SEJARAH PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA TENTANG PEREMPUAN TAHUN 1922-1959 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sejarah Pada Program Studi Sejarah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SEJARAH PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
TENTANG PEREMPUAN TAHUN 1922-1959
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sejarah Pada Program Studi Sejarah

Oleh :
Iva Olami Hasdani
NIM. 144314007

PROGRAM STUDI SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTTO

berjalan tak seperti rencana adalah jalan yang sudah biasa
jalan satu-satunya, jalani sebaik kau bisa
-FSTVLST/ GAS!-

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk Bapak, Ibuk dan Mbak Ernest yang secara
nyata mendukung saya dalam setiap pergumulan menyelesaikan skripsi. Tentu
saja, skripsi ini juga saya persembahkan untuk penulisan sejarah mengenai
perempuan di Indonesia.

v


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Abstrak

Iva Olami Hasdani, Sejarah Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Perempuan
Tahun 1922-1959. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas
Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga permasalahan. Pertama

apa

yang melatar belakangi pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan.
Kedua apa saja buah pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan. Ketiga
bagaimana pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu metode sejarah

yang tahapnya antara lain heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.
Sumber primer yang dijadikan objek penelitian dalam skripsi ini yaitu tulisantulisan Ki Hadjar Dewantara yang terdapat dalam bukunya yang berjudul
“Kebudayaan”, maupun dalam artikel-artikel pada majalah Wasita. Skripsi ini
menggunakan perspektif sejarah pemikiran dan teori gender milik Jane Pilche dan
Imelda

Whelehan.

Kemudian

beberapa

konsep

juga

digunakan

untuk


mempermudah membatasi penelitian yaitu konsep perempuan Jawa dan konsep
bangsawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Ki Hadjar Dewantara
mengenai perempuan yaitu kodrat bagi kaum perempuan adalah hal yang utama.
Kodrat bagi perempuan menurut Ki Hadjar Dewantara ialah menjadi ibu yang
mengandung, melahirkan serta menyusui anaknya. Kodrat perempuan yang
menjadi gagasan Ki Hadjar Dewantara merupakan aspek biologis yang dimiliki
oleh perempuan. Kendati demikian, Ki Hadjar Dewantara tetap memberi ruang
bagi kaum perempuan untuk berkarya dalam bidang pendidikan serta mempunyai
peran dan kedudukan yang sama dengan laki-laki.
Kata Kunci: Ki Hadjar Dewantara, Sejarah Pemikiran, Perempuan

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Abstract
Iva Olami Hasdani, Sejarah Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Perempuan
Tahun 1922-1959. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas
Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2019.

This study is supposed to answer three main problems. First, what was
beyond Ki Hadjar Dewantara’s thought on woman, what are his thought on
woman and the last one is how Ki Hadjar Dewantara’s thought on woman
affected.
The method which is used on the study is historical method, that could be
divided into some steps. Those steps are heuristic, source criticism, interpretation
and historiographic. The primary sources of the study are his writing on his book
entitled “Kebudayaan” or some of essays on the Wasita Magazine. Jane Pilche
and Imelda Whelehan writings are used on the study for the historical thought
perspective and gender studies. Then some concepts also apply on this study to
make a clear emphasize on the woman and nobility concept in Javanese culture.
Through all those methods and perspective, this study has successfully
drawn on what Ki Hadjar Dewantara’s thought on woman. He emphasized on the
nature of a women as a mother. He believed that biologically woman has their
special roles as a mother which is supposed to be respected, such as give birth and
caring their children. However, He still gave a room for women to work in the
education perspective and have the same roles compares to men.
Keywords : Ki Hadjar Dewantara, History of thought, Woman.

ix


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Skripsi bagi saya adalah suatu proses akademik yang cukup melelahkan.
Namun saya bersyukur karena saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
lancar. Meski dalam perjalanan mengerjakan skripsi, saya selalu menemui
kesulitan, akan tetapi banyak orang-orang yang selalu mendukung. Orang-orang
tersebutlah yang memacu saya untuk terus semangat meraih apa yang saya
impikan setelah saya lulus dari kuliah. Maka dari itu saya ingin mengucapkan
banyak terimakasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus atas berkat, perlindungan, kesehatan serta penyertaan
dalam kehidupan saya, terlebih saat saya bergumul pada proses
perkuliahan dan skripsi.
2. Kedua orang tua saya, Bapak Purwanto dan Ibu Sri Suprihatin, serta kakak
saya, Ernesta Katrini, yang tanpa henti memberi kasih sayang serta
dukungan untuk terus berkarya dalam hidup.
3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Heri Priyatmoko, M.A, yang selalu
memberikan pencerahan serta kesabaran dalam membimbing skripsi saya.

4. Para dosen Program Studi Sejarah, (alm) Ibu Lucia Juningsih, Bapak Hery
Santosa, Bapak Silverio R.L. Aji Sampurno, Bapak Yerry Wirawan,
Bapak Heri Priyatmoko, Romo Baskara T. Wardaya, Bapak Hieronymus
Purwanta, Bapak Manu, Ibu Retno, Ms. Siska, dan Mbak Diah yang telah
memberikan serta menambah wawasan saya mengenai sejarah Indonesia
dan sejarah Dunia.
5. Mas Doni selaku staf Sekretariat Program Studi Sejarah Fakultas Sastra
yang telah banyak membantu proses administrasi perkuliahan.
6. Pihak Perpustakaan serta Museum Kirti Griya Dewantara yang telah
banyak membantu serta memfasilitasi saya dalam menulis skripsi.
x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Pihak Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah banyak
membantu serta memfasilitasi saya dalam menulis skripsi.
8. Teman-teman seperjuangan saya di Program Studi Sejarah angkatan 2014
Axl Gerard Beelt, Gustanto, Katon Mahanani, Gregorius Aditya
Wicaksana, Bimo Bagas Basworo, Fransiska Sri Astuti, Tiur Angelina
O.B.N, Rosma, Charles Advendi Kurniawan, Ageng Pasek Dharmajati,

Luis Christian Anderson, Fransiskus Hendi, Andika Gilang Nugroho,dan
Achmad Hidayat Fajar.
9. Teman-teman Program Studi Sejarah baik kakak tingkat maupun adik
tingkat yang sudah memberikan warna dalam proses belajar saya di
Sejarah.
10. Teman-teman Teater Seriboe Djendela yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, terimakasih karena sudah memperbolehkan saya masuk dalam
lingkar kekeluargaan yang luar biasa.
11. Teman-teman panitia JAKSA 2015 dan JAKSA 2016 atas seluruh
dinamikanya, terimakasih sudah mengajarkan saya tentang kesabaran dan
tanggung jawab.
12. Orang-orang terkasih saya Yohanes Marino, Lilis Pawestri, Agatha
Yuansa, Melinda Kristiana, Dhyaning Putri, Laurensius Dhion, Agatha
Carniela, Ayu Maharani, Waluyo Adi Santoso, dan Guruh Nugroho Aji
atas seluruh dukungan dan cinta kasih yang luar biasa.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi
tersebut, masih banyak kesalahan dan kekurangan. Maka penulis sangat
berterimakasih jika ada yang berkenan memberikan kritik serta saran.

xi


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
HALAMAN MOTTO.............................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..............................................................................v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................vi
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS..........vii
ABSTRAK............................................................................................................viii
ABSTRACT............................................................................................................ix
KATA PENGANTAR.............................................................................................x
DAFTAR ISI..........................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1
Latar Belakang.............................................................................................1
1.2
Identifikasi dan Pembatasan Masalah..........................................................3

1.2.1 Identifikasi Masalah.........................................................................3
1.2.2 Pembatasan Masalah........................................................................4
1.3
Rumusan Masalah........................................................................................5
1.4
Tujuan Penelitian..........................................................................................5
1.5
Manfaat Penelitian........................................................................................5
1.6
Landasan Teori.............................................................................................6
1.7
Tinjauan Pustaka..........................................................................................8
1.8
Metode Penelitian.......................................................................................12
1.9
Sistematika Penulisan.................................................................................14
BAB II BIOGRAFI KI HADJAR DEWANTARA...............................................15
2.1
Ki Hadjar Dewantara dan Keluarga Pura Pakualaman..............................15
2.2

Ki Hadjar Dewantara dan Kejawaannya....................................................20
2.3
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara...............................................................25
BAB III PEREMPUAN DALAM KACAMATA KI HADJAR
DEWANTARA.......................................................................................32
3.1
Ki Hadjar Dewantara yang Jurnalis...........................................................32
3.2. Pandangan Ki Hadjar Dewantara Mengenai Perempuan...........................40
3.2.1 Persamaan Hak..................................................................................47
xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.2.2 Pendidikan.........................................................................................49
3.2.3 Kesehatan..........................................................................................55
3.2.4 Organisasi..........................................................................................57
3.2.5 Pekerjaan...........................................................................................59
BAB IV PENGARUH PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA MENGENAI
PEREMPUAN.........................................................................................67
4.1
Penerapan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Tentang Perempuan Dalam
Wanita Taman Siswa...............................................................................67
4.2
Peran Dan Kedudukan Wanita Taman Siswa..........................................75
4.3
Pengaruh Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Mengenai Perempuan..........79
4.3.1 Perempuan dan Kodratnya..............................................................79
4.3.2 Pemikiran Soekarno Mengenai Perempuan....................................82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................90
5.1
Kesimpulan...............................................................................................90
5.2
Saran.........................................................................................................93
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................95

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Hari Pendidikan Nasional merupakan sebuah momentum untuk mengenang

jasa pahlawan pada bidang pendidikan. Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada
tanggal 2 Mei setiap tahunnya bukan tanpa alasan. Tanggal tersebut merupakan
tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara tepat pada tahun 1889.1 Seluruh masyarakat
Indonesia, khususnya instansi pendidikan, selalu memperingatinya dengan cara
upacara bendera. Kini, tanggal lahir tersebut selalu dikenang tidak hanya untuk
mengingat kembali seorang Ki Hadjar Dewantara, tetapi juga untuk merefleksikan
pendidikan Indonesia dahulu dan kini.
Berkat jasanya besarnya ini, Ki Hadjar Dewantara kemudian dikenal sebagai
Bapak Pendidikan Indonesia. Keseriusan dan dedikasi yang tinggi dalam bidang
pendidikan membuatnya bergairah untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia kala
itu. Beliau percaya bahwa pendidikan dapat membawa Indonesia menuju
kemerdekaan. Selain itu, kegelisahannya terhadap sistem pendidikan Belanda yang
hanya menguntungkan Belanda dapat terhapus dengan pendidikan kebangsaan ala Ki

1

Darsiti Soeratman, Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, 1983), hal 8.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2

Hadjar Dewantara. Meskipun dalam perjuangannya beliau mendapat kecaman dari
pihak Belanda, tidak membuat dirinya putus asa.
Perjuangannya

dalam

bidang

pendidikan

diwujudnyatakan

dengan

membangun perguruan Tamansiswa.2 Dalam praktek pengajarannya, Tamansiswa
selalu menyelipkan pengetahuan tentang Indonesia yang tidak pernah diajarkan di
sekolah-sekolah

milik

Belanda.

Selain

Tamansiswa,

gagasannya

mengenai

pendidikan tertuang dalam semboyan dan sistem tripusat pendidikan. Keduanya
sangat relevan dengan tujuan dan cita-cita Ki Hadjar Dewantara serta perguruan
Tamansiswanya.
Semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara pertama yaitu Ing Ngarsa Sung
Tuladha yang berarti bahwa seorang pendidik harus selalu di depan memberi teladan
serta contoh yang baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kedua Ing Madya
Mangun Karsa yaitu seorang pendidik harus selalu berada di tengah-tengah muridnya
untuk memotivasi, memberikan semangat dan dukungan agar murid-murid selalu
produktif dalam menghasilkan karya. Ketiga yaitu Tut Wuri Handayani artinya
seorang pendidik harus selalu mendukung murid-muridnya agar berkarya ke arah
yang benar.
Siapa sangka seorang Ki Hadjar Dewantara juga pernah menulis tentang
perempuan di beberapa surat kabar dan majalah. Adanya anggapan bahwa seorang
2

Abdurrachman Surjomihardjo, Ki Hadjar Dewantara Dan Tamansiswa Dalam
Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta: Sinar Harapan,1986), hal 87.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3

perempuan hanya masak, macak, manak semakin membatasi gerak perempuan.3
Bahkan perempuan tidak boleh mengenyam pendidikan karena adanya asumsi bahwa
takdir perempuan nantinya hanya akan melayani suami serta anak-anak dan mengurus
rumah tangga. Pemikiran serta tulisan-tulisanya mengenai perempuan adalah sisi lain
mengenai Ki Hadjar Dewantara yang tidak banyak orang ketahui. Ki Hadjar
Dewantara mampu menghadirkan gagasan baru mengenai permasalahan yang tidak
banyak disinggung selama ini. Karena itulah studi ini melacak mengenai pemikiran
Ki Hadjar Dewantara mengenai perempuan serta pengaruhnya.

1.2

Identifikasi dan Pembatasan Masalah

1.2.1

Identifikasi
Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu tokoh pejuang kemerdekaan

Indonesia. Perjuangannya bertumpu pada pemikirannya tentang pendidikan yang
direalisasikan lewat Tamansiswa pada 3 Juli 1922. Pemikirannya ini tentu saja tidak
sebatas tentang pendidikan saja, tetapi juga tentang keadaan politik pemerintahan
Belanda, kesenian, kebudayaan, juga perempuan. Salah satu hal yang ditulis Ki
Hadjar Dewantara yaitu tentang perempuan. Sebagai seorang bangsawan, Ki Hadjar
Dewantara tidak luput dari aturan dan adat yang mengikat. Namun dirinya mencoba
memberikan narasi lain mengenai perempuan.
3

Atik Catur Budiati, Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa:
Persespai Perempuan Terhadap Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Mengaktualisasikan Diri,
(Pamator, Vol. 3, No. 1, 2010), hal 51.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4

1.2.2

Pembatasan Masalah
Penelitian akan dibatasi pada tulisan Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan

yang ada pada bukunya yang berjudul Kebudayaan terbitan Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa tahun 1967. Terdapat Sembilan tulisan tentang perempuan yang
ditulisnya antara tahun 1928 hingga 1935. Tulisan-tulisan tersebut berjudul Kodrat
Perempuan, Perempuan Dalam Dunia Pendidikan,

Pengaruh Perempuan Pada

Barang Dan Tempat Kelilingnya, Perempuan dan Sport, Wanita Tamansiswa,
Vrouwenraad dalam Tamansiswa, Perempuan Didalam Pertumbuhan Adab,
Kemajuan Adab Perempuan, Kongres Jakarta dan Protes Semarang, Berkobarnya
Rasa Kehormatan Dan Rasa Kebangsaan, Lapangan Kerja Bagi Perempuan. Selain
itu, juga analisis beberapa foto-foto Ki Hadjar Dewantara dan perempuan di Taman
Siswa.
Kemudian dalam konteks waktu, akan dibatasi dari tahun 1922 sampai tahun
1959. Tahun 1922 adalah tahun pertama Wanita Taman Siswa didirikan meskipun
baru pada tahun 1931 dibentuk secara formal. Hal ini dapat menjadi acuan dasar
munculnya gagasan Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan. Kemudian tahun 1959
adalah tahun dimana Ki Hadjar Dewantara wafat. Dari sini pula, dapat diketahui
seberapa jauh pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan terhadap
dinamika gerakan perempuan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5

1.3

Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai

fokus penelitian, yakni:
a) Apa yang melatarbelakangi Ki Hadjar Dewantara memiliki kepedulian
terhadap perempuan ?
b) Bagaimana pandangan Ki Hadjar Dewantara terhadap perempuan ?
c) Bagaimana pengaruh pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang perempuan
terhadap masyarakat ?

1.4

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
a) Mengetahui latar belakang Ki Hadjar Dewantara memiliki kepedulian
terhadap perempuan.
b) Mengetahui pandangan Ki Hadjar Dewantara terhadap perempuan.
c) Mengetahui

pengaruh

pemikiran

Ki

Hadjar

Dewantara

tentang

perempuan terhadap masyarakat.

1.5

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru mengenai

sejarah pemikiran tentang perempuan lewat kacamata seorang Ki Hadjar Dewantara.
Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6

penulisan sejarah Indonesia mengenai perempuan. Hasil penelitian ini juga
diharapkan membawa angin segar terhadap pandangan masyarakat tentang Ki Hadjar
Dewantara bahwa ia bukan hanya berfokus pada bidang pendidikan saja.

1.6

Landasan Teori
Penelitian sejarah diwajibkan untuk memiliki teori pengetahuan yang

dipinjam dari suatu teori yang berkesinambungan dengan topik penelitian.
Berdasarkan keterangan diatas, penelitian ini akan menggunakan teori gender yang
ditulis oleh Jane Pilcher dan Imelda Whelehan dalam bukunya yang berjudul Fifty
Key Concepts in Gender Studies. Dikatakan bahwa gender digunakan sebagai analisis
untuk menggambarkan sebuah garis pemisah antara sex biologis serta cara untuk
menginformasikan perilaku-perilaku dan kemampuan-kemampuan yang nantinya
akan ditetapkan sebagai masculine atau feminim.4
Selain itu, akan menggunakan beberapa konsep guna melengkapi teori dalam
penelitian ini. Konsep-konsep tersebut yaitu konsep perempuan Jawa dan konsep
bangsawan serta menggunakan perspektif sejarah pemikiran. Konsep dan perspektif
tersebut digunakan untuk membatasi wilayah penelitian yang akan diteliti.
1. Konsep Perempuan Jawa

4

Jane Pilcher -melda Wheleman, Fifty Key Concepts in Gender Studies, (London:
SAGE Publications Ltd., 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7

Perempuan dalam budaya Jawa diidentikkan dengan istilah kanca wingking
serta garwa atau sigaraning nyawa.5 Kedua istilah ini sangat melekat pada
perempuan terutama mereka yang sudah menikah. Pada konsep ini dijelaskan bahwa
perempuan jawa sangat identik dengan kultur budaya jawa seperti halus, tenang,
kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga,
mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi, daya
tahan untuk menderita tinggi, memegang peranan secara ekonomi, dan setia atau
loyalitas tinggi.6
2. Konsep Bangsawan :
Bangsawan dalam masyarakat Jawa lebih akrab disebut sebagai priyayi.
Menurut Sartono Katodirdjo priyayi berasal dari kata para yayi (para adik) yang
dimaksud adik dari raja.7 Dalam struktur sosial masyarakat jawa, priyayi berada pada
strata sosial tertinggi. Maka priyayi

merupakan orang yang sangat berpengaruh

dalam struktur pemerintahan maupun dalam kehidupan sosialnya. Golongan priyayi
sangat mengeksklusifkan dirinya karena sangat membatasi pergaulan dengan
golongan di bawahnya termasuk para rakyat jelata.

5

Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto, Kuasa Wanita Jawa, (Yogyakarta:
LKiS, 2004), hal 118-120.
6
7

Ibid., hal 130.

Sartono Kartodirdjo dkk, Perkembangan Peradaban Priyayi, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1987), hal 3.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8

Penelitian

ini

menggunakan

perspektif

sejarah

pemikiran.

Menurut

Kuntowijoyo, sejarah pemikiran adalah sejarah yang dilakukan pada perorangan.8
Pemikiran tersebut mempunyai tiga pendekatan yaitu kajian teks, konteks sejarah,
dan kajian hubungan antara teks dan masyarakat.9 Kajian teks melihat bagaimana
seorang tokoh mencetuskan pemikirannya seperti genesis pemikiran, konsistensi
pemikira, evolusi pemikiran, sistematika pemikiran, varian pemikiran, komunikasi
pemikiran, serta kesinambungan pemikiran. Konteks sejarah dilihat dari condongnya
sebuah pemikiran pada bidang tertentu misalnya pendidikan atau perempuan.
Sedangkan kajian hubungan antara teks dan masyarakat yaitu melihat bagaimana
hubungan antara hasil pemikiran tokoh tersebut dengan lingkungan sekitarnya seperti
dampaknya dengan masyarakat.

1.7

Tinjauan Pustaka
Ada penulisan terkait yang bertema perempuan ataupun Ki Hadjar Dewantara.

Pada buku berjudul Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Tantangan dan Relevansi
karya Bartolomeus Samho membahas tentang biografi Ki Hadjar Dewantara sejak
masih kecil hingga dewasa. Dalam buku ini banyak membahas perihal gagasan Ki
Hadjar Dewantara tentang pendidikan Tamansiswa.

8

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hal 190.

9

Ibid., hal 191.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9

Buku terkait lainnya berjudul Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan Dan
Pencapaian karya Cora Vreede- De Stuers. Meskipun buku ini tidak membahas
tentang Ki Hadjar Dewantara, namun dalam buku ini dibahas bagaimana gerakan
perempuan di Indonesia muncul pertama kali. Selain itu, buku ini juga membahas
mengenai adat-istiadat Indonesia dalam memandang perempuan. Permasalahan
mengenai sistem kekerabatan serta sistem perkawinan yang mengikat perempuan
Indonesia dapat dihapuskan meskipun tidak serta merta dengan pendidikan.10
Tema yang sama namun dengan pendekatan berbeda yaitu artikel karya
Yuliati berjudul “Konsep Pendidikan Perempuan di Tamansiswa” pada jurnal yang
berjudul Sejarah dan Budaya. Artikel tersebut mengatakan bahwa perempuan sangat
berperan dalam bidang pendidikan. Tamansiswa telah melihat bahwa perempuan
mempunyai

peranan

penting

dalam

mendewasakan

anak-anak.

Emansipasi

perempuan juga diperhatikan tetapi Tamansiswa tetap berpegang teguh pada kodrat
perempuan. Oleh karena itu pada kasus ini, Tamansiswa sangat menerapkan sistem
among yang bermateri pendidikan kebangsaan, idealisme, dan cinta tanah air.11
Studi berjudul Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa
(Persepsi Perempuan Terhadap Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Mengaktualisasikan
Diri) karya Atik Catur Budiati. Dijelaskan bahwa proses perubahan sosial membawa
10

Cora Vreede- De Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia Gerakan Dan Pencapaian,
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2008).
11

Yuliati.
(Konsep
Pendidikan
Perempuan
di
Tamansiswa).
http://journal.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/5919 pada 5 April 2017.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10

perubahan pola pikir terhadap nilai-nilai budaya Jawa. Budaya Jawa yang patriarki
mulai berubah nilainya sehingga perempuan Jawa kini memiliki kapasitas untuk
mengembangkan potensi dirinya. Hal ini membuktikan bahwa perempuan mampu
mengembangkan diri tidak hanya dalam lingkup domestik saja tetapi juga ruang
publik.12
Selanjutnya terdapat penelitian skripsi dengan tema Ki Hadjar Dewantara
milik Felisitas Berni Ora. Skripsi tersebut berjudul Peranan Ki Hadjar Dewantara
Dalam Memajukan Pendidikan Pribumi Tahun 1922-1930. Skripsi tersebut
menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mendorong Ki Hadjar Dewantara dalam
memajukan pendidikan yaitu politik, ekonomi dan sosial. Faktor politik yaitu
berkuasanya Pemerintah Belanda pada waktu itu yang membuat rakyat Indonesia
merasa terpuruk. Kedua yaitu faktor ekonomi dimana tanam paksa membuat rakyat
hanya semakin menderita. Ketiga yaitu faktor sosial dimana keadaan pada waktu itu
membuat jurang pemisah antara kaum elit atau bangsawan dan priyayi menjadi
semakin tebal dengan rakyat biasa.
Skripsi milik Felisitas Berni Ora tersebut juga meneliti mengenai bagaimana
upaya-upaya Ki Hadjar Dewantara dalam mendirikan Taman Siswa pada tahun 19221930.13 Dalam menjalankan Taman Siswanya Ki Hadjar Dewantara membuat asas-

12

Atik Catur Budiati, op.cit.,
Felisitas Berni Ora, Skripsi: Peranan Ki Hadjar Dewantara Dalam Memajukan
Pendidikan Pribumi Tahun 1922-1930”, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2011).
13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11

asas hingga dasar-dasar Taman Siswa yang berisi mengenai hak dan kewajiban para
anggota Taman Siswa. Tidak hanya mengenai bagaimana usaha Ki Hadjar Dewantara
dalam memajukan Taman Siswa, dalam skripsi ini juga dituliskan mengenai
hambatan-hambatan Taman Siswa. Hambatan-hambatan tersebut seperti pajak rumah
tangga, semakin banyaknya murid-murid yang ingin bersekolah di Taman Siswa,
hingga hambatan dari Pemerintah Belanda yaitu Ordonansi Sekolah Liar.
Kemudian skripsi tersebut juga menuliskan mengenai dampak usaha-usaha Ki
Hadjar Dewantara dalam dampak politik, ekonomi, sosial, kesenian, dan pendidikan.
Dampak politik yaitu Taman Siswa menjadi tempay mendidik generasi muda yang
mempunyai jiwa nasional. Dampak ekonomi yaitu menghasilkan anak diidk yang
mandiri dan mempunyai karya nyata dalam masyarakat serta dapat mengurangi
pengangguran. Dampak sosial yaitu Ki Hadjar Dewantara mampu membuktikan pada
pemerintah Belanda waktu itu bahwa dengan daya , upaya serta usaha sendiri, rakyat
Indonesia dapat berkarya untuk kemajuan bangsanya. Dampak kesenian yaitu Taman
Siswa selalu memasukkan kesenian seperti gamelan dan tari-tarian dalam kegiatan
belajar mengajar. Kemudia dampak pendidikan yaitu tersebarnya sekolah Taman
Siswa ke berbagai daerah di dalam pulau Jawa maupun luar pulau Jawa. Kemudian
semboyan Tut Wuri Handayani menjadi semboyan resmi pendidikan di Indonesia
hingga sekarang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12

1.8

Metode Penelitian
Rancangan serta analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

deskriptif naratif, karena akan menuliskan bagaimana pemikiran Ki Hadjar
Dewantara tentang perempuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
sejarah yang terdiri dari beberapa tahap yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi,
dan historiografi.
1. Heuristik :
Langkah heuristik atau pengumpulan sumber ditempuh melalu studi arsip,
studi pustaka maupun film. Studi arsip dan studi pustaka dilakukan dengan
mengumpulkan sumber-sumber primer dan sumber terkait serta referensi
lainnya tentang Ki Hadjar Dewantara dan Perempuan. Sumber-sumber
tersebut didapat dari majalah Wasita, Poesara serta buku yang berjudul
Kebudayaan karya Ki Hadjar Dewantara yang diterbitkan oleh Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa. Dalam melakukan studi arsip dan studi pustaka,
penelitian dilakukan di Perpustakaan Kirti Griya Taman Siswa dan
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma.
Film yang digunakan berjudul “Tokoh Nasional Ki Hadjar Dewantara”
diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional. Dalam film tersebut, tokoh Ki
Hadjar Dewantara bukan diperagakan oleh aktor melainkan oleh dirinya
sendiri. Film yang disutradarai oleh RM. Soetarto dan Mardhani S. Dipo M.A
bercerita mengenai perjalanan Ki Hadjar Dewantara dalam usahanya
memperjuangkan kemerdekaan melalui Taman Siswa. Selain itu dalam film

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13

ini juga ditayangkan wawancara salah seorang murid Taman Siswa dengan Ki
Hadjar Dewantara mengenai perjalanan hidup sewaktu tergabung dalam
Indische Partij.
2. Kritik sumber :
Setelah sumber-sumber yang akan digunakan terkumpul, tahap selanjutnya
yaitu memeriksa data melalui kritik sumber. Sumber yang sudah didapat
kemudian dibandingkan satu dengan yang lainnya. Jika sumber yang
dibandingkan sudah sesuai dengan topik penelitian, maka akan digunakan
dalam tahap selanjutnya. Sebaliknya jika sumber tidak sesuai maka sumber
tersebut tidak dipakai pada tahap selanjutnya.
3. Interpretasi :
Metode penelitian selanjutnya yaitu interpretasi sumer. Data yang sudah
diperoleh kemudian direkonstruksi untuk mendapatkan analisis yang sesuai
dengan sejarah pemikiran Ki Hadjar Dewantara maupun tentang sejarah
pemikiran

tentang

perempuan.

Selanjutnya

analisis

tersebut

akan

menghasilkan fakta yang sesuai dengan topik penelitian.
4. Historiografi :
Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap akhir dari metode
penelitian sejarah. Fakta-fakta yang dihasilkan pada tahap sebelumnya
kemudian dituliskan ke dalam laporan penelitan dalam bentuk skripsi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14

1.9

Sistematika Penulisan
Penulisan akan diawali dengan bab I yang mencakup pendahuluan yang berisi

latar belakang pemilihan topik, pembatasan masalah, rumusan masalah, kerangka
teori, tinjauan pustaka, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika. Selanjutnya
bab II akan membahas mengenai biografi Ki Hadjar Dewantara dan hasil pemikiran
Ki Hadjar Dewantara tahun 1922 hingga 1941. Kemudian pada bab III akan
membahas mengenai perempuan dalam kacamata Ki Hadjar Dewantara tahun 19421945. Bab IV akan membahas mengenai perbandingan persepsi antara Ki Hadjar
Dewantara dengan tokoh lain mengenai perempuan tahun 1945-1959. Pada bab V
sebagai bab penutup akan berisi tentang kesimpulan dari penulisan bab-bab
sebelumnya serta jawaban dan setiap rumusan masalah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15

BAB II
BIOGRAFI KI HADJAR DEWANTARA

2.1

Ki Hadjar Dewantara Dan Keluarga Pura Pakualaman
Telah banyak studi pustaka yang menulis tentang Ki Hadjar Dewantara antara

lain Darsiti Soeratman,1 Sajoga,2 Gerfasius Tasen,3. Dalam studi ini, biografi Ki
Hadjar Dewantara dihadirkan kembali untuk mengingat bagaimana karakter dan
pemikiran Ki Hadjar Dewantara dibentuk. Akan tetapi, biografi Ki Hadjar Dewantara
dibatasi mengenai interaksi masa kecil di istana, adat istiadat budaya Jawa, dan

1

Darsiti Soeratman menulis buku biografi yang berjudul Ki Hadjar Dewantara. Buku
tersebut berisi mengenai kehidupan Ki Hadjar Dewantara mulai dari lingkungan tempat
tinggal, pendidikan, upaya-upaya dalam proses mencapai kemerdekaan, hingga perjalanan Ki
Hadjar Dewantara dalam hukuman buangnya. Selain itu, buku tersebut juga membahas
tentang proses Ki Hadjar Dewantara pada Taman Siswa salah satunya saat melawan
Ordonansi Sekolah Liar tahun 1932.
2

Sajoga menulis biografi mengenai Ki Hadjar Dewantara dalam buku yang berjudul
Taman Siswa 30 Tahun. Tulisan tersebut diberi judul Riwayat Perjuangan Tamansiswa 19221952 berisi tentang proses awal mulanya terbentuknya Taman Siswa hingga pada massa
Indonesia Merdeka. Isi tulisan mengenai Ki Hadjar Dewantara antara lain tentang karirnya di
perpolitikan bersama Sarekat Islam, Indische Partij, hingga pada massa pembuangannya di
Belanda. Penulisan biografi ini masih berlanjut hingga pulangnya Ki Hadjar Dewantara dari
Belanda kembali ke Indonesia.
3

Studi pustaka berupa skripsi milik Gerfasius Tasen meneliti perihal kehidupan Ki
Hadjar Dewantara ketika berada di Belanda untuk menjalani pengasingan. Skripsi yang
berjudul “Pengasingan Ki Hadjar Dewantara (1913-1917)” memuat mengenai apa saja yang
melatar-belakangi Ki Hadjar Dewantara hingga dirinya diberi hukuman tersebut. Selain itu,
dituliskan juga mengenai dampak pengasingan tersebut terhadap pendidikan di Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16

perkembangan pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Pembatasan tersebut bertujuan
supaya tidak menyimpang dengan topik penelitian yang ditulis.
Meninggal sebagai warga biasa, Ki Hadjar Dewantara tetap tercatat sebagai
keturunan bangsawan. Lahir pada 2 Mei 1889 darah kebangsawanannya berasal dari
sang ayah yaitu K.P.H Suryoningrat, anak dari Sri Paku Alam III.4 Sri Paku Alam III
menikah dengan puteri B.P.H Puger yaitu anak Sri Sultan Hamengku Buwono II.5
Dengan begitu darah kebangsawanan Ki Hadjar Dewantara tidak hanya dari trah Pura
Pakualaman tetapi juga dari Keraton Yogyakarta.
Nama kecilnya yaitu Suwardi yang bergelar Raden Mas. Ayahnya, K.P.H
Suryaningrat, adalah pewaris tahta sebagai raja selanjutnya. Akan tetapi hal ini tidak
pernah terjadi karena Pangeran Suryaningrat menderita tuna netra sejak kecil. Selain
itu setelah wafatnya Sri Paku Alam III, ayah Suwardi diharuskan keluar dari istana
dan menetap di kampung bersama dengan rakyat biasa lainnya. Namun hal ini tidak
menjadi suatu masalah bagi Suwardi dan keluarganya.
Keluarnya Pangeran Suryaningrat dari istana bukan tanpa alasan. Sri Paku
Alam III adalah seorang raja yang berani menentang kebijakan-kebijakan pemerintah
4

Sri Paku Alam III adalah gelar kebangsawanan yang diberikan untuk Kanjeng Gusti
Pangeran Hadipati Harjo Surjosasraningrat sebagai raja Puro Pakualaman yang ke tiga. Lihat
Bartolomeus Samho, Citra Kepribadian Ki Hadjar Dewantara: Visi Pendidikan Ki Hadjar
Dewantara Tantangan dan Relevansi, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013), hal 27.
5

Puteri B.P.H Puger adalah garwa padmi atau permaisuri Sri Paku Alam III. Dari
garwa padminya ini Sri Paku Alam III mempunyai dua orang anak yaitu K.P.H Suryoningrat
dan K.P.H Sasraningrat. Lihat Djoko Dwiyanto, Puro Pakualaman: Sejarah, Kontribusi Dan
Nilai Kejuangannya, (Yogyakarta: Paradigma Indonesia, 2009), hal 30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17

Belanda. Sri Paku Alam III mempunyai pemikiran dan pandangan politik yang
berbanding terbalik dengan pemerintah Belanda. Sehingga ketika Sri Paku Alam III
wafat pada 1864, pemerintah Belanda segera mengambil alih kekuasaan dengan
mengangkat Pangerang Nataningrat sebagai Sri Paku Alam IV.6 Rupanya
penentangan ini juga menurun pada Pangeran Suryoningrat yang menyebabkan
dirinya harus keluar dari istana.
Proses keluarnya Pangeran Suryoningrat membuat Suwardi tumbuh dengan
dua budaya yang berbeda. Sebagai seorang bangsawan, Suwardi membawa gelarnya
yaitu Raden Mas pada identitasnya di istana. Akan tetapi gelarnya ini dia tanggalkan
ketika dirinya bermain dengan teman-temannya di kampung. Peristiwa ini pula yang
nantinya

mempengaruhi

Suwardi

benar-benar

menanggalkan

identitas

kebangsawaannya ketika kepulangannya dari pengasingan di Belanda.
Sejak kecil Suwardi dikenal sebagai anak yang pandai, berani, dan jujur dalam
menyatakan pendiriannya.7 Dirinya bahkan membimbing anak-anak kampung untuk
berkegiatan seperti pentas sandiwara, karawitan, pencak silat, serta pemberantasan
buta huruf. Dalam kegiatan pemberantasan buta huruf Suwardi dibantu oleh kakaknya
yaitu Suryopranoto. Selain itu, Suwardi sangat menekankan kepada seluruh pelayan
yang ada di rumahnya agar dapat menulis dan membaca. Ketika akan memulai
mengajari menulis dan membaca Suwardi berpesan agar menghiraukan hubungan
6

Budiawan, Anak Bangsawan Bertukar Jalan, (Yogyakarta: LKiS, 2006), hal 23.

7

B.S. Dewantara, Nyi Hadjar Dewantara, (Jakarta: Gunung Agung, 1984),hal 43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18

antara Putera anak Pangeran dengan anak rakyat biasa. Hal ini dia lakukan agar
mereka dapat berani bertanya hal-hal yang tidak diketahui oleh mereka.
Pura Pakualaman mempunyai kebijakan agar anak-anak keturunan bangsawan
diwajibkan untuk bersekolah baik di sekolah Eropa maupun di dalam istana.
Pendidikan di dalam istana tidak lain adalah pendidikan mengenai budaya-budaya
Jawa.8 Istana Paku Alam selalu menyediakan guru-guru yang ahli dalam bidangnya
untuk mengajar pelajaran seperti sejarah, kesusastraan hingga kesenian. Pendidikan
tersebut bukan hanya pendidikan mengenai istana Pura Pakualaman saja tetapi juga
mengenai kebudayaan Jawa yang luas.
Pendidikan di dalam istana pada kalangan bangsawan bertujuan untuk
melestarikan tradisi-tradisi dari generasi ke generasi.9 Melalui hal ini, secara tidak
langsung menjadikan tradisi sebagai hal utama dalam kehidupannya. Pendidikan yang
terkesan eksklusif ini juga mempertebal kesadaran akan status sosialnya terhadap
lingkungan masyarakat. Akan tetapi hal ini berbeda dengan Suwardi yang selalu
mengesampingkan status sosialnya.
Sifat merakyat Pangeran Suryoningrat tidak hanya ditunjukkan melalui
kedekatannya dengan rakyat saja. Sebagai kerabat kerjaan sudah semestinya untuk

8

Darsiti Soeratman, Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorak Sejarah Dan Nilai Tradisional, 1984), hal 15.
9

Sartono Kartodirdjo, dkk, Perkembangan Peradaban Priyayi, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1987), hal 100.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19

membuat upacara kelahiran yang mewah dan megah layaknya keturunan bangsawan
lainnya. Hal ini dilakukan karena, bagi para bangsawan anak merupakan lambang
keberadaan serta lambang kemakmuran keluarga.10 Akan tetapi hal ini jauh berbeda
dengan Pangeran Suryoningrat yang hanya melakukan upacara dengan sederhana,
bahkan jauh dari kata mewah.
Ketika Suwardi lahir, Pangeran Suryoningrat tidak mengadakan upacara
kelahiran sesuai dengan tradisi di lingkungan istana. Pemberian hadiah atau bingkisan
kepada tamu-tamu yang menjenguk ditiadakan. Tidak hanya kepada tamu saja,
pemberian hadiah kepada para dhayang yang begadang serta bermain judi juga
ditiadakan.11 Akan tetapi tidak serta merta upacara kelahiran tersebut tidak
diselenggarakan. Pembacaan kitab-kitab Sastra Jawa masih tetap dilakukan dengan
ditambah Tadarus Al-Quran.
Meskipun Suwardi tinggal di luar istana, dirinya masih tetap menjalin
hubungan baik dengan keluarga yang tinggal di istana. Hal ini dibuktikan dengan
kedekatannya dengan Sutartinah, anak dari pamannya. Sutartinah tidak segan untuk
membantu Suwardi ketika dirinya mengajari menulis dan membaca. Selain itu

10
11

Koentjoroningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka), hal 235.

Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara: Ayahku, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1989), hal 26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20

Sutartinah juga setia mendampingi Suwardi ketika Suwardi mengikuti lomba mengaji
dan adzan dikalangan anak-anak.12

2.2

Kejawaan Ki Hadjar Dewantara
Ketika kita berbicara mengenai kejawaan seseorang, maka tidak akan bisa

lepas dari budaya yang melekat. Budaya Jawa sendiri sangatlah kompleks dengan
segala adat istiadat, sejarah, serta aturan-aturan yang mengikat. Akan tetapi, hal ini
bukanlah suatu masalah, malah masyarakat Jawa sendiri melihatnya sebagai suatu
karunia yang ditinggalkan oleh para leluhur dan setia menjaga tanpa pamrih. Budaya
inilah yang selalu diselaraskan dengan jiwa dan tindak-tanduk dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari terdapat dua segi fundamentalis yang
merupakan hal mendasar dan menyatu dalam diri manusia. Dua segi fundamentalis
ini saling berkesinambungan sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya yaitu segi lahir dan segi batin.13 Segi lahir merupakan hal-hal yang dapat
dilihat oleh manusia dengan mata telanjang seperti tingkah laku, pembawaannya
dalam lingkungan masyarakat, hingga cara bicara. Sedangkan segi batin merupakan

12
13

B.S. Dewantara, op.cit., hal 45.

Christina S. Handayani dan Ardhian Novianto, Kuasa Wanita Jawa, (Yogyakarta:
LKiS, 2004), hal 51.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21

kesadaran manusia untuk menemukan kebenaran dan kebijaksanaan yang diperoleh
melalui olah rasa.14
Dari kedua segi fundamentalis tersebut, terdapat prinsip-prinsip kesopanan.
Prinsip-prinsip ini berguna untuk menyeimbangkan antara segi lahir dan segi batin.
Prinsip pertama, bagaimana seorang manusia dapat membawa diri di dalam
lingkungan sosialnya. Kedua, untuk tidak langsung mengatakan pendapatnya
terhadap sesuatu yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Ketiga, tidak
memberitahukan hal-hal yang dianggap tidak penting. Keempat, untuk mengontrol
sikap disetiap keadaan agar tidak menimbulkan kesan yang tidak sopan.
Suwardi

tidak

pernah

menerima

pengajaran

tentang

kedua

segi

fundamentalis serta prinsip-prinsip kesopanan tersebut. Akan tetapi sebagai putra asli
Jawa hal tersebut kemudian diajarkan melalui praktek kehidupan sehari-hari. Salah
satu segi fundamentalis, yaitu segi batin, dipelajari melalui pelajaran-pelajaran agama
Islam serta ajaran lama yang dipengaruhi oleh filsafat Hindu, yaitu wayang.15
Sedangkan prinsip-prinsip kesopanan tercermin dalam setiap tulisan Suwardi yang
ringkas namun penuh dengan nilai dan pengetahuan serta tidak memojokkan
siapapun.

14

Olah rasa dilakukan dengan bertapa di tempat-tempat yang dianggap keramat dan
mempunyai nilai mistik yang kuat.
15

Darsiti Soeratman, op.cit., hal 16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22

Dalam pengajaran agama Islam dan filsafat Hindu untuk mengolah segi
bantinnya, Pangeran Suryoningratlah yang mempunyai andil besar di dalamnya.
Pangeran Suryoningrat adalah seorang pemeluk agama Islam yang taat sekaligus
pencinta wayang.16 Dalam mencintai wayang, Pangeran Suryoningratpun rutin
menggelar pertunjukan wayang kulit dengan mengundang seorang dalang ke
rumahnya. Hal ini dilakukannya bukan hanya sekedar hiburan dan seni melainkan
juga untuk media pendidikan bagi anak-anaknya.
Bagi masyarakat Jawa khususnya para priyayi, pernikahan merupakan hal
yang penting. Dari pernikahan dapat menunjukkan status sosial serta kedudukannya
di dalam kelompok masyarakat. Dalam memilih calon pengantinpun selalu
memperhatikan bibit, bebet dan bobotnya. Bagi para priyayi memilih calon pengantin
sangatlah penting agar darah kebangsawanan mereka tidak pudar. Selain itu,
pernikahan yang diadakan bertujuan untuk menjalin silaturahmi antara kerajaan satu
dengan kerajaan yang lain. Hal ini juga terjadi pada pernikahan Suwardi dimana
dirinya dinikahkan dengan Sutartinah.
Sebenarnya Suwardi dan Sutartinah merupakan saudara sepupu karena ayah
keduanya merupakan saudara kandung kakak beradik. Mereka dinikahkan pada tahun
1913 tepat sebelum Suwardi bersama dengan dua rekannya, Douwess Dekker dan
Tjipto Mangunkusumo, akan berangkat ke Belanda untuk menjalani masa

16

Budiawan, op.cit., hal 41.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23

pembuangan. Namun, pernikahan keduanya dilangsungkan dengan cara yang
sederhana mengingat saat itu Suwardi akan menjalani hukuman buang. Maka dari itu,
Sutartinah pun ikut ke Belanda menemani Suwardi dalam masa pembuangannya.
Kejawaan Suwardi tidak hanya dilihat melalui kedua segi fundamentalis dan
prinsip-prinsip kesopanan saja. Ketika dirinya menjalani hukuman buang di Belanda
lahirlah anak pertama dan keduanya.17 Douwes Dekker yang pada waktu itu
menjalani hukuman yang sama di Belanda, ikut memberi nama kepada ke dua anakanak Suwardi. Pada anak pertama, Douwes Dekker memberi nama Asti yang
kemudian menjadi nama panggilannya sehari-hari dan kepada anak kedua, yaitu Aryo
Mataram.18
Suatu kehormatan pada setiap masyarakat Jawa yang bisa ikut memberikan
nama kepada seorang bayi yang baru lahir. Masyarakat Jawa sendiri menganggap
nama adalah sebuah doa agar kehidupan sang bayi nantinya berjalan sesuai harapan
orang tua. Sering kali nama-nama bayi yang baru lahir ini kemudian diambil dari
cerita-cerita mitologi Jawa.19 Seperti Suwardi yang memberi nama anak keduanya,

17

Hukuman buang atau hukuman Internering adalah hukuman yang diberikan
pemerintah kolonial Belanda kepada masyarakat Indonesia yang dianggap membangkang
atau memberontak sistem pemerintahan waktu itu. Ki Hadjar Dewantara menjalani hukuman
buang dari tahun 1913-1915 dengan kedua temannya yaitu Douwes Dekker dan Tjipto
Mangunkusumo. Ki Hadjar Dewantara pun mengajak sang istri yaitu Nyi Hadjar Dewantara.
Lihat Bartolomeus Samho, op.cit., hal 61.
18

Bambang Sokawati Dewantara, op.cit., hal 20.

19

Koentjoroningrat, op.cit., hal 238.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24

yaitu Subroto yang artinya Satria Pertapa. Sedangkan nama Aryo Mataram artinya
merupakan sebuah harapan serta cerminan keagungan bangsa.20
Unsur kejawaan lain yang dimiliki Suwardi, yaitu bidang kesenian.
Keahliannya dalam bidang kesenian ini diperoleh sebagai ciri khas keluarga kerajaan
Pakualaman. Pura Pakualaman sendiri menaruh perhatian yang lebih terhadap bidang
kesenian terutama pada serat-serat. Bahkan, pengetahuan mengenai budaya Jawa
diberikan kepada setiap anak-anak kerabat Pakualaman sebagai sebuah pendidikan.
Kegiatan semacam ini kemudian memupuk rasa Suwardi terhadap kebudayaannya
sendiri.
Lantaran sang ayah yang kerap menggelar pertunjukkan wayang kulit di
rumahnya serta pendidikan Jawa yang diperolehnya dari istana membuat
pengetahuannya akan budaya Jawa sangat luas. Tidak heran ketika dirinya berada di
negeri Belanda dikenal sebagai seorang ahli sastra Jawa.21 Bahkan Suwardi diundang
dalam Kongres Pengajaran Kolonial I di Den Haag pada Agustus 1916 sebagai
seorang ahli kesenian.22 Hal ini sangat kompleks mengingat bahwa selama ini dirinya
berkecimpung dalam bidang jurnalistik dan berbagai organisasi politik lainnya.

20

Bambang Sokawati Dewantara, op. cit., hal 22.

21

Darsiti Soeratman, op.cit., hal 70.

22

Kongres ini merupakan kongres yang membahas tentang bahasa pengantar pada
sekolah-sekolah Bumiputera di Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25

2.3

Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Saat bersekolah, Suwardi menemukan dunia yang baru. Dirinya dikelilingi

dengan orang-orang dari berbagi daerah seperti Ambon bahkan hingga orang-orang
Indo. Tidak jarang pula Suwardi menerima ejekan dari orang-orang Indo karena
dirinya adalah orang Jawa. Namun, dengan bersekolah membuat pengetahuan
Suwardi bertambah tidak hanya tentang budaya dan sastra Jawa. Dengan bersekolah
pula Suwardi menjadi tidak buta akan nasib bangsanya.
Pada pertengahan abad ke- 19, lembaga pendidikan yang diselenggarakan
oleh pemerintah Belanda semakin bertambah. Bertambahnya lembaga yang didirikan
dikarenakan semakin banyaknya orang-orang Belanda, bahkan orang-orang Eropa
lainnya yang datang ke Indonesia. Tentunya selain orang-orang Eropa, masyarakat
Indonesia ada pula yang bersekolah di sekolah-sekolah Belanda. Tetapi hanya
masyarakat dari golongan elite dan bangsawan saja yang boleh bersekolah.
Sekolah-sekolah yang menjadi tempat Suwardi mendapatkan pendidikan
Belanda antara lain Sekolah Dasar Belanda III, Kweekschool, dan STOVIA. Sekolah
Dasar Belanda III menjadi pilihan Suwardi dan keluarga dalam menempuh
pendidikan. Hal ini dikarenakan semenjak wafatnya Sri Paku Alam III perekonomian
keluarga Suwardi menjadi tidak stabil. Maka dari itu, dirinya disekolahkan di sekolah
yang biayanya lebih terjangkau. Sementara itu seluruh kerabat Pura Pakualaman
memilih Sekolah Dasar Belanda I sebagai pendidikannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Dasar Belanda III, Suwardi
melanjutkan sekolahnya di Kweekschool pada tahun 1904.23 Akan tetapi, beliau tidak
menyelesaikan pendidikan gurunya setelah bertemu Dr. Wahidin Sudirohusodo.
Pertemuannya dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo membawanya pada bidang
kedokteran dengan menawarkan beasiswa pendidikan. Beasiswa tersebut berada pada
sekolah dokter Jawa atau yang lebih dikenal STOVIA.24
Pengalaman baru didapatkannya ketika bersekolah di STOVIA pada 19051910. Menjadi murid STOVIA mengharuskan Suwardi untuk tinggal di asrama yang
sangat berbeda jauh dengan kehidupannya di Pakualaman. Murid-murid lainnya
berasal dari berbagai macam daerah serta latar belakang yang berbeda serta agama
yang berbeda pula. Hal ini membuat Suwardi dapat beradaptasi dengan lingkungan
baru.
Selama menjadi murid STOVIA Suwardi semakin mengolah kemampuannya
dalam berbagai bidang, termasuk berorganisasi. Organisasi pertama yang diikutinya

23

Kweekschool merupakan sekolah pendidikan guru untuk sekolah vervolg atau
sekolah kelas II. Bahasa pengantarnya yaitu Bahasa Belanda. Tamatan Kweekschool
mempunyai wewenang untuk mengajar sampai kelas tinggi. Lihat I. Djumhur dan Drs. H.
Danasuparta, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu, 1976), hal 140.
24

STOVIA atau School Ter Opleiding van Indische Artsen didirikan tahun 1902.
Untuk memenuhi kebutuhan akan banyaknya mantri cacar, maka tahun 1851 dibuka sekolah
untuk para mantra cacar. Lulusan dari sini kemudian diberi gelar Dokter Jawa lalu
sekolahnya dinamakan Sekolah Dokter Jawa. Kemudian pada tahun 1902 sekolah tersebut
mengalami reorganisasi dan berganti nama menjadi STOVIA. Lihat Ibid., hal 144-145.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27

yaitu Budi Utomo tahun 1908.25 Budi Utomo menjadi ajang tempat pertemuannya
dengan Douwes Dekker. Melalui organisasi inilah Suwardi menaruh perhatian pada
bidang jurnalistik serta politik. Selalu berperan aktif saat menjadi anggota sehingga
dipercayai me