DOCRPIJM 87df1b2ea4 BAB VIBAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

  6 Bab

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

6.1. PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

  Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

6.1.1. Arahan Kebijakan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir

  c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum

dan Tata Ruang.

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

  Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

  Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah: a.

  Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b.

  Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; e.

  Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis

A. PERMUKIMAN FORMAL

  Dalam pembangunan perumahan, memiliki tiga unsur persyaratan yang harus di penuhi, yaitu unsur kualitas, Kesehatan dan harmonis. Ketiga unsur tersebut diuraikan berdasarkan pendapat para ahli, sebagai berikut;

  Lingkungan Permukiman Yang Berkualitas

  Masalah permukiman yang dialami oleh perkotaan pada umumnya adalah dengan menurunya kualitas permukiman, dan penurunan ini kemudian menimbulkan kawasan kumuh dalam arti :

   Kepadatan bangunan/perumahan yang terlalu tinggi

   Lenyapnya taman-taman dan ruang terbuka. 

  Tidak mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan pembuangan air kotor.

   Berkurangnya tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat pertemuan dan olah raga, rekreasi, dan lain-lain.

   Hilangnya ciri-ciri khas atau karakter spesifik dari daerah permukiman tertentu.

   Perumahan adalah tempat kediaman yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas

   Prasarana Lingkungan, meliputi:

  sosial dan budaya. Lebih lanjut ditegaskan bahwa untuk mendukung kualitas permukiman, perencanaan dan pembangunan lingkungan perumahan baru harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

  • Jalan,
  • Saluran pembuangan air limbah dan
  • Saluran pembuangan air hujan
  • Jaringan air bersih, disediakan sebagai fasilitas kebakaran (kran kebakaran)
  • Listrik -

   Utilitas umum, meliputi

  Pembuangan sampah

  • Telepon dan
  • Gas 

  Fasilitas umum, meliputi:

  • Fasilitas pendidikan
  • Kesehatan -

  Perbelanjaan-niaga

  • Pemerintahaan-pelayanan umum
  • Peribadatan -

  Rekreasi-bidaya

  • Olah raga dan
  • Lapangan terbuka.

   Lingkungan Permukiman Yang Sehat

  Rumah yang sehat dimaksudkan adalah rumah yang memiliki makna lebih luas, yaitu rumah yang memiliki kualitas keamanan, kesehatan dan kenyamanan bertempat tinggal.

  Sehubungan dengan pembangunan perumahan, The

  Committe on the Hygiene of Housing of the American Public Health Association telah menyarankan persyaratan

  pokok suatu rumah sehat adalah sebagai berikut : Harus memenuhi kebutuhan fisiologis;

   Yang meliputi suhu optimal di dalam rumah, pencahayaan, perlindungan terhadap kebisingan, ventilasi yang baik, serta tersediannya ruang untuk latihan dan bermain anak-anak.

  Harus memenuhi kebutuhan psikologis;

   Yang meliputi jaminan ‘ privacy” yang cukup, kesempatan dan kebebasan untuk kehidupan keluarga secara normal, hubungan yang serasi antara orang tua dan anak, terpenuhinnya persyaratan sopan santun Dapat memberikan perlindungan terhadap penularan

   penyakit dan pencemaran; Yang meliputi tersediaanya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan, adanya fasilitas pembuangan air kotor, tersedia fasilitas untuk penyimpanan makanan, terhindar dari serangga atau hama-hama lain yang mungkin dapat berperan dalam penyebaran penyakit dan sebagainnya.

   memberikan perlindungan/pencegahan Dapat terhadap bahaya kecelakaan dalam rumah;

  Yang meliputi konstruksi yang kuat, dapat menghindarkan bahaya kebakaran, pencegahan kemungkinan kecelakaan jatuh atau kecelakaan mekanis lainnya dan sebagainnya.

  Pengembangan Prasarana Dan Sarana Perkotaan

   Kriteria pengembangan prasarana dan sarana perkotaan dituangkan dalam pengembangan prasarana dan sarana oleh Departemen Kimpraswil adalah untuk mendukung kawasan secara terintegrasi, memperhatikan keterbatasan lingkungan dan daya dukung lingkungan, mendukung pengembangan SDM, serta mendukung pengembangan sosial kemasyarakatan dan budaya. Indikator yang digunakan berupa: tingkat pelayanan prasarana transportasi

  • tingkat pelayanan prasarana air bersih
  • tingkat pelayanan prasarana air limbah
  • tingkat pelayanan prasarana persampahan
  • tingkat pelayanan prasarana drainase, serta
  • tingkat pelayanan sarana perumahan dan
  • permukiman

B. PERMUKIMAN UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR)

  Saat ini Pemerintah Kota Palangka Raya dibebani dengan angka-angka yang mencerminkan melambanya pertumbuhan ekonomi, antara lain terkait dengan tingginya angka kemiskinan Kota yang saat ini telah mencapai jumlah 24 % dari total penduduk Kota Palangka Raya. Rendahnya pertumbuhan ekonomi dan daya serap tenaga kerja, tidak terlepas dari minimnya investasi yang masuk ke wilayah Kota Palangka Raya sepanjang tahun 2002-2006, dan berimplikasi pada besaran target serapan tenaga kerja sebesar 45,75 % akan sulit terpenuhi, meskipun target pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 4,5 % terlampuai.

  Berkenaan dengan itu, Pemerintah Kota Palangka Raya, selain harus memanfaatkan secara optimal APBD yang tersedia, dan mampu dialokasikan pada kegiatan untuk memfasilitasi kegiatan yang memberikan dampak meningkatkan pertumbuhan, juga harus menyadari bahwa investasi swasta atau peran masyarakat secara luas untuk berperan dalam rangka penyediaan sumber daya yang mampu mengungkit pertumbuhan. Untuk itu kebijakan anggaran dan kebijakan investasi harus dibuat untuk mendorong pertumbuhan, bukannya menghambat investasi.

  Berdasarkan Keputusan Walikota Palangka Raya No. 171 Tahun 2007, telah ditetapkan sebanyak 15 kelurahan yang dijadikan sasaran penanggulangan kemiskinan Kota sebagaimana tabel berikut.

Tabel 6.1 Kategori Kelurahan Miskin Kota Palangka Raya No Kecamatan Luas Kelurahan

  Bukan Miskin Miskin

  1 Pahandut 125.195 Pahandut Tumbang Rungan Langkai Pahandut Seberang Panarung Tanjung Pinang

  No Kecamatan Luas Kelurahan

  2 Jekan Raya 34.209 Menteng Petuk Ketimpun Bukit Tunggal Palangka

  3 Sebangau 145.997 Kereng Bengkirai

  Bereng Bengkel Kalampangan Kameloh Baru Sabaru Danau Tundai

  4 Bukit Batu 14.711

  Banturung Marang Tangkiling Sei Gohong Tumbang Tahai Kanarakan Habaring Hurung

  5 Rakumpit 8.038

  Petuk Bukit Panjehang Petuk Berunai Mungku Baru Pager Gaung Baru Bukit Sua

  Sumber : SPPIP Kota Palangkaraya Tahun 2010

  Permasalahan kemiskinan di wilayah Kota Palangka Raya, mencakup keterbatasan kecukupan pangan dan mutu pangan, terbatasnya akses layanan kesehatan, terbatasnya akses layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan, terbatasnya akses hubungan transportasi, memburuknya kondisi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dan lemahnya partisipasi.

  Faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya kesejangan disebabkan oleh konidis masyarakat. Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program

  • –program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi, dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah di sekitarnya. Oleh karena itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di wilayah tertinggal
memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari pemerintah Kota Palangka Raya.

Gambar 6.1 Kondisi rumah yang menunjukan kualitas rendah

C. KASIBA DAN LISIBA

  Kawasan siap bangun, adalah sebidang tanah yang fisiknya telah disiapkan untuk pembangunan permukiman dan perumahan skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun dan pelaksanaanya dilakukan secara bertahap dengan lebih dulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana sesuai rencana tata ruang.

  Pembangunan perumahan dan permukiman di Propinsi Kalimantan Tengah tidak menjadi penekanan utama. Dalam RTRWP Kalimantan Tengah tahun anggaran 2000/2001 pembangunan wilayahnya lebih ditekankan pada pengembangan hutan lindung yang memang merupakan bagian terbesar dari wilayah Propinsi Kalimantan Tengah. Namun hal ini bukan berarti bahwa sektor perumahan dan permukiman diabaikan.

  Kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman di Propinsi Kalimantan Tengah lebih ditekankan untuk mengikuti perencanaan pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan. Perumahan dan permukiman yang dikembangkan tersebut lebih diarahkan pada kosep-konsep pengembangan perumahan dan permukiman perdesaan transmigrasi yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung.

  Direncanakan kawasan Kasiba/Lisiba tersebut akan mampu menampung 18.390 jiwa, dengan total 3.678 unit rumah. Saat ini kendala yang dihadapi dalam rangka pengembangannya, antara lain terbentur dari aspek belum terbentuknya Badan Pengelola, yang akan menangani kawasan tersebut secara independen.

  Kedepan kawasan tersebut perlu mendapatkan perhatian pemerintah kota sebagai kawasan pengembangan Perkotaan, sebagai alternatif lokasi penyediaan dan pembangunan perumahan tersebut berada di kawasn Mahir Mahar.

D. PERMUKIMAN KUMUH

  Munculnya kawasan permukiman kumuh merupakan satu indikasi kegagalan program perumahan yang terlalu berpihak pada produksi rumah langsung terutama bagi masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, dan prioritas program perumahan pada rumah milik dan mengabaikan potensi rumah sewa. Program pemberdayaan masyarakat didalam menyediakan rumah yang layak bagi dirinya sendiri belumlah dilaksanakan dengan optimal. Konsentrasi program pemerintah pada rumah milik telah mengabaikan realitas potensi rumah sewa sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah perumahan terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah ke bawah.

  Membanjirnya penduduk pedesaan mengadu nasib ke daerah perkotaan telah berimplikasi terhadap berbagai aspek kehidupan kota, baik itu menyangkut transportasi, perumahan, kesehatan lingkungan, penyediaan sarana dan prasarana umum, sektor tenaga kerja, perekonomian kota, tata ruang, dan sebagainya.

  Hal ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda pula, baik dalam memandang dan memecahkan permasalahan yang timbul akibat dampak urbanisasi ini. Bagi sebagian besar orang terutama para pengambil kebijakan, rumah kumuh dipandang sebagai suatu masalah terutama dilihat dari sisi penampilan fisiknya, jika di lihat dari kondisi fisik topografi dan hidrologi wilayah perkotaan Palangka Raya merupakan area yang memiliki lahan gambut/rawa sehingga masyarakat menggunakan tiang penyangga sebagai pondasi rumah dan itulah yang dianggap berkesan kumuh. Rumah kumuh selalu menjadi kambing hitam bagi kumalnya wajah kota dan menyiratkan terlalu vulgar tentang kegagalan pembangunan, sesuatu yang haram bagi kebanyakan pemimpin. Lingkungan yang kotor, becek, sanitasi yang buruk, bangunan yang semrawut, penampilan yang jorok, sumur yang tercemar, kepadatan bangunan dan hunian yang tinggi, penggunaan bahan bangunan bekas dan murahan, dan sebagainya, merupakan gambaran umum yang dikaitkan dengan eksistensi rumah kumuh. Disamping itu, dalam rumah kumuh mungkin juga melekat streotipe kriminalitas tinggi dan penyumbang kekacauan kota dan komunitasnya.

Gambar 6.2 Kondisi lingkungan yang menambah kekumuhan permukiman FlamboyanGambar 6.3 Kondisi lingkungan permukiman Mendawai

  Secara Fisik kawasan perencanaan yang berada pada kemiringan topografi dalam kawasan perencanaan relatif datar (berkisar antara 0 - 2%). Kondisi sangat menguntungkan untuk pengembangan bangunan karena faktor kemiringan lahan tidak menjadi kendala pengembangan selanjutnya.

  Bagian timur kawasan perencanaan lebih tinggi dibandingkan dengan sisi barat kawasan. hal ini memberikan kemudahan bagi pengairan drainase. Namun, apabila kondisi air Sungai Kahayan pasang maka akan terjadi genangan di beberapa tempat. Kekumuhan kawasan permukiman ditinjau dari aspek fisik, yang terlihat dari:

   kawasan studi yaitu adanya bangunan mewah atau modern di kawasan perdagangan berdampingan dengan

  Ketimpangan tampilan fisik bangunan yang terjadi di bangunan tradisional sederhana di permukiman. Bangunan sektor formal yang berbur dengan sektor informal yang liar dan tidak tertata

   badan jalan maupun di trotoar yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dan kenyamanan pengguna jalan, - Pemanfaatan daerah sungai oleh masyarakat untuk kegiatan ekonomi, yang menjadikan terganggunya fungsi sungai secara maksimal Tidak adanya jarak antar bangunan yang mengakibatkan

  Munculnya bangunan-bangunan tidak permanen baru di

   rumah menjadi tidak sehat, Kumuhnya permukiman akibat aktivitas kawasan yang

   terlalu berlebihan, sehingga menyebabkan lingkungan hunian menjadi tidak sehat dan tidak nyaman untuk ditinggali, Tidak berfungsinya saluran drainase kota di kawasan

   tersebut secara optimal, Sampah dan limbah akibat aktivitas warga yang tidak

   dikelola dengan baik, sehingga menyebabkan pemandangan yang kotor, terutama didaerah dengan sistem rumah dengan penyangga tiang.

   sarana prasarana (jalan lingkungan, tempat sampah, MCK umum) Terlalu padatnya jumlah penduduk, yang kurang seimbang

  Kurangnya sarana prasarana juga kurang terpeliharanya

   dengan daya tampung ruang hunian dan penataan ruang yang kurang tepat.

Tabel 6.2 Potensi dan Permasalahan Kawasan Permukiman di Kota Palangka Raya PERMASALAH NO KAWASAN ASPEK KRITERIA

INDIKATOR POTENSI AN

   1 Kelurahan     EKONOMI Kawasan Mata Demaga Infrastruktur Kereng permukiman Pencaharian sungai Jalan 

   Bengkirai dan lingkungan Lingkungan Adanya Pertanian perumahan kawasan sayur mayur. sebagai

   dalam areal industry penunjang Wisata  perkotaan yang kecil. kegiatan Hutan  memiliki nilai Pendidikan ekonomi Adanya ekonomis dan kawasan dan belum atau strategis Perdagangan penelitian memadai.

   tinggi. dan Jasa.

  Tingkat prosentase penduduk miskin relative masih tinggi ( 47,06%)

      FUNGSI Kawasan Dominasi Dominasi Sebagian  KAWASAN permukiman Peruntukan penggunaan besar masih yang lahan lahan berupa lahan

   dilengkapi/diser sebagai gambut dan Luas area tai dengan kawasan permukiman dekat dengan fungsi khusus dan ladang. lokasi taman dalam skala nasional Masih  pembangunan banyaknya sebangau wilayah kota lahan yang atau wilayah belum yang lebih luas dimanfaatka n.

    LINGKUNGA

  

Kawasan Ketersedia

N permukiman an PERMUKIM yang memiliki TPS  AN kondisi Ketersedia

lingkungan yang an

sehat. Air

Bersi h Ketersedia  an sanita si.

     

  Jalan

   BENCANA Kawasan Relatif Dekat dengan permukiman aman kawasan yang potensial terhadap hutan terkena bencana sehingga bencana (alam banjir. rawan terkena maupun konflik dampak asap sosial) yang dari perlu kebakaran diselesaikan hutan.

NO KAWASAN ASPEK KRITERIA

   Kondisi jalan kurang baik.

   Ketersedia an TPS

   Ketersedia an Air Bersi h

   Ketersedia an sanita si.

   Jalan Kualitas air bersih layak dikonsumsi.

   Ketersediaan TPS kurang memadai.

   Drainase masih kurang memadai.

   Merupakan kawasan yang direncanakan sebagai area industri

   LINGKUNGA N PERMUKIM AN

   BENCANA

   Kawasan permukiman yang potensial terkena bencana (alam maupun konflik sosial) yang perlu diselesaikan

   TATA RUAN G  Kawasan Permukiman yang sesuai dengan perun tukan rencana tata ruang.

   Sesuai RTRW

   RP4D

   RPIJM

   Kawasan permukiman yang memiliki kondisi lingkungan yang sehat.

  Prasarana transportasi masih kurang memadai.

   TATA RUANG

   Mata Pencaharian  Adanya kawasan industry kecil.

   Kawasan Permukiman yang sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang.

   Sesuai RTR W  RP4D

   RPIJM

  2 Kelurahan Menteng Baru

   EKONOMI

   Kawasan permukiman dan lingkungan perumahan dalam perkotaan yang memiliki nilai ekonomis dan dekat pusat pelayanan

   Adanya kawasan Perdagangan dan Jasa.

   Masih tersedianya lahan.

   Sebagai kawasan promosi industry .

   Prasarana transportasi masih kurang memadai.

   FUNGSI KAWASAN

   Kawasan permukiman yang dilengkapi/diser tai dengan fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah kota atau wilayah yang lebih luas

   Dominasi Peruntukan lahan.

   Luas area kawasan

   Dominasi kawasan sebagai kawasan industry dan perumahan.

PERMASALAH NO KAWASAN ASPEK KRITERIA

  3 Kelurahan      EKONOMI Kawasan Mata Tingkat Banyak

Bukit permukiman Pencaharian pertumbuha terdapat

   Tunggal dan lingkungan n sector bangunan Adanya perumahan kawasan perdaganga yang kumuh dalam industry n dan jasa menyalahi areal perkotaan kecil. cukup pesat. aturan  yang memiliki teknis Adanya nilai ekonomis kawasan sehingga dan atau Perdagangan menimbulka strategis tinggi. dan Jasa. n kesan kumuh.

   Kondisi lebar jalan yang relative sempit.

      FUNGSI Kawasan Dominasi Luas lahan

KAWASAN permukiman Peruntukan kosong

yang lahan. masih  dilengkapi/diser memadai.

  Luas area

tai dengan kawasan

fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah kota atau wilayah yang lebih luas

  Pesatnya Pertumbuhan    LINGKUNGA Kawasan Ketersedia N permukiman an penyediaan kawasan PERMUKIM yang memiliki TPS permukiman terbangun yang Ketersedia  AN kondisi oleh swasta relative cepat lingkungan yang an Air yang ditunjang dan tidak sehat. Bersih oleh terkontrol.

   ketersediaan Ketersedia an infrastruktur sanita yang si. memadai.

  Jalan

   BENCANA Kawasan 

   - - permukiman yang potensial terkena bencana (alam maupun konflik sosial) yang perlu diselesaikan    TATA Kawasan Sesuai RTRW

   RUAN Permukiman RP4D

   G yang sesuai RPIJM dengan perun tukan rencana tata ruang.

  4 Kawasan  

  

EKONOMI Kawasan Mata Dekat Kondisi jalan

Mendawai permukiman Pencaharian dengan lingkungan

   dan lingkungan pusat yang kurang Adanya perumahan kawasan pelayanan memadai  kumuh dalam industry dalam Dekat

NO KAWASAN ASPEK KRITERIA

   Kawasan permukiman yang potensial terkena bencana (alam maupun konflik sosial) yang perlu diselesaikan

  Harga lahan bervariasi

   Adanya kawasan Perdagangan dan Jasa.

   Mata Pencaharian  Adanya kawasan industry kecil.

   Kawasan permukiman dan lingkungan perumahan perkotaan yang memiliki nilai ekonomis atau strategis tinggi terhadap perkembangan kota

   EKONOMI

  5 Kasiba-Lisiba (Jl. Mahir Mahar)

   RPIJM

   RP4D

   Sesuai RTRW

   TATA RUAN G  Kawasan Permukiman yang sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang.

   Banjir  Rawan Banjir ketinggian air mencapai 30 cm hingga 1,5 meter dan sudah mulai masuk ke dalam rumah

   Kebakaran akibat kepadatan bangunan

   Kebakaran lahan gambut

  areal perkotaan yang memiliki nilai ekonomis dan atau strategis tinggi. kecil.

   Adanya kawasan Perdagangan dan Jasa. dengan sumber mata pencaharian menunjang kegiatan ekonomi.

   Kondisi perkerasaan jalan tidak stabil dan tahan lama.

   Kondisi Sanitasi lingkungan kurang baik.

   Ketersediaan TPS kurang memadai.

   Jalan  Air bersih layak dikonsums i.

   Ketersedia an Air Bersih  Ketersedia an sanitasi.

   Ketersedia an TPS

   Kawasan permukiman yang memiliki kondisi lingkungan kumuh dan lingkungan yang tidak sehat.

   LINGKUNGA N PERMUKIM AN

   Luas area permukiman yang dapat dikembangkan terbatas.

   Didominasi oleh permukiman kumuh

   Luas area kawasan

   Dominasi Peruntukan lahan.

   Kawasan permukiman yang dilengkapi/diser tai dengan fungsi khusus dalam skala pembangunan wilayah kota atau wilayah yang lebih luas

   FUNGSI KAWASAN

   BENCANA

PERMASALAH NO KAWASAN ASPEK KRITERIA

     Sebagai Konversi lahan FUNGSI

Kawasan yang Dominasi

KAWASAN disiapkan Peruntukan kawasan

sebagai area lahan. terbangun

   pengembangan permukiman Luas area

permukiman kawasan

Jauh dari pusat   

LINGKUNGA Kawasan Ketersedia Ketersedia

 N permukiman an an pelayanan PERMUKIM yang memiliki TPS lahan

  

lingkungan an

sehat dan Air

seimbang Bersi h Ketersedia  an sanita si.

   AN kondisi Ketersedia akses

   Jalan   Kebakaran Kabut asap BENCANA Kawasan permukiman gambut Rawan yang potensial Kejahatan terkena bencana (alam maupun konflik sosial) yang perlu diselesaikan

    

   Masih berupa TATA Kawasan Sesuai RTRW Dapat

   RUAN Permukiman menampun lahan kosong RP4D  G yang sesuai g sekitar RPIJM Tidak terdapat dengan 2000 -3000 pusat pelayanan peruntukan unit rumah

   rencana tata Terdapat ruang, dan aksesibilitas kebijakan pembangunan.

  Sumber : Hasil Analisa, 2014

6.1.3. Arahan Pengembangan

  Pembangunan perumahan dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat dan/atau untuk pemukiman kembali (resettlement) sebagai akibat dari pembangunan prasarana dan sarana Kabupaten. Pembangunan perumahan dilakukan dengan pengembangan perumahan yang sudah ada maupun pembangunan perumahan baru. Pembangunan perumahan baru dilakukan secara intensif (vertikal dan horisontal) dengan pemanfaatan lahan secara optimal pada kawasan-kawasan di luar kawasan lindung dengan fungsi kegiatan perumahan permukiman.

  Untuk klasifikasi dari permukiman yang ada di Kota Palangka Raya dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

  a) Permukiman yang dibangun oleh pribadi (masyarakat)

  b) Permukiman yang dibangun oleh pengembang

  c) Permukiman/rumah dinas

  Jika dilihat dari kecenderungan yang ada pada umumnya permukiman yang dibangun oleh pribadi (masyarakat) ada tiga jenis yaitu yang tertata dengan rapi, sembarangan dan tidak teratur, serta kampung kumuh. Permukiman yang dibangun/dikembangkan oleh pengembang umumnya berupa rumah dalam berbagai tipe, sedangkan untuk rumah dinas tidak ada penambahan.

  Pengembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kota Palangka Raya ditentukan berdasarkan atas luasan kapling rumah dibawah ini:

  a) Rumah kapling kecil, setidaknya seluas ≥200 meter persegi.

  b) Rumah kapling menengah, luas lahan antara >250 meter persegi.

  c) Rumah kapling besar, luas lahan >500 meter persegi.

  Arahan pengembangan untuk kawasan perumahan di Kota Palangka Raya pada masa mendatang adalah sebagai berikut : a)

  Pembangunan rumah tidak boleh merusak kondisi lingkungan yang ada.

  b) Dalam penataan rumah harus memperhatikan lingkungan dan harus berpegang pada ketentuan KDB dan KLB yang telah ditetapkan.

  c) Pada kawasan-kawasan atau lokasi-lokasi yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan bersifat khusus sebaiknya tidak dialihfungsikan untuk permukiman atau kegiatan lain yang diperkirakan dapat menurunkan kualitas lingkungan.

  d) Mendorong partisipasi masyarakat untuk mengadakan rumah sendiri tetapi penataannya harus mengikuti rencana tata ruang dan advis planning yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum/atau instansi yang menangani tentang permukiman dan perumahan e)

  Untuk pengembangan perumahan yang dilakukan oleh developer harus disertai juga dengan pembangunan fasilitas umum dan sosial terutama pada RTH dan lapangan olah raga, tempat ibadah, makam, perbelanjaan, serta jalan yang menghubungkan dengan jalan yang ada disekitarnya dan jalan utama kota.

  Rencana pengembangan perumahan di Kota Palangka Raya adalah sebagai berikut:

  a) Pembangunan kawasan perumahan baru

  Berdasarkan proyeksi penduduk diarahkan merata pada pusat pelayanan permukiman (PPL) untuk menghindari jumlah penduduk yang terpusat di Kota Pangkalan Bun dan Kota Kumai.

  b) Peningkatan lingkungan perumahan kampung perkotaan

  Terpusatnya jumlah penduduk di Kecamatan Arut Selatan dikhawatirkan dapat berdampak pada munculnya lingkungan permukiman kumuh sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap setiap pembangunan rumah baru agar tidak melanggar batas-batas sempadan sungai.

  c) Peningkatan lingkungan perumahan kampung perdesaan

  Dapat dilakukan dengan pengembangan sarana dan prasarana permukiman serta perbaikan akses antar desa sehingga tidak terjadi pertumbuhan kawasan yang tidak seimbang/tertinggal.

  d) Penyediaan lahan lisiba dan kasiba 6.2.

   PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM) 6.2.1. Arahan Kebijakan

  Beberapa arahan kebijakan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada

pasal 40 Arahan UU no 7 tahun 2004 mengamanatan bahwa pemenuhan

  kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

  2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

  Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

  3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

  Dalam peraturan ini berisi bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

  Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

  Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

6.2.2. Kondisi Eksisting dan Isu Strategis

  Dari seluruh sistem yang ada saat ini, jumlah kapasitas terpasang adalah sebesar 272,5 liter/detik, dengan kapasitas operasi sebesar 140 l/detik. Sehingga dengan kondisi tersebut satu ini idle capasity adalah sebesar 132,5 l/detik, hal itu terjadi karena jumlah pelanggan baru mencapai 14.375 ( data Nopember 2008).

  Dengan menggunakan data kependudukan sampai dengan tahun 2007, maka cakupan pelayanannya bartu mencapai 58,7 % dari total jumlah penduduk.

  Saat ini pasokan air baku Perusahaan Daerah Air Minum Palangka Raya yang berasal dari intake sungai Kahayan, semakin tahun dirasakan semakin menurun kualitasnya, antara lain tingkat kekeruhan yang semakin tinggi. Tingginya tingkat kekeruhan sumber bahan baku dari Sungai Kahayan, terutama di musim hujan disebabkan lokasi intake sumber bahan baku berada dekat dengan pertemuan antara sungai Kahayan dan Sungai

  Rungan dan Manuhing. Di mana aliran air dari sungai Rungan berwarna merah bercampur dengan air sungai Kahayan yang berwarna kecoklatan. Tingginya tingkat kekeruhan tersebut menyebabkan biaya operasional penjernihan akan meningkat.

  Permasalahan lainnya saat ini tingkat kebocoran air yang didistribusikan oleh PDAM cukup tinggi, yaitu sekitar 30,68 % pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 sebesar 28.90 %. Data tersebut menunjukan dari aspek prosentase menurun, namun dari sisi jumlah meningkat dari

  3

  sebelumnya tahun 2006 sebesar 1.104.704 m /tahun menjadi 1.210.189

  3 m /tahun.

  Tingginya tingkat kebcoran tersebut terjadi karena oleh jaringan air minum kurang dikelola dengan baik, minimnya dana pemeliharaan dan perawatan terhadap pipa jaringan akibat tarif yang terlalu rendah, selain itu disebabkan adanya penyebab non teknis. Dari aspek peralatan, sampai saat ini PDAM hanya memiliki 1 unit pompa intake, sehingga secara terus menerus dioperasikan. Peralatan lainnya yang sudah dalam kondisi tua meliputi mixer pengaduk bahan kimia, pompa dozing yang tidak layak pakai dan peralatan pengangkat bahan kimia.

  Secara teknis sumber tersebut tidak memiliki masalah intrusi air asin, namun permasalahan yang cukup potensial terkait kendala yang dihadapi PDAM saat ini mencakup : 1.

  Air Sungai Kahayan setelah pertemuan dengan S. Rungan berwarna coklat kemerahan disebabkan pasokan air dari S. Rungan yang berwarna lebih pekat terutama pada saat debit S. Rungan besar (Musim Hujan). Hal ini mengakibatkan PDAM kesulitan dalam mengolah air baku menjadi air bersih yang berkualitas.

  2. Perkembangan Kota Palangka Raya yang cukup pesat ke arah barat baik berupa permukiman maupun industri mengharuskan adanya jaringan air bersih.

  3. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk merencanakan intake baru di bagian hulu dari pertemuan antara S. Rungan dan S. Kahayan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

4. Kualitas SDM kurang 5.

  Tarif masih rendah dan Biaya oprasional tinggi 6. Kualitas air tanah dan sungai yang digunakan masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum.

6.2.3. Arahan Pengembangan

  Adapun rencana pengembangan sistem air bersih di Kota Palangka Raya adalah sebagai berikut :

  a) Rencana pengembangan sistem air bersih diusahakan terintegrasi dengan pelayanan sistem air bersih eksisting yang telah ada.

  b) Terkait dengan cakupan pelayanannya, diusahakan untuk ditambah seluas mungkin hingga akhir tahun perencanaan.

  c) Mengintegrasikan pengembangan sistem air bersih dengan sistem jaringan jalan, sehingga semua kawasan yang memiliki tingkat kemudahan aksesibilitas dapat memperoleh pelayanan air bersih yang memadai.

  d) Terkait dengan sumber air baku, maka diusahakan menggunakan sumber air baku yang terdekat dengan wilayah pelayanannya.

  e) Proses pengolahan air bersih diusahakan menggunakan sistem konvensional atau menggunakan paket dalam negeri untuk memudahkan operasional dan perawatan.

  f) Distribusi pelayanan sistem air bersih diusahakan dilakukan dengan menggunakan sistem gravitasi.

  g) Kawasan-kawasan prioritas dalam penyediaan kebutuhan air bersih di Kota Palangka Raya

6.3. PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

6.3.1. Air Limbah A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah

  Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

  2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

  Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

  3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

  Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

  4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

  Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

  Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

  Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard) B.

   Kondisi Eksisting dan Isu Strategis

  Limbah cair rumah tangga pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan tingkat estetika suatu wilayah.

  Ketika jumlah penduduk masih sedikit, maka daya dukung lingkungan masih mampu melalukan pembersihan sendiri (self

  

purification), namun dengan bertambahnya jumlah penduduk dan

  peningkatan debit limbah cair yang dihasilkan maka diperlukan metode pengelolaan sehingga yang terbuang pada lingkungan diharapkan sudah memenuhi.

  Pengelolaan air limbah di Kota Palangka Raya sampai saat ini belum sepenuhnya mampu ditangani dan dibiayai oleh Pemerintah Kota, terutama dalam hal pembangunan sarana dan prasarananya. Penanganan air limbah selama ini diusahakan oleh masyarakat secara swadaya untuk membuat septicktank yang sederhana dan lainnya berupa cubluk. Akan tetapi dari jumlah penduduk Kota Palangka Raya tidak semuanya memiliki septicktank dan cubluk, mereka membuang air limbah langsung kedalam badan air Sungai Kahayan, sungai Rungan-Manuhing dan Sungai Sabangau.

  Adapun permasalahan yang muncul dalam pengelolaan air limbah dapat diuraikan sebagai berikut ini :

  1. Sistem pengelolaan air limbah secara terpadu dan terpusat di wilayah Kota Palangka Raya masih belum ada, hal itu terjadi karena keterbatasan anggaran pemerintah Kota serta belum menjadi skala prioritas.

2. Penggunaan kawasan sungai sebagai tempat pembuangan tinja masih tinggi terutama yang tinggal dibentaran sungai.

  3. Secara umum persentase masyarakat Kota Palangka Raya yang mempunyai akses terhadap jamban keluarga, jamban umum atau jamban bersama dilengkapi dengan bangunan pengolah seperti cubluk dan tangki septic masih belum berkembang, kalupun tersedia hanya terbatas di kawasan pusat perdagangan.

  4. Pola pendanaan investasi di bidang pembiayaan prasarana dan sarana air limbah selama ini sangat bertumpu kepada kemampuan pemerintah.

  5. Kedepan peran Pemerintah baik pusat dan daerah dalam penyediaan anggaran akan sangat terbatas, untuk itu upaya pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyediaannya harus lebih ditingkatkan.

  6. Sampai saat ini produk hukum yang berkaitan dengan pengembangan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemilikan, dan fasilitas pengelolaan air limbah.

Gambar 6.4 Kondisi sistem sanitasi di Flamboyan Bawah dan Mendawai 6.3.2. Persampahan A. Arahan Kebijakan

  Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain:

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.

  2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

  Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

  3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

  Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal

  20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut: Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap

  • dalam jangka waktu tertentu; Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
  • Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah
  • lingkungan; Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur
  • ulang; dan Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
  • Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini 4.

   Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

  Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu.

B. Kondisi eksisting dan isu strategis

  Hal pertama yang perlu diketahui dalam mengelola persampahan adalah karakter dari sampah yang ditimbulkan oleh masyarakat perkotaan.berbagai karakter sampah perlu dikenali, dimengerti dan difahami agar dalam menyusun sistem pengelolaan yang dimulai dari perencanaan strategi dan kebijakan serta hingga pelaksanaan penanganan sampah dapat dilakukan secara benar.

  Karakter sampah dapat dikenali sebagai berikut: (1) tingkat produksi sampah, (2) komposisi dan kandungan sapah, (3) kecenderungan perubahannya dari waktu ke waktu. Karakter sampah tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran serta gaya hidup dari masyarakat perkotaan. Oleh karena itu sistem pengelolaan yang direncanakan haruslah mampu mengakomodasi perubahan-perubahan dari karakter sampah yang ditimbulkan.

  Pengumpulan sampah pada lokasi timbulan sampah merupakan hal selanjutnya yang perlu diketahui, berbagai permasalahan pada kegiatan pengumpulan sampah antara lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul tapi tidak tertangani (diangkut/ditanam) sehingga pada saat sampah tersebut menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang akan mengganggu pernafasan dan mengundang lalat yang merupakan pembawa dari berbagai jenis penyakit.

  Tempat sampah yang memadai menjadi hal yang sangat langka pada kawasan yang padat penduduknya. Sungai dianggap merupakan salah satu tempat pembuangan sampah yang paling mudah bagi masyarakat perkotaan.

  Hal tersebut dilakukan tanpa memikirkan apa yang akan terjadi kemudian, memang untuk sementara sampah yang dihasilkan tidak tertimbun pada lokasi penimbunan sampah tetapi untuk jangka panjang akan menyebabkan berbagai masalah yang tidak kalah besarnya.Kegiatan selanjutnya adalah berkaitan dengan pengangkutan sampah dari tempat timbulan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).