingat
masih adanya keterbatasan dalam pendidikan sekolah. Tantangan pembangnan
pendidikan di negara kita akan semakin berat, apalagi pada masa realisasi AFTA dan
APEC. Berkaitan dengan masa realisasi AFTA dan APEC tersebut, Jalaludin Rakhmat
(1995 : 5) mengatakan bahwa :
Era realisasi globalisasi perdagangan bebas, baik pada masa AFTA maupun
APEC pada dasarnya merupakan persaingan kualitas manusia. Oleh karena itu,
maka implikasinya adalah bahwa dunia pendidikan di negara kita harus mampu
mempersiapkan manusia agar siap menjadi pemain aktif dalam era tersebut. Bila
tidak, maka dunia pendidikan kita hanyalah akan menghasilkan manusia yang
berperan sebagai penonton saja.
Tantangan dunia pendidikan tentu saja sangat dipengaruhi oleh perkembangan
jaman itu sendiri. Dunia pendidikan, idealnya harus mampu mengantisipasi dan sekaligus
mengestimasi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu implikasinya dunia pendidikan
senantiasa akan ditantang oleh perubahan tuntutan kebutuhan jaman. Bila kondisi dunia
pendidikan tak mampu menyelearaskan dengan tuntutan kebutuhan jaman, maka sudah
pasti pendidikan itu akan kehilangan nilai "keberartiannya". Berkaitan dengan relevansi
dunia pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, Engkoswara (1986 :44) lebih jauh
mengatakan :
bila pada saatnya nanti masyarakat kita tidak siap berbaur dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mungkin saja orang-orang Indonesia
hanya akan menjadi monyet-monyet kecil yang bertugas meminyaki alat-alat
elektronik bangsa lain. Begitu pula dengan gadis-gadisnya yang cantik, mungkin
hanya bertugas membuat kopi di dapur-dapur perusahaan asing.
Kalau kita membicarakan mengenai tantangan dunia pendidikan, maka tidak
berarti hanya membicarakan dunia pendidikan sekolah saja, melainkan di dalamnya juga
pendidikan luar sekolah. Posisi dari kedua jalur pendidikan di atas dalam konteks
pendidikan nasional adalah setara, yaitu masing-masing berperan sebagai subsistem
pendidikan nasional. Salah satu tantangan dan sekaligus garapan yang harus segera
dilakukan adalah pemberantasan buta huruf dan pensuksesan program pendidikan dasar
sembilan tahun. Pensusksesan program pendidikan dasar sembilan tahun dan
pemberantasan buta huruf sangat beralasan untuk diprioritaskan, sebab menurut laporan
Biro Pusat Statistik, sampai dengan tahun 1995 di negara kita masih terdapat 7,17 %
penduduk yang buta huruf. Data penduduk yang buta huruf di atas, sebagian besar
terkonsentrasi di daerah-daerah pedesaan. Dalam rangka pensuksesan pembangunan,
apalagi menghadapi era globalisasi perdagangan bebas, pengentasan buta huruf sangat
penting untuk dilakukan.
Program-program pendidikan luar sekolah, memang sangat variatif, dan harus
menjangkau seluruh segmen masyarakat. Di tengah-tengah arus modemisasi yang tengah
beriangsung selama ini, sebenamya masih ada kelompok-kelompok masyarakat yang
kurang beruntung dalam menerima pelayanan pendidikan, meskipun hal itu merupakan
hak dari setiap anggota masyarakat ( Pasal 32 UUD 1945). Salah satu kelompok
masyarakat yang kurang beruntung itu dalam memperoleh pelayanan pendidikan itu
adalah Masyarakat Baduy yang bertempat tinggal menetap di Desa Kanekes.
Masyarakat Baduy secara administratif merupakan salah satu masyarakat yang
menempati wilayah otonomi, yaitu di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten
DATI II Lebak Jawa Barat. Sedangkan apabila dilihat dari konteks sosial budayanya,
Masyarakat Baduy merupakan suatu masyarakat yang masih memegang kukuh prinsip-
6
prinsip hidup yang relatif tradisional, baik dalam penampilan fisik maupun dalam
pergaulan sosialnya. Perilaku hidup mereka diikat kuat oleh suatu aturan yang
diberlakukan sepanjang jaman. Menurut adat mereka, kehidupan Masyarakat Baduy
jangan mudah dipengaruhi oleh pengaruh masyarakat luar. Hal itu tersirat dari suatu
ungkapan adat yang sering dikemukakan masyarakat setempat seperti halnya diungkap
oleh Ade Kusmiyadi (1996 : 24), yaitu sebagai berikut:
datang walanda ulah kawalandaan, datang cina ulah kacinaan, ahir jaman ulah
kaahiran, kucuplak lauk ulah dirontok, gelembeng duit ulah dirawu, artinya
adalah : datang Belanda jangan seperti Belanda, datang cina jangan seperti
Cina, akhir jaman jangan menjadi orang terakhir, terlihat ikan jangan
ditangkap dan melihat uang jangan diambil.
Kalau kita memperhatikan ungkapan di atas, nampak jelas adanya pesan moral bahwa
Orang Baduy itu jangan mudah dipengaruhi dan terpengaruh oleh perkembangan
masyarakat yang terjadi di luar Baduy.
Khusus dalam bidang pendidikan, sampai saat ini pada masyarakat yang
bersangkutan sama sekali menolak kehadiran pendidikan sekolah. Masyarakat Baduy
menamakan sekolah hanyalah sebagai "sakola dongeng". Namun demikian, dari
pengamatan penulis, meskipun sampai saat ini tidak menerima kehadiran sekolah, pada
masyarakat yang bersangkutan ternyata telah ada sebagian anggota masyarakat yang
telah melek huruf. Kenyataan di atas itulah yang akan dijadikan titik awal (starting point)
pembahasan dari tesis ini.
2. Pembatasan Masalah
Setelah memperhatikan uraian pada latar belakang masalah di atas, nampak jelas
secara umum bahwa masalahnya adalah meskipun Masyarakat Baduy tidak mengenal
adanya kehadiran sekolah, namun ternyata diantara mereka telah ada yang melek huruf.
Studi ini akan mencoba memfokuskan diri pada bagaimana proses pembelajaran yang
telah dilakukan oleh mereka yang telah melek huruf. Selain itu, melalui studi ini juga
akan dicoba diungkapkan data empirik mengenai cita-cita dan atau harapan mereka
setelah melek huruf. Disadari ataupun tidak, adanya kelompok masyarakat yang telah
melek huruf itu sudah pasti merupakan hasil dari serangkaian proses panjang yang
didalamnya melibatkan sejumlah komponen. Komponen-komponen yang dimaksudkan
itu, baik internal maupun ekstemal, tentu saja akan menjadi fokus perhatian pula dalam
studi ini.
3. Rumusan Masalah
Seperti halnya telah diungkapkan pada uraian sebelumnya, untuk kepentingan
penelitian, masalah tersebut di atas dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan penelitian
di bawah ini. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dimaksudkan di atas adalah sebagai
berikut:
1. Apakah Masyarakat Baduy telah memiliki kebutuhan belajar, kalau memang telah
memilikinya, apa jenisnya ?
2. Bagaimanakah gaya belajar (learning style) yang telah dilakukan oleh Masyarakat
Baduy ?
3. Apakah ada relevansi antara pikukuh adat Masyarakat Baduy dengan kebutuhan
pendidikan dan gaya belajar yang dilakukannya ?
4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi masyarakat untuk mau dan mampu
membelajarkan dirinya ?
5. Apakah ada perbedaan proses pembelajaran antara Masyarakat Baduy Luar dengan
Baduy Dalam ?
6. Kebutuhan belajar apa lagikah yang diperlukan Masyarakat Baduy setelah mereka
melek huruf?
Keenam pertanyaan di atas itulah yang akan dicoba diungkap dalam proses penelitian ini
selanjutnya.
4. Definisi Operasional
Setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, jelas terlihat bahwa dalam studi ini
terdapat beberapa konsep utama, yaitu : (1) model belajar, (2) Masyarakat Baduy, (3)
Relevansi, dan (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran.
Secara khusus, istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Sedangkan dalam
pengertian lain, model juga sering diartikan sebagai barang dan atau benda tiruan dari
benda sesungguhnya. Model pembelajaran menurutBruce Joyce dan Marsha Weil
sebagaimana dikutip Udin Winatasaputra (1994 : 58) adalah :
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfUngsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
9
Model pembelajaran itu tentu saja sangat diperlukan, sebab merupakan salah satu
instrumen penting untuk mencapai hasil yang telah dirumuskan sebelumnya. Khusus
mengenai tujuan dan atau hasil akhir pembelajaran, lebih jauh Bruce dan Marsha Weil
(1986 : 47) mengatakan bahwa "
the student's increased capabilities to learn more
easily and effectively in the future".
Masyarakat Baduy adalah sekelompok masyarakat yang menempati wilayah
otonomi, yaitu Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak Jawa Barat.
Apabila dilihat dari konteks sosial budayanya, Masyarakat Baduy merupakan suatu
masyarakat yang masih memegang teguh prinsip-prinsip hidup tradisional, baik dalam
penampilan fisik maupun dalam kehidupan sosialnya. Tradisi masyarakat dalam bentuk
pikukuh harus ditaati dan dihormati, dan untuk menhormatinya itu, maka dibuatlah
seperangkat aturan-aturan. Aturan-aturan masyarakat untuk mempertahankan pikukuh
dinamakan buyut. Sehubungan dengan hal tersebut, lebih jauh Gurniwan (1994 : 1)
mengatakan bahwa:
Masyarakat Baduy merupakan salah satu masyarakat yang memiliki tradisi
khas, yang berbeda dengan masyarakat Jawa Barat pada umumnya, tradisi
mereka disebut dengan "pikukuh Baduy". Pelanggaran terhadap pikukuh akan
dikenakan sangsi adat oleh para baris kolot.
Berdasarkan kepada ketaatan terhadap pikukuhnya, Masyarakat Baduy dibedakan atas
dua buah, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam bermukim di
tiga tempat, yaitu Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik. Masyarakat Baduy Dalam berperan
sebagai pemangku adat. Baduy Dalam sering pula dinamakan Baduy Tangtu. Sedangkan
masyarakat Baduy Luar bermukim menetap di luar tiga kampung di atas dan secara adat
berada di bawah pengawasan Baduy Dalam. Baduy Luar sering pula dinamakan Baduy
10
Panamping.
Pelaksanaan nilai-nilai adat pada Masyarakat Baduy Luar relatif lebih
longgarjika dibandingkan dengan Baduy Dalam.
Konsep yang ketiga dari studi ini adalah relevansi antara pikukuh Baduy dengan
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Relevansi pada pernyataan di atas berarti
keterkaitan antara nilai-nilai budaya Masyarakat Baduy yang terangkum dalam pikukuh
dengan kegiatan belajar masyarakat yang bersangkutan. Melalui penelahaan terhadap
relevansi di atas, diharapkan akan temngkapkan sejumlah referensi nilai-nilai budaya
yang mendukung, bahkan menghambat terhadap kegiatan pembelajaran.
Konsep keempat dari topik pada tesis ini adalah faktor-faktor
yang
mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Munculnya motivasi membelajarkan diri pada
Masyarakat Baduy, sudah pasti merupakan suatu hasil dari sebuah proses yang cukup
panjang. Kemauan untuk membelajarkan diri, lebih jauh juga merupakan suatu keputusan
yang tentu saja sebelumnya banyak pertimbangan yang hams senantiasa diperhitungkan.
Keputusan itu sendiri, tentu saja tak terlepas dari pengaruh berbagai faktor. Kemauan
untuk membelajarkan diri pada Masyarakat Baduy akan dipengamhi oleh dua faktor
utama, yaitu internal dan ekstemal. Faktor internal, diduga muncul dari hati nurani
masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan faktor ekstemal, diduga muncul sebagai hasil
dari interaksi Orang Baduy dengan masyarakat-masyarakat lain melalui kontak sosial
yang semakin terbuka.
Setelah memperhatikan uraian tersebut di atas, nampakjelas bahwa topik studi ini
pada dasamya akan mencoba melihat mengenai latar belakang dan aksi pembelajaran
11
yang telah dilakukan Masyarakat Baduy yang memiliki tradisi khas, terutama pada jalur
pendidikan luar sekolah.
5. Tujuan Penelitian
Tujuan dari studi ini pada dasamya adalah sebagi berikut :
a
Mengkaji kebutuhan belajar Masyarakat Baduy, terutama dalam bidang pendidikan
luar sekolah (PLS)
b Mengkaji model pembelajaran yang telah dilakukan Masyarakat Baduy dalam
mengentaskan dirinya dari kebutahurufan.
c
Mengkaji
berbagai
faktor penyebab
munculnya
kemauan dan
kemampuan
Masyarakat Baduy untuk membelajarkan dirinya.
d
Mengamati proses pembelajaran yang telah dilakukan.
e
Mengkaji jenis-jenis kebutuhan belajar lain setelah mereka melek huruf.
6. Kegunaan Penelitian
Bertitik tolak dari latar belakang, pemmusan masalah, definisi operasional dan
tujuan penelitian di atas, akhir dari studi ini diharapkan memiliki beberapa kegunaan, baik
bagi pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah itu sendiri, maupun bagi
kepentingan praktis di lapangan.
Kegunaan hasil penelitian ini bagi kepentingan pengembangan keilmuan adalah
memberikan masukan dalam pengembangan konsep belajar membelajarkan pada
pendidikan luar sekolah pada khususnya dan ilmu pendidikan pada umumnya. Sedangkan
secara praktis, kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah
12
satu pedoman dalam pengelolaan program-program pendidikan luar sekolah, baik bagi
para perencana maupun juga bagi para praktisi di lapangan, temtama apabila akan
memberdayakan suatu masyarakat yang masih relatifterasing.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada studi ini adalah deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif yang bertumpu pada latar belakang masalah untuk
menjawab sejumlah pertanyaan penelitian yang telah diajukan. Berkaitan dengan metode
penelitian deskriptif, Rusidi (1985 : 23) menyatakan bahwa :
penelitian
yang
bersifat
deskriptif bertujuan
membuat
pencanderaan/lukisan/deskripsi mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu
populasi atau daerah tertentu secara sistematik, faktual dan teliti, variabelvariabel yang diteliti terbatas atau tertentu saja, tetapi dilakukan secara meluas
dan mendalam.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seluk beluk model dan gaya pembelajaran yang
telah dilakukan masyarakat baduy serta untuk mengujicobakan model pembelajaran yang
ideal bagi masyarakat setempat sesuai dengan referensi nilai-nilai sosial budaya yang
diyakininya. Untuk memperoleh data sesuai dengan tujuan di atas, diperlukan adanya
pengamatan secara kritis yang dilandasi oleh pemahaman menggali informasi secara jelas
mengenai proses pembelajaran yang telah mereka lakukan. Pengamatan terhadap proses
pembelajaran yang telah dilakukan masyarakat baduyhams dilakukan secara hati-hati,
mengingat adanya kepandaian membaca dan menulis itu tak dibenarkan oleh pikikuh
mereka. Berkaitan dengan pendekatan penelitian kualitatif, lebih jauh Nasution (1988 : 9)
mengatakan bahwa penelitian naturalistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Sumber data adalah situasi yang wajar "natural setting" berdasarkan observasi situasi
yang wajar.
65
Ii;£^:v:j i ><
"*•^
^y
"
•/
66
b) Peneliti berperan sebagai instmmen penelitian yang utama, tidak menggunakan alatalat seperti angket dan atau tes tertulis, melainkan melalui pengamatan dan
wawancara langsung.
c) Mengutamakan data langsung, yaitu peneliti sendiri yang terjun ke lapangan.
d) Melakukan triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran data dengan mengkonfirmasi data
sempa dari pihak lain.
e) Mencatat data secara rinci dan mendetail.
f) Subyek yang diteliti dianggap sama kedudukannya dengan peneliti itu sendiri.
g) Melakukan verifikasi, yaitu mencari kasus-kasus yang berbeda dengan apa yang telah
ditemukan untuk memperoleh sesuatu hal yang lebih terpercaya.
h) Tehnik sampling dilakukan secara purposif, yaitu dipilih berdasarkan tujuan-tujuan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
i) Kegiatan penelitian beriangsung secara alamiah dan dalam situasi yang wajar, tanpa
hams mengganggu kegiatan rutinitas subyek penelitian, dan
j) Mengadakan analisis sejak awal penelitian dan setemsnya sepanjang masa penelitian.
Memperhatikan karakteristik dari pendekatan kualitatif di atas, nampak jelas bahwa untuk
mengamati proses dan mengujicoba suatu model pembelajaran akan lebih tepat dengan
menggunakan pendekatan kualitatif.
2. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini pada dasamya
terdiri atas tiga macam, yaitu wawancara, studi dokumentasi, dan triangulasi. Melalui
tehnik wawancara diharapkan akan terkumpul sejumlah informasi mengenai seluk beluk
Masyarakat Baduy hingga dapat membaca humf latin. Tehnik wawancara yang dilakukan
bempa wawancara mendalam (indepth interview), tidak terikat oleh suatu daftar
pertanyaan yang dipersiapkan, sehingga wawancara dilakukan berdasarkan pada topik
permasalahan yang secara umum telah ditetapkan peneliti. Hubungan antara pewawancara
dengan yang diwawancarai beriangsung dalam suasana biasa dan wajar, sehingga tanya
jawab berjalan seperti halnya obrolan santai sehari-hari yang sering dilakukan oleh warga
67
yang bersangkutan. Situasi pelaksanaan wawancara seperti di atas senantiasa hams
diciptakan oleh para peneliti agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak yang
diwawancarai. Untuk melengkapi data, pada kegiatan wawancara juga dilakukan
perekaman dari pengalaman individu (life history) yang bertujuan guna memperdalam
pengertian dan pemahaman peneliti mengenai masyarakat yang bersangkutan. Dalam
tehnik wawancara, bahasa yang digunakannya adalah Bahasa Sunda dengan dialek
Banten.
Tehnik dokumentasi dilakukan guna melengkapi data yang telah diperoleh melalui
tehnik wawancara. Dalam tehnik dokumentasi ini, pencarian data dan atau informasi
dilakukan melalui berbagai dokumen, seperti hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai
seluk beluk keberadaan masyarakat yang bersangkutan. Adapun alasan penggunaan tehnik
dokumentasi ini menumt Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip oleh Moleong (1981 :
232) adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
Dokumen dan pencatatan mempakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong
Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian
Sifatnya yang alamiah
Relatif murah dan mudah diperoleh
Memberi kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu
yang diselidiki.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi, baik yang bersifat
internal maupun ekstemal. Dokumen internal meliputi memo, pengumuman, instruksi,
risalah dan laporan. Sedangkan dokumen ekstemal meliputi informasi yang bempa
majalah, buletin, dan berita-berita mengenai keberadaan Masyarakat Baduy yang disiarkan
oleh media massa, temtama media cetak.
68
Selain melalui tehnik wawancara dan dokumentasi, dalam penelitian ini juga
dilengkapi dengan triangulasi data. Triangulasi ini pada dasamya mempakan penelitian
ulang yang dilakukan guna mengecek keabsahan data yang telah diperoleh. Berkaitan
dengan triangulasi ini, Moleong (1989 : 195) mengatakan bahwa tehnik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan sebagai pembanding terhadap data itu. Selanjutnya, masih menumt Moleong
(1989 : 195) mengatakan bahwa triangulasi data dapat dicapai melalui :
a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil yang diwawancarai
b) Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan
secara pribadi
c) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan sepanjang waktu
d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang lain
e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen lain yang relevan.
Triangulasi dilakukan terhadap para informan yang mengenai seluk beluk kehidupan
Masyarakat Baduy, dengan harapan agar informasi yang telah diperoleh sebelumnya tidak
mengalami penyimpangan.
3. Analisis Data
Data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pada awalnya
masih sulit untuk diidentifikasi. Data yang terkumpul dari lapangan sangat banyak dan
bervariasi, seperti catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto serta berbagai
dokumen.
Untuk
memudahkan
dalam
menganalisa
datanya,
tentu
saja
perlu
diorganisasikan terlebih dahulu kedalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana. Analisis
69
data menumt Patton sebagaimana dikutip Moleong (1989 : 112) adalah proses mengatur
umtan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dimmuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data.
Adapun langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Pemrosesan satuan, kegiatan ini bertujuan untuk memperhalus pencatatan data yang telah
dilakukan dengan cara seperti : (1) inventarisasi data, (2) pemberian kode-kode tertentu
terhadap masing-masing kelompok data, (3) penandaan jenis dan latar belakang
responden maupun warga belajar, dan (4) penandaan cara pengumpulan data yang
dilakukan, misalnya W = wawancara, P = pengamatan, dan D = dokumen.
Kategorisasi,
kegiatan
ini bertujuan
untuk
mengelompokkan
data
yang
telah
diinventarisasi kedalam bagian-bagian isi yang secara jelas berkaitan.
Penafsiran data, kegiatan ini dilakukan guna memberikan pemaknaan terhadap data hasil
penelitian yang telah diorganisasikan sebelumnya serta menghubungkan dengan variabelvariabel lain.
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini tentu saja tak lepas dari
kekurangan, dan bila masih ada data lain yang diperlukan, tak tertutup kemungkinan
untuk dilakukan pencarian data kembali ke lapangan, mengingat analisis data dalam
penelitian naturalistik tak hanya diawali ketika data sudah terkumpul semua, melainkan
analisis datanya dilakukan sejak awal.
70
4. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam studi ini adalah warga Masyarakat Baduy, baik yang telah
melek humf maupun yang belum. Penentuan subyek penelitian dilakukan secara purposif.
Penarikan subyek penelitian secara purposif didasarkan kepada tujuan dari studi itu
sendiri, yaitu akan mendeskripsikan warga masyarakat Baduy yang telah berhasil
mengentaskan diri dari situasi kebutahumfan. Subyek penelitiannya disebut informan.
Untuk kepentingan penelitian, pada langkah pertama ditentukan dahulu informan awal
yang dianggap memahami benar seluk beluk masyarakat yang bersangkutan. Dari
informan awal ini akan dapat ditentukan pula beberapa informan lain, sehingga terjadi
gelinding bola salju (snowball method). Berkaitan dengan penentuan subyek penelitian
dalam penelitian kualitatif, Miles dan Huberman sebagaimana dikutip Gurniwan Kamil
Pasya (1992 : 47) mengatakan sebagai berikut:
Pilihan awal untuk menentukan seorang informan hams menjums kepada
terbentuknya informan-informan bam, mengamati suatu kelompok peristiwa
dapat mengundang hadimya suatu perbandingan dengan suatu kelompok
peristiwa yang relatif berbeda.
Para informan juga dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, seperti informan pokok
dan informan pangkal. Pihak yang dijadikan informan pokok adalah para pemuka/tokoh
Masyarakat Baduy, misalnya seperti para jaro, carik desa dan juga Camat Leuwidamar.
Sedangkan informan pangkalnya adalah individu dan atau keluarga Baduy yang telah
memiliki kemampuan membaca.
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
71
Penelitian ini dilakukan di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Dati
II Lebak Jawa Barat. Desa Kanekes mempakan wilayah adat warga masyarakat Baduy.
Penelitian ini difokuskan kepada warga masyarakat Baduy Luar (Baduy Panamping),
mengingat gejolak terjadinya pembahan sosial yang relatif besar terjadi di daerah Baduy
Luar Waktu penelitian beriangsung selama tiga bulan, yaitu mulai 1 Oktober sampai
dengan 30 Desember 1997. Berkaitan dengan lokasi penelitian, untuk lebih jelasnya dapat
diperhatikan pada peta berikut ini.
72
Gambar 3 : Peta Lokasi Penelitian
PETA
(
DESA KANEKES
Ci**«t *¥*§
0
..
£
5
A
8 O J 0 *
\
.^
-
/
0
£
K £
S
8
I
*
Sere fr*t04t
-
'
,—m.ClpfHr
(
^
*
C A
i s
\ll >?^
^^
' '-•-,.,.,,...«.».,
*/««*«*««(;"-» #^ L€td*l A«**0«n
l^ ,--
--
^ C/# a ben
\
4
'•£lpt