UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK AQUOUS RIMPANG KUNYIT{Curcuma domesdca Val.)TERHADAP ISOLAT BAKTERI Escherichia coli DARI PASIEN DIARE DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG -
UJI AKTIVITAS A N T I B A K T E R I E K S T R A K AQUOUS
RtMPASGKmYYT{Curcuma
domesdca
Uail)TERHADAP
ISOLAT B A K T E R I Escherichia
coli DARI PASIEN
DIARE DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
NILA F I T R I O L A
NIM: 702013075
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI E K S T R A K AQUOUS RIMPANG
K U N Y I T (Curcuma domestica VaL) T E R H A D A P I S O L A T
B A K T E R I Escherichia coli D A R I P A S I E N D I A R E
DI R U M A H S A K I T M U H A M M A D I Y A H
PALEMBANG
Dipersiapkan dan disusun oleh
NILA FITRI O L A
N I M : 70 2013 075
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Pada tanggal 9 Februari 2017
Menyetujui:
Ertati Suarni, S.SLM.Farm.,ADt
Pembimbing Pertama
Putri ErlvnSsAan apoBitu (kanui tetak memSidatkan teAad, maka Bextawakatak kepada
QUak. SeaungguAaga CUiah mengukai oxang^oHong gang lawakal.
(GS.CUiJttvuuufSC)
iDetigan ucapan (UAamduHUak, aaga numpetaemSakkan hatga aedenkexna
JCepada agak dan iku gang aetata memkefukan kasik aagatig, dukungan
dandoa untuk anaknga Aingga aemua ini teeuwjud
JCepada atUkku VikkauUt Jtatnadkani, adik gang paiing aaga aagangi.
JCepada (jUoU Suawl, SSL, M3aHm., dpi aekagai pendUmking 1 dan IPutfd
&Ugn, SJKj(},MJHe&, aekagai pemkimking 2 gang telah memkedkan maaukan
dalam memkimking akapaL
JCepada de, yanti Jtoaita, JiSCea aekagai penguji teeima kaaik alaa awtan
gang dikevkan untuk memkuat akdpai ini menjadi lekiA Baik.
Vntuk aakakat Swunila, Jiwi, ifutni, dan 3)eatg
JCepada tetnandeman tint eap&ament miktakialagi Swunila, yunUa, Afwtia,
dan Jakewddka gang aetata Beeaama-aama mengkakiakan waktu untuk
melakukan penelitian dan menunggu kimkingan.
aeUa JJC UM9 angkatan 2013 (Qeneme Jieaa)
iv
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
S K R I P S I , F E B R U A R I 2017
NILA FITRI OLA
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Aquous Rimpang Kunyit {Curcuma
domestica VaL) terhadap Isolat Bakten Escherichia Coli dari Pasien Diare di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
xii + 53 halaman + 7 tabel + 4 gambar + lampiran
ABSTRAK
Escherichia coli adalah bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae
sebagai flora normal dan patogen pada manusia karena dapat menyebabkan diare.
Di Indonesia diare merupakan penyakit endemis. Salah satu tatalaksana diare
dapat diberikan terapi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada
penyakit infeksi dapat menyebabakan terjadinya resistensi sehingga diperiukan
altematif menggunakan bahan aktif dari tanaman. Rimpang kunyit {Curcuma
domestica VaL) merupakan salah satu tanaman yang tumbuh di Indonesia yang
berkhasiat obat karena mengandung kurkumin, flavonoid, alkaloid, dan tannin.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aquous
rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.) terhadap pertumbuhan isolat bakteri
Escherichia coli dari pasien diare di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Dari hasil identifikasi 23 sampel feses, didapatkan 23 sampel positif terdapat
bakteri Escherichia coli. Ekstraksi rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.)
dilakukan dengan metode subcritical water extraction. Uji aktivitas antibakteri
dilakukan dengan menggunakan ekstrak rimpang kunyit konsentrasi 20%, 40%,
60%, 80%, dan 100% serta antibiotik cefotaxime 30 pg sebagai kontrol positif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunyit {Curcuma domestica
Val.) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% memiliki rata-rata
zona hambat sebesar 4.47 mm, 6.04 mm, 8.39 mm, 9.91 mm, dan 11.30 mm
sedangkan antibiotik cefotaxime 30 pg sebesar 28.96 mm, sehingga ekstrak
rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.) memiliki aktivitas antibakteri.
Referensi
: 44(1999-2016)
Kata Kunci : Escherichia coli, Rimpang kunyit, Aktivitas Antibakteri
V
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH
MEDICAL
FACULTY
SKRIPSI,
FEBRUARY2017
NILA FITRI
OLA
PALEMBANG
Antibacterial Activity Test of
Aqueous Extract of Turmeric (Curcuma
Domestica VaL) on Isolates of Escherichia Coli from Patients with Diarrhea in
Muhammadiyah Hospital Palembang
xii + 53 pages + 7 tables + 4 pictures + enclosure
ABSTRACT
Escherichia
coli is one of gram negative bacteria from family of
enterobacteriaceae that can be as flora normal and pathogenic because it can
cause diarrhea. In Indonesia, diarrhea is an endemic disease. One of management
for diarrhea is antibiotic. Irrasionally antibiotic prescription in infectious disease
can increase bacteria resistant so need another alternative by using antibacterial
activity from a plant. Turmeric (Curcuma domestica VaL) is one of the plant that
grow in Indonesia and has medicinal value because
it contains curcumin,
study
aims to determine the
flavonoid, alkaloid, and tannin as antibacterial. This
antibacterial activity of aqueous extract of turmeric (Curcuma domestica Val.)
against Escherichia
coli isolates from child stool with diarrhea in
Muhammadiyah Hospital Palembang. The result of identification from 23 stool
samples obtained 23 samples positive contained Escherichia coli. Extraction of
turmeric used by subcritical water extraction method. Antibacterial activity test
used concentration of turmeric extract 20%, 40%, 60%), 80%, and 100%, also
antibiotic cefotaxime 30 pg as positive control. The result showed that turmeric
extract (Curcuma domestica Val.) with concentration 20%, 40%, 60%, 80%, and
100% have zone of inhibition with average diameter are 4.47 mm, 6.04 mm, 8.39
mm, 9.91 mm, and 11.30 mm, also antibiotic cefotaxime 30 pg is 28.96 mm, so
turmeric extract (Curcuma domestica Val.)has antibacterial activity.
References
Key word
: 44 (1999 - 2016)
: Escherichia coli. Turmeric, Antibacterial Activity
vi
K A T A PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
alhamduliliah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya peneliti dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul "Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Aquous Rimpang Kunyit {Curcuma domestica VaL) terhadap Isolat
Bakteri Escherichia Coli Dari Pasien Diare Di R S Muhammadiyah
Palembang" sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran
(S.Ked). Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuma, karena
kesempumaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi perbaikan
di masa mendatang.
Dalam hal penyelesaian penelitian ini, penulis banyak mendapat bantuan
bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materi maupun spiritual
3. Dekan dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang
4. Ertati Suami, S.Si,M.Farm.,Apt. selaku pembimbing 1
5. Putri Erlyn, S.KG, M . Kes selaku pembimbing I I
6. dr. HJ. Yanti Rosita, M.Kes selaku penguji
7. Kepala laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang
8. Kepala laboratorium dan analis Program Studi Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung peneliti.
Palembang, 9 Februari 2017
Nila Fitri Ola
vii
D A F T A R ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
PERSETUJUAN PENGALIHAN HAK PUBLIKASI
H A L A M A N P E R S E M B A H A N DAN M O T T O
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
D A F T A R ISI
DAFTAR T A B E L
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB L
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.2. Manfaat Praktis
1.5. Keaslian Penelitian
i
ii
ill
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xii
1
3
3
3
3
4
4
4
4
B A B I I . TINJAUAN P U S T A K A
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Bakteri Escherichia coli
2.1.2. Diare
2.1.3. Kunyit
2.1.4. Mekanisme Kerja Antimikroba
2.1.5. Antibiotika Cefotaxime
2.1.6. Uji Antibakteri
2.1.7. Ekstraksi
2.2. Kerangka Teori
6
6
10
15
20
21
24
25
30
B A B III. M E T O D E P E N E L I T I A N
3.1. Jenis Penelitian
3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian
3.3. Populasi Dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
3.3.2.Sampel Penelitian
3.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.4. Teknik Pengambilan Sampel
31
31
31
31
32
32
32
viii
3.4.
Variabel Penelitian
3.4.1. VariabelTerikat
3.4.2. Variabel Bebas
3.5. Definisi Operasional
3.6. Cara Pengumpulan Data
3.6.1. Data Primer
3.6.2. Alat dan Bahan
3.6.2. Cara Kerja
3.7. Cara Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1. Cara Pengolahan Data
3.7.2. Analisis Data
3.8. Alur Penelitian
32
32
32
33
34
34
34
35
38
38
38
39
B A B IV. H A S I L DAN P E M B A H A S A N
4.1. Hasil
40
4.1.1. Identifikasi Bakteri Escherichia coli
41
4.1.2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Aquous Rimpang
Kunyit terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli
41
4.2. Pembahasan
44
B A B V . K E S I M P U L A N DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
48
48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
B I O D A T A R I N G K A S A T A U R I W A Y A T HIDUP
50
54
73
ix
DAFTAR T A B E L
Tabel
Halaman
1.1. Keaslian Penelitian
4
2.1. Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)
41
3.1 Definisi Operasional
33
4.1. Hasil Identifikasi Bakteri Escherichia
coli Pada
Media Agar Mac
Conkey Hasil Pengukuran Zona Bening
41
4.2. Clinical and Laboratory Standards Institute
42
4.3. Hasil Pengukuran Zona Hambat Antibiotik Cefotaxime
Berdasarkan
Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)
42
4.4. Hasil Pengukuran Zona Hambat Ekstrak Rimpang Kunyit terhadap Isolat
Bakteri Escherichia coli
43
X
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2A. Bakten Escherichia coli
6
2.2. Tanaman Kunyit
16
2.3. Rimpang Kunyit
16
2.4. Sifat Fisik Air Berdasarkan Suhu
29
xi
D A F T A R LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Lembar Informed Consent
54
2. Tabe\ Clinical and Laboratory Standards Institute
56
3. Komposisi Media
57
4. Standar Mc Parian
59
5. Perhitungan Pembuatan Konsentrasi Larutan
60
6. Daftar Nama Pasien Anak Diare di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
61
7. Hasil Identifikasi Bakteri Escherichia coli
62
8. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat
63
9. Hasil SPSS Analisis Deskriptif
64
10. Dokumentasi
65
11. Kartu Aktivitas Bimbingan Skripsi
67
12. Surat Izin Penelitian di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang
13. Surat Izin
Penelitian
68
di Laboratorium Teknik Kimia
Universitas
Muhammadiyah Palembang
69
14. Surat Izin Penelitian di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
70
15. Surat Telah Menyelesaikan Penelitian di Laboratorium Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang
71
16. Surat Telah Menyelesaikan Penelitian di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
72
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bakteri Escherichia coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang
dari famili Enterobacteriaceae menipkan flora normal dominan yang terdapat
di dalam usus manusia. Escherichia
coli dapat bersifat patogen jika jumlah
bakteri meningkat dalam saluran pencemaan atau berada di luar usus
sehingga dapat menyebabkan diare, infeksi saluran kemih, sepsis, dan
meningitis (Brooks, Butel, dan Morse, 2007).
Diare adalah buang air besar sebanyak tiga kali atau lebih dengan
konsistensi lembek atau cair yang terjadi dalam satu hari (frekuensi lebih
sering daripada orang normal) (WHO, 2013). Diare yang disebabkan oleh
Infeksi Escherichia
coli terjadi karena Escherichia
coli dapat menghasilkan
enterotoksin sehingga dapat menyebabkan perlekatan sel epitel pada usus
halus ataupun usus besar. Enterotoksin yang sering menyebabkan diare pada
bayi dan anak-anak adalah EPEC, ETEC, dan EIEC (Brooks, Butel, dan
Morse, 2007).
Secara global, diare mempakan penyebab kedua kematian pada anakanak usia di bawah lima tahun setelah pneumonia. Diare menyebabkan
kematian sekitar 760.000 anak setiap tahun (WHO, 2013). Di Indonesia,
penyakit diare merupakan salah satu penyakit endemis. Pada tahun 2015
terjadi 18 kali Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tersebar di 11 Provinsi, 18
kabupaten/kota dengan jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang
(Kementerian Kesehatan Ri, 2016). Sedangkan angka kejadian diare di
Palembang, Sumatera Selatan cukup tinggi. Jumlah kasus diare pada tahun
2011 sebanyak 45.593 kasus, tahun 2012 sebanyak 57.576 kasus, tahun 2013
sebanyak 51.226 kasus, tahun 2014 sebanyak 44.213 kasus dan tahun 2015
sebanyak 38.721 kasus (Dinkes Palembang, 2016).
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional bisa membuat mikroba
patogen menjadi resisten. Resistensi obat terjadi apabila obat tidak dapat
1
2
mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, inaktivasi obat, dan mikroba
mengubah tempat ikatan. Adanya mikroba resisten ini menjadi penyebab
utama kegagalan pengobatan pada penyakit infeksi (Setiabudy, 2012). Oleh
sebab itu. diperiukan altematif dalam
memanfaatkan
mengatasi masalah ini dengan
bahan-bahan aktif antimikroba dari tanaman obat (Adila,
Nurmiati, dan Agustien, 2013).
Indonesia mempunyai banyak tanaman yang berkhasiat obat. Salah satu
tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat adalah kunyit
terutama
bagian rimpangnya {Curcuma domestica Val.) (Savitri, A., 2016). Saat ini,
kunyit sudah dimanfaatkan secara luas dibidang Industri makanan, minuman,
obat-obatan, kosmetik. dan tekstil. Dimasyarakat, warna kuning dominan
pada kunyit biasa digunakan sebagai pewama alami dan penguat rasa dalam
makanan (Utami, 2012).
Kunyit digunakan dalam pengobatan tradlsional di Indonesia, Tiongkok
dan
India (Savitri, 2016).
antidiabetes,
antioksidan,
Kunyit
memiliki
hipolipidemik,
efek
sebagai antikanker,
antiinflamasi,
antimikroba,
antiracun, hepatoprotektif, neproprotektif, dan antikoagulan. Hal inilah yang
menyebabkan kunyit dianggap sebagai tanaman serbaguna sebagai obat
tradisional (Savitri, 2016).
Menurut hasil penelitian Ambo Lau (2013) dan Hermawan (2013),
ekstrak etanol rimpang kunyit memiliki efek daya hambat terhadap bakteri
Escherichia
rimpang
coli.
Selain menggunakan pelarut etanol, ekstrak aquades
kunyit juga
memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap
bakteri
Eschericia coli (Mukhtar dan Ghori, 2012; Deshmukh, 2014). Hal ini karena
rimpang
kunyit mengandung
senyawa aktif
berupa
kurkumin. tanin
(Wijayakusuma, 2008). alkaloid, dan flavonoid (Deb, Majumdar, dan Gosh,
2013).
Semakin
finggi
konsentrasi
ekstrak
kunyit
maka
aktivitas
antibakterinya semakin tinggi (Rahmawati, Sujarwo dan Widodo, 2013).
Menurut hasil penelitian Deshmukh (2014), ekstrak aquades rimpang kunyit
juga memiliki efektivitas terhadap bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
typhimurium. Metode ekstraksi aquous yang digunakan pada penelitian diatas
3
menggunakan
metode konvensional
(maserasi dan perebusan). Metode
ekstraksi aquous dengan cara terbaru subcritical water extraction belum
banyak diungkap.
Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul "uji
aktivitas antibakteri ekstrak aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica
Val) terhadap isolat bakteri Escherichia coli dari pasien diare di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang".
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana aktivitas
antibakteri ekstrak
aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica
terhadap isolat bakteri Escherichia
Val.)
coli dari pasien diare di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aquous rimpang kunyit
{Curcuma domestica Val.) terhadap isolat bakteri Escherichia coli dari
pasien diare di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aquous rimpang kunyit
{Curcuma domestica
Val.) berbagai konsentrasi terhadap isolat
bakteri Escherichia
coli
dari pasien diare di Rumah
Sakit
Muhammadiyah Palembang.
2. Mengetahui konsentrasi ekstrak aquous rimpang kunyit {Curcuma
domestica Val.) yang paling efektif menghambat isolat bakteri
Escherichia coli dari pasien diare di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
3. Mengetahui
metode
subcritical
water
extraction
mengekstraksi rimpang kunyit {Curcuma domestica Val).
dalam
4
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1, Manfaat Teoritis
Memberikan bukti ilmiah tentang aktivitas antibakteri ekstrak
aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.) dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia
coli.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang manfaat
ekstrak aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica VaL) sebagai
antibakteri.
2. Memacu
masyarakat
untuk
memanfaatkan
rimpang
kunyit
{Curcuma domestica Val.) untuk terapi awal pada diare.
1.5. Keaslian Penelitian
Table 1.1. Penelitian Tentang Efek Antibakteri Ekstrak Kunyit
Nama
Ambo Lau,
2013,
Makassar
Judul Penelitian
Uji Aktivitas
Antibakteri Dari
Ekstrak Etanol
Rimpang Kunyit
{Curcuma
domestica
Desain
Penelitian
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Val.)
Terhadap Bakteri
Escherichia
coli
dan
Staphylococcus
Hasit
Zona
hambat
yang
terbentuk pada bakteri
Escherichia
coli
pada
C5%, 10%, 15%,20%dan
25% berturut-turut adalah
9,65 mm, 10,05 mm,
10,27 mm, 10,97 mm,
dan 13,20 mm.
aureus Resisten
Hermawan,
2013,
Surakarta
Antibiotik
Uji Aktivitas
Antibakteri
Ekstrak Etanol
Kunyit Kuning
{Curcuma
Linnaeus)
Longa
Terhadap
Esherichia
coli
1129 Dan
Staphylococcus
Aureus Atcc 6538
Secara In Vitro
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Ekstrak etanol kunyit
kuning {Curcuma longa
Linn) dengan konsentrasi
20%. 40%, 60%, 80%,
100%b/v dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dengan
rerata masing-masing
yaitu 4,6mm. 4,6mm,
5mm, 5,4mm, dan 5,6
mm dengan nilai uji
0,000
statistik
5
Desain
Nama
Judul Penelitian
Mukhtar dan
Ghori, 2012,
Pakistan
Antibacterial
Activity Of Aqueous
And Ethanolic
Extract Of Garlic,
Cinnamon, And
Turmeric Against
Escherichia
coli
Atcc 25922 And
Bacillus subtilis
Dsm 3256
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Ekstrak aquades dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri
Escherichia coli pada
konsentrasi 10%, 20%,
40%, 60%, 80%, 100%.
Deshmukh,
2014, India
Investigation of Anti
Bacterial
Potensial
of Turmeric
(Curcuma longa) on
Entheric Pathogens
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Ekstrak kunyit mampu
menghambat
pertumbuhan bakteri
Escherichia
coli.
Salmonella typhi dan
typhimurium
Salmonella
dengan pelarut aquades,
eter, etanol, methanol,
xylene, benzena, aseton.
Penelitian
Hasi!
BAB I I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Bakteri Escherichia coli
A. Morfologi
Gambar 2.1. Bakteri Escherichia coli
Sumber: www.gov.mb.ca
Escherichia
coli
merupakan bakteri gram negatif yang
berasal dari famili Enlerobacteriaceae
yang dapat bersifat sebagai
flora normal di dalam usus manusia dan kadang-kadang bersifat
patogen. Escherichia
coli berbentuk batang pendek yang memiliki
panjang sekitar 2 pm, diameter 0,7 pm, lebar 0,4-0,7 \im dan
bersifat anaerob fakultatif. Escherichia
coli membentuk koloni
yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Brooks,
Butel, dan Morse, 2007).
B. Karakteristik
Escherichia
coli
merupakan
bakteri fakultatif
anaerob,
kemoorganotropik dan memiliki tipe metabolisme fermentasi dan
respirasi. Pertumbuhan Escherichia
coli pada suhu optimal 37*'C
pada media yang mengandung 1% pepton sebagai sumber karbon
dan nitrogen. Escherichia
6
coli memfermentasikan laktosa dan
7
menghasilkan
indol yang dapat digunakan
bakteri pada makanan dan air. Escherichia
untuk identifikasi
coli dapat mati pada
suhu 6(fC selama 30 menit (Misnadiarly dan Djajaningrat, 2014).
Struktur sel Escherichia
coli dikelilingi oleh membran sel,
terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein. Membran
sel Escherichia
coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul.
Flagela dan fili Escherichia
Escherichia
coli menjulur dari permukaan sel.
coli bergerak dengan flagel peritrichous. Dinding sel
bakteri terbuat dari polisakarida. Kapsula atau mikrokapsula terbuat
dari
asam-asam
polisakarida.
Escherichia
coli
memproduksi
berbagi macam fimbria diantaranya filamentus, proteinaceus, dan
seperti rambut appendages (Gillespie dan Banford, 2009).
Escherichia
coli
memiliki
struktur yang disebut
outer
membran yang berfungsi untuk mengeluarkan molekul-molekul
hidrofilik dan menghambat perpindahan molekul-molekul besar,
akan tetapi pada outer membran terdapat struktur yang disebut
porin, dimana porin digunakan sebagai saluran untuk melewati
outer membran bagi molekul-molekul hidrofilik yang ukurannya
lebih kecil seperti glukosa dan asam amino (Brooks, Butel, dan
Morse, 2007).
Menurut Misnadiarly dan Djajaningrat (2014),
Escherichia
coli memiliki tiga antigen yaitu:
1. Antigen O (somatik) yang bersifat tahan panas atau termostabil
yang terdiri dari polisakarida glukosamin dan terdapat pada
dinding bakteri gram negatif.
2. Antigen H (flagel) bersifat tidak tahan panas atau termolabil dan
dapat rusak pada suhu lOCC.
3. Antigen K (kapsul) atau envelope antigen merupakan antigen
yang terdapat di permukaan luar
polisakarida dan tidak tahan panas.
bakteri yang terdiri dari
8
C.
Patogenesis
Escherichia
coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini
dalam saluran pencemaan meningkat atau berada di luar usus.
Escherichia
beberapa
coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
kasus
diare.
Escherichia
coli
berasosiasi
dengan
enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Brooks,
Butel, dan Morse, 2007).
Menurut
Brooks, Butel, dan
Morse (2007), ada
lima
kelompok galur Escherichia coli yang patogen, yaitu:
1. Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC)
EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di
negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah
diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel
mukosa
usus
(penumpulan),
halus.
Terdapat
pembentukan
kehiiangan
tumpuan
mikrovilll
filamen aktin
atau
struktur mirip mangkuk dan kadang-kadang EPEC masuk ke
dalam sel mukosa. Infeksi EPEC menyebabkan diare enceryang
biasanya sembuh sendiri tetapi bisa menjadi kronik.
2. Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC)
ETEC penyebab yang sering dari (reveller's diarrhea dan
penyebab diare pada bayi di negara berkembang.
Faktor
kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan
pelekatan ETEC pada sel epitel usus halus manusia. ETEC
menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas (Labile
Toxin)
yang berada dibawah kendali genetik plasmid. Toksin L T
adenilsiklase
dalam
usus
halus
dan
merangsang
enzim
merangsang
sekresi cairan kedaiam lumen usus. Beberapa
ETEC menghasilkan enterotoksin yang tahan panas {Stabile
Toxin) yang berada dibawah kendali plasmid heterogen. Toksin
ST merangsang enzim guanilatsiklase dan menghasilkan siklik
9
guanosinmonofosfat
yang menyebabkan
gangguan
absorbsi
klorida dan natrium serta menurunkan motilitas usus hatus.
3. Enterohemoragik Escherichia coli (EHEC)
EHEC menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek
sitotoksisnya
pada
sel
vero. EHEC menimbulkan colitis
hemoragik, diare yang berat, dan sindroma hemolitik uremik,
anemia
hemolitik,
Serotipe Escherichia
mikroangiopati,
dan
trombositopenia.
coli yang menghasilkan verotoksin yaitu
0157:H7 adalah serotipe yang paling sering ditemukan. Toksin
yang serupa dengan
toksin Shiga merupakan
determinan
virulensi utama pada Shigella dysetUriae.
4. Enteroinvasif Escherichia coli (EIEC)
EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan
shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di
negara berkembang dan parawisatawan yang menuju negara
tersebut.
Galur EIEC bersifat
nonlaktosa
atau melakukan
fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat
bergerak. EIEC menimbulkan penyakil melalui invasinya ke sel
epitel mukosa usus.
5. Enteroagregatif Escherichia coli (EAEC)
EAEC menyebabkan diare akut dan kronik (durasi lebih
dari 14 hari) pada masyarakat di negara berkembang. Organisme
ini juga
menyebabkan
penyakit yang ditularkan melalui
makanan di negara industri. EAEC menghasilkan toksin mirip
ST dan hemolisin.
10
2.1.2. Diare
A. Defioisi Diare
Menurut WHO, diare adalah buang air besar sebanyak tiga kali
atau lebih dengan konsistensi lembek atau cair yang terjadi dalam
satu hari (frekuensi lebih sering daripada orang normal) (WHO,
2013). Berdasarkan volume atau berat feses, diare diartikan sebagai
berat feses lebih dari 10 gram/kgBB/hari pada bayi dan lebih dari
200 gram/hari pada anak-anak (Sibal dan Gopalan, 2015).
Berdasarkan waktu dari gejala, diare dibedakan menjadi tiga
yaitu diare akut, diare persisten dan diare kronik. Diare akut adalah
diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu. Diare
persisten adalah diare yang terjadi selama dua sampai empat minggu
yang terjadi secara mendadak. Diare kronik adalah diare yang
berlangsung lebih dari dua minggu yang terjadi secara bertahap dan
bertahan lebih dari sartu bulan (Sibal dan Gopalan, 2015).
B. Etiologi Diare
Diare akut pada anak dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan
noninfeksi, seperti:
a. Infeksi
1. Bakteri
Salmonella, Campylobacter Jejuni, Escherichia coli, Shigella,
Vibrio
cholerae.
difficile, dan Yersinia
Vibrio
parahaemolyticus,
Clostridium
enterocolitica.
2. Parasit
Protozoa yang menyebababkan diare akut adalah Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Isospora belli,
parvum,
Cyclospora
dan Encephalitozoon
Cryptosporidium
Cayetanensis, Enterocytozoon
intestinalis.
bieneusi,
11
3. Virus
Rotavirus,
Calicivirus,
Adenovirus
enterik, dan
Astrovirus
(Marchadante dkk., 2011).
b. Noninfeksi
Diare akut dengan penyebab noninfeksi adalah iskemia
intestinal,
inflammatory
bowel disease, dan
kolitis
radiasi
(Djojoningrat, 2009).
Sedangkan diare kronis bisa disebabkan oleh
pascainfeksi,
defisiensi disakarida sekunder, intoleransi protein susu, sindrom
iritabilitas kolon, fibrosis kistik, penyakit seliakus, dan sindrom usus
pendek (Ulsen, 1999).
C. Patofisiologi Diare
Menurut Sibal dan Gopalan (2015), diare dapat disebabkan
oleh mekanisme berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Diare osmotik
Diare osmotik terjadi ketika meningkatnya air ke dalam
lumen usus karena gangguan absorbsi. Penarikan cairan ke dalam
lumen usus inilah yang menyebabkan diare. Infeksi
saluran
pencemaan seperti rotavims dan beberapa bakteri patogen dapat
memsak epitel usus sehingga menyebabkan malabsorpsi laktosa
dan diare osmotik.
2. Diare sekretorik
Diare sekretorik terjadi apabila sekresi berlebihan air ke
dalam lumen usus lebih dari kapasitas absorbsi. Hal ini bisa
disebabkan oleh infeksi seperti kolera dan enteritoksin yang
diproduksi oleh bakteri seperti Clostridium difficile dan Shigella.
3. Diare inflamasi
Proses inflamasi yang merusak epitel usus menyebabkan
kemsakan fili dan gangguan fungsi dari transpor aktif yang
menyebabkan penurunan absorbsi cairan dan elektrolit. Contoh
12
mekanisme ini adalah infeksi organisme patogen, celiac dan
irritable bowel diseases.
4. Gangguan Motilitas
Meningkatkan motilitas usus dapat menyebabkan diare
karena tidak adekuatnya absorbsi. Hal ini dapat dilihat pada
pasien
dengan
hipomotilitas
irritable
usus
bowel
dengan
syndrome.
peristaltik
yang
Di
sisi
tidak
lain,
adekuat
menyebabkan stasis dengan pertumbuhan berlebihan dari bakteri
dan
malabsorpsi
yang
dapat
menyebabkan
diare osmotik
sekunder.
D. Manifestasi Klinis
Diare memiliki manifestasi klinis berupa buang air besar lebih
dari tiga kali sehari dengan feses lembek atau cair dan dapat timbul
bersamaan dengan gejala sistemik seperti demam, letargi dan nyeri
abdomen. Diare juga dapat
menimbulkan gejala muntah dan
dehidrasi. Diare umumnya melibatkan organ ileum dengan gejala
diare cair (watery stool) tanpa adanya darah ataupun lender daoat
berlangsung selama 3-4 hari dengan frekuensi 4-5 kali buang air cair
per hari (Marchadante dkk., 2 0 I I ) .
E . Tatalaksana Diare
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), salah satu strategi
yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengendalian diare adalah
dengan memberikan tatalaksana yang standar di sarana kesehatan
melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS diare). Lima langkah
tuntaskan diare (LINTAS diare) diantaranya adalah (Kementerian
Kesehatan Rl, 2011):
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah teijadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah,
13
dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air
tajin, kuah sayur atau air matang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infiis.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi:
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
Keadaan Umum : Baik
Mata
: Normal
Rasa haus
: Normal, minum biasa
Turgor kulit
: Kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi yaitu:
Umur < 1 tahun
: % - '/z gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 - 4 tahun
: '/z - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1-114 gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi ringan/sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata
: Cekung
Rasa haus
: Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit
: Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb
dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti
diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata
: Cekung
14
Rasa haus
; Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit
: Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk
ke Puskesmas untuk di infus.
2. Berikan obat zink
Zink merupakan salah satu mikronutrien yang penting
dalam tubuh. Zink dapat menghambat enzim INOS {Inducible
Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat
selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zink
juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian zink selama diare terbukti mampu mengurangi
lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Dosis pemberian zink yaitu:
- Umur < 6 bulan
: '/z tablet (10 mg ) per hari selama 10 hari.
- Umur > 6 bulan
: 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zink tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti.
3. Pemberian ASl/Makanan
Pemberian
makanan
selama
dtare
bertujuan
untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap
kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak
yang masih minum ASI atau minum susu formula diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih yang telah
mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicema dan diberikan sedikit-sedikit dan lebih sering.
4. Pemberian Antibiotika Atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena
kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
15
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis) atau suspect kolera. Obat anti
protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita
harus diberi nasehat tentang:
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah.
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan
bila diare
lebih
sering, muntah
berulang, sangat haus,
makan/minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, tidak
membaik dalam 3 hari.
2.1.3. Kunyit
Kunyit {Curcuma
domestica
Val) merupakan tanaman yang
berasal dari India dan kemudian dibawa oleh pedagang Gujarat ke
Indonesia. Kunyit dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia
(Winarto dan Tim Karyasari, 2003).
A. Taksonomi dan Morfologi Kunyit
Taksonomi kunyit adalah
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma domestica VaL
(Said, 2007)
16
Gambar 2.2. Tanaman Kunyit
Sumber: balittro.litbang.pertanian.go.id
Tanaman kunyit tumbuh berumpun dengan tinggi 40-100 cm,
batang kunyit merupakan batang semu, tegak berbentuk bulat,
berwama hijau kekuningan dan tersusun dari beberapa pelepah
daun. Daun tunggal, bentuk bulat telur memanjang hingga 10-40
cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan wama hijau
pucat. Ujung dan pangkal daun runcing dengan tepi daun rata
(Winarto, 2008). Satu tanaman kunyit biasanya terdiri dari 6-10
daun yang tersusun secara berselang-seling. Bunga majemuk
berambut dan bersisik panjang 10-15 cm dengan mahkota panjang
sekitar 3 cm dan lebar
1,5 cm, berwama putih/kekunlngan
(Winarto, 2008).
Gambar 2.3. Rimpang Kunyit
Sumber: Dokumen Pribadi
17
Rimpang kunyit terdiri dari rimpang utama dan rimpang
cabang. Tunas tumbuh pada rimpang utama kearah samping,
mendatar, dan melengkung. Tunas berbuku-buku pendek dan
berjumlah banyak. Panjang rimpang bisa mencapai 20 cm dengan
ketebalan 1,5-4 cm. Kulit luar rimpang berwama jingga kecokiatan,
daging buah merah, jingga, kekuning-kuningan (Winarto, 2008).
B. Manfaat Kunyit
Kunyit
antioksidan,
(antinflamasi),
dapat
melancarkan
meluruhkan
meredakan
darah
haid
nyeri
dan
vital
(emenagog),
(analgesik),
energi,
antiradang
mempermudah
persalinan, dan mempercepat penyembuhan luka (Winarto, 2008).
Selain itu, kunyit juga bermanfaat untuk antidiare, pelumh empedu,
antidotum, pembersih darah setelah melahirkan dan obat pencahar
(Rukmana, 2004). Kandungan fitokimia pada kunyit
bersifat
antibakteri. Ekstrak kunyit mampu menurunkan jumlah bakteri
Escherichia coli di usus. (Utami, 2012).
Menurut
Savitri
(2016),
manfaat
kunyit
bagi
tubuh
diantaranya adalah:
1.
Untuk nyeri sendi dan peradangan kronis
Senyawa kurkumin yang terdapat didalam rimpang kunyit
bersifat sebagai antiinflamasi.sifat antiinflamasi yang tinggi
efektif untuk mengatasi rheumatoid arthritis dan mengurangi
gejala inflamasi akibat penyakit tersebut.
2.
Meredakan depresi
Kurkumin mampu mengelola depresi yang dialami seseorang.
Mengkonsumsi seduhan kunyit secara teratur memengurangi
perasaan tertekan dan memberikan rasa tenang.
3.
Diabetes
Kunyit dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah
resistensi
insulin.
Senyawa
kurkumin
menekan
produksi
18
glukosa pada hati dan dapat bekerja sebagai antidiabetes dan
antioksidan terutama untuk diabetes tipe 1.
4.
Kesehatan otak dan memori
Kunyit mampu meningkatkan fungsi memori. Ketika fungsi
otak baik, maka penyerapan hormon serotonin dan melatonin
meningkat.
5.
Penyakit Alzheimer
Zat
antiinflamasi
dan
antioksidan
pada
kunyit
mencegah peradangan otak yang menyebabkan
mampu
penyakit
alzheimer.
6.
Antikanker
Kurkumin
yang
menghambat
terkandung
pertumbuhan
di
dan
dalam
kunyit
membunuh
mampu
sel
kanker,
meningkatkan antioksidan dan sistem kekebalan tubuh dengan
cara
meningkatkan
fungsi
mitokondria
sel
dan
juga
merabolisme.
7.
Penuaan kulit
Zat
antiinflamasi
mengurangi
yang
kemerahan
terdapat
dan
pada
kunyit
iritasi pada kulit.
mampu
Senyawa
antibakteri mampu menjaga keseimbangan kulit, mencegah
noda akibat jerawat dan meningkatkan tekstur kulit.
C . Kandungan Senyawa Kimia
Komposisi kimia kunyit mengandung kadar air 6%, protein
8%, karbohidrat 57%, serat kasar 7%, bahan mineral 6,8%, minyak
atsiri (3-5%) terdiri dari senyawa d-alfa-pelandren 1 %, d-sabeneli
0,6%, cineol 1%, bomeol 0,5%, zingiberen 25% tirmeron 58%,
seskuiterpen alkohol 5,8%, alfatlanton dan gamma atlanton, pati
berkisar 40-50%, kurkumin 2,5-6% (Winarto, 2008). Kunyit
mengandung senyawawa kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin,
desmetoksikurkumin,
dan
bisdesmetoksikurkumin
(Adiguna,
19
2014).
Kunyit
juga
mengandung
senyawa
kimia
tannin
(Wijayakusuma, 2008).
Hasil uji fitokimia pada ekstrak aquades rimpang kunyit
mengandung senyawa kimia berupa flavonoid, alkaloid, tanin dan
asam amino (Deb, Majumdar, dan Gosh, 2013).
D. Efek Antibakteri Kunyit
Rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val) mengandung
bahan-bahan yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. Hal ini
karena kunyit mengandung senyawa aktif flavonoid, kurkumin
(Winarto, 2008), alkaloid dan tannin (Deb, Majumdar, dan Gosh,
2013).
Senyawa flavonoid mampu merusak dinding sel sehingga
menyebabkan kematian sel. Senyawa flavonoid akan membentuk
senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler
dan terlarut
sehingga akan merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan
keluamya senyawa intraseluler (Utami dan Puspaningtyas, 2013).
Kurkumin yang terdapat dalam ekstrak rimpang kunyit
mampu menghambat pertumbuhan koloni bakteri dengan cara
merusak atau melisiskan membran sel. Kerusakan membran sel
bakteri oleh senyawa asam seperti kurkumin dan senyawa fenolik
dapat mengarah pada kematian sel. Hal ini disebabkan karena
terhambatnya kerja enzim di dalam sel oleh keadaan yang sangat
asam (Fitoni, Asri, dan Hidayat, 2013).
Senyawa tannin mampu membentuk kompleks dengan
protein polipeptida dinding sel bakteri sehingga terjadi gangguan
pada dinding bakteri dan bakteri lisis. Kandungan senyawa lain
seperti alkaloid dalam kunyit mampu mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding
sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Utami dan Puspaningtyas, 2013).
20
2.14. Mekanisme Kerja Antimikroba
Antimikroba
dapat
bersifat
sebagai
bakterisida. Bakteriostatik merupakan
mampu
menghambat
multiplikasi
bakteriostatik
dan
sifat antimikroba yang
bakteri,
tetapi
bila
zat
penghambat tersebut dihilangkan, maka multiplikasi akan terjadi
kembali
sehingga
menghambat
pertumbuhan
bakteri
secara
reversibel. Sedangkan bakterisida merupakan antimikroba yang
mampu membunuh atau memusnahkan bakteri sehingga bersifat
irreversibel (Irianto, 2006).
Menurut Setiabudy (2012), mekanisme kerja antimikroba
dibagi menjadi lima cara, yaitu:
1. Menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidup.
Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam
amino benzoat (PAHA). Adanya hambatan dalam pembentukan
asam folat menyebabkan
gangguan pada mikroba tersebut.
Mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
2. Menghambat sintesis dinding sel
Bakteri
memiliki
dinding
sel
yang
kaku,
terdiri
peptidoglikan dan berfungsi untuk mempertahankan
dari
bentuk
mikroorganisme dan menahan sel bakteri. Adanya kerusakan
atau hilangnya lapisan peptidoglikan ini akan menyebabkan lisis
pada sel bakteri.
3. Mengganggu keutuhan membran sel
Sitoplasma dibatasi oleh selaput sitoplasma yang berfungsi
sebagai barier didalam permeabilitas selektif, melakukan fungsi
transportasi aktif dan dengan demikian mengendalikan susunan
dalam sel. Kerusakan membran sel menyebabkan
keluamya
berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba seperti
protein, asam nukleat, maupun nukleotida.
21
4. Penghambatan sintesis protein
Untuk kehidupan, sel mikroba perlu mensisntesis
berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan
mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua
subunit, yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan
sebagai ribosom 30S dan SOS. Untuk berfungsi pada sintesis
protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai
mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein
menyebabkan
hambatan
perlekatan tRNA
dan mRNA
ke
ribosom.
5. Menghambat sintesis asam nukleat
Oengan memutuskan ikatan polimerase RNA dan DNA. Obatobat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase
sehingga mengahambat
sintesis DNA. DNA girase adalah
enzim
pada
yang
terdapat
bakteri
yang
menyebabkan
terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga
menghambat replikasi DNA.
2.1.5. Antibiotika Cefotaxime
Antibiotika digolongkan dalam beberapa golongan berdasarkan
senyawa kimia yakni golongan beta laktam (penisilin dan sefalosporin),
golongan
aminoglikosida
tetrasiklin,
golongan
(gentamisin,
kloramfenikol,
dan
fankomisin),
golongan
golongan
sulfonamida
(Setiabudy, 2012).
Cefotaxime merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga
yang berspektrum luas (Istiantoro dan Gan, 2012).
A. Farmakologi
Cefotaxime bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel
mikroba pada proses transpeptidase tahap ketiga dalam reaksi
pembentukan dinding sel. Obat ini sangat efektif terhadap bakteri
gram negatif dan kurang selektif untuk bakteri gram positif. Obat ini
22
dapat melintasi daerah sawar darah otak. Cefotaxime memiliki
aktivitas terhadap B. fragilis sangat lemah dibandingkan dengan
klindamisin dan metronidazol (Istiantoro dan Gan, 2012).
Beberapa sefalosporin generasi III mencapai kadar yang tinggi
di cairan serebrospinal (CSS), sehingga dapat bermanfaat untuk
pengobatan
meningitis purulenta. Selain itu, sefalosporin juga
melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi pada cairan sinovial
dan cairan pericardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin
generasi I I I relatif tinggi pada cairan mata, tetapi tidak mencapai
vitreus.
Kadar
sefalosporin
dalam
empedu
umumnya
tinggi
(Istiantoro dan Gan, 2012).
Sefalosporin diekskresikan utuh melalui ginjal, dengan proses
sekresi
tubuli
Cefotaxime
dan
sebagian
mengalami
diekskresikan
deasetilasi,
metabolit
melalui
empedu.
yang
aktivitas
antimikrobanya lebih rendah juga diekskresikan melalui ginjal.
Kadar serum yang dicapai setelah pemberian infus 1 gram adalah 60140 |Ag/mL. Obat ini mengalami penetrasi ke dalam jaringan dan
cairan tubuh dengan baik. Waktu paruh plasma sekitar 1 jam dan
diberikan tiap 4-6 jam. Metabolitnya ialah desasetilsefotaksim yang
kurang aktif (Istiantoro dan Gan, 2012).
Dosis untuk orang dewasa adalah 2-12 gr/hari dibagi dalam 36 dosis. Etosis pada anak-anak 50-200 mg/kgBB/jam dam 4-6 dosis.
Dan pada neonatus 100 mg/kgBB/ jam dalam 2 dosis. Dalam
keadaan gagal ginjal diperiukan penyesuaian
dosis. Cefotaxime
tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik I , 2 dan 10 gram.
Cefotaxime diberikan dalam bentuk I M atau IV. Dengan ikatan
protein plasma sebesar 40-50% (Istiantoro dan Gan, 2012).
23
B. Indikasi
Sefalosporin
aminoglikosida
generasi I I I tunggal atau dalam
obat
merupakan
lini
pertama
kombinasi
untuk
infeksi
Klebsiella, Enterobacteriaceae, Proteus, Provedencia, Serratia, dan
Haemophilus
spesies (Istiantoro dan
Gan,
2012).
Cefotaxime
merupakan obat yang bersifat broad spectrum yang dapat digunakan
untuk Enterobacteriaceae,
Escherichia
coli dan Proteus
strains
(Constable, Wistanley, dan Walley, 2007).
Sebagai bagian
ampisilin
dan
dari tiga kombinasi dengan vankomisin,
cefotaxime
atau
seftriakson
digunakan
untuk
pengobatan meningitis pada dewasa dan anak-anak lebih dari 3 bulan
(sampai penyebab infeksinya di identifikasi). Ketiga kombinasi ini
merupakan obat pilihan untuk meningitis oleh H. influenza, S.
pneumonia yang sensitive, N. meningitides dan bakteri enterik gram
negatif (Istiantoro dan Gan, 2012).
C . Kriteria Diameter Zona Hambat Antibiotik Cefotaxime
Berdasarkan
(CLSI)
Clinical
and
Laboratory
(2013), zona hambat yang
Standard
terbentuk
Institute
pada antibiotik
cefotaxime dapat diklasifikasikan menjadi sensitif, intermediet, dan
resisten seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)
Antibiotik
Cefotaxime
Kriteria Diameter Zona Hambat (mm)
Sensitif
Intermediet
Resisten
23-25
26
Sumber: Clinical and Laboratory Standards Institute, 2013
24
2.1.6. Uji Antibakteri
Uji antibakteri dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh suatu
sistem pengobatan yang efektif dan efisien (Pratiwi, 2008).
A. Metode Uji Antibateri
Menurut Pratiwi (2008), metode pengujian antibakteri terdiri dari:
1. Metode Disk diffusion
Metode disk diffusion (test Kirby & Baurer) merupakan metode
untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang
berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah
ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut.
Area jemih
pertumbuhan
mengindikasikan
adanya
hambatan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada
permukaan media Agar.
2.
E-test
Metode ini berfungsi untuk menghitung kadar hambat minimum
(KHM) dari suatu
antibakteri. Strip yang memiliki agen
antibakteri dengan konsentrasi rendah hingga tinggi diletakan
pada agar yang ditanami bakteri. Pertumbuhan bakteri yang
terhambat dapat dilihat dengan area jemih disekitar strip.
3. Ditch-plate technique
Metode ini disebut metode parit yaitu dengan cara membuat
parit dengan cara memotong media agar dengan cara membujur.
Parit tersebut diisi dengan agen antbakteri dan bakteri yang ingin
diuji digoreskan kearah parit yang telah diisi agen antibakteri.
4. Cup-plate technique
Metode sumur ini yaitu dengan cara membuat lubang oada media
agar yang telah ditanami bakteri lalu pada lubang tersebut
dimasukan agen antibakteri.
5. Gradient-plate technique
Konsentrasi yang digunakan pada metode ini berkisar dari nol
hingga
maksimal.
Pertama,
media
agar
dicairkan
dan
25
dicampurkan dengan zat antibakteri. Setalah dicampur, hasilnya
dituang dicawan petri dalam posisi miring. Setelah itu, nutrisi
dituang
diatas
campuran
sebelumnya.
Selanjutnya
cawan
diinkubasi selama 24 jam agar media mongering. Bakteri yang
akan diuji dioleskan pada cawan dari konsentrasi rendah ke
tinggi. Hasilnya diinterprestasikan dengan cara menghitung
panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimal yang
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.
6. Metode dilusi agar
Merupakan metode di mana melibatkan berbagai konsentrasi
dari agen antimikrobiologi pada suatu medium agar, yang
biasanya menggunakan twofold dillutions, yang diikuti dengan
pemakaian bakteri yang telah diinokulasi pada permukaan agar.
2.1.7. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut
yang sesuai (Departemen Kesehatan R l , 2000). Proses ekstraksi
dilakukan dengan cara:
1. Pembuatan serbuk simplisia
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk
simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat
kehalusan
tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar
beberapa hal sebagai berikut:
a. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif
dan efisien, namun makin halus serbuk, maka makin rumit
secara teknologi untuk tahapan filtrasi.
b. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan
dan interaksi dengan benda keras (logam) maka akan timbul
26
panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa kandungan
(Departemen Kesehatan RI, 2000).
2. Pemilihan pelarut
Cairan pelarut untuk pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif.
Faktor yang diperiukan untuk pertimbangan dalam pemilihan
cairan penyari yaitu selektivitas, ke
RtMPASGKmYYT{Curcuma
domesdca
Uail)TERHADAP
ISOLAT B A K T E R I Escherichia
coli DARI PASIEN
DIARE DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh:
NILA F I T R I O L A
NIM: 702013075
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI E K S T R A K AQUOUS RIMPANG
K U N Y I T (Curcuma domestica VaL) T E R H A D A P I S O L A T
B A K T E R I Escherichia coli D A R I P A S I E N D I A R E
DI R U M A H S A K I T M U H A M M A D I Y A H
PALEMBANG
Dipersiapkan dan disusun oleh
NILA FITRI O L A
N I M : 70 2013 075
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Pada tanggal 9 Februari 2017
Menyetujui:
Ertati Suarni, S.SLM.Farm.,ADt
Pembimbing Pertama
Putri ErlvnSsAan apoBitu (kanui tetak memSidatkan teAad, maka Bextawakatak kepada
QUak. SeaungguAaga CUiah mengukai oxang^oHong gang lawakal.
(GS.CUiJttvuuufSC)
iDetigan ucapan (UAamduHUak, aaga numpetaemSakkan hatga aedenkexna
JCepada agak dan iku gang aetata memkefukan kasik aagatig, dukungan
dandoa untuk anaknga Aingga aemua ini teeuwjud
JCepada atUkku VikkauUt Jtatnadkani, adik gang paiing aaga aagangi.
JCepada (jUoU Suawl, SSL, M3aHm., dpi aekagai pendUmking 1 dan IPutfd
&Ugn, SJKj(},MJHe&, aekagai pemkimking 2 gang telah memkedkan maaukan
dalam memkimking akapaL
JCepada de, yanti Jtoaita, JiSCea aekagai penguji teeima kaaik alaa awtan
gang dikevkan untuk memkuat akdpai ini menjadi lekiA Baik.
Vntuk aakakat Swunila, Jiwi, ifutni, dan 3)eatg
JCepada tetnandeman tint eap&ament miktakialagi Swunila, yunUa, Afwtia,
dan Jakewddka gang aetata Beeaama-aama mengkakiakan waktu untuk
melakukan penelitian dan menunggu kimkingan.
aeUa JJC UM9 angkatan 2013 (Qeneme Jieaa)
iv
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
S K R I P S I , F E B R U A R I 2017
NILA FITRI OLA
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Aquous Rimpang Kunyit {Curcuma
domestica VaL) terhadap Isolat Bakten Escherichia Coli dari Pasien Diare di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
xii + 53 halaman + 7 tabel + 4 gambar + lampiran
ABSTRAK
Escherichia coli adalah bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae
sebagai flora normal dan patogen pada manusia karena dapat menyebabkan diare.
Di Indonesia diare merupakan penyakit endemis. Salah satu tatalaksana diare
dapat diberikan terapi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional pada
penyakit infeksi dapat menyebabakan terjadinya resistensi sehingga diperiukan
altematif menggunakan bahan aktif dari tanaman. Rimpang kunyit {Curcuma
domestica VaL) merupakan salah satu tanaman yang tumbuh di Indonesia yang
berkhasiat obat karena mengandung kurkumin, flavonoid, alkaloid, dan tannin.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aquous
rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.) terhadap pertumbuhan isolat bakteri
Escherichia coli dari pasien diare di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Dari hasil identifikasi 23 sampel feses, didapatkan 23 sampel positif terdapat
bakteri Escherichia coli. Ekstraksi rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.)
dilakukan dengan metode subcritical water extraction. Uji aktivitas antibakteri
dilakukan dengan menggunakan ekstrak rimpang kunyit konsentrasi 20%, 40%,
60%, 80%, dan 100% serta antibiotik cefotaxime 30 pg sebagai kontrol positif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rimpang kunyit {Curcuma domestica
Val.) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% memiliki rata-rata
zona hambat sebesar 4.47 mm, 6.04 mm, 8.39 mm, 9.91 mm, dan 11.30 mm
sedangkan antibiotik cefotaxime 30 pg sebesar 28.96 mm, sehingga ekstrak
rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.) memiliki aktivitas antibakteri.
Referensi
: 44(1999-2016)
Kata Kunci : Escherichia coli, Rimpang kunyit, Aktivitas Antibakteri
V
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH
MEDICAL
FACULTY
SKRIPSI,
FEBRUARY2017
NILA FITRI
OLA
PALEMBANG
Antibacterial Activity Test of
Aqueous Extract of Turmeric (Curcuma
Domestica VaL) on Isolates of Escherichia Coli from Patients with Diarrhea in
Muhammadiyah Hospital Palembang
xii + 53 pages + 7 tables + 4 pictures + enclosure
ABSTRACT
Escherichia
coli is one of gram negative bacteria from family of
enterobacteriaceae that can be as flora normal and pathogenic because it can
cause diarrhea. In Indonesia, diarrhea is an endemic disease. One of management
for diarrhea is antibiotic. Irrasionally antibiotic prescription in infectious disease
can increase bacteria resistant so need another alternative by using antibacterial
activity from a plant. Turmeric (Curcuma domestica VaL) is one of the plant that
grow in Indonesia and has medicinal value because
it contains curcumin,
study
aims to determine the
flavonoid, alkaloid, and tannin as antibacterial. This
antibacterial activity of aqueous extract of turmeric (Curcuma domestica Val.)
against Escherichia
coli isolates from child stool with diarrhea in
Muhammadiyah Hospital Palembang. The result of identification from 23 stool
samples obtained 23 samples positive contained Escherichia coli. Extraction of
turmeric used by subcritical water extraction method. Antibacterial activity test
used concentration of turmeric extract 20%, 40%, 60%), 80%, and 100%, also
antibiotic cefotaxime 30 pg as positive control. The result showed that turmeric
extract (Curcuma domestica Val.) with concentration 20%, 40%, 60%, 80%, and
100% have zone of inhibition with average diameter are 4.47 mm, 6.04 mm, 8.39
mm, 9.91 mm, and 11.30 mm, also antibiotic cefotaxime 30 pg is 28.96 mm, so
turmeric extract (Curcuma domestica Val.)has antibacterial activity.
References
Key word
: 44 (1999 - 2016)
: Escherichia coli. Turmeric, Antibacterial Activity
vi
K A T A PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
alhamduliliah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya peneliti dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul "Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Aquous Rimpang Kunyit {Curcuma domestica VaL) terhadap Isolat
Bakteri Escherichia Coli Dari Pasien Diare Di R S Muhammadiyah
Palembang" sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran
(S.Ked). Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuma, karena
kesempumaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi perbaikan
di masa mendatang.
Dalam hal penyelesaian penelitian ini, penulis banyak mendapat bantuan
bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materi maupun spiritual
3. Dekan dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang
4. Ertati Suami, S.Si,M.Farm.,Apt. selaku pembimbing 1
5. Putri Erlyn, S.KG, M . Kes selaku pembimbing I I
6. dr. HJ. Yanti Rosita, M.Kes selaku penguji
7. Kepala laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang
8. Kepala laboratorium dan analis Program Studi Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung peneliti.
Palembang, 9 Februari 2017
Nila Fitri Ola
vii
D A F T A R ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
PERSETUJUAN PENGALIHAN HAK PUBLIKASI
H A L A M A N P E R S E M B A H A N DAN M O T T O
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
D A F T A R ISI
DAFTAR T A B E L
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB L
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
1.3.2. Tujuan Khusus
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.2. Manfaat Praktis
1.5. Keaslian Penelitian
i
ii
ill
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xii
1
3
3
3
3
4
4
4
4
B A B I I . TINJAUAN P U S T A K A
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Bakteri Escherichia coli
2.1.2. Diare
2.1.3. Kunyit
2.1.4. Mekanisme Kerja Antimikroba
2.1.5. Antibiotika Cefotaxime
2.1.6. Uji Antibakteri
2.1.7. Ekstraksi
2.2. Kerangka Teori
6
6
10
15
20
21
24
25
30
B A B III. M E T O D E P E N E L I T I A N
3.1. Jenis Penelitian
3.2. Waktu Dan Tempat Penelitian
3.3. Populasi Dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
3.3.2.Sampel Penelitian
3.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.4. Teknik Pengambilan Sampel
31
31
31
31
32
32
32
viii
3.4.
Variabel Penelitian
3.4.1. VariabelTerikat
3.4.2. Variabel Bebas
3.5. Definisi Operasional
3.6. Cara Pengumpulan Data
3.6.1. Data Primer
3.6.2. Alat dan Bahan
3.6.2. Cara Kerja
3.7. Cara Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1. Cara Pengolahan Data
3.7.2. Analisis Data
3.8. Alur Penelitian
32
32
32
33
34
34
34
35
38
38
38
39
B A B IV. H A S I L DAN P E M B A H A S A N
4.1. Hasil
40
4.1.1. Identifikasi Bakteri Escherichia coli
41
4.1.2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Aquous Rimpang
Kunyit terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli
41
4.2. Pembahasan
44
B A B V . K E S I M P U L A N DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
48
48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
B I O D A T A R I N G K A S A T A U R I W A Y A T HIDUP
50
54
73
ix
DAFTAR T A B E L
Tabel
Halaman
1.1. Keaslian Penelitian
4
2.1. Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)
41
3.1 Definisi Operasional
33
4.1. Hasil Identifikasi Bakteri Escherichia
coli Pada
Media Agar Mac
Conkey Hasil Pengukuran Zona Bening
41
4.2. Clinical and Laboratory Standards Institute
42
4.3. Hasil Pengukuran Zona Hambat Antibiotik Cefotaxime
Berdasarkan
Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)
42
4.4. Hasil Pengukuran Zona Hambat Ekstrak Rimpang Kunyit terhadap Isolat
Bakteri Escherichia coli
43
X
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2A. Bakten Escherichia coli
6
2.2. Tanaman Kunyit
16
2.3. Rimpang Kunyit
16
2.4. Sifat Fisik Air Berdasarkan Suhu
29
xi
D A F T A R LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Lembar Informed Consent
54
2. Tabe\ Clinical and Laboratory Standards Institute
56
3. Komposisi Media
57
4. Standar Mc Parian
59
5. Perhitungan Pembuatan Konsentrasi Larutan
60
6. Daftar Nama Pasien Anak Diare di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
61
7. Hasil Identifikasi Bakteri Escherichia coli
62
8. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat
63
9. Hasil SPSS Analisis Deskriptif
64
10. Dokumentasi
65
11. Kartu Aktivitas Bimbingan Skripsi
67
12. Surat Izin Penelitian di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang
13. Surat Izin
Penelitian
68
di Laboratorium Teknik Kimia
Universitas
Muhammadiyah Palembang
69
14. Surat Izin Penelitian di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
70
15. Surat Telah Menyelesaikan Penelitian di Laboratorium Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Palembang
71
16. Surat Telah Menyelesaikan Penelitian di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
72
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bakteri Escherichia coli adalah bakteri gram negatif berbentuk batang
dari famili Enterobacteriaceae menipkan flora normal dominan yang terdapat
di dalam usus manusia. Escherichia
coli dapat bersifat patogen jika jumlah
bakteri meningkat dalam saluran pencemaan atau berada di luar usus
sehingga dapat menyebabkan diare, infeksi saluran kemih, sepsis, dan
meningitis (Brooks, Butel, dan Morse, 2007).
Diare adalah buang air besar sebanyak tiga kali atau lebih dengan
konsistensi lembek atau cair yang terjadi dalam satu hari (frekuensi lebih
sering daripada orang normal) (WHO, 2013). Diare yang disebabkan oleh
Infeksi Escherichia
coli terjadi karena Escherichia
coli dapat menghasilkan
enterotoksin sehingga dapat menyebabkan perlekatan sel epitel pada usus
halus ataupun usus besar. Enterotoksin yang sering menyebabkan diare pada
bayi dan anak-anak adalah EPEC, ETEC, dan EIEC (Brooks, Butel, dan
Morse, 2007).
Secara global, diare mempakan penyebab kedua kematian pada anakanak usia di bawah lima tahun setelah pneumonia. Diare menyebabkan
kematian sekitar 760.000 anak setiap tahun (WHO, 2013). Di Indonesia,
penyakit diare merupakan salah satu penyakit endemis. Pada tahun 2015
terjadi 18 kali Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tersebar di 11 Provinsi, 18
kabupaten/kota dengan jumlah penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang
(Kementerian Kesehatan Ri, 2016). Sedangkan angka kejadian diare di
Palembang, Sumatera Selatan cukup tinggi. Jumlah kasus diare pada tahun
2011 sebanyak 45.593 kasus, tahun 2012 sebanyak 57.576 kasus, tahun 2013
sebanyak 51.226 kasus, tahun 2014 sebanyak 44.213 kasus dan tahun 2015
sebanyak 38.721 kasus (Dinkes Palembang, 2016).
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional bisa membuat mikroba
patogen menjadi resisten. Resistensi obat terjadi apabila obat tidak dapat
1
2
mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, inaktivasi obat, dan mikroba
mengubah tempat ikatan. Adanya mikroba resisten ini menjadi penyebab
utama kegagalan pengobatan pada penyakit infeksi (Setiabudy, 2012). Oleh
sebab itu. diperiukan altematif dalam
memanfaatkan
mengatasi masalah ini dengan
bahan-bahan aktif antimikroba dari tanaman obat (Adila,
Nurmiati, dan Agustien, 2013).
Indonesia mempunyai banyak tanaman yang berkhasiat obat. Salah satu
tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat adalah kunyit
terutama
bagian rimpangnya {Curcuma domestica Val.) (Savitri, A., 2016). Saat ini,
kunyit sudah dimanfaatkan secara luas dibidang Industri makanan, minuman,
obat-obatan, kosmetik. dan tekstil. Dimasyarakat, warna kuning dominan
pada kunyit biasa digunakan sebagai pewama alami dan penguat rasa dalam
makanan (Utami, 2012).
Kunyit digunakan dalam pengobatan tradlsional di Indonesia, Tiongkok
dan
India (Savitri, 2016).
antidiabetes,
antioksidan,
Kunyit
memiliki
hipolipidemik,
efek
sebagai antikanker,
antiinflamasi,
antimikroba,
antiracun, hepatoprotektif, neproprotektif, dan antikoagulan. Hal inilah yang
menyebabkan kunyit dianggap sebagai tanaman serbaguna sebagai obat
tradisional (Savitri, 2016).
Menurut hasil penelitian Ambo Lau (2013) dan Hermawan (2013),
ekstrak etanol rimpang kunyit memiliki efek daya hambat terhadap bakteri
Escherichia
rimpang
coli.
Selain menggunakan pelarut etanol, ekstrak aquades
kunyit juga
memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap
bakteri
Eschericia coli (Mukhtar dan Ghori, 2012; Deshmukh, 2014). Hal ini karena
rimpang
kunyit mengandung
senyawa aktif
berupa
kurkumin. tanin
(Wijayakusuma, 2008). alkaloid, dan flavonoid (Deb, Majumdar, dan Gosh,
2013).
Semakin
finggi
konsentrasi
ekstrak
kunyit
maka
aktivitas
antibakterinya semakin tinggi (Rahmawati, Sujarwo dan Widodo, 2013).
Menurut hasil penelitian Deshmukh (2014), ekstrak aquades rimpang kunyit
juga memiliki efektivitas terhadap bakteri Salmonella typhi dan Salmonella
typhimurium. Metode ekstraksi aquous yang digunakan pada penelitian diatas
3
menggunakan
metode konvensional
(maserasi dan perebusan). Metode
ekstraksi aquous dengan cara terbaru subcritical water extraction belum
banyak diungkap.
Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul "uji
aktivitas antibakteri ekstrak aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica
Val) terhadap isolat bakteri Escherichia coli dari pasien diare di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang".
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana aktivitas
antibakteri ekstrak
aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica
terhadap isolat bakteri Escherichia
Val.)
coli dari pasien diare di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aquous rimpang kunyit
{Curcuma domestica Val.) terhadap isolat bakteri Escherichia coli dari
pasien diare di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak aquous rimpang kunyit
{Curcuma domestica
Val.) berbagai konsentrasi terhadap isolat
bakteri Escherichia
coli
dari pasien diare di Rumah
Sakit
Muhammadiyah Palembang.
2. Mengetahui konsentrasi ekstrak aquous rimpang kunyit {Curcuma
domestica Val.) yang paling efektif menghambat isolat bakteri
Escherichia coli dari pasien diare di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
3. Mengetahui
metode
subcritical
water
extraction
mengekstraksi rimpang kunyit {Curcuma domestica Val).
dalam
4
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1, Manfaat Teoritis
Memberikan bukti ilmiah tentang aktivitas antibakteri ekstrak
aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica Val.) dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia
coli.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang manfaat
ekstrak aquous rimpang kunyit {Curcuma domestica VaL) sebagai
antibakteri.
2. Memacu
masyarakat
untuk
memanfaatkan
rimpang
kunyit
{Curcuma domestica Val.) untuk terapi awal pada diare.
1.5. Keaslian Penelitian
Table 1.1. Penelitian Tentang Efek Antibakteri Ekstrak Kunyit
Nama
Ambo Lau,
2013,
Makassar
Judul Penelitian
Uji Aktivitas
Antibakteri Dari
Ekstrak Etanol
Rimpang Kunyit
{Curcuma
domestica
Desain
Penelitian
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Val.)
Terhadap Bakteri
Escherichia
coli
dan
Staphylococcus
Hasit
Zona
hambat
yang
terbentuk pada bakteri
Escherichia
coli
pada
C5%, 10%, 15%,20%dan
25% berturut-turut adalah
9,65 mm, 10,05 mm,
10,27 mm, 10,97 mm,
dan 13,20 mm.
aureus Resisten
Hermawan,
2013,
Surakarta
Antibiotik
Uji Aktivitas
Antibakteri
Ekstrak Etanol
Kunyit Kuning
{Curcuma
Linnaeus)
Longa
Terhadap
Esherichia
coli
1129 Dan
Staphylococcus
Aureus Atcc 6538
Secara In Vitro
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Ekstrak etanol kunyit
kuning {Curcuma longa
Linn) dengan konsentrasi
20%. 40%, 60%, 80%,
100%b/v dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dengan
rerata masing-masing
yaitu 4,6mm. 4,6mm,
5mm, 5,4mm, dan 5,6
mm dengan nilai uji
0,000
statistik
5
Desain
Nama
Judul Penelitian
Mukhtar dan
Ghori, 2012,
Pakistan
Antibacterial
Activity Of Aqueous
And Ethanolic
Extract Of Garlic,
Cinnamon, And
Turmeric Against
Escherichia
coli
Atcc 25922 And
Bacillus subtilis
Dsm 3256
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Ekstrak aquades dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri
Escherichia coli pada
konsentrasi 10%, 20%,
40%, 60%, 80%, 100%.
Deshmukh,
2014, India
Investigation of Anti
Bacterial
Potensial
of Turmeric
(Curcuma longa) on
Entheric Pathogens
Eksperimental
mikrobiologi
dengan metode
disc diffusion
Ekstrak kunyit mampu
menghambat
pertumbuhan bakteri
Escherichia
coli.
Salmonella typhi dan
typhimurium
Salmonella
dengan pelarut aquades,
eter, etanol, methanol,
xylene, benzena, aseton.
Penelitian
Hasi!
BAB I I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Bakteri Escherichia coli
A. Morfologi
Gambar 2.1. Bakteri Escherichia coli
Sumber: www.gov.mb.ca
Escherichia
coli
merupakan bakteri gram negatif yang
berasal dari famili Enlerobacteriaceae
yang dapat bersifat sebagai
flora normal di dalam usus manusia dan kadang-kadang bersifat
patogen. Escherichia
coli berbentuk batang pendek yang memiliki
panjang sekitar 2 pm, diameter 0,7 pm, lebar 0,4-0,7 \im dan
bersifat anaerob fakultatif. Escherichia
coli membentuk koloni
yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Brooks,
Butel, dan Morse, 2007).
B. Karakteristik
Escherichia
coli
merupakan
bakteri fakultatif
anaerob,
kemoorganotropik dan memiliki tipe metabolisme fermentasi dan
respirasi. Pertumbuhan Escherichia
coli pada suhu optimal 37*'C
pada media yang mengandung 1% pepton sebagai sumber karbon
dan nitrogen. Escherichia
6
coli memfermentasikan laktosa dan
7
menghasilkan
indol yang dapat digunakan
bakteri pada makanan dan air. Escherichia
untuk identifikasi
coli dapat mati pada
suhu 6(fC selama 30 menit (Misnadiarly dan Djajaningrat, 2014).
Struktur sel Escherichia
coli dikelilingi oleh membran sel,
terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein. Membran
sel Escherichia
coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul.
Flagela dan fili Escherichia
Escherichia
coli menjulur dari permukaan sel.
coli bergerak dengan flagel peritrichous. Dinding sel
bakteri terbuat dari polisakarida. Kapsula atau mikrokapsula terbuat
dari
asam-asam
polisakarida.
Escherichia
coli
memproduksi
berbagi macam fimbria diantaranya filamentus, proteinaceus, dan
seperti rambut appendages (Gillespie dan Banford, 2009).
Escherichia
coli
memiliki
struktur yang disebut
outer
membran yang berfungsi untuk mengeluarkan molekul-molekul
hidrofilik dan menghambat perpindahan molekul-molekul besar,
akan tetapi pada outer membran terdapat struktur yang disebut
porin, dimana porin digunakan sebagai saluran untuk melewati
outer membran bagi molekul-molekul hidrofilik yang ukurannya
lebih kecil seperti glukosa dan asam amino (Brooks, Butel, dan
Morse, 2007).
Menurut Misnadiarly dan Djajaningrat (2014),
Escherichia
coli memiliki tiga antigen yaitu:
1. Antigen O (somatik) yang bersifat tahan panas atau termostabil
yang terdiri dari polisakarida glukosamin dan terdapat pada
dinding bakteri gram negatif.
2. Antigen H (flagel) bersifat tidak tahan panas atau termolabil dan
dapat rusak pada suhu lOCC.
3. Antigen K (kapsul) atau envelope antigen merupakan antigen
yang terdapat di permukaan luar
polisakarida dan tidak tahan panas.
bakteri yang terdiri dari
8
C.
Patogenesis
Escherichia
coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini
dalam saluran pencemaan meningkat atau berada di luar usus.
Escherichia
beberapa
coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
kasus
diare.
Escherichia
coli
berasosiasi
dengan
enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Brooks,
Butel, dan Morse, 2007).
Menurut
Brooks, Butel, dan
Morse (2007), ada
lima
kelompok galur Escherichia coli yang patogen, yaitu:
1. Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC)
EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di
negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah
diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel
mukosa
usus
(penumpulan),
halus.
Terdapat
pembentukan
kehiiangan
tumpuan
mikrovilll
filamen aktin
atau
struktur mirip mangkuk dan kadang-kadang EPEC masuk ke
dalam sel mukosa. Infeksi EPEC menyebabkan diare enceryang
biasanya sembuh sendiri tetapi bisa menjadi kronik.
2. Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC)
ETEC penyebab yang sering dari (reveller's diarrhea dan
penyebab diare pada bayi di negara berkembang.
Faktor
kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan
pelekatan ETEC pada sel epitel usus halus manusia. ETEC
menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas (Labile
Toxin)
yang berada dibawah kendali genetik plasmid. Toksin L T
adenilsiklase
dalam
usus
halus
dan
merangsang
enzim
merangsang
sekresi cairan kedaiam lumen usus. Beberapa
ETEC menghasilkan enterotoksin yang tahan panas {Stabile
Toxin) yang berada dibawah kendali plasmid heterogen. Toksin
ST merangsang enzim guanilatsiklase dan menghasilkan siklik
9
guanosinmonofosfat
yang menyebabkan
gangguan
absorbsi
klorida dan natrium serta menurunkan motilitas usus hatus.
3. Enterohemoragik Escherichia coli (EHEC)
EHEC menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek
sitotoksisnya
pada
sel
vero. EHEC menimbulkan colitis
hemoragik, diare yang berat, dan sindroma hemolitik uremik,
anemia
hemolitik,
Serotipe Escherichia
mikroangiopati,
dan
trombositopenia.
coli yang menghasilkan verotoksin yaitu
0157:H7 adalah serotipe yang paling sering ditemukan. Toksin
yang serupa dengan
toksin Shiga merupakan
determinan
virulensi utama pada Shigella dysetUriae.
4. Enteroinvasif Escherichia coli (EIEC)
EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan
shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di
negara berkembang dan parawisatawan yang menuju negara
tersebut.
Galur EIEC bersifat
nonlaktosa
atau melakukan
fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat
bergerak. EIEC menimbulkan penyakil melalui invasinya ke sel
epitel mukosa usus.
5. Enteroagregatif Escherichia coli (EAEC)
EAEC menyebabkan diare akut dan kronik (durasi lebih
dari 14 hari) pada masyarakat di negara berkembang. Organisme
ini juga
menyebabkan
penyakit yang ditularkan melalui
makanan di negara industri. EAEC menghasilkan toksin mirip
ST dan hemolisin.
10
2.1.2. Diare
A. Defioisi Diare
Menurut WHO, diare adalah buang air besar sebanyak tiga kali
atau lebih dengan konsistensi lembek atau cair yang terjadi dalam
satu hari (frekuensi lebih sering daripada orang normal) (WHO,
2013). Berdasarkan volume atau berat feses, diare diartikan sebagai
berat feses lebih dari 10 gram/kgBB/hari pada bayi dan lebih dari
200 gram/hari pada anak-anak (Sibal dan Gopalan, 2015).
Berdasarkan waktu dari gejala, diare dibedakan menjadi tiga
yaitu diare akut, diare persisten dan diare kronik. Diare akut adalah
diare yang berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu. Diare
persisten adalah diare yang terjadi selama dua sampai empat minggu
yang terjadi secara mendadak. Diare kronik adalah diare yang
berlangsung lebih dari dua minggu yang terjadi secara bertahap dan
bertahan lebih dari sartu bulan (Sibal dan Gopalan, 2015).
B. Etiologi Diare
Diare akut pada anak dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan
noninfeksi, seperti:
a. Infeksi
1. Bakteri
Salmonella, Campylobacter Jejuni, Escherichia coli, Shigella,
Vibrio
cholerae.
difficile, dan Yersinia
Vibrio
parahaemolyticus,
Clostridium
enterocolitica.
2. Parasit
Protozoa yang menyebababkan diare akut adalah Entamoeba
histolytica, Giardia lamblia, Isospora belli,
parvum,
Cyclospora
dan Encephalitozoon
Cryptosporidium
Cayetanensis, Enterocytozoon
intestinalis.
bieneusi,
11
3. Virus
Rotavirus,
Calicivirus,
Adenovirus
enterik, dan
Astrovirus
(Marchadante dkk., 2011).
b. Noninfeksi
Diare akut dengan penyebab noninfeksi adalah iskemia
intestinal,
inflammatory
bowel disease, dan
kolitis
radiasi
(Djojoningrat, 2009).
Sedangkan diare kronis bisa disebabkan oleh
pascainfeksi,
defisiensi disakarida sekunder, intoleransi protein susu, sindrom
iritabilitas kolon, fibrosis kistik, penyakit seliakus, dan sindrom usus
pendek (Ulsen, 1999).
C. Patofisiologi Diare
Menurut Sibal dan Gopalan (2015), diare dapat disebabkan
oleh mekanisme berdasarkan penyebabnya yaitu:
1. Diare osmotik
Diare osmotik terjadi ketika meningkatnya air ke dalam
lumen usus karena gangguan absorbsi. Penarikan cairan ke dalam
lumen usus inilah yang menyebabkan diare. Infeksi
saluran
pencemaan seperti rotavims dan beberapa bakteri patogen dapat
memsak epitel usus sehingga menyebabkan malabsorpsi laktosa
dan diare osmotik.
2. Diare sekretorik
Diare sekretorik terjadi apabila sekresi berlebihan air ke
dalam lumen usus lebih dari kapasitas absorbsi. Hal ini bisa
disebabkan oleh infeksi seperti kolera dan enteritoksin yang
diproduksi oleh bakteri seperti Clostridium difficile dan Shigella.
3. Diare inflamasi
Proses inflamasi yang merusak epitel usus menyebabkan
kemsakan fili dan gangguan fungsi dari transpor aktif yang
menyebabkan penurunan absorbsi cairan dan elektrolit. Contoh
12
mekanisme ini adalah infeksi organisme patogen, celiac dan
irritable bowel diseases.
4. Gangguan Motilitas
Meningkatkan motilitas usus dapat menyebabkan diare
karena tidak adekuatnya absorbsi. Hal ini dapat dilihat pada
pasien
dengan
hipomotilitas
irritable
usus
bowel
dengan
syndrome.
peristaltik
yang
Di
sisi
tidak
lain,
adekuat
menyebabkan stasis dengan pertumbuhan berlebihan dari bakteri
dan
malabsorpsi
yang
dapat
menyebabkan
diare osmotik
sekunder.
D. Manifestasi Klinis
Diare memiliki manifestasi klinis berupa buang air besar lebih
dari tiga kali sehari dengan feses lembek atau cair dan dapat timbul
bersamaan dengan gejala sistemik seperti demam, letargi dan nyeri
abdomen. Diare juga dapat
menimbulkan gejala muntah dan
dehidrasi. Diare umumnya melibatkan organ ileum dengan gejala
diare cair (watery stool) tanpa adanya darah ataupun lender daoat
berlangsung selama 3-4 hari dengan frekuensi 4-5 kali buang air cair
per hari (Marchadante dkk., 2 0 I I ) .
E . Tatalaksana Diare
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), salah satu strategi
yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengendalian diare adalah
dengan memberikan tatalaksana yang standar di sarana kesehatan
melalui lima langkah tuntaskan diare (LINTAS diare). Lima langkah
tuntaskan diare (LINTAS diare) diantaranya adalah (Kementerian
Kesehatan Rl, 2011):
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah teijadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah,
13
dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air
tajin, kuah sayur atau air matang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infiis.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi:
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
Keadaan Umum : Baik
Mata
: Normal
Rasa haus
: Normal, minum biasa
Turgor kulit
: Kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi yaitu:
Umur < 1 tahun
: % - '/z gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 - 4 tahun
: '/z - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1-114 gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi ringan/sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata
: Cekung
Rasa haus
: Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit
: Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb
dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti
diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata
: Cekung
14
Rasa haus
; Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit
: Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk
ke Puskesmas untuk di infus.
2. Berikan obat zink
Zink merupakan salah satu mikronutrien yang penting
dalam tubuh. Zink dapat menghambat enzim INOS {Inducible
Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat
selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zink
juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian zink selama diare terbukti mampu mengurangi
lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Dosis pemberian zink yaitu:
- Umur < 6 bulan
: '/z tablet (10 mg ) per hari selama 10 hari.
- Umur > 6 bulan
: 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zink tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti.
3. Pemberian ASl/Makanan
Pemberian
makanan
selama
dtare
bertujuan
untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap
kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak
yang masih minum ASI atau minum susu formula diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih yang telah
mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicema dan diberikan sedikit-sedikit dan lebih sering.
4. Pemberian Antibiotika Atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena
kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
15
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis) atau suspect kolera. Obat anti
protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita
harus diberi nasehat tentang:
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah.
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan
bila diare
lebih
sering, muntah
berulang, sangat haus,
makan/minum sedikit, timbul demam, tinja berdarah, tidak
membaik dalam 3 hari.
2.1.3. Kunyit
Kunyit {Curcuma
domestica
Val) merupakan tanaman yang
berasal dari India dan kemudian dibawa oleh pedagang Gujarat ke
Indonesia. Kunyit dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah Indonesia
(Winarto dan Tim Karyasari, 2003).
A. Taksonomi dan Morfologi Kunyit
Taksonomi kunyit adalah
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma domestica VaL
(Said, 2007)
16
Gambar 2.2. Tanaman Kunyit
Sumber: balittro.litbang.pertanian.go.id
Tanaman kunyit tumbuh berumpun dengan tinggi 40-100 cm,
batang kunyit merupakan batang semu, tegak berbentuk bulat,
berwama hijau kekuningan dan tersusun dari beberapa pelepah
daun. Daun tunggal, bentuk bulat telur memanjang hingga 10-40
cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan wama hijau
pucat. Ujung dan pangkal daun runcing dengan tepi daun rata
(Winarto, 2008). Satu tanaman kunyit biasanya terdiri dari 6-10
daun yang tersusun secara berselang-seling. Bunga majemuk
berambut dan bersisik panjang 10-15 cm dengan mahkota panjang
sekitar 3 cm dan lebar
1,5 cm, berwama putih/kekunlngan
(Winarto, 2008).
Gambar 2.3. Rimpang Kunyit
Sumber: Dokumen Pribadi
17
Rimpang kunyit terdiri dari rimpang utama dan rimpang
cabang. Tunas tumbuh pada rimpang utama kearah samping,
mendatar, dan melengkung. Tunas berbuku-buku pendek dan
berjumlah banyak. Panjang rimpang bisa mencapai 20 cm dengan
ketebalan 1,5-4 cm. Kulit luar rimpang berwama jingga kecokiatan,
daging buah merah, jingga, kekuning-kuningan (Winarto, 2008).
B. Manfaat Kunyit
Kunyit
antioksidan,
(antinflamasi),
dapat
melancarkan
meluruhkan
meredakan
darah
haid
nyeri
dan
vital
(emenagog),
(analgesik),
energi,
antiradang
mempermudah
persalinan, dan mempercepat penyembuhan luka (Winarto, 2008).
Selain itu, kunyit juga bermanfaat untuk antidiare, pelumh empedu,
antidotum, pembersih darah setelah melahirkan dan obat pencahar
(Rukmana, 2004). Kandungan fitokimia pada kunyit
bersifat
antibakteri. Ekstrak kunyit mampu menurunkan jumlah bakteri
Escherichia coli di usus. (Utami, 2012).
Menurut
Savitri
(2016),
manfaat
kunyit
bagi
tubuh
diantaranya adalah:
1.
Untuk nyeri sendi dan peradangan kronis
Senyawa kurkumin yang terdapat didalam rimpang kunyit
bersifat sebagai antiinflamasi.sifat antiinflamasi yang tinggi
efektif untuk mengatasi rheumatoid arthritis dan mengurangi
gejala inflamasi akibat penyakit tersebut.
2.
Meredakan depresi
Kurkumin mampu mengelola depresi yang dialami seseorang.
Mengkonsumsi seduhan kunyit secara teratur memengurangi
perasaan tertekan dan memberikan rasa tenang.
3.
Diabetes
Kunyit dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah
resistensi
insulin.
Senyawa
kurkumin
menekan
produksi
18
glukosa pada hati dan dapat bekerja sebagai antidiabetes dan
antioksidan terutama untuk diabetes tipe 1.
4.
Kesehatan otak dan memori
Kunyit mampu meningkatkan fungsi memori. Ketika fungsi
otak baik, maka penyerapan hormon serotonin dan melatonin
meningkat.
5.
Penyakit Alzheimer
Zat
antiinflamasi
dan
antioksidan
pada
kunyit
mencegah peradangan otak yang menyebabkan
mampu
penyakit
alzheimer.
6.
Antikanker
Kurkumin
yang
menghambat
terkandung
pertumbuhan
di
dan
dalam
kunyit
membunuh
mampu
sel
kanker,
meningkatkan antioksidan dan sistem kekebalan tubuh dengan
cara
meningkatkan
fungsi
mitokondria
sel
dan
juga
merabolisme.
7.
Penuaan kulit
Zat
antiinflamasi
mengurangi
yang
kemerahan
terdapat
dan
pada
kunyit
iritasi pada kulit.
mampu
Senyawa
antibakteri mampu menjaga keseimbangan kulit, mencegah
noda akibat jerawat dan meningkatkan tekstur kulit.
C . Kandungan Senyawa Kimia
Komposisi kimia kunyit mengandung kadar air 6%, protein
8%, karbohidrat 57%, serat kasar 7%, bahan mineral 6,8%, minyak
atsiri (3-5%) terdiri dari senyawa d-alfa-pelandren 1 %, d-sabeneli
0,6%, cineol 1%, bomeol 0,5%, zingiberen 25% tirmeron 58%,
seskuiterpen alkohol 5,8%, alfatlanton dan gamma atlanton, pati
berkisar 40-50%, kurkumin 2,5-6% (Winarto, 2008). Kunyit
mengandung senyawawa kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin,
desmetoksikurkumin,
dan
bisdesmetoksikurkumin
(Adiguna,
19
2014).
Kunyit
juga
mengandung
senyawa
kimia
tannin
(Wijayakusuma, 2008).
Hasil uji fitokimia pada ekstrak aquades rimpang kunyit
mengandung senyawa kimia berupa flavonoid, alkaloid, tanin dan
asam amino (Deb, Majumdar, dan Gosh, 2013).
D. Efek Antibakteri Kunyit
Rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val) mengandung
bahan-bahan yang dapat berfungsi sebagai antibakteri. Hal ini
karena kunyit mengandung senyawa aktif flavonoid, kurkumin
(Winarto, 2008), alkaloid dan tannin (Deb, Majumdar, dan Gosh,
2013).
Senyawa flavonoid mampu merusak dinding sel sehingga
menyebabkan kematian sel. Senyawa flavonoid akan membentuk
senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler
dan terlarut
sehingga akan merusak membran sel bakteri dan diikuti dengan
keluamya senyawa intraseluler (Utami dan Puspaningtyas, 2013).
Kurkumin yang terdapat dalam ekstrak rimpang kunyit
mampu menghambat pertumbuhan koloni bakteri dengan cara
merusak atau melisiskan membran sel. Kerusakan membran sel
bakteri oleh senyawa asam seperti kurkumin dan senyawa fenolik
dapat mengarah pada kematian sel. Hal ini disebabkan karena
terhambatnya kerja enzim di dalam sel oleh keadaan yang sangat
asam (Fitoni, Asri, dan Hidayat, 2013).
Senyawa tannin mampu membentuk kompleks dengan
protein polipeptida dinding sel bakteri sehingga terjadi gangguan
pada dinding bakteri dan bakteri lisis. Kandungan senyawa lain
seperti alkaloid dalam kunyit mampu mengganggu komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding
sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Utami dan Puspaningtyas, 2013).
20
2.14. Mekanisme Kerja Antimikroba
Antimikroba
dapat
bersifat
sebagai
bakterisida. Bakteriostatik merupakan
mampu
menghambat
multiplikasi
bakteriostatik
dan
sifat antimikroba yang
bakteri,
tetapi
bila
zat
penghambat tersebut dihilangkan, maka multiplikasi akan terjadi
kembali
sehingga
menghambat
pertumbuhan
bakteri
secara
reversibel. Sedangkan bakterisida merupakan antimikroba yang
mampu membunuh atau memusnahkan bakteri sehingga bersifat
irreversibel (Irianto, 2006).
Menurut Setiabudy (2012), mekanisme kerja antimikroba
dibagi menjadi lima cara, yaitu:
1. Menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidup.
Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam
amino benzoat (PAHA). Adanya hambatan dalam pembentukan
asam folat menyebabkan
gangguan pada mikroba tersebut.
Mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
2. Menghambat sintesis dinding sel
Bakteri
memiliki
dinding
sel
yang
kaku,
terdiri
peptidoglikan dan berfungsi untuk mempertahankan
dari
bentuk
mikroorganisme dan menahan sel bakteri. Adanya kerusakan
atau hilangnya lapisan peptidoglikan ini akan menyebabkan lisis
pada sel bakteri.
3. Mengganggu keutuhan membran sel
Sitoplasma dibatasi oleh selaput sitoplasma yang berfungsi
sebagai barier didalam permeabilitas selektif, melakukan fungsi
transportasi aktif dan dengan demikian mengendalikan susunan
dalam sel. Kerusakan membran sel menyebabkan
keluamya
berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba seperti
protein, asam nukleat, maupun nukleotida.
21
4. Penghambatan sintesis protein
Untuk kehidupan, sel mikroba perlu mensisntesis
berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan
mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua
subunit, yang berdasarkan
konstanta sedimentasi dinyatakan
sebagai ribosom 30S dan SOS. Untuk berfungsi pada sintesis
protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai
mRNA menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein
menyebabkan
hambatan
perlekatan tRNA
dan mRNA
ke
ribosom.
5. Menghambat sintesis asam nukleat
Oengan memutuskan ikatan polimerase RNA dan DNA. Obatobat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase
sehingga mengahambat
sintesis DNA. DNA girase adalah
enzim
pada
yang
terdapat
bakteri
yang
menyebabkan
terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga
menghambat replikasi DNA.
2.1.5. Antibiotika Cefotaxime
Antibiotika digolongkan dalam beberapa golongan berdasarkan
senyawa kimia yakni golongan beta laktam (penisilin dan sefalosporin),
golongan
aminoglikosida
tetrasiklin,
golongan
(gentamisin,
kloramfenikol,
dan
fankomisin),
golongan
golongan
sulfonamida
(Setiabudy, 2012).
Cefotaxime merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga
yang berspektrum luas (Istiantoro dan Gan, 2012).
A. Farmakologi
Cefotaxime bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel
mikroba pada proses transpeptidase tahap ketiga dalam reaksi
pembentukan dinding sel. Obat ini sangat efektif terhadap bakteri
gram negatif dan kurang selektif untuk bakteri gram positif. Obat ini
22
dapat melintasi daerah sawar darah otak. Cefotaxime memiliki
aktivitas terhadap B. fragilis sangat lemah dibandingkan dengan
klindamisin dan metronidazol (Istiantoro dan Gan, 2012).
Beberapa sefalosporin generasi III mencapai kadar yang tinggi
di cairan serebrospinal (CSS), sehingga dapat bermanfaat untuk
pengobatan
meningitis purulenta. Selain itu, sefalosporin juga
melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi pada cairan sinovial
dan cairan pericardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin
generasi I I I relatif tinggi pada cairan mata, tetapi tidak mencapai
vitreus.
Kadar
sefalosporin
dalam
empedu
umumnya
tinggi
(Istiantoro dan Gan, 2012).
Sefalosporin diekskresikan utuh melalui ginjal, dengan proses
sekresi
tubuli
Cefotaxime
dan
sebagian
mengalami
diekskresikan
deasetilasi,
metabolit
melalui
empedu.
yang
aktivitas
antimikrobanya lebih rendah juga diekskresikan melalui ginjal.
Kadar serum yang dicapai setelah pemberian infus 1 gram adalah 60140 |Ag/mL. Obat ini mengalami penetrasi ke dalam jaringan dan
cairan tubuh dengan baik. Waktu paruh plasma sekitar 1 jam dan
diberikan tiap 4-6 jam. Metabolitnya ialah desasetilsefotaksim yang
kurang aktif (Istiantoro dan Gan, 2012).
Dosis untuk orang dewasa adalah 2-12 gr/hari dibagi dalam 36 dosis. Etosis pada anak-anak 50-200 mg/kgBB/jam dam 4-6 dosis.
Dan pada neonatus 100 mg/kgBB/ jam dalam 2 dosis. Dalam
keadaan gagal ginjal diperiukan penyesuaian
dosis. Cefotaxime
tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik I , 2 dan 10 gram.
Cefotaxime diberikan dalam bentuk I M atau IV. Dengan ikatan
protein plasma sebesar 40-50% (Istiantoro dan Gan, 2012).
23
B. Indikasi
Sefalosporin
aminoglikosida
generasi I I I tunggal atau dalam
obat
merupakan
lini
pertama
kombinasi
untuk
infeksi
Klebsiella, Enterobacteriaceae, Proteus, Provedencia, Serratia, dan
Haemophilus
spesies (Istiantoro dan
Gan,
2012).
Cefotaxime
merupakan obat yang bersifat broad spectrum yang dapat digunakan
untuk Enterobacteriaceae,
Escherichia
coli dan Proteus
strains
(Constable, Wistanley, dan Walley, 2007).
Sebagai bagian
ampisilin
dan
dari tiga kombinasi dengan vankomisin,
cefotaxime
atau
seftriakson
digunakan
untuk
pengobatan meningitis pada dewasa dan anak-anak lebih dari 3 bulan
(sampai penyebab infeksinya di identifikasi). Ketiga kombinasi ini
merupakan obat pilihan untuk meningitis oleh H. influenza, S.
pneumonia yang sensitive, N. meningitides dan bakteri enterik gram
negatif (Istiantoro dan Gan, 2012).
C . Kriteria Diameter Zona Hambat Antibiotik Cefotaxime
Berdasarkan
(CLSI)
Clinical
and
Laboratory
(2013), zona hambat yang
Standard
terbentuk
Institute
pada antibiotik
cefotaxime dapat diklasifikasikan menjadi sensitif, intermediet, dan
resisten seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI)
Antibiotik
Cefotaxime
Kriteria Diameter Zona Hambat (mm)
Sensitif
Intermediet
Resisten
23-25
26
Sumber: Clinical and Laboratory Standards Institute, 2013
24
2.1.6. Uji Antibakteri
Uji antibakteri dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh suatu
sistem pengobatan yang efektif dan efisien (Pratiwi, 2008).
A. Metode Uji Antibateri
Menurut Pratiwi (2008), metode pengujian antibakteri terdiri dari:
1. Metode Disk diffusion
Metode disk diffusion (test Kirby & Baurer) merupakan metode
untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang
berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah
ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut.
Area jemih
pertumbuhan
mengindikasikan
adanya
hambatan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada
permukaan media Agar.
2.
E-test
Metode ini berfungsi untuk menghitung kadar hambat minimum
(KHM) dari suatu
antibakteri. Strip yang memiliki agen
antibakteri dengan konsentrasi rendah hingga tinggi diletakan
pada agar yang ditanami bakteri. Pertumbuhan bakteri yang
terhambat dapat dilihat dengan area jemih disekitar strip.
3. Ditch-plate technique
Metode ini disebut metode parit yaitu dengan cara membuat
parit dengan cara memotong media agar dengan cara membujur.
Parit tersebut diisi dengan agen antbakteri dan bakteri yang ingin
diuji digoreskan kearah parit yang telah diisi agen antibakteri.
4. Cup-plate technique
Metode sumur ini yaitu dengan cara membuat lubang oada media
agar yang telah ditanami bakteri lalu pada lubang tersebut
dimasukan agen antibakteri.
5. Gradient-plate technique
Konsentrasi yang digunakan pada metode ini berkisar dari nol
hingga
maksimal.
Pertama,
media
agar
dicairkan
dan
25
dicampurkan dengan zat antibakteri. Setalah dicampur, hasilnya
dituang dicawan petri dalam posisi miring. Setelah itu, nutrisi
dituang
diatas
campuran
sebelumnya.
Selanjutnya
cawan
diinkubasi selama 24 jam agar media mongering. Bakteri yang
akan diuji dioleskan pada cawan dari konsentrasi rendah ke
tinggi. Hasilnya diinterprestasikan dengan cara menghitung
panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimal yang
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.
6. Metode dilusi agar
Merupakan metode di mana melibatkan berbagai konsentrasi
dari agen antimikrobiologi pada suatu medium agar, yang
biasanya menggunakan twofold dillutions, yang diikuti dengan
pemakaian bakteri yang telah diinokulasi pada permukaan agar.
2.1.7. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut
yang sesuai (Departemen Kesehatan R l , 2000). Proses ekstraksi
dilakukan dengan cara:
1. Pembuatan serbuk simplisia
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk
simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat
kehalusan
tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar
beberapa hal sebagai berikut:
a. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif
dan efisien, namun makin halus serbuk, maka makin rumit
secara teknologi untuk tahapan filtrasi.
b. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan
dan interaksi dengan benda keras (logam) maka akan timbul
26
panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa kandungan
(Departemen Kesehatan RI, 2000).
2. Pemilihan pelarut
Cairan pelarut untuk pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif.
Faktor yang diperiukan untuk pertimbangan dalam pemilihan
cairan penyari yaitu selektivitas, ke