Review materi (kul 1 sd 6)

  Kuliah 6

  

Review materi (kul 1 sd 6)

Hukum Lingkungan

HARSANTO NURSADI

  Kuliah 1 A.

  Konsep Pembangunan Berkelanjutan

B. Beberapa prinsip hukum lingkungan

  internasional Fokus pada: 

  State Responsibility

  Principles of Preventive and

  The Precautionary principle

  Polluter Pays Principle

  Intra-generational equity and inter- generational equity

A. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

  Defnisi SD: pembangungan untuk memenuhi kebutuhan hidup generasi sekarang tanpa menganggu kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka Sustainable development sbg prinsip? lanjutan

  ( )

   memiliki sifat normatif Lowe: SD merupakan prinsip hukum, tapi

  Weeramantry: SD adalah prinsip hukum yg

   tidak memiliki “norm-creating character”, sehingga SD tidak dapat memberikan batasan bagi perbuatan seseorang/negara. SD hanya merupakan “meta-principle with

  

interstitial norm”, yang berfungsi di dalam

  proses peradilan sebagai cara untuk mengatasi konfik di antara beberapa prinsip atau aturan (misalnya antara kewajiban untuk mencegah pencemaran dengan hak atas pembangungan).

  

  

Sustainable development sbg prinsip?

( lanjutan

  )

   Yang akan dibahas dalam kuliah ini: 

  State Responsibility

  

Principles of Preventive and

  The Precautionary principle

  Polluter Pays Principle

  Intra-generational equity and inter-generational equity I. KEDAULATAN NEGARA

   Prinsip 21 Stockholm dan Prinsip 2 Rio

   Konsep kedaulatan teritorial, terra nullius, terra communis

  II. HAK ATAS PEMBANGUNAN

   Terdiri dari dua komponen:

   Tiap negara memiliki hak untuk melaksanakan kontrol atas SDA dan perekonomian mereka

   Setiap orang memiliki hak atas tingkat pembangunan minimum

   Prinsip 3 Rio: “The right to development must be

fulflled so as to equitably meet developmental and

environmental needs of present and future generation”

   Prinsip 4 Rio: “In order to achieve sustainable development, environmental protection shall constitute an integral part of the development process and cannot be considered in isolation from it” VII. POLLUTER AND USER PAYS PRINCIPLE (PPP)

Prinsip ini merupakan penjabaran dari

   teori-teori ekonomi tentang lingkungan (environmental economics), di mana pencemaran/kerusakan lingkungan dianggap sebagai sebuah bentuk kegagalan pasar (market failure) yang menimbulkan inefsiensi. pencemaran lingkungan menunjukkan:

   private costs  social costs, yaitu bahwa biaya-biaya lingkungan tidak

dipertimbangkan dalam pengambilan

   lingkungan, tujuan utama dari

kebijakan/hukum lingkungan adalah

untuk memperbaiki kegagalan pasar

dengan jalan mendorong setiap orang/pelaku usaha untuk melakukan internalisasi eksternalitas sehingga tidak ada lagi perbedaan antara (marjinal) social costs dengan (marjinal) private costs Apabila PPP diterapkan secara

  Berdasarkan teori ekonomi

   efektif, maka harga yang dibayar

oleh konsumen telah merefeksiakan

STATE RESPONSIBILITY

   2 Deklarasi Rio) dan prinsip pencegahan (The Prevention Principle) TGJW Negara : “States have…the

  Prinsip 21 Deklarasi Stockholm dan prinsip

   sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States of of areas beyond the limits of national jurisdiction”

PRINCIPLE OF PREVENTIVE ACTION

   of toxic substances or of other

substances and the release of heat, in

such quantities or concentrations as to exceed the capacity of the environment to render them harmless, must be halted in order to ensure that serious or irreversible damage is not inficted upon ecosystems” (Prinsip 6 Deklarasi Stockholm)

  Prinsip pencegahan: “The discharge Principle of preventive action (lanjutan)

   Prinsip pencegahan telah diakui oleh ICJ (a.l. kasus Gabcikovo-Nagymaros) yang menyatakan bahwa pencegahan diwajibkan karena kerusakan lingkungan seringkali bersifat tidak bisa dipulihkan (irreversible) dan karena adanya keterbatasan kemampuan kita untuk memulihan kerusakan lingkungan jika hal itu terjadi

   Sebuah negara tidak bisa dituntut utk btgjw atas pencemaran lintas negara apabila negara tersebut telah melakukan upaya yang layak untuk mencegah timbulnya pencemaran tersebut Apakah upayan pencegahan yang layak (due

   care/due diligence)?

  Beberapa pakar menyebutkan bahwa termasuk ke dalam due care adalah kewajiban amdal, KEHATI-HATIAN ( THE PRECAUTIONARY PRINCIPLE )

   scientifc certainty) tidak bisa dijadikan

  Kurangnya bukti/kepastian ilmiah (Lack of

  alasan untuk menunda dilakukannya tindakan pencegahan Bandingkan dengan UU No. 32 tahun 2009

    The absence of proof is not the proof of absence

   sama-sama mengharuskan dilakukannya tindakan pencegahan Perbedaan: pencegahan berlaku untuk

  Persamaan dengan prinsip pencegahan:

   THE PRECAUTIONARY PRINCIPLE (lanjutan)

  Knowledge about outcomes Well-defined outcomes Poorly-defined outcomes

  Some basis for

  Risk Ambiguity

  probabilities

  t u o b d a o e o g lih d

  “INCERTITUDE” e le lik w o n K

  No basis for probabilities

  Uncertainy Ignorance INTRA-and INTER- GENERATIONAL EQUITY

   right to development must be fulflled so as to equitably meet developmental and environmental needs of present and future generations”

  Tertuang di dalam prinsip 3 Deklarasi Rio: “the

   Khusus untuk Intragenerational Equity, prinsip 5 Deklarasi Rio menyatakan bahwa semua negara harus bekerja sama dalam pengentasan kemiskinan, sebagai sebuah persyaratan utama bagi pembangunan berkelanjutan, untuk menurunkan tingkat perbedaan standar hidup dan untuk memenuhi kebutuhan dari mayoritas masyarakat di dunia.

  Kuliah 2 Resiko

   Protokol Kyoto

   Long-term objective: Pasal 2

   UNFCCC dan kegagalan Protokol Kyoto (PK) Resiko UNFCCC

UNITED NATION FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE

  Pasal 2 “to achieve …stabilization of greenhouse gas concentrations in the atmosphere at a level that would prevent dangerous anthropogenic interference with the climate system”

  

  Stabilisasi bukan pengembalian

  

  Yg distabilkan adalah konsentrasi (bukannya emisi dan suhu) Pasal 3: Prinsip

  

  intra dan intergenerational equity

  

  Common but diferentiated responsibility

Pasal 4: Komitmen pasal 4 (2) Negara annex I memiliki komitmen:

  

  4 (2) a: Mengadopsi kebijakan nasional dan menurunkan GHGs serta meningkatkan kapasitas sinks dan reservoir.

  

  4 (2) b: Dalam 6 bulan setelah berlakunya UNFCCC melaporkan secara periodik informasi ttg kebijakan dan langkah2 yang telah diambil (terkait penurunan GHGs dan peningkatan sinks) “with the aim of returning individually or jointly to their 1990 levels”

   

  COP 1995, BerlinBerlin Mandate

  Strengthening the commitments in 4 (2) a and b of the convention for developed countries/other parties included in Annex I, both to elaborate policies and measures, as well as to set Komitmen: 

   Kewajiban negara2 tertentu untuk

menurunkan emisi sekitar 5% di bawah emisi

mereka tahun 1990 (pasal 3 (1)) antara thn 2008-12

  

  Negara berkembang dibebaskan dari kewajiban tersebut

   Common but diferentiated responsibility, mengapa? 

  

Konsentrasi GRK sebagian besar (sekitar 80%)

berasal dari negara maju 

  Negara berkembang membutuhkan energi untuk pembangunan mereka 

  Negara berkembang tidak memiliki dana dan teknologi untuk menurunkan GRK 

  Tidak ada rujukan ke pasal 2 UNFCCC

   3 (2):Thn 2005 melaporkan progress report

   3 (3): net changes dihitung dari “GHGs emission from sources” dan Target Emisi GRK 

  Assigned amount: emisi thn 1990 X jatah komitmen x 5 

  Aktiftas pada LULUCF (Land-Use, Land-Use Change

and Forestry) dihitung sebagai sumber emisi atau

penghapusan emisi

   Penghapusan emisi menghasilkan Removal Unit (RMU), yang dapat dikonversi menjadi Assigned Amount Unit (AAU)

  Mekanisme pemenuhan komitmen

  1. Emission Trading 2.

  Joint Implementation

  3. Clean Development Mechanism

1. Emission Trading (ET)

   Sesama Annex I countries

  

Membeli boleh bebas, tapi menjual tidak bebas:

   Setiap negara harus menyimpan cadangan emisi yang jumlahnya tidak boleh lebih rendah dari 90% dari Initial Assigned amountcadangan ini disebut dengan commitment period reserve (CPR)

   Komoditas ET: Assigned Amount Unit (AAU), Emission Reduction Unit (ERU) dan “hot air

  Joint Implementation 2.

   Setiap negara Annex I dapat melakukan investasi pada proyek2 penurunan emisi di negara Annex I lainnya

   Investasi ini akan menghasilkan Emission Reduction Unit (ERU)

3. Clean Development Mechanism

  

  Negara Annex I dapat melakukan investasi di negara non-Annex I yang meliputi investasi pada proyek2 pengurangan emisi di negara non-Annex I, aforestasi (penghijauan di lahan bekas hutan yang telah mengalami deforestasi selama lebih dari 50 tahun), dan reforestasi (penghijauan untuk hutan yang mengalami deforestasi pada kurun waktu kurang dari 50 tahun)

  

  CDM menghasilkan Certifed Emission Reductions

  

  CDM pada sektor LULUCF maksimum 1% dari total jatah emisi

  

  CER dapat dikonversi menjadi AAU, sehingga

F. Kesimpulan umum i.

  Ratifkasi UNFCCC dan Protokol Kyoto  Ratifkasi UNFCCC melalui UU No.

  6/1994

   Ratifkasi Protokol Kyoto Melalui UU No.

  17/2004.

  Question: Apakah ratifkasi tsb cukup? ii.

  

Tidak ada peraturan perundangan- undangan yang terintegrasi iv.

  Tidak adanya kewajiban Indonesia untuk menurunkan GRK (menurut UNFCCC dan Protokol Kyoto) tampaknya menjadi sebab mengapa kebijakan perubahan iklim Indonesia masih sangat mengandalkan pada pendekatan sukarela dan instrumen ekonomi yang longgar (dalam bentuk subsidi atau tax

  holiday), meskipun Perpres No. 61/2011

  sudah memperkenalkan congestion

  charges dan road pricing v.

  Beberapa peraturan kadang memberikan sanksi yang berbeda,

  3. REDD dan kebijakan nasional perubahan iklim Kebijakan di tingkat nasional

    Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (mitigasi dan adaptasi)

  

Pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim

   Perencanaan nasional pengurangan GRK

  

RAN PI

   Strategi Nasional REDD

   LoI antara RI dgn Norwegia

  

Keppres 10 thn 2010 ttg pembentukan Satgas

REDD

   Pembentukan Pokja Bersama Pemberantasan Mafa Hutan

   jalan: 

  Pengurangan dilakukan dengan

  Pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan 

  Mencegah deforestasi dan degradasi hutan 

  Mempromosikan efsiensi energi 

  Mengurangi limbah padat dan cair dari rumah tangga dan industri

   

  Persoalan REDD di Indonesia

  Ketidakjelasan hak masyarakat adat (beneft sharing)

  

  Perencanaan tata ruang dan perizinan yang mengabaikan aspek governance

  

  Lemahnya kordinasi horizontal dan vertikal

  

  Disharmonisasi dan ketidakjelasan peraturan per-UU-an

  

  Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum Kuliah 3

   Kelembagaan 

  RPPLH, 

  Inventarisasi, 

  KLHS

   Instrumen Penaatan Wajib 

  Amdal, 

  Izin Lingkungan,  standar lingkungan,

   analisa resiko

  

Kaitan antara RPPLH-inventarisasi-bioregion

dan ketiganya dgn RPJP/M

  

Penyusunan dan fungsi RPPLH-inventarisasi-

bioregion

   Kaitan antara KLHS dgn Amdal, UKL-UPL, dan perizinan

  Kelembagaan

   Instansi yang berwenang 

  Kementrian/sektoral

   Instansi yang bertanggungjawab 

  KemenLH 

  BPLHD Prov 

  BPLHD Kab/Kota Penguatan Kewenangan MLH

   

  Second Line Inspection (Ps 73)

  Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan LH

  

Kewenangan PPLH untuk menghentikan

pelanggaran tertentu di lapangan

   

  Second Line Enforcement

  Menteri dapat menerapkan sanksi adm, jika pemerintah menganggap Pemda secara

BERDASARKAN RPPLH

  • Keberlanjutan Proses Dan • Fungsi Lingkungan Hidup • Keberlanjutan Produksi LH
  • Keselamatan,

  APABILA RPPLH BELUM ADA  BERDASARKAN DAYA TAMPUNG DAN DAYA DUKUNG MENTERI

  • Kesejahteraan Masyarakat

   NASIONAL DAN PULAU/KEPULAUAN GUBERNUR PROP dan EKOREGION LINTAS KAB/KOTA BPT/WALIKOTA  KAB/KOTA DAN EKOREGION KAB/KT

  DITETAPKAN OLEH P E M A N F A A T A N

  Memperhatikan :

  Mutu Hidup Dan

  Kajian Lingkungan Hidup Strategis Atribut AMDAL KLHS

  Posisi Tahap studi kelayakan dari Proyek

  Tahap Kebijakan, Rencana & Program

  Sifat Wajib Sukarela

  Keputusan Kelayakan rencana kegiatan/ usaha dari segi lingkungan hidup

  Keputusan yang berbasis pada prinsip Pembangunan Berkelanjutan

  Wilayah garapan Site based project Kebijakan, regional/tata ruang, program, atau sektor

  Kumulatif dampak Kumulatif dampak dianalisis terbatas

  Peringatan dini akan fenomena kumulatif dampak Alternatif Terbatasnya jumlah alternatif kegiatan proyek yang ditelaah

  Mempertimbangkan banyak alternatif pilihan Kedalaman kajian

  Sempit, dalam, dan rinci Lebar, tidak terlampau dalam, lebih sebagai kerangka kerja Artikulasi Kegiatan proyek sudah terformulasi dengan jelas dari awal hingga akhir

  Proses muti-tahap, saling tumpang-tindih komponen, alur kebijakan-rencana- program masih berjalan dan iteratif

  Fokus Fokus pada kajian dampak Fokus pada agenda

B. Instrumen Penaatan Wajib

   Amdal,

   Izin Lingkungan,

   standar lingkungan,

   analisa resiko

  IZIN Komisi berlisen LINGKUNGAN si RPPL USAHA

  SKKLH/ H / AMDAL/ Rekomendasi Kegiat UKL/UPL / RPPL an UKL/UPL H Keputusa n TUN

  Persyarata

  IZIN n LINGKUNG dapat

  AN DIBATALKA

  IZIN N apabila

  USAHA

  • Cacat hukum, kekeliruan,

  Pengumuma penyalahgunaan, n

  Izin Ling dicabut, izin ketidakbenaran, usaha batal demi pemalsuan data, hukum Usaha atau kegiatan dokumen/infrmasi berubah

  • penerbitannya tidak

  Izin Lingkungan memenuhi syarat dalam diperbaharui keputusan komisi Amdal

  • Tidak melaksanakan kewajiban dalam AMDAL/
Campur tangan pemerintah

  Degrees of Intervention Low High

  Information Standards Prior Approval Target Performance Specification Sumber: A. Ogus, Regulation: Legal Form and Economic Theory, hal.

  151

II. Standar

1. Target/ambient 2.

  Emission 3.

  Specifcation Kolstad:

   Emission: emission is what the producers or consumers release

  

Ambient: Emissions are transformed into ambient concentrations, namely the concentrations of pollution around us. It is ambient concentrations that cause damage. Analisa Resiko

   (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman

terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau

kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup.

  (2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengkajian risiko;

  b. pengelolaan risiko; dan/atau Kuliah 4

  I. Teori tentang Pendekatan2 dalam Penaatan Lingkungan

  II. Penaatan Sukarela III.

  Instrumen Ekonomi Menurut UU 32/2009

  IV. Perbandingan dengan Negara Lain

  V. Sistem Penanggulangan dan Pemulihan Lingkungan Menurut UU 32/2009 Pendekatan menuju Penaatan

  

A. Pendekatan Daya Paksa (command and

control-CAC), disebut juga penegakan

hukum (enforcement)

  B. Pendekatan Perilaku

  C. Pendekatan Tekanan Publik

  D. Pendekatan Ekonomi 1.

  Pajak Lingkungan

2. Tradeable Permit 3.

  Deposit Refund System 4.

  Subsidi Penaatan sukarela

  

1. Audit Lingkungan (Eco-

Audit)

  

2. Mekanisme pemberian

Informasi (Information- based Mechanisms)

  3. Private Agreement

  Instrumen Ekonomi Instrumen Ekonomi terdiri

   instrumen: a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan lingkungan hidup; dan c. insentif dan/atau disinsentif.

  

Penanggulangan dan Pemulihan

Pasal 53 A. Penanggulangan

  1) Setiap orang yang melakukan pencemaran/perusakan wajib melakukan penanggulangan

  2) Penanggulangan dilakukan dengan:

  a. pemberian informasi peringatan pencemaran/kerusakan kepada masyarakat

  b. pengisolasian pencemaran/kerusakan

  c. penghentian sumber pencemaran/kerusakan

  d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. Pemulihan

  • 1)

  Setiap orang yang melakukan pencemaran/perusakan wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan.

  2)

  Pemulihan fungsi lingkungan dengan tahapan:

  a. penghentian sumber pencemaran dan

  b. pembersihan unsur pencemar;

  c. Remediasi: pemulihan untuk memperbaiki mutu lingkungan

  d. Rehabilitasi: pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem

  e. Restorasi: menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali seperti semula

  f. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuliah 5

   Penyelesaian di Pengadilan

   Hak Gugat 

  Individu 

  Kelompok 

  Pemerintah 

  Organisasi 

  Citizen law suit

  

Penyelesaian di luar

Pengadilan

  Individu Kelomp Pemerint Organis Citizen ok ah asi LS

  Gugatan Voluntair Contensia Contensia Contensia Contensia Contensia

  Pengguga Individu Perwakilan Pemerintah LSM Ling Warga t Negara

  Syarat Pihak yang Dirugikan Instansi Syarat: Fakta ada • legal dirugikan dlm hal yang Badan pihak yg • standing Kesamaan bertanggun hukum dirugikan

  • : g jawab AD ttg dlm hal fakta

  thd keg ling kbjikan

  Dsr lingkungan Eksis dlm Tdk hrs

  • hukum 2th langs
  • tuntutan

  Jns dirugikan

  Subyek Pemerinta Pemerint Pemerinta Pemerinta Negara Gugatan h ah h h

  BHPPdt/ BHPdt/ BHPdt/org BHPdt/org • • • • org org Petitum Ganti rugi Ganti Ganti rugi Pelestaria PMH • •

  • Perbaikan rugi Tindakan n fungsi Kelalaian • •

  Perbaika tertentu Tergugat Negara •

Di luar pengadilan

  A. Primary: A. Ajudikasi : Arbitrasi

  B. Non Ajudikasi:

  a. Negosiasi

  b. Mediasi

  c. Konsiliasi;

  d. Konsultasi;

  e. Penilaian/ pendapat ahli;

  f. Evaluasi netral dini (early neutral evaluation);

  g. Pencarian fakta netral (neutral fact-fnding

  B. Hybrid: A. Mini Trial

  B. Med-arb

  Negosiasi

  Penyelesaian Sengketa Yang Dilakukan Oleh Para Pihak Melalui Perundingan

  Mediasi

  Penyelesaian Sengketa Yang Dilakukan Melalui Perundingan

  Arbitrasi

  Penyelesaian Sengketa yang

  • Dilakukan Oleh Pihak Ketiga Yang Mempunyai Wewenang Untuk Memutus
  • Dibantu Oleh

    Pihak Ketiga Yang

    Netral Dan
  • Tanpa Dibantu Oleh Pihak Ketiga
  • Tidak Mempunyai

    Wewenang Untuk Memutus

ADR pada UU 4/82; 23/97; 32/09 UU 4 Tahun UU 23 Tahun UU 32 Tahun

  82

  97

  09 Bersifat Wajib Bersifat sukarela Bersifat sukarela Dilakukan oleh Dilakukan oleh Dapat Tim/Tri Partit Arbiter atau menggunakan (Penderita/korba Mediator jasa Arbiter atau n; Pencemar;

  Mediator Pemerintah)

  Pasal 20 ayat (2) Pasal 31-33 Pasal 85-86