Perda Kota Tangsel 4 2015 ttg Manajemen
PROVINSI BANTEN
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TANGERANG SELATAN,
Menimbang
:
a. bahwa ancaman bahaya kebakaran merupakan suatu
bahaya yang dapat membawa bencana yang besar
dengan akibat yang luas, baik terhadap keselamatan
jiwa maupun harta benda yang dapat secara langsung
menghambat kelancaran pembangunan, khususnya di
Kota Tangerang Selatan;
b. bahwa dengan besarnya potensi terjadinya kebakaran di
Daerah, dibutuhkan manajemen proteksi kebakaran
untuk mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan
kota yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui
penerapan manajemen proteksi bahaya kebakaran yang
efektif dan
efisien, yang melibatkan peran serta
masyarakat dalam menangani penanggulangan bahaya
kebakaran;
c. bahwa untuk
memberikan
kepastian
hukum
dan
terwujudnya kesiapan, kesigapan, dan keberdayaan
masyarakat
bahaya
dalam
kebakaran
Peraturan Daerah;
d. bahwa
berdasarkan
mencegah
diperlukan
dan
menanggulangi
pengaturan
pertimbangan
dalam
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan
tentang Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan
Bahaya Kebakaran;
-2–
Mengingat
:
1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Bangunan
Indonesia
Nomor
Gedung
Tahun
28
Tahun
2002
tentang
(Lembaran Negara Republik
2002
Nomor
134,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
3.
Undang-Undang
Nomor
51
Tahun
2008
tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008
Nomor
188,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4935);
4.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
5.
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
2014
Nomor
244,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 5679);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 4532);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
-3–
dan
WALIKOTA TANGERANG SELATAN
Menetapkan
:
MEMUTUSKAN :
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TENTANG
MANAJEMEN
PENCEGAHAN
DAN
PENANGGULANGAN
BAHAYA KEBAKARAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah adalah Kota Tangerang Selatan.
2.
Pemerintah
Daerah
adalah
Walikota
sebagai
unsur
penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4.
Walikota adalah Walikota Tangerang Selatan.
5.
Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
sekretariat, dinas, kantor dan badan di lingkungan Pemerintah Daerah.
6.
Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada
di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,
maupun kegiatan khusus.
7.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
8.
Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
-4–
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas
rel.
9.
Bahan Berbahaya adalah setiap zat, elemen, ikatan, atau campurannya
bersifat mudah menyala, terbakar, atau korosif, serta penanganan,
penyimpanan, pengolahan, atau pengemasannya dapat menimbulkan
bahaya terhadap manusia, peralatan dan lingkungan.
10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
11. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum yang selanjutnya disebut
SPBU adalah prasarana umum untuk pelayanan masyarakat luas guna
memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak.
12. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas yang selanjutnya disebut SPBG adalah
prasarana umum untuk pelayanan masyarakat luas guna memenuhi
kebutuhan bahan bakar gas.
13. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran yang selanjutnya disingkat RISPK
adalah segala hal yang berkaitan dengan perencanaan tentang sistem
pencegahan
dan
penanggulangan
kebakaran
dalam
lingkup
kota,
lingkungan dan bangunan.
14. Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran yang selanjutnya disebut RSCK
adalah bagian dari RISPK yang merupakan rencana kegiatan untuk
mengantisipasi sebelum kebakaran terjadi.
15. Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran yang selanjutnya disingkat
RSPK adalah bagian dari RISPK yang merupakan rencana kegiatan untuk
mengantisipasi sesaat kebakaran dan bencana terjadi.
16. Bahaya Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman
potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi
kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
17. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah
sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang
terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk
tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara
-5–
pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya
terhadap bahaya kebakaran.
18. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang
terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan
komponen
struktur
bangunan,
kompartemenisasi
atau
pemisahan
bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan
terhadap bukaan.
19. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang
secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual
ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti
springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam
kebakaran berbasis bahan kimia, seperti alat pemadam api ringan dan
pemadam khusus.
20. Pemilik Bangunan Gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang
atau perkumpulan
yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan
gedung.
21. Pengguna Bangunan Gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau
bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik
bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan
gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang
ditetapkan.
22. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan
lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung,
termasuk
masyarakat
hukum
adat
dan
masyarakat
ahli,
yang
berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
Pasal 2
Obyek manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran antara lain:
a. bahan berbahaya;
b. kendaraan bermotor;
-6–
c. bangunan rumah tinggal, rumah susun, apartemen dan hotel;
d. bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya;
e. bangunan pasar, terminal, ruko dan bangunan berderet;
f.
bangunan perkantoran, perdagangan, dan jasa;
g. bangunan industri dan gudang;
h. bangunan reaktor nuklir;
i.
bangunan SPBU, SPBG, dan instalasi pipa gas; dan
j.
bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasi penggunaan bangunan.
BAB II
MANAJEMEN PENCEGAHAN KEBAKARAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Setiap Orang di Daerah wajib berpartisipasi aktif melakukan pencegahan dan
penanggulangan atas Bahaya Kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi
maupun untuk kepentingan umum.
Bagian Kedua
Bahan Berbahaya
Pasal 4
(1) Setiap Orang yang menyimpan dan/atau memproduksi bahan berbahaya
wajib:
a. menyediakan tempat isolasi tumpahan;
b. menyediakan sarana penyelamatan jiwa, proteksi pasif, proteksi aktif,
dan manajemen keselamatan kebakaran gedung;
c. menginformasikan daftar bahan berbahaya yang disimpan dan/atau
diproduksi; dan
d. memasang plakat dan/atau label penanggulangan dan penanganan
bencana bahan berbahaya.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengelola kendaraan khusus yang mengangkut
bahan berbahaya wajib:
a. menyediakan
perlindungan
alat
awak
pemadam
kendaraan
kebakaran
sesuai
api
dengan
ringan
dan
potensi
alat
bahaya
kebakaran; dan
b. memasang plakat penanggulangan dan penanganan bencana bahan
-7–
berbahaya.
Bagian Ketiga
Kendaraan Bermotor
Pasal 5
(1) Setiap kendaraan umum dan kendaraan khusus, wajib dilengkapi alat
pemadam api ringan dan/atau alat pemecah kaca yang dapat digunakan
dalam upaya penyelamatan pada saat terjadi kebakaran dalam kendaraan.
(2) Tanggung jawab untuk melengkapi alat pemadam api ringan dan/atau alat
pemecah kaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada pemilik
dan/atau pengelola kendaraan umum atau kendaraan khusus.
(3) Setiap peralatan pemadam kebakaran dan peralatan lain yang disediakan
dalam kendaraan umum maupun kendaraan khusus wajib dilakukan
pemeriksaan secara berkala dan dipelihara agar selalu dalam kondisi baik
dan siaga.
Bagian Keempat
Bangunan Rumah Tinggal, Rumah Susun, Apartemen dan Hotel
Pasal 6
(1) Setiap bangunan rumah tinggal yang berada di lingkungan permukiman
yang tertata dan tidak tertata dapat dilengkapi dengan alat pemadam api
ringan dengan ukuran paling kurang 3kg (tiga kilogram).
(2) Penyediaan alat pemadam api ringan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi tanggung jawab pemilik rumah.
Pasal 7
(1) Bangunan rumah susun, apartemen dan hotel wajib dilengkapi dengan:
a. sistem proteksi aktif dan sarana atau kelengkapan pendukungnya;
b. sistem proteksi pasif;
c. sistem pengendalian asap; dan
d. penyediaan sarana jalan keluar yang aman.
-8–
(2) Bagian dari bangunan rumah susun, apartemen dan hotel yang memiliki
potensi bahaya kebakaran yang tinggi seperti dapur, perapian, dan gudang
wajib diberi perlindungan terhadap kemungkinan bahaya kebakaran.
(3) Akses ke bangunan rumah susun, apartemen dan hotel wajib tidak
terganggu
dan
tidak
terhalangi
dan
memenuhi
persyaratan
tapak
bangunan yang memungkinkan operasi pemadaman kebakaran dari luar
bangunan berjalan lancar tanpa hambatan.
(4) Bangunan
rumah
susun,
apartemen
dan
hotel
wajib
menerapkan
manajemen keselamatan kebakaran gedung, dan menyediakan pusat
kendali
kebakaran
di
lantai
dasar
dalam
menunjang
operasi
penanggulangan kebakaran secara efektif.
Pasal 8
Lingkungan rumah tinggal, rumah susun, apartemen dan hotel wajib dilengkapi
hidran, sumur gali, atau tandon air kebakaran.
Bagian Kelima
Bangunan Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, dan Sarana Kesehatan Lainnya
Pasal 9
(1) Proteksi kebakaran pada bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya wajib memperhitungkan karakteristik pasien,
kelengkapan peralatan media terpasang, luas lantai, dan ketinggian
bangunan.
(2) Untuk mengefektifkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran
pada bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas, dan sarana kesehatan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki bangunan
bertingkat, perlu dibuat peta potensi bahaya kebakaran sebagai bagian
dari penerapan sistem zoning bahaya kebakaran.
Bagian Keenam
Bangunan Pasar, Terminal, Ruko, dan Bangunan Berderet
Pasal 10
(1) Pengelola
kebakaran,
bangunan
dan
pasar
mewajibkan
wajib
menyediakan
pemilik
kios
peralatan
untuk
menata
proteksi
barang
dagangannya agar tidak memicu terjadinya kebakaran atau meluasnya
intensitas kebakaran.
-9–
(2) Pengelola terminal wajib menyediakan peralatan proteksi kebakaran, agar
tidak memicu terjadinya kebakaran atau meluasnya intensitas kebakaran
dan untuk dapat menanggulangi kebakaran mobil pada area terminal.
(3) Pengelola
bangunan
pasar
dan
terminal
wajib
menerapkan
sistem
manajemen keselamatan kebakaran, khususnya menyangkut kegiatan
pengawasan, pemeriksaan kehandalan peralatan terpasang, pelaksanaan
latihan kebakaran, dan evakuasi.
(4) Tanggungjawab menyediakan peralatan proteksi kebakaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berada pada pengelola bangunan pasar dan
terminal dengan diawasi oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 11
(1) Bangunan ruko dan bangunan berderet dengan ketinggian paling sedikit 2
(dua) lantai wajib diberi jalan keluar tersendiri yang menghubungkan antar
unit bangunan yang satu dengan unit bangunan yang lain.
(2) Apabila sarana jalan keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
memungkinkan,
bagian
dari
unit
bangunan
tersebut
wajib
dapat
dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga terbentuk 2 (dua) jalan
keluar pada setiap unit bangunan ruko dan bangunan berderet.
(3) Bangunan ruko atau bangunan berderet wajib dipasang peralatan deteksi
dan alarm kebakaran untuk pemberitahuan awal terjadinya kebakaran.
(4) Dalam hal bangunan ruko dan bangunan berderet menggunakan jendela
berteralis, pemasangan teralis tidak boleh mengganggu jalan keluar bagi
penghuni
atau
pengguna
bangunan,
dan/atau
menghambat
upaya
penyelamatan penghuni bangunan dari luar bangunan.
Bagian Ketujuh
Bangunan Perkantoran, Perdagangan, dan Jasa
Pasal 12
(1) Bangunan perkantoran, perdagangan, dan jasa wajib dilengkapi dengan
sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengelola bangunan perkantoran, perdagangan,
dan jasa wajib:
- 10 –
a. menyediakan akses yang memenuhi persyaratan dalam rangka
efektivitas operasi pemadaman dari luar bangunan dan upaya
penyelamatan saat terjadi kebakaran;
b. menerapkan manajemen keselamatan kebakaran;
c. membentuk tim penanggulangan kebakaran gedung;
d. membuat rencana penanggulangan kebakaran dan keadaan darurat
lainnya; dan
e. menyediakan pos kendali kebakaran.
(3) Tanggung
jawab
melengkapi
sarana
untuk
pencegahan
dan
penanggulangan bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berada
pada
pemilik
dan/atau
pengelola
bangunan
perkantoran,
perdagangan, dan jasa.
Bagian Kedelapan
Bangunan Industri dan Gudang
Pasal 13
(1) Setiap bangunan industri dan gudang wajib dilengkapi dengan prasarana
dan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran, meliputi:
a. sistem proteksi pasif;
b. sistem proteksi aktif;
c. sistem pengendalian asap: dan
d. penyediaan sarana jalan keluar yang aman.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengelola bangunan industri dan gudang wajib:
a. menerapkan manajemen keselamatan kebakaran;
b. membentuk tim penanggulangan kebakaran gedung; dan
c. membuat rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran.
(3) Setiap pemilik dan/atau pengelola bangunan industri dan gudang wajib
membantu lingkungan sekitarnya dalam setiap upaya pencegahan dan
penanggulangan
bahaya
kebakaran
dengan
prasarana,
sarana
dan
kelengkapan proteksi kebakaran yang dimiliki.
Pasal 14
Setiap gudang penyimpanan cairan berbahaya berupa gas atau bahan
bakar lainnya yang mudah terbakar dan menguap, wajib dilengkapi dengan
- 11 –
detektor gas yang dihubungkan dengan sistem alarm otomatis dan sistem
pemadaman otomatis.
Bagian Kesembilan
Bangunan Reaktor Nuklir
Pasal 15
(1) Setiap bangunan reaktor nuklir wajib diberi batas zona keselamatan dari
radiasi dan kebakaran area wilayah kerja dengan jarak 500m (lima ratus
meter) dari titik bangunan.
(2) Setiap reaktor nuklir wajib diberi pagar proteksi radiasi dan kebakaran.
(3) Bangunan reaktor nuklir wajib mempunyai unit mobil pemadam dan
petugas pemadam khusus.
Bagian Kesepuluh
Bangunan SPBU, SPBG, dan Instalasi Pipa Gas
Pasal 16
(1) Setiap bangunan SPBU, SPBG, dan Instalasi Pipa Gas wajib dilindungi
secara khusus terhadap terjadinya kebakaran dan/atau ledakan.
(2) Perlindungan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a.
sistem deteksi dan alarm kebakaran;
b.
sistem pemadam khusus baik manual maupun otomatis; dan
c.
kesiapan personil dalam menangani kebakaran yang sewaktuwaktu bisa terjadi.
(3) Lokasi atau penempatan bangunan SPBU dan SPBG wajib memiliki jarak
aman dari bahaya kebakaran dengan bangunan lainnya.
(4) Sistem Instalasi Pipa Gas wajib dilengkapi dengan katup pengaman yang
memenuhi persyaratan dan diberi tanda dengan jelas.
(5) Tanggung jawab untuk menyediakan perlindungan secara khusus pada
SPBU, SPBG, dan Instalasi Pipa Gas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berada pada pemilik dan/atau pengelola bangunan.
Bagian Kesebelas
Bangunan Gedung
Pasal 17
(1) Setiap bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan teknis keselamatan
- 12 –
bangunan yang meliputi:
a. persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan; dan
b. kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran dan bahaya petir.
(2) Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret
sederhana, wajib dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem
proteksi pasif dan proteksi aktif.
Pasal 18
Sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), meliputi:
a. kemampuan stabilitas struktur dan elemennya;
b. konstruksi tahan api;
c. kompartemenisasi dan pemisahan; dan
d. proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan
menjalarnya api dan asap kebakaran.
Pasal 19
Sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) meliputi:
a. kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran;
b. pengendalian asap; dan
c. sarana penyelamatan kebakaran.
Pasal 20
Ketentuan mengenai jenis, bentuk, spesifikasi dan sistem proteksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 19 dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENANGGULANGAN KEBAKARAN
Bagian Kesatu
Kesiapan Penanggulangan
Pasal 21
(1) Setiap orang wajib untuk berpartisipasi aktif dalam penanggulangan
kebakaran.
(2) Partisipasi
aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
aktivitas fisik, informasi atau komunikasi, dan ikut menjaga ketertiban
- 13 –
atau keamanan di lokasi kebakaran.
Pasal 22
(1) Setiap
orang
terjadinya
yang
berada
kebakaran,
di daerah
wajib
ikut
kebakaran
serta
dan mengetahui
secara aktif mengadakan
pemadaman kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk
kepentingan umum.
(2) Setiap orang yang berada di daerah kebakaran dan mengetahui tentang
adanya
kebakaran
wajib
segera
melaporkan
kepada
SKPD
yang
membidangi urusan Kebakaran dan/atau kepolisian.
Pasal 23
(1) Dalam upaya menanggulangi kebakaran dapat dibentuk:
a. pos pemadam kebakaran di setiap kecamatan; dan
b. Satuan Relawan Kebakaran di setiap kelurahan.
(2) Pos pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan bagian dari SKPD yang membidangi urusan Kebakaran.
(3) Setiap pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan
prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran.
(4) Satuan Relawan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan organisasi sosial berbasis masyarakat yang bersifat nirlaba
yang secara sukarela berpartisipasi mewujudkan keamanan lingkungan
dari bahaya kebakaran.
(5) Satuan Relawan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhak
mendapatkan
pelatihan
penanggulangan
kebakaran
dari
Pemerintah
Daerah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan pos pemadam kebakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman pada ketentuan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
pembentukan
perangkat
daerah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekrutan, pembentukan, dan
tata kerja Satuan Relawan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Pasokan Air
- 14 –
Pasal 24
(1) Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran diperoleh dari:
a. sumber alami, seperti kolam air, danau, sungai, sumur dalam dan
saluran irigasi; dan
b. sumber buatan seperti tangki air, tangki gravitasi, kolam renang, air
mancur, reservoir, mobil tangki air, dan hidran.
(2) Dalam hal pasokan air berasal dari sumber alami sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, wajib
dilengkapi dengan pemasangan pipa atau
peralatan penghisap air, untuk menjamin permukaan air pada sumber
alami pada kondisi kemarau masih mampu dimanfaatkan.
Pasal 25
(1) Pemerintah Daerah wajib mengadakan, merawat, dan memelihara hidran
kebakaran Daerah.
(2) Penggunaan air hidran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
pemadaman kebakaran tidak boleh dikenakan biaya atau pungutan.
Bagian Ketiga
Saat Terjadi Kebakaran
Pasal 26
Dalam hal terjadi kebakaran, setiap orang wajib melakukan:
a.
tindakan awal penyelamatan jiwa, harta benda, pemadaman kebakaran
dan pengamanan lokasi;
b.
menginformasikan
terjadinya
kebakaran
kepada
SKPD
yang
membidangi urusan Kebakaran; dan/atau
c.
memprioritaskan hak utama penggunaan jalan untuk didahulukan
kepada Kendaraan Pemadam Kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
Pasal 27
Sebelum petugas pemadam kebakaran tiba di lokasi kebakaran, pengurus
Rukun Tetangga, Rukun Warga, Lurah, Satuan Relawan Kebakaran, Satuan
Perlindungan Masyarakat dan/atau Tim Penanggulangan Kebakaran Gedung
melakukan penanggulangan kebakaran dan pengamanan awal sesuai tugas dan
fungsinya.
Pasal 28
(1) Waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran meliputi:
a.
waktu
pengiriman
pasukan
dan
sarana
- 15 –
pemadam kebakaran;
b.
waktu perjalanan menuju lokasi kebakaran; dan
c.
waktu menggelar sarana pemadam kebakaran
sampai siap untuk melaksanakan pemadaman.
(2) Faktor yang menentukan waktu tanggap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain:
a. jenis layanan yang diberikan oleh SKPD yang membidangi urusan
kebakaran, terutama jenis layanan penyelamatan jiwa, medis darurat,
dan penanggulangan kebakaran;
b. ukuran atau luasan wilayah yang dilayani termasuk potensi bahaya di
lokasi wilayah manajemen kebakaran dan kapasitas kemampuan yang
ada; dan
c. kemampuan
dalam
penyediaan
prasarana
dan
sarana
proteksi
kebakaran.
(3) Ketentuan mengenai waktu tanggap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
(1) Tindakan atau operasi pemadaman, dan penyelamatan yang dilakukan
oleh petugas pemadam kebakaran sesuai dengan standar operasional
pemadaman kebakaran, meliputi:
a. menaksir besarnya kebakaran untuk menentukan taktik dan strategi
operasi pemadaman;
b. penyelamatan atau pertolongan jiwa dan harta benda;
c. pencarian sumber api;
d. pengendalian penjalaran api, dan
e. pemadaman api.
(2) Ketentuan
Standar
operasional
prosedur
pemadaman
kebakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Walikota.
Pasal 30
(1) SKPD yang membidangi urusan kebakaran berwenang untuk melaksanakan
tindakan pengaturan dan pengendalian operasi pemadaman kebakaran.
(2) Dalam hal terjadi kebakaran, semua orang yang berada di lokasi kebakaran
wajib mentaati petunjuk dan/atau perintah yang diberikan oleh petugas
- 16 –
pemadam kebakaran.
Pasal 31
Dalam
mencegah
menjalarnya
kebakaran
dan
penyelamatan,
petugas
pemadam kebakaran dapat:
a.
memasuki bangunan gedung dan/atau pekarangan terdekat;
b.
memindahkan barang dan/atau bahan yang mudah terbakar;
c.
memanfaatkan air dari kolam renang, sumber air dan hidran yang berada
di sekitar area kebakaran;
d.
membongkar bangunan gedung yang diperlukan untuk jalur evakuasi
penyelamatan
korban
atau
pemadaman
kebakaran
sesuai
dengan
kebutuhan; dan
e.
melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam operasi pemadam
kebakaran dan penyelamatan korban.
Pasal 32
(1) Penanggulangan kebakaran yang terjadi di perbatasan dengan daerah lain
dan/atau di kawasan khusus, dilakukan bersama oleh petugas Pemadam
Kebakaran dan/atau Pengelola Kawasan Khusus.
(2) Penanggulangan
kebakaran
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilakukan berdasarkan kerjasama antar Daerah.
BAB IV
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Berkala
Pasal 33
(1) Pemilik, pengguna, dan/atau pengelola bangunan gedung wajib melakukan
pemeriksaan alat pemadam kebakaran secara berkala paling sedikit 3
(tiga) bulan sekali, untuk mengetahui apakah sarana dan peralatan
proteksi pada bangunan gedung masih berfungsi baik.
(2) Hasil
pemeriksaan
berkala
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaporkan oleh pemilik, pengguna, dan/atau pengelola bangunan gedung
kepada SKPD yang membidangi urusan kebakaran.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), SKPD yang
- 17 –
membidangi
urusan
kebakaran
dapat
melakukan
pemeriksaan
ke
lapangan.
Pasal 34
(1) Setiap alat pemadam kebakaran yang akan digunakan, wajib dilengkapi
dengan petunjuk cara penggunaan yang memuat uraian singkat dan jelas
tentang cara penggunaannya.
(2) Setiap alat pemadam kebakaran yang telah digunakan wajib segera diisi
kembali sesuai dengan prosedur yang berlaku.
(3) Setiap alat pencegahan dan pemadam kebakaran yang dipakai pada
Bahan Berbahaya, kendaraan bermotor, bangunan rumah tinggal, rumah
susun, apartemen dan hotel, bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya, bangunan pasar, terminal, ruko, dan bangunan
berderet, bangunan perkantoran, perdagangan dan jasa,
bangunan
industri dan gudang, bangunan reaktor nuklir dan bangunan SPBU, SPBG,
dan instalasi pipa gas, bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasi
penggunaan bangunan, wajib diperiksa secara berkala setiap 1 (satu)
tahun sekali oleh petugas dari SKPD yang membidangi urusan kebakaran.
(4) Selain pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jika
dianggap perlu dapat dilakukan pemeriksaan sewaktu-waktu, dengan
atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu oleh petugas SKPD yang
membidangi urusan Kebakaran.
(5) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), wajib
memakai
tanda
pengenal
khusus
disertai
surat
tugas
yang
ditandatangani Kepala SKPD yang membidangi urusan Kebakaran.
(6) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipungut retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Sebab Kebakaran
Pasal 35
(1) SKPD yang membidangi urusan kebakaran dapat melakukan pemeriksaan
untuk mengetahui sebab terjadinya kebakaran di lokasi kebakaran.
(2) Pemeriksa sebab terjadinya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), harus memiliki sertifikat investigasi kebakaran.
- 18 –
(3) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan
pihak Kepolisian.
(4) Ketentuan mengenai pemeriksaan untuk mengetahui sebab terjadinya
kebakaran dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB V
RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
Bagian Kesatu
Penyusunan RISPK
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah wajib menyusun RISPK dan melaksanakannya untuk
mengintegrasikan
kebutuhan
proteksi
kebakaran
dan
meningkatkan
efektivitas dan efisiensi.
(2) RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
analisis
berdasarkan
risiko kebakaran yang pernah terjadi dengan memperhatikan
rencana pengembangan Daerah serta rencana prasarana dan sarana
kota lainnya.
(3) RISPK disusun sebagai arahan untuk penanganan masalah kebakaran
selama 10 (sepuluh) tahun ke depan dan dapat dilakukan peninjauan
kembali sesuai dengan keperluan.
(4) Selain
untuk
panduan
perencanaan
jangka
panjang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), RISPK dapat juga digunakan sebagai bahan
evaluasi dari kondisi yang ada serta sebagai bahan pertimbangan untuk
penyelenggaraan pelatihan pemadaman kebakaran.
(5) RISPK disusun dengan memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya
dengan
prasarana
meminimalkan
dan
biaya
sarana
kota
pelaksanaan,
lainnya
biaya
sehingga
dapat
operasional
dan
pemeliharaan.
Pasal 37
(1) RISPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
meliputi:
36 memuat
ketentuan
- 19 –
a. rencana sistem pencegahan kebakaran; dan
b. rencana sistem penanggulangan kebakaran.
(2) RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan layanan yang
disepakati oleh pemangku kepentingan yang meliputi layanan:
a. pencegahan kebakaran;
b. pemberdayaan peran masyarakat;
c. pemadaman kebakaran; dan
d. penyelamatan jiwa dan harta benda.
(3) Penyusunan RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
memuat:
a. kriteria penyusunan RISPK;
b. penetapan sasaran;
c. identifikasi masalah;
d. kedudukan dokumen RISPK; dan
e. keluaran dokumen RISPK.
Pasal 38
(1) Proses
penyusunan RISPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 terdiri
dari 9 (sembilan) langkah, meliputi:
a. komitmen pemerintah daerah dalam memenuhi harapan masyarakat
tentang peningkatan pelayanan di bidang proteksi kebakaran;
b. pelibatan pemangku kepentingan;
c. penetapan peta dasar, paling kurang menggunakan peta dasar yang
bersumber dari Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai skala yang
ditetapkan dan diintegrasikan dengan data spasial;
d. penaksiran risiko
kebakaran dan penentuan lokasi pos pemadam
kebakaran;
e. kajian dan analisis terhadap kinerja SKPD yang membidangi urusan
kebakaran;
f.
analisis peraturan;
g. pembiayaan;
h. pengesahan RISPK; dan
i.
rencana implementasi RISPK.
(2) Penaksiran
risiko
kebakaran
dan
penentuan
lokasi
pos
pemadam
kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi
kegiatan:
- 20 –
a. pengumpulan data Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. penghitungan kebutuhan total air kebakaran untuk wilayah yang
dilindungi dengan penerapan skenario terburuk; dan
c. melakukan plot pos pemadam kebakaran pada peta risiko kebakaran
berdasarkan kajian waktu tanggap.
Pasal 39
(1) Dalam
melaksanakan
pengendalian
terhadap
pencegahan
dan
penanggulangan kebakaran, Pemerintah Daerah harus menggunakan
ketentuan teknis RISPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sebagai
landasan dalam mengeluarkan rekomendasi proteksi kebakaran dan/atau
pemeriksaan yang diperlukan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyelenggaraan RISPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 40
(1) Rekomendasi
proteksi
kebakaran
dikeluarkan
oleh
SKPD
yang
membidangi urusan kebakaran.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh
rekomendasi proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran
Pasal 41
(1) RSCK wajib memuat layanan:
a. pemeriksaan
keandalan
bangunan
gedung
dan
lingkungan
terhadap kebakaran;
b. pemberdayaan masyarakat; dan
c. penegakan Peraturan Daerah.
(2) Penyusunan RSCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. kriteria RSCK;
- 21 –
b. lingkup kegiatan RSCK;
c. identifikasi risiko kebakaran;
d. analisis permasalahan; dan
e. rekomendasi pencegahan kebakaran.
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran
Pasal 42
(1) RSPK wajib memuat layanan tentang pemadaman dan penyelamatan
jiwa serta harta benda di Daerah.
(2) Penyusunan RSPK se bagaimana dimaks ud pada aya t ( 1) paling
sedikit memuat:
a. kriteria RSPK;
b. lingkup kegiatan RSPK;
c. identifikasi risiko kebakaran;
d. analisis permasalahan; dan
e. rekomendasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 43
Masyarakat wajib berperan aktif dalam pencegahan dan penanggulangan
kebakaran, antara lain:
a. melakukan
pencegahan
dan
penanggulangan
kebakaran
dini
di
lingkungannya;
b. membantu melakukan pengawasan, menjaga dan memelihara prasarana
dan sarana pemadam kebakaran di lingkungannya;
c. melaporkan terjadinya kebakaran;
d. melaporkan kegiatan yang menimbulkan ancaman kebakaran; dan
e. memberikan fasilitasi terhadap petugas dan/atau unit pemadam kebakaran
pada saat dilakukan pemadaman kebakaran di lingkungannya.
Pasal 44
(1) Masyarakat dapat memprakarsai upaya peningkatan peran sertanya dalam
pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana lainnya
melalui kegiatan diskusi, bimbingan, pendidikan atau pelatihan.
(2) Peningkatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
- 22 –
dilakukan dengan cara keikutsertaan dalam penyusunan dan implementasi
RISPK.
(3) Penyusunan dan implementasi RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus memperhatikan saran dan usul dari masyarakat dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan di bidang pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 45
(1) Walikota melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan kebakaran
melaksanakan pembinaan tentang pencegahan dan penanggulangan
kebakaran, kepada:
a. penyimpan Bahan Berbahaya;
b. pemilik, pengguna dan pengelola kendaraan bermotor;
c. pemilik, pengguna, dan badan pengelola bangunan gedung;
d. pengkaji teknis di bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
e. kontraktor instalasi proteksi kebakaran;
f.
Satuan Relawan Kebakaran;
g. manajemen keselamatan kebakaran gedung; dan
h. masyarakat.
(2) Bentuk pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
penyuluhan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan partisipasi dan
kepedulian masyarakat dalam mengatasi ancaman bahaya kebakaran.
Pasal 46
(1) Kepala SKPD yang membidangi urusan kebakaran melakukan pengawasan
terhadap sarana proteksi kebakaran, akses pemadam kebakaran pada
bangunan gedung, sarana penyelamatan jiwa pada tahap perencanaan,
pelaksanaan dan penggunaan bangunan gedung dan unit manajemen
keselamatan kebakaran gedung.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala SKPD yang membidangi urusan kebakaran berkoordinasi dengan
SKPD terkait.
Pasal 47
(1) SKPD yang membidangi urusan kebakaran memonitor, mengevaluasi dan
melaporkan
pelaksanaan dan penerapan manajemen pencegahan dan
penanggulangan kebakaran di Daerah kepada Walikota.
- 23 –
(2) Pos pemadam kebakaran dan Satuan Relawan Kebakaran memonitor dan
melaporkan pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran di lingkungannya kepada SKPD yang membidangi urusan
kebakaran.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 48
Setiap orang sebagai pemilik, pengelola atau penanggung jawab bangunan
gedung yang melakukan pelanggaran atas kewajiban yang wajib dipenuhi
terhadap sarana penyelamatan jiwa, akses pemadam kebakaran, dan proteksi
kebakaran,
atau
kewajiban
menyediakan
alat
pemadam
kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal
10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19,
Pasal 21 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24 ayat (2), Pasal 26, Pasal 33 ayat (1) dan
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penundaan pemberian rekomendasi proteksi pemadam kebakaran; atau
c. penolakan pemberian rekomendasi proteksi pemadam kebakaran.
Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Bangunan yang sudah ada tetapi
belum memiliki alat pemadam kebakaran, wajib memiliki
alat pemadam
kebakaran paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua produk hukum
Daerah yang mengatur tentang kebakaran dinyatakan masih tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan
Daerah ini.
(2) Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama
1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
- 24 –
Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tangerang
Selatan.
Ditetapkan di Kota Tangerang Selatan.
pada tanggal 26 Agustus 2015
WALIKOTA
TANGERANG SELATAN,
ttd
AIRIN RACHMI DIANY
Diundangkan di Tangerang Selatan.
pada tanggal 26 Agustus 2015
Plt. SEKRETARIS DAERAH
KOTA TANGERANG SELATAN,
ttd
MUHAMAD
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 NOMOR 4
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN, BANTEN : (4)/(2015).
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA TANGERANG SELATAN,
Menimbang
:
a. bahwa ancaman bahaya kebakaran merupakan suatu
bahaya yang dapat membawa bencana yang besar
dengan akibat yang luas, baik terhadap keselamatan
jiwa maupun harta benda yang dapat secara langsung
menghambat kelancaran pembangunan, khususnya di
Kota Tangerang Selatan;
b. bahwa dengan besarnya potensi terjadinya kebakaran di
Daerah, dibutuhkan manajemen proteksi kebakaran
untuk mewujudkan bangunan gedung, lingkungan, dan
kota yang aman terhadap bahaya kebakaran melalui
penerapan manajemen proteksi bahaya kebakaran yang
efektif dan
efisien, yang melibatkan peran serta
masyarakat dalam menangani penanggulangan bahaya
kebakaran;
c. bahwa untuk
memberikan
kepastian
hukum
dan
terwujudnya kesiapan, kesigapan, dan keberdayaan
masyarakat
bahaya
dalam
kebakaran
Peraturan Daerah;
d. bahwa
berdasarkan
mencegah
diperlukan
dan
menanggulangi
pengaturan
pertimbangan
dalam
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan
tentang Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan
Bahaya Kebakaran;
-2–
Mengingat
:
1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang
Bangunan
Indonesia
Nomor
Gedung
Tahun
28
Tahun
2002
tentang
(Lembaran Negara Republik
2002
Nomor
134,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
3.
Undang-Undang
Nomor
51
Tahun
2008
tentang
Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008
Nomor
188,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4935);
4.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
5.
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2014
tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
2014
Nomor
244,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 5679);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 4532);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN
-3–
dan
WALIKOTA TANGERANG SELATAN
Menetapkan
:
MEMUTUSKAN :
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TENTANG
MANAJEMEN
PENCEGAHAN
DAN
PENANGGULANGAN
BAHAYA KEBAKARAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.
Daerah adalah Kota Tangerang Selatan.
2.
Pemerintah
Daerah
adalah
Walikota
sebagai
unsur
penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
3.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
4.
Walikota adalah Walikota Tangerang Selatan.
5.
Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
sekretariat, dinas, kantor dan badan di lingkungan Pemerintah Daerah.
6.
Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada
di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya,
maupun kegiatan khusus.
7.
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
8.
Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
-4–
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas
rel.
9.
Bahan Berbahaya adalah setiap zat, elemen, ikatan, atau campurannya
bersifat mudah menyala, terbakar, atau korosif, serta penanganan,
penyimpanan, pengolahan, atau pengemasannya dapat menimbulkan
bahaya terhadap manusia, peralatan dan lingkungan.
10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
11. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Umum yang selanjutnya disebut
SPBU adalah prasarana umum untuk pelayanan masyarakat luas guna
memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak.
12. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas yang selanjutnya disebut SPBG adalah
prasarana umum untuk pelayanan masyarakat luas guna memenuhi
kebutuhan bahan bakar gas.
13. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran yang selanjutnya disingkat RISPK
adalah segala hal yang berkaitan dengan perencanaan tentang sistem
pencegahan
dan
penanggulangan
kebakaran
dalam
lingkup
kota,
lingkungan dan bangunan.
14. Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran yang selanjutnya disebut RSCK
adalah bagian dari RISPK yang merupakan rencana kegiatan untuk
mengantisipasi sebelum kebakaran terjadi.
15. Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran yang selanjutnya disingkat
RSPK adalah bagian dari RISPK yang merupakan rencana kegiatan untuk
mengantisipasi sesaat kebakaran dan bencana terjadi.
16. Bahaya Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman
potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi
kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
17. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah
sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang
terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk
tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara
-5–
pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya
terhadap bahaya kebakaran.
18. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang
terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan
komponen
struktur
bangunan,
kompartemenisasi
atau
pemisahan
bangunan berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api, serta perlindungan
terhadap bukaan.
19. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang
secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual
ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti
springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam
kebakaran berbasis bahan kimia, seperti alat pemadam api ringan dan
pemadam khusus.
20. Pemilik Bangunan Gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang
atau perkumpulan
yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan
gedung.
21. Pengguna Bangunan Gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau
bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik
bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan
gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang
ditetapkan.
22. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan
lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung,
termasuk
masyarakat
hukum
adat
dan
masyarakat
ahli,
yang
berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
Pasal 2
Obyek manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran antara lain:
a. bahan berbahaya;
b. kendaraan bermotor;
-6–
c. bangunan rumah tinggal, rumah susun, apartemen dan hotel;
d. bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya;
e. bangunan pasar, terminal, ruko dan bangunan berderet;
f.
bangunan perkantoran, perdagangan, dan jasa;
g. bangunan industri dan gudang;
h. bangunan reaktor nuklir;
i.
bangunan SPBU, SPBG, dan instalasi pipa gas; dan
j.
bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasi penggunaan bangunan.
BAB II
MANAJEMEN PENCEGAHAN KEBAKARAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Setiap Orang di Daerah wajib berpartisipasi aktif melakukan pencegahan dan
penanggulangan atas Bahaya Kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi
maupun untuk kepentingan umum.
Bagian Kedua
Bahan Berbahaya
Pasal 4
(1) Setiap Orang yang menyimpan dan/atau memproduksi bahan berbahaya
wajib:
a. menyediakan tempat isolasi tumpahan;
b. menyediakan sarana penyelamatan jiwa, proteksi pasif, proteksi aktif,
dan manajemen keselamatan kebakaran gedung;
c. menginformasikan daftar bahan berbahaya yang disimpan dan/atau
diproduksi; dan
d. memasang plakat dan/atau label penanggulangan dan penanganan
bencana bahan berbahaya.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengelola kendaraan khusus yang mengangkut
bahan berbahaya wajib:
a. menyediakan
perlindungan
alat
awak
pemadam
kendaraan
kebakaran
sesuai
api
dengan
ringan
dan
potensi
alat
bahaya
kebakaran; dan
b. memasang plakat penanggulangan dan penanganan bencana bahan
-7–
berbahaya.
Bagian Ketiga
Kendaraan Bermotor
Pasal 5
(1) Setiap kendaraan umum dan kendaraan khusus, wajib dilengkapi alat
pemadam api ringan dan/atau alat pemecah kaca yang dapat digunakan
dalam upaya penyelamatan pada saat terjadi kebakaran dalam kendaraan.
(2) Tanggung jawab untuk melengkapi alat pemadam api ringan dan/atau alat
pemecah kaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada pemilik
dan/atau pengelola kendaraan umum atau kendaraan khusus.
(3) Setiap peralatan pemadam kebakaran dan peralatan lain yang disediakan
dalam kendaraan umum maupun kendaraan khusus wajib dilakukan
pemeriksaan secara berkala dan dipelihara agar selalu dalam kondisi baik
dan siaga.
Bagian Keempat
Bangunan Rumah Tinggal, Rumah Susun, Apartemen dan Hotel
Pasal 6
(1) Setiap bangunan rumah tinggal yang berada di lingkungan permukiman
yang tertata dan tidak tertata dapat dilengkapi dengan alat pemadam api
ringan dengan ukuran paling kurang 3kg (tiga kilogram).
(2) Penyediaan alat pemadam api ringan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi tanggung jawab pemilik rumah.
Pasal 7
(1) Bangunan rumah susun, apartemen dan hotel wajib dilengkapi dengan:
a. sistem proteksi aktif dan sarana atau kelengkapan pendukungnya;
b. sistem proteksi pasif;
c. sistem pengendalian asap; dan
d. penyediaan sarana jalan keluar yang aman.
-8–
(2) Bagian dari bangunan rumah susun, apartemen dan hotel yang memiliki
potensi bahaya kebakaran yang tinggi seperti dapur, perapian, dan gudang
wajib diberi perlindungan terhadap kemungkinan bahaya kebakaran.
(3) Akses ke bangunan rumah susun, apartemen dan hotel wajib tidak
terganggu
dan
tidak
terhalangi
dan
memenuhi
persyaratan
tapak
bangunan yang memungkinkan operasi pemadaman kebakaran dari luar
bangunan berjalan lancar tanpa hambatan.
(4) Bangunan
rumah
susun,
apartemen
dan
hotel
wajib
menerapkan
manajemen keselamatan kebakaran gedung, dan menyediakan pusat
kendali
kebakaran
di
lantai
dasar
dalam
menunjang
operasi
penanggulangan kebakaran secara efektif.
Pasal 8
Lingkungan rumah tinggal, rumah susun, apartemen dan hotel wajib dilengkapi
hidran, sumur gali, atau tandon air kebakaran.
Bagian Kelima
Bangunan Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas, dan Sarana Kesehatan Lainnya
Pasal 9
(1) Proteksi kebakaran pada bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya wajib memperhitungkan karakteristik pasien,
kelengkapan peralatan media terpasang, luas lantai, dan ketinggian
bangunan.
(2) Untuk mengefektifkan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran
pada bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas, dan sarana kesehatan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki bangunan
bertingkat, perlu dibuat peta potensi bahaya kebakaran sebagai bagian
dari penerapan sistem zoning bahaya kebakaran.
Bagian Keenam
Bangunan Pasar, Terminal, Ruko, dan Bangunan Berderet
Pasal 10
(1) Pengelola
kebakaran,
bangunan
dan
pasar
mewajibkan
wajib
menyediakan
pemilik
kios
peralatan
untuk
menata
proteksi
barang
dagangannya agar tidak memicu terjadinya kebakaran atau meluasnya
intensitas kebakaran.
-9–
(2) Pengelola terminal wajib menyediakan peralatan proteksi kebakaran, agar
tidak memicu terjadinya kebakaran atau meluasnya intensitas kebakaran
dan untuk dapat menanggulangi kebakaran mobil pada area terminal.
(3) Pengelola
bangunan
pasar
dan
terminal
wajib
menerapkan
sistem
manajemen keselamatan kebakaran, khususnya menyangkut kegiatan
pengawasan, pemeriksaan kehandalan peralatan terpasang, pelaksanaan
latihan kebakaran, dan evakuasi.
(4) Tanggungjawab menyediakan peralatan proteksi kebakaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berada pada pengelola bangunan pasar dan
terminal dengan diawasi oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 11
(1) Bangunan ruko dan bangunan berderet dengan ketinggian paling sedikit 2
(dua) lantai wajib diberi jalan keluar tersendiri yang menghubungkan antar
unit bangunan yang satu dengan unit bangunan yang lain.
(2) Apabila sarana jalan keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
memungkinkan,
bagian
dari
unit
bangunan
tersebut
wajib
dapat
dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga terbentuk 2 (dua) jalan
keluar pada setiap unit bangunan ruko dan bangunan berderet.
(3) Bangunan ruko atau bangunan berderet wajib dipasang peralatan deteksi
dan alarm kebakaran untuk pemberitahuan awal terjadinya kebakaran.
(4) Dalam hal bangunan ruko dan bangunan berderet menggunakan jendela
berteralis, pemasangan teralis tidak boleh mengganggu jalan keluar bagi
penghuni
atau
pengguna
bangunan,
dan/atau
menghambat
upaya
penyelamatan penghuni bangunan dari luar bangunan.
Bagian Ketujuh
Bangunan Perkantoran, Perdagangan, dan Jasa
Pasal 12
(1) Bangunan perkantoran, perdagangan, dan jasa wajib dilengkapi dengan
sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengelola bangunan perkantoran, perdagangan,
dan jasa wajib:
- 10 –
a. menyediakan akses yang memenuhi persyaratan dalam rangka
efektivitas operasi pemadaman dari luar bangunan dan upaya
penyelamatan saat terjadi kebakaran;
b. menerapkan manajemen keselamatan kebakaran;
c. membentuk tim penanggulangan kebakaran gedung;
d. membuat rencana penanggulangan kebakaran dan keadaan darurat
lainnya; dan
e. menyediakan pos kendali kebakaran.
(3) Tanggung
jawab
melengkapi
sarana
untuk
pencegahan
dan
penanggulangan bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berada
pada
pemilik
dan/atau
pengelola
bangunan
perkantoran,
perdagangan, dan jasa.
Bagian Kedelapan
Bangunan Industri dan Gudang
Pasal 13
(1) Setiap bangunan industri dan gudang wajib dilengkapi dengan prasarana
dan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran, meliputi:
a. sistem proteksi pasif;
b. sistem proteksi aktif;
c. sistem pengendalian asap: dan
d. penyediaan sarana jalan keluar yang aman.
(2) Setiap pemilik dan/atau pengelola bangunan industri dan gudang wajib:
a. menerapkan manajemen keselamatan kebakaran;
b. membentuk tim penanggulangan kebakaran gedung; dan
c. membuat rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran.
(3) Setiap pemilik dan/atau pengelola bangunan industri dan gudang wajib
membantu lingkungan sekitarnya dalam setiap upaya pencegahan dan
penanggulangan
bahaya
kebakaran
dengan
prasarana,
sarana
dan
kelengkapan proteksi kebakaran yang dimiliki.
Pasal 14
Setiap gudang penyimpanan cairan berbahaya berupa gas atau bahan
bakar lainnya yang mudah terbakar dan menguap, wajib dilengkapi dengan
- 11 –
detektor gas yang dihubungkan dengan sistem alarm otomatis dan sistem
pemadaman otomatis.
Bagian Kesembilan
Bangunan Reaktor Nuklir
Pasal 15
(1) Setiap bangunan reaktor nuklir wajib diberi batas zona keselamatan dari
radiasi dan kebakaran area wilayah kerja dengan jarak 500m (lima ratus
meter) dari titik bangunan.
(2) Setiap reaktor nuklir wajib diberi pagar proteksi radiasi dan kebakaran.
(3) Bangunan reaktor nuklir wajib mempunyai unit mobil pemadam dan
petugas pemadam khusus.
Bagian Kesepuluh
Bangunan SPBU, SPBG, dan Instalasi Pipa Gas
Pasal 16
(1) Setiap bangunan SPBU, SPBG, dan Instalasi Pipa Gas wajib dilindungi
secara khusus terhadap terjadinya kebakaran dan/atau ledakan.
(2) Perlindungan secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a.
sistem deteksi dan alarm kebakaran;
b.
sistem pemadam khusus baik manual maupun otomatis; dan
c.
kesiapan personil dalam menangani kebakaran yang sewaktuwaktu bisa terjadi.
(3) Lokasi atau penempatan bangunan SPBU dan SPBG wajib memiliki jarak
aman dari bahaya kebakaran dengan bangunan lainnya.
(4) Sistem Instalasi Pipa Gas wajib dilengkapi dengan katup pengaman yang
memenuhi persyaratan dan diberi tanda dengan jelas.
(5) Tanggung jawab untuk menyediakan perlindungan secara khusus pada
SPBU, SPBG, dan Instalasi Pipa Gas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berada pada pemilik dan/atau pengelola bangunan.
Bagian Kesebelas
Bangunan Gedung
Pasal 17
(1) Setiap bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan teknis keselamatan
- 12 –
bangunan yang meliputi:
a. persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatan; dan
b. kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran dan bahaya petir.
(2) Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret
sederhana, wajib dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan sistem
proteksi pasif dan proteksi aktif.
Pasal 18
Sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), meliputi:
a. kemampuan stabilitas struktur dan elemennya;
b. konstruksi tahan api;
c. kompartemenisasi dan pemisahan; dan
d. proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan
menjalarnya api dan asap kebakaran.
Pasal 19
Sistem proteksi aktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) meliputi:
a. kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran;
b. pengendalian asap; dan
c. sarana penyelamatan kebakaran.
Pasal 20
Ketentuan mengenai jenis, bentuk, spesifikasi dan sistem proteksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 19 dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENANGGULANGAN KEBAKARAN
Bagian Kesatu
Kesiapan Penanggulangan
Pasal 21
(1) Setiap orang wajib untuk berpartisipasi aktif dalam penanggulangan
kebakaran.
(2) Partisipasi
aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
aktivitas fisik, informasi atau komunikasi, dan ikut menjaga ketertiban
- 13 –
atau keamanan di lokasi kebakaran.
Pasal 22
(1) Setiap
orang
terjadinya
yang
berada
kebakaran,
di daerah
wajib
ikut
kebakaran
serta
dan mengetahui
secara aktif mengadakan
pemadaman kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk
kepentingan umum.
(2) Setiap orang yang berada di daerah kebakaran dan mengetahui tentang
adanya
kebakaran
wajib
segera
melaporkan
kepada
SKPD
yang
membidangi urusan Kebakaran dan/atau kepolisian.
Pasal 23
(1) Dalam upaya menanggulangi kebakaran dapat dibentuk:
a. pos pemadam kebakaran di setiap kecamatan; dan
b. Satuan Relawan Kebakaran di setiap kelurahan.
(2) Pos pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan bagian dari SKPD yang membidangi urusan Kebakaran.
(3) Setiap pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan
prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran.
(4) Satuan Relawan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan organisasi sosial berbasis masyarakat yang bersifat nirlaba
yang secara sukarela berpartisipasi mewujudkan keamanan lingkungan
dari bahaya kebakaran.
(5) Satuan Relawan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhak
mendapatkan
pelatihan
penanggulangan
kebakaran
dari
Pemerintah
Daerah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan pos pemadam kebakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman pada ketentuan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
pembentukan
perangkat
daerah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekrutan, pembentukan, dan
tata kerja Satuan Relawan Kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Pasokan Air
- 14 –
Pasal 24
(1) Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran diperoleh dari:
a. sumber alami, seperti kolam air, danau, sungai, sumur dalam dan
saluran irigasi; dan
b. sumber buatan seperti tangki air, tangki gravitasi, kolam renang, air
mancur, reservoir, mobil tangki air, dan hidran.
(2) Dalam hal pasokan air berasal dari sumber alami sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, wajib
dilengkapi dengan pemasangan pipa atau
peralatan penghisap air, untuk menjamin permukaan air pada sumber
alami pada kondisi kemarau masih mampu dimanfaatkan.
Pasal 25
(1) Pemerintah Daerah wajib mengadakan, merawat, dan memelihara hidran
kebakaran Daerah.
(2) Penggunaan air hidran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
pemadaman kebakaran tidak boleh dikenakan biaya atau pungutan.
Bagian Ketiga
Saat Terjadi Kebakaran
Pasal 26
Dalam hal terjadi kebakaran, setiap orang wajib melakukan:
a.
tindakan awal penyelamatan jiwa, harta benda, pemadaman kebakaran
dan pengamanan lokasi;
b.
menginformasikan
terjadinya
kebakaran
kepada
SKPD
yang
membidangi urusan Kebakaran; dan/atau
c.
memprioritaskan hak utama penggunaan jalan untuk didahulukan
kepada Kendaraan Pemadam Kebakaran yang sedang melaksanakan tugas.
Pasal 27
Sebelum petugas pemadam kebakaran tiba di lokasi kebakaran, pengurus
Rukun Tetangga, Rukun Warga, Lurah, Satuan Relawan Kebakaran, Satuan
Perlindungan Masyarakat dan/atau Tim Penanggulangan Kebakaran Gedung
melakukan penanggulangan kebakaran dan pengamanan awal sesuai tugas dan
fungsinya.
Pasal 28
(1) Waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran meliputi:
a.
waktu
pengiriman
pasukan
dan
sarana
- 15 –
pemadam kebakaran;
b.
waktu perjalanan menuju lokasi kebakaran; dan
c.
waktu menggelar sarana pemadam kebakaran
sampai siap untuk melaksanakan pemadaman.
(2) Faktor yang menentukan waktu tanggap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) antara lain:
a. jenis layanan yang diberikan oleh SKPD yang membidangi urusan
kebakaran, terutama jenis layanan penyelamatan jiwa, medis darurat,
dan penanggulangan kebakaran;
b. ukuran atau luasan wilayah yang dilayani termasuk potensi bahaya di
lokasi wilayah manajemen kebakaran dan kapasitas kemampuan yang
ada; dan
c. kemampuan
dalam
penyediaan
prasarana
dan
sarana
proteksi
kebakaran.
(3) Ketentuan mengenai waktu tanggap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 29
(1) Tindakan atau operasi pemadaman, dan penyelamatan yang dilakukan
oleh petugas pemadam kebakaran sesuai dengan standar operasional
pemadaman kebakaran, meliputi:
a. menaksir besarnya kebakaran untuk menentukan taktik dan strategi
operasi pemadaman;
b. penyelamatan atau pertolongan jiwa dan harta benda;
c. pencarian sumber api;
d. pengendalian penjalaran api, dan
e. pemadaman api.
(2) Ketentuan
Standar
operasional
prosedur
pemadaman
kebakaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Walikota.
Pasal 30
(1) SKPD yang membidangi urusan kebakaran berwenang untuk melaksanakan
tindakan pengaturan dan pengendalian operasi pemadaman kebakaran.
(2) Dalam hal terjadi kebakaran, semua orang yang berada di lokasi kebakaran
wajib mentaati petunjuk dan/atau perintah yang diberikan oleh petugas
- 16 –
pemadam kebakaran.
Pasal 31
Dalam
mencegah
menjalarnya
kebakaran
dan
penyelamatan,
petugas
pemadam kebakaran dapat:
a.
memasuki bangunan gedung dan/atau pekarangan terdekat;
b.
memindahkan barang dan/atau bahan yang mudah terbakar;
c.
memanfaatkan air dari kolam renang, sumber air dan hidran yang berada
di sekitar area kebakaran;
d.
membongkar bangunan gedung yang diperlukan untuk jalur evakuasi
penyelamatan
korban
atau
pemadaman
kebakaran
sesuai
dengan
kebutuhan; dan
e.
melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam operasi pemadam
kebakaran dan penyelamatan korban.
Pasal 32
(1) Penanggulangan kebakaran yang terjadi di perbatasan dengan daerah lain
dan/atau di kawasan khusus, dilakukan bersama oleh petugas Pemadam
Kebakaran dan/atau Pengelola Kawasan Khusus.
(2) Penanggulangan
kebakaran
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilakukan berdasarkan kerjasama antar Daerah.
BAB IV
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Berkala
Pasal 33
(1) Pemilik, pengguna, dan/atau pengelola bangunan gedung wajib melakukan
pemeriksaan alat pemadam kebakaran secara berkala paling sedikit 3
(tiga) bulan sekali, untuk mengetahui apakah sarana dan peralatan
proteksi pada bangunan gedung masih berfungsi baik.
(2) Hasil
pemeriksaan
berkala
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaporkan oleh pemilik, pengguna, dan/atau pengelola bangunan gedung
kepada SKPD yang membidangi urusan kebakaran.
(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), SKPD yang
- 17 –
membidangi
urusan
kebakaran
dapat
melakukan
pemeriksaan
ke
lapangan.
Pasal 34
(1) Setiap alat pemadam kebakaran yang akan digunakan, wajib dilengkapi
dengan petunjuk cara penggunaan yang memuat uraian singkat dan jelas
tentang cara penggunaannya.
(2) Setiap alat pemadam kebakaran yang telah digunakan wajib segera diisi
kembali sesuai dengan prosedur yang berlaku.
(3) Setiap alat pencegahan dan pemadam kebakaran yang dipakai pada
Bahan Berbahaya, kendaraan bermotor, bangunan rumah tinggal, rumah
susun, apartemen dan hotel, bangunan rumah sakit, klinik, puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya, bangunan pasar, terminal, ruko, dan bangunan
berderet, bangunan perkantoran, perdagangan dan jasa,
bangunan
industri dan gudang, bangunan reaktor nuklir dan bangunan SPBU, SPBG,
dan instalasi pipa gas, bangunan gedung sesuai fungsi dan klasifikasi
penggunaan bangunan, wajib diperiksa secara berkala setiap 1 (satu)
tahun sekali oleh petugas dari SKPD yang membidangi urusan kebakaran.
(4) Selain pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jika
dianggap perlu dapat dilakukan pemeriksaan sewaktu-waktu, dengan
atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu oleh petugas SKPD yang
membidangi urusan Kebakaran.
(5) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), wajib
memakai
tanda
pengenal
khusus
disertai
surat
tugas
yang
ditandatangani Kepala SKPD yang membidangi urusan Kebakaran.
(6) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipungut retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Sebab Kebakaran
Pasal 35
(1) SKPD yang membidangi urusan kebakaran dapat melakukan pemeriksaan
untuk mengetahui sebab terjadinya kebakaran di lokasi kebakaran.
(2) Pemeriksa sebab terjadinya kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), harus memiliki sertifikat investigasi kebakaran.
- 18 –
(3) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan
pihak Kepolisian.
(4) Ketentuan mengenai pemeriksaan untuk mengetahui sebab terjadinya
kebakaran dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB V
RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
Bagian Kesatu
Penyusunan RISPK
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah wajib menyusun RISPK dan melaksanakannya untuk
mengintegrasikan
kebutuhan
proteksi
kebakaran
dan
meningkatkan
efektivitas dan efisiensi.
(2) RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
analisis
berdasarkan
risiko kebakaran yang pernah terjadi dengan memperhatikan
rencana pengembangan Daerah serta rencana prasarana dan sarana
kota lainnya.
(3) RISPK disusun sebagai arahan untuk penanganan masalah kebakaran
selama 10 (sepuluh) tahun ke depan dan dapat dilakukan peninjauan
kembali sesuai dengan keperluan.
(4) Selain
untuk
panduan
perencanaan
jangka
panjang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), RISPK dapat juga digunakan sebagai bahan
evaluasi dari kondisi yang ada serta sebagai bahan pertimbangan untuk
penyelenggaraan pelatihan pemadaman kebakaran.
(5) RISPK disusun dengan memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya
dengan
prasarana
meminimalkan
dan
biaya
sarana
kota
pelaksanaan,
lainnya
biaya
sehingga
dapat
operasional
dan
pemeliharaan.
Pasal 37
(1) RISPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal
meliputi:
36 memuat
ketentuan
- 19 –
a. rencana sistem pencegahan kebakaran; dan
b. rencana sistem penanggulangan kebakaran.
(2) RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan layanan yang
disepakati oleh pemangku kepentingan yang meliputi layanan:
a. pencegahan kebakaran;
b. pemberdayaan peran masyarakat;
c. pemadaman kebakaran; dan
d. penyelamatan jiwa dan harta benda.
(3) Penyusunan RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
memuat:
a. kriteria penyusunan RISPK;
b. penetapan sasaran;
c. identifikasi masalah;
d. kedudukan dokumen RISPK; dan
e. keluaran dokumen RISPK.
Pasal 38
(1) Proses
penyusunan RISPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 terdiri
dari 9 (sembilan) langkah, meliputi:
a. komitmen pemerintah daerah dalam memenuhi harapan masyarakat
tentang peningkatan pelayanan di bidang proteksi kebakaran;
b. pelibatan pemangku kepentingan;
c. penetapan peta dasar, paling kurang menggunakan peta dasar yang
bersumber dari Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai skala yang
ditetapkan dan diintegrasikan dengan data spasial;
d. penaksiran risiko
kebakaran dan penentuan lokasi pos pemadam
kebakaran;
e. kajian dan analisis terhadap kinerja SKPD yang membidangi urusan
kebakaran;
f.
analisis peraturan;
g. pembiayaan;
h. pengesahan RISPK; dan
i.
rencana implementasi RISPK.
(2) Penaksiran
risiko
kebakaran
dan
penentuan
lokasi
pos
pemadam
kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi
kegiatan:
- 20 –
a. pengumpulan data Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. penghitungan kebutuhan total air kebakaran untuk wilayah yang
dilindungi dengan penerapan skenario terburuk; dan
c. melakukan plot pos pemadam kebakaran pada peta risiko kebakaran
berdasarkan kajian waktu tanggap.
Pasal 39
(1) Dalam
melaksanakan
pengendalian
terhadap
pencegahan
dan
penanggulangan kebakaran, Pemerintah Daerah harus menggunakan
ketentuan teknis RISPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sebagai
landasan dalam mengeluarkan rekomendasi proteksi kebakaran dan/atau
pemeriksaan yang diperlukan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyelenggaraan RISPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
Pasal 40
(1) Rekomendasi
proteksi
kebakaran
dikeluarkan
oleh
SKPD
yang
membidangi urusan kebakaran.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh
rekomendasi proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Walikota.
Bagian Kedua
Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran
Pasal 41
(1) RSCK wajib memuat layanan:
a. pemeriksaan
keandalan
bangunan
gedung
dan
lingkungan
terhadap kebakaran;
b. pemberdayaan masyarakat; dan
c. penegakan Peraturan Daerah.
(2) Penyusunan RSCK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. kriteria RSCK;
- 21 –
b. lingkup kegiatan RSCK;
c. identifikasi risiko kebakaran;
d. analisis permasalahan; dan
e. rekomendasi pencegahan kebakaran.
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran
Pasal 42
(1) RSPK wajib memuat layanan tentang pemadaman dan penyelamatan
jiwa serta harta benda di Daerah.
(2) Penyusunan RSPK se bagaimana dimaks ud pada aya t ( 1) paling
sedikit memuat:
a. kriteria RSPK;
b. lingkup kegiatan RSPK;
c. identifikasi risiko kebakaran;
d. analisis permasalahan; dan
e. rekomendasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 43
Masyarakat wajib berperan aktif dalam pencegahan dan penanggulangan
kebakaran, antara lain:
a. melakukan
pencegahan
dan
penanggulangan
kebakaran
dini
di
lingkungannya;
b. membantu melakukan pengawasan, menjaga dan memelihara prasarana
dan sarana pemadam kebakaran di lingkungannya;
c. melaporkan terjadinya kebakaran;
d. melaporkan kegiatan yang menimbulkan ancaman kebakaran; dan
e. memberikan fasilitasi terhadap petugas dan/atau unit pemadam kebakaran
pada saat dilakukan pemadaman kebakaran di lingkungannya.
Pasal 44
(1) Masyarakat dapat memprakarsai upaya peningkatan peran sertanya dalam
pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta bencana lainnya
melalui kegiatan diskusi, bimbingan, pendidikan atau pelatihan.
(2) Peningkatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
- 22 –
dilakukan dengan cara keikutsertaan dalam penyusunan dan implementasi
RISPK.
(3) Penyusunan dan implementasi RISPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus memperhatikan saran dan usul dari masyarakat dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan di bidang pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 45
(1) Walikota melalui Kepala SKPD yang membidangi urusan kebakaran
melaksanakan pembinaan tentang pencegahan dan penanggulangan
kebakaran, kepada:
a. penyimpan Bahan Berbahaya;
b. pemilik, pengguna dan pengelola kendaraan bermotor;
c. pemilik, pengguna, dan badan pengelola bangunan gedung;
d. pengkaji teknis di bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
e. kontraktor instalasi proteksi kebakaran;
f.
Satuan Relawan Kebakaran;
g. manajemen keselamatan kebakaran gedung; dan
h. masyarakat.
(2) Bentuk pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
penyuluhan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan partisipasi dan
kepedulian masyarakat dalam mengatasi ancaman bahaya kebakaran.
Pasal 46
(1) Kepala SKPD yang membidangi urusan kebakaran melakukan pengawasan
terhadap sarana proteksi kebakaran, akses pemadam kebakaran pada
bangunan gedung, sarana penyelamatan jiwa pada tahap perencanaan,
pelaksanaan dan penggunaan bangunan gedung dan unit manajemen
keselamatan kebakaran gedung.
(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala SKPD yang membidangi urusan kebakaran berkoordinasi dengan
SKPD terkait.
Pasal 47
(1) SKPD yang membidangi urusan kebakaran memonitor, mengevaluasi dan
melaporkan
pelaksanaan dan penerapan manajemen pencegahan dan
penanggulangan kebakaran di Daerah kepada Walikota.
- 23 –
(2) Pos pemadam kebakaran dan Satuan Relawan Kebakaran memonitor dan
melaporkan pelaksanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran di lingkungannya kepada SKPD yang membidangi urusan
kebakaran.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 48
Setiap orang sebagai pemilik, pengelola atau penanggung jawab bangunan
gedung yang melakukan pelanggaran atas kewajiban yang wajib dipenuhi
terhadap sarana penyelamatan jiwa, akses pemadam kebakaran, dan proteksi
kebakaran,
atau
kewajiban
menyediakan
alat
pemadam
kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal
10, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19,
Pasal 21 ayat (1), Pasal 22, Pasal 24 ayat (2), Pasal 26, Pasal 33 ayat (1) dan
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penundaan pemberian rekomendasi proteksi pemadam kebakaran; atau
c. penolakan pemberian rekomendasi proteksi pemadam kebakaran.
Pasal 49
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 50
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Bangunan yang sudah ada tetapi
belum memiliki alat pemadam kebakaran, wajib memiliki
alat pemadam
kebakaran paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua produk hukum
Daerah yang mengatur tentang kebakaran dinyatakan masih tetap berlaku,
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Peraturan
Daerah ini.
(2) Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama
1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
- 24 –
Pasal 52
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tangerang
Selatan.
Ditetapkan di Kota Tangerang Selatan.
pada tanggal 26 Agustus 2015
WALIKOTA
TANGERANG SELATAN,
ttd
AIRIN RACHMI DIANY
Diundangkan di Tangerang Selatan.
pada tanggal 26 Agustus 2015
Plt. SEKRETARIS DAERAH
KOTA TANGERANG SELATAN,
ttd
MUHAMAD
LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 NOMOR 4
NOREG PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN, BANTEN : (4)/(2015).