PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING DAN HARDINESS PADA SISWA SMA PROGRAM AKSELERASI DENGAN PROGRAM Perbedaan Subjective Well Being dan Hardiness Pada Siswa SMA Program Akselerasi Dengan Program Reguler di Surakarta.

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING DAN HARDINESS PADA
SISWA SMA PROGRAM AKSELERASI DENGAN PROGRAM
REGULER DI SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Oleh:
PANJI PRASETYA
F.100110061

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING DAN HARDINESS PADA
SISWA SMA PROGRAM AKSELERASI DENGAN PROGRAM
REGULER DI SURAKARTA


NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Oleh:
PANJI PRASETYA
F.100110061

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

ii

PERBEDAAI\I SWJECTIW VELL BEING DAIY IARDINESS PAI}A
SISWA SMA PROGRAM AIGELERASI DENGAI\I PROGRAM

REGI]LERDI SURAKARTA


Ilalaman Penetuiuan

Yang Diajuk*n Oleh:

PANJI PRASETYA
F.100110061

Telah Disetujui untuk dipertahankan

di depan Dewan Penguji
Telah disetujui oleh:

Pembimbing

^J,,..-

il#
Surakarta, 20 Okfober 2015


Dr. Nanik Prihartanti M.Si

lll

PERBEDAAN SUBJECTIVE VELL BEING DAI\I IARDINESS PADA
SISWA SII{A PROGRAM AIGELERASI DENGAI\I PROGRAM
REGULER DI ST]RAKARTA

Halaman Pengesahrn

YangDiajukan OIeh:
PANJI PRASETYA
x'.100110061
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada

tanggal: Oktober 2015

dan dinyatakan telah meme,nuhi syarat


ffi;t

Penguji utama

Dr. NanikPrihartanti" M.Si. P.Si
Penguji pendamping

I

Dra. Partini. M.Si

Penguji pendamping

II

Dra. Zahrotul Uvun. M.Si

Surakarte Oktober2015
ivatr Surakarta


ffi

ffi
ffi

Kq;f#
iv

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING DAN HARDINESS PADA
SISWA SMA PROGRAM AKSELERASI DENGAN PROGRAM
REGULER DI SURAKARTA
Panji Prasetya
Dr. Nanik Prihartanti, M.Si
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Panji.p_priyadi@ymail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui apakah ada perbedaan subjective
well being dan hardiness pada siswa program akselerasi dengan siswa program
regular, 2) untuk mengetahui tingkat SWB dan Hardines pada masing-masing
program. Responden pada penelitian ini adalah siswa program reguler dan siswa

program akselerasi. Penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Surakarta. Pengambilan
sampel dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling, yaitu dengan
mengacak kelas untuk dijadikan subjek penelitian. Siswa yang dipakai sebagai
responden penelitian adalah kelas reguler XII MIPA 1, XII MIPA 2 dan kelas
akselerasi XI Aksel 1, XI aksel 3. Alat ukur dalam penelitian ini berupa skala
Kesejahteraan Subjektif dan skala Hardiness. Perhitungan analisis data pada
penelitian ini menggunakan uji t (t-test), untuk variabel subjective well being
ditunjukkan t= -1,301 dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,197) (p>0,05) sedangkan
pada variabel hardiness ditunjukkan t= -0, 615 dengan sig. (2-tailed) sebesar
(0,348) (p>0,05). Pada variabel subjective well being Mean Empirik pada kelas
regular (ME=105,72) dan pada kelas akselerasi (ME=108,92). Pada variabel
hardiness Mean Empirik pada kelas regular (ME=133,26) dan pada kelas
akselerasi (ME=134,78). Menunjukkan bahwa ada perbedaan tetapi tidak
signifikan subjective well being dan hardiness pada siswa program reguler dan
siswa program akselerasi. Subjective well being dan hardiness siswa akselerasi
dan reguler pada kategori sedang.
Kata kunci : subjective well being, hardiness, siswa program regular, siswa
program akselerasi

v


yang maksimal bagi siswa yang

PENDAHULUAN
Pendidikan

di

memiliki

Indonesia

bakat

serta

potensi

sudah mengalami kemajuan yang


istimewa. Hal tersebut sesuai dengan

begitu

segi

Amanat UU No 20 Tahun 2003

program

tentang sistem pendidikan nasional

penunjang yang dirasa mampu untuk

pada bab IV bagian kesatu pasal 5

mendukung

peningkatan


kualitas

ayat 4 yang berbunyi: warga Negara

pendidikan.

Salah

program

yang memiliki potensi kecerdasan

pesat.

kurikulum

baik

dari


maupun

satu

pendidikan yang saat ini sedang

dan

ramai

diperbincangkan

memperoleh pendidikan khusus.

tentang

program

adalah


akselerasi

bakat

istimewa

Penyelenggaraan

atau

berhak

program

program percepatan belajar untuk

akselerasi

pendidikan dasar dan menengah.

psikologi, diantaranya pada masa

Program

transisi tiga bulan pertama, siswa

akselerasi memberikan

memberi

dampak

kesempatan bagi para siswa dalam

mengalami stress karena

percepatan belajar dari waktu enam

Pemberian materi yang begitu cepat

tahun menjadi lima tahun pada

(Zuhdi,2006). Hal tersebut sesuai

jenjang SD dan tiga tahun menjadi

dengan

dua tahun pada jenjang SMP dan

dilakukan peneliti kepada 3 orang

SMA (Nulhakim, 2008). Program

subjek yang menyebutkan bahwa

akselerasi

salah satu

siswa mengalami stress pada saat

alternatif pendidikan bagi siswa yang

awal masuk program akselerasi.

memiliki kecerdasan di atas rata-rata

Materi disampaikan secara cepat,

atau anak cerdas berbakat, yang

tugas sekolah banyak, dan ulangan

merupakan

mendadak. Bahkan ada salah seorang

merupakan

program

percepatan

hasil

siswa

waktu menjadi dua tahun dari tiga

pindah ke kelas reguler, namun

tahun

karena prosedur yang sulit membuat

masa

formal

berkeinginan

yang

belajar dalam bentuk pemadatan

pendidikan

yang

wawancara

(reguler) (Zuhdi, 2006). Tujuan dari

siswa

pengadaan program ini adalah untuk

niatnya untuk pindah ke program

memberikan pelayanan pendidikan

1

tersebut

untuk

mengurungkan

reguler dan memilih bertahan di

mengutamakan prestasi akademik,

program akselerasi..

siswa cenderung mengurangi waktu

Dilihat dari sisi materi yang

untuk

aktivitas

diberikan terdapat perbedaan antara

kesempatan

siswa

hubungan

akselerasi

dengan

siswa

lain

untuk
sosial

sehingga
melakukan

dengan

teman

reguler. Ada beberapa materi yang

sebaya menjadi berkurang. Siswa

justru

akselerasi

biasanya

akselerasi karena dianggap tidak

dalam

mengikuti

penting dan untuk mengejar waktu

ekstrakurikuler dengan alasan lelah,

pembelajaran yang singkat. Hal itu

malas, atau ingin tidur di rumah

juga diungkapkan oleh 3 siswa SMA

(Maimunah,

program

Surakarta

wawancara peneliti dengan subjek

memaparkan

berinisial LRI, juga menyebutkan

materi yang dirasa penting untuk

bahwa kebanyakan siswa akselerasi

ujian nasional maupun tes masuk

tidak

PTN dan itu pun hanya disampaikan

kegiatan di luar akademik dengan

secara singkat sehingga beberapa

alasan bahwa kegiatan tersebut akan

siswa

mereka

mengganggu kegiatan belajarnya di

yang

sekolah. Bahkan dari pihak sekolah

banyak dalam kurun waktu yang

pun secara tidak langsung melarang

singkat.

Alsa,

siswa akselerasi untuk mengikuti

&Widiana (2005) hal-hal tersebut

kegiatan di luar akademik. Sebagai

tidak

bahwa

diberikan

akselerasi
guru

hanya

mengeluh

dituntut

di

karena

memahami

Menurut

menyebabkan

di

kelas

materi

Putri,

stress

bagi

contoh

anak

kurang aktif

2009).

melibatkan

untuk

kegiatan

Dari

hasil

dirinya

kegiatan

dalam

sekolah

seharusnya

seperti class meeting siswa akselerasi

mengajar dengan penuh komitmen

tidak diperbolehkan ikut karena pada

dan dedikasi tinggi justru terkesan

saat acara tersebut agenda mereka

hanya sekedar meyelesaikan materi

adalah

tepat waktu tanpa memperhatikan

menghambat proses sosialisasi siswa

siswanya paham atau kah tidak .

di sekolah terhadap teman sebayanya

karena

peran

guru

siswa

akselerasi

aktif.

Hal

(Putri, Alsa, &Widiana, 2005).

Masalah penyesuaian sosial
biasanya

KBM

lebih

2

ini

serta evaluasi afektif dari mood dan

Siswa akselerasi yang tidak
bermain

emosi (Diener & Lucas, 1999).

dikarenakan padatnya pembelajaran

Menurut Suh, Diener, Oishi, &

disekolah

Triandis,

memiliki

waktu

untuk

ataupun

dirumah,

(2009)

subjective

well

sedangkan siswa reguler yang bebas

being

melakukan itu sesuai dengan fase

universal umat manusia dan menjadi

Program

kebutuhan yang mendesak seiring

akselerasi yang awalnya ditujukan

dengan makin kompleksnya masalah

sebagai program unggulan untuk

yang dihadapi manusia pada abad

membawa angin segar di dunia

modern ini. Istilah subjective well

pendidikan

being merupakan evaluasi individu

perkembangannya.

tetapi

malah

justru

merupakan

kebutuhan

ini

terhadap kehidupannya. Penilaian ini

sejalan dengan penelitian dari Tim

secara kognitif berupa pandangan

Psikologi

terhadap

memberatkan

siswanya.

UGM

(Puspita,

kepuasan

serta

afeksi

seperti perasaan kegembiraan atau

memiliki

beberapa

tidak

satu

program

penelitian Jersild (Darmayanti, 2012)

bahwa

akselerasi

2007)

program

menunjukkan

masalah.

Hal

Di

sisi

depresi.

mengalami

akselerasi memiliki keuntungan bagi

mengungkapkan

mereka yang memiliki kemampuan

keragaman

intelektual

menyebabkan seseorang berbahagia

lebih

karena

dapat

bahwa

Hasil

hal-hal

terdapat

yang

mempercepat masa studi. Namun di

berdasarkan

sisi

akselerasi

perkembangan usianya. Bagi remaja

memberikan dampak psikologis yang

usia 15-18 tahun, hal-hal yang dapat

kurang

mendatangkan bahagia adalah: (1)

lain,

program

baik

terhadap

siswa.

pada

dapat

Fenomena tersebut menunjukan ada

pergi

masalah dalam pengadaan program

melakukan

akselerasi.

keluarga; (2) mencapai peningkatan

Subjective
merupakan

well

evaluasi

being

rekreasi

tingkat

beramai-ramai,

kegiatan

dengan

diri, berhasil di sekolah, dan merasa
penting

seseorang

atau

berarti

tentang hidupnya, termasuk penilaian

lingkungannya;

kognitif terhadap kepuasan hidupnya

hubungan baik dengan orang lain,

3

(3)

di

memperoleh

bersahabat karib, dan mendapatkan

anak-anak dan remaja dalam

teman yang pasti; (4) melakukan

konteks

sekolah.

aktifitas pribadi yang menyenangkan,

Huebner,

ia

seperti bermain (games); dan (5)

satisfaction

merasa bermanfaat bagi orang lain

remaja ke dalam 5 domain utama

atau bagi kemanusiaan secara umum.

yaitu, family, friends, school,

Subjective well being merupakan

living environment, and, self

kebutuhan universal umat manusia,

(Huebner, E. S., 1994; Huebner,

maka tidak terkecuali di ranah

E. S., Laughlin, J. E., Ash C., &

pendidikan subjective well being juga

Gilman, R., 1998).

sangat penting.

membagi
anak-anak

life
dan

b. Komponen afektif

Komponen Subjective Well
Being

Menurut

Secara

umum

komponen

Subjective Well Being merefleksikan

menurut (Diener & Lucas,

2000) dibagi menjadi dua, yaitu:

pengalaman dasar dalam peristiwa

a. Komponen kognitif

yang

Komponen
Subjective

Well

kognitif
Being

terjadi

di

dalam

hidup

dari

seseorang. Dengan meneliti tipe-tipe

adalah

dari reaksi afektif yang ada, seorang

evaluasi terhadap kepuasan hidup,

peneliti

yang didefinisikan sebagai penilaian

seseorang mengevaluasi kondisi dan

dari

peristiwa dalam hidupnya (Diener,

hidup

terhadap

seseorang.

kepuasan

Evaluasi

hidup

dapat

hidup

1. Evaluasi
terhadap

global,

yaitu

memahami

cara

dkk, 2004).

dibagi menjadi:
1) Evaluasi

dapat

kepuasan

afek

terhadap

positif.

keberadaan

Afek

positif

merepresentasikan emosi yang

evaluasi

subjek terhadap hidupnya secara

menyenangkan,

menyeluruh (Diener, 2006).

sayang.

2) Evaluasi terhadap kepuasan pada

2. Evaluasi

seperti

terhadap

kasih

keberadaan

domain tertentu. Salah satu teori

afek

yang memabahas tentang domain

merepresentasikan

satisfaction adalah teori dari

emosi yang tidak menyenangkan,

Huebner tentang kepuasan hidup

merefleksikan

4

negatif.

Afek

negatif

mood

respon

dan

negatif

yang dialami seseorang sebagai

universal

yang

reaksinya terhadap kehidupan,

Pendekatan

ini

kesehatan,

mengidentifikasi faktor-faktor yang

keadaan,

dan

teori

yang

dua

Being,

pendekatan

digunakan

berusaha

dapat mempengaruhi Subjective Well

peristiwa yang mereka alami.
Terdapat

fundamental.

khususnya

situasional,

dalam

adalah

faktor

kejadian-kejadian

Subjective Well Being, yaitu:

eksternal, dan demografi (Diener, et

a. Bottom up theories

al., 1999).

Menurut

teori

bottom-up,

Berikut

model

Subjective

Subjective Well Being ditentukan

Well Being berdasarkan perspektif

oleh mampu tidaknya seseorang

“bottom-up”

mencari dan memenuhi kebutuhan

Faktor eksternal:
 Kebudayaan
 Kesehatan
 Prestasi belajar
 Penampilan fisik
 Status sosial
ekonomi
 Dukungan sosial

Kesejahteraan
Subjektif

Gambar 1
Model Subjective Well Being perspektif “bottom-up”
Mempertimbangkan

b. Top down theories
Subjective Well Being yang

jenis

kepribadian, sikap, dan cara-cara

dialami seseorang tergantung dari

yang

cara individu tersebut mengevaluasi

menginterpretasi

dan menginterpretasi suatu peristiwa

Oleh sebab itu, untuk meningkatkan

atau kejadian dalam sudut pandang

Subjective Well Being diperlukan

yang positif. Pendekatan ini

usaha yang berfokus pada mengubah

5

digunakan
suatu

untuk
peristiwa.

persepsi,

keyakinan,

dan

sifat

Berikut

Subjective

model

Well Being berdasarkan perspektif

kepribadian seseorang.

“top-down”:

Faktor internal:
Kesejahteraan
 Religiusitas
 Kepribadian tangguh
Subjektif
 Optimisme
 Harga diri

Gambar 2
Model Subjective Well Being perspektif “top-down”

Menurut

Zuhdi

Menurut

(2006)

Hadjam

penyelenggaraan program akselerasi

kepribadian

memberi

(hardiness) mengurangi

dampak

psikologi,

(2004),

tahan

banting
pengaruh

diantaranya pada masa transisi tiga

kejadian-kejadian

bulan pertama, siswa mengalami

mencekam

stress karena pemberian materi yang

penggunaan

begitu cepat. Faktor kepribadian

antara lain dengan menggunakan

yang diduga dapat berperan dalam

sumber-sumber sosial yang ada di

menghadapi stres adalah kepribadian

lingkungannya

tahan banting (hardiness). Menurut

tameng, motivasi, dan dukungan

Kobasa (1982) kepribadian hardiness

dalam

adalah

ketegangan yang dihadapinya dan

tipe

mempunyai

kepribadian

yang

kecenderungan

untuk

hidup

dengan

yang

meningkatkan

strategi

untuk

penyesuaian,

dijadikan

menghadapi

memberikan

kesuksesan.

masalah

Saat

mempersepsikan atau memandang

menghadapi kondisi yang menekan,

peristiwa-peristiwa

yang

individu yang tahan banting juga

tekanan

akan mengalami stres atau tekanan,

sebagai sesuatu yang tidak terlalu

namun tipe kepribadian ini dapat

mengancam.

menyikapi secara positif keadaan

potensial

hidup

mendatangkan

6

tidak menyenangkan tadi agar dapat

dan Maddi, 2005). Aspek ini berisi

menimbulkan kenyamanan melalui

keyakinan bahwa individu dapat

cara-cara

memengaruhi atau mengendalikan

yang

sehat.

Berkaitan

dengan terbentuknya penilaian dan

apa

respon positif dalam menghadapi

hidupnya.

sumber stres, siswa yang memiliki

b. Komitmen

hardiness

kepribadian

saja

yang

terjadi

dalam

Komitmen adalah kecenderungan

(kontrol,
akan

untuk melibatkan diri dalam aktivitas

memberikan penilaian positif atas

yang sedang dihadapi, (Kobasa dan

situasi yang penuh stess sehingga

Maddi, 2005). Aspek ini berisi

cenderung memberikan respon yang

keyakinan bahwa hidup itu bemakna

positif. Siswa akan menjadi optimis

dan memiliki tujuan.

bahwa

c. Tantangan

komitmen,

dan

situasi

tantangan)

tersebut

dianggap

Tantangan adalah kecenderungan

sebagai tantangan yang berarti dapat
diubah

sehingga

akan

untuk memandang suatu perubahan

mampu

yang terjadi sebagai kesempatan

menghadapi dan menggelolanya.

untuk mengembangkan diri, bukan

Kobasa dan Maddi (2005)
menjelaskan hardiness sebagai suatu

sebagai

konstelasi karakteristik kepribadian

amannya (Kobasa dan Maddi, 2005).

yang berfungsi sebagai sumber daya

Aspek ini berupa pengertian bahwa

untuk

peristiwa-

hal-hal yang sulit dilakukan atau

peristiwa hidup yang menimbulkan

diwujudkan adalah sesuatu yang

stres.

umum terjadi dalam kehidupan, yang

menghadapi

pada

Franken (dalam Heriyanto,

ancarnan

akhirnya

terhadap

akan

rasa

datang

2011) menjelaskan adanya tiga aspek

kesempatan untuk melakukan dan

hardiness. Ketiga aspek itu adalah :

mewujudkan hal tersebut.
Faktor yang mempengaruhi

a. Kontrol
Kontrol
individu

adalah

bahwa

mempengaruhi

hardiness menurut Florian (dalam

keyakinan

dirinya

Heriyanto, 2001) antara lain :

dapat

a.

peristiwa-peristiwa

Kemampuan

untuk

membuat

rencana yang realistis, dengan

yang terjadi atas dirinya, (Kobasa

7

individu-individu

seharusnya dikuasai siswa pada saat

merencanakan hal yeng realistis

itu. Secara konseptual akselerasi

maka

didefinisikan oleh Pressey, 1949

kemampuan

saat

individu

menemui

suatu masalah maka individu akan

(dalam Hawadi, 1999) sebagai :

tahu apa hal terbaik yang dapat

"progress through and educational

individu lakukan dalam keadaan

program at rates, faster or ages

tersebut.

younger

convensional”.

Diartikan bahwa akselerasi sebagai

b. Memiliki rasa percaya diri dan
positif citra diri, individu akan

suatu

lebih santai dan optimis jika

dalam program pengajaran pada

individu memiliki rasa percaya

waktu yang lebih cepat atau usia

diri yang tinggi dan citra diri yang

yang lebih muda daripada yang

positif

konvensional.

maka

individu

akan

Mengembangkan

kemajuan

yang

diperoleh

Tujuan dari penelitian ini adalah

terhindar dari stres.
c.

than

untuk

keterampilan

mengetahui

apakah

ada

komunikasi, dan kapasitas untuk

Perbedaan subjective well being pada

mengelola perasaan yang kuat dan

siswa SMA program akselerasi dan

impuls.

program reguler di Surakarta.

Colangelo,

1991

(dalam

METODE PENELITIAN

Hawadi, 1999) menyebutkan bahwa
istilah

akselerasi

pelayanan

yang

kurikulum

merujuk

pada

diberikan

dan

yang

Penelitian ini

menggunakan

teknik classter random sampling.
Sampel

disampaikan.

yang

digunakan

dalam

Sebagai model pelayanan, pengertian

penelitian ini adalah siswa kelas

akselerasi termasuk juga perguruan

program akselerasi dan program

tinggi pada usia muda, meloncat

reguler di SMA Negeri 3 Surakarta.

kelas

Pada kelas reguler dibagi menjadi

dan

tertentu

mengikuti

pada

kelas

pelajaran

kelas

diatasnya.

MIPA

dan

IPS

dengan

model

keseluruhan siswa berjumlah 1012

berarti

siswa yang tersebar dalam 24 kelas.

mempercepat bahan ajar dari yang

Kelas akselerasi di SMA 3 Surakarta

Sementara
kurikulum,

itu,

sebagai

akselerasi

8

sekarang hanya tinggal kelas XI

(p>0,05) sehingga Ho ditolak artinya

terdiri dari 3 kelas dengan jumlah

bahwa tidak ada perbedaan tingkat

siswa sebanyak 59 siswa.

subjective wellbeing dan hardiness
pada siswa SMA program akselerai

Metode pengumpulan data

dan program reguler.

yang digunakan dalam penelitian
yaitu, skala Subjective Well Being

Berdasarkan

dan skala hardiness.

perhitungan

hasil

statistik

diperoleh

yang

bahwa hasil subjective well-being

digunakan untuk menguji hipotesis

tergolong dalam kategori sedang

adalah analisis statistic parametric

dengan rerata empirik (RE) = 107

yaitu dengan Uji T Independent

dan rerata hipotetik (RH) = 100

Sample T Test. Analisis data dalam

Sedangkan hasil hardiness tergolong

penelitian ini dengan menggunakan

dalam kategori sedang dengan rerata

bantuan komputer program SPSS

empirik (RE) = 133,87 dan rerata

15.0 for windows.

hipotetik (RH) =125.

teknik analisis data

Subjective
hardiness

HASIL DAN PEMBAHASAN

kelas

well

being

dan

akselerasi

dan

reguler berada dalam kategori rerata

Penelitian ini melibatkan 90
siswa

yang sama diduga akibat pemilihan

akselerasi sebanyak 36 orang dan

subjek yang digunakan adalah siswa

siswa reguler sebanyak 54. Hasil uji

akselerasi kelas XI sehingga subjek

independent

sudah

responden

dengan

jumlah

sampel

T-test

menempuh

program

menyatakan bahwa tingkat subjective

akselerasi selama 1 tahun. Sehingga

well-being

pada

subjek kelas akselerasi sudah cukup

siswa akselerasi dan reguler adalah

banyak waktu untuk melakukan

sama. Hal tersebut didapat dari hasil

proses adaptasi. Dampak psikologi

uji t pada variable subjective well-

pada

being t= -1,301 dengan sig. (2-tailed)

muncul pada masa transisi 3 bulan

sebesar (0,197) (p>0,05) dan hasil uji

pertama (Zuhdi 2006).

dan

hardineess

t pada variable hardiness t= -0, 615
dengan sig. (2-tailed) sebesar (0,348)

9

program

akselerasi

biasa

Dugaan

tidak signifikan. Hardiness antara

berikutnya

dikarenakan oleh proses seleksi,

siswa

kesungguhan

memiliki kategori yang sama yaitu

program,

anak

mengikuti

dan kemampuan anak

akselerasi

kategori

dengan

sedang.

Subjek

reguler

dengan

dalam menerima materi pemadatan.

hardiness sedang melihat tantangan

Hasil wawancara yang dilakukan

sebagai kesempatan untuk belajar

peneliti pada subjek berinisial N

lebih

yang merupakan guru BP SMA N 3

perubahan akan membantu dirinya

Surakarta

berkernbang

menjelaskan

proses

banyak,

subjek

dan

merasa

mendapatkan

penerimaan siswa akselerasi melalui

kebijaksanaan serta belajar banyak

berbagai tahap, selain IQ > 120

dari pengalaman yang telah didapat,

subjek

dan

diharuskan

mengikuti

kejadian

dalam

lingkungan



subjek dapat ditangani oleh dirinya

indonesia, TPA, tes dasar, tes IPA,

sendiri. (Kobasa, 2005). Padahal

dan psikotes kuesioner. Proses yang

seperti

dijalani tersebut mengindikasikan

penatalaksanaan psikologi program

bahwa siswa kelas akselerasi di

akselerasi (2007) siswa akselerasi

SMA

dituntut untuk memiliki tanggung

wawancara

N

mampu

bahasa

3

inggris

Surakarta

secara

memang

tercantum

dalam

dan

jawab mengerjakan tugas dalam

menjadi

waktu lebih singkat, materi lebih

bagian kelas akselerasi sehingga

abstrak, lebih kompleks, dan lebih

siswa

mendalam, penggunaan keterampilan

memiliki

intelektual

yang

minat

untuk

tersebut

merasa

sejahtera

(Diener, 1999). Pernyataan tersebut

belajar

memperkuat

pemecahan

dugaan

subjective

well

akselerasi

tidak

bahwa

being
ada

siswa

pada

perbedaan

dengan siswa reguler.
Penelitian

ini

dan

menerapkan
masalah,

peserta

strategi

berorientasi

didik,

berkelanjutan

serta

keterampilan

penelitian,

belajar

menerapkan
bekerja

secara mandiri dan adanya interaksi

menunjukan

dengan pakar.

hardiness antara siswa akselerasi dan
reguler memiliki perbedaan tetapi

10

Faktor-faktor hardiness seperti

b. Jumlah subjek yang sedikit

kemampuan untuk membuat rencana

dan memiliki karakter khusus

yang realistis, rasa percaya diri,

membuat penelitian ini tidak

pengembangan

dapat

ketrampilan

digeneralisasi

pada

komunikasi, dan kapasitas untuk

remaja SMA. Hasil penelitian

mengelola perasaan yang kuat dan

ini hanya berlaku pada subyek

impuls merupakan faktor internal

penelitian ini.

yang

hardiness

menguatkan

c. Hanya

menggambarkan

seseorang. Hal ini memperlihatkan

kondisi populasi remaja SMA

bahwa hardiness bukan merupakan

yang

karakter yang dibentuk dari kondisi

akselerasi dan Reguler di kota

lingkungan.

muncul

Surakarta sehingga penerapan

bawaan

pada ruang lingkup yang lebih

seseorang. Sehingga tidak terdapat

luas dengan karakteristik yang

perbedaan hardiness antara siswa

berbeda

kiranya

akselerasi dan reguler.

dilakukan

pada

penelitian

lanjut

dengan

sebagai

Melainkan
kepribadian

lebih

Penelitian mengenai subjective

serupa

SMA program akselerasi dan reguler

belum

beberapa kelemahan, diantaranya:

menambah
lain

disertakan

yang
dalam

SIMPULAN

kemungkinan dipengaruhi oleh

Berdasarkan hasil penelitian

social desirability yaitu subjek

sebenarnya,

perlu

penelitian.

a. Subjek dalam mengisi skala

dan pembahasan yang telah diuraikan

memberikan
yang

atau

variabel-variabel

di kota Surakarta masih memiliki

jawaban

program

menggunakan variabel yang

well being dan hardiness siswa

cenderung

menempuh

sebelumnya, maka dapat diambil

bukan

kesimpulan bahwa:

cenderung

1. Ada perbedaan tetapi tidak

menutup-nutupi, dan kurang

signifikan subjective well being

sesuai dengan keadaan dirinya.

pada

11

siswa

SMA

program

akselerasi

dan

reguler

happiness:Relative standards,
need fulfillment, cultere, and
evaluation theory. Journal of
Happiness Studies, 1, 41-78.

di

Surakarta.
2. Ada perbedaan tetapi tidak
signifikan

hardiness

pada

Diener, E., Scollon, C. N., & Lucas,
R. E. (2004). The elvoving
concept of subjective wellbeing: The multifaceted nature
happiness. Costa & I. C.
Siegler (Eds), Advances in
cell aging and gerontology :
vol.
15
(187-220).
Amsterdam: Elsevier.Science
Direct.

siswa SMA program akselerasi
dan reguler di Surakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2011). Reliabilitas dan
Validitas. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Diener E, Wirtz, Tov, Kim-Prieto,
C., Choi, D., Oishi, S., &
Biswas, R. (2009). New WellBeing Measures: Short Scale to
Assess Flourishing and Positive
and
Negative
Feelings.
Springer Science + Business
Media.

Darmayanti, N. (2012). Model
Kesejahteraan
Subjektif
Remaja Penyintas Bencana
Tsunami
Aceh
2004.
Ringkasan
Disertasi.
Yogyakarta: Program Doktor
Fakultas
Psikologi
Universitas Gajah Mada.

Diener & Oishi. (2005) subjective
well being: the science of
happiness
and
life
satisfaction. In C. R Synder &
S. J Lopez (Eds), Handbook
of possitive psychology (2nd
ed), (pp. 63-73). New York,
NY: Oxford University press.
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar
dan
Menengah.
(2003).
”Informasi
Mengenai
Program
Percepatan
Belajar”, Jakarta.
Hadi,
S.
(2007).
Metodologi
Research Jilid 3. Yogyakarta:
Penerbit Andi

Departemen Pendidikan Nasional.
(2007).
Penatalaksanaan
Psikologi
Program
Akselerasi.
Diakses
11
Januari 2015 dari Direktorat
Pembinaan Pendidikan Luar
Biasa:
www.departemenpendidikann
asional.com
Diener, E. & Lucas, R.E. Personality
and subjective well being.
Edited by Kahneman, D.
Diener, E. Schwarz, N.
(1999). Well-Being: The
Foundations of Hedonic
Psychology. New York:
Russell Sage Foundation.

Hadjam, N.R., Masrun., Martaniah,
S.M (2004). Peran kepribadian
tahan banting pada gangguan
somatisasi. Anima, Indonesian

Diener, E., & Lucas, R. E. (2000).
Explaning
differences
in
societal
levels
of

12

Psychological Journal. Vol. 19,
No. 2, 122-135.

Jurusan Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan FIP UPI
Bandung
Putri, D.S.A.R., Alsa, A., &Widiana,
H.S.
(2005).
Perbedaan
Sosialisasi Antara Siswa Kelas
Akselerasi dan Kelas Reguler
Dalam Lingkungan Pergaulan
di
Sekolah.
Indonesian
Psychological Journal Vol. 2
No. 1(28-40). Yogyakarta:
UAD.

Hawadi, R.A, (2004) “Akselerasi A-Z
Informasi
Program
Percepatan Belajar dan
Siswa Berbakat Intelektual”.
Jakarta: Grasindo.
Heriyanto,
(2011).
Mengelola
konflik di Dalam Organisasi.
Jurnal Anima, 47: 207-279.
Surabaya: Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga
Huebner, S.E. (2001). Manual for the
multidimensional student’s life
satisfaction scale

Zuhdi, A. dan Latifah, U. (2006).
Informasi Mengenai Program
Percepatan Belajar
Siswa
Berbakat Akademik: Program
Akselerasi
dan
Program
Percepatan
Belajar. Jurnal
Psikologi Universitas Gajah
Mada. Vol. 2 No. 2 (44-57).

Kobasa, S. C. (1982). Hardiness and
Health : A Prospective Study.
Journal of Personality and
Social Psychology, Vol. 42,
No.1, 168-177.
Maddi, S. R & Kobasa, S. C. (2005).
The Hardy Executive: Healt
Under Stress. Homwood, II:
Dow Joness-Irwin
Maimunah, S. (2009). Naskah
Publikasi:
Gambaran
Penyesuaian
Sosial
dan
Emosi Siswa
Program
Akselerasi. Malang: Lembaga
Penelitian
Universitas
Muhammadiyah Malang.
Nulhakim, T. R. (2008). Program
Akselerasi
Bagi
Siswa
Berbakat Akademik. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan
No 073 tahun ke-14 Juli 2008.
Puspita, Rima. (2007). Program
Bimbingan
Pribadi-Sosial
Untuk Mengembangkan
Kecerdasan
Interpersonal
SiswaProgram
Akselerasi
SMA PRISMA Serang Tahun
Ajaran 2006/2007). Skripsi

13