Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

  PAKEM Aliran Pengawas BAKOR Kepercayaan Indonesia :

Hubungan dengan Paguyuban-Paguyuban Kepercayaan

Tahun 1954-1978 di Yogyakarta

  

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

  

Disusun oleh :

L. Krisna Yulianta

014314007

  

JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

  

BAKOR PAKEM

Pengawas Aliran Kepercayaan Indonesia :

Hubungan dengan Paguyuban-Paguyuban Kepercayaan

Tahun 1954-1978 di Yogyakarta

  

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Ilmu Sejarah

  

Disusun oleh :

L. Krisna Yulianta

014314007

  

JURUSAN ILMU SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

  

Halaman Persembahan

Kupersembahkan kepada Gustiku, orang tuaku, guruku, saudaraku,

temanku, dan alam semesta ini.

  

MOTTO

  ¾ Pegang Prinsip dan kebenaran yang kau yakini dan jadikanlah secara

  yata segala ide dan cita citamu!

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis adalah asli kreasi saya sendiri tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

  Yogyakarta, 15 Januari 2010 Penulis L. Krisna Yulianta

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : L. Krisna Yulianta Nomor Mahasiswa : 014314007

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

BAKOR PAKEM Pengawas Aliran Kepercayaan Indonesia: Hubungan

dengan Paguyuban Paguyuban Kepercayaan tahun 1954-1978 di Yogyakarta

  Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini saya susun dengan sebenarnya. Yogyakarta, 15 Januari 2010 Yang menyatakan L. Krisna Yulianta

KATA PENGANTAR

  Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Gusti Ingkang Murbeng Dumadi atas petunjuk dan terangNya, sehingga saya bisa menyelesaikan penelitian ini. Dari sebuah persahabatan dengan kawan sebuah aliran kepercayaan, timbullah niat untuk meneliti mengenai kehidupan masyarakat kejawen. Dari berbagai perbincangan yang telah dilakukan, ada hal yang sangat menarik yaitu mengenai dinamika sejarah hubungan masyarakat kepercayaan dengan negara.

  Penggunaan term kepercayaan itu menggantikan istilah kebatinan yang lazim dipakai sebelum tahun 1970-1980an. Dari pendalaman istilah tersebut, ternyata kelompok kejawen itu masuk menjadi salah satu bagian dari istilah kepercayaan. Kejawen sendiri dipakai oleh masyarakat kepercayaan yang menggunakan ajaran dan tradisi Jawa.

  Dengan perjalanan yang amat panjang dan penuh liku, penulis sangat merasakan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu ucapan terima kasih yang sangat sebesar-besarnya diberikan kepada: 1.

  Kepada Dr. Praptomo Bayardi, M.Hum selaku Dekan Fakultas Sastra atas segala dispensasi dan bantuan yang diberikan

  2. Kepada dosen pembimbing saya, Drs. Hb.Hery Santosa, M.Hum atas dispensasinya, atas kritik dan saran, bantuan dan dukungan juga pengertian yang telah diberikan kepada saya.

3. Dosen-dosen Ilmu sejarah, Drs. Purwanta, MA. (atas ilmu pencerahannya)

  Drs.Sandiwan (atas bimbingan teorinya), Dr. BaskaraT. Wardaya SJ (atas segala semangat dan disiplinnya), Drs. Silverio R.L. Aji Sampurna M.Hum. (kebaikan dan ilmu penelitiannya), Alm. Drs Moedjanto (atas kebanggaan terhadap Jawanya), Alm. Prof. P.J. Suwarno M.Hum. (atas ilmu politiknya), Dr. Anton Haryono, M.Hum. (atas ilmu yang komperhensifnya), Dra. Juningsih (atas metode sejarahnya), Dr.

  Budiawan, Dr. St. Sunardi, Dr. G. Budi Subanar SJ, dan Drs. Manu Joyoatmojo (atas segala alternatif cara berfikirnya) 4. Kedua orang tua saya, Agustinus Marjinu dan B. Sri Pujiyati karena kesabaran, dorongan dan finansialnya sehingga saya bisa menyelesaikan studi saya.

  5. Keuskupan Agung Semarang yang telah membantu finansial pengerjaan penelitian ini.

  6. Bp. Anas, Wakil Ketua Intelejen Kejaksaan Tinggi DIY, dan staff yang telah membantu dalam pencarian data.

  7. Segenap staf kerja Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  8. Mas Try dan staf sekretariat Fakultas Sastra yang selalu melayani keperluan administrasi mahasiswa Ilmu Sejarah

  9. Bapak Walmuji dan mas Ngatiyar, aktivis Forum Persaudaraan Umat Beriman Yogyakarta.

  10. Keluarga Bapak Hadi yang telah bersedia membantu saya tanpa pamrih, Tuhan memberkati keluarga anda semua.

  11. Rekan dan sahabatku sejarah 2001, Gagak, Enok, Taji, Tato, Eka, Laza, Hendri, Khrisna, Eko, Edi, Lina, Ajeng, Riska, dan Erna, atas semangat semangatnya.

  12. Rekan-rekan Kanisius dan Impulse, mas Rangga, mbak Hani, mbak Rosa, mas Tomi, Mbak Vrida dan lain-lain atas teladan dan pencerahannya.

  13. Rekan-rekan Being Community, Parikesit Institute, Bungah Nata Institute, Wiridan Sarikraman semuanya, terimakasih atas keliaran ide-ide pikirannya

  14. Rekan-rekan Kampus Multikultur Realino (MCR), mbak Vibri, pak Totok,Pak Warno, Pak Toni, Ima, mas Andono, mas Eksan, terimakasih atas segala bantuan dan pengertiannya.

  15. Rekan-rekan jalanan perempatan UPN dan Condong Catur semuanya, terima kasih atas pelajaran survive-nya

  16. Sahabat-sahabatku, Agus Budi Purwanto, Greg Sindhana, Aloysius Sempal, Hananto Kusumo, Agung Budyawan, Ika Ruby, Bondan, Darwin, Dwi Cipta ”parikesit” dan kawan-kawan sejarah semua terima kasih atas semuanya

  17. Adik-adikku yang kritis dan semoga kuliahnya tidak terlalu lama seperti saya!

  18. Untuk dek Kent Wahyuni, terima kasih atas segala perhatian yang telah diberikan pada saya.

  19. Semua teman dan sahabat saya yang tidak mungkin disebutkan disini, terimakasih atas semua pembelajaran, bantuan, semangat, dan kegilaan- kegilaan yang telah menemani perjalanan hidup saya. Hasil dari penelitian ini disadari masih jauh dari sempurna, karena itu masukan dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun masih sangat diperlukan. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa saja dan dapat membantu bahan studi selanjutnya.

  Yogyakarta, 15 Januari 2010

  ABSTRAK

  Judul dari tulisan ini yaitu; BAKOR PAKEM, Pengawas Aliran

  

Kepercayaan Indonesia: Hubungan dengan Paguyuban-Paguyuban

Kepercayaan tahun 1954-1978 di Yogyakarta. Tulisan ini mengajak kepada

  para pembaca untuk memahami dan mendalami mengenai hubungan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat dengan kelompok Aliran Kepercayaan didaerah Yogyakarta. Dalam memahami sebuah hubungan, kita harus memahami terlebih dahulu mengenai karakter masyarakat aliran kepercayaan dan karakter Bakor Pakem itu sendiri, dan baru kemudian bisa melihat hubungan diantara keduanya.

  Data-data yang diperoleh menggunakan penelitian kualitatif, dengan metode pengumpulan data dari studi pustaka dan sumber wawancara dari orang orang yang relevan dan berkompeten dibidangnya

  Hasil dari penulisan penelitian ini menemukan banyak sekali konflik kepentingan antara kelompok kepercayaan dan kelompok agama “resmi”. Pemerintah dalam hal ini berperan atas penyelesaian konflik dengan membentuk lembaga keagamaan untuk mengatur dinamika masalah keyakinan tersebut. Lembaga yang dibentuk pemerintah tersebut ternyata tidak bisa menyelesaikan masalah keyakinan dan keagamaan secara netral dan tuntas. Banyak peraturan dan undang–undang “karet” yang disusun hanya menyisakan sebuah permasalahan terselubung yang mengarah kepada pendiskriminasian hak seseorang. Hal tersebut terlihat dari semua statement yang dikemukakan para penganut aliran kepercayaan

  

ABSTRACT

  The title of this writing is: “BAKOR PAKEM, The Supervisor of Indonesian Belief Sect: The Relationship to The Belief Association of 1954 – 1978 in Indonesia. This writing invited to the readers for comprehending and deepening on the relationship between the Supervisory Coordinative Institution of Social Belief Sect to the group of belief sect in particularly in Yogyakarta region.

  In comprehending a relationship, we should initially comprehend the character of belief sect society and character of Bakor Pakem it self, and then it can be seen the relationship amongst both of them.

  The data was gained by using qualitative research, by data collection method comprised of literary study and source of interview was from the relevant person and competent in his field.

  The result of this research writing founds great deal of interest conflict between the belief group and “official” religious group. The government in this matter has role on the conflict resolution by creating a religious institution for managing the problem dynamic of this belief. The institution established by the government in fact is incapable to resolve belief and religious problems neutrally and thoroughly. There are great deal of ‘flexible’ regulations and legislations of which are compiled merely to reside a covered problems of which is directed to the discrimination of personal right. It seems from all of statements conveyed by the believers of belief sect.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................. vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii ABSTRAK .......................................................................................................... xi ABSTRACT ........................................................................................................ xii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii

  BAB

  I PENDAHULUAN

  A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

  B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5 C Landasan teori dan batasan Permasalahan ................................................... 5

  1. Landasan Teori .................................................................................. 5

  1.1. Teori Konflik ..................................................................... 6

  1.2. Teori Fungsional Sturktural ................................................. 9

  2. Batasan Permasalahan ......................................................................... 11

  D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 12

  1. Tujuan Penelitian ................................................................................ 12

  2. Manfaat Penelitian ............................................................................. 12

  E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 13

  F. Metode Penelitian ........................................................................................... 15

  1. Pengumpulan Data ............................................................................. 15

  1.1. Studi Pustaka ....................................................................... 15

  1.2. Wawancara ........................................................................... 16

  2. Analisis data ........................................................................................ 16

  3. Historiografi atau Penulisan ............................................................... 17 G Sistematika Penulisan ..................................................................................... 18

  Bab II MASYARAKAT DAN TRADISI JAWA DI YOGYAKARTA A. Masyarakat Jawa di Yogyakarta...................................................................... 20 B. Letak Geografi dan kependudukan.............. .................................................. 22 1. Bentang Alam ........................................................................................ 22 2. Geografi Yogyakarta .............................................................................. 22 3. Sosial Ekonomi ...................................................................................... 23 C. Karakter Masyarakat Jawa di Yogyakarta ..................................................... 23

  1. Sejarah Masyarakat Jawa ................................................................... 23

  2. Masyarakat Kepercayaan ................................................................. .. 25

  2.1. Dinamika Masalah Kepercayaan ...................................... .. 25

  2.2. Abangan dan Santri ............................................................. 33

  D. Yogyakarta sebagai Sentral Eksistensi Kelompok Kepercayaan ................. 36

  Bab III BAKOR PAKEM A. Latar Belakang Pendirian .............................................................................. 39

  1. Perdebatan di Departemen Agama ..................................................... 39

  2. Proses terbentuknya Bakor Pakem ..................................................... 44 B Struktur dan Birokrasi Bakor Pakem .............................................................. 46 1.

  Tujuan dan Fungsi Bakor Pakem ...................................................... 48 2. Tugas dan Wewenang ....................................................................... 49 3. Cakupan dan Prosedur Pengawasan ............................................... 49 4. Dasar Pembekuan dan Pembubaran terhadap Aliran Agama dan Kepercayaan ............................................................................... 53

  C. Bakor Pakem di Yogyakarta ............................................................................ 54

  Bab IV ANTARA BAKOR PAKEM DAN MASYARAKAT KEPERCAYAAN A. Gerakan Kebatinan ......................................................................................... 57

  1. Munculnya Gerakan Kebatinan ........................................................... 57

  2. Kebatinan versus Agama .................................................................... 62

  B. Bakor Pakem sebagai Garis Depan Pengawasan ............................................ 67

  C. Bakor dalam Kacamata Penghayat ................................................................. 71

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................................... 74 B. Saran ................................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 81

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu Indonesia bersifat multikultur, sebuah bangsa yang

  mempunyai kemajemukan budaya, suku ras, suku, dan agama. Nusantara yang kita miliki ini sangat terkenal di seluruh penjuru dunia karena letaknya yang strategis dan rempah-rempahnya yang banyak diburu oleh para pedagang Eropa, Afrika, Australia maupun dari Asia sendiri.

  Nusantara memiliki sistem kepercayaan yang sangat beragam dan sudah mengenal konsep Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan nama-nama Tuhan dalam bahasa suku asli, seperti Puang Matoa (Toraja), Ladong

  

di Langi (Minahasa) Mori Kareang (Flores), Uis Afu (Timor), Yi Tau Wulu Tau

  1 (Sawu), Mula Satene (Seram) .

  Konsep Ketuhanan di Nusantara bersifat Deistik (Ketuhanan Murni ) dan dikenal manusia. Dalam tulisannya Jakob Sumardjo, mengatakan bahwa dualisme keberadaan yaitu Dunia Atas dan Dunia Manusia membutuhkan Dunia Tengah. Dunia tengah ini menghubungkan antara Dunia Atas (Tuhan) yang gaib dan Dunia Bawah (manusia) yang nyata.

  Dunia Tengah ini merupakan sesuatu yang transenden dan menghadirkan tenaga-tenaga gaib didunia manusia. Pelaku, upacara, wujud benda-benda, wujud

1 Jacob Sumardjo. 2002, Arkeologi Budaya Indonesia, Pelacakan

  Hermeunetis-Historis terhadap Artefak-Artefak kebudayaan Indonesia, Qalam, tarian, wujud doa dan tempat upacara selalu menjadi unsur dari bagian Dunia Tengah. Hal tersebut termanifestasikan kedalam simbol benda-benda ritual

  2 yang dipergunakan oleh masyarakat asli Indonesia .

  Pada fase berikutnya banyak para pedagang dan bangsawan yang datang ke nusantara dengan membawa agama-agama transnasional, seperti agama Hindhu, Budha, Islam, kristen, dan lain-lain. Pengaruh para misionaris dan pendakwah agama-lah yang menyebabkan agama–agama tersebut menjadi berkembang pesat dan banyak dianut oleh berbagai masyarakat diseluruh nusantara ini.

  Pada awalnya dimasa kemerdekaan tahun 1945, banyak kepercayaan lokal yang berdiri sendiri-sendiri dan berkembang dengan amat pesat. Dari itulah, muncul banyak berbagai aturan atau peraturan pemerintah yang membatasi ruang gerak aliran kepercayaan masyarakat tersebut.

  Keragaman kepercayaan ini menjadi terpilah dalam dalam dua kelompok, yaitu; agama resmi dan kepercayaan lokal (agama lokal). Hal tersebut terjadi karena sejak tahun 1965 kepercayaan asli dan lokal yang tidak diakui sebagai agama, tetapi hanya dianggap sebagai sebuah budaya.

  Hal tersebut terlihat dengan dibentuknya Departemen Agama (Depag) dan instansi lain yang mengatur dan mengawasi berbagai aliran itu. Puncaknya pada tahun 1961 diadakan konggres yang salah satu hasilnya adalah ketentuan- ketentuan tentang definisi serta syarat-syarat legalitas sebuah agama. Syarat itu adalah bahwa sebuah agama harus mempunyai Tuhan, Kitab Suci, Rasul, Nabi

  2 serta hukum sendiri bagi kehidupan para penganutnya yang berupa perintah dan petunjuk tertentu.

  Syarat yang ditentukan tersebut menimbulkan berbagai kontroversi dan tindakan diskriminasi terhadap kelompok kepercayaan dan berbagai sekte-sekte keagamaan. Pada hakikatnya antara agama dan kepercayaan mempunyai persamaan dan perbedaan, seperti yang dikemukakan oleh Mr Wongsonegoro dalam seminar kebatinan III di Semarang;

  : kedua-duanya mempunyai unsur

  Agama dan kebatinan (kepercayaan) yang sama yaitu panembah (kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa) dan budi luhur. Perbedaanya adalah hanya terdapat pada stress atau tekanannya. Bagi agama stressnya diberikan kepada panembah (Tuhan) sedangkan pada kebatinan memberikan tekanan pada tercapainya budi

  3 yang mulia dan kesempurnaan hidup .

  Pada dasarnya agama dan kepercayaan dapat hidup bersama, tetapi dalam realitanya terjadi diskriminasi dan intervensi yang dilakukan oleh kelompok kelompok agama yang “diresmikan” itu. Banyak alasan yang cenderung sangat mendeskreditkan kepercayaan-kepercayaan yang terdapat dimasyarakat. Hal itu disebabkan karena ajaran kepercayaan adalah bentuk penyimpangan dari agama. Ajaran-ajaran yang bersifat sinkretis, pluralis dianggap sebagai bentuk ajaran sesat yang tidak sesuai dengan aqidah-aqidah agama.

  Perdebatan terhadap masalah itu seringkali dibahas dan didamaikan melalui macam macam konggres kebudayaan, seminar, simposium, atau diskusi- diskusi yang diadakan oleh pemerintah maupun masyarakat kebatinan sendiri.

3 Rahmat Subagya. 2002, Kepercayaan dan Agama Kebathinan

  Walaupun Demikian hal tersebut masih belum bisa mendamaikan juga karena banyak perbedaan prinsipil yang tidak bisa diterima oleh kelompok lain.

  Sebagai langkah untuk membendung gerakan kebatinan yang semakin meluas dan radikal, maka pada tahun 1955 dibentuklah Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawas Aliran Masyarakat) yaitu badan koordinasi sebagai pengawas dan “penentu nasib” aliran-aliran kepercayaan masyarakat. Bakor inilah yang berwenang dalam mengawasi, membubarkan dan membekukan sebuah aliran keagamaan dan kepercayaan secara legal.

  Alasan pemilihan tema ini adalah, pertama, belum ada penelitian atau kaijan yang secara khusus membahas mengenai Bakor Pakem ini. Kedua, dari pengamatan yang dilakukan memberikan gambaran bahwa bakor ini mempunyai kontibusi penting dalam perkembangan sejarah politik, sosial dan budaya.

  Kronologi sejarah terbentuknya bakor ini sendiri terbukti menyimpan banyak sekali masalah yang kompleks antara kelompok agamawan dan kelompok kepercayaan. Menjadi sangat menarik, ketika negara mencoba menengahi perdebatan itu dengan pembentukan institusi seperti Depatermen Agama (Depag) dan Bakor Pakem sebagai solusi penengah diantara kelompok itu.

  Sedangkan alasan penelitian di Yogyakarta adalah karena daerah ini merupakan salah satu kota kerajaan yang masih eksis sampai saat ini. Tradisi dan budaya Yogyakarta yang dimiliki masih dijunjung tinggi dan dilaksanakan. Adat dan tradisi disini lebih menjadi trendsetter bagi masyarakat kepercayaan (kejawen) disekitar Yogyakarta, terlebih dengan adanya legitimasi mistis yang sangat kental dan dipercayai oleh masyarakat Yogyakarta.

  Dari catatan Bakor Pakem Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ada, terdapat puluhan paguyuban kepercayaan dengan ribuan para penghayatnya yang masih eksis sampai saat ini. Oleh karena itu terdapat benang merah antara tema tulisan dengan lokasi penelitian.

  Pemilihan periodeisasi dilakukan berdasarkan awal terbentuknya Bakor Pakem ditahun 1954, sedangkan tahun 1978 dipilih sebagai momen perpindahan birokrasi. Pada awalnya bakor Pakem dibawah kekuasaan Departemen Agama, (Depag) kemudian berubah menjadi dibawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). Dari masa 1954-1978 tersebut ada berbagai fakta-fakta yang menarik yaitu mengenai latar belakang pendirian Pakem, dinamika perpindahan dibawah Depag ke Depdikbud, dan dari Bakor Pakem periode Orde

4 Lama ke Orde Baru .

B. Rumusan Masalah

  Berangkat dari uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahannya sebagai berikut:

  1. Bagaimana latar belakang pembentukan Bakor Pakem?

  2. Apa landasan kewenangan Bakor ini dalam membekukan dan membubarkan sebuah aliran?

  3. Bagaimana dinamika hubungan antara masyarakat kepercayaan, Bakor Pakem dan Pemerintah?

4 Ketika ditahun 1978 kepercayaan lokal secara resmi tidak diakui sebagai

  agama melainkan hanya diakui sebatas sebagai sebuah kebudayaan. Hal tersebut kian menguat saat kepercayaan lokal berada di bawah Departemen Pendidikan

C. Landasan Teori dan Batasan Permasalahan

1. Landasan Teori

  Sebagai landasan dalam meneliti dan menganalisa pokok bahasan ini serta menggunakan berbagai pertimbangan, maka penelitian ini menggunakan teori Konflik dan teori Fungsional Struktural.

  Teori Konflik

  Teori konflik sangat relevan dalam melihat berbagai permasalahan antara para penghayat dengan para agamawan. Sedangkan teori Fungsional Struktural menjadi sangat berguna ketika melihat fungsi Bakor Pakem sebagai sebuah bagian dari sistem.

  Alasan penggunaan teori ini, bahwa adanya relevansi berbagai fakta-fakta di awal pembentukan Bakor Pakem yang mempunyai berbagai masalah (konflik) yang kompleks. Menurut para pemuka teori seperti Ralf Dahendrof, Randal Collins, Georg Simmel dan Lewis Coser bahwa realitas dalam masyarakat akan selalu terjadi perubahan-perubahan yang bersifat dinamis. Perubahan itu tidak bisa lepas dari berbagai masalah dan kepentingan yang berpotensi menimbulkan sebuah konflik antar kelompok.

  Teori konflik ini sebenarnya timbul sebagai anti tesis dari kelompok fungsional yang cenderung mengabaikan berbagai perubahan yang terjadi. Para sosiolog berpendapat bahwa teori ini melihat konflik sebagai fenomena yang senantiasa ada dalam kehidupan sosial dan sebagai hasilnya, masyarakat berada dalam perubahan terus menerus. Perspektif konflik ini meliputi berbagai pertentangan dari banyak kepentingan dan kelompok dalam masyarakat. Konflik ini terjadi kerena adanya sesuatu yang dihargai dalam masyarakat, tidak terdistribusi secara merata dan tidak semua orang memperolehnya secara sama.

  Menurut Simmel, melalui pendekatanya (sosiologi formal) berusaha menyusun abstraksi dari unsur-unsur formal proses-proses dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada pelbagai konteks sosial. Simmel berpendapat bahwa terjadinya konflik tidak dapat dielakkan dalam masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat dibedakan secara analitis.

  Landasan pemikirannya ini adalah pemikirannya yang bersifat organistis terhadap dunia sosial. Dalam menjelaskan unsur-unsur formal, maka proses- proses sosial merupakan bukti sistematis. Pernyataan itu mengacu pada ajaran- ajaran organistis yang berpengaruh pada masa itu. Sehingga Simmel lebih mengutamakan akibat-akibat konflik dari pada perubahan sosial.

  Organisme dalam pandangan Simmel terdapat bagian-bagian atau dorongan untuk membenci dan berkelahi. Namun naluri itu bercampur dengan kasih sayang yang kemudian dibatasi oleh pelbagai kekuatan dalam hubungan sosial. Konflik dianggap sebagai sebuah pencerminan dari pertentangan kepentingan atau naluri bermusuhan.

  Untuk menetralisir asumsinya mengenai hakekat organisme dan naluri- naluri kebencian dan berkelahi itu adalah dengan menganalisis akibat positif dari konflik untuk memelihara kesatuan-kesatuan sosial maupun bagian-bagiannya. Dengan demikian dorongan yang mengakibatkan permusuhan tidak terlalu dilihat sebagai suatu hal yang bertentangan dalam organisme, namun bahkan sebagai

  5 pemelihara sistem sosial.

  Cosser sebagai pengembang dari teori Simmel, mengatakan bahwa

  penyebab terjadinya konflik adalah kondisi yang menyebabkan ditariknya legitimasi dari sistem distribusi yang ada dan intensifikasi tekanan terhadap kelompok-kelompok tertentu yang tidak dominan. Tekanan-tekanan yang semakin intensif dipengaruhi oleh konteks sosialisasi dan kendala struktural yang dipergunakan untuk menekan kelompok-kelompok yang ada.

  Teori konflik sendiri adalah sebuah cara pandang dalam melihat masalah yang tepat dalam mengamati berbagai perubahan sosial termasuk kedalam berbagai kausalitas peristiwa. Dari teori ini bukan dimaksudkan untuk melihat segala sesuatu secara negatif (menegasikan) sebuah realitas, tetapi sebuah perspektif untuk memperdalam dalam menganalisis sebuah perubahan. Relevansinya dengan penelitian skripsi ini adalah untuk mengupas berbagai pertentangan yang penuh kepentingan antar organisasi atau kelompok.

  Teori konflik ini sering juga dianggap sebagai hal yang penuh dengan situasi yang kacau dan penuh kekerasan, tetapi hal itu merupakan sebuah implikasi yang paling ekstrim. Secara nyata (real) keadaan masyarakat kita akan selalu mengalami perubahan yang belum tentu berjalan secara tenang dan damai, tidak semua sistem yang akan menyesuaikan sendiri untuk mencari keseimbangannya sendiri.

5 Soerjono Soekanto dkk, 1998, Fungsionalisme dan Teori Konflik

  Untuk mendukung pernyataan secara positif diatas maka dapat dilihat

  6

  mengenai fungsi konflik yang dikembangkan adalah :

  1. Sebagai alat menciptakan solidaritas

  2. Membantu menciptakan aliansi dengan kelompok lain

  3. Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi

  4. Mempunyai fungsi komunikasi Fungsi-fungsi tersebut menjadi dampak positif yang dapat kita ambil nilai dan hikmahnya. Jika kita mencermati dinamika perkembangan kehidupan beragama dinegara kita, maka akan banyak menemukan berbagai konflik-konflik dengan berbagai kepentingan.

  Teori konflik diatas sangat relevan menjelaskan perubahan sosial yang ada dan tidak dapat dipungkiri bahwa dari konflik tersebut dapat menimbulkan integrasi sosial. Hal itu dapat dilihat dengan akan timbulnya rasa solidaritas yang tinggi, terbentuknya koalisi, dan terbukanya komunikasi dengan pihak yang bertikai.

  Didalam pertentangan masyarakat kepercayaan dengan kelompok keagamaan tersebut menimbulkan solidaritas diantara kelompok tersebut.

  Penyelesaian yang dilakukan juga mengarah kepada komunikasi timbal balik dan negosiasi yaitu dengan berbagai macam dialog-dialog.

  Teori Fungsional Struktural

  Pendekatan terhadap sebuah konflik dapat diterapkan dengan memperhatikan aspek stuktural dan fungsional dari kehidupan sosial setempat.

6 Soetomo, 2008, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Pustaka

  Pendekatan stuktural fungsional ini sudah berkembang sejak lama dalam studi sosiologi dan antropologi. Tokoh-tokoh yang menggunakan pendekatan ini adalah Emile Durkheim, yang diteruskan oleh Radcliffe Brown.

  Durkheim memandang masyarakat modern sebagai keseluruhan organistis yang memiliki realitas-sendiri dan saling mempunyai ketergantungan.

  Keseluruhan tersebut mempunyai seperangkat kebutuhan dan fungsi-fungsi tertentu, yang harus dipenuhi oleh yang menjadi bagiannya supaya selalu dalam keadaan normal. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan ketimpangan, depresi sosial akan mempengaruhi perangkat sistem yang lainnya.

  Masyarakat pada hakikatnya adalah sebuah keteraturan sosial Menurut Brown pada dasarnya manusia dalam memenuhi kebutuhan tidak hanya secara individual saja, melainkan melalui kehidupan bersama secara terorganisasi atau tertata dalam hukum dan nilai-nilai tertentu. Hal tersebut diperoleh dengan kesepakatan bersama atau dalam bahasa Malinowski disebut

  Charter , yang diartikan sebagai suatu sistem yang terorganisasi tentang aktivitas- aktivitas sosial yang pernah ditujukan.

  Ketika berbicara mengenai bagaimana negara membentuk sebuah lembaga dalam menyelesaikan sebuah konflik, maka konteks ini lebih relevan jika dilihat dari teori fungsional struktural. Teori ini melihat berbagai gerakan sosial masyarakat sebagai sebuah pencarian keserasian dan keseimbangan sistem (equilibrium system).

  Dalam teori Fungsional struktural ini memang mengabaikan perubahan sosial tetapi tidak mengabaikan kondisi sosial yang sakit atau abnormal (diz- organized). Dalam konteks ini, pendekatan yang digunakan dikenal dengan adanya pendekatan sistem Balanced and Equilibrium, yaitu suatu keadaan dimana diutamakan terjadinya keseimbangan kekuatan sehingga tidak terjadi perubahan sosial yang mengarah ke penghancuran sistem yang ada.

  Bakor Pakem sebagai lembaga bentukan pemerintah yang difungsikan sebagai alat untuk menstabilkan berbagai perubahan dan pergolakan didalam masyarakat. Fungsi dan tujuan dari lembaga sangat berpeluang untuk menjaga kestabilan sistem yang sedang berjalan.

  Pemerintah Orde Baru dalam semua kebijakan pembangunan selalu berlandaskan kepada filosofi konsep keseimbangan dan keamanan atau security. Perubahan sosial sebagai fenomena mikro yang sering dijumpai oleh kalangan peneliti sosial di Indonesia adalah akibat dari menguatnya pengaru-pengaruh birokrasi dikalangan masyarakat. Program–program pembangunan yang diintrodusir pemerintah dilakukan oleh lembaga pemerintah yang diatur dengan sistem birokrasi yang kuat

  7 .

  2. Batasan permasalahan

  Pembahasan penelitian difokuskan mengenai hubungan Pengawas Aliran Kepercayaan dengan Masyarakat Kepercayaan. Untuk membatasi supaya penulisan ini tidak terlalu melebar maka diperlukan batasan masalah. Batasan ini terbagi dalam tiga hal yaitu; pertama, mengenai karakter singkat masyarakat kepercayaan di Yogyakarta, kedua, mengenai Bakor Pakem itu sendiri, dan ketiga membahas hubungannya diantara keduanya.

  Penelitian ini sendiri sedikit lebih banyak membahas tentang Bakor Pakem itu sendiri. Pada bahasan ini kita bisa melihat mengenai proses berdirinya,

  7 Agus Salim. 2002, Perubahan sosial, Sketsa Teori dan Metodologi bagaimana struktur dan fungsinya juga berbagai hasil yang telah dikerjakan oleh Bakor Pakem dari tahun 1955-1978. Disini juga dilengkapi dengan beberapa perspektif para penghayat dalam melihat sebuah Bakor tersebut.

D. Tujuan dan Manfaat penelitian 1). Tujuan penelitian

  Penelitian dan penyusunan skripsi berjudul Bakor Pakem, Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat; Hubungan dengan Paguyuban-Paguyuban Kepercayaan pasca 1955-1978 di Yogyakarta ini, dilakukan untuk mengetahui bagaimana dinamika perkembangan dan hubungannya masyarakat kepercayaan dengan Bakor Pakem. Selain itu untuk melihat bagaimana eksistensi Bakor Pakem dan masyarakat kepercayaan. Dari hal tersebut kita dapat mengetahui apakah Bakor Pakem ini merupakan lembaga yang tepat untuk mengawasi dan mengatur organisasi-organisasi kepercayaan.

2. Manfaat Penelitian

  Berdasarkan tujuan yang dirumuskan itu, maka penelitian dan penulisan ini dimaksudkan agar mencapai sasaran:

  1. Memberikan gambaran dan pengertian mengenai Bakor Pakem dalam hubungannya dengan masyarakat kepercayaan Indonesia.

  2. Memberikan gambaran kecil tentang sebuah keragaman religi yang ada dan eksis sampai saat ini.

  3. Hasil penelitiaan ini diharapkan menjadi salah satu informasi atau sebagai referensi bagi para penghayat atau masyarakat penggemar kebatinan secara universal.

4. Sebagai bahan relektif bagi penulis sendiri.

E. Tinjauan Pustaka

  Penyusunan karya tulis ini lebih menitik beratkan kepada studi historis, sehingga sebagian besar porsi penelitian dilakukan melalui kajian kepustakaan.

  Beberapa buku yang dirasa relevan dengan objek penelitian untuk dijadikan acuan utama antara lain: buku yang berjudul Kepercayaan dan Agama Kebatinan

  

kerohanian kejiwaan yang ditulis oleh Rahmat Subagya. Buku ini berisikan

  tentang berbagai definisi tentang masalah kepercayaan dan keagamaan secara jelas dan kritis, sistematis dan tajam. Selain itu gambaran pokok masalah masalah kepercayaan dan agama dibuka dengan luas dan disertai kronik-kronik kebatinan sebagai pelengkapnya.

  Buku ini memberikan sebuah pemahaman dalam memandang dan menafsirkan tentang kehidupan spiritual dengan bebas dari kungkungan agama maupun aturan-aturan manusia yang cenderung membatasi kebebasan beragama. Secara gamblang Rahmat Subagya memberikan penjelasan mengenai masalah kebatinan, penggolongannya dan inti-inti pemikiran dari ajaran kebatinan.

  Hampir senada dengan bukunya Rahmat Subagya buku acuan lainnya adalah Agama Asli Indonesia yang di tulis oleh J.W.M.Bakker S.J yang mengulas tentang agama agama asli Indonesia yang bersifat lokal dan asli dan mempertemukan ide-ide agama asli nasional dengan supra nasional. Apabila agama asli diganti dengan agama asing maka akan terjadi sinkretisme atau

  

koeksistensi heterogen d ari kedua agama tersebut, kedua akan terjadi pertobatan

  semu dimana agama asli secara icognito (menyamar atau samar-samar) menyelundup dalam agama asing dengan reinterpretasi lokal, kompromis dan pemalsuan agama lain dan yang ketiga terjadi asimilasi homogia, inkorporasi dan pempribumian.

  Buku ini juga memberikan pengertian tentang kedudukan agama asli dalam teologi, agama dan kedudukannya dalam aturan negara. Selain itu dijelaskan mengenai aspek-aspek ritual beserta pengartiannya. Penulis buku ini memaparkan juga mengenai berbagai tantangan dalam eksistensi dan regenerasi agama asli dalam gerakan kebatinan, beserta kronik singkat kebatinan. Dalam halaman terakhir ia menekankan tentang pendekatan rohani dan penghargaan terhadap agama asli (local genius).

  Buku yang ketiga merupakan karangan Kuntowijoyo yang berjudul

  

Budaya dan Masyarakat , dibuku ini banyak diulas mengenai pengalaman

  masyarakat indonesia dalam masa transisi menuju masyarakat industri dengan mengganti berbagai atribut dari masyarakat tradisional agraris menuju suatu tatanan masyarakat yang baru sekali. Disini dipaparkan berbagai faktor pendukung dan kendala dan dalam batas-batas tertentu, dibicarakan pula pembandingan sejarah perkembangan masyarakat kini yang tergolong maju.

  Kuntowijoyo menggambarkan situasi masyarakat kita dalam masa transisi yang penuh aturan, tekanan ataupun masuknya budaya, ideologi dari luar yang amat mempengaruhi masyarakat kita. Karena itu terjadi kontradiksi antara budaya lama dengan budaya baru. Disini pula terlihat adanya usaha kembali kemasa masa mistik dengan banyaknya guru, paguyuban, agama-agama lokal maupun prilaku masyarakat yang mencari ”sesuatu” untuk diikuti.

  Adanya gerakan mistik ini menimbulkan berbagai pro dan kontra. Disisi para pelaku mistik yang tetap menghayati kehidupan kepercayaan yang setara dengan agama, disisi lain adanya pertentangan dari kaum agamawan yang bersikeras untuk menghilangkan kepercayaan selain dalam bentuk agama resmi.

  Buku-buku tersebut sangat sedikit dalam menyentuh mengenai seluk beluk dan strategi Bakor Pakem yang digunakan untuk meredam berbagai masalah keagamaan dan kepercayaan. Hal tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai Bakor Pakem. Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangsih wacana alternatif dan digunakan sebagai alat kroscek melalui perspektif historis.

F. Metode Penelitian

1. Pengumpulan Data

1.1. Studi Pustaka

  Penulisan ini mengandung perspektif historis, oleh karena itu data-data yang digunakan berupa fenomena-fenomena yang dibatasi oleh ruang dan waktu.

  Pengumpulan data ini diperoleh melalui studi pustaka merupakan suatu metode penulisan untuk menggali dan mengolah data menjadi sebuah historiografi. Selain melalui telaah pada buku pustaka,dilakukan pula telaah pada sumber tertulis lainnya seperti pada manuskrip, laporan penelitian, ataupun pada media media cetak lainnya.

1.2. Wawancara

  Wawancara dilakukan sebagai upaya dalam memperoleh data lisan yang diperlukan guna melengkapi data yang belum tercukupi melalui suber tertulis.

  Data ini diperoleh melalui pengadaan wawancara kepada beberapa sumber yang dianggap mampu memberikan data otentik dan akurat, sehingga diharapkan dapat mendukung validitas data.

  Adapun data data selanjutnya kemudian dikroscek melalui kritik sumber.

  8 Kritik ini bertujuan untuk sejauh mana kredibilitas sumber-sumber . Kritik ini

  dilakukan untuk menghindari adanya kepalsuan dan keberpihakan suatu sumber data, sehingga data yang didapat dapat dipertanggung jawabkan secara valid.

2. Analisis Data

  Data yang telah diseleksi dan diuji, kemudian dilanjutkan dengan analisa data. Tahap ini sangatlah penting dan menentukan dalam penulisan. Jenis analisis ditentukan oleh sifat data yang dikumpulkan. Apabila data yang dikumpulkan itu

  9 berwujud kasus maka yang akan dihasilkan adalah analisa bersifat kualitatif.

  8 Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Terj Nugroho Notosusanto.

  Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hlm. 75.

  9 Koentjaraningrat. 1993, Metode metode Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta,PT Gramedia pustaka utama. Hlm. 269.

  Hasil analisa akan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu penulisan. Penulis berusaha menempatkan data secermat mungkin supaya hasil penulisan ini bisa mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengolahan data secara cermat diharapkan mampu mengurangi subyektifitas yang biasanya muncul dalam historiografi, sebab sejarah dalam arti obyektif yang diamati dan dimasukkan dalam pikiran subyek tidak akan pernah murni tetapi akan lebih banyak diberi

  10 warna sesuai kaca mata subyek.

  Penulisan ini menggunakan model diskripsi analitis, sumber-sumber yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis sehingga dapat memecahkan masalah yang sedang diteliti. Melalui model penulisan ini diharapkan dapat menghasilkan suatu tulisan yang dapat dipertanggung jawabkan moral dan material. Metode ini diterapkan dengan cara mendeskripsikan atau menjabarkan objek penelitian melalui penggunaan pisau analitis tertentu.

  Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosial dan politik. Pendekatan sosial ini digunakan sebagai alat menganalisis masalah yang ada dalam penulisan sejarah dengan memakai teori dan konsep dari ilmu sosial. Adapun pertimbangan dengan menggunakan pendekatan politik adalah karena berbagai konflik antara para agamawan dengan masyarakat kepercayaan telah mencapai ke ranah peraturan-peraturan legal (Undang-Undang/Peraturan Pemerintah) dan kepentingan-kepentingan politis.

10 Sartono Kartodirjo. 1992, Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam

3. Historiografi atau penulisan

  Historiografi adalah proses mengisahkan atau merekonstruksi kembali peristiwa yang ada berdasarkan data-data yang ada. Dalam langkah ini terjadi interpretasi terhadap sumber-sumber yang ada dan diyakini kebenarannya, untuk memperoleh hasil yang maksimal dan mendekati kebenaran peristiwa itu. Proses ini menghindari subyektifitas yang berlebihan. Bentuk penulisan dalam penelitian ini adalah dengan model diskriptif analitis, tulisan ini tidak hanya berisi sebuah kronologi saja tetapi disertai dengan sebuah analisis interpretatif.

G. Sistematika penulisan

  Secara keseluruhan skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, kerangka teori dan pendekatan, metode penelitian dan penggunaan sumber serta sistematika penulis.

  Bab II berjudul Masyarakat dan tradisi Jawa. Bab ini menjelaskan tentang karakter geografis dan situasi masyarakat Jawa pada umumnya. Untuk memahami mengenai gambaran keagamaan masyarakat Jawa, dibahaslah mengenai tradisi dan ajaran-ajaran kepercayaan di Yogyakarta .

  Pada bab III berisikan tentang seluk beluk dan kegiatan Bakor Pakem sebagai pengawas aliran kepercayaan, dan disini dijelaskan pula tentang kronologis berdirinya Bakor Pakem.

  Di bab IV merupakan bab inti dari permasalahan yang diangkat. Pada

  bagian ini menjelaskan dinamika hubungan Bakor Pakem dengan masyarakat kepercayaan. Bab yang berjudul Antara Bakor Pakem dan masyarakat Kepercayaan ini, mencoba untuk menggali lebih jauh mengenai hubungan yang terjalin diantara keduanya. Disini dapat dilihat dua perspektif, yaitu perspektif Bakor Pakem dalam melihat Masyarakat Kepercayaan dan perspektif Masyarakat Kepercayaan dalam memandang Bakor Pakem.

  Pada bab V mengenai penutup, didalamnya berisi mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran.

BAB II MASYARAKAT DAN TRADISI JAWA DI YOGYAKARTA A. Masyarakat Jawa di Yogyakarta Dalam penulisan ini kita akan mencoba untuk menelusuri tentang

  perkembangan masyarakat kepercayaan di Yogyakarta. Supaya lebih jelas dan lebih sistematis maka diperlukan sebuah pembatasan masalah, dalam penelitian ini kita harus mengetahui tentang siapa yang disebut sebagai suku Jawa dan karakternya. Suku Jawa itu berbeda dengan Pulau Jawa, karena didalam Pulau Jawa itu menyangkut masalah letak geografis dan suku Jawa itu menyangkut sebuah komunitas bangsa.

  Yogyakarta dalam konteks ini masuk kedalam kategori suku Jawa, disamping masyarakat Jawa lain yang meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

  Pembagian ini sebenarnya hanya legalitas sebuah geografi saja, kalau ditelusur mengenai orang Jawa ini sebenarnya tidak hanya dikatakan bahwa orang Jawa tidak terdapat di Pulau Jawa saja tetapi sudah mencakup seluruh Indonesia.