BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Pada PT Aksara Honda Motor Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Franchise

2.1.1

Pengertian Franchise
Franchising adalah suatu sistim pemasaran berkisar tentang perjanjian dua

belah pihak, dimana terwaralaba menjalankan bisnis sesuai dengan syarat-syarat yang
ditentukan oleh pewaralaba. Franchising dapat pula berarti sistem pemasaran yang
melibatkan dua belah pihak yang terikat perjanjian, sehingga usaha waralaba harus
dijadikan sesuai dengan aturan-aturan dari pewaralaba.
Secara umum waralaba/franchise dapat diartikan sebagai pengaturan bisnis
yang memiliki perusahaan (pewaralaba atau franchisor) memberi/menjual hak kepada
pihak pembeli atau penerima hak (terwaralaba atau franchisee) untul menjual produk
dan atau jasa perusahaan pewaralaba tersebut dengan peraturan dan syarat-syarat lain
yang telah ditetapkan oleh pewaralaba.
Menurut European Code of Ethics for Franchising di dalam sewu (2004:5-6)

“Franchise adalah sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi, yang
didasarkan pada kerjasama tertutup dan terus menerus antara pelaku-pelaku
independent (maksudnya franchisor dan individual franchisee) dan terpisah baik
secara legal (hukum) dan keuangan, dimana franchisor memberikan hak pada
individual franchisee, dan membebankan kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya
sesuai dengan konsep dari franchisor”.

Universitas Sumatera Utara

Kemudian pengertian waralaba menurut Asosiasi Franchise Indonesia adalah:
“Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana
pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”.
Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan

Republik

Indonesia No. 259/MPR/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pendaftaran Usaha Waralaba, “Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak

diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan
intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka menyediakan
dan atau penjualan barang dan jasa”.
Beberapa terminologi berkaitan dengan usaha waralaba:
1.

Pemberi waralaba (Franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan
hak kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang
dimilikinya.

2.

Penerima waralaba (Franchisee) adalah badan usaha atau perorangan yang
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak kekayaan
intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
(http://ekonomi-holic.blogspot.com/2012/10/pengertian-jenis-dan-sejarah-bisnis)

Universitas Sumatera Utara


2.1.2

Sejarah Franchise (Waralaba)
Pertama kali Waralaba dikenalkan pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer,

pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin
jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali
memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti
oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca-Cola.
Namun menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca-Cola,
melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji.
Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka
restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama
dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern. Gagasan
mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang
sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran
dengan suatu pembayaran.
Dalam


perkembangannya,

sistem

bisnis

ini

mengalami

berbagai

penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba
sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba
generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di
negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis
diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di
AS.


Universitas Sumatera Utara

Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui
usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal
diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya
berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA. Kategori waralaba
berbeda-beda antara lain: franchise dalam bentuk makanan, pendidikan dan lain-lain.
salah satu bentuk nya adalah dan masih banyak lagi franchise yang berkembang di
Indonesia

ini.

(http://ekonomi-holic.blogspot.com/2012/10/pengertian-jenis-dan-

sejarah-bisnis)
2.1.3

Jenis/Bentuk Franchise
Dalam praktek franchise terdiri dari empat bentuk:


1.

Product Franchise
Suatu

bentuk

franchise

dimana

penerima

franchise

hanya

bertindak

mendistribusikan produk dari petnernya dengan pembatasan areal

2.

Processing or Manufacturing Franchise
Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu
produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang
dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri
makanan dan minuman.

3.

Bussiness Format atau System Franchise
Franchisor memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket,
seperti yang dilakukan oleh Mc.Donald’s dengan membuat variasi produknya
dalam bentuk paket.

Universitas Sumatera Utara

4.

Group Trading Franchise

Bentuk franchise yang menunjuk pada pemberian hak mengelola toko-toko
grosir maupun pengecer yang dilakukan toko serba ada.
Sedangkan menurut organisasi Franchise International yang beranggotakan

negara-negara di dunia, ada empat jenis franchise yang mendasar yang biasa
digunakan di Amerika Serikat, yaitu:
1. Product Franchise
Produsen menggunakan produk franchise untuk mengatur bagaimana cara
pedagang eceran menjual produk yang dihasilkan oleh produsen. Produsen
memberikan hak kepada pemilik toko untuk mendistribusikan barang-barang milik
pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek dagang
pabrik. Pemilik toko harus membayar biaya atau membeli persediaan minimum
sebagai timbal balik dari hak-hak ini. Contohnya, toko ban yang menjual produk dari
franchisor, menggunakan nama dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan
oleh franchisor.
2. Manufacturing Franchises
Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat
suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang
dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri
makanan dan minuman.


Universitas Sumatera Utara

3. Business Oportunity Ventures
Bentuk ini secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan
mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus
menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal
baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai
kompensasinya. Contohnya, pengusahaan mesin-mesin penjualan otomatis atau
distributorship.
4. Business Format Franchising
Ini merupakan bentuk franchising yang paling populer di dalam praktek.
Melalui pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti
untuk mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan
merek dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan menyediakan sejumlah
bantuan tertentu bagi pemilik bisnis membayar sejumlah biaya atau royalti. Kadangkadang, perusahaan juga mengaharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan
dari perusahaan. (http://ekonomi-holic.blogspot.com/2012/10/pengertian-jenis-dansejarah-bisnis)
2.1.4 Keunggulan dan Kelemahan Sistem Franchise
Franchising juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang telah
berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi, yang ingin berusaha, dan

memiliki usaha sendiri. Sistem franchise ini mempunyai keunggulan-keunggulan dan
juga kerugian-kerugian. Keunggulannya adalah:” Seperti dalam praktek retailing,
franchising menawarkan keuntungan untuk memulai suatu bisnis baru dengan cepat

Universitas Sumatera Utara

berdasar pada suatu merek dagang yang telah terbukti bisnisnya, tidak sama seperti
dengan membangun suatu merek dan bisnis baru dari awal mula”.
Selain itu menurut Rachmadi keunggulan lainnya dari sistem franchise bagi
franchisee, antara lain:
1.

Pihak franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagi biaya dengan
franchisee dengan resiko yang relatif lebih rendah.

2.

Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan
cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan
terbukti kredibilitas mereknya.


3.

Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal
pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian, dan
pemasaran. (Rachmadi, 2007:7-8)
Sedangkan kerugian sistem franchise bagi franchisee menurut Rachmadi

(2007:9) adalah:
1.

Sistem franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada franchisee karena
franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti sistem dan metode yang telah
dibuat oleh franchisor.

2.

Sistem franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan merek terkenal
belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan kecermatan dan kehatihatian franchisee dalam memilih usaha dan mempunyai komitmen dan harus
bekerja keras serta tekun.

Universitas Sumatera Utara

3.

Franchisee harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dalam
hubungannya dengan franchisor.

4.

Tidak semua janji franchisor diterima oleh franchisee.

5.

Masih adanya ketidakamanan dalam suatu franchise, karena franchisor dapat
memutuskan atau tidak memperbaharui perjanjian.

2.1.5

Kerjasama Franchise
Format bisnis franchise telah berkembang secara luas dalam sektor ekonomi

di USA dan UK (Mandelsohn, 1995:69). Pemberian ijin franchisor kepada franchisee
untuk mengembangkan bisnis menggunakan mereknya. Pada dasarnya franchisor
menyediakan proses managerial kepada franchisor untuk menjalankan bisnis sesuai
dengan kontrak franchise (Cughlan, 2001:86). Sistem franchise tidak hanya sekedar
sistem ekonomi tapi juga sistem sosial karena adanya unsur relationship yang
berdasarkan dimensi ketergantungan, komunikasi dan konflik (Stern dan Reve dalam
Tikoo, 2005:331).
Hubungan kerjasama antara franchisor dalam mempengaruhi franchisee
sering disertai dengan konflik. Dari hasil penelitian Tikoo (2005:329) peran
franchisor meliputi permintaan, ancaman dan perjanjian mempunyai hubungan
positif terhadap perselisihan hubungan franchise. Konflik sendiri biasanya terjadi
disebabkan oleh asimetri distribusi atas kekuatan franchisor (Quinn dan Doherty,
2000:354).

Universitas Sumatera Utara

Aspek konflik harus dikelola untuk menciptakan hubungan baik antara
franchisor dan franchisee. Karena hubungan franchise tidak dapat dikendalikan oleh
ketergantungan franchisee. Sehingga peran franchisor diatas mempunyai hubungan
negatif terhadap ketergantungan franchisee. Artinya keterikatan franchisee tidak bisa
dilakukan dengan tekanan pihak franchisor. Sehingga solusi terbaik adalah
terciptanya hubungan fair/adil atas 2 (dua) arah antara franchisor dengan franchisee
(Tikoo, 2005:329) misal menggunakan pertukaran informasi (information exchange),
kesanggupan

(promise),

pengendalian

diri

(restrain)

atas

penekanan

sebelumnya demand, treat dan legalistic dalam mempengaruhi franchisee.
Dimensi

dari

hubungan

baik

antara

franchisor

dan

franchisor

adalah information exchange, recommedations, promises, request, treat, legalistic
pleas (Tikoo, 2005:329). Kualitas hubungan digambarkan sebagai kedalaman dan
iklim organisasi dari sebuah hubungan antar perusahaan. Dalam dunia franchise ada
beberapa studi yang menyatakan variabel yang menggambarkan atas kualitas
hubungan dalam jaringan franchise yaitu kepercayaan komitmen, konflik,
kekeluargaan, kerjasama. (Monroy dan Alzola, 2005:585). Sehingga merupakan suatu
hal yang penting mengukur kualitas hubungan antara franchisor dengan franchisee
untuk menetapkan kekuatan hubungan ini dan untuk menjelaskan bahwa bukan hanya
dalam network patner tapi dalam kinerja penjualan.

Universitas Sumatera Utara

Adapun beberapa penentu kesuksesan kerjasama dalam franchise antara lain:
1.

Kepercayaan
Menurut Monroy dan Alzola, (2005:585) Kepercayaan adalah hal terpenting
penentu kesuksesan kerjasama. Disamping itu kepercayaan dapat digambarkan
dalam 2 komponen berbeda yaitu kredibilitas dan benevolence (kebajikan)
Kredibilitas mengacu pada perluasan dimana satu partner mempercayai
bahwa partner lain memiliki kecakapan untuk menampilkan kerja yang efektif
dan dapat diandalkan. Sedangkan benevolence berdasarkan perluasan dimana
satu partner mempercayai partner lain karena memiliki motivasi yang
bermanfaat untuk mengatasi masalah yang ada.

2.

Komitmen
Beberapa peneliti menyatakan bahwa komitmen adalah unsur yang essensial
kesuksesan hubungan. (Monroy dan Alzola, 2005: 585). Komitmen penting
sebagai hasil dari kerjasama yang mengurang potensi ketertarikan alternative ke
hal lain dan akhirnya mampu meningkatkan profit.
Geyskens dalam Monroy dan Alzola (2005:585) menyatakan bahwa
perbedaan antara komitmen afektif dan komitmen kalkulatif adalah hal yang
terpenting dalam hubungan antar organisasi. Secara umum komitmen afektif
menghubungkan dengan keinginan untuk meneruskan hubungan karena pengaruh
positif kedepan dalam mengidentifikasi partnernya. Partner yang memiliki
komitmen afektif meneruskan hubungan karena menyukai partner lain,
enjoyment dan rasa setia dan rasa memiliki. Namun sebaliknya komitmen

Universitas Sumatera Utara

kalkulatif merupakan komitmen yang berdasarkan pada perluasan partner yang
menerima kebutuhan dalam menjaga hubungan yang mengacu pada perpindahan
biaya yang ditinggalkan yang menghasilkan perhitungan antara biaya dan
manfaat termasuk penetapan investasi yang dibuat dalam sebuah hubungan.
3.

Relasionalism (rasa kekeluargaan).
Realsionalism dapat

disebut

sebagai

kerjasama

sosial

yang

mempertimbangkan referensi dari evaluasi perilaku partner. Pada kenyataannya
mereka mengijinkan pertimbangan atas kenyamanan dari tindakan satu pihak
dengan standar yang pasti dalam melengkapi penyusunan dasar untuk
penyelesaian konflik. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam relasionalism
adalah flexibilitas, solidaritas, mutuality dan harmonisasi konflik.
Ada sepuluh permasalahan yang sangat penting diperhatikan oleh franchisor
yang berpotensi menjadi wilayah konflik, yaitu :
1.

Franchisee Recruiting
Franchisor harus sangat berhati-hati dalam mengevaluasi dan menyaring calon

franchisee-nya, karena itu penting menetapkan kriteria, meneliti dan memastikan
mereka memiliki latar belakang keuangan dan pengalaman dalam mengoperasikan
bisnis. Didalam bisnis Franchise, Calon Franchisee harus memiliki kekuatan
keuangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan modal usaha, termasuk juga
untuk penggajian, sewa, pembelian produk, pajak, dan kebutuhan tak terduga
lainnya. Idealnya, calon franchisee harus memiliki latar belakang menjalankan bisnis
serupa atau yang sejalan dengan bisnis franchise atau setidaknya pengalaman bekerja

Universitas Sumatera Utara

yang memadai. Faktor lain yang berkontribusi terhadap sukses frachisee itu adalah
motivasi, loyalitas, dan komitmen. Tentu saja, hampir mustahil untuk mengevaluasi
calon franchisee hanya dari test tertulis, oleh karena itu franchisor harus melakukan
wawancara langsung termasuk juga dengan beberapa referensi yang mereka berikan
jika ada, setidaknya franchisor mempunyai gambaran awal yang cukup banyak
tentang figur calon franchiseenya. Berhati-hati bila sejak awal calon franchisee sudah
memunculkan

sikap

bermusuhan

dan

memancing

perdebatan.

Site Selection and Territorial Rights.
Franchisee biasanya diberikan kebebasan untuk memilih lokasi bisnisnya, namun
franchisor juga memiliki hak untuk menerima atau menolak lokasi yang diajukan
franchisee, akan tetapi sejak awak franchisor harus sudah memberikan kriteria yang
jelas mengenai pemilihan lokasi yang diinginkan dengan berbagai faktor
pertimbangan seperti target market, ukuran luas, kesesuaian lokasi dengan jenis
usaha, kapasitas parkir, biaya pengembangan, kemudahan akses, kompetitor usaha
sejenis, demografi, populasi dan lain-lain.
Franchisee seringkali mengharapkan banyak bantuan dalam pemilihan lokasi
ini. Biasanya pertimbangan franchisee lebih pada dana yang harus dikeluarkan dan
bagaimana tingkat pengembaliannya nanti. Franchisee akan diberikan wilayah
eksklusif di mana tercantum dalam perjanjian sebagai radius tertentu untuk wilayah
pemasarannya.

Jangan sampai terjadi overlap dalam penentuan lokasi dengan

franchisee lainnya karena ini akan menimbulkan konflik antara franchisor dengan
franchisee.

Universitas Sumatera Utara

2.

Supervision and Support
Franchisee biasanya individu independen yang ingin menjalankan bisnis untuk

diri mereka sendiri, mereka juga tertarik pada franchise karena bimbingan dan
dukungan yang ditawarkan oleh franchisor yang menawarkan konsep bisnis yang
mapan dan terbukti berhasil. Sebuah bisnis franchise dikatakan sukses tidak hanya
sebatas dapat memenuhi komitmen kontrak yang ditetapkan oleh perjanjian franchise,
tetapi franchisor bisa memberikan dukungan dan pengawasan tambahan yang bahkan
tidak tercantum dalam kesepakatan. Pengawasan mengingatkan franchisor akan
kesulitan yang mungkin dihadapi franchisee dan selalu mengingatkan untuk kembali
kepada sistem.
Sementara pengawasan berlebihan oleh franchisor biasanya tidak diperlukan dan
bahkan dapat mengganggu kemampuan franchisee untuk menjalankan bisnis. Banyak
cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pengawasan, diantaranya dengan
memelihara kontak rutin melalui telepon, SMS, email dan melakukan kunjungan
sebagai tanda bahwa franchisor selalu menunjukkan kesediaan untuk membantu
menyelesaikan masalah franchisee dan berkomitmen membantu mencapai tujuan
franchisee. Kurangnya dukungan bisa menyebabkan ketidakpuasan dan berakhir
konflik. Franchisee juga menginginkan support dalam bentuk pengembangan produk
baru, sehingga franchisor memang harus sudah siap dengan

Research &

Development (R & D).
Kegagalan dalam merespon dan mengelola masalah yang terjadi di operasional
franchisee, akan membuat masalah semakin menumpuk dan menciptakan hubungan

Universitas Sumatera Utara

permusuhan antara para pihak. Dalam hal ini, sangat mungkin para franchisee saling
berkomunikasi

dan membentuk

asosiasi franchisee. Franchisor dapat juga

menawarkan layanan konsultasi manajemen untuk program-program khusus dalam
upaya pemasaran atau bahkan memberikan bantuan pada akses pendanaan dengan
pihak ketiga. Komunikasi yang baik antara franchisee dan franchisor akan
mengurangi kemungkinan timbulnya konflik, sehingga yang terjadi adalah bagaimana
tujuan awal kerjasama kedua pihak bisa diwujudkan dengan saling menguntungkan.
3.

Quality Control
Kontrol kualitas (Quality Control) bertujuan menjaga danmengarahkan agar

kualitas produk perusahaan dapat dipertahankan sesuaidengan rencana. Kontrol
kualitas sangat diperlukan dalam memproduksi suatu barang untuk menjaga
kestabilan mutu. Tidak hanya dalam industri,kontrol kualitas dibutuhkan juga pada
manajemen.
4.

Accounting practices and Procedures (Praktek Akuntansi dan Prosedur)
Perubahan yang cepat dalam masyarakat telah menyebabkan semakin

kompleksnya pengelolaan badan usaha atau perusahaan. Di samping itu, adanya
peningkatan aktivitas usaha suatu perusahaan baik yang profit maupun yang non
profit dirasakan sebagai beban yang berat. Oleh karena itu, agar semua kegiatan
usaha dapat berjalan dengan baik dan lancar, suatu perusahaan memerlukan informasi
mengenai keadaan seluruh kegiatan perusahaan secara cepat dan dapat diandalkan.
Salah satu informasi yang sangat penting dan diperlukan oleh perusahaan adalah

Universitas Sumatera Utara

informasi mengenai keadaan keuangan dan hasil usaha yang telah dicapai. Informasi
yang menyajikan keadaan tersebut dikenal sebagai akuntan.
5.

Misuse of Advertising fund (Penyalahgunaan dana Periklanan)
Dengan adanya pengawasan yang tepat, penyalagunaan dana periklanan oleh

pihak franchisee dapat dihindarkan.
6.

Unequal Treatment
Unequal Treatment

adalah jumlah seluruh penghasilan yang memenuhi

pengertian penghasilan, apabila jumlahnya sama dikenakan tarif yang sama, tanpa
membedakan jenis-jenis penghasilan atau sumber penghasilan.
7.

Transfers by Franchisees (Transfer oleh Franchisee)
Transfer adalah suatu kegiatan jasa bank untuk memindahkan sejumlah dana

tertentu sesuai dengan perintah si pemberi amanat yang ditujukan untuk keuntungan
seseorang yang ditunjuk sebagai penerima transfer. Baik transfer uang keluar atau
masuk akan mengakibatkan adanya hubungan antar cabang yang bersifat timbal balik,
artinya bila satu cabang mendebet cabang lain mengkredit. Keuntungan transaksi
Transfer adalah menghemat waktu, lebih aman, Tidak perlu modal, tidak ada biaya
menerima, dana langsung tersedia, relatif mudah, jarang ada transaksi palsu, dan
tidak ada biaya membayar (kecuali transfer beda bank/beda kota atau negara)
8.

Training for Franchisor’s Management and Sales Team (Pelatihan Manajemen
Franchisor dan Tim Penjualan)
Pelajaran pertama yang dipelajari oleh profesional penjualan berbagai

pembinaan komunikasi persuasif dengan berbagai populasi. Staf penjualan dalam

Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan konsumen khawatir tentang anggaran mereka, eksekutif yang
sibuk dan orang-orang yang tidak pernah menganggap membeli produk perusahaan.
9.

Documentation (Dokumentasi)
Pengelolaan dokumen suatu perusahaan merupakan salah satu unsur dari

pengelolahan informasi perusahaan. Dokumen perusahaan sebagai data, catatan,
rekaman aktifitas perusahaan harus dikelolah dengan tepat oleh franchisee.
2.2

Konflik

2.2.1

Pengertian Konflik
Dalam kehidupan yang dinamis antar individu dan antar komunitas, baik

dalam organisasi maupun di masyarakat yang majemuk, konflik selalu terjadi
manakala saling berbenturan kepentingan. Konflik didefinisikan sebagai suatu proses
interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda
atau bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka.
Menurut Engkoswara & Komariah (2010:166) mengatakan” konflik adalah
segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak”.
Pertentangan kepentingan ini berbeda dalam intensitasnya tergantung pada sarana
yang dipakai. Masing-masing ingin membela nilai yang telah mereka anggap benar,
dan memaksa pihak lain untuk mengakui nilai-nilai tersebut baik secara halus
maupun kasar. Ada definisi lain tentang konflik kerja yaitu: Ketidaksesuaian antara
dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/perusahaan)
yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau
karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau

Universitas Sumatera Utara

persepsi. Konflik kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang
dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan
sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan” (Murni dan Veithzal , 2009:805).
Menurut Antonius, dkk (2002:175) konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak
yang berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu pihak lain dimana hal
ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar pribadi.
Sedangkan menurut Scannell (2010:2) konflik adalah suatu hal alami dan normal
yang timbul karena perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu.
2.2.2

Ciri-Ciri Konflik

Menurut Wijono( 2003:37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1.

Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang
terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.

2.

Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun
kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya
nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.

3.

Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang
direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap
pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung
jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi
dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau
pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri,
kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.

Universitas Sumatera Utara

4.

Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan
yang berlarut-larut.

5.

Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang
terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan,
kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen, dan tidak jarang

komponen-komponen tersebut bersinggungan dan menjadikan suatu konflik diantara
organisasi tersebut. Terdapat beberapa tahapan perkembangan kearah terjadinya
konflik, yaitu:
Tabel 2.1
Tahapan perkembangan kearah terjadinya konflik.
Konflik
Penjelasan
1. Konflik masih tersembunyi (laten).
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang
biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik
yang
mendahului Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang
(antecedent condition).
belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara
keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda,
perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik
yang
dapat
diamati Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan
(perceived conflicts) dan konflik
yang dapat dirasakan (felt conflict).
4. Konflik terlihat secara terwujud Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta
dalam perilaku (manifest behavior). akibat dari individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan
berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu
konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau
sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat
maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua
pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap
kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.
Sumber: Wijono (2003:38-41)

Universitas Sumatera Utara

2.2.3

Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Konflik
Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar

belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai
sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu: komunikasi, struktur, dan
variabel pribadi.
1.

Komunikasi
Komunikasi

yang

buruk,

dalam

arti

komunikasi

yang

menimbulkan

kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik.
Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran
informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan
penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk
terciptanya konflik.
2.

Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota
dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat
ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran
kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong
terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.

Universitas Sumatera Utara

3.

Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan
individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu,
misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang
lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi
tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal
tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik.
Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict).
Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas,
tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi
konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari
dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika
pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya,
serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara,
pemogokan, dan sebagainya.
Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (1995:284-285) merinci lagi antecedent

conditions itu menjadi 12 faktor sebagai berikut:
1.

Ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai;

2.

Batas-batas pekerjaan yang tidak jelas atau tumpang-tindih;

3.

Persaingan untuk memperoleh sumberdaya yang terbatas;

Universitas Sumatera Utara

4.

Pertukaran informasi

atau

komunikasi

yang

tidak cukup

(inadequate

communication);
5.

Kesalingtergantungan dalam pekerjaan (misalnya, seseorang tidak dapat
menyelesaikan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain);

6.

Kompleksitas organisasi (konflik cenderung meningkat bersamaan dengan
semakin meningkatnya susunan hierarki dan spesialisasi pekerjaan);

7.

Peraturan-peraturan, standar kerja, atau kebijakan yang tidak jelas atau tidak
masuk akal;

8.

Batas waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak masuk akal sehingga sulit
dipenuhi (unreasonable deadlines);

9.

Pengambilan keputusan secara kolektif (semakin banyak orang yang terlibat
dalam proses pengambilan keputusan, semakin potensial untuk konflik);

10. Pengambilan keputusan melalui konsensus;
11. Harapan-harapan yang tidak terpenuhi (karyawan yang memiliki harapan yang
tidak realistik terhadap pekerjaan, upah, atau promosi, akan lebih mudah untuk
konflik);
12. Tidak menyelesaikan atau menyembunyikan konflik.
2.2.4

Strategi Mengatasi Konflik
Pengertian manajemen adalah sebuah tindakan yang berhubungan dengan

usaha tertentu dan penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencaSpiritual
tujuan sedangkan pengertian konflik adalah segala macam interaksi pertentangan
antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat timbul pada berbagai situasi sosial, baik

Universitas Sumatera Utara

terjadi dalam diri individu, antar individu, kelompok, organisasi, maupun negara.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik adalah cara
yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan atau perselisihan antara
dirinya dengan orang lain yang terjadi di dalam kehidupan.
Manajemen konflik menurut Murni dan Veithzal (2009:346) adalah
“Pemecahan masalah dibawah tekanan dan lingkungan emosional”. Adanya batasan
dalam resolusi konflik memungkinkan pemimpin pendidikan memberikan penekanan
pada periode singkat dimana terdapat sistem Pendidikan diluarnya.
Manajemen konflik merupakan cara-cara yang dapat dilakukan individu
maupun kelompok dalam menyelesaikan konflik, di bawah ini akan dijabarkan
langkah-langkah yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik baik antara individu,
kelompok, maupun individu-kelompok menurut para ahli.
Menurut Stevenin (2000:134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian
dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat
mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1.

Pengenalan.
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan
yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam
mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal
sebenarnya tidak ada).

Universitas Sumatera Utara

2.

Diagnosis.
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai
siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna.
Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.

3.

Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orangorang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat
diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang
tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.

4.

Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan
biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.

5.

Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika
penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah
sebelumnya dan cobalah lagi.
Stevenin (2003:139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik,

ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1.

Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam
masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah
maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.

Universitas Sumatera Utara

2.

Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani
secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.

3.

Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang
dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling
mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.
Manajemen konflik dimaksudkan sebagai sebuah proses terpadu menyeluruh

untuk menetapkan tujuan organisasi dalam penanganan konflik, menetapkan caracara mencegahnya program-program dan tindakan sebagai tersebut maka dapat
ditekankan tiga hal:
1.

Manajemen konflik sangat terkait dengan visi, strategi dan sistem nilai/kultur
organisasi manajemen konflik yang diterapkan akan terkait erat dengan ketiga
hal tersebut.

2.

Manajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan.
Bila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusi-solusi untuk setiap
konflik yang muncul, maka usaha itu adalah usaha penanganan konflik, bukan
manajemen konflik.

3.

Sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan
meingat semua jajaran dalam organisasi.

2.2.5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Konflik
Pandangan

psikologi,

setiap

perilaku

merupakan

interaksi

antara

kecenderungan di dalam diri individu (internal) dan kondisi eksternal. Cara individu
bertingkah laku dalam menghadapi konflik dengan orang lain akan ditentukan oleh

Universitas Sumatera Utara

seberapa penting tujuan-tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain yang
dirasakan sehingga ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam penyelesaian
masalah, yaitu:
1.

Tujuan atau kepentingan pribadi yang dirasa sebagai hal yang sangat penting
sehingga harus dipertahankan atau tidak penting sehingga bisa dikorbankan.

2.

Hubungan dengan pihak lain. Sama halnya dengan tujuan pribadi, hubungan
dengan pihak lain ketika konflik terjadi bisa menjadi sangat penting atau sama
sekali tidak penting.
Menurut Boardman dan Horowitz dalam Mardianto (2000:212), karakteristik

kepribadian berpengaruh terhadap gaya manajemen konflik individu. Karakteristik
yang berpengaruh adalah kecenderungan agresif, kebutuhan untuk mengontrol dan
menguasai, orientasi kooperatif atau kompetitif, kemampuan berempati dan
kemampuan menemukan alternatif penyelesaian konflik. Boardman dan Horowitz
juga mengatakan bahwa faktor jenis kelamin dan sikap etnosentrik sangat
berpengaruh pada proses penyelesaian dan akhir konflik.
Sikap etnosentrik adalah cara pandang yang menggunakan norma kelompok
sebagai tolak ukur dalam memandang segala sesuatu serta mengukur atau menilai
orang lain. Hal ini akan memperkecil kemungkinan terjadi proses pemecahan masalah
yang produktif dalam interaksi antar individu dalam kelompok yang berbeda. Selain
itu kemampuan manajemen konflik juga banyak didukung oleh karakteristikkarakteristik seperti keterbukaan akan pendapat, hubungan yang hangat, serta
kebiasaan untuk tidak memecahkan masalah secara sepihak.

Universitas Sumatera Utara

2.3

Kerjasama

2.3.1

Pengertian Kerjasama
Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang

perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau tujuan bersama.
Kerjasama (cooperation) adalah suatu usaha atau bekerja untukmencapai suatu hasil
(Baron & Byane, 2000). Menurut Sunarto (2000:58) Kerjasama (Cooperation) adalah
adanya keterlibatan secara pribadi diantara kedua belah pihak dami tercapainya
penyelesaian masalah yang dihadapi secara optimal.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama
(Cooperation) adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
diantara kedua belah pihak manusia untuk tujuan bersama dan mendapatkan hasil
yang lebih cepat dan lebih baik.
2.3.2
1.

Bentuk-bentuk Kerjasama

Merger
Merger atau fusi adalah suatu penggabungan satu atau beberapa badan usaha
sehingga dari sudut ekonomi merupakan satu kesatuan, tanpa melebur badan
usaha yang bergabung. Di pandang dari segi ekonomi, ada dua jenis merger,
yaitu merger horizontal dan merger vertikal.
a. Merger horizontal adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan

yang masing-masing kegiatan bisnis (produksinya) berbeda satu sama lain
sehingga yang satu dengan yang lain nya merupakan kelanjutan dari
masing-masing produk. Contoh PT A mengusahakan kapas, bergabung

Universitas Sumatera Utara

dengan PT C yang mengusahakan kain dan seterusnya. Dengan demikian
tujuan kerjasama disini adalah menjamin tersedianya pasokan atau
penjualan dan distribusi di mana PT B akan mempergunakan produk PT A
dan PT C akan mempergunakan produk PT B dan seterusnya.
b. Merger vertikal adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang

masing-masing kegiatan bisnis berbeda satu sama lain, namun tidak saling
mendukung dalam penggunaan produk. Misal nya badan usaha perhotelan,
bergabung dengan badan usaha perbankan, perasuransian sehingga di sini
terlihat adanya diversifikasi usaha dalam suatu penggabungan badan usaha.
Di pandang dari aspek hukum, bentuk kerjasama ini hanya dapat dilakukan
pada badan usaha dengan status badan hukum ( dalam hal ini perseroan
terbatas ).
2.

Konsolidasi
Antara konsolidasi dan merger sering kali dipersamakan sehingga dalam praktik
kedua istilah ini sering di pertukarkan dan dianggap sama artinya, namun
sebenarnya terdapat perbedaan pengertian antara konsolidasi dan merger.
Dalam merger penggabungan antara dua atau lebih badan usaha tidak membuat
badan usaha yang bergabung menjadi lenyap, sedangkan konsolidasi adalah
penggabungan antara dua atau lebih badan usaha yang menggabungkan diri
saling melebur menjadi satu dan membentuk satu badan usaha yang baru, oleh
kerena itu, konsolidasi ini sering kali di sebut dengan peleburan.

Universitas Sumatera Utara

3.

Joint Venture
Joint venture secara umum dapat di artikan sebagai suatu persetujuan di antara
dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan.
Persetujuan di sini adalah kesepakatan yang di dasari atau suatu perjanjian yang
harus tetap berpedoman kepada syarat sah-nya suatu perjanjian sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUHP perdata.
Jadi menurut Amirizal joint venture adalah kerjasama antara pemilik modal
asing dengan pemilik modal nasional semata-mata berdasarkan suatu perjanjian
belaka ( contractueel ). Subjek dari joint venture dapat di bagi menjadi dua jenis
kerjasama yaitu:
1.

Antara orang atau badan hukum RI dengan orang atau badan hukum RI

2.

Antara orang atau badan hukum RI dengan orang atau badan hukum

asing/lembaga internasional.
4. Waralaba

Waralaba yang dulu dikenal dengan istilah franchise sekarang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Waralaba adalah
hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap
sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa
yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh
pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3

Manfaat Kerjasama
Menurut H. Kusnadi (2003:78) mengatakan bahwa berdasarkan penelitian

kerja sama mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut:
1.

Kerja sama mendorong persaingan di dalam pencapaian tujuan dan peningkatan
produktivitas.

2.

Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar dapat bekerja lebih
produktif, efektif dan efisien.

3.

Kerja sama mendorong terciptanya sinergi sehingga biaya operasionalisasi akan
menjadi semakin rendah yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat.

4.

Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antarpihak terkait
serta meningkatkan rasa kesetiakawanan.

5.

Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta meningkatkan semangat
kelompok.

6.

Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan keadaan yang terjadi
dilingkungannya, sehingga secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan
situasi dan kondisi yang telah baik.

2.4

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Sadat (2011) dengan judul “Pengaruh Konflik

Peran dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Astra Daihatsu
Tbk Bagian Divisi Service”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh
Konflik Peran dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Astra
Daihatsu Tbk bagian Divisi Service.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik peran tidak memiliki pengaruh
namun tidak signifikan dalam mempengaruhi prestasi kerja pada PT. Astra Daihatsu
Tbk, Bagian divisi service. Dengan nilai thitung 0,997 < 199714, dan tingkat
signifikansinya 0,322 > 0,05. Variabel Faktor Gaya Kepemimpinan memiliki
pengaruh dan signifikan terhadap peningkatan Kinerja Karyawan pada PT. Astra
Daihatsu, Medan, dengan nilai thitung 3,972 > 1,99714 dan tingkat 0,000 < 0,05.
Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2011) dengan judul “Pengaruh
Manajemen Konflik Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT PLN (Persero) Cabang
Medan.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh
manajemen konflik dengan indikator keterbatasan sumber daya, komunikasi,struktur
organisasi dan perbedaan individu, terhadap kinerja karyawan PT PLN (Persero)
Cabang Medan, dengan indikator kunatitas kerja, kualitas kerja, pemanfaatan waktu
dan kerja sama.
Metode analisis yang dipergunakan adalah metode analisis deskriptif, metode
analisis statistik yang terdiri dari analisis regresi linier sederhana, pengujian
signifikan parsial dan pengujian koefisien determasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel nilai
pelanggan terhadap loyalitas nasabah, dengan nilai thitung sebesar 4,341 dan nilai
koefisien determasi sebesar 23%.

Universitas Sumatera Utara

2.5

Kerangka Konseptual
Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem lainnya tidak

ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu
pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar individu maupun
antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar belakangi munculnya
ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain sifat-sifat pribadi yang berbeda,
perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa organisasi ke dalam suasana
konflik.
Agar organisasi dapat tampil efektif, maka individu dan kelompok yang saling
tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama
lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Namun, sebagaimana dikatakan oleh
Gibson, et al. (2009:437), selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling
tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak
saling bekerjasama satu sama lain.
Sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik kalau didalamnya tidak ada
pemimpin sebagai orang yang bertanggung jawab atas organisasi tersebut, dan
pemimpin itu tidak akan maksimal dalam melaksanakan tugasnya tampa adanya
bawahan (karyawan) yang selalu berintraksi dan membantunya. Adanya pemimpin
dan bawahan (karyawan) tersebut adalah suatu bukti bahwa organisasi dan struktur
saling berkaitan. Oleh karena itu, istilah struktur digunakan dalam artian yang

Universitas Sumatera Utara

mencakup: ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
kepada organisasi, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan
anggota dengan tujuan organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan. Dan
sebagai tolak ukur, dalam penelitian menunjukkan bahwa ukuran organisasi dan
derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik struktur.
Makin besar organisasi, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadinya konflik.
Jadi, konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidak
sesuaian atau perbedaan antara dua pendapat (sudut pandang), baik itu terjadi dalam
ukuran (organisasi), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota keorganisasi,
kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan
organisasi, gaya kepemimpinan, dan sistem imbalan yang berpengaruh atas pihakpihak yang terlibat, baik pengaruh positif maupun dalam sebuah organisasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:
Kerangka konseptual
Konflik (X) :






Konflik masih tersembunyi (laten). (1)
Konflik yang mendahului (antecedent
condition). (2)
Konflik yang dapat diamati (perceived
conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan
(felt conflict). (3)
Konflik terlihat secara terwujud dalam
perilaku (manifest behavior). (4)

Hubungan Kerjasama
Franchise (Y)

Sumber : Gibson(2009) data diolah
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Pada PT Aksara Honda Motor Medan

13 236 94

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen Ekstensi Universitas Sumatera Utara)

1 48 108

Analisis Pengaruh Motivasi Konsumen, Persepsi Kualitas, dan Sikap Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda pada Konsumen Sepeda Motor Honda di Fakultas Isip Universitas Sumatera Utara.

1 75 88

Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Ekuitas Merek Sepeda Motor Merek Honda terhadap Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada Universitas Sumatera Utara)

1 65 126

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Dalam Pembelian Sepeda Motor Merk Honda Di Kota Medan

2 38 125

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Pada PT Aksara Honda Motor Medan

1 39 88

Analisis Gaya Hidup Dan Sikap Konsumen Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Sepeda Motor Honda Blade Di PD Tridjaya Motor Pagaden-Subang

5 15 129

Pengaruh Iklan Televisi Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Sepeda Motor Honda Beat Di Bandar Lampung

2 22 64

Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merk Honda di PT. Nusantara Surya Sakti Pontianak Abstrak - Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merk Honda di PT. Nusantara Surya Sakti Pontianak

0 0 7

Jurnal Manajemen MOTIVASI - 735 Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merk Honda Di PT. Nusantara Surya Sakti Pontianak Abstrak - Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Merk Honda Di PT. Nusantara

0 1 5