INOVASI MOTIF BATIK BLORA DENGAN SUMBER IDE POHON JATI.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batik Blora merupakan istilah atau sebutan untuk produk batik khas dari daerah Blora (Ceviana, 2013). Penyebutan batik Blora pada awalnya digunakan untuk menyebutkan kain batik yang dihasilkan pengrajin batik dari daerah Blora, namun penyebutan batik Blora saat ini menjadi populer di kalangan masyarakat daerah Blora ataupun di daerah luar Blora sebagai identitas kerajinan khas daerah setempat. Perajin batik Blora mulai memproduksi batik khas daerah Blora di tahun 2010. Batik Blora muncul dari inisiatif pemerintah setempat melalui pelatihan tenaga terampil. Pelatihan tenaga terampil dibagi menjadi beberapa divisi, pelatihan kerajinan batik dan kerajinan kayu. Pelatihan Batik Blora menjadi suatu hal baru yang belum pernah ada sebelumnya di Blora.

Motif-motif batik yang terdapat pada pola hias batik Blora pada dasarnya termasuk dalam kategori motif batik Modern. Menurut Sewan Susanto dalam buku Seni Kerajinan Batik Indonesia mengungkapkan bahwa, “batik Modern” merupakan semua jenis batik yang motif dan gayanya tidak seperti batik tradisional (Sewan, 1980:15). Motif batik yang tercipta di Blora merepresentasikan kondisi sosial di tempat tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa motif yang tercipta merupakan motif yang terinspirasi dari kondisi alam sekitar. Dilihat dari ciri-cirinya, batik Blora merupakan kategori batik kreasi baru yang saat ini populer dan menjadi bagian dari ragam hias batik Nusantara.

Corak Batik Blora memiliki identitas daerah yang diwakilkan melalui ragam hiasnya. Ragam hias batik Blora mempunyai asal usul jelas yang oleh


(2)

karenanya disebut dengan batik khas Blora. Berdasarkan pada observasi yang telah dilakukan pada bulan Agustus 2014 didapati bahwa penciptaan motif sesuai dengan kondisi geografis, maka dalam penciptaan motif juga berpedoman dari pengalaman yang dilihat masyarakat sekitar. Kondisi geografis daerah Blora mempunyai struktur tanah cadas,dan tumbuhan yang tumbuh di Blora mayoritas adalah tumbuhan jati menjadi sumber inspirasi pada batik Blora. Pohon jati menjadi ikon yang tidak bisa dipisahkan dari Blora, pasalnya Blora memiliki hutan jati yang sangat luas. Ikon jati itulah yang menjadi ciri khas pada batik Blora. Motif batik Blora yang saat ini berkembang adalah mengeksplorasi bentuk unsur-unsur dari elemen yang ada pada pohon jati. Bentuk-bentuk tersebut yaitu daun jati, gelondongan, bunga jati, dan Uwung (lingkaran tahunan).

Motif-motif batik Blora yang ada saat ini masih perlu dikembangkan dari sisi visual. Berdasar pada observasi yang dilakukan penulis pada bulan Agustus 2014 ditemukan beberapa hal terkait visual motif batik yang masih berpeluang untuk dikembangkan1. Secara visual, batik Blora saat ini belum mampu keluar dari bentuk-bentuk realis dari sumber ide visual, semisal visualisasi pada motif gelondongan kayu yang masih digambar dengan karaker kayu yang terkesan kaku. Selain itu, dalam pengolahan komposisi masih terlihat kurang menyatu antara motif satu dengan yang lain sehingga motif terkesan berdiri sendiri. Dari analisa tersebut mendorong penulis menawarkan desain yang lebih dinamis dengan stillisasi bentuk-bentuk yang lebih luwes tanpa menghilangkan karakter khas batik Blora.

1

Observasi yang dilakukan penulis untuk mengamati visual motif batik Blora pada bulan Agustus 2014. Hasil observasi didapati bahwa batik Blora masih berpeluang dikembangkan dari sisi pengembagan motifnya.


(3)

Penggunaan visual jati sebagai icon batik Blora akan berdampak pada visual jati sebagai ikon akan berfungsi pula sebagai promosi kayu jati itu sendiri. Selain itu adanya batik Blora tentu akan membantu pertumbuhan ekonomi dari sisi peluang usaha batik yang ada di Blora. Batik Blora yang baru berumur 4 tahun berpotensi untuk dilakukannya inovasi baru sehingga memperkaya desain motif batik di Blora.

Bertolak dari kesemua tersebut, maka batik Blora memiliki potensi yang baik dari seni dan budaya maupun pertumbuhan ekonomi. Potensi-potensi yang ada tersebut berpeluang untuk dilakukannya inovasi motif baru guna memperkaya khasanah motif batik di Blora. Untuk itu proyek perancangan tugas akhir ini mencoba merancang desain sebagai suatu inovasi baru.

Menangkap dari apa yang telah terurai diatas, proyek Tugas Akhir ini akan merancang desain batik Blora dengan inovasi motif yang terfokuskan pada visual jati. Ide visual yang ditawarkan dalam perancangan desain ini adalah dengan mengolah bentuk serta unsur-unsur jati. Pertimbangan yang diambil dari pemilihan visual jati dikarenakan jati merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Blora mengingat Blora merupakan daerah yang kaya akan hutan jati. Selain itu, bentuk jati yang mempunyai detail yang unik berpeluang untuk diolah.

B. Kajian Pustaka

Penelitian terkait batik Blora sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian batik Blora dilakukan oleh Christian Ceviana (tahun 2013) yang berjudul “Munculnya Batik Blora”. Penelitian tersebut mengkaji batik Blora yaitu, latar belakang sosial-budaya yang mendasari munculnya batik di Blora. Dalam


(4)

penelitiannya, Ceviana menuliskan munculnya batik Blora belum diketahui secara pasti namun disebabkan oleh beberapa faktor. Menurutnya, kemunculan batik Blora disebabkan beberapa faktor yakni faktor Institusi Sosial, Ekonomi, dan Teknologi (Tahun 2013). Pertumbuhan penduduk yang besar dan banyaknya pengangguran memunculkan ide bagi pemerintah daerah untuk menggerakkan perekonomian. Pemerintah dalam langkahnya untuk menggerakkan perekonomian yaitu dengan memunculkan embrio usaha. Untuk mewujudkan langkahnya tersebut, pemerintah melakukan perekrutan tenaga terampil dari desa yang tertinggal untuk menjalani serangkaian latihan usaha. Pelatihan usaha yang ditawarkan bermacam-macam mulai dari pelatihan kerajinan kayu dan juga pada kerajinan batik.

Faktor sosial budaya yang melandasi munculnya batik Blora adalah dorongan dan semangat bersama dalam membentuk dan menonjolkan identitas daerah melalui batik dan sekaligus melestarikan batik sebagai warisan dari nenek moyang yang perlu dijaga. Ceviana juga menyinggung sedikit tentang visual motif batik Blora. Secara visual, batik Blora terinspirasi oleh lingkungan alam sekitar dan juga beberapa kesenian khas Blora.

Penelitian terkait batik Blora juga dilakukan oleh Maharta dkk dengan judul “ Potensi Batik Blora Terhadap Perkembangan Perekonomian Masyarakat Blora” (2011). Dalam penelitiannya disebutkan bahwa batik di Blora mulai popular semenjak pasca pengakuan Malaysia yang mengklaim kesenian batik. Melihat adanya klaim batik dari Malaysia maka Blora sebagai bagian dari Indonesia berpartisipasi dalam pelestarian kesenian batik. Daerah Blora yang awalnya bukan merupakan daerah perbatikan, sejak saat itu mulai bermunculan


(5)

perajin batik yang mengolah kreasi motif dari daerah setempat untuk dijadikan motif khas. Maka dari itu timbullah ekonomi grafik dimana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan kantor-kantor lainnya membina para ibu-ibu di pedesaan untuk menjadikan satu kelompok pengrajin batik Blora.

Dalam artikel ilmiah yang ditulis Maharta dkk juga disebutkan perkembangan perekonomian daerah Blora melalui adanya batik terbukti dalam adanya motif yang menggambarkan keanekaragaman kebudayaan, kesenian khas Blora yakni motif barongan, motif tayub, motif sate dan motif jati. Batik Blora yang baru muncul tersebut mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan terutama bagi masyarakat daerah setempat yang menyukai batik Blora. Banyaknya batik Blora yang diminati masyarakat menjadikan pergerakan perekonomian mulai meningkat.

Penelitian-penelitian diatas lebih mendalami batik Blora dari sisi histori dan dampak terhadap perekonomian saja (penelitian Ceviana, dan Maharta) dan penelitian riset lapangan sehingga belum merambah pada pengembangan desain. Untuk lebih memperkaya khasanah batik Blora maka perancangan ini menawarkan inovasi desain baru dengan visual yang lebih estetis, ikonografis. Dalam kajian pustaka ini akan dipilih beberapa pustaka yang mendukung proyek perancangan TA seperti buku, dan segala hal karya ilmiah yang berhubungan dengan batik, kayu jati, dam pengembangan desain.

1. Batik Blora

Seni batik yang melalui proses membatik pada dasarnya sama dengan melukis di atas sehelai kain putih. Sebagai alat melukis disebut canting dan sebagai bahan melukis dipakai cairan malam. Canting terdiri dari mangkok kecil


(6)

yang mempunyai carat dengan tangkai dari bambu. Carat mempunyai berbagai ukuran, tergantung dari besar kecilnya titik-titik dan tebal halusnya garis-garis yang hendak dilukis. Kegunaan mangkok kecil adalah sebagai tempat cairan malam (Nian S. Djoemena, 1990:1).

Batik merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang telah mendunia. Batik telah mengambil peran yang penting dalam perkembangan sejarah dan pada tiap siklus kehidupan masyarakat. Sejarah penyebaran batik berkaitan erat dengan adanya kraton-kraton di tanah Jawa. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Santoso Doellah, bahwa batik yang pada mulanya hanya dikerjakan oleh putri dan abdi kraton sebagai pemenuh kebutuhan sandang dilingkungan kraton, kini telah mengalami perubahan yang semakin lama mengharuskan pengerjaan batik dilakukan di luar kraton (Doellah, 2002:54).

Kata batik dalam bahasa Jawa berasal dari akar kata “mbatik”.Mempunyai pengertian berhubungan dengan suatu pekerjaan membuat titik-titik halus, lembut, dan kecil, yang mengandung unsur keindahan. Secara etimologis, berarti menitikkan malam dengan canting sehingga membentuk corak yang terdiri atas susunan titikan garisan. Batik sebagai kata banda merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai zat perintang. Artinya bahwa secara teknis batik adalah suatu cara penerapan corak di atas kain melalui proses celup rintang warna dan menggunakan malam sebagai medium perintangnya (Biranul Anas dkk, 1997 : 14).

Seni batik pada hakikatnya menjadi suatu penyalur kreasi rasa yang mengandung makna tersendiri yang dikaitkan dengan hal tradisi sampai dengan


(7)

aspek kehidupan sehari-hari. Besarnya makna yang tersirat melalui sehelai kain tersebut, batik mempunyai aspek yang menarik untuk diungkap dan dikembangkan sehingga batik akan mengalami serangkaian siklus yang terus berubah pada zamannya.

Perjalanannya yang sedemikian rupa, batik mulai dikenal dan popular di kalangan masyarakat baik di dalam dan di luar negeri. Perkembangan batik juga diikuti di berbagai daerah di Nusantara. Daerah Blora adalah salah satu dari daerah di Indonesia yang mengembangkan batik di dekade akhir-akhir ini. Perbatikan di Blora mulai muncul di tahun 2010 yang didasari semangat bersama untuk menciptakan batik khas sebagai identitas daerah.2 melalui serangkaian pelatihan yang diadakan pemerintah Daerah Blora kini batik Blora mulai berkembang dan memunculkan embrio usaha batik baru.

Batik Blora masuk dalam kategori batik modern. Batik modern ialah semua macam jenis batik yang sifat dan gayanya tidak seperti batik tradisional. Pada batik tradisional susunan motifnya terikat oleh suatu ikatan (pakem) tertentu dan isen-isen tertentu pula. Bila menyimpang dari kaidah yang ada maka dikatakan menyimpang dari batik tradisional (Sewan Susanto, 1980 : 15). Berbicara batik modern, nampaknya batik Blora masuk di dalamnya, pasalnya batik Blora lebih menggambarkan kehidupan sehari-hari dan cenderung menggunakan motif yang bebas. Selain itu, dalam praktiknya batik Blora mempunyai keterikatan pasar dan permintaan konsumen tanpa memerdulikan paten-paten batik pada umumnya. Hal

2

Wawancara kepada perajin batik Blumbangrejo Suherjan yang menyatakan bahwa batik Blora muncul setelah pemerintah melakukan pelatihan kepada peserta delegasi untuk menimba ilmu tentang batik dan menciptakan usaha batik di Blora.Menurutnya, batik di Blora perlu mempunyai ciri khas yang memperlihatkan adanya batik di Blora.


(8)

ini berbeda dengan kaidah batik tradisi yang dengan laku yang sadar menggunakan simbol dan memperhatikan makna filosofi dalam motifnya.

Batik Blora yang muncul di tahun 2010 tersebut didasari oleh semangat kebersamaan mulai dari perajin, pemerintah dan masyarakat. Tujuan dari kesemuanya tidak lain adalah untuk memajukan daerah Blora dan sebagai icon daerah. Hal ini diperkuat dari penelitian yang dilakukan Ceviana yang menyebutkan bahwa batik Blora melalui faktor yang saling berkait antara institusi sosial, ekonomi dan teknologi (Ceviana, 2013). Semangat bersama untuk mamajukan batik Blora ditunjukkan melalui sinergi antar sektor pemerintah dan perajin.

Visual batik Blora mempunyai motif yang unik dan berbeda dari batik lain. Motif batik Blora mengangkat kesenian, kebudayaan, makanan khas Blora sebagai suatu dayatarik dan identitas lokal Blora. Motif khas batik Blora terbagi menjadi empat motif yang bersumber dari keanekaragaman budaya khas di Blora yakni, (1) motif Barongan, yaitu motif yang terinspirasi dari kesenian khas Blora yaitu topeng barong. (2) Motif Tayub,merupakan salah satu seni tari kebudayaan yang ada di Blora. (3) Motif Jati, yaitu motif yang terinspirasi oleh kekayaan alam khas Blora yang menjadi icon daerah Blora, (4) Motif Sate, yaitu motif yang terinspirasi oleh makanan khas Blora.

Motif yang popular di Blora adalah motif jati, bahkan menurut Suherjan salah satu perajin batik Blora mengatakan bahwa motif batik khas Blora tidak lepas dari corak jati entah bagaimana pengembangannya namun pohon jati selalu digunakan


(9)

dalam motif pengembangannya.3 Penggunaan jati sebagai visual khas batik Blora tidak lepas dari pengalaman sosialitas, ST Sunardi dalam bukunya esai-esai estetika mengungkapkan pengalaman sosialitas sangat erat hubungannya dengan ikatan geografis, etnik dan tradisi (Sunardi, 2012 : 321). Kondisi geografis Blora yang merupakan alam kaya akan jati telah mendorong pengalaman sosialitas dengan menerapkannya ke dalam motif batik. Hal ini berarti pohon jati merupakan icon sebagai suatu identitas bersama yang telah disepakati dalam konsep penciptaan motif batik walaupun sampai sekarang belum ada kesepakatan tertulis untuk itu, namun dalam hal penyebaran batik ke masyarakat serta respon dari masyarakat mengenai ikon jati yang diterima kalayak umum membuktikan bahwa inilah yang menjadi cirikhas dari batik Blora.

Batik Blora mulai muncul di tahun 2010 dan mulai bekembang sampai saat ini menjadi bukti dimana respon masyarakat sangat bagus dalam membantu mengangkat nama daerah melalui peran batik. Perkembangan signifikan juga terlihat dari banyaknya industri batik yang mulai tumbuh dan meningkat setelah 2010. Data penelitian Ceviana (2012) memperlihatkan adanya peningkatan jumlah pengusaha batik di Blora. Tahun 2010 tercatat hanya satu pengusaha batik yaitu batik “Lestari” yang dimiliki bapak Suherjan. Peningkatan jumlah usaha batik Blora meningkat di tahun 2011 yang bertambah 9 unit, pada tahun 2012 meningkat 14 unit. Jadi jumlah usaha batik di blora sampai saat ini adalah 24 unit.

Meningkatnya jumlah usaha batik tersebut membuktikan meningkatnya pula komoditi batik di kalangan masyarakat baik dari dalam maupun luar Blora. Batik

3

Wawancara dengan perajin batik Bapak Suherjan pada Agutus 2014 mengenai kenapa motif jati harus ada di batik Blora.


(10)

Blora saat ini menjadi populer dan diminati oleh banyak orang. Produk andalan jati sebagai motif identitas daerah, kini batik Blora menjadi batik yang mampu menunjukkan keaslian daerahnya. Batik Blora saat ini menjadi populer yang lahir ditengah-tengah budaya konsumsi dan didukung teknologi informasi baru.

2. Jati, Desain, Estetika dan Pengembangan Desain

Pohon jati digolongkan sebagai kelompok kayu mewah (fancy wood) dan memiliki tingkat keawetan tinggi serta mampu bertahan hingga 500 tahun (Suryana, 2001). Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa perang dunia kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut ‘kayu tahun’. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.

Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe. Meskipun jati tergolong tumbuhan yang kokoh, namun pohon jati tidak lepas dari hama. Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Bhs Jw. walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita).Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Bhs Jw. enthung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan.


(11)

Kegunaan jati sebagai bahan kayu untuk berbagai keperluan, saat ini menginspirasi ke sehelai kain yaitu dengan mengolah potensi visual untuk motif batik di Blora. Adaptasi bentuk visual jati ke dalam batik memiliki keunikan dan tantangan tersendiri yakni pengolahan motif batik yang keluar dari pakem dan membentuk identitas daerah. Pengadaptasian desain tersebut berpeluang untuk pengembangan desain yang lebih baik.

Desain merupakan kata dengan cakupan konsep yang luas dan memiliki diferensiasi. Dalam bukunya, Walker mendefinisikan desain merujuk pada suatu proses dan tindakan praktik pendesainan. Definisi desain menurut Walker merupakan sesuatu yang tentative dan terus berubah sesuai zaman (Walker, 2011: 24). Ketidaksamaan definisi desain perlu di pahami dalam evolusi konsep desain baik dari sejarahnya maupun barang hasil desain. Konsep desain pada zaman

renaisans dalam praktiknya berarti menggambar dan berkait dengan visual dan secara umum mengkonseptualisasikan terbentuknya patung, lukisan,dan seterusnya. Desain dalam definisinya di abad ke-18 dan ke-19 merupakan bagian dari revolusi industri. Sampai akhirnya definisi desain dirumuskan oleh Bayley adalah sesuatu yang muncul ketika seni bertemu industri, dan ketika orang mulai membuat keputusan mengenai seperti apa seharusnya produk dibuat secara masal (Baylay, 1982 :9).

Desain dalam kaitanya pada batik akan berhubungan dengan Estetika. Estetik disini diartikan keindahan mulai dari visual maupun apa yang dimaknai di dalamnya. Estetika akan mengarahkan mata kita untuk melihat, takjub, dan mampu membaca arah desain yang dimaksudkan. Sunardi mempunyai pendapat bahwa estetik atau keindahan merupakan dramatisasi realitas (ST Sunardi,


(12)

2012:122). Dalam uraiannya disebutkan bahwa keindahan akan mengandung beberapa hal yaitu pertama, meminjam istilah Gramsci yang mengandung idea, jadi seni yang berkait keindahan tentunya haruslah mempunyai idea yang tepat dan pasti. Kedua, yaitu mengandung eksplorasi intelektual dan spiritual yang mengharuskan perancang seni dan desain mempunyai pengalaman intelektual tinggi untuk menghasilkan karya yang estetik. Ketiga, mengandung unsur beautifikasi yang berarti pengerjaan yang melalui proses komposisi, warna, bentuk yang akan memperpadukan gerak entah gerak dalam visual alam maupun makhluk hidup. Dengan mempelajari keindahan sebagai bagian dari realitas tersebut maka berpijak dari itupula pengembangan desain batik Blora akan di lakukan.

Inovasi dalam kaitanya Batik Blora tentu menjadi perhatian khusus, sebab batik Blora mempunyai potensi dari sisi nilai ekonomi, ciri, dan icon. Inovasi didefinisikan sebagai aplikasi sistematis dari pengetahuan atau pemahaman, diarahkan pada produksi, bahan yang bermanfaat, perangkat, dan sistematau mode, termasuk desain,dengan tujuan peningkatan prioritas serta proses baru untuk memenuhi persyaratan tertentu ( Putra, 2012 :70 ). Inovasi diarahkan/ ditekankan pada desain Batik Blora dengan langkah yaitu sebagian besar merupakan suatu eksperimen dan studi untuk mengoptimalkan produk.

C. Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan proyek perancangan ini adalah bagaimana visualisasi dalam inovasi motif batik Blora dengan sumber ide Pohon Jati?


(1)

aspek kehidupan sehari-hari. Besarnya makna yang tersirat melalui sehelai kain tersebut, batik mempunyai aspek yang menarik untuk diungkap dan dikembangkan sehingga batik akan mengalami serangkaian siklus yang terus berubah pada zamannya.

Perjalanannya yang sedemikian rupa, batik mulai dikenal dan popular di kalangan masyarakat baik di dalam dan di luar negeri. Perkembangan batik juga diikuti di berbagai daerah di Nusantara. Daerah Blora adalah salah satu dari daerah di Indonesia yang mengembangkan batik di dekade akhir-akhir ini. Perbatikan di Blora mulai muncul di tahun 2010 yang didasari semangat bersama untuk menciptakan batik khas sebagai identitas daerah.2 melalui serangkaian pelatihan yang diadakan pemerintah Daerah Blora kini batik Blora mulai berkembang dan memunculkan embrio usaha batik baru.

Batik Blora masuk dalam kategori batik modern. Batik modern ialah semua macam jenis batik yang sifat dan gayanya tidak seperti batik tradisional. Pada batik tradisional susunan motifnya terikat oleh suatu ikatan (pakem) tertentu dan isen-isen tertentu pula. Bila menyimpang dari kaidah yang ada maka dikatakan menyimpang dari batik tradisional (Sewan Susanto, 1980 : 15). Berbicara batik modern, nampaknya batik Blora masuk di dalamnya, pasalnya batik Blora lebih menggambarkan kehidupan sehari-hari dan cenderung menggunakan motif yang bebas. Selain itu, dalam praktiknya batik Blora mempunyai keterikatan pasar dan permintaan konsumen tanpa memerdulikan paten-paten batik pada umumnya. Hal

2

Wawancara kepada perajin batik Blumbangrejo Suherjan yang menyatakan bahwa batik Blora muncul setelah pemerintah melakukan pelatihan kepada peserta delegasi untuk menimba ilmu tentang batik dan menciptakan usaha batik di Blora.Menurutnya, batik di Blora perlu mempunyai ciri khas yang memperlihatkan adanya batik di Blora.


(2)

ini berbeda dengan kaidah batik tradisi yang dengan laku yang sadar menggunakan simbol dan memperhatikan makna filosofi dalam motifnya.

Batik Blora yang muncul di tahun 2010 tersebut didasari oleh semangat kebersamaan mulai dari perajin, pemerintah dan masyarakat. Tujuan dari kesemuanya tidak lain adalah untuk memajukan daerah Blora dan sebagai icon daerah. Hal ini diperkuat dari penelitian yang dilakukan Ceviana yang menyebutkan bahwa batik Blora melalui faktor yang saling berkait antara institusi sosial, ekonomi dan teknologi (Ceviana, 2013). Semangat bersama untuk mamajukan batik Blora ditunjukkan melalui sinergi antar sektor pemerintah dan perajin.

Visual batik Blora mempunyai motif yang unik dan berbeda dari batik lain. Motif batik Blora mengangkat kesenian, kebudayaan, makanan khas Blora sebagai suatu dayatarik dan identitas lokal Blora. Motif khas batik Blora terbagi menjadi empat motif yang bersumber dari keanekaragaman budaya khas di Blora yakni, (1) motif Barongan, yaitu motif yang terinspirasi dari kesenian khas Blora yaitu topeng barong. (2) Motif Tayub,merupakan salah satu seni tari kebudayaan yang ada di Blora. (3) Motif Jati, yaitu motif yang terinspirasi oleh kekayaan alam khas Blora yang menjadi icon daerah Blora, (4) Motif Sate, yaitu motif yang terinspirasi oleh makanan khas Blora.

Motif yang popular di Blora adalah motif jati, bahkan menurut Suherjan salah satu perajin batik Blora mengatakan bahwa motif batik khas Blora tidak lepas dari corak jati entah bagaimana pengembangannya namun pohon jati selalu digunakan


(3)

dalam motif pengembangannya.3 Penggunaan jati sebagai visual khas batik Blora tidak lepas dari pengalaman sosialitas, ST Sunardi dalam bukunya esai-esai estetika mengungkapkan pengalaman sosialitas sangat erat hubungannya dengan ikatan geografis, etnik dan tradisi (Sunardi, 2012 : 321). Kondisi geografis Blora yang merupakan alam kaya akan jati telah mendorong pengalaman sosialitas dengan menerapkannya ke dalam motif batik. Hal ini berarti pohon jati merupakan icon sebagai suatu identitas bersama yang telah disepakati dalam konsep penciptaan motif batik walaupun sampai sekarang belum ada kesepakatan tertulis untuk itu, namun dalam hal penyebaran batik ke masyarakat serta respon dari masyarakat mengenai ikon jati yang diterima kalayak umum membuktikan bahwa inilah yang menjadi cirikhas dari batik Blora.

Batik Blora mulai muncul di tahun 2010 dan mulai bekembang sampai saat ini menjadi bukti dimana respon masyarakat sangat bagus dalam membantu mengangkat nama daerah melalui peran batik. Perkembangan signifikan juga terlihat dari banyaknya industri batik yang mulai tumbuh dan meningkat setelah 2010. Data penelitian Ceviana (2012) memperlihatkan adanya peningkatan jumlah pengusaha batik di Blora. Tahun 2010 tercatat hanya satu pengusaha batik yaitu batik “Lestari” yang dimiliki bapak Suherjan. Peningkatan jumlah usaha batik Blora meningkat di tahun 2011 yang bertambah 9 unit, pada tahun 2012 meningkat 14 unit. Jadi jumlah usaha batik di blora sampai saat ini adalah 24 unit.

Meningkatnya jumlah usaha batik tersebut membuktikan meningkatnya pula komoditi batik di kalangan masyarakat baik dari dalam maupun luar Blora. Batik

3

Wawancara dengan perajin batik Bapak Suherjan pada Agutus 2014 mengenai kenapa motif jati harus ada di batik Blora.


(4)

Blora saat ini menjadi populer dan diminati oleh banyak orang. Produk andalan jati sebagai motif identitas daerah, kini batik Blora menjadi batik yang mampu menunjukkan keaslian daerahnya. Batik Blora saat ini menjadi populer yang lahir ditengah-tengah budaya konsumsi dan didukung teknologi informasi baru.

2. Jati, Desain, Estetika dan Pengembangan Desain

Pohon jati digolongkan sebagai kelompok kayu mewah (fancy wood) dan memiliki tingkat keawetan tinggi serta mampu bertahan hingga 500 tahun (Suryana, 2001). Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa perang dunia kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut ‘kayu tahun’. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.

Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe. Meskipun jati tergolong tumbuhan yang kokoh, namun pohon jati tidak lepas dari hama. Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Bhs Jw. walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita).Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Bhs Jw. enthung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan.


(5)

Kegunaan jati sebagai bahan kayu untuk berbagai keperluan, saat ini menginspirasi ke sehelai kain yaitu dengan mengolah potensi visual untuk motif batik di Blora. Adaptasi bentuk visual jati ke dalam batik memiliki keunikan dan tantangan tersendiri yakni pengolahan motif batik yang keluar dari pakem dan membentuk identitas daerah. Pengadaptasian desain tersebut berpeluang untuk pengembangan desain yang lebih baik.

Desain merupakan kata dengan cakupan konsep yang luas dan memiliki diferensiasi. Dalam bukunya, Walker mendefinisikan desain merujuk pada suatu proses dan tindakan praktik pendesainan. Definisi desain menurut Walker merupakan sesuatu yang tentative dan terus berubah sesuai zaman (Walker, 2011: 24). Ketidaksamaan definisi desain perlu di pahami dalam evolusi konsep desain baik dari sejarahnya maupun barang hasil desain. Konsep desain pada zaman renaisans dalam praktiknya berarti menggambar dan berkait dengan visual dan secara umum mengkonseptualisasikan terbentuknya patung, lukisan,dan seterusnya. Desain dalam definisinya di abad ke-18 dan ke-19 merupakan bagian dari revolusi industri. Sampai akhirnya definisi desain dirumuskan oleh Bayley adalah sesuatu yang muncul ketika seni bertemu industri, dan ketika orang mulai membuat keputusan mengenai seperti apa seharusnya produk dibuat secara masal (Baylay, 1982 :9).

Desain dalam kaitanya pada batik akan berhubungan dengan Estetika. Estetik disini diartikan keindahan mulai dari visual maupun apa yang dimaknai di dalamnya. Estetika akan mengarahkan mata kita untuk melihat, takjub, dan mampu membaca arah desain yang dimaksudkan. Sunardi mempunyai pendapat bahwa estetik atau keindahan merupakan dramatisasi realitas (ST Sunardi,


(6)

2012:122). Dalam uraiannya disebutkan bahwa keindahan akan mengandung beberapa hal yaitu pertama, meminjam istilah Gramsci yang mengandung idea, jadi seni yang berkait keindahan tentunya haruslah mempunyai idea yang tepat dan pasti. Kedua, yaitu mengandung eksplorasi intelektual dan spiritual yang mengharuskan perancang seni dan desain mempunyai pengalaman intelektual tinggi untuk menghasilkan karya yang estetik. Ketiga, mengandung unsur beautifikasi yang berarti pengerjaan yang melalui proses komposisi, warna, bentuk yang akan memperpadukan gerak entah gerak dalam visual alam maupun makhluk hidup. Dengan mempelajari keindahan sebagai bagian dari realitas tersebut maka berpijak dari itupula pengembangan desain batik Blora akan di lakukan.

Inovasi dalam kaitanya Batik Blora tentu menjadi perhatian khusus, sebab batik Blora mempunyai potensi dari sisi nilai ekonomi, ciri, dan icon. Inovasi didefinisikan sebagai aplikasi sistematis dari pengetahuan atau pemahaman, diarahkan pada produksi, bahan yang bermanfaat, perangkat, dan sistematau mode, termasuk desain,dengan tujuan peningkatan prioritas serta proses baru untuk memenuhi persyaratan tertentu ( Putra, 2012 :70 ). Inovasi diarahkan/ ditekankan pada desain Batik Blora dengan langkah yaitu sebagian besar merupakan suatu eksperimen dan studi untuk mengoptimalkan produk.

C. Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan proyek perancangan ini adalah bagaimana visualisasi dalam inovasi motif batik Blora dengan sumber ide Pohon Jati?