Posisi Indonesia Dalam Negosisasi RCEP

POSISI INDONESIA DALAM NEGOSIASI RCEP
Ekonomi Politik Internasional

Dosen Pengampu:
Prof. Mohtar Mas’oed, MA.
Dr. Poppy S. Winanti, MPP., M.Sc.
Kelompok IV :
Naomi Resti Anditya

14/364286/SP/26066

Tunggul Wicaksono

14/364260/SP/26069

Hafizh Aminullah

14/367125/SP/26375

M. Rizqi Isnurhadi


14/367435/SP/26393

Reza Anggraini

14/368588/SP/26439

G. Aditya Widyatama

14/368472/SP/26431

Universitas Gadjah Mada
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Salah satu usaha kerjasama regional yang sedang dinegosiasikan di ASEAN saat ini

adalah RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership), sebuah framework
kerjasama ekonomi yang diproposalkan oleh Jepang pada KTT ASEAN ke-21 Agustus 2011.
Dalam framework ini, ASEAN bersama 6 mitra FTA (Free Trade Agreements) yang terdiri
dari; Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, India, Australia, dan Selandia Baru mulai
menegosiasikan proposal RCEP secara formal pada KTT ASEAN ke-22 November 2012.
Seperti yang tersirat dalam namanya, proposal RCEP ini bertujuan untuk mengintegrasikan
perjanjian dagang diantara 16 negara ini menjadi kesatuan dan bersifat menyeluruh. Integrasi
ekonomi mega-regional ini dapat dikatakan cukup revolusioner bagi perkembangan
kerjasama Asia Timur dan merupakan angin segar bagi Australia-Selandia Baru sebagai dua
negara “Barat” di kawasan Asia. Berdasarkan data statistik yang tercantum laporan yang
diterbitkan oleh PBB, jumlah populasi yang dicakup oleh negara-negara RCEP berjumlah
berkisar pada angka 3 milyar jiwa dan pada 2013 kawasan mega-regional ini menghasilkan
GDP tak kurang dari angka 21 trilyun US Dollar [ CITATION Uni14 \l 1033 ]. Secara kasar
potensi framework RCEP ini sangat prospektif bagi kemajuan ekonomi terutama anggotaanggota ASEAN.
Sebagai komponen utama dalam RCEP, ASEAN dan negara-negara yang tergabung di
dalamnya diharapkan mendapat keuntungan yang signifikan dari negosiasi yang tengah
berlangsung. ASEAN memang, membutuhkan sebuah wadah perdagangan yang lebih besar
guna mengikuti perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di dunia. Mengingat bahwa

ASEAN kebanyakan terdiri dari negara yang masih berkembang secara ekonomi dan
perjanjian bilateral bagi negara ASEAN seringkali menimbulkan keuntungan yang kurang
menjanjikan bagi pihak negara-negara anggota ASEAN. Kehadiran RCEP dengan isu-isu
kebijakan berupa; perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, kerjasama ekonomi dan
teknologi, properti intelektual, kompetisi, mediasi konflik perdagangan, membawa harapan
bagi negara-negara ASEAN untuk mewujudkan jaringan perdagangan yang berpihak pada
mereka. Akan tetapi syarat untuk memasuki RCEP malah oleh beberapa pihak dinilai
menyulitkan dan membuat beberapa negara terutama ASEAN menjadi “lesu” untuk ikut
berpartisipasi. Beberapa syarat yang diajukan berkaitan dengan kualitas dan kapasitas

infrastrukur serta jaminan standar bagi para pekerja. Hal ini cukup wajar mengingat visi
RCEP ini cukup besar untuk mewujudkan kerjasama ekonomi yang modern. Sayangnya
negara-negara ASEAN yang memenuhi syarat tersebut baru segelintir saja, sebutlah
Singapura dan Brunei. Akan tetapi jika melihat Indonesia, hal itu masih agak sulit karena
masih dalam tahap re-strukturisasi dan berbagai rencana pembangunan infrastruktur visioner
baru dijalankan pada era kepresidenan saat ini. Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar
dan pertumbuhan ekonomi yang sangat baik di Asia Tenggara, memegang posisi yang cukup
sentral dalam mewujudkan RCEP ini. Menjadi sebuah keharusan jika dalam negosiasi yang
saat ini masih berlangsung, Indonesia dapat mencapai kesepakatan kebijakan yang
mendukung perkembangan kekuatan ekonomi Indonesia. Hal ini menjadi sebuah dilema bagi

Indonesia, karena potensi RCEP bagi Indonesia sendiri sangatlah banyak. Kehadiran negara
industri Jepang, Korea Selatan dan terutama kedua negara yang sedang dalam pertumbuhan
yang pesat, Tiongkok dan India, merupakan kesempatan emas bagi pasar dan prospek
ekonomi Indonesia ke depannya.
Dalam paper ini pula kami mencoba untuk melihat integrasi dan prospek Usaha KecilMenengah (UKM) sebagai kekuatan sektor industri Indonesia yang terpenting dalam
menyongsong perdagangan bebas regional. Sebagai acuan, kami melakukan riset dan
wawancara ke salah satu UKM di Yogyakarta yaitu Gudeg Bu Citro. Selain karena UKM ini
sudah berdiri cukup lama, Gudeg Bu Citro memiliki produk unggulan yang memiliki potensi
pasar yang prospektif di mancanegara. Produk tersebut ialah gudeg yang dikalengkan dan
bisa tahan hingga setahun tanpa bahan pengawet dan zat aditif. Kami menilai bahwa produk
Gudeg Bu Citro ini sangat potensial, tidak hanya bisa mengenalkan produk khas Indonesia ke
mancanegara, tetapi juga memperluas jaringan pasar bagi industri-industri kecil-menengah di
Indonesia. Dari nilai potensi tersebut, kami akan menganalisis pula keseriusan pemerintah
Indonesia dalam melibatkan UKM-UKM seperti Gudeg Bu Citro untuk menyongsong RCEP,
termasuk transparansi dan sosialisasi dari RCEP itu sendiri.

1.2

Rumusan Masalah
a.) Bagaimana Posisi Indonesia dalam negosiasi Regional Comprehensive Economic

Partnership (RCEP)?
b.) Bagaimana usaha pemerintah dalam mensosialisasikan RCEP ke UKM?

1.3

Hipotesis
Dari berbagai faktor yang sudah dipaparkan sebelumnya, kami memiliki argumen

awal bahwa posisi Indonesia dalam negosiasi, dilihat dari segi populasi dan sumber daya
alam tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika negara-negara lain tidak mengindahkan
keinginan-keinginan Indonesia dalam negosiasi RCEP karena belum siapnya Indonesia di
bidang teknis, maka negara-negara tersebut dapat kehilangan potensi ekspor bernilai
250.000.000 jiwa dan berbagai komoditas untuk diimpor. Oleh karena itu kami menilai
bahwa Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat dalam menegosiasikan aturan-aturan yang
menguntungkan bagi Indonesia secara signifikan.

BAB II
ANALISIS
2.1


Perkembangan Negosiasi RCEP dan Pembahasan Tentang UKM
Sebelum RCEP diresmikan, sebanyak sepuluh putaran negosiasi dilakukan di

berbagai kota anggota ASEAN dan partner dagangnya, yaitu New Zealand, Australia, Jepang,
RRT, Korea Selatan, dan India. Negosiasi ini dimulai sejak Mei tahun 2012 hingga akhir
2015. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kekuatan ekonomi yang besar berusaha
untuk ambil bagian penting dalam negosiasi demi kepentingan negara [ CITATION The142 \l
1033 ].
Tiga kelompok kerja yang dibahas adalah Barang, Jasa, dan Investasi. Seiring
berjalannya

putaran,

kelompok

kerja

ditambah,

melingkupi


Intellectual

Property,

Competition, Economic and Technical Cooperation, dan Dispute Settlement. Pembahasan
berlangsung di bawah area-area tersebut. Sampai delapan putaran, negosiasi ini telah
mendiskusikan tentang mekanisme perdagangan bebas, e-commerce, HAKI, persaingan, isuisu mengenai regulasi pemerintah, hambatan tarif dan non-tarif, industri kecil dan menengah
dan beberapa isu lain di bawah area tersebut [ CITATION New15 \l 1033 ].
Pada awalnya, Small and Medium Enterprises (IN: Usaha Kecil dan Menengah)
bukanlah agenda utama dari RCEP. Ide untuk mengatur SME baru muncul di putaran
negosiasi kelima di Singapura, yaitu diskusi apakah SME akan menjadi salah satu
pembahasan negosiasi. Pembahasan mengenai SME tidak dikabarkan lagi, hingga putaran
ketujuh di Bangkok akhirnya membahas mengenai SME dan e-commerce. Kedua hal tersebut
tetap berada di periferi dalam negosiasi.
Meskipun RCEP tidak banyak memberikan perhatian pada SME, namun Indonesia
menjadi salah satu negara yang cukup gencar mempromosikan perihal SME. Adanya RCEP
dianggap strategis bagi UKM di Indonesia untuk membantu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi negara. Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Bachrul Chairi yang
memimpin delegasi RI pada putaran ketujuh mengatakan bahwa lebih dari 95 persem pelaku

usaha lokal Indonesia adalah UKM. Oleh sebab itu, pihak Indonesia mengusulkan agar RCEP
dapat lebih mendorong keterlibatan UKM dalam mata rantai pasok kawasan maupun global
melalui konsep SME-friendly. Mengenai SME-Friendly akan dibahas dalam subbab
sebelumnya.

Meskipun RCEP diklaim sebagai wilayah perdagangan bebas terbesar di dunia
dengan total PDB sepertiga PDB dunia, akan tetapi suasana negosiasi masih tidak transparan
dan tidak cukup menarik perhatian publik. Laporan-laporan hasil negosiasi yang tersedia bagi
publik tidak cukup spesifik. Dalam hal informasi dan publikasi, RCEP—yang dipimpin
ASEAN—harus lebih transparan dan update. Karena tanpa publikasi yang baik, proses
sosialisasi ide-ide RCEP tidak akan diterima oleh stakeholders terkait, seperti pelaku UKM di
Indonesia. Padahal mereka akan memegang peran yang sangat penting, bahkan diunggulkan
oleh pemerintah Indonesia sendiri.
Tidak hanya terkesan bersifat rahasia, tetapi progress negosiasi juga berjalan lambat
karena kesulitan dalam mengakomodasi kepentingan nasional dari 16 negara. Tidak hanya
disebabkan oleh jumlah negara yang besar, namun kepentingan nasional yang sangat
bervariasi, concern, serta posisi tawar yang berbeda-beda juga menjadi penyebab lambatnya
progress. Meskipun berjalan lambat, namun Indonesia dan RRT cukup yakin bahwa deadline
pada akhir 2015 akan terpenuhi [ CITATION Kha15 \l 1033 ].
2.2


Prospek Usaha Kecil Menengah di RCEP
Usaha Kecil Menengah atau UKM merupakan jenis usaha yang mendominasi 95%

usaha lokal Indonesia. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 Usaha Kecil
Menengah (UKM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha
yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah
dari persaingan usaha yang tidak sehat (Pujiyanti, 2015).
UKM menjadi prioritas pemerintah dalam hal proteksi karena UKM ini rentan
terhadap persaingan dengan usaha yang lebih besar bahkan jika berlevel internasional.
Meskipun demikian, UKM memiliki kelebihan, yaitu dapat bertahan meskipun jika suatu saat
terjadi krisis. Hal ini dikarenakan UKM tidak memiliki hutang luar negeri dan tidak memiliki
banyak hutang terhadap perbankan, mengingat modal yang digunakan untuk membangun
UKM tergolong tidak banyak. Selain itu, UKM mampu menyerap jumlah pengangguran
karena pendirian UKM ini dapat didirikan secara individu maupun kelompok sehingga rakyat
tidak perlu tergantung terhadap lapangan kerja yang disediakan oleh pemerintah maupun
sektor swasta lainnya. (Prasetyo, 2008)
Terkait banyaknya jumlah UKM di Indonesia, dalam negosiasia RCEP Indonesia
menekankan perlunya integrasi dari UKM untuk ikut serta dalam RCEP agar dapat
mendorong perekonomian Indonesia yang akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi

regional.

Meskipun berada di dalam RCEP, UKM akan tetap dapat perlindungan dari

pemerintah karena sesuai dengan perundingan ada dua pengecualian untuk liberalisasi, yaitu
UKM dan BUMN (Diplomasi Ekonomi Indonesia antara Regional Comprehensive Economic
Partnership (RCEP) dan Trans-Pacific Partnership (TPP). UKM masih dapat berkembang
terus karena akan mendapatkan keistimewaan dan perlindungan dari pemerintah sesuai
dengan kemampuan UKM tersebut. Sebagai contoh adalah kemudahan bea masuk, prosedur
kepabean, harmonisasi standar, akses finansial, dan pemberian bantuan teknis peningkatan
kapasitas bagi UKM agar dapat meningkatkan kualitas produk.
UKM Indonesia memang pada dasarnya belum cukup mumpuni untuk dapat
terintegrasi dengan perekonomian global dikarenakan masih terdapat banyak kekurangan.
Namun proteksi dari pemerintah akan sangat membantu perkembangan UKM tersebut. RCEP
bagi Indonesia menjadi jawaban karena UKM membutuhkan pasar global yang aman bagi
keberlangsungan usaha mereka. Adanya Free Trade Area tanpa harus meliberalisai UKM
memberikan kesempatan kepada UKM untuk dapat bersaing. Adanya keistimewaan bagi
UKM dalam RCEP juga akan mendorong munculnya banyak UKM yang akan semakin
profesional dan di kemudian hari UKM tersebut dapat berkembang menjadi usaha yang
berskala lebih besar serta memiliki kualitas saing dengan produk luar negeri. Indonesia di

masa depan akan memasuki era industri baru di mana UKM mulai berkembang menjadi
usaha berskala besar dan berbasis industri. RCEP juga mendorong banyaknya UKM baru
yang akan bermunculan dengan mengusung diversifikasi produk. Diversifikasi produk
merupakan tuangan dari kreatifitas pelaku UKM. Masyarakat Indonesia adala masyarakat
yang kreatif. Kemudahan yang diberikan oleh RCEP membuat pelaku UKM tidak akan takut
untuk membangun UKM dan memiliki kepercayaan diri dapat bersaing secara internsional.
Banyaknya peminat UKM juga mampu mengentaskan permasalahan kependudukan,
khususnya pengangguran, karena UKM berbasiskan kewirausahaan di mana individu atau
kelompok dapat membentuk sendiri lapangan pekerjaannya melalui UKM.
Meskipun di dalam RCEP tersebut UKM mendapatkan proteksi dari pemerintah,
bukan berarti UKM dapat menganggap RCEP ini sebagai sesuatu yang mudah. Pelaku UKM
akan mulai mendapatkan tuntutan untuk dapat bersaing secara global. Pendampingan akan
dilakukan oleh pemerintah guna mempersiapkan komoditas Indonesia. Sertifikasi dan
standardisasi

akan

dilakukan

pemerintah

terhadap

mempersiapkan UKM yang siap bersaing dipasar global.

UKM

dan

produknya

untuk

2.3

Korelasi Perekonomian Indonesia dan Perundingan RCEP
Visi Presiden Jokowi, ‘Nawa Cita’ khususnya dalam bidang ekonomi, yang ingin

dicapai Indonesia adalah meningkatkan kualitas manusia, meningkatkan produktivitas
masyarakat dan meningkatkan daya saing terhadap luar negeri, serta mampu mencapai
kemandirian dalam ekonomi dengan memaksimalkan sektor ekonomi dalam negeri (Nugroho
2015).
Melihat partner dagang yang terlibat dalam gagasan ini, Indonesia mengharapkan
dapat menjadi basis produksi dan memperbesar jumlah ekspor ke luar negeri. RCEP akan
dianggotai oleh mitra dagang negara ASEAN yang sebelumnya menjalin mitra bilateral
bersama ASEAN diantaranya Australia dan Selandia Baru (AANZ-FTA), Tiongkok (ACFTA), Jepang (AJ-CEP), Korea (AK-FTA) dan India (AI-FTA). RCEP dirumuskan untuk
menyederhanakan aturan antar FTA yang berbeda-beda tersebut. RCEP akan menjadi
kawasan perdagangan bebas yang mencakup 49% penduduk dunia, 29,3% GDP dunia serta
29,8% perputaran FDI dunia. Selain itu, penduduk di negara-negara yang tergabung dalam
RCEP berjumlah 3,4 miliar jiwa atau sekitar 47,2 persen dari jumlah penduduk dunia.
Kemudian jumlah volume perdagangan negara-negara RCEP adalah sekitar USD 10,1 triliun
atau 27,9 persen total perdagangan dunia terjadi di negara-negara anggota RCEP. Termasuk
kawasan yang memiliki aktivitas perdagangan yang cukup ramai dan hal ini mengindikasikan
pula bagaimana tingkat konsumsi di negara-negara anggota RCEP. Semakin tinggi tingkat
konsumsi tentu saja menjadi kesempatan yang baik untuk Indonesia meningkatkan produksi
barang dan diversifikasinya (Monalisa 2015). Kesempatan pasar yang didapatkan Indonesia
dengan bergabung dengan RCEP jauh lebih besar ketimbang hanya bertahan dengan
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam MEA, Indonesia, dengan 250 juta penduduk akan
menjadi pasar terbesar di antara negara anggota sementara di RCEP, Indonesia mendapat
kesempatan untuk mengakses pasar yang lebih luas dari hanya negara-negara ASEAN dengan
adanya negara seperti China, India dan Australia yang siap menjadi pasar bagi produk ekspor
dari Indonesia.
Hal ini menjadi kesempatan pasar yang baik untuk Indonesia. Indonesia dapat
semakin banyak mendistribusikan produknya ke pasar yang semakin bertambah besar dengan
dikurangi bahkan tidak adanya hambatan tarif untuk masuk ke negara-negara yang tergabung
dalam RCEP. Jumlah yang cukup besar yang harusnya dapat dilirik Indonesia untuk
memasukkan produknya ke dalam kegiatan perdagangan yang terdapat dalam RCEP.
Tambahan pula, Free trade atau perdagangan bebas didukung oleh peran para pelaku
usaha. Pelaku usaha di Indonesia 95 persen adalah pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM).

Indonesia memiliki agenda untuk mengintegrasikan UKM tersebut ke dalam pasar bebas agar
perdangan bebas dapat berlangsung dan UKM dapat berfungsi dengan masksimal serta
berkembang dikarenakan ada keharusan yang mendorong UKM tersebut untuk menjadi lebih
baik demi menghadapi persaingan produk di internasional, sesuai dengan visi ‘Nawa Cita’
untuk meningkatkan daya saing terhadap luar negeri. Seterusnya, ketika UKM ini
berkembang maka akan semakin banyak tenaga kerja yang akan digunakan untuk
menjalankan usaha tersebut sehingga akan banyak tenaga kerja di Indonesia yang dapat
diserap. Hal ini tentunya menjadikan lapangan kerja baru bagi rakyat Indonesia yang sesuai
dengan visi untuk meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia. Kemudian juga dengan
mengintegrasikan UKM ke dalam perdagangan bebas maka akan membuat banyak produk
Indonesia dapat dipasarkan pula di luar negeri dengan kata lain ekspor akan meningkat
(Monalisa 2015).
Selain mengenai produksi barang yang dapat ditingkat sehingga banyak pula ekspor
yang dapat dilakukan, Indonesia berharap RCEP ini mendorong iklim investasi bagi investor
yang ingin berinvestasi. Dengan masuknya investasi dari negara-negara anggota RCEP
tentunya akan membuat meningkatnya pendapatan rakyat Indonesia. Jika bentuknya adalah
Foreign Direct Investment (FDI) maka yang terjadi adalah semakin banyaknya lapangan kerja
baru yang dapat menyerap tenaga kerja Indonesia. Jika bentuk investasinya adalah portofolio
investment maka pendapatan rakyat Indonesia yang ikut membeli saham portofolio juga
meningkat.
2.4

Solusi dari Indonesia dalam Perkembangan Negosiasi
Pertemuan RCEP ke-7 yang dilaksanakan di Bangkok, Thailand pada tanggal 4-13

Januari membahas isu-isu seperti perdagangan barang dan jasa, investasi, hak kekayaan
intelektual, kompetisi, resolusi konflik, serta industri kecil dan menengah. Isu terakhir ini
yang menjadi fokus utama pembahasan di perjanjian RCEP. Bachrul Chairi selaku Direktur
Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional menjadi delegasi dari Indonesia. Sementara
itu, Imam Pambagyo (Duta Besar Indonesia untuk WTO) menjadi ketua sidang. Tampak
bahwa posisi Indonesia begitu dipertimbangkan dalam negosiasi ini. Maka dari itu, Indonesia
yang dipandang memiliki sektor UKM yang kuat, berusaha membawa segala kepentingannya
demi mengembangkan perekonomian yang berbasis pada industri dan berpihak pada produk
lokal. Merupakan hal yang wajar ketika Indonesia menggantungkan perkembangan
perekonomiannya pada sektor industri. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan,
lebih dari 95% bisnis lokal di Indonesia bergerak di sektor UKM. Oleh sebab itu, konsep

UKM yang ramah menjadi penting untuk diaplikasikan dalam RCEP[ CITATION Has15 \l
1033 ].
Meskipun begitu, masih ada beberapa poin perjanjian yang dinilai kurang
menguntungkan pihak Indonesia. Maka dari itu, untuk mengatasi beberapa dampak yang
timbul dari poin-poin perjanjian kerjasama perdagangan global RCEP, Indonesia menawarkan
konsep UKM yang ramah. Konsep ini meliputi peringanan aturan impor dan pembuatan
prosedur standar. Diharapkan, iklim perdagangan bebas menjadi lebih kondusif.
Selain itu, Bank Indonesia sebagai pelaksana kebijakan moneter dan penstabil sistem
keuangan menawarkan solusi positif demi perkembangan UKM dalam negeri, alih-alih
menciptakan kebijakan produksi dan ekspor yang mungkin sulit terlaksana atau bahkan
merugikan Indonesia sendiri. Model kerjasama yang ditawarkan Bank Indonesia (BI)
meliputi kegiatan capacity building, pertukaran informasi prosedur impor/ekspor,
standardisasi produk, regulasi domestik dan akses keuangan seluruh anggota, serta businessmatching platform agar UKM bisa mengekspansi pasar di regional Asia Tenggara.
Hasil negosiasi RCEP semestinya bisa mencapai kesepakatan yang berimbang dan
mengakomodasi kepentingan semua pihak. Bagaimanapun, Indonesia harus mengawal
perkembangan negosiasi RCEP dan meraih posisi strategis demi menjaga kepentingan
nasional dalam isu-isu yang berkembang di perundingan tersebut. Isu-isu tersebut antara lain
adalah hak atas kekayaan intelektual (HAKI), rules of origin, standardisasi, kerja sama teknis
dan ekonomi, isu hukum dan institusional, SPS (sanitary and phytosanitary), dan
perdagangan elektronik (e-commerce) [ CITATION Vic15 \l 1033 ].

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN juga tentunya ikut serta dalam RCEP

(Regional Comprehensive Economic Partnership). Kerjasama RCEP dinilai dapat
memberikan peluang akses pasar bagi Indonesia ke depannya, mengingat saat ini Indonesia
sedang berusaha membangun infrastruktur yang akan mendorong tumbuhnya industri
nasional sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Visi pemerintahan Jokowi
seperti yang tertuang di dalam “Nawa Cita” menyebutkan ada tiga hal yang ingin dicapai
dalam negosiasi RCEP, yaitu peningkatan kualitas hidup manusia, peningkatan produktivitas
rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan perwujudan kemandirian ekonomi dengan
menggerakan sektor strategis ekonomi domestik. Visi ini menjadi mungkin melalui RCEP
dikarenakan Indonesia memiliki populasi dan sumber daya alam yang tidak bisa dipandang
sebelah mata. Sebagai salah satu negara berpengaruh di ASEAN, bukan tidak mungkin bila
Indonesia dapat membangun sektor perekonomian yang lebih baik lagi melalui RCEP.
Indonesia yang memiliki sumber daya yang berlimpah juga dapat menjadi negara yang
dominan dalam RCEP. UKM Indonesia dapat dimaksimalkan keberadaannya dan menjadi
kekuatan tersendiri bagi Indonesia dalam persaingan RCEP. Bila solusi dari pihak dalam
negeri Indonesia berhasil direalisasikan, yaitu pengembangan sektor UKM, sangat mungkin
Indonesia menjadi negara dominan dalam RCEP. Hal ini membuktikan hipotesis kami, bahwa
Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat dalam menegosiasikan aturan-aturan yang
menguntungkan bagi Indonesia secara signifikan. Namun kembali lagi ke peran pemerintah
sebagai decision maker suatu negara, harus bisa mengambil keputusan yang tepat agar negara
bisa memperoleh profit sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Monalisa. Indonesia angkat peran UKM pada pertemuan RCEP. Jakarta: ANTARA News,
2015.
Sumber Jurnal
Nugroho, Ahmad Adi. "PERKEMBANGAN PERUNDINGAN RCEP DAN PERAN BANK
INDONESIA." 2015.
Sumber Report
United Nations Conference on Trade and Development, IMF 2013-2014 Report on World
Investment Report 2014 Overview, 2014.
Sumber Daring
Chatterjee, Patralekha. Secret Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) Takes
Centre Stage In Asia. Juni 24, 2015. http://www.ip-watch.org/2015/06/24/secretregional-comprehensive-economic-partnership-rcep-takes-centre-stage-in-asia/
(accessed Oktober 18, 2015).
Diela, Tabita. Progress Slow at Eighth Round of RCEP Negotiations. Globe Asia. 15 Juni
2015.

http://jakartaglobe.beritasatu.com/business/progress-slow-eighth-round-rcep-

negotiations/ (diakses Oktober 10, 2015).
Febrianto, Vicki. Indonesia Dorong Penyelesaian Perundingan RCEP. 15 Juli 2015.
http://www.antaranews.com/berita/507125/indonesia-dorong-penyelesaianperundingan-rcep (diakses Oktober 10, 2015).
Galiartha, Gilang. Kemenperin-Kemendag Samakan Pandangan Hadapi RCEP. 19 Agustus
2014.

http://www.antaranews.com/berita/449023/kemenperin-kemendag-samakan-

pandangan-hadapi-rcep (diakses Oktober 10, 2015).
Khazanah Research Institute. The difficulties in meeting deadlines for trade negotiations See

more

at:

http://www.krinstitute.org/March_2015-@-

The_difficulties_in_meeting_deadlines_for_trade_negotiations.aspx#sthash.eLhKHAe8
.dpuf.

Maret

2015.

http://www.krinstitute.org/March_2015-@-

The_difficulties_in_meeting_deadlines_for_trade_negotiations.aspx (accessed Oktober
18, 2015).
New Zealand Minitry of Foreign Affairs and Trade. Regional Comprehensive Economic
Partnership (RCEP). Agustus 31, 2015. http://www.mfat.govt.nz/Trade-and-EconomicRelations/2-Trade-Relationships-and-Agreements/RCEP/ (accessed Oktober 14, 2015).
The Jakarta Post. ASEAN members step up consolidation. Februari 27, 2014.
http://www.thejakartapost.com/news/2014/02/27/asean-members-step-consolidationrcep.html (accessed Oktober 17, 2015).