Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual KABA
Kebijakan Akuntansi Berbasis Akrual (KABA) untuk Persediaan
Oleh Sumini
(Widyaiswara Madya Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan)
Pendahuluan
Bagi petugas penatausahaan Barang Milik Negara (BMN), mendifinisikan suatu barang sebelum
dicatat/dibukukan merupakan hal penting. Ini merupakan sesuatu yang mendasar karena
informasi yang dihasilkan dalam laporan Barang Milik Negara Unit Akuntansi Kuasa Pengguna
Barang (UAKPB) berasal dari pembukuan atas transaksi BMN dari unit tersebut. Laporan BMN
itu sendiri merupakan bahan dasar untuk menyusun neraca satuan kerja (satker) yang akan
dikonsolidasikan menjadi Neraca Pemerintah Pusat. Untuk dapat mendifinisikan suatu barang
tentu harus memahami klasifikasi BMN dalam neraca. Klasifikasi BMN ditetapkan dengan
kebijakan akuntansi yang telah diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Kebijakan akuntansi ini, lebih
lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
terdiri dari dua lampiran, yaitu Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang menggunakan
basis akrual sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih menggunakan
basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Adanya dua lampiran ini, menunjukkan sesuatu
yang logis, karena meskipun dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara memberi amanat untuk melaksanakan akuntansi berbasis akrual lima tahun
setelah diundangkannya UU tersebut, namun butuh waktu dan proses dalam menyiapkan sistem
yang digunakan untuk mengiplementasikan akuntansi berbasis akrual. PP Nomor 71 Tahun 2010
mengakomodir masa transisi sekaligus merupakan tekad untuk melaksanakan amanah UU
Nomor 17 Tahun 2003.
Tahun 2015 sudah begitu dekat. Tahun 2015 merupakan janji pemerintah untuk melaksanakan
akuntansi berbasis akrual. Segala perangkat sudah disiapkan termasuk peraturan terkait
kebijakan akuntansi berbasis akrual (KABA). Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin membahas KABA untuk BMN berupa persediaan, yang
dalam PMK Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat dimuat
dalam Lampiran VI.
Definisi Persediaan
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk
mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual
dan/atau diserahkan dalam pelayanan kepada masyarakat. Aset lancar merupakan aset yang
memiliki masa manfaat satu tahun atau 12 (dua belas) bulan. Ada dua hal penting yang menjadi
karakteristik dari persediaan. Pertama adalah dari sisi manfaatnya, yaitu sebagai aset lancar, dan
kedua dari sisi bentuk (wujud) barangnya, yaitu dalam bentuk barang atau perlengkapan, bahan,
barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Lantas, apa yang dimaksud dengan barang dan apa bedanya dengan perlengkapan. Memang tidak
ada penjelasan mengenai definisi barang dan definisi perlengkapan dalam kebijakan akuntansi
persediaan. Menurut penulis, barang merupakan aset definitif yang dapat langsung digunakan,
sedangkan perlengkapan merupakan aset definitif yang digunakan bersama dengan aset definitif
lainnya. Contoh, mobil dan sparepart. Dua-duanya merupakan aset definitif karena dua-duanya
merupakan barang jadi. Apabila kita membeli mobil tentu sudah termasuk bagian-bagian yang
disebut dengan sparepart. Mobil dapat langsung digunakan yaitu sebagai alat angkutan.
Sedangkan sparepart merupakan bagian-bagian yang tidak dapat diambil manfaatnya secara
tersendiri. Sparepart bermanfaat apabila dipasang sebagai bagian dari mobil, sehingga mobil bisa
didefinisikan sebagai barang sedangkan sparepart didefinisikan sebagai perlengkapan.
Sedangkan bahan merupakan benda yang akan digunakan untuk proses produksi.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa suatu barang akan didefinisikan sebagai
persediaan, apabila entitas hanya memperoleh/mengambil masa manfaat atas barang tersebut
tidak lebih dari satu tahun atau 12 (dua belas) bulan dan/atau barang/benda tersebut merupakan
perlengkapan, bahan, barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan kepada
masyarakat.
Untuk mempertegas definisi persediaan, dapat juga kita lihat dari jenis-jenis persediaan.
Berdasarkan sifat pemakaiannya, persediaan terdiri dari barang habis pakai, barang tak habis
pakai, dan barang bekas pakai. Sedangkan berdasarkan bentuk dan jenisnya, persediaan terdiri
dari: barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk
tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah
jadi dan barang-barang untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Pengakuan Persediaan
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan disajikan
dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan dan
bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan. Bagaimana
persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan pemerintah
berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:
a. pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai atau
biaya yang dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang
dapat diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga
biaya tersebut dapat diukur secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral,
dan/atau
b. pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau penguasaannya berpindah.
Dokumen sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan adalah faktur,
kuitansi, atau Berita Acara Serah Terima (BAST).
Metode pencatatan yang digunakan untuk persediaan dalam basis akrual ini adalah metode
perpetual, yaitu pencatatan persediaan dilakukan setiap terjadi transaksi yang mempengaruhi
persediaan (perolehan dan pemakaian). Pencatatan persediaan dilakukan berdasarkan satuan
barang yang lazim digunakan untuk masing-masing jenis barang atau satuan barang lain yang
dianggap paling memadai dalam pertimbangan materialitas dan pengendalian pencatatan. Misal,
kertas HVS menggunakan satuan rim, pensil bisa menggunakan satuan buah atau box mana yang
paling memadai dalam materialitas pengendalian pencatatan menurut entitas akuntansi yang
bersangkutan. Pada kahir periode pelaporan, catatan persediaan disesuaikan dengan hasil
inventarisasi fisik. Inventarisasi fisik tersebut dilakukan atas barang yang belum dipakai, baik
yang berada di gudang maupun yang sudah ada pada unit pemakai. Persediaan yang dilaporkan
di neraca adalah persediaan dalam kondisi baik, sedangkan untuk persediaan dalam kondisi rusak
atau usang tidak dilaporkan di neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas laporan Keuangan
(CaLK). Untuk itu, laporan keuangan melampirkan daftar persediaan rusak atau usang.
Pengukuran Persediaan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur
laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari persediaan
tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal atas
perolehan/kepemilikan persediaan. Persediaan yang diperoleh dari pembelian disajikan sebesar
harga perolehan, yang meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan
ditambah dengan biaya lain yang secara langsung dapat dibebankan pada persediaan serta
dikurangi apabila ada potongan harga, rabat, atu pengurang lain yang serupa. Untuk persediaan
yang diproduksi sendiri diukur sebesar harga pokok produksi, yaitu biaya langsung yang terkait
dengan produksi persediaan ditambah biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis.
Sedangkan persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya, pengukurannya menggunakan nilai
wajar. Contoh persediaan berupa hewan dan tanaman dari hasil pengembangbiakan, persediaan
dari donasi, dari rampasan dan lainnya. Pada akhir periode, apabila terdapat sisa persediaan,
metode yang digunakan untuk mengukur nilai persediaan akhir tersebut adalah metode First In
First Out (FIFO) dan metode harga pembelian terakhir. Metode FIFO digunakan untuk jenis
persediaan untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pemda, sedangkan harga pembelian
terakhir digunakan untuk persediaan yang nilainya tidak material dan jenisnya bermacammacam, seperti barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan
untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku dan barang dalam
proses/setengah jadi.
Beban Persediaan
Ciri khusus berkaitan dengan basis akrual untuk persediaan adalah diakuinya beban persediaan.
Beban persediaan diakui dari penggunaan persediaan, penyerahan persediaan kepada masyarakat
atau sebab lain yang mengakibatkan berkurangnya jumlah persediaan. Beban persediaan ini
diakui
pada
akhir
periode
pelaporan
berdasarkan
inventarisasi
fisik
yaitu
dengan
memperhitungkan saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan
dikurangi dengan saldo akhir persediaan.
Penyajian dan Pengungkapan Persediaan
Persediaan disajikan di neraca pada bagian aset lancar. Persediaan yang disajikan adalah jumlah
persediaan hasil opname fisik dikalikan dengan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian
yang digunakan. Termasuk dalam persediaan tersebut adalah barang yang dibeli dengan belanja
hibah dan/atau belanja bantuan sosial yang belum didistribusikan sampai dengan akhir periode
pelaporan. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk persediaan, mengungkapkan, antara
lain kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, penjelasan lebih lanjut
atas persediaan, seperti barang atau perlengkapan yang digunakan untuk pelayanan masyarakat,
barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk
dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang
dimaksudkan untuk dijuak atau diserahkan kepada masyarakat. Penjelasan atas selisih antara
pencatatan dengan hasil inventarisasi fisik dan jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi
rusak dan usang juga dituangkan dalam CaLK.
Jurnal Transaksi Persediaan
a. Pada saat diterima persediaan dari penyedia barang dan jasa melalui bukti berupa Berita Acara
Serah Terima (BAST), dilakukan penjurnalan sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Persediaan yang Belum Diregister
K
Utang yang Belum Diterima Tagihannya
xxxx
xxxx
b. Pada saat persediaan diregister (diinput pada Aplikasi Persediaan), dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Persediaan
K
Persediaan yang Belum Diregister
xxxx
xxxx
c. ada saat diajukan SPP/SPM Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan
penjurnalan sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Utang yang Belum Diterima Tagihannya
K
Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar
xxxx
xxxx
d. Pada saat terbit SP2D Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar
K
Ditagihkan ke Entitas lain
xxxx
xxxx
Untuk Buku Besar Kas
D
Belanja Barang
K
Ditagihkan ke Entitas lain
xxxx
xxxx
e. Pada saat pemakaian persediaan, dilakukan penjurnalan senagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Beban Persediaan
K
Persediaan
xxxx
xxxx
f. ada saat akhir periode, setelah dilakukan opname fisik, apabila ada perbedaan antara saldo
menurut catatan dengan saldo menurut fisik, akan dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih besar
D
Persediaan
K
Beban Persediaan
xxxx
xxxx
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih kecil
D
Beban Persediaan
K
Persediaan
xxxx
xxxx
Saldo-saldo pada Buku Besar Akrual akan disusun untuk laporan keuangan berupa Laporan
Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Neraca. Sedangkan saldo-saldo pada
Buku Besar Kas sebagai dasar penyusunan Laporan Relaisasi Anggaran (LRA).
Penutup
Dengan model penjurnalan seperti di atas, penulis dapat simpulkan bahwa: (1) pencatatan atas
transaksi persediaan dilakukan pada saat terjadinya peristiwa yang mempengaruhi unsur-unsur
laporan keuangan, (2) diakuinya beban persediaan, (3) masih diakuinya belanja barang untuk
persediaan, dan (4) dilakukan pemisahan yang jelas untuk Buku Besar Akrual dan Buku Besar
Kas. Beberapa hal tersebut merupakan syarat mutlak untuk dapat diimplementasikannya
akuntansi berbasil akrual sehingga laporan keuangan berbasis akrual satuan Kerja (satker) dapat
disusun, antara lain, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Neraca serta
masih dapat disajikannya laporan keuangan berbasis kas yaitu Laporan Realisasi Anggaran.
Memang, tahap-tahap penjurnalan yang lebih banyak daripada akuntansi bebasis cash toward
accrual, terkesan makin menambah pekerjaan bagi petugas akuntansi satker. Tetapi justru di
sinilah laporan keuangan yang lebih akuntabel dapat disajikan sehingga bagaimanapun seluruh
petugas akuntansi harus optimis dan berkomitmen tinggi untuk melaksanakan akuntansi berbasis
akrual dalam penyelenggaraan akuntansi persediaan.
Daftar Pustaka
1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2019/PMK.03/2013 tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Pusat.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2013/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Pemerintah Pusat.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2015/PMK.05/2013 tentang Jurnal Akuntansi
Pemerintah pada Pemerintah Pusat.
Oleh Sumini
(Widyaiswara Madya Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan)
Pendahuluan
Bagi petugas penatausahaan Barang Milik Negara (BMN), mendifinisikan suatu barang sebelum
dicatat/dibukukan merupakan hal penting. Ini merupakan sesuatu yang mendasar karena
informasi yang dihasilkan dalam laporan Barang Milik Negara Unit Akuntansi Kuasa Pengguna
Barang (UAKPB) berasal dari pembukuan atas transaksi BMN dari unit tersebut. Laporan BMN
itu sendiri merupakan bahan dasar untuk menyusun neraca satuan kerja (satker) yang akan
dikonsolidasikan menjadi Neraca Pemerintah Pusat. Untuk dapat mendifinisikan suatu barang
tentu harus memahami klasifikasi BMN dalam neraca. Klasifikasi BMN ditetapkan dengan
kebijakan akuntansi yang telah diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Kebijakan akuntansi ini, lebih
lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
terdiri dari dua lampiran, yaitu Lampiran I mengatur kebijakan akuntansi yang menggunakan
basis akrual sedangkan Lampiran 2 mengatur kebijakan akuntansi yang masih menggunakan
basis kas menuju akrual (cash toward accrual). Adanya dua lampiran ini, menunjukkan sesuatu
yang logis, karena meskipun dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara memberi amanat untuk melaksanakan akuntansi berbasis akrual lima tahun
setelah diundangkannya UU tersebut, namun butuh waktu dan proses dalam menyiapkan sistem
yang digunakan untuk mengiplementasikan akuntansi berbasis akrual. PP Nomor 71 Tahun 2010
mengakomodir masa transisi sekaligus merupakan tekad untuk melaksanakan amanah UU
Nomor 17 Tahun 2003.
Tahun 2015 sudah begitu dekat. Tahun 2015 merupakan janji pemerintah untuk melaksanakan
akuntansi berbasis akrual. Segala perangkat sudah disiapkan termasuk peraturan terkait
kebijakan akuntansi berbasis akrual (KABA). Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin membahas KABA untuk BMN berupa persediaan, yang
dalam PMK Nomor 219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat dimuat
dalam Lampiran VI.
Definisi Persediaan
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk
mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual
dan/atau diserahkan dalam pelayanan kepada masyarakat. Aset lancar merupakan aset yang
memiliki masa manfaat satu tahun atau 12 (dua belas) bulan. Ada dua hal penting yang menjadi
karakteristik dari persediaan. Pertama adalah dari sisi manfaatnya, yaitu sebagai aset lancar, dan
kedua dari sisi bentuk (wujud) barangnya, yaitu dalam bentuk barang atau perlengkapan, bahan,
barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Lantas, apa yang dimaksud dengan barang dan apa bedanya dengan perlengkapan. Memang tidak
ada penjelasan mengenai definisi barang dan definisi perlengkapan dalam kebijakan akuntansi
persediaan. Menurut penulis, barang merupakan aset definitif yang dapat langsung digunakan,
sedangkan perlengkapan merupakan aset definitif yang digunakan bersama dengan aset definitif
lainnya. Contoh, mobil dan sparepart. Dua-duanya merupakan aset definitif karena dua-duanya
merupakan barang jadi. Apabila kita membeli mobil tentu sudah termasuk bagian-bagian yang
disebut dengan sparepart. Mobil dapat langsung digunakan yaitu sebagai alat angkutan.
Sedangkan sparepart merupakan bagian-bagian yang tidak dapat diambil manfaatnya secara
tersendiri. Sparepart bermanfaat apabila dipasang sebagai bagian dari mobil, sehingga mobil bisa
didefinisikan sebagai barang sedangkan sparepart didefinisikan sebagai perlengkapan.
Sedangkan bahan merupakan benda yang akan digunakan untuk proses produksi.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa suatu barang akan didefinisikan sebagai
persediaan, apabila entitas hanya memperoleh/mengambil masa manfaat atas barang tersebut
tidak lebih dari satu tahun atau 12 (dua belas) bulan dan/atau barang/benda tersebut merupakan
perlengkapan, bahan, barang dalam proses dan barang untuk dijual/diserahkan kepada
masyarakat.
Untuk mempertegas definisi persediaan, dapat juga kita lihat dari jenis-jenis persediaan.
Berdasarkan sifat pemakaiannya, persediaan terdiri dari barang habis pakai, barang tak habis
pakai, dan barang bekas pakai. Sedangkan berdasarkan bentuk dan jenisnya, persediaan terdiri
dari: barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk
tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah
jadi dan barang-barang untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Pengakuan Persediaan
Pengakuan merupakan pencatatan suatu item dalam akuntansi yang selanjutnya akan disajikan
dalam laporan keuangan. Pengakuan membutuhkan konsep untuk menentukan kapan dan
bagaimana transaksi keuangan dapat diakui sebagai unsur dalam laporan keuangan. Bagaimana
persediaan diakui sebagai unsur yang akan disajikan dalam laporan keuangan pemerintah
berbasis akrual, yaitu pada saat terpenuhinya hal-hal berikut ini:
a. pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai atau
biaya yang dapat diukur dengan andal. Biaya tersebut didukung oleh bukti/dokumen yang
dapat diverifikasi dan di dalamnya terdapat elemen harga barang persediaan sehingga
biaya tersebut dapat diukur secara andal, jujur, dapat diverifikasi, dan bersifat netral,
dan/atau
b. pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau penguasaannya berpindah.
Dokumen sumber yang digunakan sebagai pengakuan perolehan persediaan adalah faktur,
kuitansi, atau Berita Acara Serah Terima (BAST).
Metode pencatatan yang digunakan untuk persediaan dalam basis akrual ini adalah metode
perpetual, yaitu pencatatan persediaan dilakukan setiap terjadi transaksi yang mempengaruhi
persediaan (perolehan dan pemakaian). Pencatatan persediaan dilakukan berdasarkan satuan
barang yang lazim digunakan untuk masing-masing jenis barang atau satuan barang lain yang
dianggap paling memadai dalam pertimbangan materialitas dan pengendalian pencatatan. Misal,
kertas HVS menggunakan satuan rim, pensil bisa menggunakan satuan buah atau box mana yang
paling memadai dalam materialitas pengendalian pencatatan menurut entitas akuntansi yang
bersangkutan. Pada kahir periode pelaporan, catatan persediaan disesuaikan dengan hasil
inventarisasi fisik. Inventarisasi fisik tersebut dilakukan atas barang yang belum dipakai, baik
yang berada di gudang maupun yang sudah ada pada unit pemakai. Persediaan yang dilaporkan
di neraca adalah persediaan dalam kondisi baik, sedangkan untuk persediaan dalam kondisi rusak
atau usang tidak dilaporkan di neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas laporan Keuangan
(CaLK). Untuk itu, laporan keuangan melampirkan daftar persediaan rusak atau usang.
Pengukuran Persediaan
Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur
laporan keuangan. Persediaan dicatat sebesar jumlah uang yang menjadi nilai dari persediaan
tersebut. Jumlah uang tersebut menunjukkan biaya yang dapat diukur secara andal atas
perolehan/kepemilikan persediaan. Persediaan yang diperoleh dari pembelian disajikan sebesar
harga perolehan, yang meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan
ditambah dengan biaya lain yang secara langsung dapat dibebankan pada persediaan serta
dikurangi apabila ada potongan harga, rabat, atu pengurang lain yang serupa. Untuk persediaan
yang diproduksi sendiri diukur sebesar harga pokok produksi, yaitu biaya langsung yang terkait
dengan produksi persediaan ditambah biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis.
Sedangkan persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya, pengukurannya menggunakan nilai
wajar. Contoh persediaan berupa hewan dan tanaman dari hasil pengembangbiakan, persediaan
dari donasi, dari rampasan dan lainnya. Pada akhir periode, apabila terdapat sisa persediaan,
metode yang digunakan untuk mengukur nilai persediaan akhir tersebut adalah metode First In
First Out (FIFO) dan metode harga pembelian terakhir. Metode FIFO digunakan untuk jenis
persediaan untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pemda, sedangkan harga pembelian
terakhir digunakan untuk persediaan yang nilainya tidak material dan jenisnya bermacammacam, seperti barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan
untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku dan barang dalam
proses/setengah jadi.
Beban Persediaan
Ciri khusus berkaitan dengan basis akrual untuk persediaan adalah diakuinya beban persediaan.
Beban persediaan diakui dari penggunaan persediaan, penyerahan persediaan kepada masyarakat
atau sebab lain yang mengakibatkan berkurangnya jumlah persediaan. Beban persediaan ini
diakui
pada
akhir
periode
pelaporan
berdasarkan
inventarisasi
fisik
yaitu
dengan
memperhitungkan saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan
dikurangi dengan saldo akhir persediaan.
Penyajian dan Pengungkapan Persediaan
Persediaan disajikan di neraca pada bagian aset lancar. Persediaan yang disajikan adalah jumlah
persediaan hasil opname fisik dikalikan dengan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian
yang digunakan. Termasuk dalam persediaan tersebut adalah barang yang dibeli dengan belanja
hibah dan/atau belanja bantuan sosial yang belum didistribusikan sampai dengan akhir periode
pelaporan. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk persediaan, mengungkapkan, antara
lain kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan, penjelasan lebih lanjut
atas persediaan, seperti barang atau perlengkapan yang digunakan untuk pelayanan masyarakat,
barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk
dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang
dimaksudkan untuk dijuak atau diserahkan kepada masyarakat. Penjelasan atas selisih antara
pencatatan dengan hasil inventarisasi fisik dan jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi
rusak dan usang juga dituangkan dalam CaLK.
Jurnal Transaksi Persediaan
a. Pada saat diterima persediaan dari penyedia barang dan jasa melalui bukti berupa Berita Acara
Serah Terima (BAST), dilakukan penjurnalan sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Persediaan yang Belum Diregister
K
Utang yang Belum Diterima Tagihannya
xxxx
xxxx
b. Pada saat persediaan diregister (diinput pada Aplikasi Persediaan), dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Persediaan
K
Persediaan yang Belum Diregister
xxxx
xxxx
c. ada saat diajukan SPP/SPM Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan
penjurnalan sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Utang yang Belum Diterima Tagihannya
K
Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar
xxxx
xxxx
d. Pada saat terbit SP2D Belanja Barang untuk perolehan persediaan, dilakukan penjurnalan
sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar
K
Ditagihkan ke Entitas lain
xxxx
xxxx
Untuk Buku Besar Kas
D
Belanja Barang
K
Ditagihkan ke Entitas lain
xxxx
xxxx
e. Pada saat pemakaian persediaan, dilakukan penjurnalan senagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual
D
Beban Persediaan
K
Persediaan
xxxx
xxxx
f. ada saat akhir periode, setelah dilakukan opname fisik, apabila ada perbedaan antara saldo
menurut catatan dengan saldo menurut fisik, akan dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut:
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih besar
D
Persediaan
K
Beban Persediaan
xxxx
xxxx
Untuk Buku Besar Akrual, di mana jumlah saldo fisik lebih kecil
D
Beban Persediaan
K
Persediaan
xxxx
xxxx
Saldo-saldo pada Buku Besar Akrual akan disusun untuk laporan keuangan berupa Laporan
Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Neraca. Sedangkan saldo-saldo pada
Buku Besar Kas sebagai dasar penyusunan Laporan Relaisasi Anggaran (LRA).
Penutup
Dengan model penjurnalan seperti di atas, penulis dapat simpulkan bahwa: (1) pencatatan atas
transaksi persediaan dilakukan pada saat terjadinya peristiwa yang mempengaruhi unsur-unsur
laporan keuangan, (2) diakuinya beban persediaan, (3) masih diakuinya belanja barang untuk
persediaan, dan (4) dilakukan pemisahan yang jelas untuk Buku Besar Akrual dan Buku Besar
Kas. Beberapa hal tersebut merupakan syarat mutlak untuk dapat diimplementasikannya
akuntansi berbasil akrual sehingga laporan keuangan berbasis akrual satuan Kerja (satker) dapat
disusun, antara lain, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) dan Neraca serta
masih dapat disajikannya laporan keuangan berbasis kas yaitu Laporan Realisasi Anggaran.
Memang, tahap-tahap penjurnalan yang lebih banyak daripada akuntansi bebasis cash toward
accrual, terkesan makin menambah pekerjaan bagi petugas akuntansi satker. Tetapi justru di
sinilah laporan keuangan yang lebih akuntabel dapat disajikan sehingga bagaimanapun seluruh
petugas akuntansi harus optimis dan berkomitmen tinggi untuk melaksanakan akuntansi berbasis
akrual dalam penyelenggaraan akuntansi persediaan.
Daftar Pustaka
1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2019/PMK.03/2013 tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Pusat.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2013/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Pemerintah Pusat.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2015/PMK.05/2013 tentang Jurnal Akuntansi
Pemerintah pada Pemerintah Pusat.