Draft Laporan Penelitian Strategi Kelang

Abstrak
Strategi kelangsungan telah menjadi jalan hidupbagi orang-orang yang
selamat dari peristiwa berbahayaatau penderitaan yang bisa merenggut
nyawa (penyintas). Di desa Nanga-nanga tempat para eksil tahanan politik
65 hidup menjadi tahanan politik yang telah bertahan hingga mewariskan
sejarah kepada beberapa generasi.Hidup dalam kemiskinanyang dialami
komunitas Nanga-nangasejak masaOrde Baru hingga reformasi tidak
membuat mereka lelah berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidup seharihari untuk bertahan hidup. Cerita orang bertahan hidup adalah bentuk
kemandirian yang membentuk suatu kekuatan dalam hidup bersama dalam
penderitaan secara sosial maupun psikis. Pertanyaan dialamatkan kepada
komunitas Di kelurahan Nanga-Nanga Kota Kendari Bagaimanastrategi
mempertahankan hidup dalam keterbatasan secara social dan politik di era
reformasi dan bagaimana mereka menghadapi stigmatisasi dan upaya yang
dilakukan untuk bertahan dengan beragam strategi kelangsungan hidup
mereka? tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah mengungkap
cara komunitas eks tapol dalam mempertahankan hidup di tengah
keterbatasan dari pemerintah.Untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian studi kasus. Metode
kualitatif adalah dengan melakukan pendalaman kehidupan social dan cara
mereka bertahan hidup. Wawancara dilakukan kepada eksil tapol dan
generasi setelahnya.Hasil penelitian menunjukkan para penyintas bertahan

hidup dengan bertani, berdagang dan menjadi buruh di kota. Setelah
pencabuan TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang pelarangan PKI oleh
Presiden Abdul Rahman Wahid, para eksil di Nanga-nanga beserta
keluarga memulai menata hidup seperti masyarakat pada umumnya tanpa
diskriminasi.

Keyword: Strategi Kelangsungan Hidup, Nanga-nanga, Tapol-65
Kendari

1

1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Strategi bertahan hidup adalah sebuah konsep yang berkaitan dengan
kem iskinan atau keterbatasan yang dialami oleh komunitas. Entitas ini
berkaitan dengan kemiskinan, randahnya pendapatan (Krantz, 2001).
Konsep strategi bertahan hidup berkembang setelah Robert
Chambers dan Gordon Conway (1991) menjelaskan dalam teorinya bahwa:
a livelihood comprises the capabili-and access) and activities
required for a means of living: a livelihood is sustainable which can

cope with and recover from stress and shocks, maintain or enhance
its capabilities and assets, and provide sustainable livelihood
opportunities for the next generation; and which contributes net
benefits to other livelihoods at the local and global levels and in the
short and long term (Chambers and Conway 1991, 6). (Knutsson,
2006)

Pembangunan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat menuntut
konsep strategi dari Chambers dan Conway dikembangkan yang tidak hanya
pada satu aspek namun aspek lain untuk mendukung konsep strategi
bertahan hidup. Yang kemudian berhasil mengintegrasikan pembangunan di
pedesaan yang sangat kompleks (Knutsson, 2006).
Sangat disayangkan riset ilmu social penggalianstrategi bertahan
hidup hanya berada diantara masyarakat pedesaan dan masyarakat miskin
perkotaan namun membahas strategi kelangsungan hidup komunitas Tapol65 (baca PKI)masih sangat terbatas. oleh karena itu, kehidupan keluarga eks
tahanan politik di Nanga-nangakota Kendari dalam mempertahankan hidup
menjadi alasan utama dari penelitian ini untuk mengambilnya sebagai fokus
kajian. Saat ini perbincangan ilmu sosial hanya berkisar pada„tema-tema
besar‟ yang dapat diketahui dengan jelas dari berbagai sumber, misalnya
artikel, diskusi, seminar, pelatihan, penelitian, media cetak dan elektronik.

sedangkan tema tentang penyintas yang hidup didesa Nanga-Nanga yang
menjadi penampungan para tahanan politik di masa Orde Baru tidak
menjadi kajian penting dalam ilmu sosial di Kendari.

2

Di Desa Nanga-Nanga, kehidupan sosial politik tidak berbeda jauh
dengan kehidupan sosial tahanan politik lainnya yang ada di Indonesia,
misalnya keterbatasan mengakses pendidikan, produktivitas yang sangat
tergantung pada pertanian, dan stigma PKI masih melekat dalam ruang
sosial mereka. Kurangnya peluang mendapatkan pekerjaan akibat dari
kebijakan Orde Baru mengakibatkan pendapatan eks.tahanan politik,
menjadi tidak menentu. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena memang
pada umumnya masyarakat masih mengalami trauma sejarahtentang PKI.
Namun dibalik keterbatasan mereka, ternyata para penyintas itu juga
menyumbangkan konstribusi nyata dalam proses pembangunan, dalam arti
yang spesifik bahwa eks.tahanan politik juga memberikan konstribusi dalam
bentuk pendapatan nyata melalui kegiatan-kegiatan produktif bagi rumah
tangga mereka. Akan tetapi pada satu pihak konstribusi nyata tersebut
belum diperhitungkan sebagai suatu hal yang berarti. Oleh karena itu untuk

dapat menunjukkan seberapa besar konstribusi nyata yang dapat diberikan
oleh kelompok eks.tahanan politik utamanya di pedesaan dalam proses
pembangunan pada suatu daerah, maka perlu dilakukan suatu penelitian
yang ilmiah dan mendalam agar diperoleh suatu gambaran, dan informasi
yang akurat tentang potensi eks.tahanan politik produktif pada suatu
daerah/wilayah tertentu. Karena luasnya pembahasan mengenai hal ini,
maka perlu membatasi fokus kajian ini dengan hanya melihat strategi
kelangsungan hidup mereka.
b. Rumusan Masalah
Pengembangan masyarakat penting melihat arus bawah sebagai
bagian penggerak demokratisasi. Hal ini sebagai bagian penting dalam
mewujudkan keberdayaan masyarakat terutama lapisan bawah. Gagasan
tentang pengembangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka
sendiri adalah penting sebagai wujud kemandirian. Mengingat pentingnya
pengalaman mereka dalam penelitian ini maka perlu diuraikan lebih lanjut
bagaimana

bentuk

strategi


kelangsungan

hidup

gunamemenuhi

kebutuhannya dan pembelajaran apa yang bisa dipetik dari kemandirian

3

mereka. oleh karena itu rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana
strategi kelangsungan hidup yang dilakukan eks. tapol di Nanga-nanga
dalam memenuhi kebutuhan social ekonomi pasca reformasi?
c. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulisan ini sebagai peta sosial awal eks.tahanan politik
untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Penggalian kegiatan kemandirian
eks. tapol dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditengah stigmatisasi di
masyarakat diharapkan dapat menjadi potret sosial dalam pengambilan
kebijakan bagi masyarakat/kelompok kecil. Pola kemandirian ini penting

dilihat sebagai bagian pembelajaran demokrasi di tingkat lokal. Hal tersebut
penting mengingat isu-isu masyarakat lokal selalu dipinggirkan dalam arus
wacana demokrasi modern saat ini. Kemandirian di aras lokal yang baik
diharapkan bisa menjadi tawaran alternatif dalam menopang proses
demokratisasi. Kegiatan partisipatif yang dilakukan masyarakat korban Orde
Baru diharapkan dapat membuahkan hasil yang diharapkan.
Sedangkan manfaat penelitian ini kemudian diharapkan agar aktifitas
mereka menjadi langkah awal pengembangan masyarakat secara khusus
guna mencapai kehidupan yang lebih baik.
d. Luaran/target yang diharapkan
Adapun luaran yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Terpublikasinya hasil penelitian pada jurnal nasional terakreditasi atau
internasional serta menjadian bahan kajian pada seminar-seminar lokal.
2. Terpublikasinya hasil penelitian sebagai bahan pembelajaran terkait
pengelolaan komunitas marginal atau terpinggirkan.

2. Tinjauan Pustaka
a. Strategi kelangsungan hidup (livelihood strategy)
Diskusi tentang strategi kelangsungan hidup (livelihood strategy)

menjadi isu yang terkait tentang bagaimana seseorang hidup di tempat yang

4

berbeda. Hal ini terkait tentang upaya seseorang dalam menyikapi antara
aktifitas dan tempat mereka (Schoones, 2009). dengan mengutip Robert
Chambert dan Conway, Schooler melihat bahwa strategi kelangsungan
hidup sebagai perbandingan kapabilitas, aset termasuk material sumberdaya
social dan aktifitas dari mereka yang mengusakan (ibid).
Dewi Ayu Hidayati (2013) dalam penelitiannya pada rumah tangga
miskin Bandar Lampung menjelaskan bahwa upaya dalam mempertahankan
hidup dilakukan dengan bekerja giat, meminjam uang dan kegiatan ekonomi
lainnya untuk mempertahankan hidup.
Sebagai sebuah konsep, strategi kelangsungkan hidup memiliki
kerangka dalam menjelaskan fenomena. Kerangka teori kelangsungan hidup
dikembangkan oleh Department for International Development (DFID)
dengan membagi beberapa bagian yaitu; modal manusia (human capital),
sumber daya alam (natural capital), sumber daya keuangan (financial
capital), modal social (social capital), modal psikologi (physical capital).


Tabel 1: Kerangka Acuan Strategi Kelangsungan Hidup

Sumber: DFID, (1999)
3. Metode Penelitian
a. Koleksi data dan Metode Penelitian
Data yang dikoleksi dilakukan dengan wawancara semi struktur.
interview akan dilakukan kepada keluarga eksil tahanan politik di Nanga-

5

nanga. Sebagai tambahan informasi penelitian ini akan melakukan
wawancara kepada pemangku kepentingan terkait di pemerintah kota
Kendari yang terkait dengan pemberdayaan komunitas di Kendari. Adapun
responden yang menjadi penelitian ini adalah saksi sejarah atau keluarga
eksil tapol yang masih hidup. Observasi dilakukan untuk mendukung data
penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dielaborasi
dengan data-data yang bersifat narasi (kualitatif) sehingga analisis penelitian
dapat menggambarkan kenyataan yang ada.Koleksi data dilakukan sebulan
penuh di pertengahan tahun 2016. Untuk memudahkan koleksi data, peneliti

mengadakan kesepakatan waktu wawancara untuk saling mengenal dan
mendalami kegiatan social ekonomi komunitas tahanan politik di Nangananga. Sekedar informasi saat ini eksil tapol PKI hanya menyisakan dua
orang yang telah memasuki usia senja kini hanya menyisakan generasi
kedua dan ketiga.
1. Penggalian dan Analisis Data
Penggalian

dan

analisis

data

dilakukan

yakni

studi

literatur/kepustakaan, dan wawancara semi struktur dan menggunakan

pedoman wawancara dan video untukmengumpulkan data di lapangan.
Tahap pertama dilakukan adalah dengan membaca karya akademik berupa
buku, makalah ilmiah, maupun artikel yang relevan dengan studi ini.
Kedua, tahap ini penulis berusaha mencari informasi tentang
masalah yang diteliti dengan mengumpulkan informasi yang berkaitan
dengan kemandirian sosial eks tahanan politik. Wawancara baik terstruktur
dan tidak terstruktur dilakukan dengan maksud untuk menggali keterangan
penting dan bukti empirik sehingga peneliti bisa mengidentifikasi sumbersumber bukti yang relevan dengan yang diteliti. Selanjutnya dengan
melakukan penggalian informasi melalui wawancara para korban tahanan
politik. Setelah selasai penggalian data, kemudian dilakukan dengan
mengumpulkan dan menganalisis data.

6

Menurut

Maleong

(2011)


analisis

data

adalah

proses

pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan sesuai
hipotesis kerja seperti yang diteliti. Data yang ada, selanjutnya disusun ke
dalam pola tertentu, fokus tertentu, tema tertentu atau pokok permasalahan
tertentu. Data kemudian diorganisasikan.
4.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Sejarah PKI di Sulawesi Tenggara
2. Selayang Pandang Nanga-nanga Kota Kendari
Tidak banyak yang tahu bahwa Nanga-nanga yang berada dalam
wilayah administrasi kecamatan Baruga Kota Kendari Sulawesi Tenggara
adalah lokalisasi bagi eksil tahanan politik (tapol 65) atau lazim disebut eks
tahanan PKI. Nanga-nanga masuk dalam adminstrasi RT 07 dan RT 08
menurut staf kelurahan Baruga. Namun setelah penulis bertemu dengan
ketua RT 07 yang juga generasi kedua tapol 65 mengoreksi bahwa yang
masuk dalam lokalisasi tahanan atau wilayah tapol hanya di RT 07 dengan
ditinggali 22 KK1
Awalnya tanah yang diberikan pemerintah kepada tapol mencapai
1000. Satu tapol mendapatkan jatah dua hektar. Luas tanah yang dimiliki
lama kelamaan menyusut dengan klaim sepihak oleh warga yang mengaku
sebagai pemilik tanah adat yang diambil oleh pemerintah yang saat ini
masih dalam sengketa. Ada juga tapol yang menjual tanah kepada orang lain
dan mencari kehidupan di Kendari atau kembali ke kampung asalnya di
Raha, Buton, Konawe dan Sulawesi Selatan.
Untuk sampai ke kampung itu jarak dibutuhkan waktu 15-20 menit
dari kota yang berjarak 20 kilometer saja. Jalan masih pengerasan dan
sebagian sudah beraspal. Saat ini pembangunan infrastruktur jalan sedang
dilakukan untuk mengembangkan daerah yang dulu masih terisolir ini.
Pembangunan itu terlihat dengan pesiapan pembangunan perumahan bagi

1

Wawancara Ketua RT 07 Pak Mangi, Juli 2016

7

PNS Sulawesi Tenggara, jalan lingkar dan persiapan pembangunan gedung
olah raga.
Nanga-nanga adalah sejarah perjuangan hidup bagi tahanan atau
penyintas eks PKI. Bagi mereka kampung itu telah menulis banyak sejarah
yang lebih banyak berisi kisah pilu kehidupan yang dijalani sejak mereka
tiba di awal tahun 1977.Hingga sekarang cerita tentang kehidupan di Nangananga selalu menguras air mata bagi penyintas yang hidup. Sekarang
sebagian besar tahanan di generasi pertama telah banyak yang meninggal
dan hanya menyisakan dua orang di lokalisasi. Sisanya meninggalkan
Nanga-nanga atau hidup di daerah lain.
Pelaku sejarah yang masih tinggal di Nanga-nanga La Fauzu (80
tahun) menuturkan bahwa Dia tiba di Nanga-nanga tahun 1970 dari penjara
Ameroro. Jumlah tahanan waktu itu mencapai 200 orang. Setelah
pembebasan untuk persiapan sosialisasi kemudian ditempatkan di Nangananga. Awal kehidupan bertahan hidup dimulai. Sebagian tahanan
menerima tawaran dari pemerintah untuk diberi tempat di Nanga-nanga
sebagian lagi memilih untuk pulang ke kampung masing-masing.
Nanga-nanga adalah sebuah hutan pada awalnya. Sebagai daerah
yang masih asli Nanga-nanga hanya ditumbuhi alang-alang dan pohonpohon. Para tahanan hanya dibekali beberapa alat pertanian, tanpa listrik,
tanpa air. Kini Nanga-nanga bersiap menjadi daerah satelit untuk
pengembangan kawasan. Tidak heran jika konflik/sengketa tanah sering
terjadi. Dan eksil tahanan politik menjadi pihak yang paling lemah dalam
sengkarut ini.

8

3. Mengenal Lebih Dekat Tahanan Politik di Nanga-nanga
La Fausu
Lelaki berkopiah itu sedang menikmati siaran televisi di toko
sembako miliknya siang itu. Tidak banyak dilakukannya kecuali dengan
menunggui pembeli. Mahasiswa yang mendampingi dalam penelitian saya
menanyakan nama yang kami cari. Lelaki tua itupun menjawab, “ia saya
sendiri”. Lelaki itu bernama La Fausu. Ia kemudian memperisilahkan masuk
ke rumahnya dengan awalnya menanyakan maksud kedatangan kami.
Setelah kami memperkenalkan diri dan maksud kedatangan kami baru
kemudian perbicangan menjadi cair.
Nampak jelas guratan di wajahnya yang menandakan usianya telah
memasuki usia senja. Usianya kini memasuki 80 tahun. Usia tersebut tidak
menyurutkan semangat untuk menceritakan kisah pilunya sebagai seorang
yang masih bertahan hidup sebagai eksil tahanan politik.
Dulunya La Fausu adalah ketua serikat buruh di Buton. Awal
bergabungnya Dia dengan PKI ketika Dia menjadi buruh pabrik di Buton
kemudian bergabung menjadi anggota PKI karena dianggap sebagai sejalan
dengan roh perjuangan kaum buruh. La Fausu paham betul beberapa buku
seperti dibawah Bendera Revolusi karya Sukarno dan beberapa buku yang
mengulas tentang PKI. Sampai sekarang nada imaji tentang perjuangannya
masih tergambar jelas walau usia senja. Selanjutnya La Fausu bergabung
dalam

tentara

rakyat

yang

dibentuk

pemerintah

Sukarno

untuk

mengganyang Malaysia tahun 1962-1966. La Fausu memimpin laskar dari
Sulawesi Tenggara sebanyak 200 orang.2 Laskar kemudian batal berangkat
perang karena peristiwa 1965.
Dia menceritakan jumlah anggota PKI di Sulawesi Tenggara
mencapai puluhan ribu. Jumlah anggota di Sulawesi Tenggara berjumlah

2

Wawancara La Fausu 15 Juli 2016

9

36.000.3 Tidak ada rujukan yang memadai angka pasti yang menunjukkan
anggota PKI di Sulawesi Tenggara sebanyak itu. Namun jika merujuk pada
angka anggota PKI yang meninggal mencapai 200-300 ribu (Tempo,
09/2015). Majalah National Geographic Indonesia edisi September 2014
korban pembantaian, penyiksaan dan penahanan tanpa pengadilan anggota
atau yang dianggap simpatisan PKI antara tahun 1965-1966 mencapai jutaan
orang. Jika merujuk pada data itu prediksi La Fausu bisa dibenarkan.
Peristiwa 30 September 1965 dimana beberapa jenderal dibunuh
oleh pimpinan PKI menjadi awal kisah kelam La Fausu. Situasi semakin
tidak menentu dan memanas ketika pemerintah menuding PKI sebagai
dalang pembunuhan para jenderal. La Fausu sebagai koodinator buruh yang
dengan PKI akhirnya dipenjara tanpa proses pengadilan.
Hari-hari gelap dirasakan La Fausu. Dimulai dari penjara di Buton,
kemudian dibawa ke Ameroro. Dalam masa tahanan yang mencapai belasan
tahun itu La Fausu mengalami penyiksaan fisik dan psikis. Tidak terhitung
jumlah penyiksaaan yang dialaminya. La Fausu memperlihatkan luka-luka
yang masih membekas di kaki dan tangannya. Dia menuturkan:
“ketika tengah malam…..
Ingatan La Fausu sudah tidak memadai akibat hantapan popor
senjata aparat yang menginterogasi. La Fausu bercerita seperti tidak pernah
mengalami kejadian memilukan itu. Sesekali dia bercerita sambil tertawa
dan memperlihatkan gusinya yang tak lagi bergigi. Semua giginya tanggal
dihantam senjata aparat. La Fausu hanya dipenjara belasan tahun namun
trauma psikologi masih membekas hingga sekarang.
Mangi (Ketua RT 07)
Lelaki yang kami temui selanjutnya adalah Pak Mangi yang bermur
40-50an adalah generasi kedua dari eksil tapol PKI. Sekarang Dia menjabat
sebagai ketua RT 07 di Nanga-nanga. Sebagai kepala rukun tetangga, Mangi
mengetahui banyak tentang kehidupan social eksil tapol 65 di Nanga-nanga.

3

Wawancara La Fausu 15 Juli 2016

10

Dia juga anak dari eksil 65. Ayahnya seorang guru yang ditangkap oleh
aparat karena dianggap sebagai simpatisan PKI.
Pak Mangi demikian Dia selau disapa, telah hidup selama 20 tahun
di kampung eksil tapol itu.
Dia menceritakan sebelum reformasi, komunitas tapol bertahan
hidup dengan mengandalkan alam sekitar Nanga-nanga. Bertani, berladang,
berternak dan menjual hasilnya di pasar.4 Setelah pencabutan TAP MPRS
oleh Presiden Abdurahman Wahid atau Gusdur perlahan-lahan pekerjaan
keluarga tapol lebih luas. Ada yang bekerja sebagai karyawan swasta hingga
pegawai negeri sipil (PNS). Pemerintah kota juga perlahan-lahan memberi
perhatian seperti penerbitan sertifikat tanah, bantuan social, dan bantuan
lainnya.
Kehidupan eksil atau generasi setelahnya memang banyak berubah
namun tetap kadang masyarakat diluar Nanga-nanga masih mengungkit
tentang latar belakang mereka dengan menyebut PKI. Mangi menuturkan,
“ada sebagian kecil yang mengstigma mereka namun orang-orang di Nangananga tidak mau ambil pusing”.5
Stigma masih terasa di Nanga-nanga namun anak-anak eksil tapol
tidak rendah diri dan memperlihatkan ketegaran sebagai anak-anak mantan
PKI. Stigma mereka dapatkan ketika ada sengketa tanah dan pertemuanpertemuan yang membahas tentang Nanga-nanga.6
Dari cerita Mangi, akhirnya penulis dapat menghubungi para
saksi/penyintas yang masih hidup Pak La Fausu dan Pak Lambatu. Nama
yang terakhir disebutkan belum dapat memberikan informasi karena masih
menemui sanak keluarga di Konawe.
Lambatu
Lambatu, salah satu penyintas yang masih hidup di Nanga-nanga selain
pak La Fausu. Tidak banyak informasi yang dapat penulis peroleh karena
Dia masih berada di Konawe untuk lebaran. Hanya rumah yang ditempati
4

Wawancara Pak Mangi Ketua RT 07 15 Juli 2016
Wawancara Pak Mangi 15 Juli 2016
6
Wawancara Pak Mangi 15 Juli 2016
5

11

sejak pertamakali datang di Nanga-nanga sebagai penanda bahwa Lambatu
bertahan hidup dalam kemiskinan.
Sebuah repostase dari Alit Ambara tahun 2013 yang menceritakan
kehidupan yang begitu lengkap:
“Lambatu hidup sendiri, dengan sejumlah kunjungan keluarga dan
teman yang bisa dihitung jari dalam seumurhidupnya. Rumah yang
ditempatinya merupakan bangunan berlantai tanah, berdinding papan
dipenuhi lubang-lubang. Kalajengking bertubuh gemuk seringkali
melintas di sini, bergegas di antara ruas-ruas papan saat udaralembab.
Beberapa kali, ular dari kebun belakang muncul di dapurnya—ruang
kecil dengan tungku, dan piring,gelas-gelas seng berserakan.
Satu meja melintang di ruang tengah, dihiasi radio transistor tua, benda
favoritnyayang bergemerisik di frekuensi sama tiap hari menyiarkan
berita-berita Radio Republik Indonesia. Sejumlah tamuyang pernah
berkunjung menitip suratkabar lama, sehingga Lambatu paling tidak
bisa mengetahui berita tentangkota tempatnya tinggal, meski bukan
berita terbaru.
Tak ada air bersih yang mengalir di rumah ini. Lambatu menampung air
keruh dari sumur dalam ember di sudutdapurnya. Menjelang malam, ia
secara hati-hati memeriksa pasokan minyak dalam kaleng-kaleng
bersumbu,memastikan api bisa menerangi ruangan hingga ia bisa duduk
santai mendengarkan lagu-lagu lawas dari radio.
Bila pagi tiba, Lambatu cukup membuka dua jendela di ruang depan
dan samping, sinar matahari lain masukmelalui sela-sela papan yang
koyak. Dari jendela ini ia bisa menyaksikan pohon mete yang tak
berbuah, tanahkering, lalu-lalang generasi baru yang lahir dari keluargakeluarga mantan tahanan politik Partai Komunis Indonesiaatau PKI.
Tak banyak generasi seusianya. Jumlah mereka berkurang tiap tahun.
Separuh dari mereka meninggalkanNangananga tanpa kabar. Satu-dua
orang dikirim ke panti jompo karena tak lagi memiliki kerabat dekat,
lainnyameninggal dengan penyakit yang tak bisa ditangani tanpa
uang…”
4. Pembahasan
Eksil 65 beserta generasinya tidak menyangka bahwa ada angin
pembebasan datang pasca Soeharto presiden yang berkuasa selama 32 tahun
jatuh dari tampuk kekuasaan. Perlahan-lahan kehidupan eksil 65 dan

12

keluarganya berubah dengan tidak tidak lagi larut dalam trauma dan stigma.
Para penyintas sudah membaur dengan masyarakat diluar lokalisasi.
Di Nanga-nanga terlihat jelas perubahan itu. Eksil tapol 65 banyak
yang telah menikah dengan orang luar, hidup berdampingan dan bisa
berinteraksi dengan bebas. Pemerintah kota telah memberikan perhatian
dengan bantuan fisik dan kesehatan. Lembaga swadaya memberikan
bantuan untuk perbaikan fasilitas ibadah. Peternakan dari pengusaha luar
dan pembangunan perumahan untuk 1000 PNS membuat perubahan di
Nanga-nanga Nampak jelas. Sesuatu yang belum pernah dibayangkan oleh
penyintas.
5. Penutup
a. Simpulan
Kisah penyintas menjadi pelajaran tentang bagaimana bertahan
hidup disaat dalam kesulitan. Eksil tapol 65 di Nanga-nanga bertahan hidup
dengan sumber daya yang dimiliki. Dimasa awal kehidupan menjadi
tahanan politik yang mereka lakukan adalah mengolah lahan yang dimiliki
seluas 2 hektar pemberian pemerintah. Mereka hanya bertani.
Setelah reformasi

dengan pencabutan TAP

MPRS

tentang

pembubaran PKI oleh presiden Gusdur eksil tapol merasakan kebebasan
dalam mencari pekerjaan dengan menjadi buruh tani, buruh bangunan,
pedagang hingga menjadi pegawai negeri sipil bagi anak-anaknya.
Trauma yang mereka rasakan selama puluhan tahun menjadi
pelajaran bagi generasi selanjutnya tentang pentingnya pelurusan sejarah
tentang G30S PKI.
b. Rekomendasi
Penyintas tahanan politik di Nanga-nanga telah berinteraksi dengan dunia
luar sehingga perlahan-lahan mengikis stigma. Saat ini ini yang hidup di
lokalisasi konsentrasi adalah anak cucu sehingga telah banyak perubahan
secara social ekonomi. Untuk penelitian ini hanya menekankan pada
penyintas atau orang yang selamat dari penderitaan. Penelitian ini

13

memberikan rekomendasi pada penelitian selanjutnya tentang bagaimana
pemberdayaan pemerintah kota Kendari terhadap orang dan keturunan PKI
setelah orde baru runtuh. Kedua, adalah sengketa tanah antara eks tapol dan
keturunannya dengan masyarakat luar yang mengaku memiliki hak adat
terhadap tanah yang ditempati oleh tapol. Ketiga tentang stigma yang
didapatkan oleh masyarakat pada keturunan tapol di Nanga-nanga.

14

Daftar Pustaka
Choones, I. (2009). Livelihood Perspective and Rural Development.
Routledge .

Knutsson, P. (2006). The Suistainable Livelihood Approach: A Framework
for Knowledge Integration Assesment. Human Ecology Review , 90.
Krantz, L. (2001). The Suistainable Livelihood Approach To Poverty
Reduction. Swedia: Swedish Internasional Development Coopertation

Agency.
Maleong, L. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

15