PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL SANTRI (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA) - Test Repository

  

A

PERAN PONDOK PESANTREN

DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL SANTRI

(STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA)

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

  

Disusun oleh:

Nur Azizah

NIM: 111-14-370

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018 ii

iii

iv

v

vi

  

vii

MOTTO

  

بعتلا دعب لاإ ةّذللاامو

  “Tidak ada kenikmatan kecuali setelah kepayahan”

  PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, puji syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT,

  dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1.

  Orang tuaku tercinta bapak Bilal dan ibu Istiqomah, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan do‟a yang tak pernah putus untuk putra- putrinya.

  2. Masku tersayang Fatchul Barri, yang selalu memberi dukungan moral maupun materiil dan memberi semangat.

  3. Almaghfurllah pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan K.H. Ichsanuddin dan ibu Nyai. Rosidah yang saya

  ta‟dzimi.

  4. Bapak Drs. Budi Raharjo dan ibu Nyai. Kamalah Isom, S. E., bapak Kyai Ma‟arif dan ibu Nyai. Hanik, serta para ustadz-ustadz dan keluarga ndalem yang senantiasa mendo‟akan dan membimbing dalam menuntut ilmu.

  5. Bapak Prof. Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA., yang telah sabar membimbing dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

  6. Teman-teman PP. Al-Hasan yang senantiasa memberi dukungan dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

  7. Teman-temanku PAI J dan angkatan 2014 yang sama-sama berjuang dan belajar di IAIN Salatiga.

  viii

  8. Keluarga besar FK-WaMa (Forum Komunikasi Mahasiswa Magelang), semoga bisa menjadi tauladan yang baik, khususnya bagi masyarakat Magelang dan sekitarnya.

  9. Teman-teman PPL di SMP 8 Salatiga.

  10. Teman-teman KKN Posko 03 Dsn. Mantenan, Desa Giyanti, Kec.

  Candimulyo, Kab. Magelang.

  11. Mas Zulfikar yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

  12. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  ix x

xi

xii

  xiii DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN BERLOGO .............................................................................. ii HALAMAN DEKLARASI .......................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................... iv HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... v HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... vi MOTTO........................................................................................................ vii PERSEMBAHAN ........................................................................................ viii KATA PENGANTAR ................................................................................. x ABSTRAK ................................................................................................... xii DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................

  1 B. Fokus Penelitian ............................................................................

  5 C. Tujuan Penelitian ...........................................................................

  6 D. KegunaanPenelitian .......................................................................

  6 E. Kajian Penelitian Terdahulu .......................................................... 8

  xiv F.

  38 F. Pengecekan Keabsahan Data .........................................................

  72 B. Saran ..............................................................................................

  Kesimpulan ....................................................................................

  63 BAB V PENUTUP A.

  43 B. Analisis Data ..................................................................................

  Paparan Data ..................................................................................

  41 BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS A.

  40 G. Tahap-tahap Penelitian ...................................................................

  36 E. Analisis Data ..................................................................................

  Sistematika Penulisan ...................................................................

  35 D. Prosedur Pengumpulan Data ..........................................................

  35 C. Sumber Data ...................................................................................

  34 B. Lokasi Penelitian ............................................................................

  Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................................

  29 BAB III METODE PENELITIAN A.

  22 C. Peran Pondok Pesantren dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri ...................................................................................

  13 B. Kecerdasan Sosial ..........................................................................

  10 BAB II LANDASAN TEORI A. Pondok Pesantren ..........................................................................

  73 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

  xv

  Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Verbatim Wawancara Lampiran 3 Surat Pembimbing dan Asisten Pembimbing Skripsi Lampiran 4 Surat Keterangan Bukti Penelitian Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 6 Pernyataan Publikasi Skripsi Lampiran 7 Daftar Nilai SKK Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 9 Daftar Gambar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Segala

  kebutuhan manusia akan tercapai apabila manusia dapat berinteraksi dengan baik kepada sesama manusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri, tetapi pasti membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi hajatnya. Misalnya dalam sebuah keluarga seorang anak membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya supaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

  Manusia merupakan makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Wujud manusia sebagai makhluk sosial yaitu hidup secara berkelompok. Manusia tidak akan bertahan hidup jika hanya seorang diri, tidak bergabung dengan manusia yang lain. Berkelompok dalam kehidupan merupakan suatu kebutuhan untuk meningkatkan kebahagiaan. Tanpa berkelompok manusia sulit untuk menemukan kebahagiaan.

  Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain. Saling bersosialisasi dengan baik antar sesama akan memperkuat interaksi untuk mengenal dan memahami kepribadian orang lain. Seperti firman Allah dalam al-

  Qur‟an surat al- Hujurat ayat 13 yaitu:

  

            

         

  Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu

  dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-

  mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al Qur‟an dan Terjemahnya, 2013: 517).

  Lingkungan seseorang tinggal mempunyai pengaruh yang besar terhadap cara seseorang bersosialisasi dengan orang lain. Seseorang yang tinggal di lingkungan yang buruk maka akan berpengaruh buruk pula pada orang yang berada di tempat tersebut. Berbeda dengan seseorang yang tinggal di pondok pesantren misalnya, disana akan diajarkan berbagai macam cara bersosialisasi dengan orang lain secara baik, maka akan baik pula pengaruh dalam diri orang tersebut.

  Dalam pesantren tidak hanya ilmu agama saja yang diajarkan, tetapi juga ilmu umum, misalkan diajarkan bagaimana cara kita berkomunikasi yang baik dengan orang lain, memiliki rasa belas kasih atau rasa empati terhadap sesama manusia, bagaimana memahami perasaan orang lain yang bisa melahirkan rasa kasih dan sayang dalam kehidupan bermasyarakat, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al- Qur‟an surat At-Taubah ayat 128:

  

          

   

  Artinya:

  “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang- orang mukmin”(Al Qur‟an dan

  Terjemahnya, 2013: 207)

  Menurut Abdurrahman Wahid (2007: 3), pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut kiai, di daerah berbahasa Sunda disebut

  

ajengan dan di daerah berbahasa Madura nun atau bandera disingkat ra);

  sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran; dan asrama tempat tinggal santri.

  Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan penelitian di bidang psikologi, selanjutnya ditemukan kecerdasan yang dinilai sebagai kecerdasan yang cukup penting untuk dikembangkan dalam diri manusia, yakni kecerdasan sosial. Kecerdasan intelektual memang penting agar seseorang mempunyai kemampuan dalam menganalisis dan berhitung, terutama terkait dengan ilmu pasti. Demikian pula dengan kecerdasan yang lainnya, seperti kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional serta masih banyak lagi. Keberadaannya harus dikembangkan dengan baik agar seseorang dapat lebih mudah dalam meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun untuk kelangsungan hidup yang baik dalam bermasyarakat seseorang memerlukan kecerdasan sosial yang baik pula.

  Kecerdasan adalah kecakapan untuk menangani dan kemampuan mempelajari sesuatu, termasuk pencapaian hubungan dengan orang lain.

  Kemampuan berurusan dengan kerumitan, kerumitan atau abstrak-abstrak, kemampuan dan kecakapan berfikir (Jannah, 2017: 25). Sosial juga diartikan sebagai segala kegiatan yang ada hubungannya dalam masyarakat luas, sesuai dengan perkataan asalnya “sozius”, yang berarti “teman” (Susanto, 1979: 11). Dengan demikian kecerdasan sosial adalah ukuran kemampuan diri seseorang dalam peragaulan di masyarakat, dan kemampuan kita untuk berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeliling kita. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, dan kemampuan ini sangat penting dimiliki supaya kita nyaman menjalani hidup dalam bermasyarakat dan bisa menikmati keberadaan diri sendiri dimanapun berada.

  Bila diamati kondisi riil pada santri, ada pengaruh yang terjadi pada santri yang tinggal di pondok pesantren terhadap perkembangan kecerdasan sosial santri. Meskipun tidak semua santri mengalami perkembangan kecerdasan sosial, akan tetapi pondok pesantren pada umumnya berperan dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri.

  Pondok pesantren al-Hasan merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam. Pengasuh pondok pesantren al- Hasan yaitu bapak Kyai Ma‟arif. Santri yang tinggal di pondok pesantren Al-Hasan tidak hanya santri putra, tapi juga banyak terdapat santri putri. Para santri putra dan santri putri yang tinggal di pondok pesantren selalu berusaha untuk mengembangkan kecerdasan sosial dengan cara bersosialisasi sebaik mungkin pada sesama santri, jajaran pengurus, ustad/ustadzah serta mengikuti setiap kegiatan yang ada pada pondok tersebut.

  Berdasarkan pada latar belakang di atas penulis ingin melakukan penelitian dan menyusun sebuah skripsi yang berjudul

  “Peran Pondok

  Pesantren dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri (Studi Kasus pada Pondok Pesantren Al- Hasan Salatiga)”.

  B. Fokus Penelitian

  Ada beberapa fokus penelitian yang peneliti bahas yaitu: 1.

  Apa peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri?

  2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga ?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri.

  2. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam dalam kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

  Adapun manfaat dari hasil penelitian ini sebagai berikut: 1.

  Manfaat Teoritis a.

  Memberikan sumbangsih dan kontribusi pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). b.

  Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam menerapkan konsep-konsep dan mengembangkan pemikiran tentang kecerdasan sosial.

  c.

  Menambah wawasan khasanah keilmuan sekaligus bisa dijadikan bahan acuan dalam penulisan lebih lanjut yang kritis dan representatif.

  d.

  Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bahan referensi bagi para peneliti di bidang psikologi pendidikan, dan pendidikan keagamaan.

2. Manfaat Praktis a.

  Mengetahui konsep kecerdasan sosial melalui Pondok Pesantren Al-Hasan.

  b.

  Penelitian ini memberikan kontribusi kajian dan pengetahuan tentang pengembangan kecerdasan sosial.

  c.

  Mengetahui peran Pondok Pesantren dalam pengembangan kecerdasan sosial melalui Pondok Pesantren Al-Hasan.

  d.

  Bagi para santri Pondok Pesantren Al-Hasan, hasil penelitian ini dapat membantu dan menciptakan kecerdasan sosial.

  e.

  Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk memberikan pendidikan psikologi bagi lembaga dan mahasiswa

  IAIN Salatiga. f.

  Bagi peneliti, untuk memotivasi diri dan menjadikan bekal hidup dalam bermasyarakat, beribadah kepada Allah SWT dan berharap menjadi hamba yang beruntung di dunia dan di akhirat.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

  Dasar atau acuan berupa teori-teori atau temuan-temuan dari berbagai hasil penelitian sebelumnya merupakan hal yang kiranya perlu untuk dijadikan sebagai data acuan atau pendukung bagi penelitian ini. Hasil penelitian terdahulu yang hampir memiliki kesamaan topik dengan penelitian yang dilakukan peneliti di antaranya yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan oleh Fitri Nur Ubaidah dengan judul Peran

  Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah dalam Pengembangan D a‟wah di Masyarakat tahun 2010. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa peran pondok pesantren islam darusy syahadah dalam pengembangan da‟wah di masyarakat cukup tinggi. Berdasarkan data dan wawancara di lapangan, da‟wah Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah berlangsung secara optimal. Sebagai contoh: kepuasan masyarakat terhadap da‟wah Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah terjadi peningkatan ibadah yang signifikan di kalangan masyarakat, perubahan budaya di masyarakat yang jauh lebih baik, respon positif dari tokoh masyarakat Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah. Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah dalam sistem manajemen da‟wah yang dillaksanakan bagian dakawah Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah sudah berjalan sesui fungsinya, sehingga pengemb angan da‟wah Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah berlangsung secara efektif, tepat sasaran dan mencapai tujuan yang optimal. Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah dalam pengembangan da‟wah terdapat faktor pendukung dan penghambat yang mana dari keduanya terdapat faktor intern dan ekstern, dalam hal ini Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah bersama masyarakat sekitar berkomunikasi aktif dalam menghadapi problematika da‟wah dan ruang lingkup masyarakat.

  2. Penelitian ini dilakukan oleh Akhmad Khozin yang berjudul Peran Pondok Pesantren Modern Bina Insani terhadap Keberagaman dan Kesejahteraan Masyarakat Dusun Baran Desa Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang tahun 2014. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi peran pondok pesantren adalah terjalinnya hubungan yang islami serta adanya perubahan yang signifikan baik dalam keberagamaan maupun kesejahteraan, antara pihak pondok pesantren dengan masyrakat disekitar pondok pesantren. Peran pondok pesantren modern Bina Insani berhasil karena adanya usaha dari pihak pesantren dan masyarakat disekitar pondok pesantren yang saling bekerjasama. Dan mewujudkan cita-cita bersama.

  3. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nugroho yang berjudul Relasi

  Pondok Pesantren dengan Masyarakat (Studi terhadap Peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam Pembinaan Keberagamaan Remaja Dusun Banyu Putih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga) tahun 2014.

  Penelitian ini menunjukkan bahwa keberagamaan remaja yang beragam dan agak minim. Peran pondok yang dijalankan sebagai fasilitator, mobilisasi, sumber daya manusia, agent of development dan agen of excellence kurang berjalan maksimal. Pembinaan yang dilakukan kurang berjalan maksimal karena di pengaruhi berbagai faktor salah satunya kurang komunikasi antara remaja dengan pondok pesantren.

  Dari uraian diatas, menunjukkan sudah adanya penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Tetapi fokus penelitian merujuk pada ranah sosial santri, karena lingkungan umum dirasa kurang untuk mengembangkan kecerdassan sosial santri. Penelitian ini berfokus apa peran pondok pesantren terhadap perkembangan kecerdasan santri. Tidak sebatas teori yang di ajarkan disekolah-sekolah, akan tetapi bisa menjalankan dengan maksimal. Dengan demikian, penelitian ini telah memenuhi kriteria kebaruan.

F. Sistematika Penelitian

  BAB I : PENDAHULUAN Bagian ini merupakan pendahuluan, yang dikemukakan dalam bagian pertama ini akan dibahas beberapa sub bahasan, yaitu: latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian penulisan terdahulu dan sistematika penulisan.

  BAB II : LANDASAN TEORI

  Dalam bab ini berisi tinjauan umum tentang peran pondok pesantren dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri, terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya yaitu pembahasan mengenai pengertian pondok pesantren, sejarah pondok pesantren, elemen pondok pesantren, prinsip-prinsip pondok pesantren dan macam- macam pondok pesantren. Sedangkan mengenai kecerdasan sosial meliputi pengertian kecerdasan sosial, keterampilan dasar dalam kecerdasan sosial, unsur-unsur kecerdasan sosial, cara mengembangkan kecerdasan sosial dan manfaat kecerdasan sosial.

  BAB III : METODE PENELITIAN Bagian berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahap- tahap penelitian.

  BAB IV : PAPARAN DATA DAN ANALISIS Bagian ini berisikan uaraian data-data yang didapat dari lapangan yaitu sejarah pondok pesantren al-hasan, visi dan misi pondok pesantren al-hasan, tata tertib pondok pesantren al-hasan, sarana dan fasilitas pondok pesantren al-hasan, jadwal kegiatan pondok pesantren al-hasan, prestasi santri pondok pesantren al-hasan, gambaran informan dan paparan informasi dari wawancara.

  BAB V : PENUTUP Merupakan kajian paling akhir dari skripsi ini, yang mana pada bagian ini berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dikemukakandalam skripsi an sara peneliti.

BAB II LANDASAN TEORI A. PONDOK PESANTREN 1. Pengertian Pondok Pesantren Pusat-pusat pendidikan pesantren di Jawa dan Madura lebih

  dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari kata Arab fundug, yang berarti hotel atau asrama. Kemudian kata pesantren berasal dari kata santri, yang mendapat imbuhan pe dan an berarti tempat tinggal santri (Dhofier, 1984: 18)

  Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional umat Islam yang bertujuan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan meberikan tekanan pada keseimbangan antara aspek ilmu dan aspek perilaku. Pesantren sendiri dipimpin oleh seorang kiai yang bertanggung jawab atas seluruh proses pendidikan dalam pesantren. Kiai dalam pengajarannya dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab agama tertentu (Ensiklopedi, 2004: 187).

  Pondok pesantren terdiri atas dua kata yaitu pondok dan pesantren. Sebenarnya kedua kata tersebut sama maksud dan artinya, yaitu tempat tinggal santri yang berbilik-bilik atau bersekat. Orang-orang sering menyebut salah satu, pondok atau pesantren saja. Namun ada juga yang menyebut kedua kata tersebut secara bersamaan yaitu pondok pesantren.

  Menurut Abdurrahman Wahid (2007: 3), pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut kiai, di daerah berbahasa Sunda disebut

  ajengan dan di daerah berbahasa Madura nun atau bandera di singkat ra ); sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran; dan asrama tempat

  tinggal santri. Sedangkan menurut Nurcholish (1997: 3), Pesantren atau pondok merupakan lembaga wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional

  Dapat disimpulkan bahwa makna pondok pesantren adalah tempat untuk mencari atau mendalami ilmu agama, yang diajarkan oleh seorang kyai dan dibantu para ustad-ustad serta ustadzah dan murid- muridnya disebut sebagai santri.

2. Sejarah Pondok Pesantren Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa.

  Munculnya pesantren di Jawa bersamaan dengan kedatangan Wali Sanga yang menyebarkan Islam di daerah tersebut. Tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Pola tersebut kemudian dikembangkan oleh para wali yang lain.

  Salah satu kelebihan dari model pendidikan Wali Sanga, terletak pada pola pendekatannya yang didasarkan pada segala sesuatu yang sudah akrab dengan masyarakat dan perpaduan antara aspek teoritis dan praktis. Misalnya, Sunan Giri menggunakan pendekatan permainan anak-anak, Sunan Kudus menggunakan dongeng, Sunan Kalijaga mengajarkan Islam melalui seni wayang kulit dan Sunan Derajat mengenalkan Islam melalui keterlibatan langsung dalam menangani kesengsaraan yang dialami masyarakat.

  Pola itu mengantarkan pesantren pada sistem pendidikan yang penuh kelenturan. Menjadikan masyarakat sebagai masyarakat pembelajar. Pesantren tidak membatasi waktu-waktu belajar, sehingga proses pembelajaran berlangsung selama dua puluh empat jam hadir penuh dalam bentuk yang nyata tanpa harus “memberatkan” siapapun yang terlibat di dalamnya (Abd A‟la, 2006: 16).

3. Elemen Pondok Pesantren

  Ada 5 elemen yang ada dalam sebuah pondok pesantren, sebagai berikut: a)

  Pondok Sebuah pesantren adalah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Asrama untuk para siswa berada di sekitar kompleks tempat tinggal kyai, dimana biasanya dikelilingi tembok agar dapat mengawasi keluar masuknya santri sesuai dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsyi Dhofier, 1984: 44). b) Masjid Masjid adalah tempat beribadah dan kegiatan belajar mengajar.

  Masjid merupakan sentral sebuah pesantren, dimana masjid tempat bertumpu seluruh kegiatan yang berkaitan dengan ibadah seperti sholat berjamaah, beri‟tiqaf, zikir, do‟a, wirid serta kegiatan belajar mengajar santri (Yasmadi, 2005: 64).

  c) Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik

  Tujuan utama pengajaran ini adalah untuk mendidik para santri menjadi calon ulama. Namun pada santri yang tinggal di pesantren hanya sementara dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mepunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan terdapat dalam 8 kelompok:

  1) Nahwu dan saraf

  2) Fiqh

  3) Usul fiqh

  4) Hadis

  5) Tafsir

  6) Tauhid

  7) Tasawuf dan etika

  8) Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balagah (Zamakhsyi Dhofier, 1984: 50).

  Untuk mendalami kitab-kitab klasik tersebut, biasanya menggunakan sistem weton dan sorogan, atau dikenal dengan

  sorogan atau bandongan. Weton adalah pengajian yang berdasarkan

  kemauan dari kyai baik dalam menentukan tempat, waktu serta kitabnya. Sedangkan pengertian sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atu beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab tertentu (Yasmadi, 2005: 67).

  d) Santri

  Terdapat tiga jenis santri yaitu santri mukim, santri kalong dan santri pasan. Berikut penjelasannya: 1)

  Santri mukim Santri mukim adalah para santri yang tempat tinggalnya jauh dari pesantren, sehingga jarang pulang ke rumah, kemudian menetap di pesantren yang telah disediakan. 2)

  Santri kalong Santri kalong adalah murid-murid atau santri yang berasal dari desa-desa disekeliling pesantren, yang biasanya tidak tinggal di pesantren (Sindu Galba, 2004: 53). 3)

  Santri pasan Santri pasan adalah istilah bagi santri yang hanya datang mencari ilmu pada bulan puasa atau bulan Ramadhan, malah ada juga yang sudah kyai-kyai (Abdul Munir Mulkhan, 1998: 143). e) Kyai Kyai merupakan elemen terpenting dalam pendirian pesantren.

  Beliau biasanya sebagai ustad sekaligus pengasuh pondok pesantren tersebut. Di Jawa Tengah, ulama yang memimpin peasanten disebut kyai. Namun zaman sekarang, ulama yang berpengaruh dalam masyarakat juga disebut “kyai” walaupun tidak memimpin pesantren (Zamakhsyari Dhofier, 1984: 55).

4. Prinsip-prinsip pondok pesantren

  Menurut Tamyiz Burhanudin (2001: 47-54) ada 9 prinsip yang dikembangkan dalam pendidikan pesantren: a)

  Prinsip Ibadah Dalam prinsip ibadah ini terdapat beberapa tahap, pertama yaitu prinsip ibadah mengajarkan agar sesuatu tindakan bisa bernilai ibadah, dengan didasarkan pada niat mencapai ridha Tuhan. Kedua yaitu pesantren dianggap sebagai sarana memperdalam ilmu agama.

  Tahap ketiga adalah pesantren dianggap sebagai pusat penyebaran agama.

  b) Prinsip Amar Ma‟ruf Nahi Munkar

  Amar ma‟ruf nahi munkar adalah perintah mengajak pada kebaikan dan mecegah perbuatan jahat. Prinsip ini dikembangkan tidak hanya untuk mengajak orang lain, melainkan juga pada diri sendiri, instropeksi diri.

  c) Prinsip Mengagungkan Ilmu

  Ilmu dipandang sebagai sesuatu yang agung, sebagai sarana mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan saja sebagai hasil kajian pemikiran belaka. Berhasil tidaknya santri mempeoleh ilmu tidak di dasarkan pada ketajaman akal, ketepatan metode dan kesungguhan mencapainya, melainkan pada kesucian hati, restu atau barakah kyai dan ritual keagamaan lainnya seperti puasa, do‟a-do‟a dan riyadah lainya.

  d) Prinsip pengamalan

  Dengan prinsip ini keberhasilan santri tidak diukur dari nilai formal, ijazah atau rapornya, melainkan didasarkan pada sikap dan tingkah lakunya.

  e) Prinsip hubungan orang tua dan anak

  Hubungan emosional antara kyai dan santri terus terjalin meski santri sudah selasai, demikian itu yang membuat hubungan santri dengan kyai tidak sekedar hubungan antara murid dengan guru melainkan hubungan antara anak dengan oran tua. Hubungan kasih sayang yang demikian akan menumbuhkan rasa percaya diri dan tenteram sehingga hal itu membantu santri dalam menguasai ilmu. f) Prinsip estafet

  Dalam sistem pendidikan pesantren, tidak semua santri di ajar oleh kyai karena banyaknya murid dan kesibukan beliau, santri junior dalam pembelajaran akan di bantu oleh santri senior yang dahulunya juga telah belajar pada kyai.

  g) Prinsip koletifitas

  Di pesantren berlaku prinsip mendahulukan kewajiban dan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri, sehingga terjadi kekompakan, rasa solidaritas dan persaudaraan yang erat antar santri.

  h) Prinsip kemandirian

  Dalam lingkungan yang kompleks, orang dari beragam suku, bahasa, kebiasaan dan tingkat keilmuan berbeda yang akan mempengaruhi antara mereka, disini santri dituntut aktif dalam memilih yang sesuai dengan kebutuhannya. Tidak serta merta mengandalakan teman. i)

  Prinsip kesederhanaan Di pesantren santri dibiasakan hidup dalam kewajaran, jauh dari sifat serakah, apalagi menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Santri diajarkan hidup dengan penuh kesederhanaan, sehingga setiap santri siap dalam menghadapi segala sisi kehidupan.

  Dari berbagai prinsip-prinsip pondok pesantren tersebut dapat menjadikan suatu pedoman untuk bahan ajaran dalam pembelajaran.

5. Macam-macam Pondok Pesantren

  Menurut Abdul Munir Mulkhan, dkk. (1998: 220) terdapat beberapa macam pondok pesantren: a.

  Pondok Pesantren Tradisional Pondok pesantren tradisional adalah pondok pesantren yang menerapkan kehidupan dan tradisi lama, kitab- kitab maraji‟nya biasa disebut Kitab Kuning.

  b.

  Pondok Pesantren Modern Pondok pesantren modern adalah pondok pesantren yang sistem dan metodenya sudah menuju pendidikan modern yang menitik beratkan pada efisiensi dan efektifitas pendidikan.

  c.

  Perpaduan antara Pondok Pesantren Tradisional dan Pondok Pesantren Modern

  Pondok pesantren perpaduan antara tradisional dan modern, baik sistem dan metode serta tradisi dalam mengaji.

B. KECERDASAN SOSIAL 1. Pengertian Kecerdasan Sosial

  Kecerdasan, inteligensi, kepandaian, kepintaran, dan istilah-istilah yang senada sering menjadi topik pembicaraan. Menurut Ratna (2011: 11), kecerdasan adalah kemampuan manusia dalam menggunakan akalnya untuk melakukan sesuatu.

  Kecerdasan adalah kecakapan untuk menangani dan kemampuan mempelajari sesuatu, termasuk pencapaian hubungan dengan orang lain. Kemampuan berurusan dengan kerumitan, kerumitan atau abstrak- abstrak, kemampuan dan kecakapan berfikir (Jannah, 2017: 25).

  Sedangkan kata sosial menurut Conyers (1991: 10), yaitu sebagai lawan kata “individual”. Kata sosial mempunyai kecenderungan ke arah pengertian kelompok orang, yang berkonotasi „masyarakat‟ (society) dan „warga‟ (community).

  Sosial juga diartikan sebagai segala kegiatan yang ada hubungannya dalam masyarakat luas, sesuai dengan perkataan asalnya “sozius”, yang berarti “teman” (Susanto, 1979: 11).

  Menurut Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Social

  

Intellgence , kecerdasan sosial sebagai ilmu baru dengan implikasi yang

  mengejutkan terhadap interpersonal, seperti reaksi antar-individu dan mengatur gerak hati yang membentuk hubungan baik antar individu.

  Selain itu, dia juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai pembawaan yang integral, seperti kerja sama, empati, dan sifat yang mementingkan kepentingan orang lain (Azzet, 2014:44).

  “Social intellegence shows itself abundantly in the nursery, on the

playground, in barracks and factories and salesrooms, but it eludes the

formal standardized conditions of the testi ng laboratory.” So observed

Edward Thorndike, the Columbia University psychologist who first

proposed the consept, in a 1920 article in Harper‟s Monthly Magazine

  (Goleman, 2016: 91).

  Artinya yaitu: “kecerdasan sosial memperlihatkan dirinya secara berlimpah di tempat penitipan anak, di taman bermain, di barak, dan di pabrik serta ruang-ruang penjualan, namun kecerdasan sosial tidak bisa ditangkap oleh kondisi- kondisi standar formal laboratorium pengujian”. Begitulah pengamatan Edward Thorndike, psikologi Columbia University yang pertama kali mengusulkan konsep ini dalam artikel yang diterbitkan pada tahun 1920 di Harper‟s Monthhly Magazine (Doleman, 2016: 91).

  Kecerdasan sosial erat kaitannya dengan kata “sosialisasi.” Suean Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing seseorang ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif (Syamsu Yusuf, 2004: 123).

2. Keterampilan Dasar dalam Kecerdasan Sosial

  Menurut Akhmad Muhaimin Azzet (2014: 47) ada empat keterampilan dasar dalam kecerdasan sosial: a.

  Mengorganisasi Kelompok Terkait dengan pendapat Daniel Goleman, keterampilan dalam mengorganisasi kelompok, setiap pribadi adalah pemimpin. Sebagai seorang pemimpin dibutuhkan kemampuan dalam mengorganisasi, minimal dalam sebuah kelompok kecil di lingkungan sosialnya, atau paling tidak dalam lingkungan keluarganya. b.

  Merundingkan Pemecahan Masalah Bila ada dua orang atau kelompok yang berbeda pendapat, maka dibutuhkan seorang mediator yang baik agar masalah terselesaikan.

  Di sinilah setiap pribadi di butuhkan kecerdasan sosial tersendiri. Kemampuan untuk bisa merundingkan pemecahan masalah dengan baik tidak muncul begitu saja dari pribadi seseorang. Kemampuan itu adalah hasil dari latihan yang panjang meski tidak disadarinya.

  c.

  Menjalin Hubungan Berhubungan dengan orang lain secara sehat itu penting, menjalin hubungan tidak hanya ketika kita butuh saja, ketika kita tidak butuh, kemudian bersikap cuek pada orang lain. Inilah kecenderungan sebuah hubungan yang dijalin oleh orang-orang modern yang sibuk dan banyak urusan, yakni menjalin hubungan dengan orang lain ketika butuh saja. Semestinya tidak demikian dengan kita yang menginginkan sebuah kecerdasan sosial yang baik, hubungan sosial hendaknya terus dijalin tanpa melihat kita butuh atau tidak.

  d.

  Menganalisis Sosial Kemampuan untuk memahami perasaan atau suasana hati orang lain inilah yang disebut sebagai kemampuan dalam menganalisis sosial. Pemahaman bagaimana perasaan orang lain bisa membawa sebuah hubungan terjalin dengan akrab dan menyenangkan.

  Sesorang bbisa membawa hubungannya dengan orang lain dalam suasana kebersamaan yang baik.

3. Unsur-unsur Kecerdasan Sosial a.

   Social Awareness Social awareness refers to a spectrum that runs from instantaneously sensing another‟s inner state, to understanding her feelings and tho ughs, to “getting” complicated social situations. It includs:

  1) Primaly empathy: feeling with others; sensing nonverbal emotional signals. 2) Attunement: listening with full receptivity; attuning to aperson. 3) Empathy accuracy: understanding another person‟s thoughts, feelings, and intentions. 4)

Social cognition: knowing how to the social world works.

  b.

   Social Facility Simply sensing how another feels, or knowing what they think or intend, does not guarantee fruitful interactions. Social facility builds on social awareness to allow smooth, effective interactions. The spectrum of social facility includes: 1)

   Synchrony: interacting smoothly at the nonverbal level. 2) Self-presentation: presenting ourselves effectively. 3) Influence: shaping the outcome of social interactions.

  4) Concern: caring about other”s needs and acting accordingly (Doleman, 2016: 92).

  Terjemah: a. Kesadaran Sosial

  Kesadaran sosial adalah apa yang kita rasakan tentang orang lain. Hal ini meliputi: 1)

  Empati Dasar: perasaan dengan orang lain; merasakan isyarat- isyarat emosi nonverbal.

  2) Penyelarasan: mendengarkan dengan penuh penerimaan; menyelaraskan diri pada seseorang.

  3) Ketepatan empatik: memahami pikiran, perasaan dan maksud orang lain.

  4) Pengertian sosial: mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja.

  b.

  Fasilitas sosial Fasilitas sosial adalah apa yang kemudian kita lakukan dengan kesadaran itu. Spektrum fasilitas sosial meliputi:

  1) Sinkroni: berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal. 2)

  Presentasi-diri: mempresentasikan diri Anda sendiri secara efektif.

  3) Pengaruh: membentuk hasil interaksi sosial. 4)

  Kepedulian: peduli akan kebutuhan orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu (Goleman, 2016: 92).

4. Cara Mengembangkan Kecerdasan Sosial

  Untuk mengembangkan kecerdasan sosial ada lima kemampuan penting untuk dikembangkan menurut Karl Albrecht dalam bukunya Azzet (2014: 57): a.

  Kesadaran Situasional Kesadaran situasioal adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan peka terhadap perasaan, kebutuhan dan hak orang lain.

  b.

  Kemampuan Membawa Diri Kemampuan membawa diri adalah cara berpenampilan, menyapa dan bertutur kata, sikap dan gerak tubuh ketika berbicara atau sedang mendengarkan orang lain berbicara, dan cara duduk atau bahkan berjalan.

  Sebagai latihan dasar, anak dibiasakan melakukan tiga hal: 1)

  Maaf atau permintaan maaf kepada orang lain 2)

  Permisi atau mengucapkan permisi kepada orang lain 3)

  Makasih atau mengucapkan terima kasih kepada orang lain c. Autentisitas

  Autentisitas adalah keaslian atau kebenaran dari pribadi seseorang yang sesungguhnya sehingga diketahui oleh orang lain berdasarkan cara bicara, sikap yang menunjukkan ketulusan, bukti bahwa seseorang telah dapat dipercaya dan kejujuran yang telah teruji dalam pergaulan seseorang. d.

  Kejelasan Kejelasan adalah kemampuan seseorang dalam menyampaikan ide atau gagasannya secara jelas, tidak bertele-tele sehingga orang lain dapat mengerti dengan baik.

  e.

  Empati Keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi diri dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain disebut sebagai empati.

5. Manfaat Kecerdasan Sosial a.

  Menyehatan jiwa dan raga Pola hubungan sosial seseorang dipercaya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesehatan. Hal ini bisa diketahui dari banyak kenyataan bahwa orang yang memiliki hubungan yang baik dengan orang lain biasanya mampu menjalani kehidupan sehari- harinya dengan baik, menyenangkan dan ketika memiliki masalah ada orang yang diajak berdiskusi dan mencari jalan keluar. Semua itu akan berakibat baik pada kejiwaannya, sementara kita tahu bahwa kejiwaan seseorang terkait erat dengan kesehatan badannya.

  b.

  Membuat suasana nyaman Orang yang mempunyai kecerdasan sosial yang baik akan bisa membuat suasana dimanapun, bersama siapapun menjadi nyaman.

  Suasana yang nyaman akan menjadikan hubungan seseorang dengan yang lain terjalin dengan baik. c.

  Meredakan perkelahian Seseoang yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi tidak akan mudah emosi jika ada sesuatu yang memancing emosinya, hal ini akan meredakan perkelahian.

  d.

  Membangkitkan semangat Jika ada teman atau adik yang bersedih atau tidak bersemangat, kemudian kita berusaha untuk menghibur atau membuatnya bahagia, serta memberi semangat padanya, perlakuan seperti itu merupakan kecerdasan sosialnya yang baik (Azzet, 2014: 91).

C. Peran Pondok Pesantren Al Hasan dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri

  Pondok pesantren adalah tempat tinggal untuk mencari ilmu agama, di ajar oleh seorang ustad-ustadzah dan di pimpin oleh seorang kyai serta ada murid bernama santri. Dalam pondok pesantren ini juga di ajarkan banyak hal, tidak mengenai ilmu-ilmu agama saja, namun para santri diajarkan cara berhubungan yang baik dengan antar santri, santri dengan kyai, juga dengan masyarakat sekitar. Para santri berasal dari berbagai macam daerah. Santri tidak hanya murni nyatri saja, akan tetapi mereka juga bersekolah formal, mulai dari tingkat MTS, MA hingga Perguruan Tinggi. Mereka merasakan banyak manfaat dan bersifat positif dalam menjalani kehidupan dalam pesantren.

  Menjadi santri di pondok pesantren dengan harapan mendapatkan ilmu yang bermanfaat di pondok pesantren Al Hasan. Pondok pesantren Al Hasan itu diasuh oleh Bapak Ma‟rif. Beliau mendidik para santri dengan penuh kesabaran dan ketlatenan. Di sini beliau berperan penting dalam proses pengajaran dalam pondok pesantren, juga dibantu oleh ustad atau ustadzah.

  Peran sosial pesantren dikategorisasikan menjadi peranan yang murni bersifat keagamaan dan peranan yang tidak hanya bersifat keagamaan. Peranan ini pada dasarnya bersifat kultural dan ada yang bersifat sosial ekonomi. Peranan kulturalnya yang utama adalah penciptaan pandangan hidup khas santri, yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai. Tata nilai itu berfungsi sebagai pencipta keterikatan di kalangan warga pesantren, juga berfungsi sebagai alat penyaring nilai-nilai baru yang datang dari luar. Sebagai pencipta keguyuban masyarakat, tata nilai yang di kembangkan itu dipraktikkan dalam lingkungan pesantren sendiri, antara guru dengan santri maupun antar santri sendiri. Kemudian dikembangkan ke luar lingkungan pesantren (Abdurrahma Wahid, 2007: 102).

  Menurut Sindu Galba (2004: 53) bentuk-bentuk hubungan yang sangat kompleks dalam lingkup pesantren dapat di kategorikan menjadi tiga: 1.

  Hubungan Antarsantri Dalam pesantren hubungan antarsantri bergantung pada usia serta konteks dimana mereka berkomunikasi. Umur santri senior biasanya lebih tua di banding santri yunior, sehingga polanya lebih mengarah seperti hubungan antara orang tua dan anak, hubungan antara ustad dan murid. Sebagaimana layaknya orangtua, dalam berbagai kesempatan menasehati kepada para santri agar belajar yang tekun, meninggalkan hal-hal yang dilarang Allah dan menjalankan semua hal yang di perintahkan Allah.

  Hubungan antarsantri mengarah pada corak hubungan pertemuan. Dalam pesantren kedudukan mereka adalah sama. Dalam pergaulan mereka menunjukkan sikap yang bebas tapi masih pada tahap wajar, mereka saling mengenal satu sama lain walaupun tingkat keakraban berbeda. Kesamaan asal daerah tidak membuat mereka bersahabat.