Perbandingan Efektivitas Perawatan Luka dengan

Perbandingan Efektivitas Perawatan Luka Bakar Menggunakan Povidone
Iodine Dan Moist Exposed Burn Ointment Pada Luka Bakar Derajat II A
Yang Terinfeksi Di Ruang Rawat Bedah RSUD Tasikmalaya
Siti Rohimah, Henti Sugesti.
STIKes BTH Tasikmalaya. Prodi Keperawatan. Departemen Medikal Bedah
ABSTRAK
Infeksi pada luka bakar derajat II A dapat terjadi ketika terjadi kerusakan
pada struktur sel dan jaringan menyebabkan lepasnya epidermis (epidermiolisis)
yang disertai reaksi inflamasi akut dan proses eksudasi.Perawatan luka bakar
derajat II A yang terinfeksi perlu penanganan yang cepat, tepat dan terpadu untuk
memperoleh hasil penyembuhan luka yang optimal dan mencegah timbulnya
komplikasi luka lebih lanjut.Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) adalah salah
satu pengobatan pada luka bakar yang berperan selain meregenerasi kulit dan
jaringan juga mengontrol terjadinya infeksi. Povidone Iodine (PI) juga berperan
pada pengobatan infeksi kulit dan mukosa yang disebabkan berbagai jenis
bakteri, dan telah lama diketahui sebagai germisida untuk pengobatan luka dan
sebagai antiseptik. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan efektivitas hasil
perawatan terhadap penyembuhan luka bakar derajat II A yang terinfeksi antara
perawatan menggunakan Povidone iodine (PI) dan menggunakan Moist Exposed
Burn Ointment (MEBO).
Metode penelitian bersifat analitik komparatif dengan rancangan penelitian

eksperimen semu (quasi experiment design), subjek penelitian sebanyak 15
sampel usia 20-53 tahun. Luka bakar derajat II A yang terinfeksi diberikan
perawatan dengan menggunakan MEBO atau Povidone Iodine. Kemudian
dilakukan observasi pada hari ke 7 dan ke 14 terhadap penyembuhan luka dengan
melihat hasil dari luas luka, jenis eksudat, jumlah eksudat,warna kulit di sekeliling
luka, jaringan granulasi dan epitelisasi .
Perbandingan hasil kualitas luka antara perawatan menggunakan MEBO
dan Povidone Iodine pada hari ke 7 dan ke 14 tidak terdapat perbedaan hasil yang
signifikan antara luas luka, jenis eksudat, jumlah eksudat, warna kulit di sekeliling
luka, jaringan granulasi dan epitelisasi dengan p-value > 0,05. Hasil uji penelitian
ini menunjukkan bahwa perawatan luka bakar derajat II A yang terinfeksi
menggunakan MEBO maupun Povidone Iodine sama-sama efektif.
Kata kunci : luka bakar, infeksi, MEBO, Povidone Iodine, penyembuhan luka

1

Comparison Of Effectiveness Treatment With Povidone Iodine And Moist
Exposed Burn Ointment On Infections Of The Degree Burns Ii A In The
Surgery RSUD Tasikmalaya
Siti Rohimah, Henti Sugesti.

STIKes BTH Tasikmalaya. Prodi Keperawatan. Departemen Medikal Bedah

ABSTRACT
Infections of the degree burns II A can occur when there is damage to the
structure of cells and tissues causing the release of the epidermis (epidermiolisis)
which accompanied the acute inflammatory reaction and process eksudasi.
Caring of Infections of the degree burns II A need treatment that is fast, precise
and integrated to obtain optimal outcome of wound healing and prevent wound
complications over. Moist Exposed Burn ointment (MEBO) is one treatment at a
burn that plays a role in addition to regenerate the skin and tissues, and control of
infection. Povidone Iodine (PI) also play a role in the treatment of skin and
mucosal infections caused by different types of bacteria, and has long been known
as germicides for the treatment of wounds and as an antiseptic. The purpose of
this study was to compare the effectiveness of the treatment results of seconddegree burn wound healing of infected a between treatments using a Povidone
Iodine (PI) and use the Moist Exposed Burn ointment (MEBO).
The method is analytical comparative study with quasi-experimental research
design (quasi experiment design), as many as 15 samples of subjects 20-53 years
of age. A second degree burn is infected is given a treatment with MEBO or
povidone iodine. Then do the observation on day 7 and 14 of wound healing by
looking at the results of extensive wounds, exudate type, exudate amount, color of

skin around the wound, granulation tissue and epithelialization.
Comparison of results between treatments using quality MEBO and
Povidone Iodine on day 7 and 14 there were no significant differences between
the area of the wound, exudate type, exudate amount, color of skin around the
wound, granulation tissue and epithelialization with a p-value> 0,05. Test results
of this study showed that treatment of second-degree burns infected with a using
MEBO or Povidone Iodine are equally effective
.
Key words: burns, infections, MEBO, povidone iodine, wound healing

2

PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi (Moenadjat Y, 2005). Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang,
pembuluh darah dan jaringan epidermal yang mengakibatkan kerusakan yang
berada di tempat yang lebih dalam dari akhir sistem persarafan. Seorang korban
luka bakar dapat mengalami berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk
diantaranya kondisi syok, infeksi, ketidakseimbangan elektrolit dan masalah

distress pernapasan. Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar dapat juga
menyebabkan distress emosional (trauma) dan psikologis yang berat dikarenakan
cacat akibat luka bakar dan bekas luka (scar).
Luka bakar derajat II adalah luka bakar yang mengenai lapisan epidermis
dan dermis, termasuk kelenjar keringat dan sebasea, saraf sensoris dan motorik,
kapiler, folikel rambut. Luka bakar ini akan terasa nyeri dan berwarna merahpink, dan akan membentuk lepuh serta edema subkutan. Menurut Effendi (1999)
luka ini akan sembuh dalam 3 sampai 35 hari.
Sedangkan menurut Lisa Hasibuan (2006) mengatakan bahwa luka bakar
derajat II dibedakan atas 2 (dua) bagian yaitu : 1) Derajat II dangkal/superficial
(IIA), Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.
Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua
ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik. 2) Derajat II dalam / deep (IIB),
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel
tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai
parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 30 hari.
Menurut Ignatavicius D (1995), dikatakan bahwa penyembuhan luka pada luka
bakar derajat II adalah antara 2-6 minggu.
Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran khususnya
bidang biomolekuler (Ellen P.Gerrity, 2005 dalam Moenadjat Y, 2005).

3

Manajemen luka bakar dimulai segera setelah terjadi suatu cedera thermis,
dilakukan

secara

sistematis

dan

merupakan

suatu

rangkaian


yang

berkesinambungan mulai dari tahap Rescue-Resuscitate-Retrieve-resurfaceRehabilitatif-Reconstruct-Review (Moenadjat Y, 2005). Perawatan luka bakar
merupakan salah satu proses dari tahap Resurface, dimana pada tahap ini terjadi
proses penutupan luka dan untuk proses penutupan luka ini diperlukan perawatan
luka bakar secara khusus (Moenadjat Y, 2005).
Salah satu manajemen perawatan untuk luka yang terinfeksi diantaranya
adalah dengan menggunakan antimikrobial, antiseptik dan antifungal (Sussman &
Jensen, 2008). Povidone Iodine atau disingkat PI merupakan salah satu cairan
antiseptik yang dapat digunakan untuk perawatan luka yang berfungsi untuk
mengontrol tingkat bakteri yang terdapat pada luka dan mempunyai pengaruh
terhadap proses penyembuhan luka (Sussman & Jensen, 2008).
Perawatan luka dengan Povidone Iodine yang telah lama diketahui sebagai
germisida dan sebagai desinfektan ini sudah dipakai sejak tahun 1819 (Shelanski
HA, 2001). Pada tahun 2000 atas inovasi seorang dokter spesialis bedah plastik di
RSUD Tasikmalaya telah dilakukan perawatan luka bakar menggunakan Kompres
Bethadin Peres (KBP) yaitu dengan menggunakan Povidone Iodine 10% yang
dikombinasikan dengan NaCl 0,9% (1:1) dengan maksud mencegah masuknya
bakteri dan mempertahankan kelembaban. Dimana dengan suasana luka yang
dijaga tetap lembab akan membantu dalam proses penyembuhan luka, karena

akan mencegah terjadinya dehidrasi dan kematian sel (Lisa H, 2006).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh dokter Indrawan R pada tahun 2006
di RSUP Dr.Hasan Sadikin tentang efektivitas kombinasi larutan NaCl 0,9% dan
Povidone Iodine 10% dibandingkan dengan kombinasi larutan NaCl 0,9% dan
gentamisin pada tindakan pencucian luka, menunjukkan terdapat perbedaan
jumlah koloni kuman yang signifikan dengan nilai < 0,05. Rosen menganjurkan
menggunakan larutan Povidone Iodine 10% dan NaCl 0,9% dengan perbandingan
1:10 untuk pencucian luka pada tipe-tipe luka yang disertai dengan patah tulang,
rupture tendon dan rupture saraf (Indrawan R, 2006).

4

Prosedur perawatan luka bakar saat ini semakin berkembang, salah satu
perawatan luka bakar yang mempunyai fungsi sebagai kontrol infeksi diantaranya
dengan menggunakan Moist Exposed Burn Ointment atau dikenal dengan nama
MEBO (Xu Rongxiang, 2004). Pada tahun 1990, Rongxiang Xu yang berasal dari
Beijing mengemukakan tentang burn regenerative therapy, yaitu bentuk terapi
yang memanfaatkan fungsi potensial regenerasi sel (potential regenerative cells)
dengan menggunakan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO). MEBO adalah
herbal yang komposisinya terdiri dari akar-akaran yaitu Radix Scufellariae,

Cortex phellodendri, Rhizoma coptidis, Oleum Sesame dan Cera flava yang
berupa zalf/ointment. Dimana MEBO ini berfungsi dalam merangsang regenerasi
kulit dan jaringan, menghilangkan nyeri pada luka , mencegah nekrosis yang
progresif, mencegah terjadinya skar, kontrol terhadap terjadinya infeksi, dan
mempercepat terjadinya penyembuhan luka (Xu Rongxiang, 2004).
Perawatan luka bakar dengan menggunakan MEBO di RSUD Tasikmalaya
sudah dilakukan sejak tahun 2006. Dari hasil laporan yang telah dilakukan tentang
penggunaan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) secara topical memberikan
pengaruh yang cukup bermakna terhadap penyembuhan luka bakar derajat II
dangkal ,

membantu mempercepat penyembuhan luka pada hari ke 4-7

dibandingkan dengan Ag-Sulfadiazin yang pada umumnya lebih dari 7 hari.
Dengan adanya penelitian tentang perawatan luka menggunakan Moist
Exposed Burn Ointment dan Ag-Sulfadiazin yang hasilnya menunjukkan bahwa
waktu proses penyembuhan luka Moist Exposed Burn Ointment lebih cepat
dibandingkan

dengan


Ag-Sulfadiazin,

dan

efektifitas

perawatan

luka

menggunakan Povidone Iodine 10% dan gentamisin yang hasilnya jumlah koloni
kuman pada luka yang diberi Povidone Iodine lebih sedikit dibandingkan dengan
gentamisin, maka peneliti merasa perlu mencari alternatif selain dari MEBO yang
sama efektifnya dengan perawatan luka bakar yaitu Povidone Iodine yang lebih
ekonomis.
Dengan prosedur perawatan luka yang tepat diharapkan dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien dengan kasus luka bakar.
Selain itu sebagai pertimbangan juga terhadap masalah biaya (cost-effectiveness).


5

Cost-effectiveness ini menjadi salah satu faktor penting dalam penerapan iptekdok
yang mengupayakan efisiensi setiap prosedur dalam bidang pelayanan medik dan
keperawatan yang sangat berarti di negara-negara berkembang, bahkan di negaranegara maju seperti di Amerika Serikat sekalipun (Moenadjat Y, 2005).
Oleh sebab itu pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dimana
dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif. Prosedur perawatan luka bakar yang dilakukan
oleh perawat di ruangan harus secara intensif/khusus dengan cepat,tepat dan
terpadu, dimana dalam melakukan perawatan luka bakar tugas perawat adalah
memeriksa dan merawat luka setiap hari, sehingga bila diperlukan perawatan luka
extra/khusus dapat segera dilakukan ( Lisa H, 2006).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat analitik komparatif dengan rancangan penelitian
eksperimen yaitu mengamati hasil pasien luka bakar yang mendapat perawatan
luka menggunakan Povidone Iodine dan menggunakan Moist Exposed Burn
Ointment. Rancangan penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan eksperimen semu (quasi experiment designs), karena syaratsyarat sebagai penelitian eksperimen tidak cukup memadai dan desain ini tidak
mempunyai pembatasan yang ketat terhadap randomisasi dan pada saat yang sama
dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas (Notoatmodjo, 2002). Dalam

penelitian ini menggunakan bentuk rancangan One Group Pretest-Postes, karena
pada rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling tidak
sudah dilakukan observasi pertama (pre tes) yang memungkinkan peneliti dapat
menilai perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (program) .
Bentuk rancangan ini adalah sebagai berikut :
Pre tes

Perlakuan

010101

X

Gambar 3.1 Bentuk Rancangan Penelitian

6

Post tes
X02

Pengambilan data primer dari semua pasien luka bakar yang dirawat di
ruang rawat bedah RSUD Tasikmalaya yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi yang bersedia ikut dalam penelitian sesudah penjelasan dan telah
mengisi formulir (informed consent).
Populasi dalam penelitian ini diambil dari seluruh pasien yang mengalami
luka bakar dan dirawat di ruang rawat inap bedah RSUD Tasikmalaya dari bulan
Desember 2011 sampai dengan Februari 2012. Sampel yang digunakan adalah
pasien luka bakar

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik Accidental
sampling, yaitu dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau
tersedia (Notoatmodjo, 2007). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : pasien
dengan luka bakar derajat II A yang terinfeksi dengan luas luka bakar < 30-45 %,
usia antara 20-55 tahun. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : pasien
dengan resiko mengancam jiwa (misalnya luas luka bakar > 50%, mengalami
trauma inhalasi yang berisiko gagal nafas, sepsis), pasien dengan komplikasi
penyakit penyerta seperti DM, Hipertensi, dan penyakit gagal ginjal. tidak
memiliki kemampuan dalam berkomunikasi/dalam keadaan penurunan kesadaran.
Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15, yang dihitung
berdasarkan rumus sampel analitik berpasangan (Pre-Post), yaitu
(Z฀ + Z฀)2 ฀
N=

_____________
( P1 – P2 )2
Diketahui : Z฀

= 1,96

Z฀ = 0,84
P1 – P2 = 0,40
฀ = 0,3
(1,96 + 0,84)2 x 0,3
Sehingga

N=

_________________
(0,40)2

7

=
Keterangan

14,7 ฀ 15

: Z฀ = kesalahan tipe I
Z฀ = kesalahan tipe II
P1 – P2 = perbedaan proporsi



= diskordan (0,5 = 50%)  yang tertinggi

Setting penelitian dapat digambarkan melalui alur penelitian dibawah ini :
Pasien dengan luka bakar derajat II A yang terinfeksi dan dirawat di ruang
perawatan bagian bedah
Memenuhi kriteria Inklusi dan Eksklusi

Dinilai karakteristik luka (luas, jenis eksudat, jumlah
eksudat,warna disekitar area luka, granulasi dan epitelisasi)

Dilakukan perawatan luka

Dilakukan perawatan luka

Dengan PI

Dengan MEBO

Dinilai hasil penyembuhan luka pada hari ke 7 dan hari ke 14

Dibandingkan hasil dari perawatan luka
Dilakukan pengolahan data
Analisa data

8

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah Observasi, dengan cara memberikan tanda check list ( √ ) pada lembar
observasi,

dimana observasi yang dilakukan yaitu dengan memakai alat

pengkajian luka dengan model dari Bates-Jensen atau “ Bates-Jensen Wound
Assessment Tool = BWAT “ yang diambil hanya 6 kategori yaitu yang sesuai
dengan kriteria dari luka bakar derajat II A , diantaranya dengan menilai :
1.

Luas luka : diukur berdasarkan panjang kali lebar dengan menggunakan
satuan sentimeter dan dinilai berdasarkan kriteria, bila yaitu : (1) Panjang
x Lebar < 4 cm2 , (2) Panjang x Lebar antara 4 - 16 cm2 , (3) Panjang x
Lebar antara 16,1 – 36 cm2 , (4) Panjang x Lebar antara 36,1 - 80 cm2 dan
nilai (5) bila Panjang x Lebar > 80 cm2.

2.

Jenis eksudat dengan indikator penilaian : (1) bila tidak berwarna, (2)
berwarna merah, (3) Kemerahan : tipis, berair, merah pucat/merah muda,
(4) Serous : tipis, berair, jernih dan nilai (5) bila purulen : tebal atau tipis,
buram, coklat/kuning, dengan atau tanpa bau.

3.

Jumlah Eksudat dengan indikator penilaian : (1) bila tidak ada eksudat,
luka kering, (2) Kurang, luka lembab tapi tidak tampak eksudat, (3)
Sedikit, (4) Sedang dan nilai (5) bila eksudat banyak.

4.

Warna kulit di sekeliling area luka dengan indikator penilaian : (1) Merah
muda atau normal, (2) Merah terang, (3) Putih atau abu-abu pucat, (4)
Merah gelap atau ungu dan (5) Hitam atau hiperpigmentasi.

5.

Jaringan granulasi dengan indikator penilaian : (1) Kulit utuh/ketebalan
luka dangkal, (2) Merah terang 75-100% dari dasar luka, (3) Merah terang
25-75% dari dasar luka, (4) Luka kemerahan,kusam, merah kehitaman,
merah mengkilat < 25% dari dasar luka dan (5) Tidak tampak jaringan
granulasi.

6.

Epitelisasi dengan indikator penilaian : (1) 100% luka menutup dengan
sempurna, (2) 75-100% luka menutup/jaringan epitel terbentuk > 0,5 cm,
(3) 50-75% luka menutup/jaringan epitel terbentuk < 0,5 cm, (4) 25-50%
luka menutup dan (5) .< 25% luka menutup.

9

Uji validitas yang dikatakan oleh Sussman & Jensen dalam buku Wound
Care bahwa validitas isi dari instrument model BWAT ini sudah dibuktikan oleh
9 ahli dibidangnya dengan validitas indeks = 0,91, dan p = 0,05. Validitas isi ini
didapatkan dari nilai individu dan dari nilai total semua point yang telah
dibuktikan oleh para ahli ini.
Reliabilitas didapatkan dari uji coba pasien dewasa dengan perawatan luka
akut oleh perawat ETN dan oleh perawat yang telah mendapat pelatihan khusus
tentang manajemen luka dengan koefisien reliabilitas 0,91 dengan rata-rata
estimasi reliabilitasnya 0,975.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Moist Exposed Burn Ointment
dan Povidone

Iodine , sedangkan variable terikat dalam penelitian ini adalah

proses penyembuhan luka yang dilihat berdasarkan karakteristik penyembuhan
luka dengan melihat luas luka, jenis eksudat, jumlah eksudat, warna sekeliling
luka, granulasi dan epitelisasi berdasarkan penilaian dari BWAT.
Sebagai variabel perancu dalam penelitian ini yaitu Antibiotik dan nutrisi.
Definisi Operasional
1)

Luas luka

(1)

Lokasi : diukur pada satu area luka/tubuh yang sama diukur di dua tempat
atau dua bagian organ tubuh yang berbeda dengan luas dan derajat luka
yang sama.

(2)

Alat ukur : dengan menggunakan plastik mika yang sudah disterilkan dan
dimodifikasi dengan ukuran yang sudah disesuaikan dengan ukuran luka
dalam satuan sentimeter.

(3)

Cara pengukuran : luas luka diukur berdasarkan panjang kali lebar dengan
arah mendekati garis lurus pada daerah luka dengan ukuran p x l = 5 cm.

(4)

Alat ukur : dengan menggunakan plastik mika yang sudah disterilkan dan
dimodifikasi dengan ukuran yang sudah disesuaikan dengan ukuran luka
dalam satuan sentimeter.

(5)

Indikator penilaian : nilai (1) bila Panjang x Lebar < 4 cm2 , (2) Panjang x
Lebar antara 4 - 16 cm2 , (3) Panjang x Lebar antara 16,1 – 36 cm2 , (4)

10

Panjang x Lebar antara 36,1 - 80 cm2 dan nilai (5) bila Panjang x Lebar
> 80 cm2.

Gambar 3.3 : lokasi 1 luka dengan 2 tempat
perlakuan

Gambar 3.4 : lokasi 2 luka pada 2 bagian organ tubuh yang berbeda
2)

Jenis eksudat dilihat berdasarkan indikator nilai : nilai
berwarna, (2) berwarna merah, (3)

(1) bila tidak

Kemerahan : tipis, berair, merah

pucat/merah muda, (4) Serous : tipis, berair, jernih dan nilai (5) bila
purulen : tebal atau tipis, buram, coklat/kuning, dengan atau tanpa bau.
3)

Jumlah eksudat dilihat berdasarkan indikator nilai : (1) bila tidak ada
eksudat, luka kering, (2) Kurang, luka lembab tapi tidak tampak eksudat,
(3) Sedikit, (4) Sedang dan nilai (5) bila eksudat banyak.

4)

Warna kulit diseliling luka dengan melihat indikator nilai : (1) Merah
muda atau normal, (2) Merah terang, (3) Putih atau abu-abu pucat, (4)
Merah gelap atau ungu dan (5) Hitam atau hiperpigmentasi.

11

5)

Granulasi dilihat berdasarkan indikator nilai : (1) Kulit utuh/ketebalan
luka dangkal, (2) Merah terang 75-100% dari dasar luka, (3) Merah
terang 25-75% dari dasar luka, (4) Luka kemerahan,kusam, merah
kehitaman, merah mengkilat < 25% dari dasar luka dan (5) Tidak tampak
jaringan granulasi.

6)

Epitelisasi dilihat berdasarkan indikator nilai : (1) 100% luka menutup
dengan sempurna, (2) 75-100% luka menutup/jaringan epitel terbentuk >
0,5 cm, (3) 50-75% luka menutup/jaringan epitel terbentuk < 0,5 cm, (4)
25-50% luka menutup dan (5) .< 25% luka menutup.

Prosedur Pengumpulan Data
Setelah informed concent diberikan dan di tandatangani oleh pasien yang
diberi perlakuan, penulis mempersiapkan alat-alat yang akan dipakai untuk
perawatan luka dan menggunakan prosedur perawatan dengan 2 cara diantaranya :
Perawatan dengan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO)
Protokol Penggunaan MEBO yang penulis gunakan adalah dengan Closed
Therapy (Bandaging) yaitu dengan perawatan tertutup dan dibalut perban, yang
diberikan tiap 12 jam (2x sehari), dengan cara :
1) Area luka yang sudah diukur dibersihkan dengan kassa kering
Setelah luka dibersihkan dengan kassa kering, dengan meletakan kasa
pada area luka bakar sehingga bila ada jaringan mati / eschar terangkat,
Pembersihan luka dilakukan berulang kali sampai eschar terangkat dan
luka kelihatan bersih.
2) Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) dioleskan tipis-tipis setebal 23 pada area luka dengan pelan-pelan dan merata.
3) Setelah selesai diolesi dengan MEBO, kemudian tutup luka dengan
MEBO gauze (kasa yang sudah dicampur dengan MEBO)
4) Dilakukan penutupan dengan kasa steril
5) Kemudian dilakukan penilaian luas luka, jenis eksudat, jumlah
eksudat, warna kulit sekeliling luka, granulasi dan epitelisasi pada hari

12

ke-7 dan ke-14 dengan memberikan tanda check list (√ ) pada lembar
observasi.
Perawatan dengan Povidone Iodine
1) Area luka yang sudah diukur dicuci/dibersihkan dengan NaCl 0,9 %
yang sudah dihangatkan.
2) Setelah dicuci, luka dibersihkan dengan kassa lembab, dengan
meletakan kasa pada area luka bakar sehingga bila ada jaringan mati /
eschar terangkat, Pembersihan luka dilakukan berulang kali sampai
eschar terangkat dan luka kelihatan bersih.
3) Kemudian luka dikompres dengan larutan Povidone Iodine 10% yang
dilarutkan dengan NaCl 0,9% (1:1) dengan kasa yang diperas sampai
lembab/moist (½ kering ) kemudian ditutup dengan kasa kering.
4) Perawatan diberikan sehari 2 x
5) Kemudian dilakukan penilaian terhadap luas luka, jenis eksudat,
jumlah eksudat, warna kulit sekeliling luka, granulasi dan epitelisasi
pada hari ke-7 dan ke-14 dengan memberikan tanda check list (√ )
pada lembar observasi.
Analisa Data
Setelah data terkumpul langkah pertama adalah mengetahui Normalitas data
dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov, kemudian untuk uji non
parametrik dengan uji Wilcoxon dan selanjutnya dilakukan analisis statistik
dengan memakai Uji beda T-Paired yaitu untuk menentukan ada tidaknya
perbedaan rata-rata dua sampel bebas. Dua sampel yang dimaksud adalah sampel
yang sama namun mengalami proses pengukuran maupun perlakuan yang berbeda
(Nigroho dan Agung B, 2005). Uji T-Paired pada penelitian ini adalah uji dua
sampel berpasangan, dimana digunakan untuk membandingkan dua kelompok
data yang berasal dari sampel (observasi yang sama). Uji statistik ini dirumuskan
sebagai berikut :

13

__ __
t = ___________X1 – X2_______________
+







Dimana :
X1

= rata-rata sample 1

X2

= rata-rata sample 2

S1

= standar deviasi sample 1

S2

= standar deviasi sample 2

r

= korelasi sample 1 dengan sample 2
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis 2 sampel berpasangan

karena sesuai dengan tujuan penelitian bahwa penulis akan membandingkan dua
kelompok data dari sampel yang sama (Wahyu S dan Hidayat, 2006). Sehingga
hipotesis yang muncul adalah :
H1 : terdapat

perbedaan efektivitas antara perawatan luka bakar

menggunakan Povidone Iodine dan Moist Expose Burn Ointment.
Dalam penelitian ini perbedaan yang terjadi adalah perbedaan karakteristik
proses penyembuhan luka bakar derajat II A yang terinfeksi sesudah diberi
perlakuan Moist Exposed Burn Ointment dan Povidone Iodine pada hari ke 7 dan
ke 14.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di ruang perawatan bedah RSUD
Tasikmalaya yang dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan
Februari 2012 didapatkan hasil sebagai berikut :

14

Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik Pasien Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi
Dengan Perawatan Menggunakan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) dan
Povidone Iodine (PI) berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Perempuan
16,7%

Laki-laki
83,3%

Dari distribusi karakteristik pasien luka bakar derajat IIA yang terinfeksi
yang mendapat perawatan menggunakan MEBO dan PI berdasarkan

jenis

kelamin adalah sebagian besar laki-laki sebanyak 5 orang (83,3%) dan sebagian
kecil perempuan sebanyak 1 orang (16,7%).

15

Karakteristik Pasien Berdasarkan Berat Badan
Karakteristik Pasien Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi
Dengan Perawatan Menggunakan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) dan
Povidone Iodine (PI) berdasarkan Berat Badan

Berat Badan (kg)
45
16,7%

65
16,7%

60
16,7%

55
50,0%

Dari distribusi karakteristik pasien luka bakar derajat IIA yang terinfeksi yang
mendapat perawatan menggunakan MEBO dan PI berdasarkan

berat badan

didapatkan setengahnya dari responden dengan berat badannya 55 kg (50) dan
sebagian kecil ada yang dengan berat badannya 45 kg (16,7%), 60 kg (16,7%) dan
65 kg (16,7%) dengan rata-rata berat badan 55,83 standar deviasi 12,275, rentang
33, minimum 20 dan maksimum 53.

16

Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur
Karakteristik Pasien Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi
Dengan Perawatan Menggunakan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) dan
Povidone Iodine (PI) berdasarkan Umur

41th-60th
17%

13th-20th
33%

21th-40th
50%

Dari distribusi karakteristik pasien luka bakar derajat IIA yang terinfeksi yang
mendapat perawatan menggunakan MEBO dan PI berdasarkan umur didapatkan
setengahnya dari responden berumur antara 21-40 tahun (50%), sebagian besar
berumur 13-20 tahun (33%), dan sebagian kecil umur 41-60 tahun (17%) dengan
rata-rata umur

29,67, standar deviasi 12,275, rentang 33, minimum 20 dan

maksimum 53.

17

Karakteristik Pasien Berdasarkan Tempat Perawatan
Karakteristik Pasien Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi
Dengan Perawatan Menggunakan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) dan
Povidone Iodine (PI) berdasarkan Tempat Perawatan

Tempat Perawatan

Kemuning
Lt. IV
16,7%

83,3%
Unit Luka Bakar

Dari distribusi karakteristik pasien luka bakar derajat II A yang terinfeksi
yang mendapat perawatan MEBO dan PI berdasarkan tempat perawatan
didapatkan sebagian besar (83,3%) dirawat di ruang Unit Luka Bakar (ULB)
dengan sebagian kecil (16,7) mendapat perawatan di ruang kemuning lt IV .

18

Perbandingan Karakteristik Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi Pada
Hari ke 7 antara MEBO dan PI
Perbandingan Karakteristik Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi Pada
Hari ke 7 antara MEBO dan PI

3.00

2.60
2.40

Rata-rata Skor (7 hari)

2.50
2.00

2.67
2.47

2.60
2.13
1.93

2.20

Jenis
Eksudat

Jumlah
Eksudat

2.13
2.00

2.47
2.20

1.50
1.00
0.50
0.00
Luas Luka
MEBO

Warna Kulit
Sekeliling
Luka

Jaringan
Granulasi

Epitelisasi

Perawatan Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi

Perbandingan karakteristik luka pada hari
hari ke 7 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata
rata luas luka perawatan dengan MEBO = 2,60 , standar deviasi =
rata luas luka perawatan dengan PI = 2,40, standar deviasi = 0,50,
0,63 dan rata-rata
dengan P-Value = 0,180 > ฀ = 0,05 : non-signifikan,
non signifikan, tidak terdapat perbedaan
luas luka yang signifikan antara perawatan dengan MEBO pada 7 hari dan dengan
PI pada 7 hari dengan taraf kesalahan 5%.
ari ke 7 antara MEBO dan PI
Perbandingan
erbandingan karakteristik
karakterist luka pada hari
didapatkan rata-rata
rata jenis eksudat pada perawatan dengan MEBO = 2,13 standar
deviasi = 0,74 dan rata-rata
rata
jenis eksudat pada perawatan dengan PI = 1,93,
standar deviasi = 0,79 dengan P-Value = 0,180 > ฀ = 0,05 : non-signifikan,
signifikan, tidak
terdapat perbedaan jenis eksudat yang signifikan antara perawatan dengan MEBO
pada 7 hari dan dengan PI pada 7 hari dengan taraf kesalahan 5%.
Perbandingan
ingan karakteristik luka pada hari
hari ke 7 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata
rata jumlah eksudat pada
19

perawatan dengan MEBO = 2,60,

standar deviasi = 0,63 dan rata-rata jumlah eksudat pada perawatan dengan PI =
2,20, standar deviasi = 0,56 dengan P-Value = 1,000 > ฀ = 0,05 : non-signifikan,
tidak terdapat perbedaan jumlah eksudat yang signifikan antara perawatan dengan
MEBO pada 7 hari dan dengan PI pada 7 hari dengan taraf kesalahan 5%.
Perbandingan karakteristik luka pada hari ke 7 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata warna kulit sekeliling luka pada perawatan dengan MEBO =
2,13, standar deviasi = 0,35 dan rata-rata warna kulit disekeliling luka pada
perawatan dengan PI = 2,00, standar deviasi = 0,00 dengan P-Value = 0,157 > ฀
= 0,05 : non-signifikan, tidak terdapat perbedaan warna kulit disekeliling luka
yang signifikan antara perawatan dengan MEBO pada 7 hari dan dengan PI pada
7 hari dengan taraf kesalahan 5%.
Perbandingan karakteristik luka pada hari ke 7 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata jaringan granulasi pada perawatan dengan MEBO = 2,67,
standar deviasi = 0,67 dan rata-rata jaringan granulasi pada perawatan dengan PI
= 2,47, standar deviasi = 0,51 dengan P-Value = 0,384 > ฀ = 0,05 : nonsignifikan, tidak terdapat perbedaan jaringan granulasi yang signifikan antara
perawatan dengan MEBO pada 7 hari dan dengan PI pada 7 hari dengan taraf
kesalahan 5%.
Perbandingan karakteristik luka pada hari ke 7 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata jaringan epitelisasi pada perawatan dengan MEBO = 2,47,
standar deviasi = 0,74 dan rata-rata jaringan epitelisasi pada perawatan dengan
PI = 2,20, standar deviasi = 0,41 dengan P-Value = 1,000 > ฀ = 0,05 : nonsignifikan, tidak terdapat perbedaan jaringan epitelisasi yang signifikan antara
perawatan dengan MEBO pada 7 hari dan dengan PI pada 7 hari dengan taraf
kesalahan 5%.

20

Perbandingan Karakteristik Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi Pada
Hari ke 14 antara MEBO dan PI
Perbandingan Karakteristik Luka Bakar Derajat II A yang Terinfeksi Pada
Hari
Har ke 14 antara MEBO dan PI

1.33

1.40

1.20
1.13

1.131.13

1.131.13

Jenis
Eksudat

Jumlah
Eksudat

Rata-rata Skor (14 hari)

1.20
1.00

1.13
1.00

1.13

1.201.20

0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Luas Luka
MEBO

Warna Kulit Jaringan
Epitelisasi
Sekeliling
Granulasi
Perawatan Luka Bakar
LukaDerajat II A yang Terinfeksi

Dari tabel perbandingan
dingan karakteristik luka pada hhari
ari ke 14 antara perawatan
dengan MEBO dan PI didapatkan rata-rata
rata rata luas luka perawatan dengan MEBO =
rata luas luka perawatan dengan PI = 1,13,
1,20, standar deviasi = 0,41 dan rata-rata
standar deviasi = 0,35 dengan P-Value = 0,564 > ฀ = 0,05 : non--signifikan,
berarti tidak terdapat perbedaan luas luka yang signifikan antara perawatan
dengan taraf kesalahan
dengan MEBO pada 14 hari dan dengan PI pada 14 hari dengan
5%.
hari ke 14 antara MEBO dan PI
Perbandingan
dingan karakteristik luka pada hari
rata jenis eksudat pada perawatan dengan MEBO = 1,13, standar
didapatkan rata-rata
deviasi = 0,35 dan rata-rata
rata rata jenis eksudat pada perawatan dengan PI = 1,13,
standar deviasi = 0,35 dengan P-Value = 1,000 > ฀ = 0,05 : non--signifikan,
berarti tidak terdapat perbedaan jenis eksudat yang signifikan antara perawatan
dengan MEBO pada 14 hari dan dengan PI pada 14 hari dengan taraf kesalahan
5%.

21

Perbandingan karakteristik luka pada hari ke 14 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata jumlah eksudat pada

perawatan dengan MEBO = 1,13,

standar deviasi = 0,35 dan rata-rata jumlah eksudat pada perawatan dengan PI =
1,13, standar deviasi = 0,35 dengan P-Value = 1,000 > ฀ = 0,05 : non-signifikan,
berarti tidak terdapat perbedaan jumlah eksudat yang signifikan antara perawatan
dengan MEBO pada 14 hari dan dengan PI pada 14 hari dengan taraf kesalahan
5%.
Perbandingan karakteristik luka pada hari ke 14 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata warna kulit sekeliling luka pada perawatan dengan MEBO =
1,13, standar deviasi = 0,35 dan rata-rata warna kulit disekeliling luka pada
perawatan dengan PI = 1,00, standar deviasi = 0,00 dengan P-Value = 0,157 > ฀
= 0,05 : non-signifikan, tidak terdapat perbedaan warna kulit disekeliling luka
yang signifikan antara perawatan dengan MEBO pada 14 hari dan dengan PI pada
14 hari dengan taraf kesalahan 5%.
Perbandingan karakteristik luka pada hari ke 14 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata jaringan granulasi pada perawatan dengan MEBO = 1,33,
standar deviasi = 0,61 dan rata-rata jaringan granulasi pada perawatan dengan PI
= 1,13, standar deviasi = 0,35 dengan P-Value = 0,334 > ฀ = 0,05 : nonsignifikan, H0 diterima, berarti tidak terdapat perbedaan jaringan granulasi yang
signifikan antara perawatan dengan MEBO pada 14 hari dan dengan PI pada 14
hari dengan taraf kesalahan 5%.
Perbandingan karakteristik luka pada hari ke 14 antara MEBO dan PI
didapatkan rata-rata jaringan epitelisasi pada perawatan dengan MEBO = 1,20,
standar deviasi = 0,41 dan rata-rata jaringan epitelisasi pada perawatan dengan
PI = 1,20, standar deviasi = 0,41 dengan P-Value = 0,217 > ฀ = 0,05 : nonsignifikan tidak terdapat perbedaan jaringan epitelisasi yang signifikan antara
perawatan dengan MEBO pada 14 hari dan dengan PI pada 14 hari dengan taraf
kesalahan 5%.
Dari hasil karakteristik data demografi didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki
lebih banyak kejadian untuk luka bakar, dan sebagian besar terjadi pada usia 20
hingga 30 tahun , sesuai dengan teori angka kejadian luka bakar bisa terjadi pada

22

siapapun baik laki-laki maupun perempuan dengan berbagai tingkat usia.
Sedangkan berat badan rata-rata setengahnya (50%) terjadi pada pasien dengan
berat 55 kg.
Dari tempat perawatan sebagian besar pasien (83,3%) mendapat perawatan di
ruang Unit Luka Bakar (ULB) dan hanya sebagian kecil (16,7%) yang dirawat di
ruang perawatan bedah biasa (ruang kemuning lt IV), tapi dalam proses
penyembuhan luka ternyata tempat perawatan dalam penelitian ini tidak ada
bedanya dengan perawatan khusus karena sama-sama tidak ada perbedaan yang
signifikan untuk proses penyembuhan luka , menurut Moenadjat Y, (2005)
dikatakan bahwa terdapat kategori fasilitas pelayanan luka bakar yaitu di ruang
rawat luka bakar yang terpisah dengan kasus-kasus bedah lainnya (Burn Ward),
Burn Unit dan Burn Center. Tapi dalam hal ini yang penting dalam melakukan
perawatan terhadap pasien luka bakar perawat harus memiliki kemampuan
bagaimana memberikan perawatan yang benar dan tepat (Lisa H, 2006).
Dari hasil perawatan pada luka bakar derajat II A yang terinfeksi dengan
perawatan menggunakan MEBO dan menggunakan PI pada hari ke 7 dan ke 14
bila dilihat dari rata-rata luas luka MEBO memiliki nilai rata-rata yang sedikit
meningkat dibandingkan PI, dalam hal ini peran MEBO yang relatif kecil
dibandingkan dengan PI dimana salah satu kelebihan MEBO dari PI adalah dapat
mengurangi terjadinya evaporasi pada luka bakar dan mempertahankan luka
dalam keadaan kelembaban yang normal sehingga dapat mengurangi evaporasi
tersebut (Xu Rongxiang, 2004).
Dari perawatan luka bakar derajat II A yang terinfeksi pada hari ke 7 tampak
rata-rata untuk jenis eksudat, jumlah eksudat, warna kulit disekeliling luka,
jaringan granulasi dan terbentuknya epitelisasi PI lebih banyak berperan hal ini
terlihat dari rata-rata MEBO yang masih memiliki angka yang tinggi dalam skor
untuk proses penyembuhan luka, dimana menurut skor BWAT bahwa semakin
kecil indikator nilai dari skor masing-masing kriteria proses penyembuhan luka
semakin bai ( Sussman & Jensen, 2008).
Dari jenis eksudat dan jumlah eksudat serta terbentuknya epitelisasi pada hari
ke 14 rata-rata memiliki skor yang sama , hal ini tampaknya didorong oleh sama-

23

sama efektifnya peran MEBO dan PI dalam proses inflamasi, dimana peran
MEBO dalam mengontrol terjadinya infeksi dengan mempertahankan drainase
luka dan mengontrol adanya bakteri sehingga regenerasi kulit lebih cepat (Xu
Rongxiang, 2004) sedangkan peran dari PI yang memiliki kemampuan
bakterisidal, virusidal dan protozoa yang berguna untuk pengobatan infeksi kulit
dan mukosa yang disebabkan oleh bakteri efektifitas bekerja dengan baik (Siggia
S, 1999). Selain itu peran kolagen yang berperan membentuk struktur jaringan
sudah mulai normal (Cherry, 1994).
Dari warna kulit sekeliling luka dan jaringan granulasi pada hari ke 14
tampak MEBO memiliki skor yang sedikit meningkat dibandingkan dengan PI,
hal ini selain disebabkan peran dari MEBO yang berfungsi meregenerasi sel
kemungkinan agak terhambat oleh adanya pengaruh dari faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap kesembuhan luka seperti status kesehatan (perfusi
jaringan, gangguan metabolism, dan malabsorbsi), usia (metabolism lambat,
respon inflamasi menurun) gaya hidup, dimana gaya hidup seorang perokok akan
mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka seperti yang di katakana oleh
Ira Rubianti (2006) bahwa merokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah sehingga transport Hb akan terganggu dan berdampak terhadap proses
penyembuhan luka.
Dari seluruh hasil uji sebenarnya perbedaan rata-rata dari luas luka, jenis
eksudat, jumlah eksudat, warna kulit disekeliling luka, jaringan granulasi dan
epitelisasi hanya sedikit , secara keseluruhan menunjukkan bahwa p-value tidak
signifikan karena semua > 0,05 jadi perbedaan luas luka, jenis eksudat, jumlah
eksudat, warna disekeliling luka, jaringan granulasi dan epitelisasi baik pada hari
ke 7 maupun 14 tidak ada perbedaan. Sementara dalam proses lanjutan , peran
MEBO relative kecil dibandingkan peran perbaikan jaringan secara internal dari
diri pasien.

SIMPULAN DAN SARAN
Dari seluruh hasil uji perbandingan menunjukkan bahwa perawatan luka
bakar derajat II A yang terinfeksi sama-sama efektif dalam memperbaiki kualitas
24

luka dari aspek luas, jenis eksudat, jumlah eksudat, warna kulit sekeliling luka,
jaringan granulasi dan jaringan epitelisasi baik menggunakan Moist Exposed Burn
Ointment (MEBO) maupun Povidone Iodine (PI). Sehingga dengan demikian
hipotesis H1 ditolak.
Diharapkan hasil dari penelitian ini berimplikasi pada penggunaan
Povidone Iodine sebagai alternatif MEBO pada perawatan luka bakar derajat II A
yang terinfeksi, adapun untuk perawatan luka bakar yang terinfeksi pada derajat
yang lebih dalam (derajat II B atau derajat III) masih diperlukan hasil pengujian
lebih lanjut antara penggunaan Moist Exposed Burn Ointment dan Povidone
Iodine.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Al-Numairy. (2000). International Journal of Cosmetic Surgery and Aesthetic
Dermatologi, volume 2, Retrieved March 15th 2011 from
http://www.docstoc.com/docs/39665896/Wound-Healing-in-Burn-WithMEBO
Anonim. (2011). Perbedaan Pengaruh Perawatan Luka Menggunakan Povidone
Iodine, Eusol Da Daun Sirih Terhadap Penyembuhan Luka Perinium .
diunduh tanggal 23 Maret 2011 dari
http://grahacendikia.wordpress.com/2011/02/22/perbedaan-pengaruhperawatan-luka-menggunakan-povic
Anonim. (2011). Povidon Iodine. , diunduh pada tanggal 19 Februari 2011 dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdlsunartog2a5287-3-bab2.pdf.
Baranoski Sharon & Ayello Elizabeth A. (2003). Wound Care Essentials Practice
Principles. Philadelphia. Lippincott Williams&Wilkins, a Wolters Kluwer.
Bryant Ruth A & Nix Denise P. (2007). Acute & Chronic Wounds : Current
Management Concepts (Third ed). St Louis. Mosby.
Coleridge SP. (1999). Neutrophil activation and mediators of inflammation in
chronic venous insuff. J Vasc Res. ; 8: 34-7.
Cherry GW, Hughes MA, Klngsnorth AN. (1994). Wound healing. Dalam : Malt
M, penyunting. Oxford textbook of surgery. Oxford: Oxford Univ Press;
h. 3-23.

25

Chintamani. (2010). Meta-analysis of Intra Operatif . RS Safdarjang India NewDelhi. Diunduh tanggal 21 Februari 2011 dari : www.bjs.co.uk
Church at al. (2006). Burn Wound Infections. Canada. Calgary Health Region and
University of Calgary.
Collier M. (2002). A ten-point assessment plan for wound management. Journal
of Community Nursing Vol 16 No 6
Dahlan M.Sopiyudin. (2005). Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta: PT Arkans Entertainment And Education In
Harmony.
Duan Yan Fang. (2000). Report of clinical trial of MEBO. Chinese J Burns
Wound and Surface Ulcer.; 12(2):26-9.
Demling RH. (2003). Burn & Other thermal injuries. Dalam : Way LW, Doherty
GM, Penyunting, Current Surgical Doagnosis & Treatment. Edisi ke-11,
USA : Mc Graw-Hill co, Inc h.267-81.
Elizabeth Hurlock. (1980). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan . Edisi ke-lima. Jakarta : Erlangga.
Effendi C. (1999). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta : EGC.
Efron D, Witte M, Barbul A. (2000). Wound Healing : physiology, clinical
progress, growth factors, and the secret of the fetus in multiple organ
failure: pathophysiology, prevention and therapy. NY. Springer-Verlag
inc.
Grabb and Smith’s. (2007). Plastic Surgery.—6th ed. / editor-in-chief, Charles H.
Thorne . [et al.].. Philadelphia. Lippincott Williams&Wilkins, a Wolters
Kluwer Business.
Hidayat dan Wahyu S. Perdana. (2006). Pengolahan Data Statistik Untuk Skripsi,
Tesis dan Disertasi. Bandung : PT Elex Media Komputindo.
Hamed Amania, William R. Doughertyb, Sigrid Blome-Eberweinc. (2006). Use of
Transcyte® and dermabrasion to treat burns reduces length of stay in
burns of all size and etiology. Volume 32, Issue 7, Pages 828-832
http://www.burnsjournal.com/article/S0305(November
2006).
4179%2806%2900121-5/abstract, diunduh pada tanggal 19 Februari 2011
Ignatavicius, D. & Workman. (2006). Medical-surgical nursing critical thinking
for collaborative care. Philadelphia : Elsevier In.

26

Indrawan R. (2006). Perbandingan efektivitas kombinasi larutan NaCl 0,9% dan
Povidone Iodine 10% dibandingkan dengan kombinasi larutan NaCl 0,9%
dan Gentamicin pada tindakan pencucian luka patah tulang panjang
terbuka tingkat III A berdasarkan penilaian jumlah koloni kuman. Tesis.
Bandung. FK Unpad
Indarti A. (2007). Perbandingan keunggulan klinis dalam proses penyembuhan
luka antara pemakaian Moist Exposed Burn Ointment (MEBO) dan AgSulfadiazin topical pada pasien luka bakar Derajat II < 30%. Tesis.
Bandung. FK Unpad
Ira Rubianti. Penyembuhan Luka dan Faktor yang Mempengaruhi. Disampaikan
Pada Pelatihan Perawat Luka Bakar RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung
Tanggal 20 – 24 Juli 2006.
Kathleen Osborn (2003). Nursing Burn Injuries. Nursing Management. 34,5 :
Proquest Nursing & Allied Health Search
Jacob T. (2004). Etika Penelitian Ilmiah. Yokjakarta: Warta Penelitian University
Gajah Mada
Lisa Hasibuan (2006). Perawatan Luka Bakar. Disampaikan Pada Pelatihan
Perawat Luka Bakar RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung Tanggal 20 – 24
Juli 2006.
Mark S. Granick, Richard L. (2007). Gamelli Surgical wound healing and
management.. New York : Informa Healthcare.
Moenadjat Y. (2005). Petunjuk Praktis Penatalaksanaan Luka Bakar. Jakarta :
Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia (ALBI).
Mukti A. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Anak A dengan Combustio Grade II
di
Bangsal
Anggrek
II
RSUD
DR.Moewardi
Surakarta.
http://etd.eprints.ums.ac.id/2821/1/J200050022.pdf, diunduh pada tanggal
19 Februari 2011.
Maureen Benbow. (2007). Healing and Wound Classification. Journal of
Community Nursing. 21,9 : Proquest Nursing & Allied Health Search.
Notoatmodjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Nugroho BA. (2005). Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan
SPSS. Yogyakarta: CV Andi offset.
Ruth Ropper. (2006). Principles of Wound Assessment and Management. Practice
Nurse. 31,4: Proquest Nursing & Allied Health.
27

Ririn Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia. (2002). The Effectiveness of
Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna
Briggs Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia.
www.joannabriggs.org.au
Seksi Rekam Medis RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. (2010). Data Ranking
Penyakit Rawat Inap Kasus Pasien Luka Bakar Periode 01 Januari s.d 31
Desember 2010.
Shelanski HA. (2001). PVP-Iodine History Toxicity and Therapeutic Uses. Intern
Coll Surg.;XXV: 234-9.
Subowo. (2000). Aspek bioseluler dalam penyembuhan luka. Disampaikan pada
PIT bedah plastik. Bandung.
Suryono. (2010). Kumpulan Instrumen Penelitian Kesehatan. Bantul : Mulia
Medika.
Siggia S. (1999). The Chemistry of Polyvynilpirrolidone Iodine. J Am Pharm Ass
; p. 44.
Steven E. Wolf, David N. Herndon. (1999). Burn Care. Texas: Landes Bioscience
Sussman Carrie & Bates-Jensenn Barbara. (2007). Wound Care a Collaborative
Practice Manual (Third ed). Philadelphia. Lippincott Williams&Wilkins, a
Wolters Kluwer.
Subrahmanyam M, Hammady A, Pawar SG. (2001). Antibacterial activity of
honey on bacteria isolated from wounds. Miraj and General Hospital
Sangli, Maharasthra, India. Ann Burns Fire Disasters ;XIV:57-69.
The Chinese Technical Center of Burn Wounds. (2000). Final report of the
clinical trials of moist exposed burn ointment (MEBO) : a multiple center
research. Chinese J Burns Wounds and Surface Ulcer ;12(2):11-5.
Warsoedadi. (2006). Proses penyembuhan luka secara histopatologis pada luka
bakar dengan menggunakan Moist Exposed Burn Ointment (MEBO)
topical dibandingkan dengan Ag-Sulfadiazin pada marmot (Cavia
Porcellus). Tesis. Bandung: Bagian Bedah FKUP/RSHS.
Weber J. (2002). Infection Control in burn patients. Texas. Nursing Committee
of the International Society for Burn Injuries
Xu Rongxiang. (2004). Burns Regenerative Medicine and Therapy. Chinese :
Medicine Technology Publishing House.

28