Campur kode Bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia pada tuturan tokoh Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi AG - USD Repository

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

CAMPUR KODE BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA
PADA TUTURAN TOKOH PARIYEM
DALAM NOVEL PENGAKUAN PARIYEM
KARYA LINUS SURYADI AG

Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia

Oleh
Ayu Primasandi
NIM: 074114009


PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JULI 2011

i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN

TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI

TERPUJI

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Tulisan ini saya persembahkan untuk:

Bapak dan Ibuku tercinta,
terima kasih atas cinta dan hidup yang kalian bagi padaku

vi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN

MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
Primasandi, Ayu. 2011. “Campur Kode Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia
pada Tuturan Tokoh Pariyem dalam Novel Pengakuan Pariyem Karya
Linus Suryadi Ag”. Skripsi Strata 1 (S-1). Program Studi Sastra
Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas
Sanata Dharma.

Penelitian tentang campur kode pada tuturan tokoh Pariyem dalam Novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag ini memiliki dua tujuan sebagai
berikut. Pertama, mendeskripsikan satuan lingual apa saja campur kode terjadi
dalam Novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Kedua,
mendeskripsikan latar belakang sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag.
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan strategis, yaitu tahap
pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.

Data diperoleh dengan metode simak, yaitu campur kode pada tuturan tokoh
Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem. Teknik lanjutan dari metode simak
tersebut adalah teknik simak bebas libat cakap, yaitu peneliti berperan sebagai
pengamat dan tidak terlibat dalam peristiwa tuturan yang bahasanya sedang
diteliti. Teknik simak bebas libat cakap ini dilaksanakan dengan teknik catat, yaitu
mencatat data pada kartu data. Analisis data dilakukan dengan metode padan
referensial, metode padan pragmatik, dan metode padan translasional. Teknik
yang digunakan pada metode ini adalah teknik hubung banding menyamakan hal
pokok. Teknik hubung banding menyamakan hal pokok ini digunakan untuk
menemukan campur kode yang digunakan dalam novel Pengakuan Pariyem. Data
yang sudah dianalisis disajikan dengan metode informal, yaitu penyajian hasil
analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa yang apabila dibaca dapat
langsung dipahami.
Hasil penelitian tentang campur kode pada tuturan tokoh Pariyem dalam
novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag ini adalah sebagai berikut.
Pertama, campur kode meliputi satuan lingual kata, frasa, baster, bentuk ulang,
dan peribahasa. Campur kode berupa kata meliputi kata benda (nomina), kata
kerja (verba), kata sifat (adjektiva), dan kata tugas. Campur kode yang berupa kata
benda meliputi kata benda yang menyatakan sapaan, kata benda yang menyatakan
nama benda, dan kata benda yang menyatakan pelaku atau orang yang melakukan

pekerjaan. Campur kode berupa kata kerja terjadi pada kata kerja yang
menyatakan aksi atau perbuatan dan kata kerja yang menyatakan keadaan.
Campur kode berupa kata sifat terjadi pada kata sifat yang menyatakan penilaian,
kata sifat yang menyatakan perasaan batin, dan kata sifat yang menyatakan warna.
Campur kode berupa kata tugas hanya ditemukan yang berupa artikel yaitu, ta,
lho, ha, lha, dan ya.
Campur kode berupa frasa meliputi frasa nomina, frasa verba, frasa
preposisional, dan frasa adverbia. Campur kode berupa baster terjadi pada pola
awalan + kata, kata + akhiran, dan frasa + akhiran. Campur kode berupa bentuk

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ulang meliputi bentuk dasar, bentuk berimbuhan, bentuk berubah bunyi, dan

bentuk semu. Campur kode berupa peribahasa meliputi pepatah, perumpamaan,
dan ungkapan.
Kedua, campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem dilatarbelakangi oleh
dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non-kebahasaan. Faktor kebahasaan
meliputi faktor low frequency of word dan faktor oversight. Faktor nonkebahasaan meliputi faktor need for synonim, faktor social value, faktor situasi
formal, dan faktor kebiasaan. Selain itu karena adanya tingkat tutur bahasa Jawa,
yaitu tingkat tutur krama inggil, tingkat tutur krama, dan tingkat tutur ngoko.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
Primasandi, Ayu. 2011. “Code Mixing of Javanesse language to the Indonesian
Language of the Speech Acts of Pariyem in Linus Suryadi Ag’s Novel

Pengakuan Pariyem”. An Undergraduate Thesis. Indonesian Letters
Study Programme, Department of Indonesian Letters, Faculty of
Letters. Sanata Dharma University.
This research on code mixing of the speech acts of Pariyem as the main
character in Linus Suryadi Ag’s novel Pengakuan Pariyem has two aims as
follows. First, to describe on what lingual units code mixing appears in Linus
Suryadi Ag’s Pengakuan Pariyem. Second, to describe the backgrounds of the
code mixing appearances in Linus Suryadi Ag’s Pengakuan Pariyem.
This research uses three strategic steps, which are: the data collection step,
the data analysis step, and the presentation on the data analysis results step. On the
data collection step, the data are collected through scrutinizing method, which is
by scrutinizing the uses of language and code mixing of Pariyem’s speech acts in
Pengakuan Pariyem. The advanced technique of scrutinizing method is
conversation-free scrutinizing technique, on which the writer only has the role of
an observer and is not involved in the speech acts that are being scrutinized.
Conversation-free scrutinizing technique uses note-taking technique to take notes
of the data using data cards. The analysis on the data is done by using equal
referential method. Equal-related technique is used to find the code mixing
appeared in the novel Pengakuan Pariyem. The data that have been analyzed are
presented using informal method, which is by presenting the data analysis results

through common words that can be directly understood to read.
The results of this research on code mixing of the speech acts of Pariyem as
the main character in Linus Suryadi Ag’s novel Pengakuan Pariyem are found as
follows. First, code mixing includes words lingual units, phrases, basters,
repetitions, and proverbs. Code mixing as words includes nouns, verbs, adjectives,
and adverbs. Code mixing as nouns includes nouns showing greetings, nouns
showing names of things, and nouns showing the doers or the people doing
actions. Code mixing as verbs includes verbs showing actions and verbs showing
states. Code mixing as adjectives includes adjectives showing judgments,
adjectives showing feelings, and adjectives showing colours. Code mixing as
adverbs are only found in articles, such as ta, lho, ha, lha, and ya.
Code mixing as phrases includes noun phrases, verb phrases, prepositional
phrases, and adverbial phrases. Code mixing as basters happens on the patterns as
follows: prefix + word, word + suffix, and phrase + suffix. Code mixing as
repetitions includes basic repetitions, affixed repetitions, sound change quasirepetitions, and quasi-repetitions. Code mixing as proverbs includes aphorisms,
parables, and idioms.
Second, code mixing in the novel Pengakuan Pariyem happens because of
two factors, linguistic and non-linguistic factors. Linguistic factors cover low
frequency of word factors and oversight factors. Non-linguistic factors include


ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

need for synonim factors, social value factors, formal situation factors, and
habitual factors.

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


KATA PENGANTAR
Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain terima kasih dan puji syukur
yang teramat besar pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Selain dukungan yang istimewa dari Yang Maha Punya, tugas akhir ini
tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak yang dengan setia
dan penuh doa menyemangati penulis. Oleh karena itu, banyak terima kasih
penulis ucapkan kepada:
1. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar
menerima keluh kesah penulis dan menjadi pemberi solusi yang baik bagi
penulis selama penulisan tugas akhir,
2. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang dengan
sabar memberi masukan dan motivasi bagi penulis,
3. Bapak dan Ibu dosen Sastra Indonesia, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., S.E.
Peni Adji, S.S., M.Hum., Dra. F. Tjandrasih, M.Hum., Drs. F.X. Santosa,
M.S., Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., dan Drs. Yoseph Yapi Taum,
M.Hum., terima kasih atas kesempatan berbagi ilmu dan pengalaman
selama penulis menjalani studi di Program Studi Sastra Indonesia,
4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra yang membantu penulis dalam kelancaran
mencari informasi akademik selama penulis kuliah,
5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, tempat menemukan referensi
tambahan yang mendukung penulisan tugas akhir,

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

6. Keluarga tercinta, Bapak Mathias Sugeng Riyadi dan Ibu Anastasia Kris
Riyani, yang selalu berdoa, sabar, penuh cinta, dan percaya atas pilihan
minat studi penulis, serta adik yang baik, Adita Primasti Putri,
7. Yohanes Carol & Theresia Denty, sahabat terbaik dan saudara
seperjuangan yang tak henti-hentinya membagi kasih dan kerelaan bagi
penulis kemarin, saat ini, dan seterusnya,
8. Teman-teman angkatan 2007, Fitri Nganthi Wani, Maria Vinora, Rosa
Sekar Mangalandum, Petrus Sepi Kogoya, Bitbit Pakarisa, Elisabet
Adinda, dan lain-lain yang dalam suka dan duka tetap kompak dan saling
mendukung,
9. Teman-teman Kos Legi 1 terutama Florentina Noviani, Irene Ossi, Sylvia
Puput, dan Cyrilla Sarah atas hari-hari bersama-sama mengerjakan skripsi,
dan
10. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa meski diselesaikan dengan usaha terbaik dari
penulis,

tugas

akhir

ini

masih

belum

sempurna.

Segala

kekurangan,

ketidaktelitian, dan kekekeliruan dalam tugas akhir ini menjadi tanggung jawab
penulis sepenuhnya. Dengan rendah hati, penulis menerima saran dan kritik.
Yogyakarta, 30 Juni 2011

Penulis

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI..................................................................

iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA....................................................................

iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................................................

v

HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................................

vi

ABSTRAK.................................................................................................................

vii

ABSTRACT.................................................................................................................

ix

KATA PENGANTAR...............................................................................................

xi

DAFTAR ISI..............................................................................................................

xiii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

1

1.1 Latar Belakang............................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................

6

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................

6

1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................

6

1.5 Tinjauan Pustaka.........................................................................................

7

1.6 Landasan Teori...........................................................................................

10

1.6.1 Pengertian Bilingualisme...............................................................

10

1.6.2 Pengertian Campur Kode dan Alih Kode......................................

11

1.6.3 Jenis Campur Kode berdasarkan Satuan Lingual...........................

12

1.6.4 Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Campur Kode.........................

13

1.7 Metode Penelitian.......................................................................................

17

1.7.1 Tahap Pengumpulan Data..............................................................

17

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1.7.2 Tahap Analisis Data.......................................................................

18

1.7.3 Tahap Penyajian Analisis Data......................................................

20

1.8 Sistematika Penyajian................................................................................

20

BAB II CAMPUR KODE BERDASARKAN SATUAN LINGUAL
DALAM NOVEL PENGAKUAN PARIYEM.....................................

22

2.1 Pengantar............................................................................................

22

2.2 Kuantitas Penggunaan Campur Kode di dalam Novel Pengakuan
Pariyem.............................................................................................

22

2.3 Bentuk Campur Kode dalam Novel Pengakuan Pariyem
berdasarkan Satuan Lingualnya........................................................

24

2.3.1 Campur Kode berupa Kata....................................................

24

2.3.2 Campur Kode berupa Frasa...................................................

34

2.3.3 Campur Kode berupa Baster.................................................

38

2.3.4 Campur Kode berupa Bentuk Ulang.....................................

40

2.3.5 Campur Kode berupa Peribahasa..........................................

42

BAB III LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN CAMPUR KODE DALAM
NOVEL PENGAKUAN PARIYEM..........................................................

45

3.1 Pengantar....................................................................................................

45

3.2 Faktor Kebahasaan......................................................................................

45

3.2.1 Low Frequency of Word...................................................................

46

3.2.2 Oversight..........................................................................................

48

3.3 Faktor Non-Kebahasaan.............................................................................

50

3.3.1 Need For Synonim............................................................................

50

3.3.2 Social Value......................................................................................

51

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3.3.3 Adanya Situasi Formal.....................................................................

52

3.3.4 Faktor Kebiasaan..............................................................................

53

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................

56

4.1 Kesimpulan.................................................................................................

56

4.2 Saran...........................................................................................................

57

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

59

LAMPIRAN I ............................................................................................................

62

LAMPIRAN II...........................................................................................................

72

TENTANG PENULIS...............................................................................................

86

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bahasa dalam penggunaannya merupakan modal utama demi terjalinnya
sebuah komunikasi. Bahasa dalam penggunaannya juga sudah melekat dalam diri
penutur. Hal ini sesuai dengan pendapat Lyons (1995:2) bahwa bahasa adalah
sesuatu yang cenderung kita anggap sudah benar dan semestinya; sesuatu yang
sudah kita kenal sejak kecil dengan mempraktikkannya dan tanpa memikirkannya.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa,
penggunaan bahasa dapat dibedakan dalam dua ragam bahasa, yaitu bahasa lisan
dan bahasa tulis (Sugono, 2002: 14). Penggunaan bahasa Indonesia lisan dan tulis
saat ini diakui telah mendapat pengaruh dari bahasa nusantara dan bahasa asing.
Namun, selama pemasukan unsur bahasa daerah Nusantara atau bahasa asing ke
dalam bahasa Indonesia mengisi kekosongan atau memperkaya kesinoniman
dalam kosa kata atau bangun kalimat, maka gejala itu dianggap wajar (Tim
Depdikbud, 1997:8).
Pemasukan unsur bahasa daerah Nusantara atau bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut
terjadinya percampuran bahasa tersebut disebut campur kode (Nababan, 1991:32).
Di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan
dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat
dalam suatu peristiwa tutur hanyalah berupa serpihan-serpihan.

2

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan, disisipi dengan unsur
bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur,
seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, dan rasa keagamaan. Biasanya,
ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi
karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada
padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun
hanya mendukung satu fungsi.
Fenomena bahasa berupa campur kode dalam ragam bahasa tulis tersebut
terdapat pada novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Novel ini
mengisahkan seorang tokoh bernama Pariyem, seorang pembantu sebuah keluarga
kaya di Yogyakarta. Tokoh Pariyem secara berulang-ulang menceritakan latar
belakang asalnya, di mana dan kapan dia dilahirkan, bahkan penggambaran situasi
ketika dia dilahirkan. Novel ini mengangkat latar cerita dengan budaya Jawa yang
terlihat dari penggambaran latar belakang tokoh, penggambaran latar situasi
tempat dan waktu, serta tuturan-tuturan dalam penceritaan.
Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1981. Novel ini merupakan
karya sastra yang unik karena berupa prosa lirik. Linus Suryadi, sang pengarang,
begitu banyak memasukkan unsur Jawa ke dalamnya. Novel ini pertama kali
diterbitkan dalam bahasa Belanda dengan judul De Bekentenis van Pariyem pada
tahun 1985 yang diterjemahkan oleh Maria Thermorshuizen.
Linus Suryadi Ag sebagai pengarang novel Pengakuan Pariyem memulai
karyanya pada sekitar tahun 1970-an dengan 400 buah puisi. Beliau sendiri

3

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

menulis di bawah pengaruh tulisan-tulisan Goenawan Moehamad, Sapardi Djoko
Damono, dan Taufik Ismail. Akhirnya beliau mengambil ciri khas tulisannya
sendiri yang tampak dari karya-karyanya yang sarat akan suasana kejawaan.
Bahkan menurut Ashadi Siregar dalam bagian akhir novel Pengakuan Pariyem
(2002:313), bagi Linus, aspek kebudayaan Jawa merupakan sesuatu yang sangat
besar untuk dimaksimalkan penggunaannya bagi karya sastranya.
Novel Pengakuan Pariyem merupakan karya sastra yang masterpiece pada
sekitar tahun 80-an. Karena menjadi idola pada tahunnya, prosa lirik ini
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa seperti, bahasa Belanda dengan judul De
Bekentenis van Pariyem oleh Maria Thermorhuizen, bahasa Inggris dengan judul
Pariyem‟s Confession oleh Jennifer Mary Lindsay, dan dalam bahasa Perancis
yang diterjemahkan oleh Henri Chambert-Loir atas dukungan UNESCO menjadi
Les Confession de Pariyem. Beberapa paragraf terjemahan karya ini terdapat di
Menagerie, no.1, Lontar Foundation, Jakarta, 1992. Karya ini menjadi salah satu
karya yang terkenal dan fenomenal pada waktu itu karena karya ini berupa prosa
lirik dan mempelopori munculnya banyak karya sastra yang bersifat kedaerahan.
Linus Suryadi secara dominan menuangkan khas kedaerahan Jawa pada karyakaryanya, tidak hanya dalam novel Pengakuan Pariyem yang berupa prosa lirik,
namun juga dalam beberapa esai seperti Regol Megal-Megol, Nafas Budaya
Yogya, Dari Pujangga ke Penulis Jawa, dan Tirta Kamandanu.
Linus Suryadi, selaku pengarang, memiliki latar belakang Jawa. Beliau lahir
dan besar di Dusun Kadisobo, Sleman, 15 kilometer dari Yogyakarta. Kedua
orang tuanya adalah petani Jawa. Tidak heran jika Pengakuan Pariyem menjadi

4

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

sebagian dari hidup Linus selaku pengarang. Di dalam novel tersebut, Linus
bercerita dengan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa Jawa.
Contoh campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi
Ag adalah sebagai berikut
(1) O, manakah iman, manakah wewaler Tuhan
Bila nyawa tak punya lagi tempat aman? (hal 17)
(2) O, Allah, Gusti nyuwun ngapura
di pinggir sumur saya nembang (hal 19)
Pada contoh (1) terdapat kata wewaler ‗larangan, pamali, pantangan‘ berasal dari
kata bahasa Jawa. Pada contoh (2) terdapat kata Gusti nyuwun ngapura ‗Tuhan,
mohon ampun‘ berasal dari klausa bahasa Jawa. Pada contoh ini juga terdapat
kata nembang ‗menyanyikan lagu‘ yang berasal dari kata bahasa Jawa.
Alasan pertama dalam pemilihan topik campur kode pada tuturan tokoh
Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem ini yaitu karena penulis ingin
mengetahui pada satuan lingual apa saja campur kode dalam novel ini terjadi.
Berikut contoh tuturan Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem,
(3) Saya tak tahu apa jawabannya,
Tapi coba, sampeyan permalukan
di tengah-tengah banyak orang. (hal 56)
(4) Saya sudah punya ngelmu krasan, kok
ngelmu hidup yang sudah ditinggalkan. (hal 54)
(5) Sikap congkak dan sombong diri
tanda orang itu kurang pekerti
“Wani ngalah luhur wekasanipun” (hal 49)
Pada contoh (3) terdapat kata bahasa Jawa berupa kata dasar sampeyan ‗anda‘.
Pada contoh (4) terdapat ungkapan ngelmu krasan ‗ilmu untuk bertahan
(beradaptasi) di lingkungan baru‘ dari bahasa Jawa. Pada contoh (5) terdapat

5

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

perumpamaan wani ngalah luhur wekasanipun „orang yang rendah hati dan
mengalah akan dimuliakan‟.
Alasan Kedua dari pemilihan topik tentang campur kode pada tuturan tokoh
Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem adalah penulis ingin mengetahui latar
belakang penggunaan campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem ini. Berikut
contohnya:
(6) Fajar telah terbit di timur
Sejak subuh hari para tamu pun pulang
Begitupun nDoro Kanjeng dan nDoro Ayu
esuk uthuk-uthuk turun ke Ngayogyakarta. (hal 210)
(7) Betapa senangnya hati saya
nDoro Putri tidur seamben dengan saya
Dia betah dan krasan tinggal di desa
dan, O, makan dan jajan apa adanya
Tak pernah mencacat, dia nrima saja betapa senangnya hati saya (hal
211)
Pada contoh (6) pengarang menggunakan istilah esuk uthuk-uthuk ‗pagi-pagi buta‘
untuk menggambarkan keadaan pagi pada latar penceritaan yang tidak terlalu
subuh namun juga belum terlalu pagi. Penjelasan latar situasi penceritaan ini lebih
memilih menggunakan bahasa Jawa karena merupakan kebiasaan untuk
menceritakan situasi pagi hari yang digambarkan dalam cerita. Pada contoh (7)
pengarang menggunakan istilah seamben ‗seranjang‘, krasan ‗betah‘, dan nrima
‗menerima‘ karena ingin menunjukkan bahwa penutur yang merupakan seorang
pembantu memiliki kesantaian dalam berbicara.

6

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1.2.1

Dalam satuan lingual apa sajakah campur kode terjadi dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag?

1.2.2

Mengapa terjadi campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan umum untuk menganalisis fenomena campur kode penggunaan bahasa
Indoenesia, dalam hal ini akan diteliti terjadinya penggunaan bahasa Indonesia
yang menggunakan unsur bahasa Jawa. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.3.1

Mendeskripsikan satuan lingual apa saja campur kode terjadi dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag

1.3.2

Mendeskripsikan sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan
praktis. Secara teoretis manfaat yang didapat adalah mempertegas kajian

7

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

sosiolingustik dan stilistika. Pada penegasan kajian sosiolinguistik, penelitian ini
diharapkan dapat menguatkan bahwa latar belakang seseorang penutur dapat
mempengaruhi tuturan yang digunakannya. Dalam hal ini, latar belakang budaya,
sosial, agama, lingkungan tempat tinggal, dan pendidikan memperkuat bagaimana
seseorang bertutur. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan
kajian stilistika, yakni bahwa dengan penggunaan bahasa daerah, yang secara
khusus tampak dalam penelitian ini adalah bahasa Jawa, dapat memunculkan
keindahan dan sopan santun dalam bertutur. Penggunaan campur kode ini juga
menunjukkan adanya keinginan untuk mengungkapkan makna dengan lebih tepat.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk
membaca tindak campur kode yang muncul pada karya sastra lain selain novel
Pengakuan Pariyem. Selain itu, pembaca juga bisa memiliki pemahaman
mengapa terkadang dalam komunikasi terjadi tindak campur kode.

1.5 Tinjauan Pustaka
Campur kode pernah diteliti sebelumnya oleh Ekayanti (2004) dalam
skripsinya yang berjudul ―Campur Kode dalam Novel Belantik karya Ahmad
Tohari‖ yang meneliti beberapa permasalahan, yakni, (1) jenis-jenis campur kode
apa yang terdapat dalam Novel Belantik karya Ahmad Tohari berdasarkan satuan
lingualnya, (2) jenis-jenis campur kode apa yang terdapat dalam Novel Belantik
karya Ahmad Tohari berdasarkan bahasanya, (3) makna satuan lingual yang
tercampur, dan (4) faktor penyebab terjadinya campur kode.

8

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Hendriawan (2009) dalam skripsinya yang berjudul ―Campur Kode pada
Penulisan Blog www.seleb.tv‖ menulis bahwa campur kode terjadi bila seorang
penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan yang mendukung suatu
tuturan disisipi oleh unsur bahasa lainnya. Permasalahanan yang dibahas dalam
skripsinya, yakni (1) apa sajakah jenis campur kode, (2) apa sajakah wujud
campur kode, dan (3) faktor apakah yang melatarbelakangi terjadinya campur
kode.
Yuniawan dalam jurnal Humaniora, Volume 17 No.1 (2005: 89-99) menulis
tentang

―Campur

Kode

pada

Masyarakat

Etnik

Jawa-Sunda:

Kajian

Sosiolinguistik dalam Ranah Pemerintahan di Kabupaten Brebes‖. Pada penelitian
ini, Yuniawan menemukan wujud campur kode masyarakat etnik Jawa-Sunda
yang berada dalam ranah pemerintahan, yang terdiri dari (1) campur kode BJw-dB
dalam BI, (2) campur kode BS-dB dalam BI, (3) campur kode BJw-dB dalam BSdB, (4) campur kode BS-dB dalam BJw-dB, (5) campur kode BJw-Ng dalam BI,
dan (6) campur kode BJw-Kr dalam BI.
Setyawati dalam jurnal Jalabahasa, Volume 6, No.1 (2010:63-72) menulis
tentang ―Campur Kode dalam Rubrik „Ah... Tenane‟ pada Harian Solopos Edisi
29-30 Januari dan 1 Februari 2010‖. Permasalahan yang diteliti oleh Setyawati
adalah bentuk-bentuk campur kode dalam rubrik „Ah... Tenane‟ pada harian
Solopos edisi 29-30 Januari 2010 dan 1 Februari 2010. Dari analisis yang
dilakukan, diperoleh bahwa bentuk-bentuk campur kode adalah berupa penyisipan
bahasa Jawa berupa kata, penyisipan berupa frasa, dan penyisipan berupa klausa
ke dalam bahasa Indonesia.

9

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Ciptini (2003) dalam tesisnya meneliti tentang ―Jenis dan Alasan
Penggunaan Campur Kode dalam Komunikasi Hubungan Kerja Rektor
Universitas Negeri Semarang‖. Permasalahan yang dibahas dalam tesis tersebut
yaitu jenis dan alasan apa saja yang menyebabkan digunakannya campur kode
dalam komunikasi hubungan kerja rektor Universitas Negeri Semarang. Ada dua
macam campur kode yang digunakan oleh rektor Universitas Negeri Semarang
dalam komunikasi formal, yaitu (1) campur kode serumpun, dan (2) campur kode
tak serumpun. Penggunaan campur kode tersebut terjadi pada penyisipan berupa
kata, frasa, baster, dan idiom. Alasan penggunaan campur kode adalah untuk
menunjukkan wawasan penutur yang luas, rasa kedaerahan, perasaan senang dan
tidak senang, menghormati seseorang, dan keinginan untuk menjelaskan atau
menafsirkan.
Dalam skripsi ini dibahas campur kode bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia pada tuturan tokoh Pariyem dalam novel Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag. Permasalahan yang diangkat adalah campur kode pada tuturan
tokoh Pariyem yang terdapat pada novel Pengakuan Pariyem terjadi dalam satuan
lingual apa saja dan sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel Pengakuan
Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Meskipun penelitian ini tidak mengembangkan
hasil penelitian yang sudah ada mengenai jenis-jenis campur kode berdasarkan
satuan lingualnya dan sebab-sebab terjadinya campur kode, penulis mengambil
kelebihan dari penelitian ini, yakni karena novel Pengakuan Pariyem merupakan
prosa lirik sehingga membuat novel ini memiliki perbedaan spesifik dengan
novel-novel yang lain.

10

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1.6 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, (1) pengertian
bilingualisme, (2) pengertian alih kode dan campur kode, (3) jenis campur kode
berdasarkan satuan lingualnya, (4) faktor-faktor penyebab terjadinya campur
kode.

1.6.1

Pengertian Bilingualisme
Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan.

Secara harafiah, yang dimaksud dengan bilingualisme, yaitu berkenaan dengan
penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara
umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang
penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey
1962:12, Fishman 1975:73 dalam Chaer 2004:84).
Bloomfield dalam Chaer (2004:85) mengatakan bahwa bilingualisme
adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama
baiknya. Haugen (1961) mendukung pernyataan Bloomfield tentang bilingualisme
dengan definisinya, yaitu tahu akan dua bahasa atau lebih berarti bilingual.
Namun, menurut Haugen selanjutnya, seorang bilingual tidak secara aktif
menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja.

1.6.2

Pengertian Campur Kode dan Alih Kode
Appel dalam Chaer (2004:107) mendefinisikan alih kode sebagai, ―gejala

peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi‖. Berbeda dengan Appel,

11

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Hymes (1875:103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa,
tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam
satu bahasa.
Pengalihan kode ini, dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum
disebabkan oleh (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3)
perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke
informal atau sebaliknya, dan (5) perubahan topik pembicara (Chaer, 2004:108).
Pembicaraan mengenai alih kode tidak terlepas dari pembahasan tentang
campur kode. Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat bilingual ini
mempunyai kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar dibedakan. Hall dan
Hill dalam Chaer (2004:114) dalam penelitian mereka mengenai masyarakat
bilingual bahasa Spanyol dan Nahuali di kelompok Indian Meksiko, mengatakan
bahwa tidak ada harapan untuk membedakan antara alih kode dan campur kode.
Kesamaan antara alih kode dan campur kode adalah penggunaan dua bahasa
atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dalam
alih kode setiap bahasa yang digunakan masih menduduki fungsi otonominya
sendiri, sedangkan dalam campur kode, kode utama atau dasar masih menduduki
fungsi otonomnya, sedangkan kode lain yang terlibat hanya berupa serpihan.
Campur kode ialah fenomena pencampuran bahasa kedua ke dalam bahasa
pertama, pencampuran bahasa asing ke dalam struktur bahasa ibu. Berdasarkan
definisi sederhana ini, fenomena campur kode sebenarnya tidak melulu
melibatkan bahasa asing. Bisa juga melibatkan bahasa daerah dengan bahasa
nasional (http://indonesiasaram.wordpress.com/2007/01/06/campur-kode/).

12

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Campur kode adalah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa
atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa
ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu
(Nababan, 1984:32).
Fasold dalam Chaer (2004:115) berpendapat bahwa campur kode ialah
fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode
terdapat serpihan-serpihan yaitu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur,
tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu. Serpihan di sini
dapat berbentuk kata, frasa, atau unit bahasa yang lebih besar.
Terdapat dua tipe campur kode menurut Soewito (1985) yaitu campur kode
intern (inner code-mixing) dan campur kode ekstern (outer code-mixing). Campur
kode intern yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa daerah. Campur kode
ekstern (outer code-mixing) yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asing
di luar bahasa penutur.

1.6.3 Jenis Campur Kode berdasarkan Satuan Lingual
Bahasa bersifat abstrak. Bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian
(Sudaryanto, 1983:162). Bahasa dapat dikenali lewat wujud konkretnya. Wujud
konkret bahasa itu adalah satuan-satuan lingual atau satuan-satuan kebahasaan.
Satuan lingual adalah satuan yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun
gramatikal (lih, Ramlan, 2001:27). Satuan Lingual merupakan satuan dalam
struktur bahasa (Kridalaksana, 1982:148). Satuan lingual antara lain berwujud
kata, frasa, dan kalimat.

13

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito
(1985:78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, antara lain:
1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa
3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster
4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata
5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan
6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa

1.6.4

Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Campur Kode

1.6.4.1 Menurut Dell Hymes
Faktor penyebab campur kode menggunakan teori Dell Hymes (1972).
Dell Hymes menggambarkan komponen tutur dalam suatu akronim bahasa Inggris
yang terdolong dalam delapan unsur, sehingga menghasilkan akronim speaking,
dengan huruf-huruf pertamanya sebagai berikut (Sumarsono, 2002:326-335).
a. S(etting and scene)
Latar mengacu pada waktu dan tempat terjadinya tindak tutur dan biasanya
mengacu kepada keadaan fisik. Suasana mengacu kepada ―latar
psikologis‖ atau batasan budaya tentang suatu kejadian sebagai suatu jenis
suasana tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dalam latar yang
sama mungkin mengubah suasana, misalnya, dari formal menjadi
informal, dari serius menjadi santai, dan sebagainya.

14

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

b. P(articipants)
Partisipan adalah orang-orang yang terlibat dalam pertuturan. Beberapa
kaidah wicara di beberapa etnik tertentu menuntut spesifikasi tiga
partisipan, yaitu pengirim, penerima, pendengar, atau sumber bicara, juru
bicara, dan penerima.

c. E(nds)
Menurut Hymes, tujuan suatu peristiwa dari sudut pandang guyup tidak
perlu serupa dengan tujuan mereka yang terkait dalam guyup itu. Strategi
para partisipan merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan
peristiwa tutur.

d. A(ct sequences)
Act sequence (urutan tindakan) mencakup dua hal yakni bentuk pesan dan
isi pesan. Bentuk pesan merupakan hal yang mendasar dan merupakan
salah satu pusat tindak tutur, di samping isi pesan. Bentuk pesan
menyangkut cara bagaimana sesuatu (topik) dikatakan atau diberitakan. Isi
pesan berkaitan dengan persoalan apa yang dikatakan, menyangkut topik
dan perubahan topik. Bentuk dan isi pesan itu merupakan keterampilan
komunikatif yang bervariasi dari budaya yang satu ke budaya yang lain.
Tiap penutur harus mengetahui bagaimana merumuskan peristiwa tutur
dan tindak tutur yang menurut budaya guyupnya dinilai baik.

15

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

e. K(ey) (tone or spirit of act)
Kunci mengacu kepada cara, nada, atau jiwa (semangat) tindak tutur
dilakukan. Kunci itu serupa dengan modalitas dalam kategori gramatika.
Tindak tutur bisa berbeda karena kunci, misalnya antara serius dan santai,
hormat dan tak hormat, sederhana dan angkuh atau sombong, dan
sebagainya. Pentingnya kunci terlihat jika ada konflik antara kunci dengan
isi tindak tutur; kunci akan mengalahkan isi.

f. I(nstrumentalities)
Instrumentalitis mengacu kepada medium penyampaian tutur: lisan,
tertulis, telegram, telepon, dan sebagainya. Dalam hal ini, orang harus
membedakan cara menggunakannya.

g. N(orms of interaction and interpretation)
Semua kaidah yang mengatur pertuturan bersifat imperatif (memerintah).
Maksudnya adalah perilaku khas dan sopan santun tutur yang mengikat
yang berlaku dalam guyup. Interpretasi memiliki norma dan menurut
Hymes mengimplikasikan sistem kepercayaan dari guyup.

h. G(enres)
Tentang ―genre‖ dimaksudkan kategori-kategori seperti puisi, mite,
dongeng, peribahasa, teka-teki, cacian (kutukan), doa, orasi, kuliah,
perdagangan, surat edaran, editorial, dan sebagainya. Pengertian genre

16

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

mengimplikasikan

kemungkinan

pengidentifikasian

ciri-ciri

formal

(bentuk) yang secara tradisi sudah dikenal oleh warga guyup. Richards dkk
(1985) mengemukakan, di dalam analisis wacana, genre adalah
sekelompok peristiwa tutur yang oleh guyup tutur dianggap mempunyai
tipe yang sama. Hymes menambahkan, genre sering terjadi bersama-sama
dengan peristiwa tutur, tetapi harus tetap diperlakukan berbeda dari
peristiwa tutur.

1.6.4.2 Menurut Weinreich
Selain itu, Weinreich (1953) menjelaskan mengapa seseorang harus
meminjam kata-kata dari bahasa lain. Hal ini pada dasarnya memiliki dua faktor,
yaitu faktor internal (kebahasaan) dan faktor eksternal (non-kebahasaan).
a. Faktor Internal (Kebahasaan)
Latar belakang kebahasaan yang menyebabkan orang menggunakan
campur kode adalah sebagai berikut.
1. Low frequency of word, yaitu kata-kata bahasa asing digunakan karena
lebih mudah diingat dan lebih stabil maknanya.
2. Pernicious homonimy, yaitu jika penutur menggunakan kata dari
bahasanya sendiri maka kata tersebut dapat menimbulkan masalah
homonim yaitu makna ambigu.
3. End (purpose and goal), yaitu akibat atau hasil yang dikehendaki. End
meliputi membujuk, menyarankan, dan menerangkan.

17

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

b. Faktor Eksternal (Non-Kebahasaan)
Latar belakang non-kebahasaan yang menyebabkan orang menggunakan
campur kode adalah.
1. Need for synonim, yaitu penutur menggunakan bahasa lain untuk
memperhalus maksud tuturan.
2. Social value, yaitu penutur sengaja mengambil kata dari bahasa lain
dengan mempertimbangkan faktor sosial
3. Perkembangan dan perkenalan dengan budaya baru

1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap strategis, yaitu: tahap
pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.
Berikut diuraikan masing-masing tahap penelitian tersebut.

1.7.1

Tahap Pengumpulan Data
Data berupa teks diperoleh dari novel Pengakuan Pariyem karya Linus

Suryadi Ag. Pemerolehan data dilakukan dengan metode simak. Metode
penyediaan data ini diberi nama metode simak karena penjaringan data dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa (Kesuma, 2007:43). Dalam penelitian ini
dilakukan penyimakan terhadap campur kode dalam tuturan Pariyem dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Teknik lanjutan dari metode simak
dalam penelitian ini yaitu teknik simak bebas libat cakap.

18

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Teknik simak bebas libat cakap adalah penjaringan data yang dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses
pembicaraan. Dalam teknik ini, peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut
menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai
pemerhati (Kesuma, 2007:44. Lih. Sudaryanto, 1988:4). Dalam teknik simak
bebas libat cakap digunakan teknik lanjutan yaitu teknik catat.
Teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil
penyimakan data pada kartu data (Kesuma, 2007:45). Teknik catat ini merupakan
upaya transkripsi yang merupakan akhir dari pengumpulan data. Selain
transkripsi, tahap akhir dari pengumpulan data adalah pengklasifikasian data. Data
diklasifikasikan berdasarkan satuan lingualnya.

1.7.2

Tahap Analisis Data
Tahapan analisis data adalah langkah yang dilakukan peneliti setelah data

terkumpul sebagai upaya untuk menangani masalah yang ada dalam data. Analisis
data untuk penelitian ini menggunakan metode padan.
Metode padan, yang disebut pula metode identitas, adalah metode analisis
data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari
bahasa (langue) yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993:13). Metode
padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan referensial,
metode padan pragmatis, dan metode padan translasional.
Metode padan referensial adalah metode padan yang alat penentunya
berupa referen bahasa (Kesuma, 2007:48). Metode padan referensial ini untuk

19

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

mengidentifikasi

satuan

kebahasaan

dari

data

yang

ditunjuk.

Contoh

penerapannya sebagi berikut.
(8) Saya lebih patut sebagai biyung emban (Suryadi, 2002:23)
Kalimat (8) menunjukkan kata biyung emban ‗ibu pengasuh‘ merupakan satuan
lingual berupa frasa. Penentuan satuan lingual pada kalimat tersebutlah yang
merupakan penentuan identitas berupa metode padan referensial.
Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan
atau mitra bicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan
kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau
mitra wicaranya ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma,
2007:49). Contoh penerapannya adalah sebagai berikut.
(9) Dasar perempuan suka celelekan
Diberi tahu malah ngikik ketawa (Suryadi, 2002:120)
Contoh (9) menekankan pada penggunaan kata celelekan ‗tidak bisa bersungguhsungguh‘ untuk menunjukkan bahwa penggunaan kata bahasa Jawa lebih
mendukung pada maksud yang ingin disampaikan penutur tentang sifat lawan
bicaranya yang tidak bisa diajak serius.
Metode padan translasional adalah metode padan yang alat penentunya
bahasa lain (Kesuma, 2007:49). Contoh penerapan metode padan translasional
adalah sebagai berikut.
(10) Hasrat mangku wanodya bangkit –mana tahan— (Suryadi, 2002:25)
Contoh (10) menggunakan kata bahasa Jawa wanodya. Dalam bahasa Indonesia
kata tersebut memiliki arti ‗wanita atau perempuan‘. Pada contoh (10) kata

20

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

wanodya dalam bahasa Jawa merujuk pada maksud yang sama dengan kata
wanita dalam bahasa Indonesia.
Teknik lanjutan yang digunakan dalam metode ini adalah teknik hubung
banding menyamakan hal pokok. Teknik hubung banding menyamakan hal pokok
adalah teknik analisis data yang alat penentunya berupa daya banding
menyamakan hal pokok di antara satuan-satuan kebahasaan yang ditentukan
identitasnya (Kesuma, 2007: 54).

1.7.3

Tahap Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dengan metode informal. Penyajian hasil

analisis data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan kata-kata biasa sehingga apabila dibaca langsung dapat dipahami
(Kesuma, 2007: 71).

1.8

Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini terdiri dari empat bab.
Bab I berisi pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan perihal latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
Bab II berisi uraian mengenai jenis-jenis campur kode berdasarkan satuan
lingualnya yang ada dalam novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag.
Berdasarkan satuan lingualnya, campur kode terbagi atas beberapa jenis yaitu,
campur kode berupa kata, campur kode berupa frasa, campur kode berupa bentuk

21

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ulang, campur kode berupa baster, campur kode berupa klausa, dan campur kode
berupa ungkapan.
Bab III berisi uraian mengenai sebab-sebab terjadinya campur kode dalam
novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag. Alasan penutur menggunakan
campur kode ada dua, yaitu adanya faktor internal (kebahasaan) dan faktor
eksternal (non-kebahasaan).
Bab IV berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan yang dimaksud adalah
kesimpulan tentang jenis-jenis campur kode berdasarkan satuan lingualnya dan
sebab-sebab terjadinya campur kode dalam novel Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag. Saran yang dimaksud adalah saran kepada peneliti lain yang
tertarik untuk mengkaji novel Pengakuan Pariyem dengan tinjauan yang berbeda
atau mengkaji campur kode dalam konteks yang lain.

22

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II
CAMPUR KODE BERDASARKAN SATUAN LINGUAL
DALAM NOVEL PENGAKUAN PARIYEM

2.1 Pengantar
Ada dua tipe campur kode, menurut Soewito (1985), yaitu campur kode
intern yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa daerah dan campur kode
ekstern yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asing di luar bahasa
penutur. Sesuai dengan latar belakang penulis dan latar belakang situasi penulisan
karya, campur kode yang terjadi dalam novel Pengakuan Pariyem cenderung
mengarah pada tipe pertama, yakni campur kode intern.
Campur kode yang terjadi dalam novel Pengakuan Pariyem merupakan
campur kode intern yang terjadi dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia.
Campur kode tidak hanya terjadi dalam tataran kata, melainkan juga dalam satuan
lingual lainnya seperti frasa, kalimat, dan klausa. Pada bagian ini akan
diungkapkan campur kode yang terjadi dalam novel Pengakuan Pariyem
berdasarkan satuan lingualnya

2.2 Kuantitas Penggunaan Campur Kode di dalam Novel Pengakuan Pariyem
Wujud campur kode, menurut Soewito (1985), terbagi atas beberapa satuan
lingual, yaitu campur kode berupa kata, baster, perulangan kata, frasa, dan
ungkapan. Berikut ini tabel jumlah campur kode yang terjadi dalam novel
Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag (lihat lampiran 2).

23

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Wujud Campur Kode

Jumlah

Kata

167

Frasa

15

Baster

18

Bentuk Ulang

25

Peribahasa

19

Total

244

Tabel 1.1 kuantitas penggunaan campur kode

Dari tabel 1.1, dapat dilihat seringnya penggunaan campur kode berupa kata
dan peribahasa dalam tuturan pada novel Pengakuan Pariyem. Peristiwa campur
kode tersebut sering digunakan oleh tokoh Pariyem dalam komunikasi sehariharinya dengan orang di sekitarnya. Penggunaan campur kode berupa kata, frasa,
baster, dan peribahasa tersebut mewakili latar belakang tokoh untuk
mengungkapkan sesuatu kepada lawan bicaranya.
Peristiwa campur kode berupa percampuran dari bahasa Jawa ini terjadi
karena penutur1 memiliki latar belakang budaya Jawa yang kental. Selain itu,
dalam suatu komunikasi, penutur ingin mengungkapkan maksud tuturan dengan
lebih sopan ataupun lebih kasar yang berarti ‗menegaskan‘. Dalam hal ini, bentuk
tutur bahasa Jawa secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yakni bentuk
hormat dan bentuk biasa.

1

Pariyem

24

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Rahardi (2001:59-60) mengungkapkan tingkat tutur bahasa Jawa menjadi
tiga, yaitu tingkat tutur ngoko yang memiliki makna rasa yang tak berjarak antara
orang pertama atau penutur dengan orang kedua atau mitra tutur, tingkat tutur
krama yang memancarkan arti penuh sopan-sant