BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 1505813797BAB VI

  BAB

VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

  Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidangCipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembanganpermukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan airminum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yangterdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaranperencanaan teknis untuk tiap‐tiap sektor dimulai dari pemetaan isu‐isustrategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagaibaseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yangharus diantisipasi.Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan danpengkajian terhadap program‐program sektoral, denganmempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan.Kemudiandilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yangdibutuhkan.

6.1. Pengembangan Permukiman

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan KawasanPermukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkunganhunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yangmempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyaipenunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembanganpermukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri daripengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitaspermukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasanperdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan,kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanatperaturan perundangan, antara lain:

  1. Undang ‐Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015‐2019) menyatakan bahwapemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasaranadan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat,sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpapermukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  2. Undang ‐Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraanperumahan dan kawasan permukiman juga mencakuppenyelenggaraan perumahan (butir c),

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐1 penyelenggaraan kawasanpermukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), sertapencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuhdan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang ‐Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susunumum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakantanggung jawab pemerintah.

  4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait denganpenanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan denganpenanggulangan kawasan kumuh.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan

Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukimankumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi danTata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka DirektoratPengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusandan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik,serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.AdapunfungsiDirektorat Pengembangan Permukiman adalah: Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembanganpermukiman di perkotaan dan perdesaan; a. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

  b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau‐ pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  d. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; e. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis, Permasalahan, dan Tantangan Pengembangan Permukiman isu strategis nasional

  Berbagai yang berpengaruh terhadappengembangan permukiman saat ini adalah:

  1. Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

  2. Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐2

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

  4. Lemahnya keterpaduan pembangunan infrastruktur permukiman, baik dalam skala kota maupun kawasan

  3. Kurangnya kapasitas masyarakat dalam pemanfaatan infrastruktur permukiman

  2. Minimnya cakupan dan kualitas infrastruktur permukiman dalam mendukung pengembangan ekonomi di perdesaan

  1. Menurunnya kualitas permukiman pada kawasan kumuh di perkotaan

  Tabel

  6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.

  5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

  4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

  3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program‐ Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

  2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

  Tantangan pengembangan permukiman nasional diantaranya:

  VI‐3

  3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

  1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

  Permasalahan pengembangan permukiman nasional diantaranya:

  10. Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukungpembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnyakapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia sertaperangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standarpelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan danpermukiman.

  9. Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalampengembangan kawasan permukiman.

  8. Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yangsudah dibangun.

  7. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsipenduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinanpenduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

  6. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

  4. Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, 5. Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasikesenjangan.

  3. Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program‐Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

6.1 Isu‐Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota Cilacap No Isu Strategis

  Sumber: Analisis, 2014 Tabel

6.2Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota Cilacap No Permasalahan Tantangan Alternatif Solusi

  1. Masih rendahnya persentase rumah tangga Pencapaian Pengembangan

pengguna air bersih. Peningkatan sarana prasarana

  2. Masih adanya rumah tangga yang belum Pelayanan permukiman bisa mengakses listrik. kepada

3. Masih adanya rumah tangga yang belum masyarakat bisa mengakses fasilitas sanitasi.

  4. Masih adanya RTLH Sumber: Analisis, 2014

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 padatingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBLKSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaanyang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawaterbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaanpotensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencanadi perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasandan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desadengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaiansuatu kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yanglayak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan ditingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur,peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukungseluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatanpembangunan permukiman.

  Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalahmengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawaterbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalamprogram‐program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, sertakawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil.Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahunterakhir.

  Tabel

   6.3 Peraturan Terkait Pengembangan Permukiman No Peraturan Amanat Kebijakan

Jenis No/Tahun Perihal Daerah

Produk

  Pengaturan

  1 Peraturan Daerah 09/2011 Rencana Tata Pengembangan kawasan Ruang permukiman terdiri atas: Kabupaten meremajakan permukiman Cilacap Tahun kumuh dan menata 2011‐2031 lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan

  2 Peraturan Daerah 11/2011 Bangunan Bangunan gedung fungsi Gedung hunian meliputi: Rumah

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐4 tinggal tunggal, Rumah tinggal deret, Rumah tinggal susun dan Rumah Sumber: Analisis, 2014 tinggal sementara

  Tabel

   6.4 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten/Kota Tahun Lokasi Kawasan Kumuh Luas Kawasan No Kategori Kumuh (ha) Kecamatan Kelurahan

  1 Cilacap Selatan Cilacap

  2.11 Kumuh Berat

  2 Cilacap Selatan Karangtalun

  1.21 Kumuh Berat

  3 Cilacap Tengah Donan

  5.92 Kumuh Berat

  4 Cilacap Selatan Sidakaya

  3.34 Kumuh Sedang

  5 Cilacap Selatan Tambakreja

  0.98 Kumuh Berat

  6 Cilacap Selatan Tegalkamulyan

  20.19 Kumuh Berat

  7 Jeruk Legi Tritih Wetan

  6.01 Kumuh Sedang Sumber: Analisis, 2014

  8 Kesugihan Menganti

  10.25 Kumuh Sedang Tabel

   6.5 Data Kondisi Kasiba di Kabupaten/Kota No Lokasi

Kasiba

  Desa Slarang Kec Kesugihan 1. Desa Gumbul Harjo Kec Adipala Sumber: Analisis, 2014 2.

  Tabel

   6.6 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten/Kota

No Lokasi Tahun Pengelola Jumlah Kondisi

Rusunawa Pembangunan Penghuni Prasarana

  CK yang Ada

  1 Tegalkamulyan 2006‐2008 192 unit Memadai

  2 Pandanarang 2012 196 unit Memadai

  3 Teluk Penyu 2012 288 unit Memadai Sumber: Analisis, 2014

6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasikondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksistingdengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahankebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidangCipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik ditingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuankebijakan meliputi RPJMN 2010‐2014, MDGs 2015 (penguranganproporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal(SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua danPapua Barat, arahan

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐5

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

   Sudah tersedia DED.

  7 Kebutuhan RSH unit

  8 Kebutuhan Pengembangan Permukiman Baru Kws Sumber: Analisis, 2014

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

  A.

  Umum

   Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

   Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.

   Kesiapan lahan (sudah tersedia).

   Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

  VI‐6 Direktif Presiden untuk program pro‐rakyat, sertaRenstra Ditjen Cipta Karya 2010‐ 2014. Sedangkan di tingkatkabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota,maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadidasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

   Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

   Ada unit pelaksana kegiatan.

   Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

  Rusunawa

   Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

   Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh  Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

   Ada calon penghuni RIS PNPM

   Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

  

5 Kebutuhan Rusunawa TB disyaratkan (peremajaan lingkungan permukiman

perkotaan)

  40

  42

  44

  Tabel

   6.7 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Kabupaten Cilacap No. Uraian Unit Tahun

  I Tahun

  II Tahun

  III Tahun

  IV Tahun

  V

  

1 Jumlah Penduduk Jiwa 1784189 1790969 1797775 1804606 1811464

  

2 Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 791,70 794,71 797,73 800,76 803,81

  3 Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin %

  

13

  11

  9

  7

  5

  4 Sasaran Penurunan Kawasan Kumuh Ha

  

48

  46

6.1.4. Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readliness Criteria) Sektor Pengembangan Permukiman

B. Khusus

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐7

   Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

   Tingkat kemiskinan desa >25%.

   Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

   BOP minimal 5% dari BLM. PPIP

   Hasil pembahasan dengan Komisi V ‐ DPR RI

   Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

   Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

   Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW

   Berbasis pengembangan wilayah

   Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

   Mendukung komoditas unggulan kawasan

6.1.5. Usulan Program dan Kegiatan

  Usulan kegiatan pengembagan permukiman selama jangka waktu RPI2JM sebagaimana pada tabel berikut. Tabel Usulan Perkim

  Tabel

6.8 Usulan Program dan Kegiatan Bangkim

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐8

6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

  Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yangdiperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatanruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunangedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang‐undangdan peraturan antara lain:

  1. UU

No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan KawasanPermukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukimanmemberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraanperumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan,pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnyapengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan,serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kavelingtanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalampenggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencanarinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harusdiselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai denganfungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknisbangunan gedung.Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah: a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemeganghak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tatabangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tatabangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda,mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitekturbangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan,persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan,kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 jugamengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yangmeliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian danpembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan olehpemerintah.

  3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun2002 tentang Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP inimembahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunangedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, danpembinaan dalam penyelenggaraan

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐9 bangunan gedung. Dalamperaturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untukmenyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagaiacuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembanganbangunan gedung dan lingkungan.

  4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman UmumRencana Tata Bangunan dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan danpelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan danLingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusunpada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputikawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasandilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan darijenis‐jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudianditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar PelayananMinimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimalbidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenisdan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan PenataanRuang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperolehsetiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkanindikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkunganKementerian PU beserta sektor‐sektornya.

  Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

  Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentangOrganisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakanbahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyaitugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal CiptaKarya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunanproduk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi dibidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaanpengelolaan gedung dan rumah negara.

  Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa DirektoratPenataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraanpenataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumahnegara; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaanpengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasukfasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

  c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasipenyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan danpengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataanlingkungan;

  d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasikawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau,serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, sertapembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunandan lingkungan; dan

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐10 f f. Pelaksan naan tata usa aha Direktor rat.

  Ling gkup tugas s dan fun ngsi tersebu ut dilaksan nakan sesua ai dengan k kegiatanpad a sektor PBL L, yaitu kegia atan penataa n lingkungan n permukima an,kegiatan penyelengga p araan bangun nan gedung dan rumah n negara dank kegiatan pem mberdayaan k komunitas d dalam penan nggulangan kemiskinans seperti ditu njukkan pad da Gambar berikut. b

  Gambar G

   6.1 Lingk kup PBL Tugas P

  L Lingkup keg giatan untuk dapat mew wujudkan ling gkungan bin naan yang ba aiksehingga terjadi penin t ngkatan kuali itas permuki iman dan lin gkunganmel iputi: a. Kegiatan a n penataan li ingkungan p ermukiman

   Peny yusunan Renc cana Tata Ba angunan dan Lingkungan n (RTBL);  Bant uan Teknis p pengelolaan R Ruang Terbu uka Hijau (RT TH); bangunan P rasarana da an Sarana p eningkatan lingkunganp pemukiman  Pemb kumu uh dan nelay yan; bangunan p prasarana d dan sarana penataan lingkunganp pemukiman  Pemb tradi isional.

  b. Kegiatan b n pembinaan n teknis bang gunan dan ge edung minasi pera turan dan p perundangan n tentang p penataanban gunan dan  Disem lingk kungan;  Penin ngkatan dan pemantapan n kelembaga an bangunan n dangedung g;  Peng gembangan s istem inform masi banguna an gedung da anarsitektur;

  R RPI2JM Kabup paten Cilacap

  VI‐11

   Pelatihan teknis.

  c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan  Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;  Paket dan Replikasi.

6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis, Permasalahan dan Tantangan

  Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihatdari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhisektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah ProgramPNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatMandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuanpelaksanaan program‐program penanggulangan kemiskinan berbasispemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalahpemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang PekerjaanUmum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yangmengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB dikabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar BangunanGedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

  Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaianMDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarianlingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalahtarget 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduktanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015,serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

  Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (GlobalWarming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnyakarbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihanmengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antaratahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruhdunia hingga mencapai 10‐25 cm selama abad ke‐20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan‐kawasan yang berada di pesisirpantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran sertadampak sosial lainnya.

  Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yangjuga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yangtelah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei‐11 Juni1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitusebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan danpermukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yangdilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 ‐ 14 Juni 1996 dengan dua temapokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable

  HumanSettlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangkadalam

  penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagimasyarakat.

  Dari agenda‐agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untukbidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

  1. Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

  b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran diperkotaan;

  c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbukahijau (RTH) di perkotaan; d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisionaldan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjangtumbuh kembangnya ekonomi lokal;

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐12 e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhanStandar Pelayanan Minimal;

  f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalampenataan bangunan dan lingkungan.

  2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung(keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan); b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perdabangunan gedung di kab/kota; c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yangfungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung danrumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaangedung dan rumah Negara.

  3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 jutaorang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia; b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuksharing in‐ cash sesuai MoU PAKET; c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerahdalam penanggulangan kemiskinan.

  Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen‐dokumen seperti RTR,skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skalaprioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi,b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangankebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkunganpermukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

  Tabel

   6.9 Isu Strategis Sektor PBL di Kabupaten/Kota No Kegiatan Isu Sektor PBL Strategis Sektor PBL di Kab/Kota

  1. Penataan Lingkungan Permukiman Belum terpenuhinya SPM

  2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Pengendalian Negara penyelenggaraan bangunan gedung

  3. Pemberdayaan Komunitas dalam Masih besarnya angka Sumber: Analisis, 2014 Penanggulangan Kemiskinan kemiskinan

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐13

  B. Kondisi Eksisting Tabel

   6.10 Peraturan Terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan No Peraturan Amanat Kebijakan

Jenis No/Tahun Perihal Daerah

Produk

  Pengaturan

  1 Peraturan Daerah 09/2011 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 2011‐2031

  2 Peraturan Daerah 11/2011 Bangunan Sumber: Gedung

   Analisis, 2014

  Secara umum bangunan tempat tinggal penduduk Kabupaten Cilacap relatif memadai dimana 71,54 persen merupakan bangunan dengan dinding tembok. Apabila dihubungkan dengan jenis lantai buka tanah terdapat indikasi bahwa tempat tinggal di Kabupaten Cilacap yang berdinding kayu dan tembok mayoritas jenis lantainya bukan tanah.

  Data yang dihimpun menunjukan, luasan hutan kota di Cilacap hingga kini baru sekitar 600 hektare. Namun jumlah ini pun termasuk akumulasi untuk kepemilikan warga yang memanfaatkan lahan pribadinya sebagai ruang terbuka hijau dengan luasan yang sangat minim. Dari luasan total 600 hektare ruang terbuka hijau yang sekarang sudah menjadi hutan kota, baru seluas 89 hektar dengan sebaran di wilayah industri. Antara lain di kawasan PT Holcim, Pertamina, PLTU dan sejumlah tempat lainnya.

  6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Menurut RTRW Kabupaten Cilacap Tahun 2011‐2031 yaitu mengenai rencana peruntukan RTH sebesar kurang lebih 9.889 hektar atau 35 % dari keseluruhan kawasan perkotaan. Namun, data yang dihimpun menunjukkan hingga saat ini RTH perkotaan baru sekitar 600 hektar. Perlu adanya penambahan RTH Perkotaan secara bertahap untuk memenuhi amanat pemenuhan 30% RTH di Perkotaan Cilacap.

  6.2.4. Kesiapan Daerah Terhadap Kriteria Kesiapan (Readliness Criteria) Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

  Mewujudkan RTH di kota Cilacap, sebenarnya tidak ada kendala persoalan lahan. Sebab dari catatan yang ada saat ini, di kota Cilacap masih cukup luas lahan kosong dan bisa dimanfaatkan sebagai hutan kota. Namun sampai sekarang belum bisa dimanfaatkan dan butuh kebijakan khusus Pemkab Cilacap.

  6.2.5. Usulan Program dan Kegiatan

  Usulan kegiatan penataaan bangunan dan lingkungan selama jangka waktu RPI2JM sebagaimana pada tabel berikut.

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐14 Tabel 6.11. Usulan Program dan Kegiatan PBL

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐15

6.3. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM. Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

  i) Undang

‐Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

  Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

  ii) Undang ‐Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005‐2025

  Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

  iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

  Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju 160 Pedoman Penyusunan RPI2‐JM Bidang Cipta Karya keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

  iv) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

  Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

  v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

  Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minumyang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringanperpipaan dan bukan

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐16 jaringan perpipaan terlindungi dengankebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

  SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/ataubukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapatmeliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, danunit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapatmeliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan airhujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, ataubangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadikewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerahuntuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagikebutuhan pokok minimal sehari‐hari guna memenuhi kehidupan yangsehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan,seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

  Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum,Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyaitugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal CiptaKarya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunanproduk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi dibidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapunfungsinya antara lain mencakup:

  Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan system penyediaan

   air minum; Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasipengembangan sistem

   penyediaan air minum termasukpenanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

   Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria sertapembinaan

   kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang airminum.

6.3.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan danTantangan A. Isu Strategis Pengembangan SPAM

  Terdapat isu‐isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upayaIndonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum.Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalamlingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya DirektoratJenderal Cipta Karya. Isu‐isu strategis tersebut adalah:

  1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;

  2. Pengembangan Pendanaan;

  3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

  4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang‐undangan;

  5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

  6. Rencana Pengamanan Air Minum;

  7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat;dan

  8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai denganKaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

  Berdasarkan tinjauan arahan pengembangan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) (Perda No. 7 Tahun 2004) dan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐17

  RPI2JM Kabupaten Cilacap

  VI‐18 Wilayah) Kabupaten Cilacap tahun 2003/2004 – 2013/2014 (Perda No. 6 Tahun 2004), lebih menitik beratkan pada penjabaran simpul–simpul efisiensi jangkauan pelayanan dengan tata jenjang hirarki sistem analisis scoring dan matrik gravitasi antar kota berdasarkan penilaian kelengkapan fasilitas, sosial dan ekonomi, bahwa suatu pusat–pusat yang memiliki hirarki lebih rendah akan berorientasi ke pusat yang memiliki hirarki lebih tinggi.

  Sistem penyediaan air bersih di Kabupaten Cilacap secara garis besar terdiri atas air bersih yang dilayani oleh PDAM Kabupaten Cilacap dan swadaya masyarakat melalui berbagai sumber terutama berasal dari sumur.

   Aspek Teknis

  Hanya saja realita yang terjadi di lapangan, pelaksanaannyan terkadang tidak tepat dengan perencanaan sebelumnya, misalnya rencana lahan yang diperuntukkan bagi pemukiman menjadi areal industri, ataupun perniagaan. Dengan terjadinya hal tersebut maka perencanaan pengembangan jaringan PDAM dan penambahan kapasitas akan mengalami kendala.

  8. Kawasan industri yang masih belum sepenuhnya dimanfaatkan memberikan peluang adanya pelanggan industri yang potensial.

  7. Bagian dari pengembangan perniagaan akan berkembang ke Barat dengan adanya pemindahan jalur selatan–selatan.

  6. Kantor Pemerintahan / Kelembagaan yang besar akan terkonsentrasi sepanjang jalan‐jalan utama dipinggiran Selatan terutama di Jl. Jendral Sudirman dan Jl. Gatot Subroto.

  5. Pengembangan industri akan terus berlanjut ke arah utara dan timur yang diprediksi berada di sepanjang tepi pantai Cilacap.

  4. Jumlah pengembangan yang substansial akan terjadi di barat daya, terutama sebagai hasil dari pengembangan jalur selatan–selatan.

  3. Semakin terbangunnya akses ke arah utara Kabupaten Cilacap dan adanya kawsan perindustrian baru (PLTU) akan mendorong pertubuhan pemukiman, pelayanan pemukiman dan jasa.

  2. Sebagian besar pengembangan pemukiman baru akan terbentuk pada area pengembangan eksiting yang belum terisi ke arah utara dan Timur Laut.

  1. Pusat perkotaan akan berlanjut menjadi pusat perniagaan dan aktifitas bisnis.

  Proyeksi kebutuhan air dan distribusinya dilakukan berdasarkan perkiraan penyebaran penduduk sebagai berikut :

  4. Hirarki IV : Kecamatan Jeruklegi, Dayeuhluhur, Wanareja, Karangpucung, Kedungreja, Gandrungmangu, Kawunganten, Cimanggu, Patimuan, Binangun, Bantarsari dan Cipari

  2. Hirarki II : Kecamatan Sidareja, Majenang, Kroya dan Maos 3. Hirarki III : Kecamatan Sampang, Kesugihan, Adipala dan Nusawungu.

  1. Hirarki I : Kota Cilacap

  Pembagian hirarki kota–kota di Kabupaten Cilacap ditetapkan menurut orde–orde kota sebagai berikut :

B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM i.

a) Sistem Jaringan PDAM

  Wlayah Pelayanan dan tingkat pelayahan

  Wilayah Pelayanan PDAM Kabupaten Cilacap mencakup beberapa cabang wilayah pelayanan, yaitu:

  1. Wilayah Pelayanan Wilayah Barat Meliputi Majenang, Cimanggu, Sidareja, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari, dan Kawunganten.

  2. Wilayah Pelayanan Wilayah Tengah meliputi Jeruklegi, Cilacap Kota, dan Kesugihan.

  3. Wilayah Pelayanan Wilayah Timur Meliputi Sampang, Maos, Kroya, Adipala, Nusawungu, dan Binangun. Untuk lebih jelasnya, wilayah pelayanan PDAM Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Gambar.

  CAKUPAN PELAYANAN PDAM K ABUPATEN CILACAP Kec. W an are ja Cib eunying Ke c. Ma jen an g ð Be ner Pad angjay a Sungai Cijalu Lokasi Sum ber Air Baku N Sungai Citanduy Lokasi Sum ber Air Baku Cipar i Bojongs ari Serang Saleb u Sin dangs ari Pahonj ean Ke c. Cip ar i Je nang Kec. C iman ggu Muly as ari Cilopadan g Tingga r jay a Gunungrej a Kec. Sida reja Rejoda di Sidam uly a Cilem puyang Cim anggu Ke c. Ka ran gp ucu ng ð Sudagaran Ke c. Ke dun gr eja Lokasi Sum ber Air Baku Ke c. Pa tim uan ð Maos K idul Kalij aran Sik a mpuh Sidam u k t i er uk legi W etan J Karangk em ir i Mer nek Ke c . Kroy a Pati muan Bu lupay ung Cil ibang Bulupay ung Purw od adi Karangj engk ol Gen tas ar i Ciny awa ng Ke c. Jeru kle gi Kedungrej a Tambak r e j a Kaliw ungu Sidaur ip Bangu nrej a Cik lapa Bumi re j a J at is ar i

Kec. G an dru ng ma ng u

Ke c. Ka mp un g L au t Kuri pa n Ki dul Wr ingi nharj o

Bulus ar i Muk ti s ari

Gandrungm anis

L ay ans ar i Cit epus Kamul y an Rawajay a am bus ari J Ke c. Ban tars a ri Bulak s ari Kawungante n Keleng Pas angg r ahan Panis ihan Pak etingan Nus ajat i Kec. Ka wu ngant en B ojong Ke c. Ke sug ih an Kes ugihan Kec . Ma os Kubangk angk ung Tri tih Lor Doplang Kroy a Sawanga n Brebeg Kec. Cilac ap Uta ra Prapaga n Karangt engah J e r uk legi Kul on Karangr ena Tri tih W eta n Klum pri t J angr ana Kalis abuk Kalik udi Sik ampuh Karangm angu Pu c ung Ki dul Dondong Ke c . Kes ugihan Plajan Ciwuni Ketanggung Karangk andr i Kec. Ad ipa la Adipala Nus awa ngk al Klum pri t Kuri pan Nus awung u ð Ke s ugihan K idul Bajing Kulo n Penggalang Adir eja Kulon Danas ri Ki dul Sungai serayu Untuk IPA M aos Karang s ar i Pak unc e n Wl ah ar Ke c. Ma os Maos Lor Adip ala Glem pang Kec . Sam pan g Sidas ar i Brani Sampang Kec. Kroya Mer g awati Danas ri Cakupan pelayanan Air B ersih untuk penduduk adm inistratif K abupaten C ilacap m asih rendah, pada tahun 2007 sebesar 18,98% yang tersebar di 17 kecamatan Ke c. C ila c a p Teng ah Kec. Binan gu n Kec. C ilac ap Se latan Karangt alun Kec . Binang un Purw a d adi Sungai Ser ayu U ntuk IPA K esugihan Lokasi Sum ber Air Baku Kec . Adipala B unton Karangs em b ung Ke c. Nu saw ungu Kec . N us aw ungu