MAKNA DAN SIMBOL KOSTUM TARI LILIN SIWA DI KOTA PALEMBANG.

(1)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillaahhirahmamanirrohim,

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidaya-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyususan tesis ini. Penelitian kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang dengan judul MAKNA DAN SIMBOL KOSTUM TARI LILIN SIWA DI KOTA PALEMBANG. Laporan ini ditulis untuk melengkapi Tugas Akhir Program Magister S2 Seni Universitas Pendidikan Indonesia.

Nilai-nilai yang ada dalam tari Lilin Siwa adalah kumpulan nilai-nilai lokal yang ingin disampaikan ke Dewa Syiwa, melalui tarian (dari senimannya) dijadikan alat untuk mengharmoniskan antara dunia kehidupan dengan dunia dewa (Syiwa) sebagai pusat harmonisasi. Salah satu upaya peneliti dalam proses pewarisan (enkulturasi), peneliti ingin menjembatani pola pikir masyarakat lama menuju pola pikir masyarakat saat ini. Peneliti akan membuka proses berpikir kreatif melalui simbol dan makna desain yang terdapat pada kostum tarian Lilin Siwa. Selanjutnya peneliti akan mewujudkan re-kreasi (sebagai hasil kreativitas berpikir) tanpa kehilangan makna aslinya.


(2)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

iii

Peneliti menyadari tulisan ini jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan peneliti yang tidak terlepas dari kekurangan. Namun terlepas dari itu semua, semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua, khususnya seniman dan masyarakat Sumatera Selatan. Pada kesempatan yang bahagia ini peneliti

ungkapan dari lubuk hati yang paling dalam “terimakasih Ayah Bunda tercinta”

atas doa restunya, peneliti dapat menggapai harapan yang peneliti impikan selama ini.

Peneliti menyadari, bahwa tulisan ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Peneliti mengucapkan terimakasih yang tak terkira kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terwujudnya tulisan ini. Peneliti merasakan kebahagian yang tak terhingga, sehingga peneliti tak bisa membalasnya dengan benda ataupun jasa yang setimpal dengan apa yang telah diberikan untuk peneliti. Peneliti hanya bisa berdoa semoga kebahagian yang peneliti rasakan saat ini, dapat dirasakan oleh semua pihak yang telah membantu peneliti dikemudian hari atas izin-Nya.

Rasa penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya peneliti sampaikan kepada yang terhormat:

1. Dr. Sukanta selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Universitas Pendidikan Indonesia yang selalu memberikan kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan tesis ini.


(3)

2. Prof. Dr. H. A. Chaedar Alwasilah, M.A selaku dosen pemimbing I yang mampu memberikan jalan atau memfasilitasi cara berpikir peneliti menjadi sistematis yang selalu memberikan masukan, arahan dalam penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Yuliawan Kasmahidayat, M.Si selaku pemimbing II yang selalu memberikan kreativitas berpikir dalam mengatasi segala aspek yang kompleks dalam menyelesaikan tesis ini, yang selalu memberikan semangat, membimbing dengan sabar, selalu memberikan masukan ilmu dan arahan serta selalu meluangkan waktu.

4. Prof. Drs. Jakob Sumardjo mesin pengerak kreativitas berpikir peneliti, selalu memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga, bermanfaat kepada peneliti sehingga peneliti ingin belajar dan belajar lagi, yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan selalu sabar memberikan arahan-arahan kepada peneliti dalam proses belajar.

5. Seluruh dosen-dosen Sekolah Pasca Sarjana Pendidikan Seni UPI yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga dan bermanfaat bagi peneliti.

6. Kepada para nara sumber Ibu Eli Rudi, Bapak R.M. Ali Hanafiah dan para staf Museum Sultan Mahmud Badarudin Palembang, Bapak Zainal Songket Palembang dan para pegawai tenun songketnya, Bapak Herdianto (Museum Purbakala Palembang) atas bantuannya memberikan data-data serta informasi yang peneliti butuhkan dalam penyelesaian tesis ini.


(4)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

7. Kepada Museum Purbakala, Museum Sultan Mahmud Badarudin, yang telah memberikan izin pengambilan gambar dan data-data yang penulis perlukan.

8. Teruntuk ibunda Syairah tercinta dan almarhum ayahanda Dinar Yaqin yang selalu memdoakan peneliti, cinta kasih, perhatian yang diberikan kepada peneliti sepanjang waktu.

9. Bapak M. Sunjaya dan Papi Sonny Soeng orang tua peneliti tercinta terimakasih atas curahan kasih sayang, perhatian serta segala fasilitas yang disediakan untuk peneliti dalam menyelesaikan tesis ini. Segala yang

“mustahil” diselesaikan oleh peneliti dapat diselesaikan dengan jalanmu. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untukmu; Bapak M. Sunjaya dan Papi Sonny Soeng.

9. Suamiku tercinta terkasih Jaka Falah yang selalu setia membantu peneliti dalam segala hal dengan sabar dalam penyelesaian tesis ini.

10. Nadine Faa Soulta Masya. Ketulusan hati adalah pembuka jalan keridhoan-Nya. Maha besar Allah SWT telah lahirkan My Soulta; “Penerang kemenangan wisata-jiwaku”. Sikap berbagi kasih antara anakku dan tesisku serta keterbatasan tenagaku, Atas segala “kehebatanmu” Ami bersyukur dapat menyelesaikan tesis ini. Semoga menjadi awal yang baik untuk kehidupanku, membuka lembar-lembar cerita baru untuk kehidupanku. 11. Ibu, Bapak mertua, almarhum adikku yang cantik, adik iparku, keponakanku

mbah serta keluarku di Lampung, cinta kasih serta perhatian yang lebih kepada peneliti.


(5)

12. Keluarga Besarku di Palembang kakak, ayuk, keponakan, cucu terimakasih perhatian, semangat dan curahan cinta kasih untuk peneliti.

13. Keluarga besar almarhum Jendral (Pur) Moh. Yogie S. Memet.

14. Prof. DR. Dinan S Bratakoesoema, SpOG yang selalu menjaga kesehatan kehamilan peneliti hingga melahirkan dengan sabar.

15. DR. Rubin S. Gondodiputro, SPPD-KGH yang selalu memantau kesehatan peneliti.

16. dr. Tisnasari H, Sp. A yang dengan sabar merawat Nadinefaa. 17. Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, S. Psi.

18. Dr. Sungkowo, M.pd, M.Sn dan Yulie Sudartati, S. Pd, M.Sn pembuka jalan peneliti untuk berpikir, atas doa dan semangat serta.nasihatnya buat peneliti melanjutkan sekolah.

19. Bapak Walhuda sekeluarga yang memberikan perhatian dan kasih sayangnya untuk Nadinefaa.

21. Sahabatku Yulius, Wilson, Pebri dan Kak Toyib yang selalu memberikan semangat dan perhatian kepada peneliti.

22. Teman-teman satu angkatan di SPS UPI serta teman-temanku semua yang tak mungkin tertulis semua, pokoknya terimakasih.

Bandung, 2012


(6)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

DAFTAR ISI

ABSTRAK………....i

PERNYATAAN………..ii

KATA PENGANTAR …….………..iii

DAFTAR ISI ……….………...iv

DAFTAR GAMBAR……….………...v

DAFTAR TABEL….……….vi

DAFTAR BAGAN………....vii

DAFTAR LAMPIRAN………...viii

BAB I PENDAHULUAN………..1

A. LATAR BELAKANG MASALAH………..1

B. Perumusan Masalah………..…………....4

C. Identifikasi Masalah………..…….6

D. Tujuan Penelitian………...6

E. Manfaat Penelitian……….7

F. Asumsi Penelitian………...8

G.Kerangka Teoretik………..8

H. Metodologi Penelitian………...12

I. Jadwal Penelitian………13


(7)

BAB II KERANGKA TEORETIS………....14

A.Kajian Terdahulu………..14

B.Kerangka Teoretis……….20

1. Teori Hermeneutika Sebagai Pisau Bedah ………...23

2. Teori Semiotika Sebagai Pisau Bedah………..25

3. Teori Estetika Paradoks Sebagai Pisau Bedah………...27

a) Estetika Pola Dua………29

b) Estetika Pola Tiga………30

c) Estetika Pola Empat……….32

4. Teori Dekonstruksi………35

BAB III METODE PENELITIAN……….37

A.Penggunaan Metode Kualitatif………..37

B.Teknik Penentuan Informan………..40

C.Subjek Penelitian………...42

D.Instrumen Penelitian………..44

E.Teknik Pengumpulan Data Dan Analisis Data………..45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...54

A.Mencari Makna Melalui Arca Dewa Syiwa………..54

B.Mengidentikkan Antara Kostum Dan Asesoris Tari Lilin Siwa Dengan Arca Dewa Syiwa Mahadewa………..61


(8)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

a). Pluralitas Makna Dalam Penggambaran Simbolik

Kostum Tari Lilin Siwa………..72

b). Langkah Memaknai Simbol Dari Kerja Cermat Peneliti Atas Makna……….74

1. Estetika Pola Dua Dalam Desain Kostum Tari Lilin Siwa………...79

2. Estetika Pola Tiga Dalam Desain Kostum Tari Lilin Siwa………..88

3. Estetika Pola Empat Dalam Desain Kostum Tari Lilin Siwa……….108

D.Rekreasi Estetis Melalui Desain Kostum Tari Lilin Siwa Sebagai Upaya Enkulturasi Peneliti Untuk Dunia Pendidikan……….139

1. Tahapan Pengenalan Adalah Mengupas Hubungan Antara Seniman Dengan Kehidupan………..144

2. Tahap Observasi Dan Inspirasi Belajar Secara “Mendalam” Dari Tradisi Yang Mempunyai Nilai Makna Mewujudkan Bring Into Being Sebagai Kekuatan………..145

3. Tahapan Memunculkan Empati, Simpati Dan Kontemplasi Sebagai Wujud Berpikir Kreatif Menghasilkan Vission……….145

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………...151

A. Kesimpulan...151

B. Rekomendasi………...152

DAFTAR PUSTAKA………..156

LAMPIRAN-LAMPIRAN………...159


(9)

2. Foto Penelitian………...169

3. Daftar Informan………174

4. Pedoman Wawancara…...…………...……….175

6. Pedoman Observasi...176

7. Instrumen Penelitian...177 RIWAYAT HIDUP


(10)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal

2.1 Segi Tiga Simiotik 26

2.2 Simbol Paradoks 29

2.3 Estetika Pola Tiga 32

2.4 Kategori Pola Empat 33

2.5 Pola Empat Metafisis 34

4.1 Arca Dewa Syiwa Mahadewa 57

4.2 Arca Dewa Syiwa mahadewa 59

4.3 Tiga Penari Lilin Siwa 68

4.4 Penari Utama Tari Lilin Siwa 69

4.5 Penari Lilin Siwa 70

4.6 Konsep Dualisme 81

4.7 Pengembangan Konsep Asas Dualisme 81 4.8 Suri; Naga Paradoks Dalam Pola Dua 82 4.9 Kalung Munggah (Pluralitas Makna); 84

4.10 Selempang; Naga paradox 87

4.11 Paradoks Dalam Pola Dua 87

4.12 Cucuk Gelung (Pluralitas Makna); 91

4.13 Paradoks Dalam Pola Dua 92

4.14 Pluralitas Makna Kalung Munggah 94 4.15 Pola Pembagian Tiga Dunia Atas Triloka 96


(11)

4.16 Pola Desain Songket Dalam Pluralitas Makna Pola Tiga Dan Pola Empat

97

4.17 Pola Desain Songket Dalam Pluralitas Makna Pola Tiga Dan Pola Empat

98

4.18 Paradoks Pucuk Rebung 99

4.19 Pola Desai Songket Dalam Pluralitas Makna Pola Tiga Dan Pola Empat

101

4.20 Pola Desain Songket Dalam Pola Empat 102 4.21 Pengembangan Pola Dalam Songket 102 4.22 Pola Desai Songket Dalam Pluralitas Makna Pola

Tiga Dan Pola Empat

103

4.23 Pola Tiga Gerakan Tari Lilin Siwa 105

4.24 Penari Utama Sebagai Medium 106

4.25 Pola Ruang Arah Dan Unsur Warna Pada Konsep Mandala

109

4.26 Paksangkong 112

4.27 Pola Desain paksangkong 114

4.28 Perputaran Penari Lilin Siwa 115

4.29 Pengembangan Pola 116

4.30 Pusat Kekuatan Transenden 117

4.31 Tebeng Wol 118


(12)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

4.33 Perputaran Penari 121

4.34 Kain Songket 122

4.35 Pola Empat Dalam Pola Tiga 126

4.36 Pola Empat 127

4.37 Pengembangan Pola 127

4.38 Pola Empat 129

4.39 Kain Teratai 130

4.40 Pola Empat Metafisis 131

4.41 Tribuana Makrokosmos 135

4.42 Tribuana Mikrokosmos 136

4.43 Pola Ladang Ke Pola Sawah Dan Pola Maritim 137


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal

3.1 Instrumen Penelitian 45

3.2 Panduan Observasi 47

3.3 Kisi-Kisi Wawancara Dengan Para Narasumber 48 3.4 Panduan Analisis Dokumen Terhadap Kostum Tari

Lilin Siwa

50

4.1 Bagian Kepala (Atas) Antara Arca Dewa Syiwa Mahadewa Dengan Kostum Penari Utama Lilin Siwa

62

4.2 Bagian Badan (Tengah) Antara Arca Dewa Syiwa Mahadewa

63

4.3 Bagian Bawah Antara Arca Dewa Syiwa Mahadewa Dengan Kostum Penari Utama Lilin Siwa

64

4.4 Perlengkapan Bagian Kepala Pada Penari Utama 72 4.5 Kostum Bagian Badan (Tengah) Pada Penari Utama 73

4.6 Kostum Bagian Bawah Penari Utama 73

4.7 Data Signifier Dalam Ikon Etnik 75

4.8 Data Signified Dalam Konsep Memaknai 75 4.9 Perlengkapan Pada Bagian Kepala Penari Utama 77 4.10 Kostum Pada Bagian Badan Penari Utama 78 4.11 Kostum Bagian Bawah Penari Utama 79


(14)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

4.12 Estetika Pola Dua Dalam Desain Kostum 80 4.13 Estetika Pola Tiga Dalam Desain Kostum 89 4.14 Estetika Pola Empat Dalam Desain Kostum 110 4.15 Pemaknaan Warna Melalui Estetika Pola Empat 119

4.16 Pemaknaan Pada Bagian Kepala 133

4.17 Pemaknaan Pada Bagian Badan 134

4.18 Pemaknaan Pada Bagian Bawah 134

4.19 Keterkaitan Makna Filosofi 138

4.20 Keterkaitan Makna Filosofi Songket Lepus 138


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan Keterangan Hal

4.1 Strategi Pembelajaran 148

4.2 Konsep Berpikir 149


(16)

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persuratan………..


(17)

(18)

1

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehadiran sebuah tarian dalam kehidupan berbudaya yang membudaya adalah menjadi salah satu budaya suatu kelompok, dan memiliki peranan yang sangat vital dalam perkembang suatu kebudayaan kelompok tersebut. Seni tari tumbuh dan berkembang tidak terlepas dari tatanan kehidupan masyarakat pendukungnya. Seni tari hidup mengikuti berbagai fungsinya dalam kehidupan manusia yang selalu berkembang dari zaman-kezaman, seperti halnya sains dan teknologi.

Kota Palembang cukup luas dan kaya akan kesenian daerahnya, dan mempunyai beragam bentuk tarian, baik tarian adat yang berkaitan dengan kepercayaan lama (sebagai penolak balak dan pemujaan), sendratari, maupun tari kreasi sebagai hiburan. Masing-masing tarian tersebut mempunyai nilai keunikan dan mempunyai daya tarik tersendiri. Salah satu di antaranya adalah tari Lilin Siwa yang ada di kota Palembang.

Berdasarkan sejarahnya, tari Lilin Siwa di kota Palembang; bersumber dari cerita lisan yang turun-temurun berdasarkan pengalaman orang tua (leluhur) sebelumnya. Tari Lilin Siwa belum pernah diteliti, dicatat maupun dibukukan. Diperkirakan oleh peneliti pada 1943, tari Lilin Siwa baru dipopulerkan kembali oleh salah satu keluarga Residen Palembang yaitu Sukainah A. Rozak.

Pada 2003, baru pertamakalinya tari Lilin Siwa diteliti oleh Peneliti untuk kebutuhan tugas akhir strata satu di Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung


(19)

2

dengan judul Makna Simbolis Tari Lilin Siwa di Kota Palembang. Pada penelitian terdahulu peneliti mengungkap makna simbol tari Lilin Siwa yang berkaitan dengan gerak, pola lantai serta properti. Sedangkan pada penelitian saat ini peneliti lebih memfokuskan pada Makna Simbol Kostum Tari Lilin Siwa yang pada akhir penelitian ini, peneliti menyimpulkan dari kedua data penelitian yang peneliti ungkap bahwa terdapat “keterkaitan makna” antar aspek di atas.

Keunikan tari Lilin Siwa terlihat pada permainan properti yang digunakan oleh para penari yaitu properti piring dan lilin. Lilin yang menyala di piring diletakkan di kepala, kedua telapak tangan, di jemari tangan, lengan bagian atas dan di kepala penari yang menari di atas piring. Dalam menarikan tari Lilin Siwa para penari memerlukan konsentrasi tinggi, keseimbangan tubuh dan ketenangan jiwa.

Geraknya lebih banyak menggunakan gerakan tangan yang selalu menggunakan properti piring dan lilin. Gerakan yang lemah gemulai hingga membuat peneliti mengidentikkan aliran sungai Musi dan hal ini melambangkan kelembutan para gadis Palembang. Tari Lilin Siwa ini ditarikan oleh wanita remaja berusia kurang lebih 15 tahun dengan jumlah penarinya minimal tiga orang.

Sebuah tarian sangat erat kaitannya dengan musik pengiring tari, karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Musik tari Lilin Siwa hampir mirip dengan musik Tiga Serangkai dengan Lagu Nasep (musik khas Palembang). Alat musik yang mendukung tari ini yaitu: Accordeon, Biola, Saxophone, Gong, Gitar, Kenong, Bonang, Tok-Tok dan Gendang.


(20)

3

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Busana yang dipergunakan adalah Pakaian Gede atau Hiasan Gede. Hiasan Gede dipakai oleh penari inti, sedangkan penari yang lainnya menggunakan Hiasan Dodot atau Selendang Mantri. Makna kostumnya lebih menekankan kepada kejayaan zaman Hindhu Budha pada zaman kerajaan Sriwijaya yang kuat dipengaruhi kebudayaan Cina, terutama pada hiasan kepala, dada, dan tangan.

Keberadaan tari Lilin Siwa saat ini berkembang lebih pesat dengan adanya sanggar-sanggar yang tetap menghidupkannya, seperti sanggar Cempako, sanggar Limar, Komunitas Akar Sriwijaya, sanggar Pikko, sanggar Edis, dan sanggar-sanggar lainnya yang ada di kota Palembang. Tari Lilin Siwa saat ini memberikan pesona berupa sensasi pertunjukan yang menarik, tari ini biasanya dipentaskan pada malam hari pada ruang yang tertutup.

Alasan peneliti memilih topik ini adalah sebagai salah satu upaya dalam proses pewarisan (enkulturasi). Peneliti ingin “menjembatani pola pikir masyarakat lama menuju pola pikir masyarakat saat ini” dalam proses berpikir kreatif melalui simbol dan makna desain yang terdapat pada kostum tarian Lilin Siwa. Jika dipahami nantinya akan memunculkan tafsir baru lainnya yakni; mewujudkan revitalisasi sebagai hasil kreativitas berpikir tanpa kehilangan makna aslinya (re-kreasi).

Setelah peneliti mengkaji lebih jauh tentang keberadaan tari Lilin Siwa di kota Palembang, maka penelitian ini dirasakan perlu untuk dilakukan dengan

mengambil judul: ”Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota


(21)

4

B. Perumusan Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merubah tatanan cara berpikir masyarakatnya. Kreatif dalam menjalani hidup dan berinteraksi dengan baik dengan lingkungan sekitar adalah sebagai salah satu proses “didik”, yang berpengaruh besar terhadap kelangsungan budaya dan peradaban yang akan datang.

Perjalanan peradaban yang berubah, akan menuntut perbaikan nilai-nilai dalam pembelajaran menuju aktivitas pembelajaran yang “lebih baik”. Proses pembelajaran yang baik tentang budaya akan menghasilkan kebermaknaan dalam proses pembelajaran. Menciptakan formula yang interaktif yang komunikatif di dalam lingkungan pembelajaran masyarakat tentang budaya akan menghasilkan sikap apresiasif terhadap aktivitas yang berbudaya pada lingkungan masyarakat.

Wajib dan kiranya menjadi hak mutlak bagi masyarakat (siswa) mendapatkannya. Sekolah sebagai wadahnya pendidikan kiranya harus mampu menyediakan guru-guru yang mempunyai “fasilitas”. Fasilitas berupa konsep-konsep dalam mengolah kemampuan berpikir secara jelas (mendetil) dan imajinatif; mencermati objek (karya seni), mengolah objek; mencari ide alternatif imajinasi dari ide-ide konvensional, merumuskan ide-ide inovatif (berupa pemahaman baru).

Berpikir kritis melalui simbol dan makna desain kostum (busana) dalam tarian Lilin Siwa secara sistematis, dan mengolah masalah secara terorganisir adalah salah satu upaya peneliti menjawab persoalan di atas. Dengan pemahaman


(22)

5

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

dan pembelajaran tanpa henti, peneliti berharap segala persoalan di atas terpecahkan.

Melalui penelitian kali ini, peneliti meyakini mampu memfasilitasi cara berpikir pluralistik. Bahwa cara ini akan membuahkan hasil pada tingkat pengubahan sikap dan tata laku masyarakat Palembang. Proses berpikir kritis adalah proses pendewasaan intelektual personal. Melalui upaya pengajaran, proses, metode, perbuatan mendidik melalui apresiasi seni. Hal ini adalah sebagai salah satu usaha yang sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang bermakna dengan mengolah emotional intellegency pada tataran pola pikir personal menjadi aktif untuk mengembangkan potensi dirinya.

Dengan cara peneliti mengungkap kembali makna dan simbol desain kostum (busana) tari Lilin Siwa, dengan memperkenalan kembali nilai-nilai makna tradisi lokal (pola pikir lama) menuju pola pikir kehidupan modern adalah sebagai salah satu upaya berpikir bijak atas pesan-pesan bijak (dalam karya seni) untuk kelangsungan kehidupan yang lebih baik.

C. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka penelitian ini lebih memfokuskan pada “makna desain kostum” tari Lilin Siwa di Kota Palembang. Sebagai masyarakat yang berbudaya, perlu sekali untuk mempertahankan dan memelihara warisan budaya yang telah diwariskan secara turun temurun ini. Karena kebudayaan adalah merupakan cerminan kita atau jati diri kita. Peneliti


(23)

6

berkewajiban untuk mengetahui, menggali, melestarikan, dan memperkenalkan budaya daerah terutama kesenian tari, khususnya kostum dan tarinya yakni Lilin Siwa dari Kota Palembang. Peneliti beranggapan bahwa ini, patut diketahui khalayak ramai dari berbagai aspek kehidupan lainnya atas keberadaan tari Lilin Siwa tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, untuk menjawab semua permasalahan yang dimaksudkan di atas, maka peneliti rumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian di antaranya adalah:

1. Bagaimana desain kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang?

2. Bagaimanakah makna simbolik dan estetik yang terkandung dalam desain kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan keinginan peneliti untuk mengkaji makna simbolik dan estetik yang terkandung dalam desain kostum tari Lilin Siwa, maka tujuan dari rencana penelitian ini akan difokuskan pada proses mendeskripsikan tari Lilin Siwa. Sehingga tercipta analisis yang bersifat evaluatif pada makna simbolik dan estetik yang terkandung dalam desain kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang. Melalui permaknaan terhadap desain kostum tari Lilin Siwa sebagai proses enkulturasi, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan dan memaknai nilai simbolik dan estetik yang terdapat pada desain kostum tari Lilin Siwa yang terkait nilai makna secara filosofi


(24)

7

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

sebagai karakteristik sifat dan kekhasan atau nilai unik masyarakat Palembang.

2. Memperkaya keilmuan dan literatur akademik yang berhubungan dengan seni tari di Indonesia khususnya Sumatera Selatan.

E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian:

1. Hasil penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat menjadi sebuah data tertulis tentang tari Lilin Siwa yang ada di kota Palembang, dikarenakan dari 2003 setelah peneliti meneliti sampai saat ini belum ada yang menelitinya kembali.

2. Menambah khasanah pengetahuan serta wawasan tentang tari Lilin Siwa secara luas.

F. Asumsi Penelitian

Kostum tari Lilin Siwa memiliki banyak kelengkapan, yang diduga di dalamnya terdapat unsur-unsur yang merupakan hasil peleburan dari berbagai bentuk kebudayaan, yang ada pada masa terbentuknya tarian ini. Makna dan simbol yang ada di dalam desain kostum menyiratkan filosofi hidup, perilaku manusia dan hubungan dengan Tuhan-Nya dalam bentuk tingkatan keimanan dan tingkatan nafsu manusia.

Perubahan yang terjadi dalam unsur visual kostum merupakan ekspresi sikap seniman dan penari Lilin Siwa terhadap perkembangan zaman serta respon


(25)

8

dari sikap masyarakat pendukungnya. Unsur-unsur tersebut pada umumnya masih mengacu pada bentuk kostum yang sudah ada dan digunakan pada masa perkembangan kesenian ini.

G. Kerangka Teoretik

Konsep seni tari tradisi Indonesia, pada hakekatnya bersumber pada tradisi etnik pra-modern Indonesia. Biasanya tradisi berhubungan erat dengan kegiatan-kegiatan religius dan spiritualitas. Sehingga terasa magis saat merepresentasikan simbol-simbol tradisi tersebut.

Dalam kegiatan membaca makna yang ada di dalamnya, maka harus dipahami pula struktur budaya, sistem, nilai dan konsep yang ada.

Karena benda seni adalah produk sebuah budaya yang menjadi sistem nilai suatu masyarakat, maka pemaknaan dan estetikanya harus berdasarkan konsep budaya masyarakat tersebut. Dan, konsep budaya masyarakat mitis itu dasarnya adalah agama aslinya. Dengan mengetahui sistem kepercayaanya, terbukalah sistem pemaknaan dari semua hasil budayanya, termasuk keseniannya (Sumardjo, 2000: 325).

Desain kostum tarian tradisi Indonesia biasanya, hanya bermotif sangat sederhana (stilistik flora-fauna), namun terdapat kandungan filosofi sangat kompleks. Desain kostum hanya berpijak pada lingkungan budaya dimana desain tersebut diciptakan. Untuk menafsirkan desain tersebut kita harus mampu melalui perspektif dasar simbolnya.

Tahap awalnya desain kostum tradisi, hanya mengunakan lambang-lambang khusus yang diberikan makna (secara tradisi). Hal ini berfungsi sebagai alat penyampaian antar sesama (dunia manusia) dan penyampaian kepada kehidupan


(26)

9

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Unsur desain kostum tari Lilin Siwa tampak jelas mengambil motif-motif dari binatang, tumbuh-tumbuhan. Hal tersebut juga nampak pada bagian-bagian desain pada kostum dan asosoris Tari Lilin Siwa seperti Sundur, Cempako, Suri, Paksongkong, Gande, Cucuk Gelung, Gelung Malang, Gelang Kano, Gelang Sempuru, Gelang Gepeng, Sumping, Anting-Anting, Tebeng Wol, Kembang Ure, Teratai, Kacak Bahu, Kalung Munggah, Selempang, Pending, Selendang, Dodot, dan Kain Songket. Desain kostum bermuatan simbol untuk tarian Lilin Siwa itu sendiri yang erat kaitannya dengan nilai-nilai ritus pemujaan kepada Dewa Syiwa sebagai pusat harmoni.

Simbol sendiri berasal dari kata Symbol (Inggris), Latin Symbolium, dari Yunani Symbolon dari symbollo dengan makna menarik kesimpulan, keberartian, memberi kesan. Dalam sejarah pemikiran, istilah ini mempunyai dua arti yang sangat berbeda. Dalam pemikiran dan praktek keagamaan, simbol-simbol biasa dianggap sebagai gambaran kelihatan dari realitas trensenden. Dalam sistem pemikiran logis dan ilmiah, lazim istilah ini dipakai dalam arti abstrak. (Zoest, 1992: 8-9).

Masyarakat saat ini, menggambarkan kejadian sesuatu atau cerita imajinatif melalui tulisan di kertas dan di gambar (komik). Kedua kejadian tersebut sama-sama bercerita. Secara tidak langsung desain kostum tari Lilin Siwa jika di baca saat ini juga maka ”dia” menceritakan kepada kita semua tentang berita kontektual Dewa Syiwa. Pengkomunikasian antara karya seni dan penikmat karya seni harus terjadi sistem interaksi yang baik agar komunikasi pesan dalam karya seni tersampaikan.

Bahwa mitos adalah suatu sistem komunikasi, sesuatu yang memberikan pesan. Terlihat bahwa memahami mitos sebagai perlambangan suatu bentuk (Bartes dalam Zaimar, 1991: 22). Lebih jauh lagi, bahwa mitos merupakan himpunan berbagai gagasan makna-makna transendental ke dalam kehidupan manusia. Dengan begitu, manusia memiliki kapasitas untuk menjangkau visi yang jauh ke masa depan dan menjadikan manusia mampu


(27)

10

mewujudkan tindakan bersama untuk mencapai cita-cita masa depan. (Sorel, 1986: 274-275).

Berdasarkan ungkapan-ungkapan di atas tari Lilin Siwa dapat dipandang sebagai lambang. Jika ditarik kesimpulan pada pola gerak, properti, pola lantai, serta kostum yang digunakan mengandung arti simbol-simbol/kesan-kesan tertentu atau menyimpan nilai-nilai masa lalu yang transenden. Berdasarkan fenomena masyarakat Hindhuisme, bahwa kostum, pola gerak, properti, serta pola lantai pada tarian Lilin Siwa adalah representasi dari Dewa Syiwa sebagai Dewa Kesuburan, Kematian dan Perusak. Dalam agama Hindhu. Dewa Syiwa dikenal sebagai Dewa tertinggi dan oleh karena itu Dewa Syiwa selalu dipuja oleh umat Hindhu agar terlepas dari semua angkara murkanya.

Penemuan Arca Syiwa Mahadewa, berbahan dasar perunggu. Arca ini ditemukan di Palembang, saat ini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Pahatannya menunjukan gaya seni Jawa Tengah, abad ke 8-9 M. Arca ini masih lengkap, memiliki empat tangan, kedua tangan belakang memegang sebuah tasbih, dan camara, sedangkan tangan kanan depan dalam sikap vitaraka mudra, tangan kiri depan memegang sebuah kendi. Arca memakai upawita ular, gelang bahu, gelang tangan, sebuah kalung dan hiasan telinga. Pada mahkotanya terdapat tengkorak dan bulan sabit (di sisi kiri) dan kainnya berhias lipatan-lipatan halus. Sehelai kulit harimau menutupinya hingga ke atas pinggangnya. (Soeroso, et. al, 1994: 28).

Simbol-simbol dapat digambarkan secara nyata dan hanya terjadi pada realitas transenden yang meyakini nilai-nilai keagamaan tersebut. Sedangkan secara logis dalam kehidupan keseharian saat ini, simbol-simbol adalah gambar-gambar kosong tanpa makna atau dianggap biasa.

Penyimbolan terjadi ketika manusia bersentuhan dengan pengalaman metafisik yang tidak bisa digambarkan dengan bahasa sehari-hari. Walaupun digambarkan lewat kata-kata akan menimbulkan distorsi pemahaman mengenai pengetahuan tersebut, atau bahkan kehilangan makna. Untuk itu dibutuhkan bahasa isyarat atau bahasa tubuh sebab tidak


(28)

11

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

dengan kejernihan rasional dan efesiensi praktis. (Zoest dan Sudjiman, 1998: 2).

Tari Lilin Siwa menjadi warisan budaya, diwariskan secara turun temurun hingga saat ini. Sebagai masyarakat yang berbudaya, tentunya akan sangat apresiate serta mempertahankan dan memelihara tarian dan seluruh perangkatnya. Saat ini masyarakat Sumatera Selatan dibimbing untuk mengetahui tarian Lilin Siwa dan seluruh perangkatnya. Agar pemahaman tentang simbol yang nampak adalah bukan simbol yang kosong yang benar-benar kosong.

H. Metodologi Penelitian

Berangkat dari tujuan penelitian yang telah dirumuskan, maka tiba saatnya peneliti mengungkap semua masalah dalam penelitian ini. Peneliti dalam mengungkapkan permasalahan terkait dengan penelitian ini, dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode ini dinilai peneliti sebagai suatu cara untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Pisau analisis yang digunakan peneliti untuk mendekati objek penelitian dengan menggunakan teori-teori interdisiplin. Sehingga analisis yang dihasilkan dalam proses penelitian ini bersifat kualitatif dengan mengkombinasi berbagai metode. Proses ini dilakukan oleh peneliti untuk menyatukan berbagai ide-ide ilmiah dalam pengumpulan dan analisis data.

Peneliti menggabungkan berbagai tipe aspek-aspek paradigma kualitatif dan beberapa tahap metodologinya dalam desain penelitian ini, untuk dimunculkan dalam tahap pendahuluan, perumusan masalah, tinjauan pustaka, pernyataan


(29)

12

maksud, dan lain-lain. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan pemahaman dari peneliti dalam proses penalaran terhadap objek.

Pendekatan kualitatif lebih lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir. Oleh karena itu urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis.

Pendekatan kualitatif berfokus pada verifikasi data dalam proses membentuk sebuah teori dan definisi a priori atas konsep dasar (hipotesis) berdasarkan pada data seutuhnya di lapangan. Pendekatan ini ditempuh dengan strategi analisis komparatif secara berulang-ulang untuk menemukan konsep dan hipotesis (Alwasilah, 2009:44).

I. Jadwal Penelitan

Materi

Waktu (Bulan)

Keterangan I II III IV V VI

Observasi X X X X

Observasi dilaksanakan selama empat bulan. Meliputi kegiatan pengamatan langsung di lapangan, pendokumentasian setiap komponen yang mendukung.

Wawancara X X X X X

Wawancara dilaksanakan dalam rentang waktu lima bulan untuk

menambahkan setiap

kekurangan data setelah dianalisis.

Studi dokumentasi

X X X Studi dokumentasi dilaksanakan pada bulan ketiga sampai bulan kelima.


(30)

13

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

analisis setelah hasil observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi dapat dibuat kesimpulannya.

Penyusunan laporan

X

Penyusunan laporan tahap akhir dilaksanakan setelah analisis terhadap hasil penelitian selesai dan mendapatkan kesimpulan.


(31)

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Penggunaan Metode Kualitatif

Objek yang diteliti oleh peneliti adalah berasal dari kehidupan yang tidak dirasakan secara fisik oleh peneliti. Objek penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah mewakili kehidupan masa lampau, sedangkan peneliti hidup pada masa saat ini (sekarang).

Dalam penelitian ini peneliti memposisikan diri pada ketepatan analisis yang sesuai dengan target yang ingin dicapai. Peneliti dalam mengupas objek penelitian menggunakan perspektif konstruktif, bahwa;

Perspektif konstruktif dilandasi konsep bahwa knowledge and truth are created, not discovered (Schwandt, dalam Basrowi & Suwandi: 2008: 62). Peneliti dalam mengupas objek penelitian tidak berorientasi untuk memecahkan permasalahan melainkan pencarian jawaban, apa yang ingin dipahami oleh peneliti. Jawaban yang diperoleh oleh peneliti akan berpengaruh pada penentuan konsep teoretik dan strategi untuk mencapai target yang diinginkan peneliti.

Hasil penelitian mengacu pada Verstehen sebagai bentuk pemahaman atas “makna” suatu realitas yang mengatasi kenyataan konkret realitas itu sendiri dan erlebnis (Hamilton, dalam Basrowi & Suwandi: 2008: 63), dan Elebnis, sebagai istilah tentang perolehan mesti memiliki pertalian dengan lived experience, baik pengalaman sebagai peneliti dengan konsepsi orang lain juga berimplikasi dalam konsepsi berkenaan dengan kehidupan kemanusiaan pada umumnya (Dilthey dalam Basrowi & Suwandi: 2008: 63).


(32)

39

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Dalam memahami “makna”, lived experience Dilthey (dalam Basrowi & Suwandi: 2008: 63) bahwa pengalaman sebagai peneliti digunakan oleh peneliti untuk memahami “makna” dengan merujuk pada konsepsi orang lain, jika memamang dinilai oleh peneliti sesuai dengan makna yang melekat pada objek penelitian.

Selanjutnya kombinasi multidisiplin ilmu lainnya, diharapkan memunculkan bahwa dalam teknik pengumpulan data dan data yang dihasilkan adalah bersifat kualitatif. Peneliti melakukan kerja cermat dalam mengkombinasikan multidisiplin ilmu yang peneliti pilih untuk menelanjangi objek penelitian. Peneliti mencampurkan aspek-aspek paradigma kualitatif di tahap metodologis dalam penelitian.

Kombinasi berbagai metode dan prinsip tertentu selain menuntut kekayaan pengalaman dan pengetahuan juga menuntut adanya kepekaan dan kreativitas. Kreativitas tersebut selain merujuk pada kreativitas dalam menyusun strategi secara interdisipliner dan transdisipliner juga merujuk pada kemampuan menyusun being yang dijadikan sasaran penelitian menjadi story, menjadi kabar yang menggambarkan personel, relasi, peristiwa, rangkaian isi, dan tema-tema tertentu (Basrowi & Suwandi: 2008: 63).

Kombinasi dari beberapa ilmu dan metode dimaknai oleh peneliti sebagai kerja kreatif yang memerlukan pengalaman (pengalaman “membaca”). Pengalaman tersebut bermanfaat untuk peneliti agar dapat meramu begitu banyak pemikiran-pemikiran besar dan memasukkannya dengan porsi yang sesuai untuk penelitian ini. Bagaiman peneliti mampu untuk memaknai objek penelitian, dan bagaimana caranya peneliti mampu untuk menyusun strategi dengan menggunakan metode-metode untuk merumuskan sesuatu (objek) yang tadinya


(33)

40

tak bermakna menjadi memiliki makna dan menjadi cerita ketika dibaca serta menjadi kabar berita.

Pendekatan kualitatif ditekankan pada konstruksi makna dan pemahaman dari dalam, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu). Peneliti lebih banyak menitik beratkan pada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari sebagai jalan awal untuk mendekati objek penelitian. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, lebih mementingkan proses dibandingkan dengan hasil akhir.

Atas sebab tersebut, maka urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis. Pendekatan kualitatif berfokus pada verifikasi dalam pembentukan sebuah teori berdasarkan pada data seutuhnya di lapangan “grounded theory” (Alwasilah, 2009:44).

Sejalan dengan pendekatan di atas, maka peneliti melakukan pendekatan terhadap kostum tari Lilin Siwa. Kostum adalah gambaran satu kesatuan makna yang berhubungan erat dengan kegiatan ritual atau kepercayaan. Kostum adalah gambaran satu kesatuan makna sebagai cerminan lingkungan mereka dalam kehidupan sosial budaya. Serta menemukan nilai-nilai dalam kostum tersebut atau berupaya membaca pola pikir lama yang tereksplisitkan dalam gambar-gambar dalam desain kostum tari Lilin Siwa, berupa simbol-simbol tradisi sebagai identitas masyarakatnya.

Selanjutnya, dalam pengumpulan data peneliti tidak terpaku dengan keadaan di lapangan saja. Pengembangan data penelitian terjadi dalam dua tahapan, yaitu


(34)

41

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

tahapan pra penelitian dan tahapan penelitian. Dalam tahapan pra penelitian peneliti mendapatkan data terbaru sebagai bahan untuk menyusun proposal penelitian. Sedangkan pada tahapan yang kedua melaksanakan penelitian serta bagaimana mengembangkan data penelitian menyesuaikan perkembangan temuan-temuan data yang diperoleh.

Selanjutnya temuan-temuan data dikategorikan berdasarkan teori yang telah ada, atau dibangun secara induktif dari data lapangan (grounded), (Alwasilah, 2009: 161). Maka yang peneliti lakukan untuk menemukan data adalah dengan cara menelusuri keberadaan data dari berbagai pihak. Untuk mendapatkan data di lapangan, peneliti menjalin komunikasi yang interaktif tokoh yang memahami keberadaan tari Lilin Siwa yang dikhususkan pada pemahaman kostumnya. Selain itu data juga diperoleh dari Dinas Pariwisata Kota Palembang, buku-buku dan mengunjungi Musium Purbakala Palembang. Peneliti berusaha untuk menanyakan kebenaran keberadaan kostum secara pasti atau memastikan (cross cek), sehingga data yang telah terkumpul dapat dipertanggung jawabkan nilai keabsahannya.

Selanjutnya temuan-temuan penelitian akan dipilih berdasarkan kategori visual maknanya, guna memudahkan proses interpretasi data temuan. Hal ini sejalan dengan display atau pajangan visual (Alwasilah, 2009: 164), bahwa display termasuk suatu cara untuk memperjelas data penelitian, ini adalah sebuah strategi analitis dalam mengolah dan meninterpretasi data kualitatif. Pajangan visual ini adalah sebuah konsep berpikir, membentuk representasi, mendirikan gagasan, dan menginterpretasi data. Dalam analisis data, display mempunyai tiga fungsi: (1) Mereduksi data yang kompleks menjadi nampak sederhana. (2)


(35)

42

Menyimpulkan interpretasi peneliti terhadap data. (3) Menyajikan data sehingga data tampil secara menyeluruh. (Alwasilah, 2009: 165). Selanjutnya display yang mempunyai tiga fungsi tersebut, dijadikan jalan peneliti dalam menginterpretasi data yang telah terkumpul dari berbagai pihak.

Akhirnya harapan penelitian ini, data dapat dikerucutkan ke dalam keterkaitan makna antara kostum tari Lilin Siwa dengan tari Lilin Siwa. Hasil penelitian ini akan menjadi laporan tertulis berbentuk tesis yang merupakan tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan pada program master di Universitas Pendidikan Indonesia.

B. Teknik Penentuan Informan

Informan adalah seseorang yang dinilai mampu memberikan informasi dalam penelitian ini. Penetapan informan berdasarkan kriteria yang disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini. Adapun kriteria penentuan penentuan informan adalah sebagai berikut:

1). Bahwa informan secara luas dikenal, baik dalam lingkungan masyarakat dan sebagai tokoh yang paling berpengaruh di masyarakatnya.

2). Dapat berkomunikasi dengan baik.

3). Memiliki pemahaman dan mengetahui banyak hal tentang objek yang akan diteliti.


(36)

43

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Dengan alasan tersebut di atas, maka peneliti mempunyai keyakinan bahwa sang informan akan banyak memberikan informasi terkait dengan keterkaitan penelitian ini. Informan juga akan membukakan jalan untuk mengenalkan peneliti pada tokoh-tokoh lain yang terkait dengan penelitian ini, seperti:

1). Pemerhati tari Lilin Siwa seperti: pejabat pemerintahan yang terkait dengan penelitian ini.

2). Pelaku atau penari sebagai orang yang memahami gerak tari Lilin Siwa dan sejarah perkembangannya.

3). Dukun atau mualim.

4). Generasi muda penerus tari Lilin Siwa.

C. Subjek Penelitian

Tari Lilin Siwa tumbuh dan berkembang di kota Palembang, dalam penelitian ini peneliti membatasi wilayah penelitian. Pemilihan lokasi penelitian diarahkan oleh narasumber utama ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dikarenakan atas alasan kelengkapan kostum tari Lilin Siwa yang masih tersimpan secara lengkap di dinas tersebut. Pemilihan lokasi ini dikarenakan beberapa faktor alasan sebagai berikut.

Pertama, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II menjadi tujuan peneliti untuk menanyakan keberadan kostum tari Lilin Siwa. Museum sebagai lahan mencari ilmu pengetahuan bagi peneliti, karena berbagai peninggalan sejarah


(37)

44

Sumatera Selatan terkumpul di tempat ini. Fasilitas kelengkapan kostum secara menyeluruh pada penari tari Lilin Siwa tersedia dan masih terpelihara dalam perawatan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Kedua, terjadi penambahan kostum dan asesoris perlengkapan pada penari tari Lilin Siwa di kota Palembang. Penambahan kostum dan asesoris akan mengurangi nilai ritual dalam tari Lilin Siwa, semakin lama maka yang terjadi adalah masyarakat akan meninggalkan apa yang sebenarnya telah menjadi kebiasaan cara hidup sebelumnya. Nilai keaslian dalam kostum tari Lilin Siwa adalah identitas budaya masyarakat Palembang.

Ketiga, terjadinya kesimpangsiuran informasi dari tokoh tari Lilin Siwa yakni tentang kejelasan kostum, properti dan asesoris yang diggunakan oleh penari tari Lilin Siwa. Hal tersebut terlihat pada saat penampilan masing-masing kelompok tersebut di atas panggung pertunjukan, yang menunjukkan nilai-nilai perbedaan.

Akhirnya, dengan memperhatikan latar belakang di atas, tampaknya pantas jika Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dijadikan lokasi penelitian dalam konteks keilmuan. Lebih lanjut bagaimana kostum dijelaskan secara mendetil tentang nama-nama kostum, nama asesoris dan nama properti yang diggunakan oleh penari tari Lilin Siwa. Untuk akurasi data, selain pemilihan lokasi penelitian di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, penelitian ini, juga mendatangi Museum Purbakala, Museum Balaputra Dewa, Zainal Songket dan sanggar-sanggar yang ada di kota Palembang untuk melengkapi data yang didapatkan dari Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.


(38)

45

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif kedudukan data menempati tingkat yang paling tinggi. Langkah awal yang harus diambil adalah merumuskan masalah, menentukan jenis data yang akan digunakan, mencari sumber data dan mengkritisi sumber data yang diperoleh. Pengolahan jenis data primer dan sekunder sebagai berikut:

1. Data primer adalah gambar foto dan dokumentasi yang didapatkan dari penari tari Lilin Siwa, pemerhati kesenian tari Lilin Siwa, budayawan, dan narasumber lain, baik praktisi maupun akademis. Sumber data utama (primer), data ini di dapat oleh peneliti dari proses observasi dan interviu secara mendalam dan mendapatkan data yang terpilih, dicatat baik melalui tulisan maupun rekaman (suara maupun gambar). Observasi digunakan untuk melihat langsung sejelas-jelasanya kenyataan di lapangan. Kemudian data tersebut diolah agar memperoleh data sejelas-jelasnya. Dalam penelitian ini yang diobservasi adalah desain kostum tari Lilin Siwa.

2. Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumen, seperti buku-buku terkait, beberapa lembar foto kostum tari Lilin Siwa yang diperoleh peneliti. Data dokumentasi berupa foto-foto pertunjukan tari Lilin Siwa serta kostumnya sebagai pelengkap data wawancara serta digunakan sebagai pelengkap kekurangan-kekurangan pada tahap observasi, sehingga peletiti dapat melakukan observasi ulang.


(39)

46

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang peneliti gunakan untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data. Adapun instrumen penelitian sebagai berikut.

Tabel. 3.1. Instrumen Penelitian (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

No.

Jenis

Instrumen Sumber Data Data

1. Pedoman wawancara

- Pakar Tari Lilin Siwa (Eli Rudi)

- KUPTD. Museum SMB II (R.M. Ali Hanafiah)

- Pemilik tempat pembuatan sonket Palembang (Zainal Songket)

-Data objektif

mengenai kostum tari Lilin Siwa

-Data mengenai kostum tari Lilin Siwa - Data mengenai songket

2. Pedoman observasi

-Proses pelaksanaan pertunjukan tari Lilin Siwa -Peninjauan langsung ke Museum SMB II dan Museum Purbakala Palembang

- Data mengenai objektif mengenai kostum tari Lilin Siwa -Data mengenai kostum tari Lilin Siwa dan data mengenai Dewa Syiwa

3.

Pedoman studi dokumentasi

-Dokumentasi kostum tari Lilin Siwa

-Foto dan Video kostum tari Lilin Siwa

dan Arca Dewa Syiwa

E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu: observasi, interviu, dan analisis dokumen. Langkah peneliti untuk mencapai tujuan penelitian itu pada garis besarnya ada empat, yaitu: (1) membangun keakraban dengan


(40)

47

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

responden, (2) penentuan sampel, (3) pengumpulan data, (4) analisis data (Alwasilah, 2009: 144).

1. Observasi.

Teknik Observasi dilakukan secara sistemmatis dan terencana dengan cara pengamatan secara langsung pada obyek penelitian serta pencatatan dari berbagai obyek yang diteliti (Alwasilah, 2002: 211). Observasi penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan reliabilitas. Observasi ini dilakukan secara langsung dilakukan pada saat ada pertunjukan tari Lilin Siwa dan ketika peneliti berada di lapangan. Teknik ini dilakukan dengan cara mencari informasi baik yang bersifat lisan dan tertulis tantang tari Lilin Siwa dari awal mula tari Lilin Siwa khususnya mengenai kostumnya. Hal ini dilaklukan untuk mendapatkan data-data baik berupa gambar-gambar atau foto-foto mengenai tari Lilin Siwa serta informasi yang penting.

Tabel 3. 2. Panduan Observasi (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Tujuan Pembatasan Pelaksanaan

1. Observasi

bertujuan untuk memperoleh data tentang nilai dan estetik kostum tari Lilin Siwa singga dapat memahami dan memaknai nilai sombolik tari Lilin Siwa di Kota Palembang.

Observasi ini dibatasi pada pengamatan langsung di lokasi penelitian di kota Palembang, meliputi -Melihat langsung beberapa pertunjukan tari Lilin Siwa di kota Palembang, khususnya pengamatan terhadap kostum.

Observasi ini dibatasi pada pengamatan langsung di lokasi penelitian di kota Palembang, meliputi -Melihat langsung

beberapa pertunjukan tari Lilin Siwa di kota Palembang, khususnya

pengamatan terhadap kostum.


(41)

48

2. - Observasi ini dibatasi pada pengamatan langsung di lokasi penelitian di kota Palembang,

meliputi

- Melihat langsung beberapa

pertunjukan tari Lilin Siwa di kota Palembang,

khususnya pengamatan terhadap kostum.

Mengamati kostum tari Lilin Siwa yang ada di museum dan pengamata arca dewa Syiwa yang ada di museum Purbakala Palembang.

- Mendiskripsikan segala hal temuan penelitian yang terkait dengan kostum tari Lilin Siwa.

Membuat kesimpulan

berdasarkan data yang diperoleh.

2. Interviu

Peneliti mengadakan wawancara secara langsung untuk memperoleh data berupa jawaban penelitian baik lisan maupun non lisan. Pusat data berasal dari sumber-sumber yang berlaku di masyarakat sebagai tokoh seniman, budayawan, apresiator, arkeolog, ahli sejarah, penari Lilin Siwa dan orang-orang yang dianggap berkompeten tentang aspek-aspek yang terkandung dalam tari Lilin Siwa. Peneliti dalam proses interviu menggunakan teknik interviu yang tidak berstruktur, hal tersebut dilakukan peneliti sebagai upaya mengurangi rasa kaku dalam berdialog dengan para narasumber data. Terjalin suasana akrab sebagai jalan untuk membuka data yang terpendam, pertanyaan-pertanyaan disesuaikan dengan keadaan informan dan mengalir seperti dalam percakapan keseharian.


(42)

49

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Tabel 3.3. Kisi-kisi Wawancara dengan Para Nara Sumber (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

No. Butir Pertanyaan

1. Sejarah tari Lilin Siwa.

2. Kostum apa saja yang dipakai oleh penari Lilin Siwa.

3. Haruskah kostum dan properti serta asesoris dipakai oleh penari Lilin Siwa. Adakah pantangan siapa yang boleh atau tidak mengenakan kostum dan properti tersebut.

4. Siapa yang mengenakan kostum tersebut, terkait dengan umur dan adakah ketentuan secara adat.

5. Fungsi tari Lilin Siwa zaman dahulu dan saat ini.

6. Fungsi kostum tari Lilin Siwa zaman dahulu dan saat ini. 7. Faktor perubahan kostum tari Lilin Siwa.

8. Adakah hubungan antara tari Lilin Siwa dengan Dewa Syiwa. 9. Faktor perubahan pada kostum tari Lilin Syiwa.

10. Pandangan masyarakat Palembang mengenai keberadaan dan perubahan yang terjadi pada kostum tari Lilin Siwa.

11. Pandangan seniman, budayawan, terhadap pergeseran atau adanya perubahan dalam kostum tari Lilin Siwa.

12. Desain dan nama-nama asesoris dan properti pelengkap kostum tari Lilin Siwa.

13. Sejarah songket dan macam-macam motif songket Palembang.

14. Keberadaan agama Hindhu di Palembang.

15 Hubungan pola gerak, pola lantai dengan pola kostum tari Lilin Siwa.

3. Analisis Dokumen

Dokumentasi yang digunakan yaitu kamera video mini dv, kamera foto digital. Kedua instrumen ini dipakai dalam waktu bersamaan. Untuk itu setiap instrumen harus dipegang oleh dua orang berbeda. Teknik kedua yaitu wawancara


(43)

50

terhadap narasumber yang sudah menguasai dan berkompeten di dalamnya. Instrumen yang digunakan yaitu kamera foto digital untuk merekam wawancara. Teknik yang ketiga yaitu studi dokumentasi, dilaksanakan setelah observasi dan interviu. Analisis terhadap hasil dokumentasi ini memerlukan kecermatan tinggi supaya hasil pengamatan mencapai target maksimal.

Analisis dokumen maupun bukti-bukti catatan dirinci sebagai bukti pendukung penelitian. Wilayah dokumen melingkupi barang-barang yang tertulis (buku-buku) dan terfilmkan, sedangkan bukti-bukti catatan melingkupi icon-icon, artefak-artefak ataupun arca sebagai bukti peninggalan sejarah. Hal ini adalah bukti-bukti catatan dan bahan yang akan dianalisis secara kritis sebagai jalan memfokuskan penelitian, dengan catatan: (1) dokumen adalah sumber informasi abadi, walaupun dokumen tersebut tidak lagi berlaku sebagai rujukan utama, (2) dokumen tersebut secara prinsipil merupakan bukti yang mampu mendasari kekeliruan interpretasi, (3) dokumen tersebut adalah sumber data yang alami, sebagai bukti keberadaan dirinya sendiri (kontekstual), (4) dokumen tersebut adalah sumber yang melengkapi dan memperkaya temuan.

Tabel 3.4. Pedoman Analisis Dokumen Terhadap Kostum Tari Lilin Siwa (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Studi Dokumentasi terhadap kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang

Data yang diperlukan:

a. Profil kostum (songket dan asesoris) yang digunakan penari Lilin Siwa

b. Data riwayat kostum penari Lilin Siwa

c. Foto kostum (songket dan asesoris) penari Lilin Siwa


(44)

51

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Langkah peneliti untuk menemukan temuan adalah membangun keakraban dengan responden. Penelitian lebih menitik beratkan pada bagaimana mendapatkan beberapa jawaban yang akrab dari narasumber utama sebagai perwujudan negoisasi yang baik. Hal tersebut menjadi penting untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Kesesuaian, kesepakatan, persetujuan, atau kedekatan antara peneliti dengan yang diteliti: bahwa peneliti adalah instrumen penelitian dan tanpa hubungan ini penelitian tidak akan terlaksana (Alwasilah, 2009: 144).

Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif lebih memilih purposeful sampling (Patton, 1990: dalam Alwasilah, 2009: 146) atau criterion-base selection (Le Compte & Preissle: dalam Alwasilah, 2009: 146), bahwa peneliti harus mampu mengidentifikasi nilai unik atau khusus ketika menginterviu pakar ataupun pelaku sejarah untuk menemukan data dengan mengutamakan comparability atau dapat diperbandingkan objek dan translatability atau dapat menterjemakan data temuan nantinya.

Pengumpulan data pada observasi, peneliti memungkinkan untuk menggunakan teknik inferensi (penarikan kesimpulan) makna dari sisi responden, kejadian, peristiwa atau proses yang diamati. Melalui observasi peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan atau tacit understanding (Alwasilah, 2009: 154-155). Sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua, yang pertama adalah sumber data utama (primer) yang didapatkan peneliti dari proses interviu menghasilkan informasi yang terpilih berupa catatan maupun rekaman, dari proses interviu peneliti bersama Eli Rudi (75 tahun) dan R. M. Ali Hanafiah


(45)

52

(KUPTD. Museum SMB II). Beliau berdua sangat memahami seluk beluk tari Lilin Siwa dan kostum yang dikenakan penari Lilin Siwa.

Selanjutnya sumber data dalam penelitian ini terdiri atas dua kategori: yang pertama sumber data utama (primer). Data ini di dapat oleh peneliti dari proses observasi dan interviu secara mendalam dan mendapatkan data yang terpilih, dicatat baik melalui tulisan maupun rekaman (suara maupun gambar). Interviu peneliti dengan Eli Rudi (75 tahun), peneliti beranggapan bahwa beliaulah yang dinilai peneliti mampu dan layak dijadikan narasumber utama, karena mengetahui seluk beluk tari Lilin Siwa dan kostum yang dikenakan oleh penarinya. Atas alasan lainnya bahwa dari tahun 1965 Eli Rudi telah mengenal tarian-tarian se-Sumatera Selatan bahkan Eli Rudi telah berpengalaman menari diberbagai tempat baik lokal maupun mancanegara. Sebelum menjadi tenaga pengajar Universitas PGRI Palembang, Eli Rudi mengajar di sanggar Limar, Diknas pada tahun 1980, BPKD, tenaga pengajar di SMKI dan tahun 1984 mendirikan sanggar Geger. Tarian-tarian yang ada di Sumatera Selatan sebagian besar menjadi materi yang diajarkan Eli Rudi, termasuk tari Lilin Siwa.

Selanjutnya peneliti bersama Eli Rudi, atas alasan kelengkapan data dan informasi tentang kostum tari Lilin Siwa peneliti diarahkan untuk mengunjungi R. M. Ali Hanafiah di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Peneliti langsung menginterviu beliau tentang kostum tari Lilin Siwa secara mendalam dan mendapatkan data yang akurat tentang kostum tari Lilin Siwa. Nara sumber utama (Eli Rudi) bersama R.M. Ali Hanafiah menjelaskan atau mendeskripsikan tentang; hal yang tampak pada bagian-bagian desain pada kostum dan asosoris Tari Lilin


(46)

53

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Siwa secara lengkap seperti Sundur, Cempako, Suri, Paksongkong, Gande, Cucuk Gelung, Gelung Malang, Gelang Kano, Gelang Sempuru, Gelang Gepeng, Sumping, Anting-Anting, Tebeng Wol, Kembang Ure, Teratai, Kacak Bahu, Kalung Munggah, Selempang, Pending, Selendang, Dodot, dan Kain Songket (interviu peneliti tanggal 16 September 2011).

Kedua, sumber data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumen, seperti buku-buku terkait, beberapa lembar foto kostum tari Lilin Siwa yang diperoleh peneliti dari Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Tidak adanya pembahasan ilmiah tentang tari Lilin Siwa serta pembahasan tentang kostum tari Lilin Siwa di kota Palembang, menjadikan hal tersebut sebagai penyemangat dalam proses penelitian ini. Serta kunjungan peneliti ke beberapa museum seperti: Museum Balaputra Dewa Palembang, Museum Purbakala Palembang, dan beberapa sanggar di kota Palembang, diharapkan peneliti mendapatkan tambahan data yang dapat menunjang penelitian ini.

Dengan memanfaatkan strategi bahwa setiap tahapan pengumpulan data terpadu oleh fokus yang jelas. Sehingga observasi dan interviu selanjutnya semakin terfokus, menyempit dan menukik dalam (Alwasilah, 2009: 158). Analisis data adalah kegiatan peneliti dalam mensistematikakan data observasi, interviu, dan analisis dokumen, sebagai upaya peneliti dalam meningkatkan pemahaman tentang masalah yang diteliti.

Analisis secara terus menerus dilakukan peneliti sampai menghasilkan narasi deskriptif dan interpretatif, secara sistematis akan diarahkan pada pola kesesuaian permasalahan penelitian dan mengelompokkan data berdasarkan


(47)

54

kesesuaian kategori interpretasi peneliti dalam mencari jalan kesimpulan penelitian. Analisis pada setiap tahapan bakal menampilkan kategori sebagai bahan mentah untuk pengembangan teori-teori adhok dan akan semakin mantap pada tahapan selanjutnya (Alwasilah, 2009: 158).

Dalam kegiatan analisis data yang berkaitan erat dengan penelitian tesis ini adalah pengumpulan berbagai data mengenai kostum tari Lilin Siwa dari segi sosial budaya sebagai identitas. Data tersebut dicatat berdasarkan kategori secara bertahap. Dalam pengkategorian data, peneliti cermat menanggapi segala informasi yang masuk melalui proses interviu. Observasi adalah jalan menuju proses kejernihan berpikir kritis yang nantinya peneliti harus mampu menteorikan data temuan penelitian secara sistematis. Theoretical sensitivity (Glaser dalam Alwasilah: 2009: 158), yakni kepekaan teoretis terhadap data yang dikumpulkan, bahwa data adalah tumpukan angka atau kata-kata bisu, sampai anda membuatnya berteriak teori.


(48)

156

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, menggunakan metode deskriptif analisis yang difokuskan pada Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota Palembang. Setelah melewati masa penelitian di lapangan, ternyata kesimpulan yang diperoleh adalah terdapatnya keterkaitan makna antar simbol-simbol yang terdapat pada kostum, pola lantai penari, dan asesoris pada tari Lilin Siwa.

Terkait dalam rumusan masalah bahwa peneliti mengemas kembali Makna dan Simbol Desain Kostum (busana) tari Lilin Siwa, bahwa desain kostum tari Lilin Siwa adalah bentuk pencitraan tradisi lokal yang di dalamnya terdapat pola pikir berupa simbol yang bermakna tentang nilai-nilai moral. Nilai-nilai tersebut diyakini peneliti adalah sebagai pusat kekuatan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia (kearifan lokal), serta ketrampilan yang diperlukan perindividu dalam bermasyarakat, bangsa dan negara (hal, 5).

Hasil nilai-nilai penelitian dikemas dalam judul Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota Palembang. Nilai-nilai tersebut nantinya akan mempunyai nilai guna yang terkait erat dengan alasan penelitian yakni sebagai salah satu upaya dalam proses pewarisan (enkulturasi), bahwa pengemasan adalah sebagai proses menjembatani pola pikir masyarakat lama menuju pola pikir masyarakat saat ini (hal: 4). Jika pembaca mampu berpikir aktif dan kreatif melalui kemasan penelitian ini maka akan memunculkan tafsir baru lainnya yakni mewujudkan


(49)

157

rekreasi sebagai hasil kreativitas berpikir. Pengemasan dalam penelitian ini adalah sebagai petunjuk jalan agar tidak kehilangan makna aslinya dalam proses rekreasi nantinya dalam penelitian lanjutan.

Nilai-nilai makna dalam simbol desain kostum tari Lilin Siwa dan juga keterkaitan makna dalam pola tarian serta asesoris penari, dikemas dalam tiga langkah, antara lain: (1) Nilai Makna Pola Dua (Paradoks). (2) Nilai Makna Pola Kesatuan Tiga (Pola Tiga atau Axis Mundi). (3) Nilai Makna Pola Empat (Mandala). Disimpulkan dari serangkaian penelitian ini, bahwa nilai-nilai makna dalam simbol desain kostum tari Lilin siwa yang dikemas dalam tiga langkah tersebut “akan membuahkan hasil pada tingkat pengubahan sikap dan prilaku dalam tata laku masyarakat Palembang serta pendewasaan bersikap. Nilai-nilai tersebut melebur melalui prose dan metode pengajaran dalam proses berpikir melalui apresiasi seni (hal: 4)“.

B. Rekomendasi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, cara berpikir masyarakat, kreativitas dan interaksi sebagai proses didik adalah sejumlah frakmen yang berpengaruh besar terhadap kelangsungan budaya dan peradaban yang akan datang. Perubahan atau perbaikan menuju aktivitas pembelajaran yang “lebih baik” menghasilkan kebermaknaan dalam proses pembelajaran adalah sebagai hasil interaksi yang komunikatif di dalam lingkungan masyarakat. Wajib kiranya menjadi hak mutlak bagi masyarakat mendapatkannya, sekolah sebagai wadahnya pendidikan kiranya harus mampu menyediakan guru-guru yang mempunyai


(50)

158

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

“fasilitas” berupa konsep-konsep dalam mengolah kemampuan berpikir dengan jelas (mendetil) dan imajinatif; mencermati objek (karya seni), mengolah objek; mencari ide alternatif imajinasi dari ide-ide konvensional, merumuskan ide-ide inovatif (berupa pemahaman baru). Berpikir kritis melalui simbol dan makna desain kostum (busana) dalam tarian Lilin Siwa secara sistematis, mengolah masalah secara terorganisir (hal:4).

Akhir dari penelitian ini adalah merekomendasikan hasil penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap nilai kostum tarian, bahwa ternyata kostum tari Lilin Siwa bukan hanya sebagai pelengkap tarian atau penutup badan saja. Tetapi lebih membawa nilai-nilai primordialnya (nilai moral) yang bermanfaat terutama sekali untuk pembelajaran seni budaya, serta meningkatkan kemampuan peserta didik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Berdasarkan nilai-nilai tersebut direkomendasikan untuk: (1) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Palembang; (2) Pengajar Seni Budaya se-Sumatera Selatan; (3) Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung; dan (4) Peneliti-peneliti lain.

1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Palembang

Desain kostum tari Lilin Siwa adalah salah satu pembentukan pencitraan nilai-nilai tradisi lokal yang mempunyai nilai-nilai kearifan tinggi yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup masyarakatnya, yang patut dikembangkan dan dilestarikan melalui proses pendidikan. Untuk itu pemerintah Palembang Sumatera Selatan diharapkan lebih memperhatikan keberadaannya, agar nilai-nilai


(51)

159

moral yang terdapat dalam desain kostum tari Lilin Siwa mampu bersaing dengan nilai-nilai kehidupan saat ini (modernitas).

2. Pengajar Seni Budaya se- Sumatera Selatan.

Rekomendasi untuk pengajar seni budaya, agar lebih memperhatikan atau lebih mengutamakan pengajaran berbahan ajar seni tradisi. Dengan jalan tersebut maka nilai-nilai moral budaya tradisi lokal mampu bersaing seiring sejalan dengan nilai-nilai modernitas sebagai jalan penyelamatan identitas kelokalan generasi muda.

3. Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

Rekomendasi untuk Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, agar lebih memperhatikan nilai-nilai kelokalan. Tradisi adalah sebagai jalan preservasi, rekonstruksi, dan revitalisasi menuju masa depan yang baik.

4. Peneliti selanjutnya

Semoga peneltian ini memotifasi peneliti-peneliti lainnya. Penelitian tentang Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota Palembang diperlukan pemahaman yang mendalam untuk memahaminya, kajian penelitian tidak hanya sebatas mendeskripsikan tetapi lebih pada pemaknaan yang mendalam terhadap desain kostum, pola lantai penari dan asesoris penari Lilin Siwa. Penelitian ini bisa dikembangkan melalui metode yang lebih luas seperti R & D, atau


(52)

metode-160

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

metode yang lainnya yang dapat menghasilkan data yang lebih lengkap, dan dapat pula difokuskan pada penelitian yang terkait dengan penelitian pembuatan model pembelajaran tentang kostum tari Lilin Siwa untuk mempermudah proses pembelajaran.


(53)

161

DAFTAR PUSTAKA

Akib, R.H.M. (1980). Sejarah dan Kebudayaan Palembang Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Alwasilah, A. Chaedar. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Bagus, Lorens. (2000). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Berghoff, Beth & Brogmann, B. Cindy & Parr, Carlotta, N. (2005). Arts Together. Steps Toward Transformative Teacher Education. United States: National Art Education Association.

Buitenen, J. A. B. Van. (1961). Glossary of Sanskrit from Indonesia. Poona: Deccan College.

Cassier, Ernest. (1944) dalam Alois. (1987). Philosophy of Simbolic Forms; Manusia dan Kebudayaan Sebuah Esei tentang Manusia. Jakarta: Gramedia.

Coomaraswamy, Ananda K. (1977). The Dance Of Siva. Dover Pubbcation, Inc. New York.

Daeng, Hans J. (2000). Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dokumentasi Kebudayaan Daerah. (1984). Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Selatan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Harmoko & Abdul Gafur. (1998). Penerbitan Seri Buku Indonesia Indah.,Jakarta:

Yayasan Harapan Kita.

Hartoko, Dick. (1984) Manusia dan Seni". Yogyakarta: Kanisius.

Hoed, Benny. (2008). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Universitas Indonesia.

Holt, Claire. (2000).Terj. Soedarsono, R. M. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Kasmahidayat, Yuliawan.(2010). Agama dalam Tranformasi Budaya Nusantara. Bandung: Bintang Warli Artika.


(54)

162

Asmadiyanti, 2012

Makna Dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa Di Kota Palembang

Langer, Suzanne K. (1988). Terj. Widaryanto, F. X. Problematika Seni. Bandung: Akademi Seni Tari Indonesia, Bandung.

Mansyur, M. Ali. (1987). Isi Dan Kelengkapan Rumah Tangga Tradisional Daerah Sumatera Selatan. Proyek Inventarisasi Dan Dokumen Daerah. Sumatera Selatan.

Masunah, Juju (2000). Sawitri Penari Topeng Losari. Yogyakarta: Tarawang. Masunah, Juju & Uus Karwati. (2003). Topeng Cirebon. Bandung: P4ST UPI. McKeachie. J. Wilbert (2002). Teaching Tips. Boston New York: Houghton

Mifflin Company.

Narawati, Tati. (2003). Wajah Tari Sunda dari Masa ke Masa. Bandung: P$ST UPI.

NN, (1994). Situs-Situs Masa Klasik Di Wilayah Palembang. PemerintahDaerah Tingkat I Sumatera Selatan.

Nafisul Athcx ( 2002). Hermiotika Transendental Yogyakarta: IRCISOD.

Nugroho, Iskandar Pradja & Retno Prabandari. (1988). Sejarah Peradaban Manusia Zaman Sriwijaya. Jakarta: Gita Karya.

Soekmono, R. (1971). Kesenian Indonesia Purba. Amerika Serikat: Katalogus Library of Congress.

Soeroso. (1994). Zaman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan.

Rahardjo, Dewan. (1986).Menguak Mitos-Mitos Pembangunan. Telaah Etis Dan Kritis. Jakarta: Gramedia.

Royce, Peterson, Anya. (1977). The Antropology of Dance. Bloomington and London: Indiana University Press.

Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

________, Jakob. (2002). Arkeologi Budaya Indonesia. Yogyakarta: CV. Qalom. ________, Jakob. ( 2003). Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir. ________, Jakob. (2004). Hermeneutika Sunda. Bandung: Kelir.


(55)

163

________, Jakob. (2010). Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press. Okke K. S. Zaimar. (1991). Menelusuri Ziarah. Jakarta: Intermasa.

Rao, T. A. Gopinatha. (1920). Talamana of Iconometry. Memoirs of the Archaeological Survey of India, 3: Calcutta.

R. Goris. (1986). Sekte-Sekte Di Bali Bhratara. Jakarta: Karya Aksara.


(1)

“fasilitas” berupa konsep-konsep dalam mengolah kemampuan berpikir dengan jelas (mendetil) dan imajinatif; mencermati objek (karya seni), mengolah objek; mencari ide alternatif imajinasi dari ide-ide konvensional, merumuskan ide-ide inovatif (berupa pemahaman baru). Berpikir kritis melalui simbol dan makna desain kostum (busana) dalam tarian Lilin Siwa secara sistematis, mengolah masalah secara terorganisir (hal:4).

Akhir dari penelitian ini adalah merekomendasikan hasil penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap nilai kostum tarian, bahwa ternyata kostum tari Lilin Siwa bukan hanya sebagai pelengkap tarian atau penutup badan saja. Tetapi lebih membawa nilai-nilai primordialnya (nilai moral) yang bermanfaat terutama sekali untuk pembelajaran seni budaya, serta meningkatkan kemampuan peserta didik pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Berdasarkan nilai-nilai tersebut direkomendasikan untuk: (1) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Palembang; (2) Pengajar Seni Budaya se-Sumatera Selatan; (3) Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung; dan (4) Peneliti-peneliti lain.

1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Palembang

Desain kostum tari Lilin Siwa adalah salah satu pembentukan pencitraan nilai-nilai tradisi lokal yang mempunyai nilai-nilai kearifan tinggi yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup masyarakatnya, yang patut dikembangkan dan dilestarikan melalui proses pendidikan. Untuk itu pemerintah Palembang Sumatera Selatan diharapkan lebih memperhatikan keberadaannya, agar nilai-nilai


(2)

moral yang terdapat dalam desain kostum tari Lilin Siwa mampu bersaing dengan nilai-nilai kehidupan saat ini (modernitas).

2. Pengajar Seni Budaya se- Sumatera Selatan.

Rekomendasi untuk pengajar seni budaya, agar lebih memperhatikan atau lebih mengutamakan pengajaran berbahan ajar seni tradisi. Dengan jalan tersebut maka nilai-nilai moral budaya tradisi lokal mampu bersaing seiring sejalan dengan nilai-nilai modernitas sebagai jalan penyelamatan identitas kelokalan generasi muda.

3. Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung

Rekomendasi untuk Prodi Seni Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, agar lebih memperhatikan nilai-nilai kelokalan. Tradisi adalah sebagai jalan preservasi, rekonstruksi, dan revitalisasi menuju masa depan yang baik.

4. Peneliti selanjutnya

Semoga peneltian ini memotifasi peneliti-peneliti lainnya. Penelitian tentang Makna dan Simbol Kostum Tari Lilin Siwa di Kota Palembang diperlukan pemahaman yang mendalam untuk memahaminya, kajian penelitian tidak hanya sebatas mendeskripsikan tetapi lebih pada pemaknaan yang mendalam terhadap desain kostum, pola lantai penari dan asesoris penari Lilin Siwa. Penelitian ini bisa dikembangkan melalui metode yang lebih luas seperti R & D, atau


(3)

metode-metode yang lainnya yang dapat menghasilkan data yang lebih lengkap, dan dapat pula difokuskan pada penelitian yang terkait dengan penelitian pembuatan model pembelajaran tentang kostum tari Lilin Siwa untuk mempermudah proses pembelajaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akib, R.H.M. (1980). Sejarah dan Kebudayaan Palembang Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Alwasilah, A. Chaedar. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Bagus, Lorens. (2000). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Berghoff, Beth & Brogmann, B. Cindy & Parr, Carlotta, N. (2005). Arts

Together. Steps Toward Transformative Teacher Education. United States:

National Art Education Association.

Buitenen, J. A. B. Van. (1961). Glossary of Sanskrit from Indonesia. Poona: Deccan College.

Cassier, Ernest. (1944) dalam Alois. (1987). Philosophy of Simbolic Forms;

Manusia dan Kebudayaan Sebuah Esei tentang Manusia. Jakarta:

Gramedia.

Coomaraswamy, Ananda K. (1977). The Dance Of Siva. Dover Pubbcation, Inc. New York.

Daeng, Hans J. (2000). Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dokumentasi Kebudayaan Daerah. (1984). Adat Dan Upacara Perkawinan

Daerah Sumatera Selatan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Harmoko & Abdul Gafur. (1998). Penerbitan Seri Buku Indonesia Indah.,Jakarta: Yayasan Harapan Kita.

Hartoko, Dick. (1984) Manusia dan Seni". Yogyakarta: Kanisius.

Hoed, Benny. (2008). Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Universitas Indonesia.

Holt, Claire. (2000).Terj. Soedarsono, R. M. Melacak Jejak Perkembangan Seni

di Indonesia. Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Kasmahidayat, Yuliawan.(2010). Agama dalam Tranformasi Budaya Nusantara. Bandung: Bintang Warli Artika.


(5)

Langer, Suzanne K. (1988). Terj. Widaryanto, F. X. Problematika Seni. Bandung: Akademi Seni Tari Indonesia, Bandung.

Mansyur, M. Ali. (1987). Isi Dan Kelengkapan Rumah Tangga Tradisional

Daerah Sumatera Selatan. Proyek Inventarisasi Dan Dokumen Daerah.

Sumatera Selatan.

Masunah, Juju (2000). Sawitri Penari Topeng Losari. Yogyakarta: Tarawang. Masunah, Juju & Uus Karwati. (2003). Topeng Cirebon. Bandung: P4ST UPI. McKeachie. J. Wilbert (2002). Teaching Tips. Boston New York: Houghton

Mifflin Company.

Narawati, Tati. (2003). Wajah Tari Sunda dari Masa ke Masa. Bandung: P$ST UPI.

NN, (1994). Situs-Situs Masa Klasik Di Wilayah Palembang. PemerintahDaerah Tingkat I Sumatera Selatan.

Nafisul Athcx ( 2002). Hermiotika Transendental Yogyakarta: IRCISOD.

Nugroho, Iskandar Pradja & Retno Prabandari. (1988). Sejarah Peradaban

Manusia Zaman Sriwijaya. Jakarta: Gita Karya.

Soekmono, R. (1971). Kesenian Indonesia Purba. Amerika Serikat: Katalogus Library of Congress.

Soeroso. (1994). Zaman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan.

Rahardjo, Dewan. (1986).Menguak Mitos-Mitos Pembangunan. Telaah Etis Dan

Kritis. Jakarta: Gramedia.

Royce, Peterson, Anya. (1977). The Antropology of Dance. Bloomington and London: Indiana University Press.

Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

________, Jakob. (2002). Arkeologi Budaya Indonesia. Yogyakarta: CV. Qalom. ________, Jakob. ( 2003). Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir. ________, Jakob. (2004). Hermeneutika Sunda. Bandung: Kelir.


(6)

________, Jakob. (2010). Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press. Okke K. S. Zaimar. (1991). Menelusuri Ziarah. Jakarta: Intermasa.

Rao, T. A. Gopinatha. (1920). Talamana of Iconometry. Memoirs of the

Archaeological Survey of India, 3: Calcutta.

R. Goris. (1986). Sekte-Sekte Di Bali Bhratara. Jakarta: Karya Aksara.