1. Skripsi berjudul Analisis Wacana Persuasi Iklan Sepeda Motor oleh Umi Uswatun Khasanah, NIM 0601040130, Tahun 2010. - ANGGUN ISFANDIARI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Untuk membedakan penelitian yang berjudul Analisis Wacana Persuasi Iklan pada Brosur Penawaran Barang dan Jasa di Purwokerto dengan

  penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya, maka penulis meninjau dua penelitian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

1. Skripsi berjudul Analisis Wacana Persuasi Iklan Sepeda Motor oleh Umi Uswatun Khasanah, NIM 0601040130, Tahun 2010.

  a.

  Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan metode simak yang dilanjutkan dengan metode Simak Bebas Libat Cakap (SBLC). Proses analisis didasarkan pada ciri teknik-teknik persuasi, bentuk tindak tutur dan aspek komunikasi.

  b.

  Hasil yang diperoleh 1) Teknik persuasi yang terdapat dalam wacana persuasi dalam iklan sepeda motor pada surat kabar Suara Merdeka adalah teknik rasionalisasi, identifikasi, sugestif, konformitas, kompensasi, dan penggantian. Teknik tersebut dikaitkan dengan bentuk tindak tutur, yaitu tindak lokusi pernyataan, ilokusi menyatakan fakta, ilokusi asertif membual, ilokusi ekspresif memuji, ilokusi direktif memerintah, dan ilokusi komisif menawarkan. Tindak

  7 perlokusi membuat t tahu, membuat t melakukan sesuatu dan membuat t berfikir.

  2) Aspek komunikasi yang terdapat dalam wacana persuasi dalam iklan sepeda motor pada surat kabar Suara Merdeka adalah aspek sosial, dan aspek ekonomi yang disampaikan dengan menggunakan kalimat berita, perintah, harapan.

2. Analisis Wacana Persuasi dalam Iklan Barang Elektronik pada Surat Kabar Suara Merdeka oleh Eti Veriyani, NIM 071040104, Tahun 2011.

  a. Metode Penelitian Dalam penelitian ini metode yang digunakan metode simak dengan teknik dasar teknik sadap yang dilanjutkan dengan metode Simak Bebas Libat Cakap

  (SBLC). Proses analisis didasarkan pada teknik-teknik persuasi, bentuk tindak tutur serta aspek dan efek komunikasi.

  b. Hasil yang diperoleh 1)

  Teknik persuasi yang terdapat dalam wacana persuasi dalam iklan barang elektronik pada surat kabar Suara Merdeka adalah rasionalisasi, identifikasi, sugestif, konformitas, kompensasi, dan penggantian. Dalam wacana tersebut terdapat tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi

  2) Aspek komunikasi yang terdapat dalam wacana persuasi dalam iklan barang elektronik pada surat kabar Suara Merdeka adalah aspek fisik, aspek psikologi, aspek sosial dan aspek komunikasi.

  Efek komunikasi yang terdapat dalam wacana persuasi dalam iklan barang elektronik pada surat kabar Suara Merdeka adalah efek positif dan negatif.

  Bertolak dari pembahasan yang telah dilakukan oleh kedua penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa, yang membedakan penelitian ini dengan kedua penelitian di atas adalah sumber data penelitian ini adalah brosur penawaran barang dan jasa, sedangkan penelitian di atas adalah iklan sepeda motor dan iklan barang elektronik pada surat kabar Suara Merdeka.

  Masalah penelitian di atas adalah teknik-teknik pesuasi, bentuk tindak tutur, aspek dan efek komunikasi, sedangkan masalah peneliti mengenai jenis-jenis tindak tutur, bentuk tindak tutur dan aspek komunikasi.

  Dari segi metodologi kedua penelitian di atas menggunakan metode simak yang dilanjutkan dengan metode teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) teknik dasar teknik sadap yang dilanjutkan dengan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) sedangkan penelitian ini menggunakan simak yang dilanjutkan dengan metode teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) selanjutnya pada tahap analisis data setelah data diperoleh akan dianalisis berdasarkan tiga komponen yaitu, berdasarkan jenis tindak tutur, bentuk tindak tutur, dan aspek komunikasi yang menggunakan metode padan dengan teknik dasar Pilah Unsur Penentu (PUP) serta metode agih dengan teknik dasar baca markah.

B. Pengertian Wacana

  Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karanagan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang terlengkap (Kridalaksana, 2008: 258).

  Menurut Tarigan (2009: 24), wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Dengan perkataan lain unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa seperti penukaran-penukaran percakapan atau teks-teks tertulis. Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance).

  Deese (dalam Tarigan, 2009: 24) berpendapat bahwa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.

  Dari berbagai macam pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi di atas kalimat atau di atas klausa sehingga wacana dapat pula dikatakan seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.

C. Jenis-jenis Wacana

  Menurut Mulyana (2005: 47-66) klasifikasi atau pembagian wacana sangat tergantung pada aspek dan sudut pandang yang digunakan. Dalam hal ini setidaknya wacana dapat dipilah atas dasar beberapa segi, yaitu: (1) bentuk, (2) media, (3) jumlah penutur, dan (4) sifat.

1. Berdasarkan bentuk, wacana terdiri atas enam jenis, yaitu: (a) wacana naratif,

  (b) wacana prosedural, (c) wacana ekspositori, (c) wacana hortatori, (d) wacana epistoleri, dan (e) wacana dramatik.

  2. Berdasarkan media penyampaiannya, wacana dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: (a) wacana tulis, dan (b) wacana lisan.

  3. Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (a) wacana monolog, dan (b) wacana dialog.

  4. Berdasarkan sifatnya, wacana dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (a) wacana fiksi, wacana fiksi dapat dipilah menjadi tiga jenis, yaitu: (1) wacana prosa, (2) wacana puisi, (3) wacana drama. (b) wacana non fiksi.

  5. Berdasarkan tujuannya, menurut Marwoto (1987: 150-176) wacana dapat digolongkan menjadi lima, yaitu: (1) wacana narasi, (2) wacana deskripsi, (3) wacana eksposisi, (4) wacana argumentasi, (5) wacana persuasi.

  Dalam penelitian ini penulis hanya menganalisis wacana berdasarkan media penyampaiannya yaitu wacana tulis dan berdasarkan tujuannya yaitu wacana persuasi. Mulyana (2005: 51) mengemukakan bahwa wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apa pun yang dapat mewakili kreativitas manusia. Sedangkan wacana persuasi adalah wacana yang berisi paparan berdaya bujuk, berdaya ujuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembacanya untuk menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis atau pembuatnya (Marwoto, 1987: 176).

D. Wacana Persuasi

1. Pengertian Wacana Persuasi

  Istilah persuasi merupakan alihan bentuk kata persuation dalam bahasa Inggris. Pentuk persuation tersebut diturunkan dari kata kerja to persuade yang artinya membujuk atau menyakinkan. Jadi wacana persuasi adalah wacana yang berisi paparan berdaya bujuk, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembacanya untuk menuruti himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis atau pembuatnya (Marwoto, 1987: 176).

  Persuasi tidak mengambil bentuk paksaan atau kekerasan terhadap orang yang menerima persuasi. Oleh sebab itu wacana persuasi memerlukan upaya- upaya tertentu untuk merangsang orang mengambil keputusan sesuai dengan keinginan penulis. Upaya yang biasa digunakan adalah menyodorkan bukti-bukti, walaupun tidak setegas yang dilakukan dalam argumentasi. Bentuk-bentuk persuasi yang dikenal umum adalah: (1) propaganda yang dilakukan oleh golongan-golongan atau badan-badan tertentu, (2) iklan dalam surat kabar, . majalah, atau media masa lainnya, (3) selebaran, kampanye lisan dan sebagainya

  

  Semua bentuk persuasi tersebut biasanya mempergunakan pendekatan emotif, yaitu berusaha membangkitkan dan merangsang emosi para hadirin.

  Persuasi selalu bertujuan untuk mengubah pikiran orang lain, ia berusaha agar orang lain dapat menerima dan melakukan sesuatu yang kita inginkan. Untuk menerima dan melakukan sesuatu yang kita inginkan, perlu diciptakan suatu dasar yaitu kepercayaan (Keraf, 2007: 118-119).

E. Iklan

1. Pengertian Iklan

  Iklan adalah sebuah karya kreatif yang menggunakan media audio visual dan media verbal. Dengan media verbal, manipulasi kata-kata dan ungkapan seringkali dilakukan secara leluasa sehingga dalam beberapa hal ada kecenderungan melanggar kaidah kebahasaan yang berlaku. Wreight (dalam Mulyana, 2005: 63-64) menambahkan iklan merupakan proses berkomunikasi yang mempunyai kekuatan penting sebagai sarana pemasaran, membantu layanan, serta gagasan dan ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang bersifat persuasif.

  Iklan termasuk bentuk wacana persuasi, karena iklan mempunyai tujuan untuk membujuk para pembaca agar melakukan apa yang diinginkan oleh pembuat iklan.

  Bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu yaitu menggunakan bahasa emotif, dan menarik. sehingga orang yang membaca tertarik atau terpengaruh untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan.

  Dalam iklan penggunaan bahasa menjadi salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan. Oleh karena itu, bahasa iklan harus mampu menjadi manifestasi atau presentasi dari hal yang diinginkan pihak pengiklan kepada masyarakat luas. Tujuannya ialah untuk mempengaruhi masyarakat agar tertarik terhadap sesuatu yang diiklankan. Bahasa iklan di samping memiliki fungsi informatif juga mengandung fungsi persuasif, fungsi ini kiranya justru ditekankan untuk mendapatkan dampak nyata (efek perlokusi) dari suatu tuturan (Mulyana, 2005: 65).

  2. Tujuan Iklan

  Produsen di dalam membuat iklan mempunyai beberapa tujuan. Adapun tujuan iklan adalah sebagai berikut: a.

  Menyadarkan komunikan dan memberi informasi tentang suatu barang, jasa atau ide.

  b.

  Menimbulkan dalam diri komunikan suatu perasaan suka akan barang, jasa ataupun ide yang disajikan dengan memberikan preferensi kepadanya.

  c.

  Menyakinkan komunikan akan kebenaran sesuatu yang dianjurkan dalam iklan dan menggerakkan mereka untuk berusaha memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang dianjurkan (Susanto, 1989: 213).

  3. Jenis-Jenis Iklan

  Menurut Kloter (2002: 658), iklan berdasarkan tujuannya dapat diklasifikasikan

  Iklan

  menjadi tiga jenis yaitu, (1) Iklan Informatif (Informative Advertising), (2)

  

Persuasif (Persuasive Adversiting), (3) Iklan Reminder (Reminder Adversiting). Hal ini

dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

  (Sulistyawati

  Ciri-ciri Iklan Persuasif (Persuasive Adversiting)

  (consumer’s state of mind ), dan 5.

  1. Bertujuan untuk mendorong pembelian ulang barang dan jasa, 2. Mengingatkan bahwa suatu produk memiliki kemungkinan akan sangat dibutuhkan dalam waktu dekat, 3. Mengingatkan pembeli di mana membeli produk, 4. Menjaga kesadaran akan produk

  Ciri-ciri Iklan Reminder (Reminder Adversiting)

  5. membujuk untuk membeli sekarang.

  4. mengubah persepsi konsumen, dan

  3. menganjurkan untuk membeli,

  2. mempersuasif khalayak untuk memilih merk tertentu,

  1. Bertujuan untuk menciptakan kesukaan, preferensi dan keyakinan sehingga konsumen mau membeli dan menggunakan barang dan jasa,

  5. mengkoreksi

  , 2007

  4. Mengurangi ketakutan kosumen, dan

  2. Menginformasikan perubahan harga dan kemasan produk, 3. Menjelaskan cara kerja produk

  Bertujuan untuk membentuk atau menciptakan kesadaran, pengenalan tentang produk atau fitur-fitur baru dari produk yang sudah ada,

  (Informative Advertising) 1.

  Ciri-ciri Iklan Informatif

  Iklan Persuasif (Persuasive Adversiting) Iklan Reminder (Reminder Adversiting)

  (Informative Advertising)

  Jenis-Jenis Iklan Iklan Informatif

   Multiply.com/journal/item/12/jenis-iklan-dan contohnya).

  Menjalin hubungan baik dengan konsumen.

F. Pengertian Brosur

  Iklan biasanya dapat disampaikan melalui dua media, yaitu media elektronik dan media cetak. Media elektronik antara lain televisi, radio, dan internet. Media cetak antara lain koran, majalah, tabloid, spanduk, selebaran brosur dan baliho.

  Brosur adalah terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Halamannya sering dijadikan satu (antara lain dengan, biasanya memiliki sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras.

  Menurut definis brosur adalah terbitan tidak berkala yang tidak dijilid keras, lengkap (dalam satu kali terbitan), memiliki paling sedikit lima halaman

  Moeliono (2008: 220) mendefinisikan brosur adalah bahan informasi tertulis mengenai suatu masalah yang disusun secara sistematis yang dipublikasi hanya terdiri dari beberapa halaman dan dijepit tanpa dijilid.

  Dengan pengertian lain brosur adalah media iklan yang terdiri dari atas satu halaman. Terbitan tidak berkala yang dapat terdiri dari satu hingga sejumlah kecil halaman, tidak terkait dengan terbitan lain, dan selesai dalam sekali terbit. Halamannya sering dijadikan satu (antara lain dengan, biasanya memiliki sampul, tapi tidak menggunakan jilid keras serta dipublikasi hanya terdiri dari beberapa halaman dan dijepit tanpa dijilid. Berdasarkan wujud produk yang diiklankan terdapat tiga jenis iklan brosur yaitu:

  1. iklan barang atau suatu produk, 2. iklan jasa atau fasilitas umum, profil perusahaan, sekolah, 3. iklan barang dan jasa.

  

G. Pragmatik

  Menurut Wijana (2009: 3-4) pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Pragmatik mencangkup studi interaksi antara pengetahuan kebahasaan dan unsur pengetahuan tentang dunia yang dimiliki oleh pendengar atau pembaca. Studi ini melibatkan unsur interpretatif yang mengarah pada studi tentang keseluruhan pengetahuan dan keyakinan akan konteks.

  Selain itu pragmatik dapat diartikan adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari bahasa secara eksternal yaitu antara bahasa dan konteks situasi yang meliputi partisipasi, tindakan partisipasi (baik tindak verbal maupun nonverbal), dan dampak-dampak tindak tutur yang diwujudkan dengan bentuk- bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan Firth (dalam Wijana, 1996: 5). Beberapa ciri atau gambaran konteks adalah adanya pengetahuan tentang: norma (norma pembicara dan kaidah sosial), dan status (konsep-konsep status sosial), ruang dan waktu, tingkat formalitas, media (sarana), tema, wilayah bahasa (Djajasudarma, 2006: 54).

  Mulyana (2005: 79) berpendapat bahwa pendekatan pragmatik terhadap wcana mempertimbangkan faktor-faktor nonverbal seperti: a. paralingual (intonasi, nada, pelan, keras), b. kinesik (gerak tubuh dalam komunikasi, gerakan mata, tangan kaki, dan sebagainya), c. proksemik (jarak yang diambil oleh para penutur), d. kronesik (penggunaan dan srtukturisasi waktu dalam interaksi).

  Di samping itu, kancah yang mempelajari pragmatik mencangkup empat hal yaitu: (a) dieksis, (b) praanggapan, (c) tindak tutur, dan (d) implikatur (Mulyana, 2005; 79). Dalam penelitian ini penulis membatasi penelitian pada tindak tutur.

H. Pengertian Tindak Tutur

  Menurut Searle (dalam Rohmadi, 2004: 29), dalam semua komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Searle mengungkapkan bahwa komunikasi bukan sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).

  Tindak tutur dapat dikatakan produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah atau yang lainnya.

  Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (1983: 5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengkaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana, bagaimana. Tindak tutur merupakan identitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.

I. Jenis-Jenis Tindak Tutur

  Menurut Wijana (2009: 35) menjelaskan bahwa jenis tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung, dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tidak literal, tindak tutur langsung literal, tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal.

1. Tindak Tutur Langsung (Direct Speech Act)

  Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratifi), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif).

  Secara konvensional kalimat berita (deklaratif) digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu; dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, atau permohonan. Tindak tutur langsung biasanya berupa kalimat berita, tanya, dan perintah. Untuk jelasnya perhatikan kalimat (1) dan (2) berikut ini.

  (1) Sidiq memiliki dua ekor kucing. (2)

  Ambilkan buku saya! Kalimat (1) berupa kalimat berita karena hanya berupa berita menginformasikan tentang Sidiq yang memiliki dua ekor kucing, sedangkan kalimat (2) berupa kalimat perintah yang merupakan kalimat perintah yang merupakan perintah kepada lawan tuturnya untuk mengambilkan buku.

  2. Tindak Tutur Tidak Langsung (Indirect Speech Act)

  Tindak tutur tidak langsung (Indirect Speech Act) ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang untuk melakukan sesuatu secara tindak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Untuk jelasnya perhatikan kalimat (3) dan (4) berikut ini.

  (3) “Upik, sapunya di mana?” (4) Ada makanan di almari. Kalimat (3) selain untuk bertanya sekaligus memerintah anaknya untuk mengambilkan sapu. Demikian pula tuturan (4) bila diucapkan kepada seorang teman yang membutuhkan makanan, dimaksudkan untuk memerintah lawan tuturnya mengambil makanan yang ada di almari yang dimaksud, bukan sekedar untuk menginformasikan bahwa di almari ada makanan.

  3. Tindak Tutur Literal (Literal Speech Act)

  Tindak Tutur Literal (Literal Speech Act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya (Wijana, 2009: 31).

  Untuk lebih jelasnya perhatikan kalimat (5) berikut ini.

  (5) Penyanyi itu suaranya bagus. Tuturan (5) merupakan tindak tutur literal bila diutarakan untuk maksud memuji atau mengagumi kemerduan suara penyanyi yang dibicarakan.

  4. Tindak Tutur Tidak Literal (Nonliteral Speech Act)

  Tindak Tutur Tidak Literal (Nonliteral Speech Act) adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh kalimatnya sebagai berikut.

  (6)Suaramu bagus, (tapi tak usah nyanyi saja) Kalimat (6) karena penutur memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus dengan mengatakan tak usah nyanyi saja.

  5. Tindak Tutur Langsung Literal (Direct Literal Speech Act)

  Tindak tutur langsung literal (direct literalspeech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya, dan sebagainya (Wijana, 2009: 32). Untuk lebih jelasnya perhatikan kalimat (7) berikut ini.

  (7) Orang itu sangat pandai. Dengan tindak tutur langsung tidak literal penutur dalam kalimat (7) dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang yang dibicarakan sangat pandai.

  6. Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (Indirect Speech Act)

  Tindak tutur tidak langsung literal (Indirect Speech Act) adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya (Wijana, 2009: 32-33). Untuk lebih jelasnya perhatiakan kalimat (8) dan (9) berikut ini.

  (8) Lantainya kotor. (9) Di mana handuknya?

  Dalam tuturan kalimat (8) bila diutarakan oleh seorang ibu rumah tangga kepada pembantunya tuturan ini tidak hanya informasi tetapi terkandung maksud memerintah yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat berita. Makna kata-kata yang menyusun. Kalimat (9) tuturan seorang istri kepada suaminya dengan maksud memerintah untuk mengambilkan handuk diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat tanya, dan makna kata-kata yang menyusunnya sama dengan yang dikandung.

  7. Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (Direct Nonliteral Speech Act)

  Tindak tutur langsung tidak literal (Direct Nonliteral Speech Act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah, dan maksud menginformasikan dengan kalimat berita (Wijana, 2009: 34). Untuk lebihnya perhatikan kalimat berikut.

  (10) Suaramu bagus, kok. Dengan tindak tutur langsung tidak literal penutur dalam kalimat (10) memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus.

  8. Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (Indirect Nonliteral Speech Act)

  Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (Indirect Nonliteral Speech

  

Acti) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna

  kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Untuk lebih jelasnya perhatikan kalimat (11) berikut ini.

  (11) Lantainya bersih sekali. Kalimat (11) untuk menyuruh seorang pembantu menyapu lantai yang kotor, seorang majikan dapat saja mengutarakannya dengan nada tertentu.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan jenis tindak tutur dapat dilihat dari maksud yang terkandung dalam wacana iklan sehingga muncul bentuk tindak tutur yang diutarakan berupa tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi. Selain dari maksud yang terkandung dalam wacana iklan, cara penyampaiannya juga dapat dilihat dari jenis-jenis tindak tutur yang ada dalam wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa. Jadi peneliti akan mengamati jenis-jenis tindak tutur dan bentuk tindak tutur yang terdapat dalam wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa.

  J. Tindak Tutur

  Menurut Yule (2006: 83-84) pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan mengandung tiga tindak yang saling berhubungan. Yang pertama adalah tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Yang kedua tindak ilokusi yaitu yang ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan yang mengakibatkan tuturan untuk membuat suatu pernyataan, tawaran, penjelasan atau maksud-maksud komunikatif lainnya. Kemudian yang ketiga adalah tindak perlokusi yaitu tindak tutur yang bergantung pada keadaan atau akibat perlokusi. Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkap mengenai tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi menurut (Wijana, 2009: 20-24).

  1. Tindak Lokusi (Locutionary Act)

  Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something. Sebagai contoh tindak lokusi adalah kalimat berikut: (12) Ikan paus adalah binatang menyusui.

  (13) Jari tangan jumlahnya lima. Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa ada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diindentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya (Rohmadi, 2004: 30).

  2. Tindak Ilokusi (Ilocutionary)

  Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Sebagai contoh pada kalimat berikut:

  (14) Saya tidak dapat datang. (15) Rambutmu sudah panjang.

  Kalimat (14) jika diucapkan oleh seseorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk melakukan sesuatu, yakni meminta maaf. Sedangkan kalimat (15) jika diucapkan oleh seorang lelaki kepada pacarnya, mungkin berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi, bila diutarakan oleh seseorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar sang suami memotong rambutnya. Tindak ilokusi sangat sulit diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya.

  Searle (dalam Leech, 1993: 164-165) membagi klasifikasi tindak tutur ilokusi menjadi 5 kategori yaitu sebagai berikut: 1) Asertif (assertive): pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. 2) Direktif (directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasehat. 3) Komisif (commosive): pada ilokusi ini penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya, menjanjikan, menawarkan, berkaul. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan. 4) Ekspresif (expressives): fungsi ilokusi ini ialah mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya, mengungkapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya.

  5) Deklarasi (declarations): berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, misalnya, mengundurkan diri, memecat, memberi nama menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat, dan sebagainya.

3. Tindak Perlokusi (Perlocutionary)

  Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutarakannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of

  

Affecting Someone . Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang sering kali

  mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang men- dengarnya. Efek yang timbul ini bisa sengaja bisa pula tidak sengaja. Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut: (16) Kemarin ayahku sakit.

  (17) Samin bebas SPP. Kalimat (16) jika diucapkan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan temannya, maka ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan perlokusinva adalah agar orang yang mengundangnya harap maklum. Sedangkan kalimat (17) jika diucapkan seorang guru kepada murid-muridnya, maka ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya tidak iri, dan perlokusinya adalah agar teman-temannya memaklumi keadaan ekonomi orang tua Samin.

  Tindak perlokusi juga sulit dideteksi, karena harus melibatkan konteks tuturnya.

  Menurut Leech (1993: 323) tindak perlokusi dibagi menjadi enam belas, yaitu: (1) Bring h to learn that (membuat t tahu bahwa), (2) persuade (membujuk), (3) deceive (menipu), (4) encourage (mendorong), (5) irritate (menjengkelkan), (6) frighten (menakuti), (7) amuse (menyenangkan), (8) get h to

  

do (membuat t melakukan sesuatu), (9) inspire (mengilhami), (10) impress

  (mengesankan), (11) distract (mengalihkan perhatian), (12) get h to think about (membuat t berpikir tentang), (13) relieve tension (melegakan), (14) embarrass

  (mempermalukan), (15) attractattention (menarik perhatian), (16) bore (menjemukan).

  Dapat ditegaskan bahwa setiap tuturan dari seorang penutur memungkinkan sekali mengandung lokusi saja, atau ilokusi dan perlokusi saja. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau ketiganya sekaligus.

  K. Aspek Komunikasi

  Menurut Mulyana (2007: 77), komunikasi tidak terjadi dalam ruang hampa sosial, melainkan dalam konteks atau situasi tertentu. Secara luas konteks disini berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari:

  

pertama , aspek bersifat fisik seperti iklim, cuaca, suhu, udara, bentuk ruangan,

warna dinding, jumlah peserta komunikasi, dan alat untuk menyampaikan pesan.

  

Kedua , aspek psikologis seperti: sikap, kecenderungan, prasangka, dan emosi para

  peserta komunikasi. Ketiga, aspek sosial, seperti: normal kelompok, nilai sosial dan karakteristik budaya. Keempat, aspek waktu, yakni kapan berkomunikasi (hari, jam berapa, pagi, siang, sore malam). Dalam penelitian ini peneliti membatasi pada Aspek sosial seperti nilai sosial dan karakteristik budaya.

  Karakteristik budaya disini dapat dibagi: aspek sosial budaya, geografis, ekonomi (komersial), politik, moral, humor dan aspek agama.

  a.

  Aspek sosial, yaitu apabila wacana persuasi iklan brosur penawaran barang dan jasa mengingatkan masyarakat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dan sebagainya) (Moeliono, 2008: 1331) b.

  Aspek budaya yaitu apabila wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa mengungkapkan masalah adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (Moeliono, 2008: 214) c. Aspek geografi yaitu apabila wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa menyatakan masalah permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna serta hasil yang diperoleh dari bumi (Moeliono, 2008: 355) d. Aspek ekonomi yaitu apabila wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa mengajak masyarakat menggunakan prinsip ekonomi (pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga (Moeliono, 2008: 355) e. Aspek politik yaitu apabila pada wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa berisi pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan seperti tentang sistem pemerintahan dan sebagainya (Moeliono, 2008: 1091) f. Aspek moral yaitu apabila pada wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa berisi ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan asusila (Moeliono, 2008: 929) g. Aspek humor yaitu apabila pada wacana iklan brosur penarawan barang dan jasa mengungkapkan sesuatu yang lucu, keadaan yang menggelikan hati, kejenakaan dan kelucuan (Moeliono, 2008: 512) h. Aspek agama yaitu apabila pada wacana iklan brosur penawaran barang dan jasa berisi ajaran sistem yang mengatur fakta keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya (Moeliono, 2008: 15)