GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PASIEN PASCA STROKE DALAM UPAYA REHABILITASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI

  GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PASIEN PASCA STROKE DALAM UPAYA REHABILITASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT NYAK DHIEN MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI OLEH SAFRI RAHMAWATI

  08C10104056 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Seiring dengan berkembangnya pembangunan di Indonesia, terjadi pola perubahan struktur masyarakat, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Perubahan tersebut membawa dampak pada pergeseran gaya hidup, termasuk pola makan dan kurangnya aktivitas. Dampak lain dari perubahan pola hidup itu terletak pada pergeseran penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degenerative, salah satunya adalah stroke. Sebenarnya dari dalam tubuh manusia telah memberikan sebuah peringatan kecil yang penting akan timbulnya gejala- gejala awal dari penyakit stroke tetapi terkadang diabaikan dan terlupakan. Seperti dalam sebuah lingkungan yang memiliki tingkat ketegangan (stress) yang berlebihan sebenarnya dapat memicu terjadinya sebuah serangan stroke baik skala kecil maupun dalam skala yang lebih besar.

  Banyak orang takut mendengar kata stroke karena penyakit ini cukup mengerikan. Serangannya mendadak dan tidak bisa diprediksi. Sekali terjadi serangan bisa berakibat fatal. Pasien bisa lumpuh atau bahkan langsung meninggal dunia. Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun (Sutrisno, 2007).

  Menurut Yuda Turana (2002), banyak persepsi yang salah dalam mendapatkan kesembuhan ada juga yang memberikan ramuan-ramuan tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit dan menghilangkan gejala stroke, namun ada beberapa ramuan yang dapat menyebabkan gangguan pembekuan darah yang bila di berikan pada penderita stroke pendarahan akan memperburuk keadaannya.

  Menurut World Health Organization (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan (Sutrisno, 2007).

  Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker, Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia, Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan hal ini di sebabkan kurangnya rasa sadar dari pihak keluarga akan penanganan dan perawatan yang di berikan kepada penderita stroke (Sutrisno, 2007). populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1.7 juta penderita stroke. Jumlah itu dari tahun ke tahun di perkirakan terus bertambah. Seiring pertambahan usia angka kejadian stroke terus bertambah. Setiap kali penambahan usia 10 tahun di hitung dari masa usia 35 tahun. resiko stroke meningkat dua kali lipat sebanyak 5 persen, orang Indonesia di atas 65 tahun pernah mengalami setidaknya satu kali serangan stroke.

  Jika di lihat dari Jumlah penderita stroke di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan jumlah prevalensi tertinggi di seluruh Indonesia yaitu 16,6% sedangkan jumlah penderita stroke di Kabupaten Aceh Barat tahun 2012 adalah sebanyak 222 orang (Dinkes Aceh Barat, 2012).

  Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien merupakan salah satu Rumah sakit yang berada di Kabupaten Aceh Barat. Rumah Sakit Cut Nyak Dhien memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berada di wilayah kerjanya. Berdasarkan wawancara yang di lakukan kepada Kepala Ruang Fisioterapi yaitu Muhammad Hamzah, S.ST. MM yang menangani masalah rehabilitasi stroke, selama periode tahun 2012 mulai januari sampai dengan desember 2012, jumlah penderita pasca stroke yang melakukan fisioterapi ke Rumah Sakit Cut Nyak Dhien Meulaboh yang melakukan Rawat Jalan sebanyak 196 penderita sedangkan pada Rawat Inap sebanyak 168 penderita.

  Stroke menimbulkan permasalahan yang kompleks baik dari segi kesehatan, ekonomi maupun sosial serta membutuhkan penanganan komprehensif stroke. Beban ekonomi yang di timbulkan oleh stroke juga sedemikian besarnya. stroke adalah kedaruratan dan pada umumnya Penderita stroke akan di rawat di Rumah Sakit. Setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit, ada tiga kemungkinan yang di alami oleh pasien stroke, yaitu: meninggal dunia, sembuh tanpa cacat, dan sembuh dengan kecacatan (Harsono, 2000).

  Rehabilitasi Medik pada penderita di mulai sedini mungkin, semakin dini di mulai semakin besar pengembangan fungsinya, komplikasi dapat di cegah serta kecacatan lebih lanjut dapat di hindari sehingga penderita dapat mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Untuk mencapai hal ini, peranan keluarga sangat penting, karena anggota keluarga sangat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan penderita (Harsono 2000).

  Dalam penyembuhan stroke sering di jumpai masalah dari segi keluarga antara lain adalah kurangnya informasi yang di peroleh keluarga tentang stroke, baik bersifat Preventif, Promotif, Kuratif dan Rehabilitatif. Keluarga sering menghabiskan waktu, dana untuk tindakan pengobatan yang belum terbukti khasiatnya dan tidak adanya dana untuk biaya pengobatan penderita. Banyak pasien stroke mengalami depresi, rasa cemas berlebihan, mudah tersinggung, cepat marah dan rendah diri.oleh karna itu,sangat di harapkan dukungan dan kesabaran dari anggota keluarga untuk merawat penderita pasca stroke. Keluarga sering memberi bantuan dan perlindungan yang tidak proporsional sehingga stroke kurang mendapat perhatian dari keluarga sehingga kesembuhan tidak tercapai.

  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

  Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan Rumah Sakit tipe C namun menjadi Rumah Sakit Rujukan bagi tipe D Aceh Barat Selatan dan Puskesmas. selain sebagai tempat rujukan pelayanan medis juga berfungsi sebagai tempat lahan praktek untuk (pendidikan) bagi mahasiswa perawat dan bidan dalam memberikan pelayanan, Rumah Sakit memberikan pelayanan rawat jalan dan rawat inap termasuk dalam pelayanan rehabilitasi penderita stroke (Profil Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh 2008).

  Berdasarkan hasil wawancara yang telah di lakukan dengan 5 keluarga penderita stroke, di dapatkan 2 dari 5 keluarga menyatakan bahwa akan melakukan rehabilitasi di rumah di Rumah Sakit sampai penderita benar-benar sembuh dan keluarga mengerti dengan metode rehabilitasi di Rumah Sakit dan 2 keluarga lainnya mengatakan bahwa akan melakukan rehabilitasi penderita stroke

  5 keluarga lain nya mengatakan masih bingung, apa yang harus di lakukan selanjutnya setelah salah satu keluarga mengalami stroke.

  Dari uraian di atas, maka peneliti perlu untuk melakukan penelitian tentang gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

  1.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi fokus perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Pasien Pasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat”?.

  1.3.Tujuan Penelitian

  1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien

  Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

  1.3.2. Tujuan Khusus

  a. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran pengetahuan keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi. c. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang gambaran tindakan keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi.

1.4. Manfaat Penelitian

  1.4.1. Manfaat Teoritis

  a. Penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya ilmu kesehatan sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan.

  b. Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dan perbaikan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dapat menjadi paduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang.

  1.4.2. Manfaat Aplikatif

  a. Sebagai bahan masukan bagi pengelola Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Meulaboh dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan Rehabilitasi medik.

  b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat khususnya keluarga penderita pasca stroke dalam proses penyembuhan yang lebih optimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

  Perilaku manusia (human behavior) merupakan suatu yang penting dan perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam setiap aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku manusia mencangkup dua komponen yaitu sikap atau mental dan perilaku (attitude) (Herijulianti, 2002).

  Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori "S-O-R" atau Stimulus-Organisme- Respons .

  2.1.2. Jenis-Jenis Perilaku

  Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terserubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. oleh sebab itu disebut covert behavior atau unobservoble behavior (Notoatmodjo, 2007).

  Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praklek (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh oranglain. oleh sebab itu disebut overt behavior, tindakan nyata atau praktek (practice) (Notoatmodjo, 2007).

  2.1.3. Domain Perilaku

  Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni: (1) kognitif (cognitive), (2) afektif (affective), (3) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu :

  a. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Suparyanto, 2009)

  Menurut Notoatmodjo (2007) Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

  Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. menjelaskan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (Know)

  2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.

  3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari.

  4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen.

  5) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

  6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi yaitu kemampuaan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

  Pengetahuan tentang perawatan terhadap penyakit stroke ikut mempengaruhi pemulihan pasien pasca stroke.tinggi rendahnya pengetahuan akan mempengaruhi tindakan perawatan stroke, dengan tingginya pengetahuan yang dimiliki akan diharapkan keluarga mampu memberikan perawatan dalam hal perawatan stroke, sebaliknya dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki keluarga ada kemungkinan untuk tidak melakukan tindakan dalam perawatan Stroke oleh keluarga baik oleh medis cetak maupun cetak elektronik serta tidak adanya penyuluhan dari petugas kesehatan setempat.

  Setelah mengalami masa pemulihan dan juga masa pengobatan di rumah sakit para penderita stroke setelah diperbolehkan pulang ke rumah maka tentunya akan membutuhkan perawatan stroke di rumah. Karena penyakit stroke ini adalah menyerang organ persyarafan, maka pada umumnya akan menimbulkan gejala lanjutan seperti halnya kelumpuhan serta kelemahan beberapa anggota gerak tubuh dan tentunya ini akan membutuhkan pengetahuan bagaimana cara merawat pasien stroke di rumah bagi anggota keluarga lainnya. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian ketika kita merawat dan melakukan perawatan penderita stroke yang telah pulang ke rumah diantaranya yaitu: 1) Memberikan dukungan dan juga perhatian untuk pemulihan kesehatan pasien, seperti halnya dalam hal mengantar pasien untuk kontrol dan juga mengingatkan pada saat waktu minum obat. Selain itu pasien-pasien dengan stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan dan dukungan penuh dari keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat menolong pemulihan.

  2) Mendampingi pasien dalam melakukan aktifitas kegiatan sehari-hari, dan memberikan bantuan jika memang diperlukan.

  3) Melakukan pengontrolan tekanan darah secara rutin, paling tidak dalam seminggu sekali. Karena faktor resiko stroke adalah peningkatan tekanan b. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Sarwono dalam Maulana (2009), sikap merupakan kecenderung- an merespons (secara positif atau negatif) orang, situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci, dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak). Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.

  Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, yang menjadi predisposisi tindakan suatu perilaku, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

  Dengan sikap secara minimal, masyarakat memiliki pola berpikir tertentu dau pola berpikir diharapkan dapat berubah dengan diperolehnya pengalaman, pendidikan, dan pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Seperti

  1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  2) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah.

  3) Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  4) Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

  Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian tanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2007).

  Selain pengetahuan, sikap yang penting dalam perawatan pasien pasca stroke adalah dukungan keluarga. Menurut Sebastian (2009) menyatakan bahwa pertolongan keluarga sangat penting untuk pemulihan stroke, jika semakin besar aktivitasnya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, jika hal tersebut di dukung motivasi dari keluarga penderita. Keluarga yang dapat melatih dan memotivasi penderita stroke untuk melakukan aktivitas sendiri akan membuat pasien kembali melakukan aktifitas tanpa tergantung orang lain c. Tindakan (Practice)

  Menurut Notoatmodjo (2007), Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior) Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Tindakan (Practice) ini mempunyai beberapa tingkatan yaitu. 1) Persepsi (perception)

  Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

  2) Respons terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

  3) Mekanisme (mekanisme) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

  4) Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

  Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan responden (Notoatmodjo, 2007).

  Sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

  Adapun tahap-tahap pemulihan yang harus di lakukan keluarga terhadap pasien pasca stroke antara lain yaitu: 1) Kunjungi penderita saat dirumah sakit atau pada pusat rehabilitasi stroke. 2) Jika penderita mempunyai masalah dan gangguan dalam bicara, tanyakan kepada ahli terapi bicara bagaimana anda bisa membantu penyembuhannya.

  3) Dorong dan bantulah anggota keluarga penderita praktek dan belajar keterampilan dan rehabilitasi.

  4) Tanyakan kepada staf rehabilitasi yang menangani, apakah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dapat dikerjakan sendiri, apa saja yang dapat dia kerjakan dengan bantuan orang lain dan apa saja yang tidak dapat dilakukan atau dikerjakan penderita.

  5) Hindarilah melakukan hal-hal yang bisa dilakukan sendiri oleh penderita. Rasa

  6) Berikan perawatan dengan baik pada penderita dengan makan dan diet yang sehat, cukup istirahat dan berikan cukup waktu hal-hal yang membuatnya senang.

  Selain itu ada beberapa hal tindakan yang berkaitan dengan Lingkungan yang baik bagi para penderita stroke ketika mendapatkan pengobatan dan perawatan di rumah adalah sebagai berikut: 1) Kamar tidur dekat dengan kamar mandi atau WC agar mudah untuk dijangkau.

  2) Adanya pegangan di kamar mandi yang digunakan. 3) Menyediakan alat bantu komunikasi jika diperlukan, misalnya adalah dengan menyediakan kertas serta pena di dekat pasien.

  4) Menyediakan alat bantu berjalan atau berpindah tempat bagi pasien stroke seperti halnya kursi roda ataupun tongkat (walker).

  5) Menyediakan dan mendekatkan barang-barang yang sering digunakan seperti buku-buku atau telepon.

  6) Menyediakan alas kaki yang nyaman yang memudahkan untuk leluasa dalam berjalan.

  7) Posisi tempat tidur dan terapi fisik untuk stroke. Tempat tidur ideal untuk pasien stroke adalah tempat tidur yang padat dengan bagian kepala cukup keras untuk menopang berat ketika disandarkan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya dan mengubah posisi lengan dan tungkai setiap 2 jam.

  8) Membalik pasien. Untuk membalik pasien di tempat tidur, orang yang merawat harus menyelipkan lengan mereka di bawah tubuh penderita stroke dan menarik pasien ke arah mereka. Jika pasien sudah berputar, bukalah dan kencangkan sprei di bawahnya. Punggung pasien diperiksa untuk melihat tanda-tanda dekubitus. Karena dengan pasien yang terbaring lemah di tempat tidur dalam jangka waktu lama akan bisa menimbulkan tanda-tanda dekubitus termasuk tanda dekubitus pasien stroke. 9) Perawatan kulit pada pasien stroke. Sama halnya dengan di atas, bahwa tujuan perawatan kulit penderita stroke ini juga mencegah adanya dekubitus.

  Membersihkan kulit dengan air hangat, spons dan sedikit antiseptik atau sabun paling tidak sehari sekali. Kulit penderita harus dijaga tetap kering dan bila perlu diberi bedak.

2.1.4. Hubungan Perilaku Dengan Penyakit Stroke

  Setelah terkena stroke, beberapa penderitanya kadang mengalami perubahan kepribadian menjadi perilaku negatif yang dapat membuat hidup orang di sekitarnya tidak menyenangkan. Seorang penderita stroke mungkin akan merasa depresi, cemas, tidak sabar dan mudah marah. Penderita stroke mungkin tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang positif. Dia mungkin dapat menyerang orang disekitarnya secara verbal atau bahkan fisik (Ratnadita, 2011). stroke menggambarkan perubahan mereka menjadi negatif, tidak sabar dan mudah marah. Seorang penderita stroke dapat menunjukkan perilaku seperti anak-anak, seperti melakukan penyerangan secara verbal atau bahkan fisik pada beberapa orang disekitarnya (Ratnadita, 2011).

2.2. Keluarga

2.2.1. Pengertian

  Keluarga adalah ”dua individu” atau lebih yang bergabung bersama karena ada ikatan untuk saling berbagi dan kedekatan ikatan emosi dan yang mengidentifikasikan dari mereka sebagai bagian keluarga atau suatu kelompok dari dua orang atau lebih yang tinggal bersama yang mempunyai komitmen satu sama lain. Orang-orang ini mungkin dihubungkan oleh genetic atau perkawinan bisa juga tidak, tetapi mereka saying satu sama lain. (Bobak, 2004).

  Menurut Slameto (2006) keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-anaknya baik pendidikan bangsa, dunia, dan negara sehingga cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajar. Sedangkan menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain. Adapun alasan keluarga sebagai fokus layanan kesehatan adalah sebagai berikut: b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, memperbaiki/mengabaikan masalah kesehatan di dalam kelompoknya.

  c. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan. Penyakit pada salah satu anggota keluarga akan berpengaruh terhadap seluruh keluarga.

  d. Keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam perawatannya.

  e. Keluarga merupakan perantara yang efektif untuk berbagai usaha kesehatan masyarakat.

2.2.2. Fungsi Keluarga

  Menurut Bobak (2004), bahwa fungsi keluarga mencangkup lima bidang dasar : biologi, ekonomi, pendidikan, psikologi, dan sosial budaya yaitu : a. Fungsi biologis meliputi reproduksi, upaya merawat dan membesarkan anak, nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan rekreasi. Keluarga menghasil-kan anak- anak yang dapat mewarisi sifat genetik atau mempunyai predisposisi terhadap masalah-masalah kesehatan tertentu, seperti depresi, diabetes, atau penyakit jantung.

  b. Fungsi ekonomi meliputi mencari nafkah yang cukup untuk menjalankan fungsi-fungsi lain, mengembangkan anggaran keluarga, dan memastikan keamanan keuangan anggota keluarga. Kemiskinan dan kesulitan financial dihadapi oleh kelompok sosio-ekonomik rendah, keluarga orang tua tunggal dan keluarga yang hidup dari penghasilan terbatas. Dengan sumber-sumber energy mereka pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar mereka sebagai upaya bertahan hidup.

  c. Fungsi pendidikan meliputi mengajarkan keterampilan, sikap, dan pengetahuan yang berhubungan dengan fungsi-fungsi lain.

  d. Fungsi psikologi keluarga diharapkan memberi lingkungan yang meningkatkan perkembangan kepribadian secara alami. Interaksi dan hubungan dari angota-angota keluarga inti dan lebih sering angota-angota keluarga besar, seperti kakek-nenek, orang tua tiri, bibi, paman, dan sepupu menjadi pertimbangan. Hubungan dan interaksi keluarga dapat sangat mempengaruhi nilai-nilai, keyakinan dan perilaku masing-masing anggota keluarga

  e. Fungsi sosio-budaya berhubungan dengan sosialisasi anak-anak. Fungsi ini meliputi penyampaian nilai-nilai yang berhubungan dengan perilaku, tradisi, bahasa, agama, dan sikap moral masyarakat. Keluarga termasuk banyak peran dan aktivitas atau tugas-tugas yang dijalankan anggota keluarga maupun di komunitas. Nilai, tradisi, dan praktik etnik dan kultural sering diwariskan dan memandu pola perilaku anggota keluarga yang lebih muda. Peran dan aktivitas mungkin dipandang dalam korteks pekerjaan, belajar, sosialisasi, membersarkan anak, pemeliharaan rumah, olah raga, fungsi komunitas, dan agama f. Fungsi Kultural mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keluarga. keyakinan keluarga yang unik dan kuat yang memengaruhi kesehatan dan fungsi keluarga.

  g. Fungsi Lingkungan, seperti kehidupan pedesaan atau perkotaan, polusi, sanitasi, ketersediaan dan tipe perumahan, akses ke layanan perawatan kesehatan, juga memengaruhi kesehatan keluarga.

2.3. Stroke

2.3.1. Pengertian

  Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Seiring ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer, 2002).

  Menurut Mansjoer (2000), stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat. Strok adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 – 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA). arteri otak. Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

  Dari beberapa uraian dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

2.3.2. Etiologi

  Stroke biasanya diakibatkan dari empat kejadian yaitu thrombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher), embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), iskemia (penurunan aliran darah ke area otak), dan hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darahserebral denganpendarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

  Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke dalam otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi (Smeltzer, 2002).

  Menurut Mansjoer (2000), etiologi stroke dibagi atas 4 yaitu infark otak (80%), perdarahan intraserebral (15%), perdarahan subaraknoid (5%) dan a. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

  b. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.

2.3.3. Manifestasi Klinis

  Stroke menyebabkan deficit neurologic, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya (Smeltzer, 2002).

  Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya defisit neurologis secra mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia >50 tahun (Mansjoer, 2000).

  Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases

  th and Related Healthproblem 10 Revision , stroke hemaragik dibagi atas:

  a. Perdarahan intraserbral (PIS) Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atua emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat kurang dari setengah jam, 23% antara ½ sampai dengan 2 jam, dan 12% terjadi setengah 2 jam, sampai 19 hari) (Mansjoer, 2000).

  b. Perdarahan subaraknoid (PSA) Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan maningeal. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan sudhialoid dan karena pecahnya aneurisma pada a. komunikans anterior atau a. karotis interna. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa : 1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.

  2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik).

  3) Perubahan mendadak status mental(konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma).

  4) Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan).

  5) Disartria (bicara pelo atau cadel). 6) Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia. 7) Ataksia (trunkal atau anggota badan).

2.3.4. Penatalaksanaan

  Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombrosit atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi (Smeltzer, 2002).

  Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer (2002) meliputi:

  a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

  b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

  c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.

2.4. Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke

2.4.1. Pengertian Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.

  Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi

  Rehabilitasi menurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan untuk mengurangi dampak disabilitas/handicap agar memungkinkan penyandang cacat dapat berintegrasi dengan masyarakat. Sedangkan rehabilitasi medik adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fungsional fisik dan psikologis dan kalau perlu mengembangkan mekanisme kompesasinya agar individu dapat mandiri (Widagda, 2002).

  Tujuan rehabilitasi ialah menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani, keadaan ekonomi dan kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya:

  a. terapi fisik/fisioterapi

  b. Latihan bicara

  c. Latihan mental

  d. Terapi okupasi

  e. Psikoterapi

  f. Memberi alat bantu

  g. Ortotik prostetik dan olah raga Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat, bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Penanganan rehabilitasi merupakan pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga (Stroke and Heart Foundation, 2010).

2.4.2. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi

  a. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa rehabilitasi sejak dokter melihat penderita untuk pertama kali.

  b. Tidak ada seorang penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi.

  c. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita dan rehabilitasi merupakanterapi terhadap seseorang penderita seutuhnya.

  d. Waktu yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontuitas perawatan.

  e. Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi neuromuskuler yang masih ada atau dengan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan.

  f. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan secara berulang.

  g. Penderita GPDO lebih merupakan subjek rehabilitasi dan bukannya sekedar objek. Pilihan medis, paramedic, dan pilihan lainnya termasuk keluarga berperan untuk memberikan dorongan agar penderita selalu mempunyai motivasi yang kuat (Mansjoer, 2000).

  Menurut Wirawan (2009), Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke adalah

  a. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.

  b. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah gerak fungsional dari pada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikut- sertakan dan mengaktifkan bagian-bagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksiekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit yang baru.

  c. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih menggunakan ototnya secara “aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak pasif).

  Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan dihindari. Besarnya bantuan “tenaga” yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan pemulihan pasien.

  d. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh dorong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping untuk suatu aktivitas.

  Latihan stabilitas batang tubuh selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga mampu melakukan aktivitas sambil berjalan.

  e. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak fungsional yang dilatih akan memberikan hasil maksimal apabila pasien siap secara fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri pada pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut. tergantung pada stamina pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45- 60 menit) namun dengan pengulangan sesering mungkin.

  f. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila ditunjang oleh kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan semua modalitas sensoris yang utuh.

  Rehabilitasi fisik dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisah-pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang harus melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu belajar untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.

2.4.3. Pelayanan Rehabilitasi Pasca Stoke

  Keluarga menjadi bagian yang sangat penting untuk proses pemulihan pasien stroke. Keluarga juga harus diberikan pengertian oleh dokter atau psikiatri mengenai apa yang sedang dihadapi oleh anggota keluarganya sehingga mereka menjadi pihak yang ikut dalam program pengobatan (Wirawan, 2009).

  Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari setelah stroke merupakan fokus utama rehabilitasi stroke fase subakut. Terapi latihan dan remediasi yang diberikan merupakan paduan latihan sederhana dan latihan spesifik menggunakan berbagai metode terapi dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Menentukan jenis, metode pendekatan, waktu pemberian, frekuensi Selain itu terapi latihan fungsional baru efektif apabila terpenuhi beberapa kondisi yaitu: a. Tidak ada nyeri, keterbatasan gerak sendi atau pemendekan otot. Apabila ada, maka kondisi tersebut perlu diatasi terlebih dahulu.

  b. Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai melalui latihan yang diberikan. Kesulitan pemahaman terjadi pada pasien afasia sensorik dan gangguan kognitif. Pemberian stimulasi untuk kemampuan pemahamanan bahasa dan persepsi pasien diintegrasikan ke dalam terapi latihan (Wirawan, 2009).

  Program mobilisasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan.

  Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimulai 2-3 minggu sesudah serangan. Lamanya pasien harus diam di tempat tidur tergantung keadaan tipe CVA dan prakiraan dokter tentang mobilisasi dini. Klien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi pasif pada klien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur (Mansjoer, 2000).

  2.5. Kerangka Teori

  Perilaku Keluarga Terhadap Pasien Pasca Stroke Dalam

  Upaya Rehabilitasi Menurut Benyamin Bloom (l908) Perilaku dibagi menjadi :

  1. Kognitif (cognitive)

  2. Afektif (affective)

  3. Psikomotor (psychomotor) Upaya Rehabilitasi Pasca

  Stroke Menurut Notoatmodjo (2007)

  1. Pengetahuan (Knowledge)

  2. Sikap (Attitude)

  3. Tindakan (Practice)

Gambar 2.1. Kerangka Teori

  2.6. Kerangka Konsep

  Pengetahuan Upaya Rehabilitasi Pasca

  Sikap Stroke Di Rumah Sakit

  Tindakan

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

BAB III METODELOGI PENELITIAN

  3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

  Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. (Notoadmojo, 2005). Metode deskriptif ini digunakan untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap pasien pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.

  3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 26 April 2013.

  3.3. Populasi dan Sampel

  3.3.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

  Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai pasien pasca stroke yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien

  3.3.2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah secara accidental sampling yaitu dilakukan dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia saat penelitian berlangsung yaitu keluarga yang mempunyai pasien pasca stroke yang berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 berjumlah 20 responden.