BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Numbered Heads Together(NHT) Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas 4 di SD Negeri Dadapayam 02 Kecamatan S
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian ini, teori yang akan dikaji adalah: (1) IPA SD dan
Pembelajarannya (2) Hasil Belajar IPA, (3) Pembelajaran Numbered Heads
Together(NHT), dan (4) Media gambar.
2.1.2
IPA SD dan Pembelajarannya
2.1.2.1 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan bahasa Inggris yaitu
natural science yang secara singkat sering disebut science. Natural artinya alamiah,
berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science
artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science secara
harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwaperistiwa yang terjadi di alam ini.
Berikut ini dikemukakan definisi IPA menurut para ahli.
Trianto (2012:135) berpendapat :
Sejak zaman dahulu orang berusaha memanfaatkan alam. Mereka
mencari makanan dan minuman bergantung pada alam. Melalui pengamatan
manusia mempelajari alam. Mulai pengamatan dari objek-objek di sekitar
hingga objek yang jauh untuk diamati. Dorongan rasa ingin tahu manusia
mempercepat perkembangan sains. Manusia terus berkembang dan
beradaptasi dengan alam hingga saat ini. Hal ini berati bahwa sains timbul
dan berkembang dari rasa ingin tahu manusia.
Seorang ahli lain yaitu Fowler (Trianto, 2012:136)berpendapat bahwa “IPA adalah
pengetahuan sistematis dan dirumuskan serta saling berhubungan dengan gejalagejala kebendaan yang didasarkan atau pengamatan dan deduksi”.
9
10
Pendapat lain dikemukakan oleh Wahyana (Trianto, 2012:136) “menyatakan bahwa
IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis dan terbatas pada gejalagejala alam. Perkembangannya ditandai oleh adanya metode ilmiah dan sikap
ilmiah”.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang IPA, menurut pemikiran penulis bahwa
IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan
dengan menggunakan prosedur yang dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat
suatu kesimpulan.
2.1.2.2 Hakikat Pembelajaran IPA
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah.
Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto 2013:137) berpendapat :
IPA dipandang pula sebagai proses, produk,dan sebagai prosedur. Sebagai
proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan
tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk
diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam
sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran
pengetahuan. Sebagai Prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang
dipakai untuk mengetahui suatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut
dengan metode ilmiah.
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesef (Trianto, 2013:137) “pernah
menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok
atau institusi sosial dengan tradisi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun
inspirasi”.
Laksmi Prihantoro dkk. (2004: 10) berpendapat bahwa:
IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan
bagan konsep yang merupakan hasil suatu proses tertentu. Sebagai proses, IPA
merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi,
menemukan dan mengembangkan produk – produk IPA. Dalam proses ini
digunakan metode ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan
eksperimen. Sebagai aplikasi, teori – teori IPA akan melahirkan teknologi yang
11
dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Penerapan IPA juga berguna untuk
mengembangkan teori dan teknologi baru.
Trianto (2013:153) menyimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama,
yakni:
(a) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan
melalui prosedur yang benar.
(b) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah.
(c) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
(d) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari- hari.
Fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas,
2003:2) secara khusus adalah sebagai berikut:
(1). Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2). Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
(3). Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
(4). Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan
melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Merujuk pada hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam
pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:
(a) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkahlangkah metode ilmiah.
(b) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan
alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
(c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam
kaitannya dengan sains maupun dalam kehidupan. (dalam Trianto 2013:141)
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan maka
pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:
12
(a) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap.
(b) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
(c) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
(d) Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para
ilmuwan penemunya.
(e) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.
(dalam Trianto 2013 :142).
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain
sebagai berikut:
(1). Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2). Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang
ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan
teknologi.
(3). Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah
dan melakukan observasi.
(4). Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, obyektif, jujur, terbuka, benar,
dan dapat bekerja sama.
(5). Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam.
(6). Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan
perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas 2003, dalam
Trianto 2010:143)
13
Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu
memiliki kemampuan sebagai berikut:
(1). Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
(2). Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3). Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
(4). Mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
(5). Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
(6). Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
(7). Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa, 2010: 111)
Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA di atas, maka menurut pemikiran
penulis bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa memiliki sikap ilmiah,
agar siswa dapat menerapkan metode ilmiah untuk memecahkan berbagai
permasalahan yang timbul, untuk meningkatkan keimanan dan mewjudkan rasa
syukur kepada Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan berikan, serta
memperoleh bekal untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya yang lebih tinggi. Perlu
dikembangkan suatu metode pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif
dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide,
dan menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup.
14
2.1.3
Hasil Belajar IPA
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Menurut Thorndike (Budiningsih, 2012:21) “belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu rangsangan dalam kegiatan belajar
yang dapat ditangkap oleh alat indra. Sedangkan respon adalah reaksi yang muncul
akibat adanya rangsangan tersebut, dapat berupa pikiran, perasaan ataupun tindakan”.
Pendapat dari Gagne (Susanto, 2013:1) yang menyatakan “belajar adalah suatu
proses dimana suatu individu berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan”.
Sependapat dengan Gagne, Winkel (Susanto, 2013:4) mengemukakah “bahwa belajar
adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang
dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan”. Adapun
menurut Klein (Suprihatiningrum, 2013:14) “belajar adalah hasil eksperimental
dalam tingkah laku yang relatif permanen dan tidak dapat diucapkan dengan
pernyataan sesaat”.
Seorang ahli lain yaitu Gestalt (Susanto, 2014: 12) menjelaskan “bahwa belajar
merupakan suatu proses perkembangan. Hal itu berarti bahwa jiwa dan raga anak
secara kodrati mengalami perkembangan. Hasil dari belajar dipengaruhi oleh siswa
sendiri dan lingkungan”.
Menurut Bell-Gredler (Winataputra, 2008:5) menyatakan :
Belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan
ketrampilan, kemampuan dan sikap. Ketrampilan, kemampuan dan sikap tersebut
diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa
tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Kemampuan belajar inilah
yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya.
Berdasarkan pendapar para ahli tentang belajar, maka menurut pemikiran
penulis bahwa belajar diartikan sebagai aktivitas yang sengaja dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu pemahaman, atau suatu pengetahuan baru,
15
sehinggga memungkinkan adanya perubahan tingkah laku individu dalam berbagai
aspek kehidupan dan berkembang berdasarkan pengalaman atau latihan yang dialami.
2.1.3.2 Hasil Belajar IPA
Menurut Gagne dan Briggs (Suprihatiningrum, 2013: 17) “hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat yang diperoleh dari
proses belajar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Reigeluth (Suprihatiningrum, 2013:
37) “yang menyatakan hasil belajar adalah pengaruh yang memberikan suatu ukuran
nilai dari metode alternatif dalam kondisi yang berbeda. Reigeluth juga mengartikan
bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja yang diindikasikan sebagai suatu
kemampuan yang diperoleh”. Adapun menurut Nawawi (Susanto, 2013: 5) “hasil
belajar diartikan sebagai keberhasilan siswa dalam memahami pembelajaran di
sekolah yang ditunjukkan dengan skor sesuai dengan hasil tes pada mata pelajaran
tertentu”.
Beberapa ahli lain yaitu Krathwohl, Bloom dan Masia (Suprihatiningrum, 2013: 38)
berpendapat :
Membedakan hasil belajar menjadi tiga aspek, yaitu aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. Pertama, aspek kogitif ini berhubungan dengan
kemampuan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Kedua, aspek
afektif berkaitan dengan kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai,
minat dan apresiasi. Ketiga, aspek psikomotorik mencakup tujuan yang
berkaitan dengan ketrampilan yang bersifat manual dan motorik.
Sependapat dengan Krathwohl, Bloom dan Masia, Susanto (2013: 5)
menyatakan bahwa “hasil belajar merupakan perubahan pada siswa dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotoriknya sebagai hasil dari proses belajar. Susanto juga
menjelaskan secara sederhana bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh
anak setelah mengikuti kegiatan belajar”.
Menurut Wasliman (Susanto, 2013: 12-13) berpendapat :
Hasil belajar merupakan hasil interaksi antar berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber
dari dalam diri siswa yang mempengaruhi proses belajarnya. Faktor internal
16
tersebut antara lain: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar,
ketekunan, sikap, kondisi fisik dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal tersebut
antar lain: keluarga, sekolah dan masyarakat. Wasliman menambahkan bahwa
semakin tinggi kualitas belajar siswa, maka semakin tinggi pula hasil
belajarnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar, dapat dijelaskan bahwa
hasil belajar siswa adalah pencapaian kompetensi dalam suatu mata pelajaran dengan
menggunakan kemampuan dan ketrampilan sesuai dengan tingkat usahanya sebagai
suatu hasil dari proses belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Hasil belajar
dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada siswa. Tes digunakan
untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa. Bentuk tes yang dipakai untuk
mengukur hasil belajar siswa adalah bentuk soal uraian. Tes diberikan setelah
tindakan siklus I, dan setelah tindakan siklus II.
2.1.4
Metode Pembelajaran Numbered Heads Together
2.1.4.1 Pengertian Numbered Heads Together
Menurut Arends (2008: 16) “Numbered Heads Together merupakan metode
pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1998) untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran
dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran tersebut”. Pendapat
lain yang dikemukakan oleh Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011 :59) “Numbered Heads
Together(NHT) adalah suatu metode pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor
suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa”.
Sependapat dengan Iif Khoiru Ahmadi, dkk, Kokom Komalasari (2010:62)
menyatakan bahwa “NHT merupakan suatu metode pembelajaran di mana setiap
siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru
memanggil nomor dari siswa”.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang metode
pembelajaran Numbered Heads Together maka menurut pemikiran penulis bahwa
17
Numbered Heads Together adalah suatu metode pembelajaran berkelompok dimana
setiap anggota
kelompoknya bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya,
sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam
satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya.
2.1.4.2 Langkah-langkah Metode Numbered Heads Together (NHT)
Arends
(2008:
16)
menjelaskan
bahwa
ada
empat
langkah-langkah
pembelajaran dalam Numbered Heads Together (NHT) yaitu;
(1).
Langkah 1: Numbering. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok yang
terdiri atas 3-5 siswa dan setiap anggota kelompok mendapat nomor 1 sampai 5.
(2).
Langkah 2: Questioning. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan dapat bervariasi.
(3).
Langkah 3: Heads Together. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan dan memastikan setiap anggota kelompok tahu.
(4).
Langkah 4: Answering. Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masingmasing kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangan dan
memberikan jawabannya ke hadapan seluruh siswa.
Sependapat dengan Arends, Iif Khoiru Ahmadi menyebutkan ada beberapa
langkah-langkah
dalam
metode
pembelajaran
Numbered
Heads
Together
(NHT)yaitu:
(1). Setiap siswa dibagi kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapatkan
nomor.
(2). Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan tugas.
(3). Setiap kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakan,
(4). Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil dan
melaporkan hasil kerjasama kelompok.
(5). Tanggapan dari kelompok yang lain, kemudian guru menunjuk nomor lain.
18
(6). Guru bersama siswa menyimpulkan tugas yang diberikan kepada peserta didik.
Adapun menurut Miftahul Huda (2011:130) menjelaskan ada beberapa langkah
dalam NHT yaitu:
(1). Guru meminta siswa untuk duduk berkelompok,
(2). Masing-masing anggota diberi nomor,
(3). Guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya,
(4). Memanggil secara acak hingga semua nomor terpanggil.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang langkah-langkah metode
pembelajaran NHT maka menurut pemikiran penulis bahwa secara umum ada empat
langkah dalam metode pembelajaran yaitu numbering (penomoran), questioning
(pemberian
tugas/pertanyaan),
heads
together
(penyatuan
pendapat),
answering(pemberian jawaban), sesuai yang dikemukakan oleh Arends. Langkahlangkah tersebut harus dilakukan secara berurutan agar penerapan metode NHT dapat
berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran akan dapat tercapai.
2.1.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Numbered Heads Together (NHT)
Menurut Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011: 59) dalam menggunakan metode
Numbered Heads Together (NHT) ada beberapa kelebihan dan kelemahan.
Numbered Heads Together (NHT) memiliki beberapa kelebihan antara lain:
(1). Setiap siswa menjadi siap semua.
(2). Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
(3). Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai/tutor sebaya.
(4). Melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.
(5). Memupuk rasa kebersamaan.
(6). Membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan.
Selain memiliki kelebihan tersebut, dalam menggunakan metode Numbered
Heads Together (NHT) terdapat beberapa kelemahan yang harus diperhatikan, hal ini
19
dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran, antara
lain:
(1). Siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan.
(2). Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi.
(3). Guru harus bisa memfasilitasi siswa.
(4). Tidak semua mendapat giliran.
NHT memiliki beberapa kelemahan, namun metode ini penting diterapkan untuk
mendorong siswa bekerja sama dan berkembang secara positif. Pelaksanaan
pembelajaran menggunakan metode NHT dapat membuat siswa berkembang aktif
dalam kelompok yang memungkinkan untuk dapat meningkatkan hasil belajar
mereka.
2.1.5
Media gambar
2.1.5.1 Pengertian Media
Pirenomulyo dan Nyoto Harjono (2010: 117) menjelaskan bahwa:
Media merupakan bentuk jamak dari perantara (medium), merupakan
sarana komunikasi. Secara etimologi ‘media’ berasal dari bahasa Latin
medium (“antara”), istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi
antara sebuah sumber dan sebuah penerima. Istilah media sangat populer
dalam bidang komunikasi. Proses pembelajaran pada dasarnya juga termasuk
di dalamny karena dalam proses tersebut ada komunikan, komunikator dan
media komunikasi.
Menurut AECT (Assosiation of Education and Communication) dalam Pirenomulyo
dan Nyoto Harjono(2010:118) “media adalah segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi”. Pendapat lain menurut NEA
(National Education Assosiation) dalam Pirenomulyo dan Nyoto Harjono (2010:118)
“media adalah segala benda yang dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau
dibacakan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut”. Beberapa ahli
yaitu Derald dan Ely (Budiyono, dkk. 2010: 137) menyatakan bahwa “media adalah
alat-alat untuk menangkap atau memproses dan menyusun kembali informasivisual
ataupun verbal”.
20
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang media maka manurut
pemikiran penulis berpendapat bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu
yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi untuk memperjelas
proses pembelajaran sehingga tercapailah tujuan pembelajaran tersebut.
2.1.5.2 Fungsi Media
Menurut Pirenomulyo dan Nyoto Harjono (2010: 119) “secara umum fungsi
media adalah sebagai penyalur pesan. Dalam proses pembelajaran media berfungsi
sebagai alat interaksi antara guru dan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih
efektif dan efisien sehingga hasilnya lebih baik”. Pendapat lain yang dikemukakan
oleh Enoch (Pirenomulyo dan Nyoto Harjono, 2010:119) “menjelaskan bahwa media
berfungsi untuk memebangkitkan rasa ingin tahu dan minat, membangkitkan motivasi
dan rangsangan dalam proses pembelajaran siswa”.
Berdasarkan pendapat tersebut menurut pemikiran penulis bahwa jelas fungsi
media sangat penting diterapkan dalam proses pembelajaran karena dapat
menyalurkan pesan atau informasi dari guru kepada siswa lebih efisien dan efektif
serta akan berdampak baik pada hasil belajar yang diperoleh karena proses
pembelajaran akan lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih antusisa dalam
belajar.
2.1.5.3 Jenis Media Pembelajaran
Agar siswa mampu memahami konsep belajar dan mampu mencapai hasil
belajar sesuai tujuan pembelajaran, salah satu pendukung untuk mencapai tujuan
tersebut adalah dalam pelaksanaan pembelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah
dasar hendaknya guru selalu menggunakan media pembelajaran. Bahwa untuk dapat
mengajar IPA dan mencapai tujuan pembelajaran, guru tidak hanya dituntut
menguasai materi saja, namun juga dipengaruhi oleh penggunaan media
pembelajaran untuk membuat siswa lebih memahami materi dan lebih antusias dalam
belajar.
21
Terdapat beberapa jenis media pembelajaran menurut para ahli:
Menurut Gerlach (Pirenomulyo dan Nyoto Harjono, 2010:120) mengelompokkan ada
media berdasarkan teknologi yang digunakan, yaitu: media tradisional dan media
dengan teknologi mutakhir.
Media tradisional meliputi:
(1). Media visual diam yang diproyeksikan, contohnya: proyeki tak tembus pandang,
proyeki overhead, slides, dan film strip.
(2). Media visual yang tak diproyeksikan, contohnya: gambar, poster, foto, charts,
grafik, diagram dan papan info.
(3). Audio, contohnya: radio, piringan hitam, tape recorder.
(4). Multimedia, contohnya: tape recorder dan multi image.
(5). Visual yang diproyeksikan, contohnya: film, TV dan video.
(6). Media cetak, contohnya: buku teks, modul, majalah dan hand out.
(7). Permainan, contohnya: teka-teki dan simulasi.
(8). Realita, contohnya: model, manipulatif seperti boneka dan peta.
Media teknologi mutakhir meliputi:
(1). Media berbasis telekomunikasi, contohnya: telecon ference dan kuliah jarak
jauh.
(2). Media berbasis mikroprosesor, contohnya: computer-assisted instruction,
permainan, tutor intelejen, interactif dan hipermedia.
Adapun menurut Atmohoetomo (Pirenomulyo dan Nyoto Harjono, 2010:120)
media pembelajaran terbagi atas tiga jenis, yaitu: media audio, visual dan audio
visual. Media audio, contohnya: radio, piringan hitam, dan tape recorder. Media
visual dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) media visual yang diproyeksikan,
contohnya: slide, film bisu, film strip, OHD, dan epidiascop. (2) media visual yang
22
tidak perlu diproyeksikan, contohnya: wall shets, model dan objek. Sementara itu,
media audio visual, contohnya: TV, video, film bicara, dan sound slides.
2.1.5.4 Media gambar
Diantara media pembelajaran, media gambar adalah media yang paling umum
dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi
jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, sudah tentu
akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Media
gambar dikelompokan kedalam media visual yaitu media yang mengandalkan indra
penglihatan. Dalam menyampaikan materi pembelajaran dalam proses belajar
mengajar kebanyakan siswa cukup sulit memahami jika hanya dengan metode diskusi
dan ceramah. Maka media gambar sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar
untuk memudahkan siswa memahami dan mengerti materi yang disampaikan.
Dibawah ini beberapa pengertian media gambar, diantaranya :
Menurut Oemar Hamalik (2004:43) berpendapat bahwa “ Gambar adalah
segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai
curahan perasaan atau pikiran”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001: 329) “ Gambar adalah tiruan barang, binatang, tumbuhan dan sebagainya.”
Dari pengertian diatas maka media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan
secara visual
kedalam bentuk dua dimensi sebagai curahan atau pikiran yang
bermacam – macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque proyektor. Media
gambar berbentuk dua dimensi karena hanya memiliki ukuran panjang dan lebar
sebagai alat berupa gambar yang berfungsi menyampaikan materi pengajaran, yang
terdiri dari foto, lukisan/gambar dan sketsa/gambar garis.
Media gambar umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, dan
sederhana serta praktis penggunaannnya. Media gambar sering juga disebut media
dua dimensi yaitu media yang hanya memiliki panjanng dan lebar. Selain itu media
gambar juga merupakan sebuah sarana yang sangat baik untuk membawa situasi
dunia luar kedalam ruang kelas. Sama dengan media lain, media gambar berfungsi
23
untuk menyalurkan pesan dari penerima sumber kepenerima pesan. Pesan yang akan
disampaikan dituangkan kedalam simbol – simbol komunikasi visual. Supaya proses
penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien.
2.1.5.5 Cara Penggunaan Media gambar
Langkah-langkah penggunaan media gambar menurut Nurseto (2011:26) yaitu :
(1). Mempersiapkan diri: Guru perlu menguasai bahan pembelajaran dengan baik,
dan memiliki keterampilan untuk menggunakan media tersebut.
(2). Penempatan yang tepat. Perhatikan posisi dan ukuran gambar, sehingga dapat
dilihat dengan baik oleh semua siswa yang ada di ruangan kelas tersebut.
(3). Pengaturan siswa. Misalnya siswa dibentuk menjadi setengah lingkaran, atau
leter U, pastikan semua siswa memperoleh pandangan yang baik
(4). Perkenalkan pokok materi. Materi yang disajikan terlebih dahulu diperkenalkan
kepada siswa pada saat awal membuka pelajaran.
(5). Sajikan gambar. Setelah masuk pada materi, mulailah memperlihatkan
lembaran-lembaran gambar dan berikan keterangan yang cukup.
(6). Beri kesempatan siswa untuk bertanya. Berikan stimulus agar siswa mau
bertanya, meminta klarifikasi apakah materi yang telah disampaikannya jelas
dipahami atau masih kurang jelas. Beri kesempatan siswa memberikan
komentar terhadap gambar yang disajikan.
(7). Guru menggunakan gambar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
siswa.
(8). Menyimpulkan Materi. Dorong siswa berperan aktif menyimpulkan materi yang
diperkuat oleh guru. Jika dirasa perlu maka siswa atau guru kembali
menunjukkan beberapa gambar yang dianggap penting.
(9). Guru memberikan tugas kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan cara penggunaan media gambar
dengan pertama mengkondisikan siswa agar siap menerima pelajaran dengan baik,
24
guru harus menguasai materi yang akan diajarkan kepada siswa. Dalam pembelajaran
guru menggunakan media gambar dalam menjelaskan materi agar siswa lebih
mengerti dan mudah diingat siswa karena karakteristik siswa SD berfikir secara
kongkret. Dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik diharap dapat
menambah semangat siswa dalam belajar yang akan berdampak pada hasil belajar
siswa yang baik.
2.1.5.6 Kelebihan Menggunakan Media gambar
Semua media pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan, berikut
adalah kelebihan media gambar, yaitu :
(1). Sifatnya konkrit, gambar lebih realitis menunjukkan masalah dibandingkan
dengan media verbal semata.
(2). Gambar dapat menngatasi batasan ruang dan waktu. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi dimasa lampau bisa kita lihat seperti apa adanya. Gambar amat berguna
dalam hal ini.
(3). Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
(4). Gambar dapat memperjelas suatu masalah.
(5). Siswa mudah memahaminya.
(6). Bisa menampilkan gambar, grafik atau diagram.
(7).
Bisa dipergunakan di dalam kelas, dirumah maupun dalam perjalanan dalam
kendaraan.
(8). Dapat dipergunakan tidak hanya untuk satu orang.
(9). Dapat dipergunakan untuk memberikan umpan balik
Dilihat dari penjelasan diatas terdapat banyak keunggulan atau kelebihan
menggunakan media gambar salah satunya dapat memperjelas suatu masalah dan
dapat membuat siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan
berbagai keunggulan media gambar inilah yang diharapkan agar tujuan pembelajaran
25
dapat tercapai dan dapat menumbuhkan semangat siswa dalam belajar sehingga hasil
belajar siswa pun ikut meningkat.
2.1.5.7 Kelemahan Menggunakan Media Gambar
Kelemahan media gambar yaitu :
(a) Gambar hanya menekankan persepsi indera mata.
(b) Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan
pembelajaran.
(c) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
(d) Gambar sulit dicari karena sejarah mempelajari masa lalu, dan kejadian masa
lalu sulit untuk diabadikan.
(e) Tidak semua kejadian masa lalu dapat dibuat gambarnya
Berdasarkan jenis media, dengan mempertimbangkan kondisi sekolah, sarana
dan prasarana sekolah, serta karakteristik siswa, penulis memilih media gambar
sebagai alat yang digunakan untuk membantu proses pembelajran. Media gambar
merupakan media yang sederhana namun efektif dan dapat menarik perhatian siswa
sehingga hasil belajarnya lebih baik.
2.1.6
Implementasi
Pembelajaran
Numbered
Heads
Together(NHT)
Berbantuan Media Gambar.
Berdasarkan kajian teori tentang metode pembelajaran NHT dan media
gambar, meskipun ada beberapa kelemahan metode pembelajaran NHT, namun
metode ini sangat baik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran IPA, karena
dapat mengembangkan kemampuan, sikap dan keterampilan siswa secara positif
melalui kerja kelompok. Berdasarkan karakteristik dan kondisi sekolah, penulis
berusaha memilih media yang sesuai. Media yang digunakan merupakan media
gambar yang pada dasarnya merupakan media yang sederhana, namun media ini
cukup efektif untuk membuat pembelajaran lebih menarik. Penerapan pembelajaran
26
Numbered Heads Together(NHT) berbantuan media gambar ini diharapkan mampu
mengatasi permasalahan yang ada di SD Negeri Dadapayam 02 yaitu tentang
rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Sintak pembelajaran
Numbered Heads Together(NHT) berbantuan media gambar pada pembelajaran IPA
akan disajikan pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1
Sintak Pembelajaran Numbered Heads Together(NHT) Berbantuan Media
Gambar pada Pembelajaran IPA
Tahap Pembelajaran
Numbered Heads Together
1. Numbering
Perilaku Guru
Guru membentuk siswa dalam
beberapa kelompok, setiap anggota
kelompok mendapat nomor yang
berbeda .
Guru melakukan tanya jawab tentang
materi yang terdapat pada gambar dan
memberikan lembar kerja siswa
(LKS).
2. Questioning
3. Heads Together
Guru membimbing siswa untuk
berfikir bersama dalam kelompok.
4. Answering
Guru memanggil nomor anggota
secara acak dan menyebutkan satu
nomor. Para siswa dari tiap kelompok
yang
nomornya
dipanggil
menyiapkan
jawaban
untuk
dipresentasikan/dilaporkan didepan
Berdasarkan
langkah
–
langkah
pembelajaran
Numbered
Heads
Together(NHT) yang telah dikemukakan oleh para ahli yang telah dijelaskan diatas,
maka penulis dapat menyimpulkan langkah – langkah implementasi pembelajaran
Numbered Heads Together(NHT) berbantuan media gambar dalam kegiatan
pembelajaran IPA di kelas yang disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut ini:
27
Tabel 2
Implementasi Numbered Heads Together(NHT) Berbantuan Media Gambar
dalam Pembelajaran IPA Menurut Standar Proses
Sintak Numbered
Heads
Together(NHT)
Langkah dalam Standar
Proses
Kegiatan Guru
Kegiatan awal
Guru melakukan kegiatan
apersepsi
dengan
menunjukkan gambar pada
siswa, menyampai kan
tujuan pembelajaran, dan
membagi siswa dalam
kelompok, setiap kelompok
beranggota 4-5 siswa.
Setiap anggota kelompok
mendapat nomor berbeda
yang telah disediakan oleh
guru.
1. Numbering
Kegiatan Inti
Eksplorasi
2. Questioning
Elaborasi
3. Heads
Together
Guru membagikan media
gambar sebagai media
belajar siswa. Kemudian
mengajukan
sebuah
pertanyaan kepada siswa,
pertanyaan bisa berfariasi.
Membagi lembar kerja
siswa (LKS)
Siswa
bekerjasama,
menyatukan pendapat dari
teman kelompoknya dan
pastikan bahwa semua
teman dalam kelompok
mengetahui jawabannya.
28
Sintak Numbered
Heads
Together(NHT)
Langkah dalam Standar
Proses
4. Answering
Kegiatan Guru
Guru memanggil sebuah
nomor, dan siswa dari
masing-masing kelompok
yang memiliki nomor
tersebut
mengangkat
tangannya
dan
mempresentasikan
jawabannya di depan kelas.
Siswa
maju
kedepan
mempresentasikan
hasil
diskusinya, nomor soal
yang dipresentasikan tidak
harus sesuai nomor yang
dimiliki siswa, kemudian
membandingkan hasilnya
dengan jawaban kelompok
lain, kelompok yang lain
bisa mmemberi tanggapan
dari hasil jawaban diskusi.
Kegiatan tersebut berulang
sampai
semua
nomor
dipanggil
dan
maju
kedepan mempresentasikan
hasil jawabannya.
Konfirmasi
Guru meluruskan jawabanjawaban
dari
hasil
presentasi yang dianggap
kurang tepat.
29
Sintak Numbered
Heads
Together(NHT)
Langkah dalam Standar
Proses
Kegiatan Guru
Kegiatan Akhir
Melakukan tanya jawab
dengan siswa
tentang
materi yang telah dipelajari
Siswa
bersama
guru
menarikan
kesimpulan
tentang pembelajaran hari
ini.
Guru melakukan Refleksi
dengan menanamkan nilai
moral
Memberikan soal evaluasi
2.2 Kajian Relevan
Penelitian yang relevan memuat tentang uraian sistematis hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dihubungkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
beberapa acuan yang relevan.
Rini Hadiyanti dkk (2012) dalam jurnal yang berjudul “Keefektifan
Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together terhadap Kemampuan
Pemahaman Konsep”, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan
keaktifan dan pemahaman siswa. Terbukti dari
rata-rata keaktifan siswa kelas
eksperimen mencapai 74%, sedangkan kelas kontrol mencapai 73%. Dengan
demikian dapat disimpulkan model pembelajaran kelas kooperatif tipe Numbered
HeadsTogether lebih efektif dalam kemampuan pemahaman konsep siswa. Oleh
karena itu guru IPA hendaknya mengembangkan pembelajaran melalui pembelajaran
kooperatif, terutama model pembelajaran NHT untuk meningkatkan keaktivan dan
kemampuan pemahaman konsep siswa.
30
Rudiansyah (2013) dalam jurnal yang berjudul ‘’Penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial’’, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya
peningkatan kemampuan merancang dari guru dan peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat peningkatan kemampuan guru dalam
merancang pembelajaran sebesar 0,66. Terdapat peningkatan kemampuan guru dalam
melaksanakan pembelajaran sebesar 0,93. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa
sebesar 82,40 (tuntas). Terjadi peningkatan sebesar 28,80 poin. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan
kemampuan merancang guru dan hasil belajar siswa.
Arief Bachtiar Putra (2013) dalam jurnal yang berjudul ‘’Cooperative
Learning Tipe NHT Dengan Media Grafis Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan
Hasil’’, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis data
penggunaan model cooperative learning tipe Numbered Heads Together (NHT)
dengan media grafis pada pembelajaran PKn kelas V B SD Negeri 5 Metro Barat
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
persentase rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I (35,71%), siklus II (58,93%),
dan siklus III (83,33%). Peningkatan dari siklus I ke siklus II (23,22%) dan dari
siklus II ke siklus III (24,4%). Sementara itu nilai rata-rata kinerja guru pada siklus I
(48,89), siklus II (61,48), dan siklus III (77,04). Sedangkan rata-rata nilai hasil belajar
siswa pada siklus I (57,86), siklus II (65), dan siklus III (90). Peningkatan dari siklus
I ke siklus II (7,14) dan dari siklus II ke siklus III (25). Hal tersebut menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa.
Berdasarkan uraian kajian yang relevan menggunakan metode Numbered Heads
Together (NHT) terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini
menekankan pada penerapan pembelajaran Numbered Heads Together(NHT)
berbantuan dengan media gambar untuk diterapkan guna mengatasi permasalahan
31
yang terjadi di SD Negeri Dadapayam 02 yaitu tentang rendahnya hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPA.
2.3 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh kerangka
pikir bahwa kondisi awal pembelajaran IPA kelas 4 SD Dadapayam 02 semester II
tahun pelajaran 2014 / 2015 lebih banyak berpusat pada guru, dan siswa hanya
berpusat pada materi di buku saja, kondisi seperti inilah yang mengakibatkan siswa
merasa jenuh dan tidak antusias dalam belajar IPA, dan mengakibatkan hasil belajar
IPA siswa kurang maksimal. Disetiap pembelajaran guru masih belum adannya
pengembangan penggunaan metode yang cenderung menekankan pada aktivitas guru
dalam menyampaikan pembelajaran di kelas sedangkan siswa hanya pasif dalam
kegiatan pembelajaran dan mengikuti apa saja yang disajikan guru. Ini terbukti
dengan nilai ulangan harian IPA siswa yang menunjukkan bahwa beberapa siswa
mendapatkan nilai di bawah KKM ≥ 60.
Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti akan melaksanakan suatu
tindakan untuk mengatasinya. Peneliti akan menerapkan metode Numbered Heads
Together(NHT) berbantuan media gambar dalam proses pembelajaran IPA. Dari
tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai kondisi akhir, yaitu hasil
belajar IPA siswa kelas 4 SD Dadapayam 02 semester II tahun pelajaran 2014 / 2015
dapat meningkat. Melalui metode Numbered Heads Together(NHT) berbantuan
dengan media gambar, diharapkan siswa lebih antusias untuk belajar IPA. Oleh
karena itu, guru diharapkan tidak hanya menggunakan metode pembelajaran yang
selama ini digunakan tetapi diharapkan mampu menggunakan metode pembelajaran
yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif dengan membuat siswa lebih aktif
dengan cara berdiskusi atau bekerjasama dalam kelompok sehingga siswa mampu
berfikir lebih kritis.
32
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut :
(1) Penerapan pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) berbantuan media
gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri
Dadapayam 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 20142015.
(2) Penerapan langkah pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) berbantuan
media gambar untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD
Negeri Dadapayam 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran
2014-2015 dilakukan dengan tahapan numbering (penomoran), questioning
(Pemberian tugas/pertanyaan), heads together (penyatuan pendapat), answering
(pemberian jawaban).
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
Dalam penelitian ini, teori yang akan dikaji adalah: (1) IPA SD dan
Pembelajarannya (2) Hasil Belajar IPA, (3) Pembelajaran Numbered Heads
Together(NHT), dan (4) Media gambar.
2.1.2
IPA SD dan Pembelajarannya
2.1.2.1 Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan bahasa Inggris yaitu
natural science yang secara singkat sering disebut science. Natural artinya alamiah,
berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science
artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science secara
harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwaperistiwa yang terjadi di alam ini.
Berikut ini dikemukakan definisi IPA menurut para ahli.
Trianto (2012:135) berpendapat :
Sejak zaman dahulu orang berusaha memanfaatkan alam. Mereka
mencari makanan dan minuman bergantung pada alam. Melalui pengamatan
manusia mempelajari alam. Mulai pengamatan dari objek-objek di sekitar
hingga objek yang jauh untuk diamati. Dorongan rasa ingin tahu manusia
mempercepat perkembangan sains. Manusia terus berkembang dan
beradaptasi dengan alam hingga saat ini. Hal ini berati bahwa sains timbul
dan berkembang dari rasa ingin tahu manusia.
Seorang ahli lain yaitu Fowler (Trianto, 2012:136)berpendapat bahwa “IPA adalah
pengetahuan sistematis dan dirumuskan serta saling berhubungan dengan gejalagejala kebendaan yang didasarkan atau pengamatan dan deduksi”.
9
10
Pendapat lain dikemukakan oleh Wahyana (Trianto, 2012:136) “menyatakan bahwa
IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis dan terbatas pada gejalagejala alam. Perkembangannya ditandai oleh adanya metode ilmiah dan sikap
ilmiah”.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang IPA, menurut pemikiran penulis bahwa
IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan
dengan menggunakan prosedur yang dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapat
suatu kesimpulan.
2.1.2.2 Hakikat Pembelajaran IPA
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan
sikap ilmiah.
Marsetio Donosepoetro (dalam Trianto 2013:137) berpendapat :
IPA dipandang pula sebagai proses, produk,dan sebagai prosedur. Sebagai
proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan
tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk
diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam
sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran
pengetahuan. Sebagai Prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang
dipakai untuk mengetahui suatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut
dengan metode ilmiah.
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesef (Trianto, 2013:137) “pernah
menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu “kebudayaan” atau suatu kelompok
atau institusi sosial dengan tradisi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi, maupun
inspirasi”.
Laksmi Prihantoro dkk. (2004: 10) berpendapat bahwa:
IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan
bagan konsep yang merupakan hasil suatu proses tertentu. Sebagai proses, IPA
merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi,
menemukan dan mengembangkan produk – produk IPA. Dalam proses ini
digunakan metode ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan
eksperimen. Sebagai aplikasi, teori – teori IPA akan melahirkan teknologi yang
11
dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Penerapan IPA juga berguna untuk
mengembangkan teori dan teknologi baru.
Trianto (2013:153) menyimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama,
yakni:
(a) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan
melalui prosedur yang benar.
(b) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah.
(c) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum.
(d) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari- hari.
Fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas,
2003:2) secara khusus adalah sebagai berikut:
(1). Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2). Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
(3). Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
(4). Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan
melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Merujuk pada hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam
pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:
(a) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkahlangkah metode ilmiah.
(b) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan
alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
(c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam
kaitannya dengan sains maupun dalam kehidupan. (dalam Trianto 2013:141)
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan maka
pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu, yaitu:
12
(a) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan
bagaimana bersikap.
(b) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
(c) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
(d) Mendidik siswa untuk menangani, mengetahui cara kerja serta menghargai para
ilmuwan penemunya.
(e) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.
(dalam Trianto 2013 :142).
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain
sebagai berikut:
(1). Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2). Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang
ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan
teknologi.
(3). Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah
dan melakukan observasi.
(4). Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, obyektif, jujur, terbuka, benar,
dan dapat bekerja sama.
(5). Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam.
(6). Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan
perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas 2003, dalam
Trianto 2010:143)
13
Tujuan pendidikan IPA di Sekolah Dasar berdasarkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah agar peserta didik mampu
memiliki kemampuan sebagai berikut:
(1). Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
(2). Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3). Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
(4). Mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
(5). Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam.
(6). Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
(7). Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Mulyasa, 2010: 111)
Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA di atas, maka menurut pemikiran
penulis bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa memiliki sikap ilmiah,
agar siswa dapat menerapkan metode ilmiah untuk memecahkan berbagai
permasalahan yang timbul, untuk meningkatkan keimanan dan mewjudkan rasa
syukur kepada Tuhan atas keindahan alam yang telah Tuhan berikan, serta
memperoleh bekal untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya yang lebih tinggi. Perlu
dikembangkan suatu metode pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif
dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide,
dan menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup.
14
2.1.3
Hasil Belajar IPA
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Menurut Thorndike (Budiningsih, 2012:21) “belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu rangsangan dalam kegiatan belajar
yang dapat ditangkap oleh alat indra. Sedangkan respon adalah reaksi yang muncul
akibat adanya rangsangan tersebut, dapat berupa pikiran, perasaan ataupun tindakan”.
Pendapat dari Gagne (Susanto, 2013:1) yang menyatakan “belajar adalah suatu
proses dimana suatu individu berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan”.
Sependapat dengan Gagne, Winkel (Susanto, 2013:4) mengemukakah “bahwa belajar
adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang
dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan”. Adapun
menurut Klein (Suprihatiningrum, 2013:14) “belajar adalah hasil eksperimental
dalam tingkah laku yang relatif permanen dan tidak dapat diucapkan dengan
pernyataan sesaat”.
Seorang ahli lain yaitu Gestalt (Susanto, 2014: 12) menjelaskan “bahwa belajar
merupakan suatu proses perkembangan. Hal itu berarti bahwa jiwa dan raga anak
secara kodrati mengalami perkembangan. Hasil dari belajar dipengaruhi oleh siswa
sendiri dan lingkungan”.
Menurut Bell-Gredler (Winataputra, 2008:5) menyatakan :
Belajar adalah proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan
ketrampilan, kemampuan dan sikap. Ketrampilan, kemampuan dan sikap tersebut
diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa
tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Kemampuan belajar inilah
yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya.
Berdasarkan pendapar para ahli tentang belajar, maka menurut pemikiran
penulis bahwa belajar diartikan sebagai aktivitas yang sengaja dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu pemahaman, atau suatu pengetahuan baru,
15
sehinggga memungkinkan adanya perubahan tingkah laku individu dalam berbagai
aspek kehidupan dan berkembang berdasarkan pengalaman atau latihan yang dialami.
2.1.3.2 Hasil Belajar IPA
Menurut Gagne dan Briggs (Suprihatiningrum, 2013: 17) “hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat yang diperoleh dari
proses belajar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Reigeluth (Suprihatiningrum, 2013:
37) “yang menyatakan hasil belajar adalah pengaruh yang memberikan suatu ukuran
nilai dari metode alternatif dalam kondisi yang berbeda. Reigeluth juga mengartikan
bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja yang diindikasikan sebagai suatu
kemampuan yang diperoleh”. Adapun menurut Nawawi (Susanto, 2013: 5) “hasil
belajar diartikan sebagai keberhasilan siswa dalam memahami pembelajaran di
sekolah yang ditunjukkan dengan skor sesuai dengan hasil tes pada mata pelajaran
tertentu”.
Beberapa ahli lain yaitu Krathwohl, Bloom dan Masia (Suprihatiningrum, 2013: 38)
berpendapat :
Membedakan hasil belajar menjadi tiga aspek, yaitu aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. Pertama, aspek kogitif ini berhubungan dengan
kemampuan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Kedua, aspek
afektif berkaitan dengan kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai,
minat dan apresiasi. Ketiga, aspek psikomotorik mencakup tujuan yang
berkaitan dengan ketrampilan yang bersifat manual dan motorik.
Sependapat dengan Krathwohl, Bloom dan Masia, Susanto (2013: 5)
menyatakan bahwa “hasil belajar merupakan perubahan pada siswa dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotoriknya sebagai hasil dari proses belajar. Susanto juga
menjelaskan secara sederhana bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh
anak setelah mengikuti kegiatan belajar”.
Menurut Wasliman (Susanto, 2013: 12-13) berpendapat :
Hasil belajar merupakan hasil interaksi antar berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang bersumber
dari dalam diri siswa yang mempengaruhi proses belajarnya. Faktor internal
16
tersebut antara lain: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar,
ketekunan, sikap, kondisi fisik dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal tersebut
antar lain: keluarga, sekolah dan masyarakat. Wasliman menambahkan bahwa
semakin tinggi kualitas belajar siswa, maka semakin tinggi pula hasil
belajarnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar, dapat dijelaskan bahwa
hasil belajar siswa adalah pencapaian kompetensi dalam suatu mata pelajaran dengan
menggunakan kemampuan dan ketrampilan sesuai dengan tingkat usahanya sebagai
suatu hasil dari proses belajar untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Hasil belajar
dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada siswa. Tes digunakan
untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa. Bentuk tes yang dipakai untuk
mengukur hasil belajar siswa adalah bentuk soal uraian. Tes diberikan setelah
tindakan siklus I, dan setelah tindakan siklus II.
2.1.4
Metode Pembelajaran Numbered Heads Together
2.1.4.1 Pengertian Numbered Heads Together
Menurut Arends (2008: 16) “Numbered Heads Together merupakan metode
pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1998) untuk melibatkan lebih
banyak siswa dalam menelaah berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran
dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi pelajaran tersebut”. Pendapat
lain yang dikemukakan oleh Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011 :59) “Numbered Heads
Together(NHT) adalah suatu metode pembelajaran dimana setiap siswa diberi nomor
suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa”.
Sependapat dengan Iif Khoiru Ahmadi, dkk, Kokom Komalasari (2010:62)
menyatakan bahwa “NHT merupakan suatu metode pembelajaran di mana setiap
siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru
memanggil nomor dari siswa”.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli tentang metode
pembelajaran Numbered Heads Together maka menurut pemikiran penulis bahwa
17
Numbered Heads Together adalah suatu metode pembelajaran berkelompok dimana
setiap anggota
kelompoknya bertanggung jawab terhadap tugas kelompoknya,
sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam
satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya.
2.1.4.2 Langkah-langkah Metode Numbered Heads Together (NHT)
Arends
(2008:
16)
menjelaskan
bahwa
ada
empat
langkah-langkah
pembelajaran dalam Numbered Heads Together (NHT) yaitu;
(1).
Langkah 1: Numbering. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok yang
terdiri atas 3-5 siswa dan setiap anggota kelompok mendapat nomor 1 sampai 5.
(2).
Langkah 2: Questioning. Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa.
Pertanyaan dapat bervariasi.
(3).
Langkah 3: Heads Together. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan dan memastikan setiap anggota kelompok tahu.
(4).
Langkah 4: Answering. Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masingmasing kelompok yang memiliki nomor tersebut mengangkat tangan dan
memberikan jawabannya ke hadapan seluruh siswa.
Sependapat dengan Arends, Iif Khoiru Ahmadi menyebutkan ada beberapa
langkah-langkah
dalam
metode
pembelajaran
Numbered
Heads
Together
(NHT)yaitu:
(1). Setiap siswa dibagi kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapatkan
nomor.
(2). Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakan tugas.
(3). Setiap kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap
anggota kelompok dapat mengerjakan,
(4). Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil dan
melaporkan hasil kerjasama kelompok.
(5). Tanggapan dari kelompok yang lain, kemudian guru menunjuk nomor lain.
18
(6). Guru bersama siswa menyimpulkan tugas yang diberikan kepada peserta didik.
Adapun menurut Miftahul Huda (2011:130) menjelaskan ada beberapa langkah
dalam NHT yaitu:
(1). Guru meminta siswa untuk duduk berkelompok,
(2). Masing-masing anggota diberi nomor,
(3). Guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya,
(4). Memanggil secara acak hingga semua nomor terpanggil.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang langkah-langkah metode
pembelajaran NHT maka menurut pemikiran penulis bahwa secara umum ada empat
langkah dalam metode pembelajaran yaitu numbering (penomoran), questioning
(pemberian
tugas/pertanyaan),
heads
together
(penyatuan
pendapat),
answering(pemberian jawaban), sesuai yang dikemukakan oleh Arends. Langkahlangkah tersebut harus dilakukan secara berurutan agar penerapan metode NHT dapat
berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran akan dapat tercapai.
2.1.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Numbered Heads Together (NHT)
Menurut Iif Khoiru Ahmadi, dkk (2011: 59) dalam menggunakan metode
Numbered Heads Together (NHT) ada beberapa kelebihan dan kelemahan.
Numbered Heads Together (NHT) memiliki beberapa kelebihan antara lain:
(1). Setiap siswa menjadi siap semua.
(2). Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
(3). Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai/tutor sebaya.
(4). Melatih siswa untuk dapat bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain.
(5). Memupuk rasa kebersamaan.
(6). Membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan.
Selain memiliki kelebihan tersebut, dalam menggunakan metode Numbered
Heads Together (NHT) terdapat beberapa kelemahan yang harus diperhatikan, hal ini
19
dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pembelajaran, antara
lain:
(1). Siswa yang sudah terbiasa dengan cara konvensional akan sedikit kewalahan.
(2). Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi.
(3). Guru harus bisa memfasilitasi siswa.
(4). Tidak semua mendapat giliran.
NHT memiliki beberapa kelemahan, namun metode ini penting diterapkan untuk
mendorong siswa bekerja sama dan berkembang secara positif. Pelaksanaan
pembelajaran menggunakan metode NHT dapat membuat siswa berkembang aktif
dalam kelompok yang memungkinkan untuk dapat meningkatkan hasil belajar
mereka.
2.1.5
Media gambar
2.1.5.1 Pengertian Media
Pirenomulyo dan Nyoto Harjono (2010: 117) menjelaskan bahwa:
Media merupakan bentuk jamak dari perantara (medium), merupakan
sarana komunikasi. Secara etimologi ‘media’ berasal dari bahasa Latin
medium (“antara”), istilah ini merujuk pada apa saja yang membawa informasi
antara sebuah sumber dan sebuah penerima. Istilah media sangat populer
dalam bidang komunikasi. Proses pembelajaran pada dasarnya juga termasuk
di dalamny karena dalam proses tersebut ada komunikan, komunikator dan
media komunikasi.
Menurut AECT (Assosiation of Education and Communication) dalam Pirenomulyo
dan Nyoto Harjono(2010:118) “media adalah segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi”. Pendapat lain menurut NEA
(National Education Assosiation) dalam Pirenomulyo dan Nyoto Harjono (2010:118)
“media adalah segala benda yang dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau
dibacakan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut”. Beberapa ahli
yaitu Derald dan Ely (Budiyono, dkk. 2010: 137) menyatakan bahwa “media adalah
alat-alat untuk menangkap atau memproses dan menyusun kembali informasivisual
ataupun verbal”.
20
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang media maka manurut
pemikiran penulis berpendapat bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu
yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi untuk memperjelas
proses pembelajaran sehingga tercapailah tujuan pembelajaran tersebut.
2.1.5.2 Fungsi Media
Menurut Pirenomulyo dan Nyoto Harjono (2010: 119) “secara umum fungsi
media adalah sebagai penyalur pesan. Dalam proses pembelajaran media berfungsi
sebagai alat interaksi antara guru dan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih
efektif dan efisien sehingga hasilnya lebih baik”. Pendapat lain yang dikemukakan
oleh Enoch (Pirenomulyo dan Nyoto Harjono, 2010:119) “menjelaskan bahwa media
berfungsi untuk memebangkitkan rasa ingin tahu dan minat, membangkitkan motivasi
dan rangsangan dalam proses pembelajaran siswa”.
Berdasarkan pendapat tersebut menurut pemikiran penulis bahwa jelas fungsi
media sangat penting diterapkan dalam proses pembelajaran karena dapat
menyalurkan pesan atau informasi dari guru kepada siswa lebih efisien dan efektif
serta akan berdampak baik pada hasil belajar yang diperoleh karena proses
pembelajaran akan lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih antusisa dalam
belajar.
2.1.5.3 Jenis Media Pembelajaran
Agar siswa mampu memahami konsep belajar dan mampu mencapai hasil
belajar sesuai tujuan pembelajaran, salah satu pendukung untuk mencapai tujuan
tersebut adalah dalam pelaksanaan pembelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah
dasar hendaknya guru selalu menggunakan media pembelajaran. Bahwa untuk dapat
mengajar IPA dan mencapai tujuan pembelajaran, guru tidak hanya dituntut
menguasai materi saja, namun juga dipengaruhi oleh penggunaan media
pembelajaran untuk membuat siswa lebih memahami materi dan lebih antusias dalam
belajar.
21
Terdapat beberapa jenis media pembelajaran menurut para ahli:
Menurut Gerlach (Pirenomulyo dan Nyoto Harjono, 2010:120) mengelompokkan ada
media berdasarkan teknologi yang digunakan, yaitu: media tradisional dan media
dengan teknologi mutakhir.
Media tradisional meliputi:
(1). Media visual diam yang diproyeksikan, contohnya: proyeki tak tembus pandang,
proyeki overhead, slides, dan film strip.
(2). Media visual yang tak diproyeksikan, contohnya: gambar, poster, foto, charts,
grafik, diagram dan papan info.
(3). Audio, contohnya: radio, piringan hitam, tape recorder.
(4). Multimedia, contohnya: tape recorder dan multi image.
(5). Visual yang diproyeksikan, contohnya: film, TV dan video.
(6). Media cetak, contohnya: buku teks, modul, majalah dan hand out.
(7). Permainan, contohnya: teka-teki dan simulasi.
(8). Realita, contohnya: model, manipulatif seperti boneka dan peta.
Media teknologi mutakhir meliputi:
(1). Media berbasis telekomunikasi, contohnya: telecon ference dan kuliah jarak
jauh.
(2). Media berbasis mikroprosesor, contohnya: computer-assisted instruction,
permainan, tutor intelejen, interactif dan hipermedia.
Adapun menurut Atmohoetomo (Pirenomulyo dan Nyoto Harjono, 2010:120)
media pembelajaran terbagi atas tiga jenis, yaitu: media audio, visual dan audio
visual. Media audio, contohnya: radio, piringan hitam, dan tape recorder. Media
visual dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) media visual yang diproyeksikan,
contohnya: slide, film bisu, film strip, OHD, dan epidiascop. (2) media visual yang
22
tidak perlu diproyeksikan, contohnya: wall shets, model dan objek. Sementara itu,
media audio visual, contohnya: TV, video, film bicara, dan sound slides.
2.1.5.4 Media gambar
Diantara media pembelajaran, media gambar adalah media yang paling umum
dipakai. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan, apalagi
jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, sudah tentu
akan menambah semangat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Media
gambar dikelompokan kedalam media visual yaitu media yang mengandalkan indra
penglihatan. Dalam menyampaikan materi pembelajaran dalam proses belajar
mengajar kebanyakan siswa cukup sulit memahami jika hanya dengan metode diskusi
dan ceramah. Maka media gambar sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar
untuk memudahkan siswa memahami dan mengerti materi yang disampaikan.
Dibawah ini beberapa pengertian media gambar, diantaranya :
Menurut Oemar Hamalik (2004:43) berpendapat bahwa “ Gambar adalah
segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi sebagai
curahan perasaan atau pikiran”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001: 329) “ Gambar adalah tiruan barang, binatang, tumbuhan dan sebagainya.”
Dari pengertian diatas maka media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan
secara visual
kedalam bentuk dua dimensi sebagai curahan atau pikiran yang
bermacam – macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque proyektor. Media
gambar berbentuk dua dimensi karena hanya memiliki ukuran panjang dan lebar
sebagai alat berupa gambar yang berfungsi menyampaikan materi pengajaran, yang
terdiri dari foto, lukisan/gambar dan sketsa/gambar garis.
Media gambar umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, dan
sederhana serta praktis penggunaannnya. Media gambar sering juga disebut media
dua dimensi yaitu media yang hanya memiliki panjanng dan lebar. Selain itu media
gambar juga merupakan sebuah sarana yang sangat baik untuk membawa situasi
dunia luar kedalam ruang kelas. Sama dengan media lain, media gambar berfungsi
23
untuk menyalurkan pesan dari penerima sumber kepenerima pesan. Pesan yang akan
disampaikan dituangkan kedalam simbol – simbol komunikasi visual. Supaya proses
penyampaian pesan dapat berhasil dan efisien.
2.1.5.5 Cara Penggunaan Media gambar
Langkah-langkah penggunaan media gambar menurut Nurseto (2011:26) yaitu :
(1). Mempersiapkan diri: Guru perlu menguasai bahan pembelajaran dengan baik,
dan memiliki keterampilan untuk menggunakan media tersebut.
(2). Penempatan yang tepat. Perhatikan posisi dan ukuran gambar, sehingga dapat
dilihat dengan baik oleh semua siswa yang ada di ruangan kelas tersebut.
(3). Pengaturan siswa. Misalnya siswa dibentuk menjadi setengah lingkaran, atau
leter U, pastikan semua siswa memperoleh pandangan yang baik
(4). Perkenalkan pokok materi. Materi yang disajikan terlebih dahulu diperkenalkan
kepada siswa pada saat awal membuka pelajaran.
(5). Sajikan gambar. Setelah masuk pada materi, mulailah memperlihatkan
lembaran-lembaran gambar dan berikan keterangan yang cukup.
(6). Beri kesempatan siswa untuk bertanya. Berikan stimulus agar siswa mau
bertanya, meminta klarifikasi apakah materi yang telah disampaikannya jelas
dipahami atau masih kurang jelas. Beri kesempatan siswa memberikan
komentar terhadap gambar yang disajikan.
(7). Guru menggunakan gambar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
siswa.
(8). Menyimpulkan Materi. Dorong siswa berperan aktif menyimpulkan materi yang
diperkuat oleh guru. Jika dirasa perlu maka siswa atau guru kembali
menunjukkan beberapa gambar yang dianggap penting.
(9). Guru memberikan tugas kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan cara penggunaan media gambar
dengan pertama mengkondisikan siswa agar siap menerima pelajaran dengan baik,
24
guru harus menguasai materi yang akan diajarkan kepada siswa. Dalam pembelajaran
guru menggunakan media gambar dalam menjelaskan materi agar siswa lebih
mengerti dan mudah diingat siswa karena karakteristik siswa SD berfikir secara
kongkret. Dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik diharap dapat
menambah semangat siswa dalam belajar yang akan berdampak pada hasil belajar
siswa yang baik.
2.1.5.6 Kelebihan Menggunakan Media gambar
Semua media pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan, berikut
adalah kelebihan media gambar, yaitu :
(1). Sifatnya konkrit, gambar lebih realitis menunjukkan masalah dibandingkan
dengan media verbal semata.
(2). Gambar dapat menngatasi batasan ruang dan waktu. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi dimasa lampau bisa kita lihat seperti apa adanya. Gambar amat berguna
dalam hal ini.
(3). Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
(4). Gambar dapat memperjelas suatu masalah.
(5). Siswa mudah memahaminya.
(6). Bisa menampilkan gambar, grafik atau diagram.
(7).
Bisa dipergunakan di dalam kelas, dirumah maupun dalam perjalanan dalam
kendaraan.
(8). Dapat dipergunakan tidak hanya untuk satu orang.
(9). Dapat dipergunakan untuk memberikan umpan balik
Dilihat dari penjelasan diatas terdapat banyak keunggulan atau kelebihan
menggunakan media gambar salah satunya dapat memperjelas suatu masalah dan
dapat membuat siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan
berbagai keunggulan media gambar inilah yang diharapkan agar tujuan pembelajaran
25
dapat tercapai dan dapat menumbuhkan semangat siswa dalam belajar sehingga hasil
belajar siswa pun ikut meningkat.
2.1.5.7 Kelemahan Menggunakan Media Gambar
Kelemahan media gambar yaitu :
(a) Gambar hanya menekankan persepsi indera mata.
(b) Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan
pembelajaran.
(c) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
(d) Gambar sulit dicari karena sejarah mempelajari masa lalu, dan kejadian masa
lalu sulit untuk diabadikan.
(e) Tidak semua kejadian masa lalu dapat dibuat gambarnya
Berdasarkan jenis media, dengan mempertimbangkan kondisi sekolah, sarana
dan prasarana sekolah, serta karakteristik siswa, penulis memilih media gambar
sebagai alat yang digunakan untuk membantu proses pembelajran. Media gambar
merupakan media yang sederhana namun efektif dan dapat menarik perhatian siswa
sehingga hasil belajarnya lebih baik.
2.1.6
Implementasi
Pembelajaran
Numbered
Heads
Together(NHT)
Berbantuan Media Gambar.
Berdasarkan kajian teori tentang metode pembelajaran NHT dan media
gambar, meskipun ada beberapa kelemahan metode pembelajaran NHT, namun
metode ini sangat baik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran IPA, karena
dapat mengembangkan kemampuan, sikap dan keterampilan siswa secara positif
melalui kerja kelompok. Berdasarkan karakteristik dan kondisi sekolah, penulis
berusaha memilih media yang sesuai. Media yang digunakan merupakan media
gambar yang pada dasarnya merupakan media yang sederhana, namun media ini
cukup efektif untuk membuat pembelajaran lebih menarik. Penerapan pembelajaran
26
Numbered Heads Together(NHT) berbantuan media gambar ini diharapkan mampu
mengatasi permasalahan yang ada di SD Negeri Dadapayam 02 yaitu tentang
rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Sintak pembelajaran
Numbered Heads Together(NHT) berbantuan media gambar pada pembelajaran IPA
akan disajikan pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1
Sintak Pembelajaran Numbered Heads Together(NHT) Berbantuan Media
Gambar pada Pembelajaran IPA
Tahap Pembelajaran
Numbered Heads Together
1. Numbering
Perilaku Guru
Guru membentuk siswa dalam
beberapa kelompok, setiap anggota
kelompok mendapat nomor yang
berbeda .
Guru melakukan tanya jawab tentang
materi yang terdapat pada gambar dan
memberikan lembar kerja siswa
(LKS).
2. Questioning
3. Heads Together
Guru membimbing siswa untuk
berfikir bersama dalam kelompok.
4. Answering
Guru memanggil nomor anggota
secara acak dan menyebutkan satu
nomor. Para siswa dari tiap kelompok
yang
nomornya
dipanggil
menyiapkan
jawaban
untuk
dipresentasikan/dilaporkan didepan
Berdasarkan
langkah
–
langkah
pembelajaran
Numbered
Heads
Together(NHT) yang telah dikemukakan oleh para ahli yang telah dijelaskan diatas,
maka penulis dapat menyimpulkan langkah – langkah implementasi pembelajaran
Numbered Heads Together(NHT) berbantuan media gambar dalam kegiatan
pembelajaran IPA di kelas yang disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut ini:
27
Tabel 2
Implementasi Numbered Heads Together(NHT) Berbantuan Media Gambar
dalam Pembelajaran IPA Menurut Standar Proses
Sintak Numbered
Heads
Together(NHT)
Langkah dalam Standar
Proses
Kegiatan Guru
Kegiatan awal
Guru melakukan kegiatan
apersepsi
dengan
menunjukkan gambar pada
siswa, menyampai kan
tujuan pembelajaran, dan
membagi siswa dalam
kelompok, setiap kelompok
beranggota 4-5 siswa.
Setiap anggota kelompok
mendapat nomor berbeda
yang telah disediakan oleh
guru.
1. Numbering
Kegiatan Inti
Eksplorasi
2. Questioning
Elaborasi
3. Heads
Together
Guru membagikan media
gambar sebagai media
belajar siswa. Kemudian
mengajukan
sebuah
pertanyaan kepada siswa,
pertanyaan bisa berfariasi.
Membagi lembar kerja
siswa (LKS)
Siswa
bekerjasama,
menyatukan pendapat dari
teman kelompoknya dan
pastikan bahwa semua
teman dalam kelompok
mengetahui jawabannya.
28
Sintak Numbered
Heads
Together(NHT)
Langkah dalam Standar
Proses
4. Answering
Kegiatan Guru
Guru memanggil sebuah
nomor, dan siswa dari
masing-masing kelompok
yang memiliki nomor
tersebut
mengangkat
tangannya
dan
mempresentasikan
jawabannya di depan kelas.
Siswa
maju
kedepan
mempresentasikan
hasil
diskusinya, nomor soal
yang dipresentasikan tidak
harus sesuai nomor yang
dimiliki siswa, kemudian
membandingkan hasilnya
dengan jawaban kelompok
lain, kelompok yang lain
bisa mmemberi tanggapan
dari hasil jawaban diskusi.
Kegiatan tersebut berulang
sampai
semua
nomor
dipanggil
dan
maju
kedepan mempresentasikan
hasil jawabannya.
Konfirmasi
Guru meluruskan jawabanjawaban
dari
hasil
presentasi yang dianggap
kurang tepat.
29
Sintak Numbered
Heads
Together(NHT)
Langkah dalam Standar
Proses
Kegiatan Guru
Kegiatan Akhir
Melakukan tanya jawab
dengan siswa
tentang
materi yang telah dipelajari
Siswa
bersama
guru
menarikan
kesimpulan
tentang pembelajaran hari
ini.
Guru melakukan Refleksi
dengan menanamkan nilai
moral
Memberikan soal evaluasi
2.2 Kajian Relevan
Penelitian yang relevan memuat tentang uraian sistematis hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan dihubungkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
beberapa acuan yang relevan.
Rini Hadiyanti dkk (2012) dalam jurnal yang berjudul “Keefektifan
Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together terhadap Kemampuan
Pemahaman Konsep”, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan
keaktifan dan pemahaman siswa. Terbukti dari
rata-rata keaktifan siswa kelas
eksperimen mencapai 74%, sedangkan kelas kontrol mencapai 73%. Dengan
demikian dapat disimpulkan model pembelajaran kelas kooperatif tipe Numbered
HeadsTogether lebih efektif dalam kemampuan pemahaman konsep siswa. Oleh
karena itu guru IPA hendaknya mengembangkan pembelajaran melalui pembelajaran
kooperatif, terutama model pembelajaran NHT untuk meningkatkan keaktivan dan
kemampuan pemahaman konsep siswa.
30
Rudiansyah (2013) dalam jurnal yang berjudul ‘’Penerapan Model
Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial’’, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya
peningkatan kemampuan merancang dari guru dan peningkatan hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat peningkatan kemampuan guru dalam
merancang pembelajaran sebesar 0,66. Terdapat peningkatan kemampuan guru dalam
melaksanakan pembelajaran sebesar 0,93. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa
sebesar 82,40 (tuntas). Terjadi peningkatan sebesar 28,80 poin. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan
kemampuan merancang guru dan hasil belajar siswa.
Arief Bachtiar Putra (2013) dalam jurnal yang berjudul ‘’Cooperative
Learning Tipe NHT Dengan Media Grafis Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan
Hasil’’, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis data
penggunaan model cooperative learning tipe Numbered Heads Together (NHT)
dengan media grafis pada pembelajaran PKn kelas V B SD Negeri 5 Metro Barat
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari
persentase rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I (35,71%), siklus II (58,93%),
dan siklus III (83,33%). Peningkatan dari siklus I ke siklus II (23,22%) dan dari
siklus II ke siklus III (24,4%). Sementara itu nilai rata-rata kinerja guru pada siklus I
(48,89), siklus II (61,48), dan siklus III (77,04). Sedangkan rata-rata nilai hasil belajar
siswa pada siklus I (57,86), siklus II (65), dan siklus III (90). Peningkatan dari siklus
I ke siklus II (7,14) dan dari siklus II ke siklus III (25). Hal tersebut menunjukkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa.
Berdasarkan uraian kajian yang relevan menggunakan metode Numbered Heads
Together (NHT) terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini
menekankan pada penerapan pembelajaran Numbered Heads Together(NHT)
berbantuan dengan media gambar untuk diterapkan guna mengatasi permasalahan
31
yang terjadi di SD Negeri Dadapayam 02 yaitu tentang rendahnya hasil belajar siswa
pada mata pelajaran IPA.
2.3 Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh kerangka
pikir bahwa kondisi awal pembelajaran IPA kelas 4 SD Dadapayam 02 semester II
tahun pelajaran 2014 / 2015 lebih banyak berpusat pada guru, dan siswa hanya
berpusat pada materi di buku saja, kondisi seperti inilah yang mengakibatkan siswa
merasa jenuh dan tidak antusias dalam belajar IPA, dan mengakibatkan hasil belajar
IPA siswa kurang maksimal. Disetiap pembelajaran guru masih belum adannya
pengembangan penggunaan metode yang cenderung menekankan pada aktivitas guru
dalam menyampaikan pembelajaran di kelas sedangkan siswa hanya pasif dalam
kegiatan pembelajaran dan mengikuti apa saja yang disajikan guru. Ini terbukti
dengan nilai ulangan harian IPA siswa yang menunjukkan bahwa beberapa siswa
mendapatkan nilai di bawah KKM ≥ 60.
Dengan kondisi awal seperti ini kemudian peneliti akan melaksanakan suatu
tindakan untuk mengatasinya. Peneliti akan menerapkan metode Numbered Heads
Together(NHT) berbantuan media gambar dalam proses pembelajaran IPA. Dari
tindakan yang dilaksanakan peneliti, diharapkan mencapai kondisi akhir, yaitu hasil
belajar IPA siswa kelas 4 SD Dadapayam 02 semester II tahun pelajaran 2014 / 2015
dapat meningkat. Melalui metode Numbered Heads Together(NHT) berbantuan
dengan media gambar, diharapkan siswa lebih antusias untuk belajar IPA. Oleh
karena itu, guru diharapkan tidak hanya menggunakan metode pembelajaran yang
selama ini digunakan tetapi diharapkan mampu menggunakan metode pembelajaran
yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif dengan membuat siswa lebih aktif
dengan cara berdiskusi atau bekerjasama dalam kelompok sehingga siswa mampu
berfikir lebih kritis.
32
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir yang diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut :
(1) Penerapan pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) berbantuan media
gambar dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Negeri
Dadapayam 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 20142015.
(2) Penerapan langkah pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) berbantuan
media gambar untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD
Negeri Dadapayam 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran
2014-2015 dilakukan dengan tahapan numbering (penomoran), questioning
(Pemberian tugas/pertanyaan), heads together (penyatuan pendapat), answering
(pemberian jawaban).